MAKALAH PATOFISIOLOGI
-
Upload
afrida-chesarani-agustin -
Category
Documents
-
view
90 -
download
4
Transcript of MAKALAH PATOFISIOLOGI
MAKALAH PATOFISIOLOGI
Gangguan Cairan Tubuh (Interstisial)
Tugas ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Patofisiologi
Disusun Oleh :
1. Afrida Chesarani Agustin (P07134113072)
2. Icha Annisa Nur Rahma (P07134113086)
3. Melia Dwi Purwandari (P07134113095)
4. Nadia Tahayyama Mahrus (P07134113096)
5. Nur Alifah Ahsin (P07134113098)
6. Nurmi Syahidah (P07134113099)
7. Riska Widyowati (P07134113105)
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
2013/2014
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Cairan dan elektrolit sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan atau
homeostatis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi
fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri atas air yang mengandung
partikel-partikel bahan organik dan anorganik yang vital untuk hidup. Elektolit tubuh
mengandung komponen-komponen kimiawi. Elektolit tubuh ada yang bermuatan positif
(kation) dan bermuatan negatif (anion). Elektolit sangat penting pada banyak fungsi
tubuh, termasuk fungsi neuromuscular dan keseimbangan asam-basa. Pada fungsi
neuromuscular elektrolit memegang peranan penting terkait dengan transmisi impuls
saraf.
Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhlukmultiselular
seperti manusia atau hewan yang memiliki fungsifisiologis tertentu. Cairan tubuh merupakan
komponen penting bagi fluida ekstraselular, termasuk plasma darah dan fluida transelular. Cairan
tubuh dapat ditemukan pada spasi jaringan. Rata-rata seseorang memerlukan sekitar 11 liter cairan
tubuh untuk nutrisi sel dan pembuangan residu jaringan tubuh. Kelebihan cairan tubuh dikeluarkan
melalui air seni. Kekurangan cairan tubuh menyebabkan seseorang kehausandan akhirnya dehidrasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang disebut Jaringan Interstitial Normal?
2. Bagaimana Mekanisme dan Akibat Cedera pada Jaringan Interstitial?
1. Edema
2. Perubahan Suhu Tubuh
3. Perubahan Ph
4. Ketidak keseimbangan elektrolit
5. Kalsifikasi
6. Perubahan pada substansi dasar
7. Akumulasi Mukopolisakarida
8. Deposisi Amiloid
9. Penimbunan Lemak
10. Peningkatan jumlah darah dan deposisi pigmen
BAB II
ISI
A. Pembahasan
BAGIAN YAMA
Mekanisme dan Akibat Cedera pada Jaringan Interstisial dibagi menjadi :
1. Edema
Adalah pembengkakan kulit yang akan tampak karena berkumpulnya cairan tubuh yang
berlebih. Edema juga dikatakan koleksi cairan, biasanya di rongga paru-paru atau ekstremitas
bawah (sekitar pergelangan kaki) karena volume air yang berlebihan. Edema sering
memburuk setiap kali asupan natrium atau garam berlebihan dan sering ditemui pada pasien
gagal jantung kongestif atau penyakit ginjal. Menurut penyebabnya, edema dibagi menjadi 2,
yaitu :
a. Edema lokal
Merupakan edema yang disebabkan oleh gangguan lokal , yaitu gangguan mekanisme
pertukaran cairan pada jaringan. Menurut penyebabnya, edema lokal ini dibagi
menjadi 4, yaitu :
a. Edema Inflamasi : yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler dan
mengakibatkan eksudasi cairan dan protein plasma, juga peningkatan tekanan
hidrostatik.
b. Edema alergik : yang disebabkan oleh gangguan pertukaran cairan lokal dan juga
mengakibatkan eksudasi cairan dan edema.
c. Edema karena obstruksi vena : yang disebabkan adanya kegagalan drainase vena
total dan mengakibatkan edema dan hemogarik.
d. Edema karena obstruksi limfatik : yang disebabkan saluran limfatik tersumbat dan
mengakibatkan edema.
b. Edema umum
Merupakan edema yang disebabkan oleh retensi natrium dan air dalam tubuh.
Menurut akibat/ dampaknya edema umum dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Edema kardial : Edema yang mengakibatkan penurunan curah ventrikel kiri.
b. Edema karena hipoproteinemia : Edema yang menurunkan tekanan osmotik
koloid plasma.
c. Edema renal : Edema yang menurunkan kecepatan filtrat pada glomelurus.
2. Perubahan Suhu Tubuh
a. Regulasi suhu normal
Pada pusat termoregulator berfungsi untuk menjaga keseimbangan suhu inti (normal)
pada tubuh yaitu berkisar 37ºC atau 98,6º F. Suhu tubuh manusia cenderung
berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh.
Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan
regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed
back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat
temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan
melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti
tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut
titik tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan
pada 37°C. Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan
merangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu
dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas
sehingga suhu kembali pada titik tetap. Upaya-upaya yang kita dilakukan untuk
menurunkan suhu tubuh yaitu mengenakan pakaian yang tipis, banyak minum, banyak
istirahat, beri kompres, beri obat penurun panas (Harold S. Koplewich, 2005). Ada
beberapa teknik dalam memberikan kompres dalam upaya menurunkan suhu tubuh
antara lain kompres hangat basah, kompres hangat kering (buli-buli), kompres dingin
basah, kompres dingin kering (kirbat es), bantal dan selimut listrik, lampu penyinaran,
busur panas (Anas Tamsuri, 2007). Dalam postingan kali ini, kita akan berfokus pada
penggunaan teknik kompres hangat dalam upaya menurunkan suhu tubuh.
b. Demam (hipertemia)
Demam adalah peningkatan suhu tubuh yang melebihi variasi normal harian dan
timbul bersamaan dengan peningkatan set poin hipotalamus – sebagai contoh, dari
37ºC ke 39ºC. Pergeseran set poin dari “normotermik” ke derajat febris ini sangat
menyerupai pengaturan termostat rumah ke derajat yang lebih tinggi untuk
meningkatkan temperatur ruangan. Apabila set poin hipotalamus meningkat, neuron-
neuron dalam pusat vasomotor akan teraktivasi dan dimulailah vasokonstriksi.
Seseorang akan merasakan vasokonstriksi pertama kali di tangan dan kaki. Pengalihan
aliran darah dari perifer ke organ internal pada dasarnya mengurangi kehilangan
panas dari kulit, dan individu tersebut akan merasa dingin. Pada hampir semua
kejadian demam suhu tubuh meningkat sebanyak 1 sampai 2ºC. Menggigil, yang akan
meingkatkan produksi panas dari otot, mungkin dimulai pada saat ini; bagaimanapun
juga, menggigil tidak dibutuhkan jika mekanisme konservasi panas dapat
meningkatkan suhu darah secara memadai. Produksi panas dari hati juga meningkat.
Pada manusia, perilaku naluriah (seperti memakai pakaian berlapis-lapis atau selimut)
akan mengurangi permukaan yang terpapar, sehingga membantu meningkatkan suhu
tubuh. Hipertermia ditandai dengan tidak berubahnya (normotermik) pengaturan pusat
termoregulator dalam hubungannya dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak
terkontrol, yang melebihi kemampuan tubuh untuk mengatasi kehilangan panas.
Paparan panas eksogen dan produksi panas endogen merupakan dua mekanisme yang
dapat menyebabkan hipertermia pada temperatur internal yang tinggi dengan tingkat
yang membahayakan. Produksi panas yang berlebihan dapat menyebabkan
hipertermia dengan mudah, dibandingkan dengan kontrol temperatur tubuh secara
fisiologis dan perilaku. Misalnya, pakaian terlalu tertutup dapat menyebabkan
peningkatan temperatur inti, dan olah raga di lingkungan panas mengakibatkan
produksi panas terjadi lebih cepat daripada pelepasan panas oleh mekanisme perifer.
c. Hipotermia
Hipotermia adalah suatu kondisi di mana inti suhu turun di bawah yang diperlukan
untuk metabolisme dan fungsi tubuh yang didefinisikan sebagai. Suhu tubuh biasanya
dikelola dekat tingkat konstan melalui homeostasis biologis atau thermoregulation.
Jika terkena dingin dan mekanisme internal yang mampu mengisi panas yang sedang
hilang setetes di inti suhu terjadi. Sebagai suhu tubuh berkurang karakteristik gejala
terjadi seperti shivering dan mental kebingungan. Hipotermia adalah kebalikan dari
hipertermia yang hadir dalam panas kelelahan dan panas stroke.
3. Perubahan pH
4. Ketidak Seimbangan Elektrolit
Gangguan keseimbangan elektrolit pada cairan ekstraseluler sering terjadi. Cairan
intraseluler menyesuaikan diri dengan setiap perubahan pada cairan ektstraseluler guna
mempertahankan keseimbangan sehingga gangguan keseimbangan elektrolit seperti itu sering
menimbulkan perubahan – perubahan seluler.
Ketidakseimbangan elektrolit Gangguan
Peningkatan natrium plasma Hipernatremia ( kehilangan air atau
penambahan relatif Na+¿¿
Penurunan natrium plasma Hiponatemia ( penambahan air atau realtif
kehilangan Na+¿¿
Peningkatan kalsium plasma Hiperkalemia
Penurunan kalsium plasma Hipokalemia
Peningkatan kalsium serum Hiperkalsemia
Penurunan kalsium serum Hipokalsemia
5. DEPOSISI KALSIUM (KALSIFIKASI )
Penimbunan kalsium pada interstitium sering terjadi dan dapat mengambil salah satu dari dua
bentuk :
a. Kalsifikasi metastatik
Kalsifikasi metastatik terjadi karena peningkatan kadar kalsium atau fosfor serum.
Kalsifikasi timbul pada jaringan yang semula normal, paling sering pada dinding arteri,
septa alveoli paru, dan ginjal. Deposisi kalsium dalam jaringan dapat terlihat pada
pemeriksaan radiologis. Secara mikroskopis, kalsium tampak basofilik kuat ( tercat biru
dengan hemaktosilin ). Deposit kalsium tampak granular pada kalsifikasi stadium awal,
deposit yang lebih besar berbentuk amorf.
b. Kalsifikasi distrofik
Pada kalsifikasi ini, metabolisme kalsium dan fosfor serta kadarnya didalam serum
adalah normal. Kalsifikasi terjadi akibat abnormalitas lokal di jaringan. Jarang terjadi
gangguan fungsi. Kalsifikasi distrofik memberikan gambaran khas radiologik, misalnya,
kalsifikasi kelenjar pineal berupa titik kecil tepat ditengah otak. Keadaan yang
menimbulkan kalsifikasi distrofik adalah jaringan nekrotik, pembuluh darah dan jantung
abnormal, jaringan menua atau rusak, neoplasma, kalsinosis tumor.
6. Perubahan Pada Substansi Dasar
Substansi dasar terdiri atas plasma ekstravasasi dan protein plasma, ditambah
berbagai proteoglikan ( kondroitin , dermatan , dan keratin sulfat ), serta hialuronik dan
fibronektin. Peranan molekul – molekul ini dalam mempertahankan integritas jaringan dan
diferensiasi sel belum dimengerti. Banyak sel mempunyai reseptor permukaan ( integrin )
yang berikatan dengan fibronektin, laminin, atau kolagen. Bersama dengan laminin dan
kolagen tipe IV, fibronektin membentuk membran basal. Enzim yang dilepaskan oleh bakteri
dan sel radang mengakibatkan terlarutnya substansi dasar pada reaksi – reaksi radang
tertentu.
7. Akumulasi Mukopolisakarida (Degenerasi Mikoid)
Mucus adalah substansi kompleks yang cerah, kental dan berlendir dengan
komposisi yang bermacam-macam dan pada keadaan normal disekresikan oleh epitel .
Mukopolisakarida adalah molekul gula rantai panjang yang digunakan untuk
membangun jaringan ikat dan organ tubuh.
Akumulasi Mukopolisakarida adalah peningkatan jumlah mukopolisakarida
(glikosaminoglikan) di dalam substansi dasar interstitium dan terjadi pada
hipotiroidisme (miksedema) melalui mekanisme yang tidak diketahui. Dapat
menyebabkan tumor kistik (ganglion) pada tendo atau aponeurosis.
Bisa juga disebabkan karena kekurangan enzim lisosom tertentu yang
diperlukan untuk menguraikan mukopolisakarida. Mukopolisakarida adalah molekul
gula rantai panjang yang digunakan untuk membangun jaringan ikat dan organ tubuh.
Jika terjadi mutasi genetik pada enzim tersebut maka mukopolisakarida akan terdapat
dalam jumlah yang berlebihan dan disimpan di dalam tubuh, menyebabkan kerusakan
yang progresif dan kematian.
8. Deposisi Amiloid
Istilah amiloid menunjukkan arti bahwa berbagai jenis protein fibri...(gak kebaca)
yang tertimbun didalam jaringan interstisial pada keadaan patologis tertentu. Jenis amiloid
menurut karakteristik fisikokimiawi, antara lain :
a. Apabila diberikan iodium ke jaringan segar yang mengandung amiloid akan
terbentuk warna coklat.
b. Pada sediaan histologik,amiloid tercat sebagai berikut :
a. Dengan pengecatan Congo Red,amiloid berwarna merah dengan biasan hijau
apel dibawah cahaya polarisasi.
b. Dengan hematoksilin dan eosin (H&E) tampak warna merah muda homogen.
c. Dengan metil violet,amiloid menampilkan metakromasia berwana merah
muda. Bila suatu bahan tercat warna yang berbeda dengan warna catnya maka
bahan tersebut disebut dengan metakromatik.
d. Amiloid juga dapat dicat secara imunohistokimiawi dengan antibodi yang
spesifik untuk berbagai sub tipe fibril.
c. Dengan mikroskop elektron,amiloid tampak sebagai serabut fibril tak bercabang
dengan lebar 7,5-10nm.
d. Pada difraksi X-ray ,amiloid menunjukkan struktur lembut ɞ berlipat-lipat
sehingga protein ini sangat tahan terhadap degradasi enzimatik sehingga mudah
tertimbun.
9. Penimbunan lemak
Timbunan lemak patologik (obesitas) terjadi dalam 2 bentuk. Tipe juvenilis
atau konstitusional yang ditandai dengan penambahan absolut jumlah sel emak
(hiperplasia) pada seluruh jaringan interstial tubuh
Penibunan lemak berdasarkan sel lemak :
1. Tipe hiperplastik
Tipe obesitas yang diakibatkan oleh kelebihan jumlah sel lemak, tetapi ukurannya
masih sesuai dengan ukuran sel lemak normal. Kegemukan tipe hiperplastik biasanya
terjadi pada masa anak-anak. Berat badan relatif sulit diturunkan.
2. Tipe hipertropik
Jumlah sel lemak pada tipe hipertropik sama dengan jumlah sel lemak normal, tetapi
ukurannya lebih besar. Obesitas tipe hiperplastik biasanya terjadi pada orang dewasa
dan lebih mudah diturunkan berat badannya. Orang yang mengalami obesitas tipe ini
sangat rentan terhadap penyakit DM dan hipertensi.
3. Tipe hiperplastik-hipertropik
Tipe ini merupakan gabungan dari kedua tipe sebelumnya. Dengan kata lain, jumlah
sel lemak tipe ini lebih banyak dan ukurannya pun lebih besar dari sel lemak normal.
Kerap terjadi saat usia anak-anak hingga dewasa. Orang yang mengalami obesitas tipe
ini sangat rentan terhadap penyakit-penyakit seperti DM, jantung koroner, dan
hipertensi.
Pada penderita obesitas makanan masuk kedalam tubuh dengan jumlah
makanan yang lebih besar daripada yang dipakai oleh tubuh untuk energi. Makanan
berlebihan baik lemak, karbohidrat atau protein, kemudian disimpan sebagai lemak
dalam jaringan adipose yang kemudian akan dipakai sebagai energi. Jumlah energi
(dalam bentuk makanan) yang memasuki tubuh lebih besar daripada jumlah energi
yang keluar, maka berat badan akan meningkat.(Anwar:2005)
10.Peningkatan Jumlah Darah dan Deposisi Pigmen Hemoglobin
a. Hiperemia
Hiperemia merupakan proses aktif yang disebabkan oleh peningkatan aliran
masuk darah akibat dilatasi arteriol ( misalnya pada oto skeletal sesudah berolahraga
atau ditempat inflamasi ). Jaringan tubuh tampak lebih merah karena penuh dengan
darah yang kaya oksigen. Dilatasi aktif mikrosirkulasi terjadi pada radang akut
( hiperemia aktif) . Dilatasi pasif pembuluh darah terjadi karena obstruksi aliran vena
( hiperemia pasif atau kongesti).
b. Kongesti
Kongesti merupakan proses pasif yang disebabkan oleh gangguan aliran keluar
darah dari dalam jaringan. Obstruksi vena terisolasi dapat menyebabkan kongesti
lokal. Obstruksi vena sistemik terjadi pada gagal jantung kongestif. Jaringan berwarna
merah kebiruan ( sianosis ), khususnya pada keadaan kongesti bertambah parah
sehingga terjadi penumpukan deoksihemoglobin. Statis darah yang tidak mengandung
oksigen dalam waktu lama dapat mengakibatkan hipoksia yang cukup berat yang
menyebabkan kematian sel.
11. Gangguan Lain
A. Arteriosklerosis
Arteriosklerosis merupakan penyakit yang tersering pada arteri; arti harfiahnya adalah
“pengerasan arteri”. Merupakan proses yang difus dimana serabut otot dan lapisan endotel
arteri kecil dan arteriola mengalami penebalan.
Aterosklerosis merupakan proses yang berbeda yang menyerang intima arteri besar dan
medium. Perubahan tersebut meliputi penimbunan lemak, kalsium, kompenen darah,
karbohidrat dan jaringan fibrosa pada lapisan intima arteri. Penimbunan tersebut dikenal
sebagai ateroma atau plak. Meskipun proses patologis arterioklerosis dan aterosklerosis
berbeda, namun keduanya saling berhubungan, sehingga kedua istilah tersebut sering dipakai
saling mengganti. Karena aterosklerosis merupakan penyakit umum, maka bila kita
menjumpainya di ekstermitas, maka penyakit tersebut juga terdapat di tubuh lain.
Penyakit jantung yang paling sering di Amerika Serikat adalah aterosklerosis koroner.
Kondisi patologis arteri koroner ini ditandai dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan
lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan
struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung penyakit aterosklerosis
mungkin disebabkan akibat kelainan metabolisme lipid, koagulasi darah, dan keadaan
biofisika serta biofisika serta biokimia dinding arteri. Meskipun terdapat perbedaan pendapat
diantara beberapa ahli mengenai bagaimana aterosklerosis bermula, namun telah disetujui
bahwa ateroklerosis merupakan penyakit progresif, dapat dikurangi dan pada beberapa kasus
dapat dihilangkan.
1. Tipe-Tipe Arteriosklerosis
a. Arteriolosclerosis adalah setiap pengerasan (dan hilangnya elastisitas) dari arteriol
(arteri kecil). Hal ini sering karena hipertensi.
b. Aterosklerosis adalah pengerasan pembuluh darah karena plaque. Atherosclerosis
ateromatosa khusus adalah bentuk paling umum dari arteriosclerosis. Aterosklerosis
ditandai dengan penebalan intima dengan plak yang mungkin mengandung lipid sarat
makrofag ("sel busa"). Plak mengandung lemak bebas (kolesterol, dll) dan rentan
terhadap kalsifikasi dan ulserasi.
c. Arteriosklerosis obliterans biasanya terlihat dalam arteri sedang dan besar dari
ekstremitas bawah. Ditandai dengan fibrosis dan kalsifikasi intima media. Lumen
kapal dapat dihilangkan atau menyempit nyata.
d. Medial sclerosis kalsifikasi (sklerosis Monckeberg kalsifikasi) terlihat terutama pada
orang tua, umumnya dalam arteri tiroid dan uterus. Ditandai dengan kalsifikasi dari
lamina elastis internal tetapi tanpa penebalan intima atau penyempitan.
2. Gejala Arteriosklerosis
Gejala klinis :
a. Sesak napas mulai dengan napas yang terasa pendek
b. Sewaktu melakukan aktivitas yang cukup berat, yang biasanya tak menimbulkan
keluhan. Makin lama sesak makin bertambah, sekalipun melakukan aktivitas ringan.
c. Klaudikasio intermiten, suatu perasaan nyeri dan keram di ekstremitas bawah, terjadi
selama atau setelah olah raga
d. Peka terhadap rasa dingin
e. Perubahan warna kulit
f. Pemeriksaan Laboratorium
g. Kadar kolesterol di atas 180 mg/dl pada orang yang berusia 30 tahun atau kurang,
atau di atas 200 mg/dl untuk mereka yang berusia lebih dari 30 tahun, dianggap
beresiko khusus mengidap penyakit arteri koroner.
h. Pemeriksaan Radiografik.
3. Penyebab dan Faktor Risiko Arteriosklerosis
Ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu:
a. usia,
b. jenis kelamin,
c. ras,
d. riwayat keluarga.
Risiko aterosklerosis koroner meningkat dengan bertambahnya usia; penyakit yang serius
jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan antara usia dan timbulnya penyakit
mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor- faktor
aterogenik. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan
kemudian menjadi sama rentannya seperti pria; diduga oleh adanya efek perlindungan
estrogen. Orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit
putih. Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara atau orang
tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan
timbulnya aterosklerosis premature. Pentingnya pengaruh genetik dan lingkungan masih
belum diketahui. Komponen genetik dapat diduga pada beberapa bentuk aterosklerosis yang
nyata, atau yang cepat perkembangannya, seperti pada gangguan lipid familial. Tetapi,
riwayat keluarga dapat pula mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti
misalnya gaya hidup yang menimbulkan stres atau obesitas.
Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses
aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, merokok,
gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori. Penyakit
jantung akibat insufisiensi aliran darah koroner dapat dibagi menjadi 3 jenis yang hampir
serupa.:
a. Penyakit Jantung arteriosklerotis
b. Angina
c. Pektoris
d. Infark miokardium
Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang mendahului atau
menyertai awitan penyakit jantung koroner. Kondisi terseut dinamakan faktor resiko karena
satu atau beberapa diantaranya, dianggap meningkatkan resiko seseorang untuk mengalami
pemyakit jantung koroner.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada tubuh normal jaringan agar berfungsi dengan normal membutuhkan sirkulasi
darah yang baik, keseimbangan cairan tubuh intra-dan ekstravaskuler dan
konsentrasi zat-zat dalam cairan yang tetap termasuk elektrolit.
2. Gangguan peredaran cairan tubuh, darah dan elektrolit dapat menyebakan
kelainan seperti endema, Hemoragi, Hiperemi, Syok, Trombus, Infark dan
gangguan metabolisme kalsium.
3.