Makalah Penelitian PTC Asli

53
BAB I PENDAHULUAN PTC 1.1. Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi keenam yang dikeluhkan masyarakat Indonesia dan menempati peringkat keempat penyakit termahal dalam pengobatan. 1 Ada dua penyakit gigi dan mulut yang mempunyai prevalensi cukup tinggi di Indonesia yaitu karies dan penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut. Penyakit karies terjadi karena demineralisasi jaringan permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung gula. Menurut data WHO tahun 1998 dikatakan bahwa 98% dari penduduk dunia pernah mengalami karies. Kerusakan ini dapat ditemukan pada semua jenis umur. Hasil Survei Depkes tahun 2010 yang menyatakan karies gigi pada anak merupakan masalah yang serius pada gigi dan mulut di Indonesia dengan prevalensi sampai 90,05%. Di Indonesia, karies gigi masih menjadi masalah paling sering terjadi pada penyakit gigi dan mulut. Angka kejadian karies gigi untuk semua kalangan umur di Indonesia berdasarkan Depkes tahun 2011 berkisar antara 85% - 99%. 2 Prevalensi penyakit karies gigi di Indonesia cenderung meningkat. Angka morbiditas gigi juga cenderung meningkat pada setiap dasawarsa. Sekitar 70% dari karies yang ditemukan merupakan karies awal, sedangkan jangkauan pelayanan belum

Transcript of Makalah Penelitian PTC Asli

Page 1: Makalah Penelitian PTC Asli

BAB I

PENDAHULUAN PTC

1.1. Latar Belakang

Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi keenam yang dikeluhkan

masyarakat Indonesia dan menempati peringkat keempat penyakit termahal dalam

pengobatan.1 Ada dua penyakit gigi dan mulut yang mempunyai prevalensi cukup tinggi di

Indonesia yaitu karies dan penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah utama

kesehatan gigi dan mulut. Penyakit karies terjadi karena demineralisasi jaringan permukaan

gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung gula. Menurut data

WHO tahun 1998 dikatakan bahwa 98% dari penduduk dunia pernah mengalami karies.

Kerusakan ini dapat ditemukan pada semua jenis umur. Hasil Survei Depkes tahun 2010

yang menyatakan karies gigi pada anak merupakan masalah yang serius pada gigi dan mulut

di Indonesia dengan prevalensi sampai 90,05%. Di Indonesia, karies gigi masih menjadi

masalah paling sering terjadi pada penyakit gigi dan mulut. Angka kejadian karies gigi

untuk semua kalangan umur di Indonesia berdasarkan Depkes tahun 2011 berkisar antara

85% - 99%.2

Prevalensi penyakit karies gigi di Indonesia cenderung meningkat. Angka morbiditas

gigi juga cenderung meningkat pada setiap dasawarsa. Sekitar 70% dari karies yang

ditemukan merupakan karies awal, sedangkan jangkauan pelayanan belum memadai

sehubungan dengan keadaan geografis Indonesia yang sangat bervariasi.3

Kerusakan gigi seperti karies (gigi berlubang) anak Indonesia, terutama anak balita

sangat memprihatinkan. Hampir 9 dari 10 anak menderita karies dengan 7 dari 20 gigi yang

rusak. Perawatan gigi rusak pada anak termasuk sulit, memerlukan waktu dan dana yang

tidak sedikit. Oleh sebab itu, pencegahan terhadap karies atau kerusakan gigi jauh lebih baik

daripada merawat kerusakan gigi.3 Pada umumnya keadaan kebersihan gigi dan mulut anak

lebih buruk. Anak lebih banyak makan makanan dan minuman yang menyebabkan karies

dibanding orang dewasa. Anak-anak umumnya senang makan gula-gula, apabila anak

terlalu banyak makan gula-gula dan jarang membersihkannya, maka giginya banyak yang

mengalami karies. Sebenarnya anak boleh makan-makanan manis tetapi setelah itu sesegera

mungkin menyikat gigi sehingga tidak ada lagi sisa makanan yang menempel pada gigi.

Page 2: Makalah Penelitian PTC Asli

Penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat salah satunya

adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Hal tersebut

dilandasi oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya pemeliharaan gigi dan mulut.

Menurut penelitian Safitri tahun 2003 mengenai tingkat pengetahuan anak kelas 1 sampai

sampai kelas 6 SD di Depok didapat kesimpulan bahwa tingkat pengatahuan anak tentang

menyikat gigi masih tergolong kurang. Anak masih sangat tergantung pada orang dewasa

dalam hal menjaga kebersihan dan kesehatan gigi karena kurangnya pengetahuan anak

mengenai kesehatan gigi dibanding orang dewasa. Peran serta orang tua sangat diperlukan di

dalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas

kepada anak agar anak dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu orang tua

juga mempunyai peran yang cukup besar di dalam mencegah terjadinya akumulasi plak dan

terjadinya karies pada anak. Peran orangtua ini dapat berupa dalam membimbing anak agar

aktif dalam menjaga dan membersihkan giginya.4

Pengetahuan dan kesadaran terhadap pentingnya kesehatan gigi dan mulut pada anak

perlu di tekankan sejak dini yang dimulai dari orang tua kemudian kader-kader kesehatan

setempat termasuk pemerintah melalui program kesehatan gigi dan mulut di puskesmas-

puskesmas setempat. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara alami maupun secara

terencana yaitu melalui proses pendidikan. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan

kesehatan di daerah pedesaan sudah selayaknya melakukan berbagai program penyuluhan

dan kunjungan perawatan kesehatan gigi kepada setiap anak sekolah melalui program Usaha

Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) sehingga dapat menurunkan angka karies gigi pada anak.

Dalam penelitian ini kami ingin mengetahui tingkat pengetahuan anak SD tentang menyikat

gigi yang baik dan benar sehingga diharapkan hasilnya dapat mencerminkan angka karies

gigi pada anak dengan tingkat pengetahuan anak tersebut terhadap menyikat gigi yang baik

dan benar.

Page 3: Makalah Penelitian PTC Asli

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan anak SD kelas 6 tentang cara menyikat gigi yang

baik dan benar.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan anak SD kelas 6 tentang cara menyikat

gigi yang baik dan benar.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat pengetahuan murid SD kelas 6 laki-laki dan perempuan

2. Mengetahui tingkat pengetahuan murid SD kelas 6 yang berumur <11 tahun, 11-12,

dan >12 tahun.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi PUSKESMAS dalam meningkatkan kesehatan gigi

sekolah.

2. Sebagai bahan masukan bagi guru ORKES dalam mendukung pelaksanaan program

Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS).

3. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan upaya penyuluhan kesehatan gigi dan

mulut di daerah tersebut.

Page 4: Makalah Penelitian PTC Asli

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Gigi

Gigi terbagi atas 4 macam, yaitu gigi seri (insisivus), gigi taring (caninus), gigi

geraham kecil (premolar), dan gigi geraham besar (molar).5

Gigi insisivus ini berbentuk persegi panjang, dan berfungsi untuk memotong

makanan. Gigi insisivus terletak di bagian paling depan di tengah lengkung gigi, ada empat

buah di rahang atas maupun di rahang bawah.

Gigi kaninus atau gigi taring berada di sebelah gigi insisivus. Gigi ini berbentuk

lebih panjang dengan ujung yang runcing. Gigi taring berfungsi untuk mengoyak atau

menyobek dan memotong makanan. Gigi taring berjumlah empat buah, dua di rahang atas

dan dua di rahang bawah.

Gigi premolar atau gigi geraham kecil, berada di belakang gigi kaninus. Bentuk gigi

premolar di rahang atas berbeda dengan premolar di rahang bawah. Premolar rahang atas

mempunyai dua bonjolan, sedangkan premolar rahang bawah hampir mirip dengan kaninus

namun tidak runcing dan bentuknya juga lebih besar dari gigi kaninus. Totalnya gigi

premolar ada delapan buah, empat di rahang atas dan empat di rahang bawah. Gigi premolar

berfungsi untuk menyobek dan membantu menghaluskan makanan.

Gigi molar atau gigi geraham besar, berada di belakang gigi premolar. Bentuknya

seperti kotak dan ukurannya besar. Gigi molar merupakan gigi yang paling berperan dalam

proses penghalusan makanan. Totalnya ada dua belas buah, enam di rahang atas dan enam

di rahang bawah.6

Terkadang gigi molar yang paling belakang atau biasa disebut dengan nama bungsu

tidak muncul, sehingga jumlah gigi molar hanya delapan buah. Orang Eropa

menyebut gigi molar bungsu dengan nama wisdom teeth. Karena gigi ini muncul ketika

seseorang dianggap lebih dewasa dan bijaksana yaitu sekitar umur 20-an.7

Gigi terdiri dari dua macam jaringan, ada jaringan keras di luarnya yaitu email dan

dentin serta jaringan lunak di dalamnya yaitu pulpa.

Page 5: Makalah Penelitian PTC Asli

Email adalah lapisan terluar gigi, yang menutupi seluruh mahkota gigi dan

merupakan bagian tubuh yang paling keras dan dibentuk oleh sel-sel yang disebut

ameloblast. Meskipun sangat keras, email rentan terhadap serangan asam, baik langsung

dari makanan atau dari hasil metabolisme bakteri yang memfermentasi karbohidrat yang kita

makan dan menghasilkan asam. Pola makanan yang kaya asam akan mempercepat

kerusakan email gigi. Demikian juga pada penderita penyakit tertentu misalnya bulimia

yang selalu memuntahkan kembali makanan yang baru dimakan, di mana makanan yang

dimuntahkan tersebut telah bercampur dengan asam lambung sehingga bersifat erosif bagi

gigi.8

 

Jaringan email gigi tidak mengandung persyarafan, sehingga bila terjadi kerusakan

yang terbatas hanya pada email tidak akan terasa sakit. Bila terjadi kerusakan pada email,

tidak dapat mengadakan pemulihan diri dengan sendirinya seperti halnya pada tulang atau

jaringan dentin.9 Warnanya putih, namun email memiliki sifat translusen dan

memungkinkan warna dentin yang kuning sedikit terlihat, sehingga memberi tampilan gigi

terlihat kuning.

Jaringan email adalah struktur kristalin yang tersusun oleh jaringan anorganik 96 %,

material organik hanya 1 % dan sisanya adalah air.4,10 Komposisi ini membuat sifat email

Page 6: Makalah Penelitian PTC Asli

gigi mirip seperti keramik. Secara mikroskopis, lapisan email tersusun oleh prisma email

yang merupakan kristal hidroksiapatit  dengan pola orientasi yang khas. Meski strukturnya

keras dan padat, email mampu dilewati oleh ion dan molekul tertentu misalnya zat warna

dari makanan atau minuman tertentu9,11.

Email menutupi mahkota anatomis gigi dengan ketebalan yang berbeda-beda di

daerah-daerah tertentu, email paling tebal di daerah permukaan kunyah gigi (di insisal gigi

insisivus dan oklusal gigi molar), dan semakin kebawah makin menipis. Ketebalan juga

berbeda-beda pada jenis gigi yang berbeda, yaitu incisor ± 2 mm, premolar 2.3 – 2.5 mm,

dan molar 2.5 – 3 mm5.

Dentin merupakan struktur penyusun gigi yang terbesar. Jaringan ini jauh lebih

lunak dibandingkan email karena komposisi material organiknya lebih banyak dibandingkan

email yaitu mencapai 20 %, di mana 85 % dari material organik tersebut adalah kolagen.

Sisanya adalah air sebanyak ± 10 % dan material anorganik 70 %.

Di daerah permukaan mahkota gigi, dentin terletak di bawah email. Tapi di bagian

akar dentin tidak ditutupi oleh email melainkan oleh sementum. Di bagian bawahnya, dentin

menjadi atap bagi rongga pulpa. Pulpa adalah suatu rongga yang berisi pembuluh darah dan

persyarafan bagi gigi. Oleh karena itu secara anatomis, dentin sangat berhubungan erat

dengan jaringan pulpa. Kebanyakan ilmuwan menganggap dentin dan pulpa adalah satu

jaringan dan membentuk pulp-dentin complex.

Bagian paling dalam dari gigi disebut pulpa. Bagian gigi ini mempunyai peran yang

penting dalam pertumbuhan dentin. Pulpa merupakan jaringan lunak yang di dalamnya

terdapat jaringan ikat, limfe, saraf, dan pembuluh darah. Limfe, saraf dan pembuluh darah

masuk ke dalam gigi melalui suatu lubang kecil yang berada di ujung akar gigi yang disebut

foramen apikal. Pembuluh darah berperan dalam memberikan nutrisi kepada gigi sehingga

gigi tetap kuat dan sehat, sedangkan saraf berperan dalam menghantarkan rangsang dari luar

gigi ke otak sehingga bisa tahu jika ada kerusakan di gigi.12

Apabila jaringan pulpa mati akibat infeksi dari bakteri yang masuk melalui lubang

gigi, maka pembuluh darah tidak bisa memberikan nutrisi kepada gigi. Gigi menjadi rapuh

dan mudah hancur.

Ruangan berisi pulpa yang berada di mahkota gigi disebut kamar pulpa, sedangkan

ruangan pulpa yang terdapat di bagian akar gigi disebut sebagai saluran akar. Apabila pulpa

Page 7: Makalah Penelitian PTC Asli

terinfeksi, maka seluruh jaringan pulpa harus dibuang agar infeksi tidak menyebar dan

kedua ruangan pulpa yang kosong ini nantinya akan diisi dengan suatu bahan pengisi dan

obat-obatan.

Secara mikroskopis, dentin berbentuk seperti saluran yang disebut tubuli dentin dan

berisi sel odontoblast dan cairan tubuli dentin. Sel ini dianggap sebagai bagian dari dentin

maupun jaringan pulpa karena badan selnya ada di rongga pulpa namun serabutnya (yang

disebut serabut tomes) memanjang ke dalam tubuli-tubuli dentin yang termineralisasi.

Serabut tomes inilah yang membuat dentin dianggap sebagai jaringan hidup dengan

kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang fisiologis maupun patologis.4,13

 

 

Bila dentin terekspos ke lingkungan karena karies telah mencapai dentin atau karena

gigi tersebut patah, maka gigi akan sensitif terhadap perubahan suhu (misalnya pada saat

berkontak dengan makanan panas/dingin) dan akan terasa sakit. Hal ini disebabkan karena

tubuli dentin berisi cairan seperti serum yang berkesinambungan dengan cairan ekstraseluler

pada jaringan pulpa.  Dengan tereksposnya tubuli dentin, cairan dalam tubuli ini akan

mengalir dari pulpa ke arah luar yaitu perbatasan email dengan dentin, sehingga

mempengaruhi ujung syaraf gigi. Akibatnya syaraf gigi akan teraktivasi dan mengirimkan

sinyal ke otak dan terasa sakit.4

Page 8: Makalah Penelitian PTC Asli

2.2. Cara Menyikat Gigi Yang Baik Dan Benar

Menyikat gigi merupakan salah satu kegiatan yang kita lakukan sehari-hari.

Meskipun demikian belum tentu setiap orang bisa menyikat gigi dengan baik. Kebanyakan

orang menyikat gigi dengan keliru dengan gerakan kiri-kanan tetapi yang benar adalah

gerakan merah-putih. Gerakan menyikat kiri-kanan tidak bisa menghilangkan sisa-sisa

makanan yang tertinggal di sela-sela gigi. Sebaliknya gerakan merah putih paling tepat

membersihkan kotoran.

Gerakan merah-putih adalah menyikat gigi dari gusi ke gigi jadi gerakan atas bawah.

Dengan gerakan merah-putih sisa makanan yang tertinggal di antara celah-celah gigi bisa

dikeluarkan. Menyikat gigi berguna untuk membersihkan gigi dan mulut dari berbagai

bakteri atau sisa-sisa makanan. Diperkirakan ada sekitar 300 jenis bakteri hidup di dalam

mulut manusia.5,14

Berikut cara menyikat gigi yang baik:

1. Mulailah dengan menyikat gigi yang digunakan untuk mengunyah untuk menghilangkan

sisa-sisa makanan.

2. Sikat gigi dimiringkan dan disikat memutar dengan sudut sekitar 45 derajat.

3. Hilangkan kebiasaan buruk menyikat gigi dengan gerakan kiri-kanan. Gerakan yang

benar adalah ‘merah-putih’, yaitu dari gusi ke gigi.

4. Sikat gigi dengan lembut untuk membantu mengurangi plak dan merangsang gusi.

Lakukan pijatan gusi untuk memperlancar peredaran darah.

5. Pindahkan sikat gigi ke posisi vertikal dan fokus pada gigi depan atas dan bawah bagian

dalam. Ini adalah bagian gigi tempat plak sering terakumulasi.

6. Bersihkan gigi pada seluruh permukaan gigi sampai ke celah-celah gigi dan saku gusi.

7. Buka mulu lebar-lebar dan sikat juga permukaan lidah, bagian dalam pipi dan lagit-langit

mulut. Ini merupakan langkah penting dalam menyikat gigi yang benar, karena kotoran

bisa menjadi 80 persen penyebab bau mulut.

8. Bila dirasa kurang bersih, bisa diulangi cara-cara di atas.

9. Setelah selesai, bilas mulut dan sikat gigi dengan air bersih dan rendam sikat gigi

beberapa menit di dalam air panas untuk membunuh bakteri mulut yang mungkin

tertinggal di sikat gigi.7

Page 9: Makalah Penelitian PTC Asli

Menyikat gigi setelah makan dan sebelum tidur adalah kegiatan rutin sehari-hari.

Tujuannya untuk memperoleh kesehatan gigi/mulut dan napas menjadi segar. Terdapat

beberapa cara yang berbeda-beda dalam menyikat gigi, yang perlu diperhatikan ketika

menyikat gigi adalah:

1. Cara menyikat harus dapat membersihkan semua deposit pada permukaan gigi dan gusi

secara baik, terutama saku gusi dan ruang interdental (ruang antar gigi);

2. Gerakan sikat gigi tidak merusak jaringan gusi dan mengabrasi lapisan gigi dengan tidak

memberikan tekanan yang berlebihan.

3. Cara menyikat harus tepat dan efisien;

4. Frekuensi menyikat gigi maksimal 3 kali sehari (setelah makan pagi, makan siang dan

sebelum tidur malam), atau minimal 2 kali sehari (setelah makan pagi dan sebelum tidur

malam). Telah diketahui bahwa frekuensi menyikat gigi adalah sehari 3 kali, setiap

sehabis makan dan sebelum tidur. Kenyataannya menyikat gigi 3 kali sehari tidak selalu

dapat dilakukan, terutama ketika seseorang berada di sekolah, kantor atau tempat lain.

Menyikat gigi sehari cukup 2 kali, setelah makan pagi dan sebelum tidur malam.8,14

Penyikatan gigi, flossing dan profesional profilaksis disadari sebagai komponen dasar

dalam menjaga kebersihan mulut. Keterampilan penyikatan gigi harus diajarkan dan

ditekankan pada anak di segala umur. Anak di bawah umur 5 tahun tidak dapat menjaga

kebersihan mulutnya secara benar dan efektif maka orang tua harus melakukan penyikatan

gigi anak setidaknya sampai anak berumur 6 tahun kemudian mengawasi prosedur ini secara

terus menerus. Penyikatan gigi anak mulai dilakukan sejak erupsi gigi pertama dan tatacara

penyikatan gigi harus ditetapkan ketika molar susu telah erupsi.

Metode penyikatan gigi pada anak lebih ditekankan agar mampu membersihkan

keseluruhan giginya bagaimanapun caranya namun dengan bertambahnya usia diharapkan

anak tersebut sudah mampu untuk membersihkan giginya sendiri tanpa pengawasan dari

orang tua lagi.. Pemakaian sikat gigi elektrik lebih ditekankan pada anak yang mempunyai

masalah khusus. Pasta gigi yang mengandung 1000–2800 ppm menunjukkan hasil yang baik

dalam pencegahan karies tinggi pada anak di antara umur 6–16 tahun.11,15

Telah terbukti bahwa asam plak gigi akan turun dari pH normal sampai mencapai pH

5 dalam waktu 3-5 menit sesudah makan makanan yang mengandung karbohidrat. Rider dkk

menyatakan bahwa pH saliva sudah menjadi normal (6-7) 25 menit setelah makan atau

Page 10: Makalah Penelitian PTC Asli

minum. Menyikat gigi dapat mempercepat proses kenaikan pH 5 menjadi normal (6-7)

sehingga dapat mencegah proses pembentukan karies.

Pemakaian benang gigi dianjurkan pada anak yang berumur 12 tahun ke atas di mana

selain penyakit periodontal meningkat pada umur ini, flossing juga sulit dilakukan dan

memerlukan latihan yang lama sebelum benar-benar menguasainya. Profesional profilaksis

(skeling, aplikasi flour) dilakukan oleh dokter gigi atau tenaga kesehatan anak. Pada anak

cacat dan keterbelakangan mental, hal ini harus lebih ditekankan.

2.3. Karies

2.3.1. Defenisi Karies

Karies adalah proses dinamik dimana mempunyai karakteristik adanya

demineralisasi dan remineralisasi yang berlangsung setiap saat, tetapi apabila

destruksinya mendominasi akan timbul disintegrasi dari komponen-komponen mineral

yang dapat berujung pada terbentuknya kavitas.7

Karies merupakan suatu proses patologis dari kerusakan jaringan gigi yang

disebabkan oleh mikroorganisme. Kares ini merupakan suatu penyakit multifaktorial

dimana terdapat keterlibatan empat factor yang mendasar yaitu host yang terdiri dari

jaringan gigi dan saliva, agent, yaitu mikroflora, dan environtment atau substrat, serta

sebagai dimensi keempatnya dalam pembentukan karies terdapat peranan waktu.10

Proses ini mempengaruhi jaringan mineral gigi seperti email, dentin dan

sementum. Walaupun demekian, progresifitas lesi pada dentin dapat menghasilkan invasi

bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal yang

menyebabkan nyeri.

2.3.2. Etiologi Karies

Pada hakekatnya, proses karies berjalan lama dan karena itu karies disebut

sebagai penyakit multifaktorial yang kronis. Telah disetujui, bahwa terdapat tiga faktor

utama yang mempengaruhi proses karies yaitu, substrat/ karbohidrat, mikroorganisme,

dan host. Substrat/ karbohidrat dan mikroorganisme sebagai kekuatan yang mengancam

dan permukaan gigi sebagai kekuatan yan bertahan. Dan hal ini dapat dilihat dari bagian

Page 11: Makalah Penelitian PTC Asli

dibawah ini. Selain itu diperlukan pula waktu tertentu sehingga proses demineralisasi

dapat berlangsung.11,15

2.3.3. Aspek Host

Faktor-Faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan resistensi gigi terhadap

karies meliputi usia gigi, kandungan fluoride pada email gigi, morfologi gigi, faktor

nutrisi yang telah terlibat dalam perkembangan benih gigi, dan pemeliharaan yang

dilakukan oleh individu secara keseluruhan, serta mikronutrien yang mungkin terlibat

dalam perkembangan gigi.

Plak yang mengandung bakteri merupakan awal terbentuknya karies. Oleh karena

itu daerah gigi yang memudahkan perlekatan plak sangat mungkin diserang karies.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan gigi terhadap karies, antara lain adalah

morfologi dan lengkung gigi geligi, gigi berjejal, dan gigi bertumpuk, juga sangat

berpengaruh pada seringnya terjadi retensi makanan, sehingga faktor ini menjadi salah

satu yang meningkatkan kerentanan gigi terhadap karies.9

Pada observasi klinis, telah dibuktikan bahwa area pit dan fissura pada gigi

posterior adalah area yang paling rentan terhadap karies. Makanan dan debris dapat

dengan mudah menyelip pada fissura, hal ini berhubungan dengan kedalaman fissura.13

Terdapatnya perbedaan tingkat karies pada permukaan yang bervariasi pada satu

gigi dipengaruhi oleh morfologinya, yang disebabkan adanya kedalaman pit dan fisura.

Permukaan email lebih keras dibandingkan lapisan dibawahnya. Pada permukaannya

terdapat lebih banyak mineral dan bahan organik, tetapi kandungan airnya lebih sedikit.

Perubahan pada struktur email, misalnya: penurunan densitas dan peningkatan

nitrogen serta fluoride, yang muncul seiring dengan pertambahan usia. Hal ini menjadi

bagian dan maturasi post-eruptive, dimana gigi lebih resisten terhadap karies seiring

dengan waktu.

Dalam keadaan normal, gigi-geligi selalu dibasahi oleh saliva. Karena kerentanan

gigi terhadap karies banyak bergantung kepada lingkungannya, maka peran saliva sangat

besar sekali. Selain itu saliva juga berperan juga dalam menurunkan akumulasi plak,

membantu pembersihan dari sisa-sisa makanan, berperan sebagai reservoir ion kalsium,

fosfat, dan fluoride yang membantu dalam proses remineralisasi, dan mempunyai sifat

Page 12: Makalah Penelitian PTC Asli

anti bacterial karena kandungan IgA, lisosim, laktoferitin dan laktoperoksida. Karena itu,

jika aliran saliva berkurang atau menghilang, maka karies mungkin tidak terkendali.14,17

2.3.4. Aspek Agent (Mikroorganisme)

Karies merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, dan bakteri merupakan

hal yang diperlukan untuk terjadinya karies. Bakteri utama yang terlibat, Streptococcus

mutans dan Lactobacilli, merupakan bagian dari flora normal pada sebagian besar mulut,

sehingga karies lebih tampak sebagai ketidakseimbangan ekologi daripada infeksi

eksogen. Karies dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang

memodifikasi karbohidrat.

Suatu korelasi telah ditemukan diantara keberadaan Streptococcus mutans dan

karies. Hal tersebut tidaklah mengejutkan, karena organisme ini bersifat asidofilik, yang

dapat mensintesa asam secara cepat dari gula dan memproduksi polisakarida ekstraselular

yang lengket dimana membantu bakteri tersebut untuk melekat pada gigi. Tetapi karies

juga dapat timbul tanpa keberadaan Streptoccus mutans dan keberadaannya tidak selalu

mutlak dalam pembentukan karies, contohnya karies akar biasanya mempunyai asosiasi

dengan Streptococcus salivarius dan Actnomyces. Lactobacilli juga bersifat asidofilik dan

sering dihubungkan dengan karies pit dan fssura. Di lain pihak plak juga mencegah asam

berdifusi keluar dari email dan mencegah adanya efek netralisasi dari saliva.12,17

2.3.5. Aspek Substrat

Hubungan di antara asupan karbohidrat murni, khususnya gula, dan prevalensi

serta keparahan karies sangat kuat, sehingga gula benar-benar merupakan faktor etiologi

utama yang menyebabkan karies.

Karbohidrat menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa

ekstrasel. Walaupun demikian, tidak semua karbohidrat sama derajat kekariogenikannya.

Berikut ini adalah urutan kekariogenikan pada jenis gula: (a) sukrosa, glukosa, fruktosa,

maltose; (b) galaktosa, laktosa; (c) karbohidrat klompeks.3,14

Sukrosa sebagai gula yang paling umum digunakan secara luas, dipertimbangkan

sebagai salah satu yang paling disalahkan karena mempunyai kemampuan memfasilitasi

Page 13: Makalah Penelitian PTC Asli

produksi polisakarida ekstraselular pada plak. Walaupun demikian, jenis gula lain juga

dapat menyebabkan masalah ini.

Dengan demikian, makanan dan minuman yang mengandung gula akan

menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan

demineralisasi email. Plak akan bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke

pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit.12

Frekuensi asupan gula dan interval waktu antar asupan serta jumlah total dari gula

yang dimakan dan konsentrasi gula itu sendiri serta kelengketan makanan tersebut

menjadi hal yang penting dalam kerentanan terhadap timbulnya karies. Oleh karena itu,

konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah

normal dan menyebabkan demineralisasi email.

2.3.6. Waktu

Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama

berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas

periode perusakan dan perbaikan silih berganti. Karena itu, bila saliva ada di dalam

lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau

minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat

kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini.

2.3.7. Progresifitas Karies

Lesi email awal didapat saat level PH pada permukaan gigi lebih rendah sehingga

tidak dapat diimbangi dengan remineralisasi, tetapi tidak cukup rendah untuk

menghambat proses remineralisasi pada daerah permukaan email. Ion asam berpenetrasi

dalam menuju porus lapisan prisma yang dapat menyebabkan demineralisasi sub

permukaan. Permukaan gigi dapat tetap utuh karena adanya remineralisasi di permukaan

yang disebabkan peningkatan level ion fluoride, ion Ca2+ dan HPO42+,, dan juga saliva.8,14

Yang termasuk karakteristik klinis lesi email awal adalah kehilangan translusensi

normal dari email yang memberikan penampakan putih kapur, terlebih lagi pada saat

dehidrasi, selain itu juga terdapatnya lapisan permukaan yang rentan rusak pada saat

probing, khususnya pada pit dan fissura. Termasuk pula didalamnya, adanya peningkatan

Page 14: Makalah Penelitian PTC Asli

porusitas, khususnya pada subpermukaan sehingga terdapat peningkatan potensial

terjadinya noda dan adanya penurunan densitas pada bagian subpermukaan, yang dapat

dideteksi dengan radiograf atau dengan transiluminasi.

Ukuran lesi subpermukaan dapat berkembang sehingga dentin dibawahnya

terlibat dan terdemineralisasi lalu kemudian lesi interproksimal dapat terdeteksi oleh

radiograf. Walau begitu, selagi permukaan gigi masih menyatu, lesi masih dapat

dikatakan reversible.

Dalam mengatasi lesi email dini, secara idealnya adalah berusaha mengembalikan

densitas email, tetapi pada realitasnya hanya terdapat sebagian perbaikan pada densitas

subpermukaan. Walaupun demikian, remineralisasi sebagian pada lesi awal menjadikan

email tersebut lebih resisten terhadap demineralisasi asam daripada email normal dan

secara fisik lebih kuat. Sehingga lebih baik bagi pasien untuk tetap menjaga oral hygiene

daripada langsung memperbaiki gigi dan mengabaikan usaha remineralisasi.

Jika ketidakseimbangan reminerlisasi atau demineralisasi berlanjut, maka

permukaan lesi awal akan runtuh dengan adanya pelarutan apatit atau fraktur kristal yang

lemah, sehingga menghasilkan kavitas.

Bakteri plak akan memenuhi kavitas dan membuat proses remineralisasi semakin

sulit dan kurang efektif sehingga kompleks dentin-pulpa akan menjadi aktif. Pulpa akan

menghasilkan respons segera terhadap invasi asam pada tubuli paling luar. Akan terdapat

mineralisasi pada kanal lateral yang menggabungkan tubuli dentin sehingga

menghasilkan lapisan translusen.17

Hal ini tidak terlihat secara klinis tetapi dapat diungkapkan secara radiograf dan

dapat dilihat apabila seluruh dentin yang terdemineralisasi diangkat pada saat preparasi

kavitas. Hal ini sebenarnya adalah suatu reaksi pertahanan dari pulpa yang membuktikan

pulpa dan dentin merupakan satu kesatuan organ dan memiliki kemampuan yang sama

dalam proses penyembuhan.

Sekali demineralisasi berlanjut dari email menuju dentin dan bakteri menjadi

permanen didalam kavitas, mereka akan menerobos kedalam dentin yang lebih dalam

dengan sendirinya. Demineralisasi masih dapat dikontrol dengan diet substrat tetapi

bakteri juga akan memproduksi asam untuk melarutkan hidroksiapatit pada dentin yang

lebih dalam. Tekstur dan warna dentin akan berubah seiring perkembangan lesi. Tekstur

Page 15: Makalah Penelitian PTC Asli

akan berubah karena demineralisasi dan warna akan bertambah gelap akibat produk

bakteri atau noda dari makanan dan minuman. Pada lesi kronik, perubahan warna akan

lebih terlihat dan tekstur dasar kavitas akan lebih lunak.12

Proses karies akan terus berlanjut, mencapai pulpa dan menimbulkan infeksi

pulpa sehingga terjadi kematian pulpa atau nekrosis dan selanjutnya menjadi abses.

Secara radiografis, gambaran abses gigi permanen akan tampak disekitar periapikal

sedangkan pada gigi susu, abses kronik berupa kerusakan inter-radikular, terutama

terlihat di daerah bifurkasi. Secara klinis infeksi telah menyebar ke jaringan lunak di

daerah bukal berupa parulis atau abses gingival berupa eksudat, yang akan pecah dan

meninggalkan saluran fistel. Infeksi kronis yang terjadi pada gigi susu pada saat

pembentukan aktif dari mahkota gigi permanen erupsi dengan efek hipoplasia atau

hipokalsifikasi email. Hal ini sering dijumpai pada gigi premolar.15

2.3.8. Perbedaan Karies Gigi Susu dan Karies Gigi Permanen

Gigi susu memilki bentuk yang lebih kecil daripada gigi permanen dan kamar

pulpanya relative lebih besar pada proporsinya dengan email dan dentin. Selain itu email

pada gigi susu sangat tipis bila dibandingkan dengan gigi permanen. Hal-hal inilah yang

menjadi penyebab mengapa progresifitas karies untuk menembus email dan dentin dan

mempengaruhi pulpa lebih cepat pada gigi susu. Pada umumnya anak tidak merasakan

rasa sakit seperti pada orang dewasa karena persyarafan gigi susu kurang sensitive,

sehingga gigi susu sering dijumpai dalam kondisi karies mencapai pulpa non-vital.

Bentuk akar yang menyebar pendek dengan resorbsi akar yang tidak beraturan,

sering merangsang terjadinya dento alveolar abses kearah jaringan lunak bukal. Proses

reparatif dentin jarang terjadi pada gigi susu, karena setelah pembentukan akar selesai

akan dilanjutkan dengan resorbsi akar.14

Gigi susu juga biasanya jarang sekali mengalami karies akar, terkecuali gigi

tersebut masih menetap hingga pasien telah dewasa. Hal ini disebabkan akar gigi susu

biasanya akan teresorpsi seiring erupsi gigi permanen penggantinya.

Page 16: Makalah Penelitian PTC Asli

2.3.9. Diagnosis Karies dan Klasifikasi Karies

Penetapan diagnosislah yang sangat dibutuhkan. Kesuksesan rencana perawatan

dari perawatan dental adalah tergantung dari awal mula sebuah lesi dapat ditemukan dan

dirawat. Pemeriksa mencakup pemeriksaan secara klinis maupun dengan bantuan

pemeriksaan penunjang seperti radiografi.

Deteksi dari lesi karies yang kecil dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan.

Pertama, karies pit atau fisura dapat dideteksi dengan menggunakan kaca mulut dan

eksplorer. Dengan tekanan ringan dapat terasa ujung sonde yang tersangkut, dan pada

tekanan yang lebih besar akan teraba daerah yang lunak, opak dan berubah warna buram

apabila dibandingkan dengan gigi sebelahnya.

Ada beberapa metode yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.

Pertama dibutuhkan penglihatan yang baik, yaitu dengan mengeringkan permukaan gigi.

Yang kedua adalah dengan bantuan probe tumpul, karena sonde yang tajam

dikhawatirkan dapat merusak lesi dini. Radiografi juga dapat digunakan untuk membantu

mendeteksi lesi pada oklusal dan interproksimal. Dan terakhir, diagnosis juga dapat

dibantu dengan transiluminating probe untuk mendeteksi lesi interproksimal dan detector

karies elektronik, tetapi kedua alat ini masih jarang digunakan.12

Melengkapi pernyataan di atas, radiografi merupakan metode yang penting untuk

memeriksa adanya karies pada interproksimal, khususnya jika terdapat kontak yang lebar

pada molar susunya. Walaupun begitu, semua lesi dapat diperiksa dengan lebih mudah

apabila gigi dapat kita bersihkan terlebih dahulu dan selama pemeriksaan gigi tersebut

dalam keadaan kering. Dari suatu penelitian pada 32 orang anak usia 9 tahun, dapat

disimpulkan bahwa satu dari empat kasus karies pada permukaan gigi dapat tidak

terdeteksi apabila kita tidak menggunakan radiograf dan dalam pemeriksaan klinis tidak

dilakukan pembersihan dan pengeringan gigi.13

Secara klinis dapat mencapai beberapa lapisan yaitu sebagai berikut: (1) Karies

email (KE) adalah karies yang mengenai permukaan email saja; (2) Karies dentin (KD)

adalah karies yang telah mengenai dentin hingga kedalaman lebih dari 2 mm, terkadang

terasa lunak pada bagian dasarnya atau ada reaksi nyeri; (3) Karies mencapai pulpa vital

(KMPV) adalah karies yang mencapai pulpa, teraba bagian atap pulpa yang terbuka,

tampak adanya perdarahan, dan ada reaksi nyeri berdenyut bila ada perangsangan; (4)

Page 17: Makalah Penelitian PTC Asli

Karies mencapai pulva non-vital (KMPnV) adalah karies yang mencapai pulpa, teraba

bagian atas kamar pulpa yang terbuka, tidak dijumpai adanya perdarahan, tidak ada reaksi

nyeri, dan bila peradangan berlanjut ke daerah bifurkasi atau periodontal atau periatipikal

dapat menyebabkan dento alveolar abses akut atau kronis.16

2.3.10. Pencegahan Karies

Pencegahan karies gigi pada anak perlu ditangani dengan serius. Cara yang

ditempuh sebaiknya tidak hanya ditujukan kepada satu faktor saja tetapi dengan beberapa

faktor yang berhubungan dengan karies karena karies gigi adalah penyakit yang

kompleks yang meliputi beberapa faktor yang bekerja secara simultan yaitu mikroflora

atau agent, host, substrat, dan waktu.

Strategi mayor yang dapat dilakukan langsung untuk mengurangi atau

menghilangkan faktor tersebut antara lain adalah untuk meningkatkan resistensi gigi/host,

misalnya dengan fluoride sistemik atau topikal dan occlusal sealent. Fluoride sistemik

didapatkan melalui floridasi air minum. Berdasarkan penelitian, floridasi air minum dapat

mengurangi karies sebesar 50%. Konsentrasi fluoride 1,5 ppm dapat menurunkan karies

secara optimum didaerah iklim utara. Sedangkan pada daerah dengan iklim panas yang

mengkonsumsi air lebih banyak, diperlukan konsentrasi yang lebih rendah yaitu 0,5 ppm.

Selain itu, untuk fluoride topikal dapat melalui penggunaan pasta gigi berfluoride.

Pasta gigi berfluor sangat murah, mudah didapatkan dan merupakan sarana yang efektif

untuk aplikasi fluor pada gigi. Anak usia 6-12 tahun komposisi fluor yang dianjurkan

adalah 1000-1100 ppm. Anak usia diatas 12 tahun dapat menggunakan pasta gigi dengan

komposisi flour yang lebih tinggi yaitu 1500-3000ppm.16,17

Untuk meningkatkan resistensi host dapat pula dengan pengaplikasian occlusal

sealant. Occlusal sealant merupakan resin yang di aplikasikan pada permukaan email

untuk mencegah atau menurunkan insiden karies. Karies biasanya sering muncul pada pit

dan fissura dari permukaan gigi. Karena aplikasi fluoride topical biasanya tidak dapat

mencapai sedalam pit dan fissura, hal ini dapat diatasi dengan occlusal sealent. Indikasi

pelapisan pit dan fissura yaitu pada individu yang berisiko tinggi terhadap karies, gigi

dengan resiko karies tinggi dengan pit dan fissura yang dalam.

Page 18: Makalah Penelitian PTC Asli

Yang kedua adalah dengan memutus rantai agent atau mikrobial, misalkan dengan

program mengenai DHE yang menyangkut pendidikan oral hygiene dan pengangkatan

plak atau plak control. DHE sangatlah penting dilakukan agar mereka dapat terus

menjaga oral hygiene mereka dengan perawatan dirumah. Di dalam DHE juga terdiri dari

instruksi pengangkatan plak secara individual di rumah, yang dilakukan setiap harinya

serta kontrol plak dengan bantuan dokter gigi, yang dapat dilakukan pada kunjungan ke

dokter gigi.

Metode untuk pencegahan karies melalui kontrol plak yang pertama adalah

pengangkatan plak secara mekanis. Dilakukan dengan bantuan dokter gigi dan secara

individual dirumah. Pada pengangkatan plak secara individual, menyikat gigi dengan

pasta gigi berfluoride selain dapat mengangkat plak, dapat pula menyediakan aplikasi

fluoride topical secara reguler dan menurunkan resiko gingivitis. Sikat gigi sebelum

makan diaplikasikan khususnya apabila saat makan pasien mengkonsumsi makanan atau

minuman yang mengandung asam, sehingga waktu penyikatan gigi akan menurunkan

resiko terjadinya erosi.17 Sikat gigi sebelum tidur dilakukan karena pada saat tidur aliran

saliva akan menurun dan kapasitas dapar menjadi hilang, sehingga saat inilah yang baik

untuk menyikat gigi. Karena hal ini pula control plak atau medikamen preventif,

misalnya dengan fluoride topical atau klorheksidin lebih efektif diaplikasikan pada waktu

ini. Metoda untuk pencegahan karies melalui control plak yang kedua adalah dengan

pengangkatan plak secara kimia, yaitu dengan antiseptic. Untuk mendapatkan efek yang

lebih jangka panjang, antiseptic perlu diaplikasikan di dalam mulut, contohnya

klorheksidin yang dapat bersifat sebagai bakterisidal sekaligus antiseptic fungisidal.

Walaupn klorhexidin umumnya digunakan untuk penanganan gingivitis, namun

klorheksidin juga efektif untuk menurunkan risiko karies jika digunakan secara berkala.

Obat kumur yang mengandung 10% povidin iodine dapat menurunkan jumlah bakteri

saliva, khususnya pada anak.

Strategi yang ketiga adalah dengan memutus rantai substrat dengan memodifikasi

kebiasaan makan mereka/ diet, misalnya dengan control diet larangan makanan dan

kudapan yang kariogenik, maupun penggunaan pemanis nonkariogenik. Diet adalah

factor yang paling sering dan merupakan factor kariogenik yang signifikan. Apabila dari

hasil karbohidrat terolah, ion asam diproduksi dalam waktu lama, saliva akan

Page 19: Makalah Penelitian PTC Asli

mengaktifkan kapasitas daparnya dan proses remineralisasi tidak lagi efektif dalam

melawan faktor demineralisasi. Aspek kedua dari asupan makanan yang perlu

dimodifikasi adalah asupan asam ekstrinsik. Asam ini biasanya terdapat dalam minuman

berkarbonasi dan jus buah. Asupan yang banyak dapat mengakibatkan konsentrasi dan

kekuatan ion asam pada permukaan gigi dapat meningkat secara signifikan sehingga

cukup untuk terjadinya demineralisasi.

Strategi yang terakhir adalah dengan memodifijkasi faktor waktu. Hal ini dapat

dicapai dengan meningkatkan frekuensi pembersihan dan kumur-kumur pada waktu yang

tepat serta mengurangi periode waktu yang tersedia bagi pemaparan substrat dan bakteri

pada permukaan gigi dapat dilakukan dengan cara membersihkan gigi secara teratur

setelah makan.

2.4. Pengetahuan

2.4.1. Definisi

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai sesuatu. Lebih jelasnya,

pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan melalui panca indera manusia,

yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt

behavior).12

Selain itu, pengetahuan adalah segala maklumat yang berguna bagi tugas yang akan

dilakukan (Chabris, 1983). Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah persepsi

yang jelas mengenai sesuatu, pemahaman, pembelajaran, pengalaman pratikal, kemahiran,

serta kumpulan maklumat yang dapat digunakan untuk menjawab persoalan ataupun

memecahkan masalah yang dihadapinya.

Hasil penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa

sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut

menjadi proses yang berurutan yakni:

1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih

dahulu terhadap stimulus (objek).

Page 20: Makalah Penelitian PTC Asli

2. Interest, dimana orang merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap

subjek sudah mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,

dan sikapnya terhadap stimulus.12

2.4.2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:

1. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, yaitu terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang teah diterima.

2. Memahami (Comprehension), suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang obyek yang

diketahui secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyimpulkan, dan sebagainya.

3. Aplikasi (Application), suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi yang di sini dapat diartikan sebagai

penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi

yang nyata.

4. Analisis (Analysis), suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam

komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada

kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata

kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan

sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis), suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Intinya, sintesis adalah

kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.

Page 21: Makalah Penelitian PTC Asli

6. Evaluasi (Evaluation), kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap

suatu obyek atau materi. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.12

Page 22: Makalah Penelitian PTC Asli

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Keterangan : Tingkat pengetahuan siswa kelas 6 SD dalam menyikat gigi yang baik dan benar di Desa Pematang Panjang Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. 3.2. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1

2

3.

Pengetahuan

Siswa

Menyikat gigi

Segala sesuatu yang

diketahui siswa kelas 6 SD

tersebut tentang cara

menyikat gigi yang baik

dan benar

Siswa adalah komponen

masukan dalam sistem

pendidikan, yang

selanjutnya diproses

dalam proses pendidikan,

sehingga menjadi manusia

yang berkualitas sesuai

dengan tujuan pendidikan

nasional

Suatu kegiatan

membersihkan gigi

dengan menggunakan

pasta gigi berflouride dan

Kuesioner Ordinal

Siswa Kelas 6 SD Menyikat Gigi yang Baik dan Benar

Tingkat Pengetahuan

Page 23: Makalah Penelitian PTC Asli

sikat gigi yang halus.

Teknik Penilaian

Pengetahuan siswa SD tentang menyikat gigi yang baik dan benar adalah gambaran

pengetahuan mulai dari jadwal menyikat gigi, pasta gigi yang digunakan, sikat yang digunakan

dan cara menyikat gigi yang baik dan benar.

Pertanyaan terdiri dari 10 nomor dengan skor terendah 0 dan skor tertinggi 10. Setiap

pertanyaan yang benar bernilai 1 dan jika salah bernilai 0. Berdasarkan jumlah skor yang

diperoleh, maka ukuran tingkat pengetahuan responden: (Pratomo, 1986)

- tingkat pengetahuan baik, apabila skor yang diperoleh responden lebih besar dari 75% dari

skor maksimum, yaitu > 7;

- tingkat pengetahuan sedang, apabila skor yang diperoleh responden sebesar 40%-75% dari

skor maksimum, yaitu 4-7;

- tingkat pengetahuan kurang, apabila skor yang diperoleh responden lebih kecil dari 40% dari

skor maksimum, yaitu < 4.

Page 24: Makalah Penelitian PTC Asli

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei yang bersifat deskriptif, dengan pendekatan

cross sectional, yaitu penelitian yang diarahkan untuk menggambarkan atau menguraikan

suatu keadaan dalam suatu komunitas atau masyarakat, yang mana data variabel bebas dan

terikat diambil dalam waktu yang sama.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2012.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SD Negeri 016510 Pematang Panjang, Kecamatan Air

Putih, Kabupaten Batubara.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas 6 SD Negeri 016510 Pematang

Panjang, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara. Terdapat jumlah siswa kelas 6 SD

sebanyak 25 orang (data diambil pada bulan November) di Kecamatan Air Putih.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampel yang dipilih berdasarkan total sampling,

ditentukan bahwa dari seluruh subjek yang dapat dipilih adalah semua populasi siswa

kelas 6 yang ada di SD Negeri 016510 Pematang Panjang, Kecamatan Air Putih,

Kabupaten Batubara. Berdasarkan jumlah populasi di atas maka jumlah sampel yang

kami ambil ada 25 orang.

Page 25: Makalah Penelitian PTC Asli

4.4. Teknik Pengumpulan Data

4.4.1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer

adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui pengisian kuesioner,

sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan dari Kepala Sekolah SD Negeri

016510 Pematang Panjang, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara.

4.4.2. Instrumen Penelitian

Instrumen berupa kuesioner sebagai alat bantu dalam pengumpulan data yang terdiri dari

pertanyaan-pertanyaan mengenai menyikat gigi yang baik dan benar.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan, tahap pertama editing yaitu mengecek

nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua

jawaban telah diisi sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka

tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa, tahap

ketiga entry yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer dengan

menggunakan program SPSS versi 12.0, tahap ke empat adalah melakukan cleaning yaitu

mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.

Untuk mendeskripsikan gambaran tingkat pengetahuan siswa kelas 6 SD dalam menyikat

gigi dilakukan perhitungan frekuensi, dan persentase. Hasil penelitian akan ditampilkan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan grafik.

Page 26: Makalah Penelitian PTC Asli

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SD Negeri 016510 Pematang Panjang, Kecamatan Air

Putih, Kabupaten Batubara. SD tersebut terletak di jalan…………. Adapun batas-batas

wilayah dari Kecamatan Air Putih:

a. Sebelah Utara berbatas dengan Sei Suka

b. Sebelah Barat berbatas dengan Kabupaten Simalungun

c. Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Sei Suka

d. Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Lima Puluh

5.1.2. Deskripsi Karateristik Responden

Hasil penelitian yang berjudul “Gambaran Tingkat Pengetahuan Menyikat

Gigi yang Baik dan Benar Anak Siswa Kelas 6 SD Negeri 016510 Pematang

Panjang, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara Tahun 2012.”, kuesioner

diberikan kepada 25 orang siswa kelas 6 SD yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki 10

orang dan perempuan sebanyak 15 orang, yang mempunyai rentang umur antara 10-13

tahun. Hasilnya dapat diterangkan sebagai berikut:

Tabel 5.1. Distribusi Umur Siswa Kelas 6 SD Negeri 016510 Pematang Panjang Tahun

2012

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)

<11 3 12%11-12 18 72%>12 4 16%

Total 25 100,0

Page 27: Makalah Penelitian PTC Asli

Berdasarkan karateristik distribusi umur siswa kelas 6 SD Negeri 016510

sebanyak 25 orang dengan umur yang berbeda-beda. Rentang umur yang dimiliki siswa

kelas 6 SD yang mempunyai umur < 11 tahun sebanyak 3 orang (12%), 11-12 tahun

sebanyak 18 orang (72%), >12 tahun sebanyak 4 orang (16%). Distribusi umur siswa

kelas 6 SD yang paling besar adalah antara 11-12 tahun. Hal ini dapat dilihat pada tabel

5.1.

Tabel 5.2. Distribusi Jenis Kelamin Siswa Kelas 6 SD Negeri 016510 Pematang Panjang

Tahun 2012

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-Laki 10 40%Perempuan 15 60%

Total 25 100,0

Berdasarkan karakteristik distribusi jenis kelamin siswa kelas 6 SD Negeri

016510 sebanyak 25 orang dengan jenis kelamin laki-laki 10 orang (40%) dan perempuan

15 orang (60%). Distribusi jenis kelamin siswa kelas 6 SD yang paling besar adalah

berjenis kelamin perempuan 15 orang (60%).

Tabel 5.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas 6 SD Negeri 016510 Pematang

Panjang Tahun 2012

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 2 8%Sedang 15 60%Kurang 8 32%

Total 25 100%

Berdasarkan karakteristik distribusi tingkat pengetahuan siswa kelas 6 SD Negeri

016510 sebanyak 25 orang dengan berpengetahuan baik sebanyak 2 orang (8%), sedang

15 orang (60%) dan kurang 8 orang (32%). Distribusi tingkat pengetahuan siswa kelas 6

SD yang paling banyak adalah berpengetahuan sedang.

Page 28: Makalah Penelitian PTC Asli

Tabel 5.4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas 6 SD Negeri 016510 Pematang

Panjang Tahun 2012 Berdasarkan Umur

Karakteristik <11 tahun 11-12 tahun >12 tahun

Baik 0 2 0Sedang 3 9 3Kurang 0 7 1

Total 3 18 4

Berdasarkan karakteristik distribusi tingkat pengetahuan siswa kelas 6 SD Negeri

016510 dengan umur <11 tahun yang berpengetahuan baik 0 orang (0%), sedang 3 orang

(12%), kurang 0 orang (0%). Umur 11-12 tahun yang berpengetahuan baik 2 orang (8%),

sedang 9 orang (36%), kurang 7 orang (28%). Umur >12 tahun yang berpengetahuan baik

0 orang (0%), sedang 3 orang (12%), kurang 1 orang (4%).

Tabel 5.5. Distribusi Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas 6 SD Negeri 016510 Pematang

Panjang Tahun 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik Baik Sedang Kurang

Laki-Laki 0 8 2Perempuan 2 7 6

Total 2 15 8

Berdasarkan karakteristik distribusi tingkat pengetahuan siswa kelas 6 SD Negeri

016510 dengan jenis kelamin laki-laki yang berpengetahuan baik 0 orang (0%), sedang 8

orang (32%), kurang 2 orang (8%). Jenis kelamin perempuan yang berpengetahuan baik 2

orang (8%), sedang 8 orang (32%), kurang 6 orang (32%).

Page 29: Makalah Penelitian PTC Asli

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 1

Kapan saja waktu menyikat gigi yang tepat?

Nilai N %

0 17 68

1 8 32

Total 25 100

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 2

Kapan sikat gigi harus diganti?

Nilai N %

0 22 88

1 3 12

Total 25 100

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 3

Apakah manfaat menyikat gigi?

Nilai N %

0 10 40

1 15 60

Total 25 100

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 4

Apa kandungan pasta gigi yang baik?

Nilai N %

0 15 60

1 10 40

Total 25 100

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 5

Page 30: Makalah Penelitian PTC Asli

Bagaimana cara menyikat gigi yang benar?

Nilai N %

0 21 84

1 4 16

Total 25 100

Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 6

Bagaimana ciri bulu sikat gigi yang baik?

Nilai N %

0 18 72

1 7 28

Total 25 100

Tabel 5.12. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 7

Bagaimana cara mencegah gigi berlubang?

Nilai N %

0 9 36

1 16 64

Total 25 100

Tabel 5.13. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 8

Apa penyebab gigi berlubang?

Nilai N %

0 12 48

1 13 52

Total 25 100

Tabel 5.14. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 9

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyikat gigi yang efektif?

Page 31: Makalah Penelitian PTC Asli

Nilai N %

0 19 76

1 6 24

Total 25 100

Tabel 5.15. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 10

Bagaimana gerakan dan kekuatan yang diaplikasikan saat menyikat gigi?

Nilai Frekuensi %

0 20 80

1 5 20

Total 25 100

5.2. PembahasanBerdasarkan karakteristik distribusi tingkat pengetahuan siswa kelas 6 SD Negeri

016510 sebanyak 25 orang dengan berpengetahuan baik sebanyak 2 orang (8%), sedang 15

orang (60%) dan kurang 8 orang (32%).

Distribusi tingkat pengetahuan siswa kelas 6 SD yang paling banyak adalah

berpengetahuan sedang. Hal ini dapat memberikan gambaran tingginya angka kejadian karies

gigi pada anak-anak. Kurangnya pemahaman terhadap cara merawat gigi yang baik dan

benar secara langsung berpengaruh besar terhadap timbulnya penyakit karies.

Beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya juga mendukung hasil

penelitian ini. Penelitian WHO pada tahun 2000 menunjukkan adanya prevalensi karies gigi

tinggi yaitu 97,5% pada kelompok usia 12 tahun. Penelitian Fankari tahun 2004 juga

menjelaskan bahwa penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat

salah satunya adalah kurangnya pengetahuan anak tentang cara menyikat gigi yang baik dan

benar yang ditujukan pada perilaku atau sikap yang mengabaikan kebersihan gigi dan mulut.

Page 32: Makalah Penelitian PTC Asli

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pengetahuan siswa/i SD Negeri

016510 Pematang Panjang, didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan siswa-siswi SD

Negeri 016510 Pematang Panjang tentang menyikat gigi yang baik dan benar adalah

”Cukup”.

2. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 10 orang responden adalah laki-laki dan

15 responden adalah perempuan.

3. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 3 orang responden berumur < 11 tahun,

18 orang berumur 11-12 tahun dan 4 orang > 12 tahun.

4. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang baik

2 orang, berpengetahuan sedang 15 orang dan berpengetahuan kurang 8 orang.

5. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang berumur < 11 tahun terdapat 0

orang yang berpengetahuan baik, 3 orang berpengetahuan sedang dan 0 orang

berpengetahuan kurang. Responden yang berumur 11-12 tahun terdapat 2 orang

berpengetahuan baik, 9 orang berpengetahuan sedang, dan 7 orang berpengetahuan

kurang. Responden yang berumur > 12 tahun terdapat 0 orang berpengetahuan baik, 3

orang berpengetahuan sedang dan 1 orang berpengetahuan kurang.

6. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang mengetahui manfaat menyikat

gigi yang baik dan benar adalah sebanyak 15 orang.

7. Dari hasill penelitian didapatkan bahwa responden yang mengetahui teknik menyikat gigi

yang baik dan benar sebanyak 4 orang.

8. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang mengetahui ciri bulu sikat gigi

dan kandungan pasta gigi yang memenuhi syarat kesehatan gigi adalah sebanyak 7 orang.

9. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang mengetahui penyebab gigi

berlubang adalah sebanyak 13 orang.

10. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa pada responden laki-laki didapatkan 0 orang

yang berpengetahuan baik, 8 orang berpengetahuan sedang dan 2 orang berpengetahuan

Page 33: Makalah Penelitian PTC Asli

kurang. Pada responden perempuan didapatkan 2 orang berpengetahuan baik, 7 orang

berpengetahuan sedang dan 6 orang berpengetahuan kurang.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan:

1. Kepada Puskesmas dan pihak-pihak yang terkait untuk menggalakkan penyuluhan

tentang cara menyikat gigi yang baik dan benar terhadap siswa-siswi SD Negeri 016510

Kecamatan Air Putih.

2. Kepada pihak sekolah agar diupayakan adanya pengadaan/ pemberdayaan Unit

Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) di SD Negeri 016510 Kecamatan Air Putih.

3. Kepada tenaga medis yang terkait untuk lebih memahami upaya-upaya preventif yang

perlu dilakukan dalam mengantisipasi tingginya prevalensi karies pada anak SD.

4. Kepada masyarakat di Kecamatan Air Putih untuk secara aktif menerapkan cara menyikat

gigi yang baik dan benar yang telah diketahui, agar angka kejadian penyakit gigi dan

mulut dapat dikurangi.

Page 34: Makalah Penelitian PTC Asli

DAFTAR PUSTAKA

1. Pintauli S, Hamada T. Menuju Gigi dan Mulut Sehat. Medan: USU Press. 2008: 4-24.

2. Daliemunthe HS. Periodonsia. Medan: Bagian Periodonsia FKG US. 2001: 105 -79.

3. Suwargiani AA. Indeks def-t dan DMF-T Masyarakat Desa Cipondoh dan Desa

Mekarsari, Kecamatan Tirtamulya. Kabupaten Karawang. 2008. Available from:

http://www.docstoc.com/docs/27390584/INDEKS-def-t-dan-DMF-T-Masyarakat-Desa-

Cipondoh-dan-Desa-Mekarsari [Accesed 16 November 2012]

4. Situmorang N. Profil Penyakit Periodontal Penduduk di Dua Kecamatan Kota Medan

Tahun 2004 dibandingkan dengan Kesehatan Mulut Tahun 2010 (WHO). Dentika Dent J.

2003; 9 (2) : 71-7

5. Polson AM. Gingival and Periodontal Problems in Children. Pediatrics. 1974; 54: 190-5.

6. Anonymous. Desain Mobil Unit Usaha Kegiatan Gigi Sekolah. Available from:

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10121-Chapter1.pdf. [Accesed 17

November 2012].

7. Dokter Gigi. Karies Gigi (Gigi Berlubang) pada Anak. Informasi dan Tips Sehat buat

Gigi Anda. 2010. Available from: http://www.ilmukesehatangigi.com/2010/12/05/karies-

gigi-gigi-berlubang-pada-anak [Accesed 17 November 2012]

8. Karwuyan U. Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut dengan

Kejadian Karies Gigi Anak SDN Kleco II Kelas V Dan VI Kecamatan Laweyan

Surakarta. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2008.

9. Petersen P.E. Continuous Improvement of Oral Health in The 21st Century – The

Approach of The WHO Global Oral Health Programme. The World Oral Health Report.

2003: 1-33

Page 35: Makalah Penelitian PTC Asli

10. Hutabarat N. Peran Petugas Kesehatan, Guru dan Orang Tua dalam Pelaksanaan UKGS

dengan Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Murid Sekolah Dasar di Kota

Medan Tahun 2009. Tesis. Universitas Sumatera Utara. 2009.

11. Soepardi J. Indikator Kesehatan Indonesia 2005-2009. Pusat Data dan Surveilans

Epidemiologi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010.

12. Trimurni A. Buku Panduan Pelaksanaan Kegiatan di Desa Binaan Pepsodent-FKG USU.

Medan: FKG USU. 2009.

13. Yati.R, Taqwa.D, Octiara E. Bahan Kuliah Pedodonsia Terapan. Medan: FKG USU.

2009.

14. Langlais RP, Miller CS. Atlas Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta: Hipokrates.

2000.

15. Beumer J, Curtis TA, Marunick MT. Maxillofacial Rehabilitation Prosthodontic and

Surgical Considerations. Missouri: Ishiyaku Euro America Inc. 1996.

16. Agtini M.D. Fluor Sistemik dan Kesehatan Gigi. Cermin Dunia Kedokteran. 1988; 52: 45

17. Suminy D, Jen Y. Hubungan Antara Maloklusi dengan Hambatan Saluran Pernafasan.

M.I Kedokteran Gigi. 2007; 22 (1): 32