Makalah Paradigma Ilmu Thomas s
-
Upload
umi-rosidah -
Category
Documents
-
view
1.738 -
download
11
Transcript of Makalah Paradigma Ilmu Thomas s
1
PARADIGMA ILMU THOMAS S. KUHN
I. Biografi Singkat Thomas S. Kuhn
Thomas Samuel Kuhn lahir di Cicinnati, Ohio Amerika Serikat, pada
tanggal 18 juli 1922. Kuhn lahir dari pasangan Samuel L, Kuhn seorang Insinyur
industri dan Minette Stroock Kuhn. Dia mendapat gelar B.S di dalam ilmu fisika
dari Harvard University pada tahun 1943 dan M.S. Pada tahun 1946. Pada tahun
1949 mendapatkan gelar Ph.D di tempat yang sama dalam bidang Ilmu fisika.
Setelah meninggalkan Harvard dia belajar di Universtitas Berkeley di California
dan kemudian menjadi pengajar di departemen filosofi dan sains. Dia menjadi
profesor sejarah ilmu pada 1961. Sealain itu Khun mendapat anugrah gelar guru
besar dari Princeton University dalam bidang filsafat dan sejarah sains pada tahun
1964. Selanjutnya pada tahun 1983 Ia dianugrahi gelar professor untuk kesekian
kalinya, kali ini dari massachuseits Institute of university dan meninggal pada usia
73 tahun pada tanggal 17 Juni 1996.
Karya yang dihasilkan oleh Kuhn cukup banyak, akan tetapi yang paling
terkenal dan paling banyak mendapat sambutan dari filusuf dan ilmuan adalah The
Structure Of Scientific Revolution, sebuah buku yang di terbitkan oleh University
of Chichago Press pada tahun 1962. Buku ini terjual lebih dari satu juta copy
dalam 16 bahasa dan menjadi buku bacaan dalam pengajaran-pengajaran
pendidikan, sejarah, psikologi, riset, sejarah dan filsafat sains.
II. Paradigma Ilmu Thomas S. Kuhn
Pandangan Kuhn tentang ilmu dan perkembangannya pada dasarnya
merupakan respon terhadap pandangan kalangan positivisme logis dan Popper.
Kalangan positifisme logis ini dikenal dengan Vienna Circle (lingkaran wina),
yang mengemukakan bahwa teori-teori baru dalam ilmu pengetahuan alam
(natural science) ditetapkan melalui “verifikasi”. Menurut Muslih, dalam
pandangan Vienna circle proses verifikasi dan konfirmasi-eksperimentasi
merupakan langkah dan proses dalam pengembangan ilmu, sekaligus sebagai
2
garis pembeda antara ilmu dengan yang bukan ilmu.1 Sementara Popper dengan
falsifikasinya, menganggap proses perkembangan ilmu dilakukan dengan proses
eksperimentasi untuk membuktikan salah suatu teori ilmu dan juga refutasi
(penyangkalan suatu teori), selama suatu teori bisa bertahan dalam upaya
falsifikasi selama itu pula teori tersebut tetap kokoh. Dua pandangan tersebut
tmpak seperti berbeda, akan tetapi pada dasarnya memiliki kesamaan yang cukup
fundamental, yaitu keduanya jelas memiliki nuansa positivistik dan cenderung
objektifistik, yang cenderung memisahkan antara ilmu dan unsur-unsur
subjektifitas dari ilmuan; keduanya juga memandang, proses perkembangan ilmu
adalah dengan jalan linier-akumulasi dan eliminasi.2
Kuhn menolak pandangan Vienna circle dan Popper tentang kemajuan
ilmiah yang bersifat akumulatif (evolusioner) tersebut, menerutnya ilmu harus
dilihat dari perspektif sejarah, dalam arti sejarah ilmu. Jika Popper menggunakan
sejarah ilmu sebagai bukti untuk mempertahankan pendapatnya, Kuhn justru
menggunakan sejarah ilmu sebagai titik tolak penyelidikannya. Karena kemajuan
ilmiah itu bersifat revulusioner, bukan berdasarkan upaya-upaya membuktikan
salah sutau sistem yang bersifat akumulatif. Sebab, sifat revolusioner hanya terasa
bagi mereka yang terkena dampaknya, atau mereka yang paradigmanya terkena
dampak dari perubahan revolusioner tersebut, maka “paradigma” ini menjadi
konsep sentral dalam pemikiran Kuhn.
Kuhn mengatakan paradigma yang dimaksudkan tidak sama dengan
“model” atau “pola”, melainkan lebih dari itu.3Paradigma dalam pandangan Kuhn
digunakan dalam dua arti. Pertama, sebagai keseluruhan konstelasi, nilai dan
teknik, dan sebagainya yang dimiliki bersama oleh anggota komunitas ilmiah
tertentu. Kedua, sejenis unsur dalam konstelasi tersebut, pemecahan teka-teki
yang konkret, yang digunakan sebagai model atau contoh, dapat menggantikan
kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar teka-teki sains yang normal, yang
1 Muhammad Muslih,Filsafat Ilmu(Yogyakarta: Belukar,2010), 1262 Ibid , 126-1273 Singgih, E.G., Kuhn dan Küng: “Perubahan Paradigma Ilmu dan Dampaknya Terhadap Teologi Kristen”, dalam buku Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama(Bandung: Mizan Pustaka, 2005), 54
3
masih tersisa.4 Menurut Muslih, Paradigma ilmu dianggap sebagai suatu skema
kognitif yang dimiliki bersama. Suatu paradigma ilmu akan memberi sekumpulan
ilmuwan cara untuk memahami alam ilmiah. Apabila ada seorang ilmuwan
memperhatikan suatu fenomena dan menafsirkan apa makna yang pemerhatiannya
itu, maka ilmuwan tersebut telah menggunakan suatu paradigma ilmu untuk
memberi makna bagi pemerhatiannya itu. Sedangkan yang dimaksud komunitas
ilmiah dalam pandangan Kuhn adalah apabila ada sekumpulan ilmuwan yang
memilih pandangan bersama tentang alam (yaitu pandangan ilmu bersama). Kuhn
menyimpulkan bahwa faktor hostoris yakni faktor nonmatematis-positivistik,
merupakan faktor penting dalam bangunan paradigma keilmuan secara utuh. Ilmu
pengetahuan terkait erat dengan nilai-nilai sosio-kultural, nilai-nilai budaya,
pertimbangan politik praktis dan lain sebagainya. Atas pandangannya yang
meyakini bahwa ilmu memiliki keterkaitan dengan faktor subjektifitas, dalam arti
konstruksi sosio-kultural dari komunitas ilmiah yang berwujud paradigma ilmu,
filsafat ilmu Kuhn disebut oleh kalangan positivism dengan psychology of
discovery, yang dibedakan dengan logic of discovery sebagaiman positivis.
Dengan demikian paradigma ilmu tidak lebih dari suatu konstruksi
segenap komunitas ilmiah, Dalam komunitas tersebut mereka membaca,
menafsirkan, mengungkap, dan memahami alam, sehingga menurut Kuhn
paradigmalah yang menentukan jenis-jenis eksperimen yang dilakukan oleh para
ilmuawan, tanpa paradigma tertentu para ilmuawan tidak bisa mengumpulkan
fakta-fakta, dengan tiadanya paradigma atau calon paradigma tertentu, semua
fakta yang mungkin sesuai dengan perkembangan ilmu tertentu tampak seakan
sama-sama relevan, akibatnya pengumpulan fakta hamper semuanya merupakan
aktivitas acak.
III. Pandangan Kuhn Tentang Perkembangan Ilmu dan Revolusi Ilmiah.
Menurut Hidayati seperti yang dikutip dari Chalmers, Kuhn berpendapat
bahwa cara ilmu berkembang (progress science) dapat diringkas dalam suatu
4 Singgih, E.G., Kuhn dan Küng: “Perubahan Paradigma Ilmu dan Dampaknya Terhadap Teologi Kristen”, dalam buku Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama(Bandung: Mizan Pustaka, 2005), 54
4
skema yang open-ended, artinya sebuah akhir yang selalu terbuka untuk
diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut. Skema itu ; adalah sebagai berikut :
Pra paradigma -Pra science – paradigma normal science – paradigma- anomali-
krisis – revolusi sains– ilmu normal baru- krisis baru.5
1. Pra paradigma-Pra science,
Pada tahap ini aktivitas-aktivitas ilmiah dilakukan secara terpisah
dan tidak terorganisir sebab persetujuan yang kecil dan bahkan tidak adanya
persetujuan tentang subjeck matter, problem-problem dan prosedur di antara
para ilmuwan yang bersaing. Hal ini disebabkan karena tidak adanya suatu
pandangan tersendiri yang diterima oleh semua ilmuan tentang suatu teori
(fenomena). Para ilmuwan yang bersaing tersebut kebanyakan mendukung
satu atau lain varian dalam teori tertentu, misalnya tentang sifat cahaya.
Teori Epicurus, teori Aristoteles, atau teori Plato, satu kelompok
menganggap cahaya sebagai partikel-partikel yang keluar dari benda-benda
yang berwujud; bagi yang lain cahaya adalah modifikasi dari medium yang
menghalang di antara benda itu dan mata; yang lain lagi menerangkan
cahaya sebagai interaksi antara medium dan yang dikeluarkan oleh mata. Di
samping itu ada ilmuwan yang membuat kombinasi dan modifikasi lain
yang masing-masing aliran tersebut mendukung teorinya sendiri-sendiri.
Sehingga teori-teori yang ada sebanyak jumlah pelaksanaannya di lapangan
dan setiap ahli teori itu merasa wajib memulai dengan yang baru dan
membenarkan pendekatannya sendiri yang hal tersebut berlangsung selama
kurun waktu tertentu sampai suatu paradigma tunggal diterima oleh semua
aliran yang dianut ilmuan tersebut dan ketika paradigma tunggal diterima,
maka jalan menuju normal science mulai ditemukan.
2. Paradigma normal science
5 Hidayati, “Paradigma Kuhn” dikutip dari Chalmers , Apakah Itu yang Dinamakan Ilmu?
Terjemahan oleh: Joesoef Isak.( Jakarta: Hasta Mitra, 1983)dalam http://blog.unsri.ac.id/hidayati/filsafat-ilmu/paradigma-kuhn/mrdetail/29380 , diakses 1 Juni 2011
5
Masih menurut hidayati yang dikutip dari Chalmers, Aktivitas yang
terpisah-pisah dan tidak terorganisasi yang mengawali pembentukan suatu
ilmu akhirnya menjadi tersusun dan terarah pada suatu paradigma tunggal
yang telah dianut oleh suatu masyarakat ilmiah, suatu paradigma yang terdiri
asumsi-asumsi teoritis yang umum dari hukum-hukum serta teknik-teknik
untuk penerapannya diterima oleh para anggota komunitas ilmiah, keadaan
seperti inilah yang dikatakan dalam tahapan paradigma normal sains. 6
Pada tahap yang kedua ini, tidak terdapat sengketa pendapat
mengenai hal-hal fundamental di antara para ilmuan sehingga paradigma
tunggal diterima oleh semuanya. Dan hal inilah merupakan ciri yang
membedakan antara normal science dan pra science. Paradigma tunggal
yang telah diterima tersebut dilindungi dari kritik dan falsifikasi sehingga ia
tahan dari berbagai kritik dan falsifikasi. Menurut Muslih, “normal science”
melibatkan usaha terperinci dan terorganisasi untuk menjabarkan paradigma
dengan tujuan memperbaiki keseimbangannya dengan alam (fenomena)
dengan memecahkan teka-teki science, baik teka-teki teoritis maupun teka-
teki eksperimental. Teka-teki teoritis meliputi perencanaan dan
mengembangkan asumsi yang sesuai untuk penerapan status hukum. Teka-
teki eksperimental meliputi perbaikan keakuratan observasi dan
pengembangan teknik eksperimen sehingga mampu menghasilkan
pengukuran yang dapat dipercaya. Contoh konsep yang disepakati pada
tahapan normal sains ini adalah pada abad ke-18, paradigma tentang Optik
karya Newton yang mengajarkan bahwa cahaya adalah partikel yang sangat
halus yang diterima oleh komunitas ilmiah pada zaman tersebut.
Menurut Yudi, Dalam tahap normal science ini terdapat tiga fokus
bagi penelitian sains faktual, yaitu:
1. Menentukan fakta yang penting.
6 Hidayati, “Paradigma Kuhn” dikutip dari Chalmers , Apakah Itu yang Dinamakan Ilmu? Terjemahan oleh: Joesoef Isak.( Jakarta: Hasta Mitra, 1983)dalam http://blog.unsri.ac.id/hidayati/filsafat-ilmu/paradigma-kuhn/mrdetail/29380 , diakses 1 Juni 2011
6
2. Menyesuaikan fakta dengan teori. Upaya menyesuaikan fakta dengan
teori ini lebih nyata ketergantungannya pada paradigma. Eksistensi
paradigma itu menetapkan dan menyusun masalah-masalah yang harus
dipecahkan;( seringkali paradigma itu secara implisit terlibat langsung
di dalam desain peralatan yang mampu memecahkan masalah tersebut )
3. Mengartikulasikan teori paradigma dengan memecahkan beberapa
ambiguitasnya yang masih tersisa dan memungkinkan pemecahan
masalah yang sebelumnya hanya menarik perhatian saja7
3. Anomali-Krisis
Dalam wilayah “normal science” ini seringkali ada permasalahan
yang tidak terselesaikan dan banyak diantaranya amat penting menurut
asumsi komunitas ilmuan yang pada akhirnya akan muncul keganjilan-
keganjilan, ketidaktepatan,dan penyimpangan-penyimpangan dari hal-hal
yang biasa maka oleh Kuhn situasi ini disebut anomali. Jika anomali
semakin banyak hingga suatu komunitas ilmiah mengumpulkan data-data
yang tidak sejalan dengan pandangan paradigma mereka, serta mulai
mempersoalkan kesempurnaan paradigmanya, maka semenjak itu ilmu
tersebut masuk dalam masa Krisis. Biasanya krisis ini timbul setelah
mengalami sains normal dalam waktu yang lama, dan hal ini merupakan
suatu fase yang harus dilewati untuk menuju kemajuan ilmiah karena
dengan adanya krisis, suatu komunitas ilmiah akan berusaha menyelesaikan
krisis tersebut, hal inilah yang disebut proses sains luar
biasa. Pada proses sains luar biasa ini, komunitas ilmiah akan dihadapkan
pada dua pilihan, apakah akan kembali pada cara-cara yang lama atau
berpindah pada sebuah paradigm baru, jika dia memilih yang kedua maka
terjadilah apa yang disebut oleh Kuhn “revolusi sains” (revolutionary
science).
7 Yudi ,”Paradigma Ilmu Pengetahuan Menurut Thomas S. Kuhn” (http://yherpansi.wordpress.com/2009/11/10/paradigma-kuhn/), diakses 3 Juni 2011
7
4. Revolusi sains– ilmu normal baru- krisis baru
Revolusi sains merupakan episode perkembangan non-kumulatif,
dimana paradigma lama diganti sebagian atau seluruhnya oleh paradigma
baru yang ber-tentangan. Transformasi-transformasi paradigma yang
berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lainnya melalui
revolusi, adalah pola perkembangan yang biasa dari sains yang telah
matang. Jalan revolusi sains menuju sains normal bukanlah jalan bebas
hambatan.8 Karena banyak sekali ilmuwan setelah mengalamai krisis,
mereka memilih bertahan dengan paradigma lama dalam ilmu normal,
karena menurut singgih mengikuti paradigma baru membawa dampak yang
berat bagi studi dan kegiatan mereka.9
Oleh sebab itu perlu usaha keras untuk mencapai ilmu normal baru.
Maka sesudah komunitas ilmiah mengalami revolusi sains mereka harus
menyusun diri kembali dengan menggunakan paradigma baru, maka ia akan
memilih nilai-nilai, norma-norma, asumsi, bahasa-bahasa, dan cara-cara
memahami alam ilmiah dengan cara baru. Inilah yang disebut proses
pergeseran paradigma ( paradigm shift) walaupun kadang-kandang Kuhn
juga menyebutnya dengan perubahan paradigma (paradigm change). Proses
peralihan komunitas ilmiah dari paradigma lama ke paradigma baru yang
berlawanan inilah yang dimaksud oleh Kuhn sebagai revolusi science. Oleh
karena itu, menurut Kuhn, perkembangan ilmu itu tidak secara komulatif
dan evolusioner tetapi, secara revolusioner, yakni membuang paradigma
lama dan mengambil paradigma baru yang berlawanan dan bertentangan.
Paradigma baru tersebut dianggap dan diyakini lebih dapat memecahkan
masalah untuk masa depan. Melalui revolusi science inilah menurut
Kuhn perkembangan ilmu akan terjadi. Dengan paradigma baru para
pengikutnya mulai melihat subjek matter dari sudut pandang yang baru dan
berbeda dengan yang semula, dan menggunakan teknik metodologinya yang
8Yudi ,”Paradigma Ilmu Pengetahuan Menurut Thomas S. Kuhn” (http://yherpansi.wordpress.com/2009/11/10/paradigma-kuhn/), diakses 3 Juni 20119 Singgih, E.G., Kuhn dan Küng: “Perubahan Paradigma Ilmu dan Dampaknya Terhadap Teologi Kristen” dalam buku Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama(Bandung: Mizan Pustaka, 2005), 54
8
lebih unggul dibanding paradigma klasik dalam memecahkan masalah yang
dihadapi. Berdasarkan paradigma baru inilah tradisi ektra ordinari science
dilakukan oleh para komunitas ilmuan yang mendukungnya dan sampai
pada tahap tertentu dapat meyakinkan para pendukung paradigma klasik
tentang keberadaan paradigma baru yang lebih mendekati kebenaran dan
lebih unggul dalam mengatasi science di masa depan. Apabila paradigma
tersebut dapat diterima dan dapat bertahan dalam kurun waktu tertentu maka
dia ilmu tersebut akan menjadi ilmu normal yang baru, dan kemungkinan
akan ditemukan anomali-anomali dan terjadi krisis baru begitu seterusnya.
Akan tetapi apabila para pendukung paradigma klasik tetap keras kepala
terhadap paradigma yang dianutnya dengan berusaha melakukan upaya
pemecahan-pemecahan science normal berdasarkan paradigmanya
walaupun berhasil mengatasi permasalahan itu revolusi besar dan kemajuan
science tidak terjadi. Mereka tetap berada dan terperangkap dalam situasi
normal science dan tetap sebagai ilmuan biasa. Menurut Kuhn, tidak ada
paradigma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan (anomali),
sebagai konsekwensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk
mendobrak keluar dari satu paradigma ke paradigma lain yang lebih baik,
inilah fungsi revolusi tersebut.
IV. Komentar Mengenai Konsep Revolusi Science Kuhn
Jika mengikuti model konsep Kuhn tentang perkembangan ilmu tersebut,
maka merupakan suatu kekeliruan serius jika seorang ilmuan hanya memegang
satu paradigma klasik saja, jika pada saat tersebut anomali-anomali sedang
menyerang paradigmanya secara fundamental, meskipun tidak ada argumen logis
yang dapat memaksa ilmuan untuk melakukan konversi paradigma. Karena tidak
mungkin satu ilmu dapat di gunakan di seluruh disiplin ilmu dalam jangka waktu
yang lama dan terus menerus, hal ini disebabkan karena paradigma lahir menurut
jamannya. Setiap paradigma yang muncul adalah suatu cara untuk mengatasi dan
menjawab teka-teki ataupun permasalahan yang dihadapi pada jaman tertentu.
Jika mengikuti pendapat Kuhn, bahwa ilmu pengetahuan itu terikat oleh ruang dan
9
waktu, maka sudah jelas bahwa suatu paradigma hanya cocok dan sesuai untuk
permasalahan yang ada pada saat tertentu saja. Sehingga apabila dihadapkan pada
permasalahan berbeda dan pada kondisi yang berlainan, maka perpindahan dari
satu paradigma ke paradigma yang baru yang lebih sesuai adalah suatu keharusan.
Sebagaimana dalam ilmu-ilmu sosial yang berparadigma ganda, usaha-
usaha dalam menemukan paradigma yang lebih mampu menjawab permasalahan
yang ada dan sesuai dengan perkembangan jaman harus terus dilakukan.
Perpaduan antara paradigma fakta sosial, paradigma perilaku sosial, dan
paradigma definisi sosial yang masing-masing mempunyai perbedaan dan
berlawanan diformulasikan dalam suatu paradigma yang utuh yang dapat
memecahkan permasalahan yang lebih kompleks seiring dengan perkembangan
jaman. Dari hal tersebut menjadi sebuah cerminan adanya suatu kemajuan dalam
bidang tertentu karena terjadi revolusi-revolusi yang ditandai adanya perpindahan
dari paradigma klasik ke paradigma baru. Dengan pepindahan paradigma tersebut
memungkinkan munculnya theori-theori keilmuan yang baru yang dapat
menciptakan ilmu baru.
DAFTAR PUSTAKA
10
Aribah Marleny. Peran Sejarah Dalam Revolusi Sains,
http://filsafat.kompasiana.com/2010/05/27/sekilas-tentang-periodesasi-
ilmu- hingga-lahirnya-paradigma-kuhn/, diakses 28 Mei 2011
Hidayati, Paradigma Kuhn,http, //blog.unsri.ac.id/hidayati/filsafat-
ilmu/paradigma-kuhn/mrdetail/29380, diakses 1 Juni 2011
Kebung, kondrad. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. 2011
Loekisno .Paradigm Sift Thomas Kuh, http://loekisno.wordpress.com
/2008/02/07/shift-paradigm-thomas-kuhn/,diakses 27 Mei 2011
Muslih, Muhammad. Filsafat Ilmu.Yogyakarta: Belukar, 2010, cet ke-6
Singgih, E.G., Kuhn dan Küng: Perubahan Paradigma Ilmu dan Dampaknya
Terhadap Teologi Kristen, dalam buku Zainal Abidin Bagir. Integrasi
Ilmu dan Agama. Bandung: Mizan Pustaka, 2005
Udin. Paradigma Thomas S. Kuhn.
http://blog.unsri.ac.id/udin_dot/bacaan/paradigma-thomas-s.-
kuhn/mrdetail/26957 tgl 03 juni 2011
Yudi. Paradigma Ilmu Pengetahuan Menurut Thomas S. Kuhn
http://yherpansi.wordpress.com/2009/11/10/paradigma-kuhn/, diakses 28
Mei 2011