MAKALAH Penalaran

29
MAKALAH PENALARAN LOGIKA HUKUM DALAM MASALAH HUKUM Dosen Pengampu: Dr. Kelik Wardiyono D I S U S U N Oleh: Indah Mawarni Putri C 1000 600 44

description

MAKALAH, Penalaran, hukum, tugas

Transcript of MAKALAH Penalaran

Page 1: MAKALAH Penalaran

MAKALAH

PENALARAN LOGIKA HUKUM DALAM MASALAH HUKUM

Dosen Pengampu: Dr. Kelik Wardiyono

DISUSUN

Oleh:

Indah Mawarni PutriC 1000 600 44

Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Surakarta

2014

Page 2: MAKALAH Penalaran

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu hukum mempunyai keterkaitan yang erat dengan masyarakatnya.Sulit

untuk memahami hukum suatu bangsa dengan baik, apabila hukum dilepaskan

dari lingkungan dan habitat, dalam hal ini masyarakat dimana hukum berada

dijalannya. Maka pantaslah apabila dikatakan hukum selalu tertanam dalam “

peculiar form of social life “  dan “ social specific “untuk bagian bagian tertentu

dari hukum, memang para ahli dunia biasa berkumpul di satu meja untuk

mendiskusikanya tetapi tidak untuk bagian besar selebihnya.

Das Sollen adalah segala sesuatu yang mengharuskan kita untuk

berpikir dan bersikap. Contoh : dunia norma, dunia kaidah dsb. Dapat

diartikan bahwa das sollen merupakan kaidah dan norma serta kenyataan

normatif seperti apa yang seharusnya dilakukan. Secara impiris, kasus yang

paling baru adalah kasus anak Ahmad Dani yang di putus bebas, padahal

dalam kasus tersebut 7 nyawa manusia melayang. Ada norma social yang

perlu diperhatikan berkaitan dengan kelangsungan hidup korban. Meskipun

penyelesaian norma social terhadap keluarga korban sudah dipenuhi dalam

bentuk tanggung jawab meringankan beban hidup sepeninggal korban.

Norma social lain yang belum ditegakkan adalah tewasnya korban itu

sendiri. Sehingga perlu logika hukum yang digunakan untuk menetapkan

keputusan perlu di kembangkan lagi.

Das sein, adalah segala sesuatu yang merupakan implementasi dari

segala hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen dan mogen. Dapat

dipahami bahwa das sein merupakan peristiwa konkrit yang terjadi.

Merokok merupakan peristiwa konkrit (das sein) tetapi bila orang merokok

di dekat pom bensin dan terjadi ledakan akibat orang yang merokok

tersebut, maka merokok menjadi peristiwa hukum yang dapat menyebabkan

perokok tersebut dihukum.

Makalah ini berangkat dari optic sosiologis, hendaknya melakukan

semacam advikasi guna membela hak suatu bangsa untuk mencari jalan sendiri

Page 3: MAKALAH Penalaran

untuk menjadikan hukumnya benar – benar berfungsi memecahkan masalah yang

harus dihadapi. Untuk itu, maka bukan ketundukan secara kaku terhadap konvensi

– konvensi, Melainkan “ Pembebasan “ merupkan kata kuncinya.

Apabila fungsi hukum untuk (turut) memecahkan masalah dalam

masyarakat dan kemampuan untuk mewujudkannya disebut sebagai suatu hal

yang ideal, maka yang dialami dan terjadi di Indonesia masih sangat jauh, untuk

tidak mengatakan bertolak belakang.

Kepercayaan terhadap hukum makin menurun yang disebabkan oleh

kinerja buruk hukum itu sendiri. Sejak tahun 70-an misalnya Istilah “ mafia

pengadilansudah memperkaya kosa kata bahasa Indonesia. Di masa lalu ( dan

mudah – mudahan sekarang sudah tidak demikian ), Hukum kekuasaan. Dengan

demikian, bukan lagi “ Law as a tool of social engginering” secara positif  terjadi,

melainkan sudah mengarah kepada “ dark engginering” ketidak puasan

masyarakat terutama difokuskan pada latar belakang kegagalan hukum untuk

memberantas korupsi, Peraturan disempurnakan berkali – kali dan sebuah komisi

khusus yang baru juga dibentuk ( KPK) tetapi hasilnya tetap mengecewakan.

 B. Permasalahan

Masalah hukum yg dihadapi oleh masyarakat Indonesia khususnya pada suatu

bangsa yang bertekat untuk membangun tatahukum yang samasekali baru, tidak

bisa dikaji secara terpisah dari konteks sosialnya. Bahkan bisa dikatakan,

perubahan- perubahan tersebut yang berlangsung dalam masyarakat akan

memberikan bebannya sendiri terhadap hukum sehingga hukum dituntut untuk

mengembangkan kepekaannya menghadapi keadaan tersebut.

Melihat dan merenungkan penderitaan bangsa tersebut sampailah pada penyataan

“apa yang salah dengan hukum kita? Dan “ apa serta bagaimana jalan untuk

mengatasinya?. Memang dari hari kehari kita berusaha untuk mengatasi

keterpurukan hukum tersebut tetapi keadaan tak kunjung membaik, tetapi tidak

jarang makin memburu, sehingga muncul pernyataan apa yang salah dengan cara

kita?

Page 4: MAKALAH Penalaran

BAB II

PEMBAHASAN

A. Paradigma Hukum

Hukum sudah menjadi bahan refleksi sejak dahulu kala, maka kegiatan berfikir

tentang hukum tidak dapat bertolak dari titik nol, Artinya pemikiran tentang

hukum merupakan lanjutan pemikiran hukum sejak zaman dahulu. Dalam

lintasannya sejarah pikiran – pikiran tersebut berubah sesuai dengan

perkembangan kebudayaan zaman dan semangat zaman1. Dalam study filsafat

Hukum2 dikenal berbagai Aliran pemikiran, didalam Aliran pemikiran tersebut

ditemui paradikma dan persfektef tertentu dalam memandang dan memaknai

hukum. Tentu juga dengan asumsi – asumsi yang berbeda dalam

mengitepretasikan Hukum asumsi – asumsi tersebut tentunya juga tidak bisa

dilepaskan di konteks dan basis sosialnya. Maupun Muatan ideologinya.

Menurut periodesasi perkembanagan pemikiran hukum tersebut, Maka sejarah

akan mencatat munculnya beberapa tradisi berfikir yang cenderung keluar dari

kemampuan dan kelaziman cara berfikir hukum pada umumnya. Beberapa

pemikiran tersebut melampaui generalisasi pada zamannya., ia merupakan wujud

pemberontakan dari dominasi dari wacana arus utama yang tidak mampu lagi

menjelaskan dan menjawab berbagai kebutuhan manusia akan hukumnya.

Ledakan pemikiran dan cara pandang baru terhadap hukum tersebut merupakan

upaya nyata dri intelektual dan filosof hukum untuk memberikan kontribusi solusi

terhadap deretan kegagalan serta krisis hukum dan kemanusiaan.Wujudnya

tampak pada munculnya berbagai aliran filsafat dan teori hukium yang menghiasi

cakrawala pemikiran hukum untuk memberikan pencerahan kepada gulita dunia

1 Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Yogyakarta, Kanisius 1995 hal 222 Lili Rasjidi, Filsafat Hukum ( Aakah Hukum itu?) Bandung, 1988 hal 1-12

Page 5: MAKALAH Penalaran

berhukum dizamanya, maka sesungguhnya historisasi pemikiran hukum dipenuhi

kisah – kisah pergulatan paradigma satu menuju paradigma yang lainnya.

Kegiatan Paradigma Hukum yang dikemukkan diatas tidak berlangsung begitu

saja tanpa pedoman apapun. Disadari atau tidak, Ilmuan Hukum dalam kegiatan

Ilmiahnya bertolak dari sejumlah asumsi dan bekerja dalam kerangka dasar umum

( Basic Frame work) Tertentu yang mendominasi kegiatan ilmiah dan

memungkinkan berlangsungnya diskursus ( komunikasi dan diskusi secara

rasional ) dalam konunitas ilmuan hukum3.Perangkat asumsi dan kerangka umum

tersebut pada masa kini dapat disebut paradigm dalam ilmu hukum.Istilah

paradigm yang dimaksud adalah kerangka umum yang mempedomani kegiatan

ilmiah dalamsuatu disiplin. Thomas khun Mendefinisikan Paradigma sebagai”….

University recognized scientific achievements that for a time provide model

problems and solution to community of practitiones”.4

Paradigma Sebagai Suatu system Filosofis induk meliputi ( premis ) Ontologi,

epistimologi dan metodologi tertentu yang tidak dapat begitu saja dipertukarkan.

Paradigma dapat dipandang sebagai seperangkat basic belif atau metafisika yang

berkenaan dengan prinsip – prinsip utama atau pertama.Paradigm

memperesentasikan suatu wawasan atau world view yang mendefinisikan bagi

pemegang atau penganutnya sifat dan ciri – ciri dunia, posisi individu di dalm

dunia tersebut dan rentang segala hubungan yang memungkinkan antara individu

dengan dunia yang dimaksud dengan seluruh komponennya. Paradigm yang

membentuk cara bagaimana pemegang atau penganutnya melihat lain dari pada

itu, pradigma membentuk cara bagaimana pemegang atau penganutnya melihat,

mempelajarai atau memahami dunia yang dimaksud. Paradigma memadu dan

mengarahkan action.yaitu aksi, tindakan atau langkah para pemegang atau

penganutnya yang termasuk pikiran atau pemahaman sikap serta kata mereka5

3 Bernard Arief  Sidarra, Refleksi tentang struktur ilmuan Hukum ( sebuah penelitian tentang fundasi kefilsafatan dan sifat ilmu hukum sebagai dasar pengembangan ilmu hukum nasional Indonesia) Bandung, Mandar Maju 2000, Hal.155

4 Thomas Kuhn, The Structure Of scientific Revolution University Of Chigago Press. Chicago, 1970, p.vii

5 N K Denzin dan Y S Lincoln, Introduction: Entering The Field of Qualitative Research, didalam Erlyn Indriarti, Selayang Pandang Critical Theory, Sritical Legal Theory, dan Critical Legal Studies, Jurnal masalah – masalah Hukum vol.xxxi No. 3 Juli-Sept 2002 hal. 1338-139

Page 6: MAKALAH Penalaran

karena diterima secara umum dilingkungan komunitas ilmuwan sevbagai landasan

kegiatan ilmiah, maka paradigm berperan sebagai Research Guidancelewat model

problem and solution yang menunjukan bagaimana ilmuwan harus menjalankan

penelitian ilmiah dan telaah ilmiah khususnya terhadap hukum.

B. Merombak dan Membangun Hukum Indonesia

            Upaya pembaharuan hukum Indonesia yang dimulai sejak lahinya UUD

19455, Tidak dapat dilepaskan pula dari landasn sekaligus tujuan yang ingin

dicapai oleh bangsa Indonesia seperti telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD

1945 Yaitu, Melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk mewujudkan

kesejah teraan umum berdasarkan parncasila”.6

Tujuan pembangunan nasioanal yang terdapat dalam pembukaan Undang –

undang Dasar 1945itu semata demi terciptanya kesejah teraan bagi bangsa

Indonesia dan untuk mencapai semua itu maka dilakukan pembangunan yang

dilakukan tidaj hanya pada satu sisi kehidupan saja akan tetapi pada semua sisi

kehidupan berbangsadan  bernegara termasuk pembangunan hukum,7

Pembangunan hukum dalam era globalisasi akan mempunyai Arti khusus untuk

pembnagunan bidang hukum, karena bermakan bahwa hukum Indonesia akan

menuju pada keterbukaan yang lebih besar dari pada nilai – nilai dan tatanan

norma berlaku pada hukum internasional ( Publik Perdata) 8

Pola Umum rencana strategis pembangunan hukum ini dapat dijadikan landasan

bagi penataan hukum Nasioanal yang meletak kan pola piker yang mendsari

penulisan system hukum nsional yang berintikan komponen materi hukum ( Legal

substance ) Aparatur hukum ( Legal struckture ) dan budaya Hukum ( Legal

culture ) Serta sarana danprasarana yang memadai. 9

C. Berfikir Dalam Hukum

6 Barda nawawi Arif, Beberapa aspek pengembangan ilmu hukum pidan ( menyongsong generasi baru Hukum pidan Indonesia ) Pidato Pengukuhan guru besar FH UNDIP Semarng, 1994 Hal 1

7 Kongres PBB ke IV tahun 1970 di Tokyo The prefention of crime and the treadment of offenders “ ( Sudarto, Hukum Pidana Cetakan Ke – 2 1981 hal 102

8 Marjono Rokso diputro, Reformasi Hukum di Indonesia, Makalah yang disampai kan pada seminar hukum Nasional VII 12 Oktober 1999 hal 8

9 H.A.S Natabaya  Pembangunan Hukum Nasional Mochtar kusuma Admaja Cet 1. Alumni 1999 hal 297

Page 7: MAKALAH Penalaran

Dalam Konteks  atau kaitannya ilmu hukum dan Filsafat hukum di mulai dari

asumsi dasar bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya. Menurut

Prof. Dr. Satjipto Raharja, SH cara berfikir hukum yang disting itu adalah berfikir

datar dan lurus( linear ) pada asas peraturan dan logika. Peraturan tersebut berisi

konsep dan devinisi tentang banyak hal dalam kehidupan individu maupun

bermasyarakat.Dengan demikian, kehidupan manusia yang diatur oleh hukum

atau peraturan dapat berupa konsep dan devinis, bukan realita kehidupan itu

sendiri.Dengan demikian yang dilihat dan dibicarakan hukum adalah konsep dan

definisi yang bersifatartifisial.Disamping substansi tersebut peraturan juga berisi

tentang prosedur peraturan substansi dan procedural menjadi landasan dan titik

tolak penting dan hanya dari situlah kehidupan hukum itu dibangun.Dengan

demikian para ahli hukum memiliki kacamata sendiri dalam melihat realitas

kehidupan manusia dimasyarakat. Peraturan, Konsep, Definisi dan Prosedur

selanjutnya diproses dengan menggunakan logika, Disitulah pemikiran hukum

mulai menjadi khas atau disting.

Hukum yang menjadi disting tersebut sudah dipupuk sejak zaman Romawi oleh

para ahli hukum ( yuris ) Romawi. Mereka telah mengolah peraturan – peraturan

atau teks – teks hukum begitu canggih ( shopisticated ) sehingga memunculkan

suatu dunia hukum yang semakin menjauh dari Realitas (….Ontwikkelden de

romainse juristen een wijze van rechtsbeoefening, die gelieidelijk een abstracte

karakter heft verkregen ). Hukum yang sudah menjadi teks – teks yang artificial

dan canggih tersebut oleh vanden bergh dinamakan “ geleerd recht” suatu tipe

hukum yang untuk memahaminya orang harus belajar secara khusus.

Cara berfikir Hukum seperti itu sangat dekat dengan Metode berfikir Cartesian

dalam sains Klasik ( abad ke – 14 )Metode tersebut membangun pemahaman

mengenai alam dan Blok – Blok secara logis dan matematis yang pemahaman

substansinya ( dalam Hal ini fisika ) secara mekanistik. Pandangan dan cara

berfikir seperti itu mencapai puncaknya pada fisika Newtonia ( Abad ke – 19 )

Dalam Ilmu Hukum, cara berfikir tersebut Mencapai Puncaknya pada Abad ke –

19 yang disebut sebagai era kodifikasi. Penyebutan seperti itu kita baca sebagai

konsolidasi dari masa konsep, definisi,  dan prosedur yang membanjiri pada masa

Page 8: MAKALAH Penalaran

tersebut. Tidak heran jika era tersebut melahirkan banyak pemikir – pemikir

positif, seperti hans kelsen dan aliran seperti begriffsjurisprudenz.Positivisme juga

mengonsolidasikan kehadiran dari masa peraturan yang sudah di sistematis kan

sehingga tidak mengherankan jika pekerjaan para positifis  tersebut

mempertahankan masa peraturan yang ada atau disebut juga hukum positif.

Berbagai asas, fiksi, dan teori diciptakan untuk melegitimasi orde hukum

peraturan tersebut. Mereka juga melihat dunia dan tatanan Hukum sebagai

bangunan yang disusun dari blok ke blok secara logis – rasional. Teori Stugen bau

Kelsen yang sering disebut sebagai “ Logische Stufentheorie “ serta berfikir

Kelsenian merupakan contoh Positivisme abad ke – 19 .

Pemrosesan Hukum sebagaimana di uraikan dilakukan tersebut dengan

menggunakan logika dengan berkualitas IQ atau “ Linear Thinking “10Menurut

Paul Scholten, Cara berfikir tersebut disebut “ hanteren van Logisce figure”

( Menangani soal Yang Logis). Sebagai akibat kesuksesan dan perkembangan

ynag Luar biasa dalam Ilmu – ilmu ke alaman Di abad ke 18 dan ke 19 tersebut

maka cara berfikirdalam ilmu Alam yang Cartesian dan Bacionan ( Dari francis

Bacon)  segera menjadi symbol dari berfikir dan metode sains. Berfikir sains

Adalah Mekanistik dan fragmentasi. Apabila Dalam Ilmu Hukum ada Hans

Kelsen maka Auguste Comte, Bapak sosiologi Modern, juga menyebut sosiologi

sebagai “ The physics of society”.

Scholten Menyebut berfikir Linear sebagai “ Whetstore passing “ Yaitu

menerapkan peraturan terhadap fakta – fakta tertentu. Cara bertindak seperti itu

juga dikenal dengan menjalankan hukum dibaratkan mengoprasikan “ mesin

Otomatis “ yang sederhana dan lurus. Melangkah lebih jauh lagi, aliran

Begriffsjurisprudenz Dengan mempersiapkan dunia Hukum Sebagai lahan konseo

dan definisi Hukum secara mutlak.Disini sudah tidak ada lagi perbedaan atau

batasan – batasan antara konsep dan antifisial yang realitas Konsep dianggap nya

sebagai realitas mutlak.Kita tidak benar – benar nyata, Melainkan konsep –

konsep yang diterima dan diperlakukan seperti hal – hal yang nyata.

10 Zohar, Danah & Marsall, Ian, SQ, spiritual intelegence, the ultimate intelegence, London : Blooms Bury 2000

Page 9: MAKALAH Penalaran

Menurut Prof. Dr Satjipto Raharjo SH, sudah waktunya melakukan peninjauan

kembali terhadap konsep berfikir hukum yang selama ini ada, diterima, dan

dilakukan dalam komunitas ilmu hukum. Komunitas Hukum tidak dapat lebih

lama bersikukuh pada pikiran yang menyatakan bahwa berfikir hukum itu adalah

khas ( disting ).

Menurut Prof. Dr Satjipto Raharjo SH, Perkembangan berfikir dalam sains tidak

dapat di dibiarkan berada diluar komunitas hukum. Hukum tidak akan mampu

menghadapi kehidupan yang kompleks dan kehidupan yang bergantung bila selalu

mengisolasi diri. Alih – alih mengatur dan memfasilitasi kehidupan sehingga

menjadi produktif  Hukum malah menjadi suatu anomali, Berfikir dalam sains

yang sudah menjadi holistis dan Ekologis seyogyanya juga mengoreksi cara

berfikir hukum yang bertolak dari dunia konsep dan definisi yang artificial itu.

Meskipun hukum berangkat dari teks – teks  tertulis, tetapi melihat dan

memeperlakukan masyarakat semata- mata sebagai konsep dan devinisi yang telah

dituliskan dalam teks yang berbeda dari memakai teks sebagai pintu masuk untuk

menghadapi kenyataan. Sehubungan dengan masalah yang sedang dihadapi di

fakultas Hukum Universitas Erasmus, Rotterdam,  Belanda, Berkembang suatu

cara fikir hukum yang menarik.11

D. Berfikir Hukum Secara Sosial

Hukum merupakan institute publik yang memiliki sejarah yang sangat panjang,

yang menjorok jauh sampai ke masa sebelum masehi. Pada waktu itu di masa

kerajaan romawi para ahli hukum sudah menyibukkan diri dengan menggarap

bahan hukum yang ada, hasilnya sangat terkenal berupa penghimpunan peraturan

– peraturan dalam kitab – kitab, seperti Codex justinianus ,Codev juris civilis.

Pada waktu itu konsep, doktrin, dan asas dibuatnya sehingga menjadikan hukum

sebagai suatu institute yang canggih ( sophistichated ). Akan tetapi justru dari

kecanggihan tersebut membuat hukum jauh dari jangkauan raktar biasa. Untuk

mendiaminya  secara khusus orang harus belajar agar dapat masuk kedalam dunia

hukum yang sudah dipenuhi berbagai konstruksi ( Man made construction )

11 Foque, R. et al ( red ) ., Geintegreerde rectswetenschap, Arnhem: Gounda Quit, 1994

Page 10: MAKALAH Penalaran

hukum12. Hukum menjadi dunia esoteric yang hanya dapat dimasuki dan

dimengerti oleh mereka yang sengaja belajar.

Puncak Perkembangan hukum seperti itu terjadi pada Abad ke – 19 atau yang

dikenal sebagai era kodifikasi dalam abad ke – 19 dunia mengalami kemajuan

kehidupan yang sangat pesat dan pada gilirannya juga memicu perbuatan hukum

yang eksentif. Pada perkembangannya, Bidang – bidang hukum baru

bermunculan, seperti hukum perniagaan ( wetboek van koophandel ), hukum laut

dan lain – lain. Kodifikasi itu tidak hanya menghimpun peraturan – peraturan

yang tersebar itu kedalam kitab – kitab hukum, melainkan juga pembakuan dalam

berfikir sehingga ada suatu cara berfikir yang khas, yaitu cara berfikir

hukum( rechtdenken, legal reasoning )13

Paul scholten nraksasa pemikir hukum belanda, Melihat adanya perubahan dalam

cara orang menjalankan hukum ( rechtsbeofening ) dan dalam cara berfikirnya

dalam abad ke – 19 Orang berfikir dengan penuh kepastian. Dalam keadaan yang

demikian, maka penalaran hukum berupa “ hanteren van logische figuren “ yaitu

memproses hukum seperti orang mengerjakan tugas matematik.

Bahan yang dip roses dengan sitem matematis atau logis merupakan konsep,

pengertian, doktrin, asas, fiksi yang sudah dibuat oleh hukum sendiri. Hukum

bermain dalam entitas yang diciptakan sendiri, semmua itu dilakukan dengan

bantuan Logika. Oliver Wendell Homes mengatakan sebagai pembuat putusan

hukum berdasarkan silogisme ( “syllogism in determining the rules by which man

should be governed )

E. Transformasi Menuju Pemikiran Hukum Modern

Dalam kehidupan dan peradapan modern, hukum bahkan jauh mengungguli

bentuk – bentuk manifestasi tatanan dan kejelasannya serta kemampuannya untuk

memaksa dipatuhi, maka hukum merupakan bentuk tatanan masyarakat par

excellence.Disebabkan bentuknya yang sangat tajam dan penetrative, maka sejak

kemunculan hukum modern terjadilah suatu revolusi diam – diam di dunia.Sejak

12 Bergh, G.C.J. Van den, Gelerd recht, Een geschiedenis van de euro pese rechtswetenschap in von vlucht, Deventer : Kluwer, 1980

13 Raharjo, Satjpto, Senja kala Ilmu tradisional dan Munculnya ilmu Hukum baru, Bacaan Mahasiswa No 13, 2006

Page 11: MAKALAH Penalaran

saat itu, maka dunia terbelah menjadi dua secara tajam, yakni dunia hukum dan

dunia social.

Pemikiran tentang hukum yng kemudian melahirkan positifisme tidak dapat

dipisah kan dari kehadiran Negara modern . sebelum abad ke – 19 pemikiran itu

sudah hadir dan menjadi semakin kuat sejak kehadiran Negara modern, jauh dari

tradisi untuk menuangkan atau menjadikan hukum positif itu, masayarakan lebih

menggunakan apayang disebut interactional law atau cus tomary law. Akan tetapi,

dengan tidak semakin sederhana dan intimnya lagi hubungan dan proses dalam

masyarakat atau semakin kompleks nya sebuah masyarakat , maka semakin kuat 

tuntutan terhadap pemositifan tersebut atau terhadap the statutorines of law. Hal

ini karena dikehendaki adanya dokumen tertulis bukti – bukti tertulis untuk

meyakini dan mendasari terjadinya proses atau transaksi hukum Seperti yang di

amati unger menyusun tipe hukum yang interaksional tersebut diatas, dating faseh

yang positif dan publik. Perkembangan tersebut mengiringi yang oleh unger

disebut sebagai tipe bureaucratic law

Pada tahun 1648, ditanda tangani “ treaty of westplaria” yang  merupakan tonggak

penting kelahiran Negara modern. Sejak saat itu maka kedaulatan tidak hanya

dilekatkan pada pribadi raja, tetapi pada seluruh wilayah teritorial.Rakyat tidak

melekat pada warga bangsa melainkan pada bangsadan itu tidak dapat dikurangi.

[32]Tidak da dalam sejarah suatu institusi dan organisasi politik disusun begitu

sistematis dan rasional dengan kekuasaan begitu besar seperti Negara

modern.Negara telah menghisap habis semua kekuasaan asli yang sudah ada

sebelumnya dalam wilayah itu dan menjadikan Negara sebagai kekuasaan

teoritis.Negara menjadi organisasi kekuasaan yang serbameliputi dan berdaulat

penuh dalam suatu wilayah. Dari tititk ini muncul suatu system dunia yang terdiri

dari Negara – Negara yang berdaulat tersebut sebab – sebab historis dari kualitas

rasional yang merupakan karakteristik hukum modern seperti yang telah terbentuk

di eropa barat dan dari sana telah menyebar keseluruh dunia.

F. Hukum Progresif: Hukum Yang Membebaskan

Gagasan hukum progresif muncul dari suasana ketidakpuasan terhadap

kinerja penegak hukum.Hukum progresif muncul dari setting Indonesia akhir abad

Page 12: MAKALAH Penalaran

ke 20, berupa keprihatinan terhadap kualitas penegak hukum di

Indonesia.Kepercayaan terhadap hukum makin menurun yang disebabkan oleh

kinerja buruk hukum itu sendiri.Di masa lalu, hukum makin bergeser menjadi alat

politik untuk mempertahankan kekuasaan.Dengan demikian, bukan lagi “Law as

a tool of social enginering” secara positif yang terjadi, melainkan sudah

mengarah kepada “dark enginering” (Podgorecki & Olgati, 1996). Masuk pada

Era Reformasi sejak tumbangnya Orde baru pada tahun 1998, bangsa Indonesia

belum berhasil mengangkat hukum samapai pada taraf mendekati keadaan ideal.

Setiap kali ada masalah dalam dan dengan hukum, hukumlah yang ditinjau

dan diperbaiki, bukan manusia yang dipaksa untuk dimasukkan ke dalam skema

hukum.Dalam istilah Santos, mendahulukan emansipasi daripada regulasi (Santos,

1995). Pandangan tersebut membawa kita pada ihwal “pembebasan” sebagai kata

kunci.Hukum bukan merupakan suatu intuisi yang absolut dan final, melainkan

sangat bergantung pada bagaimana manusia melihat dan

menggunakannya.Semakin landasan suatu teori bergeser ke faktor hukum,

semakin mengganggap hukum sebagai sesuatu yang mutlak, otonom dan final.

Hukum progresif tidak menerima hukum sebagai intuisi yang mutlak serta

final, melainkan sangat ditentukan kepada kemampuannya untuk mengabdi

kepada manusia. Kualitas kesempurnaan hukum bisa diverifikasikan kedalam

faktor – faktor keadilan, kesejahteraan, kepedulian kepada rakyat dan lain – lain.

Inilah hakekat “hukum yang selalu dalam proses menjadi” (Las as a process, law

in the making). Hukum tidak ada untuk hukum itu sendiri, tetapi untuk manusia.

Gagasan ekstrem ditunjukkan oleh autopoietic jurisprudence yang melihat

hukum sebagai etintas yang memiliki kehidupan sendiri. Pemikiran

autopoietictersebut hukum memang berinteraksi dengan lingkungan di luar serta

menerima  pengaruh – pengaruh dari luar, tetapi semua “faktor luar” tersebut pada

akhirnya akan diolah sendiri oleh hukum menurut kemauan, logika, kultur

komunitas hukum sendiri. Hukum sudah menjadi mesin yang dapat memproses

sendiri, yang oleh Luhmann dilukis, “the legal system as self-referential, self-

reproducing..”(William Evan, 1990).

Page 13: MAKALAH Penalaran

Hukum Progresif  memasukkan perilaku sebagai unsur penting dalam

hukum dan lebih khusus lagi dalam penegakkan hukum. Pengalaman bidang

hukum di Indonesia masih kental dengan “pengalaman perilaku ”. proses hukum

masih dilihat sebagai proses peraturan daripada perilaku mereka yang terlibat

disitu. Hukum progresif ingin secara sadar menempatkan kehadirannya dalam

hubungan erat dengan manusia dan masyarakat.Hukum progresif memiliki tipe,

dalam tipe tersebut selalu dikaitkan pada tujuan – tujuan diluar narasi tekstual

hukum itu sendiri. (Nonet & Selznick,1978). Hukum progresif juga menggandeng

kritik terhadap sistem hukum yang liberal.Pikiran liberal yang merangkul rule of

law, sebetulnya bertentangan dengan prinsip esensial dalam alam pikiran politik

liberal. “Law can not perform the liberal task of constraining power and

protecting people from intolerance and oppression, so even if the rule law did

exist, it could not accomplish in liberal goal (Altman, 1990).

Hukum progresif tidak berpendapat, ketertiban (order) hanya  bekerja

melalui intuisi – intuisi kenegaraan, melainkan menerima dan mengakui

kontribusi intuisi – intuisi yang bukan negara. Ketertiban juga didukung oleh

bekerjanya intuisi bukan negara tersebut (Ellikson,1991). Dalam hukum telah

dibangun konstruksi tatemate dan honne (Formal acceptance), tetapi tidak sampai

ketingkat honne (nurani jepang). Hal tersebut menyebabkan Jepang harus banyak

melakukan “Japanese Twist” untuk mempertahankan kejepangannya (Ozaki,

1978, Woveren,1990, Parker, 1984).

BAB III

PENUTUP

Perjalanan intelektual yang panjang yang sekaligus juga merupakan

simbolik yang mngungkap kekuasaan dan kompleksitas dari hukum itu , 

Masyarakat yang menjadi landasan dari adanya atau terbentuknya hukum

internasional pendekatan untuk memahami hukum dapat ditempuh melalui dua

cara yaitu cara statis atau teoritis doktriner melalui berbagai pemahaman aliran

filsafat yang mempelajari dasar hakikat mengingat hukum. Dalam hal ini aliran

Page 14: MAKALAH Penalaran

hukum alam ( dalam bentuknya yang murni sebagai suatu bentuk ajaran atau

dalam bentuknya yang dkeluarkan maupun ajaran hukum alam yang bangkit

kembali). Tampil kesemua mempertahan kan teori – terorinya.

Adanya hukum alam yang mengharuskan bangsa hidup berdampingan

secara damai dapat dikembalikan sebagai akal manusia ( rasio ) dan naluri untuk

mempertahankan jenisnya. Negara atau bangsa menerimanya karena ada

kesamaaan kasusu hukum diantara mereka padahal wujud hukum positif mereka

satu sama lain mungkin banyak yang berbeda. Asas – asas hokumyang bersamaan

ini merupakan konsepsi atau dontrin yang berasal dari hukum alam yang didalam

ajaran hukum formal dikenal dikenal dengan asas –asa hukum umum yang diakui

oleh bangsa – bangsa beradab.Kemudian asas ini dalam hukum internasional

positif.

A. Kesimpulan

Dari uraian Khusus mengenai mana yang harus dipilih, mengenai konsepsi

hukum alam kah atau positivisme yang seperti dijelaskan diatas, Dapat ditarik

kesimpulan seperti ini:

Naturalisme tipe tinggi sebagai idealisme tinggi harus dihindari sepanjang

sifat manusia tetap sebagai mana adanya. Pada saat yang sama kebenaran –

kebenaran yang fundamental hukum alam yang mempunyai Universalitas atau

konstan memegang peranan penting dalam pembentukan hukum nasional pada

bagian – bagian tertentu. Bagian hukum yang lain mempunyai variable – variable

dan ditempa oleh turun naiknya peradaban. Dalam perjalananya peradaban

manusia terdapat masa kebangkitan dan kejatuhan. Dengan kebangkitan 

Kebudayaan dalam suatu pedaban akan ditemukan suatu kualitas hukum, dan pada

saat suatu peradaban jatuh akan didapat pula turunya kualitas hukum. Disini

waktu dan tempat merupakan faktor penentuyang penting. Dalam hukum, Akal

saja tidak cukup akal harus berbarengan dengan pengalaman dan kenyataan –

kenyataan sosial disekitarnyaDengan perkataan lain, metode apriori dan empiris

harus bekerja sama. Jurang antara hukum alam dan hukum positivisme, khususnya

dalam dalam hukum nasional, harus dijembatani. Suatu harmoni sintesis harus

ditegakan, dan dalam teori hukum sintesis harus ditegakkan, dalam teori hukum

Page 15: MAKALAH Penalaran

sintesis ( sintetic – juris prudence), kebenaran yang dituntut hukum nasional yang

diperoleh secara deduktif harus diuji pengalaman yang didapat dari bidang

empiris positivisme. Juga kesimpulan induktif harus diferifikasi oleh akal. Dengan

demikian, naturalisme dan positivisme sama sekali tidak usah berlawanan dan

harus dianggap sebagai bergandengan.

B. Rekomendasi

Hukum merupakan kekuasaan untuk terwujunya keadilan, bukan

kekuasaan yang merupakan hukum. Jika kekuasaan merupakan hukum, maka

tindakan yang dilakukan oleh yang berkuasa itu benar mengingat semua tindakan

itu adalah manifestasi kekuasaan yang merupakan  hukum. Dalam keadaan

demikian tidak akan ada keadilan  karena kekuasaan dapat dilaksanakan

sekehendak hati penguasa. Namun tidak dapat dipungkiri dan dielakkan  bahwa

hukum itu sendiri memerlukan adanya kekuasaan sebab, apabila hukum tanpa

kekuasaan, ia akan menjadi angan – angan. Dengan perkataan lain, hukum

memerlukan daya paksa agar dapat ditaati dan mengikat para subjek hukum yang

terkena demi tegaknya keadilan dan kepastian hukum. Hukum juga sebagai sistem

norma yang harus dijamin pelaksanaanya oleh masyarakat, kalau perlu dengan

tindakan paksaan. Penguasa yang sah adalah negara dan negara yang wajib

menjamin berlakunya hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Rahardjo, Satjipto., “Membangun dan Merombak Hukum Indonesia”, Genta Publishing, 2009.

Rahardjo, Satjipto., “Sosiologi Hukum”, Genta Publishing, 2010

Rahardjo, Satjipto., “Hukum Progresif”,Genta Publishing, 2009

Rahardjo, Satjipto., “ Lapisan – Lapisan Dalam Studi Hukum”, Bayumedia Publishing, 2009

Page 16: MAKALAH Penalaran

Rasjidi, Lili & Arif Sidharta.,“Filsafat Hukum, Mahzab dan Refleksinya”, Ramadja Karya Offset, 1989

Prasetyo, Teguh & Abdul Halim Barkatullah., “Ilmu Hukum & Filsafat Hukum”, Pustaka Pelajar, 2011

Raharja Satjipto, “ Hukum Dan Perubahan Sosial ”. Genta Publising, 2009

[1]Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Yogyakarta, Kanisius 1995 hal 22

[2]Filsafat hukum adalh refleksi teoritis ( intelektual ) yang paling tua dan dapat dikatakan merupakan induk dari semua refleksi teoritis tentang hukum. Filsafat Hukum adalah merupakan bagian bagian dari filsafat yang mengarah ( memusat ) refleksi terhadap hukum/ gejala Hukum, dalam keumumannya atau hukum sebagai demikian  ( Law as such) Lili Rasjidi, Filsafat Hukum ( Aakah Hukum itu?) Bandung, 1988 hal 1-12

[5] Bernard Arief  Sidarra, Refleksi tentang struktur ilmuan Hukum ( sebuah penelitian tentang fundasi kefilsafatan dan sifat ilmu hukum sebagai dasar pengembangan ilmu hukum nasional Indonesia) Bandung, Mandar Maju 2000, Hal.155

[6] Thomas Kuhn, The Structure Of scientific Revolution University Of Chigago Press. Chicago, 1970, p.vii.

[7] N K Denzin dan Y S Lincoln, Introduction: Entering The Field of Qualitative Research, didalam Erlyn Indriarti, Selayang Pandang Critical Theory, Sritical Legal Theory, dan Critical Legal Studies, Jurnal masalah – masalah Hukum vol.xxxi No. 3 Juli-Sept 2002 hal. 1338-139

[8]Dany Gahral Adian, Percik Pemikiran Kontemporer (sebuah Pengantar Komperhensif), cet.I, Jalasutra, Yogyakarta, 2006.Hal 28.

[9] Dony Gahral Adian, Arus Pemikiran Kontemporer, jalasutra, Yogyakarta, 2001, hal 30-31

[10] Husni Muadz, Pembaharuan Pemikiran Pemahaman Keislaman: Sebuah Tawaran Model Konseptual, Pusat Penelitian Bahasa dan Kebudayaan Universitas Mataram E-mail :[email protected] atau or [email protected]

[11] Dohnny Gahral Adian, Percik Pemikiran ………., op.cit, hal 29

Page 17: MAKALAH Penalaran

[12] Bonaventure De Susa Santos dalam FX Adji Samekto, Positivisme Sebagai Paradigma dan pengaruhnya Terhadap Hukum Modern, Jurnal Masalah – Masalah Hukum vol.xxxi No. 3 Juli – sept. 2002 hal 151

[13]Ibid hal 152

[14]Syska soraya, Seksiskah Hukum? Jurnal perempuan edisi 10 / Februari – April, 1999, hal 5

[15] Barda nawawi Arif, Beberapa aspek pengembangan ilmu hukum pidan ( menyongsong generasi baru Hukum pidan Indonesia ) Pidato Pengukuhan guru besar FH UNDIP Semarng, 1994 Hal 1

[16] Kongres PBB ke IV tahun 1970 di Tokyo The prefention of crime and the treadment of offenders “ ( Sudarto, Hukum Pidana Cetakan Ke – 2 1981 hal 102

[17]Marjono Rokso diputro, Reformasi Hukum di Indonesia, Makalah yang disampai kan pada seminar hukum Nasional VII 12 Oktober 1999 hal 8

[18] H.A.S Natabaya  Pembangunan Hukum Nasional Mochtar kusuma Admaja Cet 1. Alumni 1999 hal 297

[19] Foque R& Ladan, R. & rood – pijpers, E & zijdervelt, A.C. (red), geintegrerde rechtswetenschap, Arnhem : Gounda Quit, 1994

[20] Bergh, G.c.j.Van den, Geleerd

[21] Zohar, Danah & Marsall, Ian, SQ, spiritual intelegence, the ultimate intelegence, London : Blooms Bury 2000

[22] Foque, R. et al ( red ) ., Geintegreerde rectswetenschap, Arnhem: Gounda Quit, 1994

[23] Bergh, G.C.J. Van den, Gelerd recht, Een geschiedenis van de euro pese rechtswetenschap in von vlucht, Deventer : Kluwer, 1980

[24] Raharjo, Satjpto, Senja kala Ilmu tradisional dan Munculnya ilmu Hukum baru, Bacaan Mahasiswa No 13, 2006

[25] Scholten, paul, “ Algeameen deel “ dari assers in leiding tot het Netherlands burgerlijk recht, Zwolle : WEJ Tjeenk Willingk 1954

[26]Holmes, Oliver Wendell, The Common Law, Boston : little, Brown and Company, 1963

Page 18: MAKALAH Penalaran

[27] Unger, Roberto Mangabeira, law in modern society – Toward a Critsm of Social Theory, Ny Th free prees 1976

[28] Captra, fritjof, The tao of phsics An Exploration of the pllals Between modern physics and eastern mysticism ( 4th ed, 2000)

[29] Satjipto roharjo, “ paradigm ilmu hukum Indonesia dalam persfektif sejarah “, Makalah disajikan dalam Imposium nasional ilmu hukum bekerja sama dengan  pusat kajian ilmu hukum undip semarang, 10 Februari 1998

[30] Satjipto roharjo “ rekontruksi pemikiran hukum di era refirmasi” “, Makalah disajikan dalam Imposium nasional ilmu hukum bekerja sama dengan  pusat kajian ilmu hukum undip semarang, 22 juli 2000

[31] Unger, op. cit., 1976 hlm 58 – 65

[32] Matrew hosman dan andrewmarsall sebagaimana dikutip satjipto raharja “ dalam rekonstruksi pemikiran hukum diera reformasi “ 22 juli 200

[33] Satjipto raharja, 2000 op. cit.,

[34] “The conception’s ideas about the relationship between law and development derive from it’s interpretation of the fact that the modern legal system, the centralized state, and the industrial economy arose in the same historical period. From this historical observation,..(Tubrek, 1972:11) ”

[35] Diantaranya David M. Trubek (“ Toward a social Theory of law ”) dan Lawrence M.freidman (“ on legal Development ”)

[36] Pemikiran yang menolak etnosentris dapat dicatat pula dari pendapat Daniel S. Lev yang berikut “..it is critically important to recognize that legal research in indonesia…” (Lev, 1972: 40-41)

[37]Schur, Edwi M, Law and Society. A sociological View, New York, 1968: 3-6

[38]Stone Julius. Law of the social sciences in the second half century.1966  hal 5

[39] Pound, Roscoe, Scope and purpose of Sociological Jurisprudence, jilid XXIV vol 24 # 8 dan 25 # 2, 1911 hal 489-516

[40]Podgorecki, Adam & Vittorio Oligati, Totalitarian and Post – Totalitarian Law, Aldershot. UK: Dartmouth Publishing Company, 1912

[41] Bank Dunia, Menciptakan Peluang Keadilan (Laporan atas studi “Village Justice in Indonesia” Terobosan dalam menegakkan hukum dan aspirasi reformasi hukum di tingkat lokal)2005

Page 19: MAKALAH Penalaran

[42] Santos, Beventura de Sousa, Toward A New Common Sense – Law, science and politices in the paradigmatic transition, New York:Routledge, 1995

[43] William Evan, Social Structure and Law, 1990

[44]  Philipe Nonet & Philip Selznick,” the souvereignity of Purpose “1978

[45] Altman Andrew, Critical Legal Studiies – a liberal critique,1990

[46] Ellickson, Robert C, Order Without Law, Combrige, Mass : Harvard University Press, 1991

[47] Ozaki Robert S., The Japanese, Routland :Charles E. Tuttle, 1978 & Parker L,Craig, Jr., The Japanese  Police System Today. Tokyo: Kodaansha International, 1984