MAKALAH PAKrev
-
Upload
rizka-isti-qomarya -
Category
Documents
-
view
130 -
download
1
Transcript of MAKALAH PAKrev
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja (Kep.Pres Nomor 22
Tahun 1993). Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit
artifisial atau man made disease. WHO membedakan empat kategori Penyakit
Akibat Kerja yaitu:
1) Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.
2) Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya
Karsinoma Bronkhogenik.
3) Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebabdi antara faktor-
faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
4) Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.
Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang disebabkan oleh bebeerapa
faktor (multikausa faktor), faktor penyebab tersebut tergantung pada bahan yang
digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, dan lain-lain.
Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 faktor yaitu:
1) Faktor fisik, terdiri dari: suara (bising), radiasi, iklim (panas/dingin), vibrasi
(getaran), dan pencahayaan.
2) Faktor kimia, yang terdiri dari bahan kimiawi yang digunakan dalam proses
kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu,
uap, gas, larutan, awan atau kabut.
3) Faktor biologis, terdiri dari bakteri, virus atau jamur, tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme hidup lainnya.
4) Faktor fisiologis merupakan faktor yang bersumber dari ketidaksesuaian,
ketidakharmonisan antara kondisi tenaga kerja dengan factor dan
lingkungan kerja.
5) Faktor psikososial, faktor yang ditimbulkan oleh adanya stress mental di
lingkungan kerja.
1
Salah satu faktor penyebab terjadinya Penyakit Akibat kerja adalah faktor
fisiologi yang merupakan faktor yang berhubungan dengan cara kerja, posisi
kerja, alat kerja, lingkungan kerja, tata letak/layout kerja yang tidak ergonomis.
Faktor fisiologis ini dikenal juga dengan istilah ergonomi. Ergonomi
menurut ACGIH (American Conference of Governmental Industrial Hygiene)
didefinisikan sebagai aplikasi ilmu pengetahuan ke lapangan yang mempelajari
dan mendesain interaksi antara manusia dan mesin untuk mencegah kesakitan dan
injury dan untuk meningkatkan performa kerja dan untuk memastikan bahwa
pekerjaan dan tugas didesain sedemikian rupa untuk kesesuaian dengan
kemampuan manusia.
Jika cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja tidak ergonomis
atau tidak sesuai dengan kondisi pekerja maka akan menimbulkan efek negatif
terhadap pekerja tersebut. Efek yang ditimbulkan dari faktor fisiologis ini
diantaranya adalah kelelahan fisik, nyeri otot, deformitas tulang, perubahan
bentuk tulang, dan dislokasi. Salah satu penyakit akibat kerja yang ditimbulkan
dari faktor fisiologis ini adalah Musculoskeletal disorders (MSDs)
Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian
otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan
sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam
jangka waktu yang lama akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada
sendi, ligamen dan tendon (Grandjean, 1993).
Musculoskeletal disorders termasuk dari pembengkakan dan dampak
degenarif kondisi otot, tendon, ligament, sendi pembuluh perifer dan pembuluh
darah. Bagian utama tubuh yang terlibat adalah punggung, leher, bahu, lengan
bawah dan tangan (extrimitas bagian atas), meskipun bagian extrimitas bawah
perlu juga mendapatkan perhatian lebih.
Berdasarkan hasil survey Departemen Kesehatan RI dalam profil masalah
kesehatan tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5% penyakit yang diderita
pekerja berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang dialami
pekerja menurut studi yang dilakukan terhadap 482 pekerja di 12 kabupaten/kota
di Indonesia, umumnya berupa gangguan MSDs (16%), kardiovaskuler (8%),
gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%) dan gangguan THT (1.5%)
2
(Depkes RI, 2005). Sedangkan hasil studi laboratorium Pusat Studi Kesehatan
dan Ergonomi ITB pada tahun 2006-2007, diperoleh data bahwa sebanyak 40-
80% pekerja melaporkan keluhan pada musculoskeletal sesudah bekerja (dalam
Mega Octarisya, 2009).
Banyak studi mengenai faktor yang turut berkontribusi terhadap MSDs
pada pekerjaan pengelasan, salah satunya disebabkan oleh posisi yang buruk
(jongkok, berlutut dan over head), berat alat yang tidak standar, posisi leher dan
bahu statis dengan mendongak ke atas (Humantech 2003). Fakta mengenai risiko
yang ditimbulkan dari faktor pekerjaan, menurut Grandjen (1993) adalah sikap
kerja yang tidak alamiah pada umumnya akan menyebabkan terjadinya keluhan
otot skeletal.
Jenis pekerjaan yang masih menggunakan tenaga manusia (manual
handling) merupakan salah satu jenis pekerjaan yang berisiko terhadap MSDs.
Hal ini disebakna karena jenis pekerjaan tersebut melakukan kegiatan yang
berulang, penggunaan tenaga berlebih, vibrasi, tekanan mekanis, dan postur tubuh
Pekerjaan memanen kelapa sawit termasuk salah satu jenis pekerjaan yang
berisiko terkena MSDs.
Hasil penelitian Hendra dan Suwandi (2008), diketahui bahwa pekerjaan
pemanenan kelapa sawit dan pemuatannya ke atas truk mempunyai skor REBA
antara 8–10 atau risiko tinggi yang memerlukan tindakan perbaikan segera.
Keluhan MSDs terbanyak dialami pada bagian leher dan punggung bawah, yaitu
masing-masing sebanyak 98 responden. Sedangkan keluhan paling sedikit adalah
pada bagian pantat/bokong.
Indonesia sebagai negara yang masih mengandalkan sektor pertanian
sebagai penyumbang devisa negara juga berpotensi mempunyai persoalan
kesehatan kerja di sektor pertanian. Data mengenai kasus kecelakaan dan
gangguan kesehatan akibat kerja pada industri pertanian masih sangat terbatas
khususnya perkebunan kelapa sawit. Aktivitas kerja di perkebunan kelapa sawit
khususnya pekerjaan pemanenan masih dilakukan secara manual dan
mengandalkan tenaga manusia. Kondisi ini tentu saja berpotensi untuk
menimbulkan permasalahan khususnya MSDs terhadap pekerja pemanenan.
Sampai saat ini belum ada data yang tercatat dengan lengkap khususnya
3
mengenai gangguan MSDs yang dialami oleh pekerja panen sawit sebagai
dampak dari pekerjaannya. Oleh sebab itu diperlukannya kegiatan HIRAC
(Hazard, Identification, and Risk Assesment) untuk kegiatan deteksi dini MSDs
pada lingkungan kerja yang berisiko terkena MSDs. Selain itu pengelolaan
manajemen K3 juga diperlukan untuk tindakan pengendalian dan pencegahan
MSDs di suatu perusahaan kelapa sawit. Disamping itu, dengan belum
diketahuinya tingkat risiko pekerjaan pemanenan dan permasalahan lain yang
terkait dengan keluhan MSDs pada pekerja pemanenan mendorong penulis untuk
meneliti mengenai tingkat risiko fisiologi/ergonomik pekerjaan pemanenan dan
hubungannya dengan keluhan MSDs di PT. Cipta Futura Palembang
I.2. Tujuan
1. Mengetahui faktor penyebab fisiologi terjadinya Musculoskletal Disorders.
2. Mengetahui bagaimana menentukan HIRAC Musculoskletal Disorders di
PT. Cipta Futura Palembang.
3. Menentukan pengelolaan management yang tepat terhadap keluhan
Musculoskletal Disorders pada pekerja.
4. Memberikan rekomendasi management beruba hazard ellimination,
substitution, engineering control, adminstrative control serta penggunaan
APD dalam penanggulangan dan pencegahan terjadinya Musculoskletal
Disorders pada pekerja.
4
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Musculoskeletal Disorders (MSDs)
MSDs adalah cidera atau penyakit pada sistem syaraf atau jaringan seperti
otot, tendon, ligament, tulang sendi, tulang rawan atapun pembuluh darah. Rasa
sakit yang akibat MSDs dapat digambarkan seperti kaku, tidak fleksibel,
panas/terbakar, kesemutan, mati rasa, dingin dan rasa tidak nyaman. Keluhan
muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh
seseorang dari mulai keluhan ringan hingga keluhan yang terasa sangat sakit.
Apabila otot statis menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu
yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi,
ligamen dan tendon. Hal inilah yang menyebabkan rasa sakit, keluhan ini disebut
keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem
Musculoskeletal (Humantech, 2003).
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Menurut Katharine et al. (2005), Cummulative
Trauma Disorders (CTD) atau biasa juga disebut MSDs adalah nyeri
muskuloskeletal yang tetap dan selalu muncul akibat trauma setelah 6 (enam)
minggu dengan tingkat keluhan: ‘mild’, ‘moderate’ dan ‘severe discomfort’.
II.1.1. Jenis – Jenis MSDs
Secara garis besar keluhan otot dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera
hilang apabila pembebanan di hentikan.
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap,
walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
terus berlanjut. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena
kontraksi otot yang terlalu berlebihan akibat pembebanan kerja yang terlalu
panjang dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan
5
otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot berkisar antara 15-
20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi
20% maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi
yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke
otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai
akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya
rasa nyeri otot (Suma‟mur,1996).
Berikut akan dijelaskan berbagai macam jenis-jenis keluhan
Musculoskeletal Disorders diantara lain:
1. Sakit Leher
Sakit leher adalah penggambaran umum terhadap gejala yang mengenai
leher, peningkatan tegangan otot atau myalgia, leher miring atau kaku leher.
Pengguna komputer yang terkena sakit ini adalah pengguna yang
menggunakan gerakan berulang pada kepala seperti menggambar dan
mengarsip, serta pengguna dengan postur yang kaku.
2. Nyeri Punggung
Nyeri punggung merupakan istilah yang digunakan untuk gejala nyeri
punggung yang spesifik seperti herniasi lumbal, arthiritis, ataupun spasme
otot. Nyeri punggung juga dapat disebabkan oleh tegangan otot dan postur
yang buruk saat menggunakan komputer;
3. Carpal Turner Syndrome
Merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan dan pergelangan tangan
yang diakibatkan iritasi dan nervus medianus. Keadaan ini disebabkan oleh
aktivitas berulang yang menyebabkan penekanan pada nervus medianus.
Keadaan berulang ini antara lain seperti mengetik, arthritis, fraktur
pergelangan tangan yang penyembuhannya tidak normal, atau kegiatan apa
saja yang menyebabkan penekanan pada nervus medianus;
4. De Quervains Tenosynovitis
Penyakit ini mengenai pergelangan tangan, ibu jari, dan terkadang lengan
bawah, disebabkan oleh inflamasi tenosinovium dan dua tendon yang
berasa di ibu jari pergelangan tangan. Aktivitas berulang seperti
mendorong space bardengan ibu jari, menggenggam, menjepit, dan
6
memeras dapat menyebabkan inflamasi pada tenosinovium. Gejala yang
timbul antara lain rasa sakit pada sisi ibu jari lengan bawah yang dapat
menyebar ke atas dan ke bawah;
5. Thoraic Outlet Syndrome
Merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu, lengan, dan tangan yang
ditandai dengan nyeri, kelemahan, dan mati rasa pada daerah tersebut.
Terjadi jika lima saraf utama dan dua arteri yang meninggalkan leher
tertekan. Thoracic Outlet Syndrome disebabkan oleh gerakan berulang
dengan lengan diatas atau maju kedepan. Pengguna komputer beresiko
terkena sindrom ini karena adanya gerakan berulang dalam
menggunakan keyboard dan mouse;
6. Tennis Elbow
Tennis elbow adalah suatu keadaan inflamasi tendon ekstensor, tendon yang
berasal dari siku lengan bawah dan berjalan keluar ke pergelangan
tangan.Tennis elbow disebabkan oleh gerakan berulang dan tekanan pada
tendon ekstensor.
7. Low Back Pain
Low back pain terjadi apabila ada penekanan pada daerah lumbal yaitu L4
dan L5. Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan posisi tubuh membungkuk
ke depan maka akan terjadi penekanan pada discus.Hal ini berhubungan
dengan posisi duduk yang janggal, kursi yang tidak ergonomis, dan
peralatan lainnya yang tidak sesuai dengan antopometri pekerja.
II.1.2. Gejala-Gejala MSDs
Menurut Suma‟mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa dirasakan oleh
seseorang adalah:
1. Leher dan punggung terasa kaku.
2. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas.
3. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.
4. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.
5. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri
disertai bengkak.
7
6. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.
7. Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan
serta kehilangan kepekaan.
8. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi
rasa panas.
II.1.3. Faktor – Faktor Timbulnya Keluhan MSDs
MSDs merupakan kumpulan penyakit yang disebabkan oleh beberapa
faktor risiko, beberapa faktor risiko tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga
kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan manusia atau pekerja (Pheasant, 1991;
Oborne, 1995).
1. Faktor Pekerjaan
a. Postur Kerja
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian
tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh
dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja
tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan
kemampuan pekerja (Grandjen, 1993). Berdasarkan hasil penilitian Hendra dan
Raharjo (2008), diperoleh bahwa skor risiko (REBA) pada pekerjaan pemuatan
kelapa sawit ke dalam truk sebesar 8-10/high risk, dan 83,7% dari 117 pekerja
merasakan keluhan MSDs pada leher dan punggung bawah.
Ada dua aspek dari postur tubuh yang dapat menyebabkan keluhan
muskuloskeletal. Pertama berhubungan dengan posisi tubuh. Sebaga contoh
bekerja dengan tubuh yang membungkuk kedepan, kebelakang, atau tubuh yang
berkelok-kelok. Contoh lain posisi tubuh yang berbahaya termasuk mengjangkau
benda diatas bahu, menjangkau benda dibelakang tubuh, memutar lengan,
membengkokkan pergelangan tangan ke depan, belakang, atau kesamping. Jika
salah satu bagian tubuh dekat dengan tubuh dari jarak jangkaunya, maka tidak
akan terjadi penarikan dan tekanan pada tendon dan saraf. Pengunaan posisi tubuh
tertentu dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal.
Aspek kedua yang memiliki kontribusi terhadap keluhan muskuloskeletal
yaitu meletakkan leher dan bahu pada posisi tertentu. Untuk melakukan
8
pergerakan pada lengan, otot-otot pada leher dan bahu akan berkontraksi dan akan
terus berkontraksi selama pekerjaan tersebut berlangsung. Kontraksi yang terjadi
akan menekan pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya aliran darah
pada otot-otot tangan yang sedang bekerja. Bagaimanapun, dalam kondisi
demikian demikian dibutuhkan darah yang banyak karena kerja otot yang terus-
menerus. Dua hal dapat terjadi disini. Otot-otot leher atau bahu akan menjadi
sangat lelah meskipun hanya melakukan sedikit gerakan atau tidak ada gerakan
sama sekali. Pada saat yang bersamaan pengurangan aliran darah ke tangan akan
mempercepat kelelahan yang terjadi pada otot. Kedua hal ini akan memudahkan
terjadinya cedera
Adapun posisi-posisi janggal adalah sebagai berikut:
b. Pengulangan yang Berkali-kali (Repetition Injury)
Resiko MSDs meningkat jika salah satu bagian tubuh yang sama
digunakan secara berulang-ulang. Pekerjaan yang dilakukan secara berulang-
ulang akan menyebabkan kelelahan, kerusakan jaringan, dan kadang-kadang nyeri
dan rasa tidak nyaman (discomfort). Hal ini dapat terjadi bahkan ketika tenaga
yang digunakan sedikit dan postur yang tidak terlalu berbahaya. Dalam
melakukan pekerjaan yang berulang-ulang, tidak cukup hanya memperitungkan
berapa seringnya pekerjaan itu diulangi, tetapi juga mencakup:
berapa lama seserorang melakukan pekerjaan tersebut,
posture yang diperlukan, dan
jumlah tenaga yang diberikan.
9
c. Durasi
Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi didefinisikan
sebagai durasi singkat jika < 1 jam per hari, durasi sedang yaitu 1-2 jam per hari,
dan durasi lama yaitu > 2 jam per hari. Durasi terjadinya postur janggal yang
berisiko bila postur tersebut dipertahankan lebih dari 10 detik (Brief Survey
Methode dalam Humantech, 2003). Berdasarkan hasil studi Octarisya (2009),
diketahui bahwa 59,3% pekerja yang mengalami keluhan MSDs diakibatkan oleh
aktifitas mengangkat/manual handling dengan total waktu kerja selama 6 jam
setiap hari.
d. Beban Kerja
Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
gangguan otot rangka. Berat beban yang direkomendasikan adalah 23-25 kg,
sedangkan menurut Departemen Kesehatan (2009) mengangkat beban sebaiknya
tidak melebihi dari aturan yaitu lakilaki dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-
18 tahun) sebesar 12-15 kg. Berdasarkan studi oleh European Campaign On
Musculoskeletal Disorders terhadap 235 juta pekerja di beberapa negara Eropa
pada tahun 2008, diperoleh 18% pekerja telah mengalami MSDs diakibatkan
pekerjaan memindahkan benda berat dari container setiap harinya.
e. Tenaga Kerja Berlebihan
Kerja yang dipaksa menunjuk pada berapa banyak otot melakukan
pekerjaan dan berapa banyak tekanan yang diberikan pada tubuh. Semua
pekerjaan membutuhkan kerja dari otot dengan tingkat tekanan yang berbeda-
beda. Meskipun sutu pekerjaan memberikan tekanan yang berbeda-beda pada
setiap otot, hal ini dapat sangat berbahaya pada bagian otot yang lain yang dapat
menyebabkan kerusakan pada otot atau tendonnya, persendian atau jaringan lunak
lainnya. Cidera yang terjadi dapat disebabkan oleh satu jenis gerakan saja atau
gerakan yang sangat berbahaya. Cidera tersebut paling sering disebabkan karena
tekanan pada otot dari yang sedang hingga yang berat yang dilakukan secara
terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dan/atau posisi tubuh yang tidak
sesuai.
10
Beberapa pekerjaan dapat memberikan resiko yang berbeda-beda pada
setiap bagian tubuh. Misalnya, mengangkat beban berat yang jauh dari tubuh
meningkatkan tekanan pada diskus vertebra dan tulang belakang pada punggung
bawah. Hal ini berpotensi mengakibatkan kerusakan pada diskus vertebra dan
tulang belakang itu sendiri.
f. Alat Perangka/Genggaman
Menurut Tarwaka (2004) pada saat tangan harus memegang alat ataupun
menekan tombol, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan
langsung dari pegangan alat, apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa
nyeri otot menetap. Berdasarkan hasil studi Susan et al. (2004), permasalahan
ergonomi pada operator mesin dan assembler adalah ketika tangan digunakan
untuk menghidupkan mesin (seperti mendorong tombol dan menekan panel),
menggenggam besi untuk membuka kotak, memegang benda atau pun alat kerja
dengan ujung jari (Susan, 2005).
2. Faktor Lingkungan
a. Getaran
Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini akan menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
penimbunan asam laktat meningkat dan akibatnya menimbulkan rasa nyeri otot
(NIOSH, 1997). Hal yang sama ditemukan oleh John (2007) bahwa getaran yang
berlebihan menyebabkan rasa sakit pada otot, sendi dan organ-organ internal;
menyebabkan mual dan trauma ke tangan, lengan, kaki dan kaki.Getaran diukur
dengan arah, kecepatan dan frekuensi pada tubuh.
b. Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,
kepekaan dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya menjadi lamban, sulit
bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot (NIOSH, 1997).
Berdasarkan hasil penelitian John (2007), sebuah rentang suhu nyaman pada
umumnya adalah 68-74 derajat Fahrenheit dan dipengaruhi juga oleh beban kerja
fisik dengan kelembaban antara 20 sampai 60 persen.
3. Faktor Pekerja
a. Usia
11
Menurut Oborne (1995) keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang
pada usia kerja yaitu 24-65 tahun. Keluhan pertama biasa dialami pada usia 35
tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur.
Sedangkan menurut Bridger (2003), sejalan dengan meningkatnya usia akan
terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi di saat seseorang
berusai 30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan
jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan
sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi
berkurang.
b. Jenis Kelamin
Dalam pendesainan suatu beban tugas harus diperhatikan jenis kelamin
pemakainya bahwa kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria,
keluhan otot juga lebih banyak dialami wanita dibandingkan pria (Oborne, 1995).
Menurut Michael (2001) dalam hasil studinya menemukan bahwa pekerja wanita
memiliki asosiasi kuat dalam munculnya keluhan MSDs. Berdasarkan laporan
yang diterimanya, pekerja wanita mempunyai risiko lebih dari dua kali lipat.
c. Waktu Kerja
Penentuan waktu dapat diartikan sebagai teknik pengukuran kerja untuk
mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai suatu unsur pekerjaan
tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula serta untuk menganalisa
keterangan itu hingga ditemukan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan
pekerjaan itu pada tingkat prestasi tertentu. Berdasarkan hasil studi mengenai
keluhan MSDs pada supir bis yang dilakukan oleh Karuniasih (2009), diketahui
bahwa supir yang telah bekerja/mengendarai lebih dari 2 jam merasakan
pegalpegal pada punggung dan leher.
d. Masa Kerja
Ohlssson et al (1989) melaporkan bahwa terjadinya peningkatan derajat
keeratan (OR) antara nyeri pada leher dan bahu dengan masa kerja yang
bergantung pada usia kerja. Derajat peningkatan keluhan MSDs semakin
bertambah ketika masa kerja seseorang semakin lama. Berdasarkan penilitian
yang dilakukan Octarisya (2009), didapatkan bahwa sebesar 66,7% pekerja yang
12
IDENTIFIKASI
RISK ASSESSMENT
PENGENDALIAN
EVALUASI
MONITORING
berumur lebih dari 15 tahun telah mengalami MSDs, diantaranya pada bagian
bahu kanan dan kiri, leher dan punggung bawah.
e. Indeks Masa Tubuh
Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi status gizi
pekerja. Dihitung dengan rumus BB2/TB, adapun menurut WHO (2005)
dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus (< 18,5) normal (18,5-25) dan gemuk (25-
30) serta obesitas (> 30). Kaitan IMT dengan MSDs adalah semakin gemuk
seseorang makan bertambah besar risikonya untuk mengalami MSDs. Hal ini
dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk
menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung
bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan meyebabkan penekanan pada
bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan
HC dan Horn SE. 1998).
II.2. HIRAC Musculoskletal Disorders
II.1.1. Hazard, Identification, and Risk Assessment (HIRAC)
Hazard, Identification, and Risk Assessment (HIRAC) adalah salah satu
kegiatan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di perusahaan,
merupakan dasar dalam menyusun dasar kerja K3 yang berupaya untuk
mengidentifikasi bahaya dan risiko, serta upaya mengurangi faktor bahaya secara
terarah dan penerapan.
Kegiatan ini merupakan salah satu pendekatan dalam penanganan faktor
gangguan K3 di tempat kerja yang bertujuan untuk meminimalisir kecelakaan
kerja dan timbulnya penyakit akibat kerja sehingga tercapai efektivitas dan
produktivitas perusahaan. Kegiatan HIRAC ini terdiri dari:
13
II.2.2. Identifikasi Hazard dan Risiko Pada Pekerja Pemanaen Kelapa Sawit
PT. Cipta Futura Palembang
PT. Cipta Futura Palembang merupakan salah satu perusahaan kelapa
sawit yang terletak di Palembang. Aktifitas produksi hingga menghasilkan
produk CPO (crude palm oil) bermutu tinggi dijalankan melalui beberapa tahapan
mulai dari pembukaan lahan perkebunan, pembibitan kelapa sawit, pengelolaan
kebun sehingga dapat memproduksi produksi tandan buah segar (TBS),
pengolahan TBS menjadi CPO di pabrik pengolahan kelapa sawit, analisis kadar
minyak CPO hingga siap dijual ke konsumen.
Pengidentifikasian hazard dan risiko pada PT. Cipta Futura Palembang
dapat dilihat dari aktivitas – aktivitas produksi yang dilakukan, hal ini disebabkan
karena pada setiap tahap produksi terdapat kemungkinan munculnya risiko bahaya
terhadap pekerja terkait dengan alat kerja, postur tubuh, tata tempatr kerja dan
lain-lain. Salah satu aktivitas atau tahap yang memiliki risiko tinggi terhadap
keluhan MSDs adalah tahap pemanenan kelapa sawit.
Aktivitas pemanenan kelapa sawit yang dilakukan secara manual berisiko
untuk menyebabkan gangguan otot rangka atau musculoskeletal disorders
(MSDs). Hal ini dikarenakan bekerja secara manual, pohon sawit yang tinggi,
tandan buah segar (TBS) sawit yang berat, dan kondisi lingkungan. Pekerjaan
terdiri dari pemanenan (memotong pelepah dan TBS, memasukkan TBS ke dalam
angkong, dan mendorong angkong berisi TBS ke tempat penampungan hasil
(TPH) dan pemuatan TBS ke truk pengangkut. Dapat dikategorikan bahwa
pekerjaan memanen kelapa sawit memiliki risiko tinggi terhadap munculmya
MSDs.
Hal ini dapat dilihat dari proses kerja pemanenan kelapa sawit yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
(1) Sebelum melakukan pemanenan TBS, buruh panen terlebih dahulu
membersihkan pelepah yang sudah mati dan yang menghalangi TBS yang
akan dipotong.
(2) Pada saat penelitian dilakukan, kondisi kebun sudah berumur lebih dari 15
tahun, dengan demikian tinggi pohon kelapa sawit rata-rata di atas 3 meter.
14
(3) Tahap pemanenan, yang terdiri dari pemotongan pelepah dan TBS,
memasukkan TBS ke dalam angkong, dan membawa TBS dengan angkong
ke TPH . TBS yang telah jatuh didekat pohon atau sekitar piringan,
dikumpulkan di dekat ‘angkong’ yang digunakan untuk mengangkut TBS
dari dalam kebun ke tempat pengumpulan hasil (TPH). Pemanen memuat
angkong dengan 2-3 TBS, tergantung ukuran dan berat TBS. Umumnya
berat TBS berkisar antara 15 – 50 kg. Apabila TBS ukuran besar, maka satu
angkong hanya berisi 2 TBS, tetapi untuk TBS ukuran kecil, angkong dapat
diisi 3 TBS.
(4) TBS yang dikumpulkan di TPH ditandai (dinomori) dengan kode tertentu
yang menunjukkan blok/petak dan inisial pemanen. memperlihatkan
pemanen mengumpulkan TBS di dalam kebun dan memasukkan ke dalam
angkong untuk dibawa ke TPH.
(5) Setelah TBS terkumpul di TPH, maka tukang muat akan memuat TBS ke
atas truk. Proses pemuatan ini sering dilakukan oleh 2 (dua) orang tukang
muat karena berat TBS bias mencapai 50 kg. Apabila berat TBS masih di
bawah 30 kg satu orang pemuat mampu mengangkat TBS tersebut ke atas
truk. Alat bantu yang digunakan adalah “tojok”.
15
Dibawah ini merupakan gambar beberapa aktivitas pemanenan kelapa
sawit:
16
Berdasarkan deskripsi proses kerja memanen dan memuat sawit di atas
dapat dilihat bahwa pekerjaan memanen sawit termasuk pekerjaan yang memiliki
risiko tinggi tehadap timbulnya MSDs. Faktor fisiologi/ergonomi merupakan
salah satu faktor utama munculnya keluhan MSDs pada pekerja pemanen kelapa
sawit, hal tersebut diantaranya postur tubuh pekerja yang salah, beban kerja yang
berat, lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan kondisi pekerja, dan sebagainya.
Pada umumnya keluhan yang dirasakan oleh sebagian besar pekerja adalah
pada bagian leher dan punggung bawah. Sedangkan keluhan yang paling sedikit
dirasakan adalah keluhan pada bagian pantat/bokong.
Berikut adalah beberapa faktor fisiologi yang menyebabkan timbulnya
keluhan Musculoskletal Disorders pada pekerja pemanen kelapa sawit:
1. Tingginya pohon sawit sehingga saat melakukan pemotongan pelepah dan
TBS pekerja melakukan pekerjaan sambil menengadah (overhead job)
2. Ukuran TBS yang besar dengan berat mencapai 50 kg menyulitkan pekerja
untuk mengangkat dan memindahkan TBS
3. Alat bantu kerja yang masih tradisional memaksa pekerja untuk
mengeluarkan tenaga yang besar untuk melakukan pekerjaan.
4. Aktivitas pemuatan TBS ke dalam truk dengan cara mengangkut,
menunduk. memutar pinggang dan melempar yang dilakukan berulang –
ulang merupakan posisi tubuh yang dapat menimbulkan keluhan MSDs.
17
II.2.3. Tabel Identifikasi Penilaian Risiko dan Perencanaan Pengendalian K3
PT. Cipta Futura Palembang
Name of Company : PT. Cipta Futura Palembang
Type of Industry : Oil Palm Company
SAFETY MANAGEMENT
HAZARD IDENTIFICATION AND RISK ASSESSMENT
Work Place/Processing Unit: Pemanenan Kelapa Sawit Number of Workers : 10
Work Activity: memotong pelepah daun
TBS, mengumpulkan TBS yang jatuh,
mengangkut TBS ke dalam
angkong,memindahkan TBS ke truk dengan
cara melempar.
No.Faktor
Penyebab
HI
(Gangguan/Bahaya)
RA Level
Risiko
Upaya yang
sudah
dilakukan
Rekomendasi/
Saran
1. Fisiologi
/Ergonomi:
- Posisi
tubuh saat
bekerja
- Aktivitas
pemuatan TBS
ke dalam truk
dengan cara
mengangkut,
menunduk.
memutar
pinggang dan
melempar yang
dilakukan
berulang –
ulang.
- Menurun-kan konsen-trasi kerja
- Timbul rasa lelah pada pung-gung dan pinggang
- Bahu terasa pegal dan nyeri.
- Menim-bulkan ketega-ngan otot sehingga bahu,
B2- Pengatu-
ran waktu istirahat.
- Penggu-naan APD berupa sarung tangan dan rompi/pelindung bahu.
- Melakukan rotasi kerja secara rutin.
- Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkala.
- Mengadakan training mengenai posisi yang benar dan tepat dalam mengangkut beban yang berat.
- Memberikan pelatihan mengankat beban yang aman.
18
- Beban
kerja yang
berat
pung-gung dan pinggang terasa sakit.
- Low Back Pain
- Mengatur jarak antara lokasi TPH dengan truk pengangkut agar tidak terlalu jauh, sehingga jarak yang ditempuh dapat dipersingkat.
- Aktivitas
pemotongan
pelepah TBS
yang tinggi
sehingga
melakukan
pekerjaan
sambil
mengadah
(overhead job).
- Menim-
bulkan
kelela-
han pada
leher.
- Timbul
ketega-
ngan otot
dan
mening-
katkan
tekanan
pada
syaraf.
B2 - Pengatu-ran waktu istirahat.
- Melaku-kan program shift kerja.
- Melakukan rotasi kerja secara rutin.
- Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkala.
- Ukuran TBS
yang besar dan
berat mencapai
50 kg
menyulitkan
pekerja untuk
mengangkut dan
memindahkan
TBS.
- Menurun-kan konsen-trasi kerja.
- Timbul rasa lelah pada pada bahu dan pung-gung.
- Timbul rasa lelah
B2 - Pengatu-ran waktu istirahat.
- Penggu-naan alat bantu mekanis tradisio-nal.
- Melakukan rotasi kerja secara rutin.
- Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkala.
- Mengatur jarak antara lokasi TPH dengan truk pengangkut agar tidak
19
seluruh badan.
- Menim-bulkan ketega-ngan otot dan timbul rasa sakit pada otot rangka.
- Low Back Pain
terlalu jauh, sehingga jarak yang ditempuh dapat dipersingkat.
- Penggunaan alat bantu mekanis modern.
II.3. Rekomendasi Management Pengendalian Risiko Bahaya MSDs
II.3.1. Hazard Elimination
Hazard elimination merupakan upaya pengendalian hazard dengan cara
menghilangkan/mengurangi faktor bahaya dan risiko yang mungkin timbul.
Upaya hazard elimination ini harus sejalan dan tidak mengurangi efektivitas dan
efisiensi proses produksi. Hazard elimination yang dapat dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan munculnya keluhan Musculoskeltal Disordes
diantaranya:
20
1. Mengurangi intensitas pemakaian alat penggenggam tangan seperti tang,
atau tombol panel.
2. Hindari penggunaan alat yang memiliki getaran yang tinggi.
3. Jangan membuat tombol/switch yang hanya dioperasikan dengan satu atau
beberapa ujung jari. Melakukan penekanan dengan satu atau beberapa
ujung jari berulang-ulang untuk jangka yang lama akan mengakibatkan rasa
lelah dan rasa kaku pada jari-jari tangan. Desain tombol/swit yang
digenggam atau berbentuk lempeng panjang akan lebih baik daripada yang
menggunakan cara penekanan dengan satu atau beberapa ujung jari.
4. Kurangi gerakan kepala yang berlebihan. Objek yang terletak diluar
lapangan penglihatan binokuler, mengakibatkan kepala harus banyak
bergerak untuk membatasi situasi tersebut. Dengan menata posisi pekerja
yang tepat, atau penyesuaian bangku kerja dapat mengatasi masalah ini.
5. Kurangi kompresi pada jaringan tubuh. Ujung pegangan peralatan kerja,
misal kape/penggaruk sisa cat tembok yang kurang memadai dapat
menekan a. ulnaris yang terletak dipangkal pergelangan tangan, sehingga
menimbulkan rasa nyeri dan kesemutan dijari manis dan klingking.
Memodifikasi pegangan peralatan tersebut dengan menambah tonjolan
yang terletak diantara ibu jari dan telunjuk, menyebabkan beban utama
tekanan akan berpindah ketempat ini yang relatif bebas dari aliran
pembuluh darah.
6. Kurang berat beban yang diangkat.
7. Kurangi jarak dan frekuensi pengankutan beban.
8. Memastikan ada tidak ada hambatan antara pekerja dan beban diangkat.
II.3.2. Subtitution
Subtitusi adalah upaya pengendalian gangguan K3 melalui penggantian
peralatan/bahan kerja dan/atau penggantian tempat kerja. Syarat dari substitusi ini
sendiri ada;ah tidak mengurangi kualitas dan kuantitas produksi hasil kerja. Upaya
substitusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan
munculnya keluhan Musculoskeltal Disordes diantaranya:
1. Ubah atau memodifikasi peralatan, terutama peralatan yang menimbulkan
getaran berlebihan.
21
2. Ubah atau modifikasi area kerja untuk mencegah agar kulit tidak terkena
tepian yang tajam.
II.3.3. Engineering Control
Engineering control adalah upaya pengendalian yang dilakukan pada
sumbernya. Tindakan ini dilakukan jika hazard tidak dapat dieliminasi maupun
disubstitusi, engineering control yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan munculnya keluhan Musculoskeltal Disordes diantaranya:
1. Mengatur tata letak tempat kerja atau mesin sehingga pekerja dapat
berpindah tempat secara efisien.
2. Modifikasi proses kerja, seperti pengaturan shift kerja, pengaturan waktu
istirahat, rotasi tempat kerja, dan sebagainya.
3. Atur lokasi awal dan akhir pengangkutan beban, untuk membatasi jarak
yang ditempuh selama pengangkutan beban.
4. Sediakan ruang kerja yang leluasa sehingga gerakan atau postur tubuh
pekerja tidak terbatas (menghindari postur janggal).
5. Pastikan lantai tempat kerja dalam keadaan yang baik dan aman.
6. Menggunakan alat bantu/peralatan mekanis untuk mengangkut beban yang
berat seperti lift table, hoist, trolley,crane, conveyor, hand truck, dan
sebagainya.
7. Sediakan tempat istirahat di setiap workstation, untuk menghilangkan rasa
lelah.
II.3.4. Adminstrative Control
Adminstrative control merupakan upaya yang mendukung program
pengendalian hazard K3 dan meningkatkan keberhasilan program. Adminstrative
control yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan munculnya
keluhan Musculoskeltal Disordes diantaranya:
1. Mengatur jadwal kerja, disini termasuk jadwal istirahat pekerja.
2. Mengatur shift kerja.
3. Melakukan rotasi kerja secara rutin.
22
4. Mengadakan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
5. Memperbaiki perencanaan tugas kerja atau job redesign. Kemampuan
seseorang yang ditugaskan untuk pekerjaan dengan aktivitas mengangkat
beban harus selaras dengan kebutuhan proporsi fisik tugas kerja, oleh
karena itu perlu dilaksanakan pemeriksaan sebelum bekerja (Pre
Employment Health Examination) dan pemeriksaan untuk penempatan
tenaga kerja yang seksama.
6. Mengadakan evaluasi terhadap kinerja pekerja yang disesuaikan dengan
kemampuannya.
7. Mengadakan pendidikan dan pelatihan (training) terhadap pekerja
mengenai bagaimana postur tubuh yang baik dan ergonomis dalam
mengangkut barang dan sebagainya.
8. Pelatihan cara mengangkat beban yang aman, perbaikan sistem kerja dan
aplikasi teknologi baru untuk mengatasi penyimpangan perilaku dan tugas
kerja yang kurang memadai, harus dilaksanakan pada seluruh pekerja yang
ditugaskan untuk pekerjaan denga aktivitas mengangkat beban.
9. Memberikan pendidikan kepada pekerja agar mengenakan APD ketika
mengangkut beban.
II.3.5. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri (APD) merupakan upaya pengendalian hazard K3
terakhir dan/atau bersama strategi control hazard lainnya. Hal yang perlu
diperhatikan dalam pengelolaan APD ini adalah pemilihan APD secara tepat,
dipakai dengan benar, digunakan ketika dibutuhkan, dipelihara secara rutin, dan
disimpan dengan aman. APD yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan munculnya keluhan Musculoskeltal Disordes diantaranya:
1. Penyediaan APD berupa sarung tangan untuk mengangkat beban dan
pelindung lutut ketika berlutut kepada pekerja dan memastikan agar
pekerja menggunakannya ketika bekerja.
2. Penyediaan APD berupa pelindung bahu ketika pekerja mengankut beban
di bahu dan memastikannya pekerja menggunakannya ketika mengangkat
beban.
23
3. Menyimpan dan memelihara APD secara rutin dan berkala.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III.1. Kesimpulan
Salah satu faktor penyebab terjadinya Penyakit Akibat kerja adalah faktor
fisiologi yang merupakan faktor yang berhubungan dengan cara kerja, posisi
kerja, alat kerja, lingkungan kerja, tata letak/layout kerja yang tidak ergonomis.
Faktor fisiologis ini dikenal juga dengan istilah ergonomi.
24
Jika cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja tidak ergonomis
atau tidak sesuai dengan kondisi pekerja maka akan menimbulkan efek negatif
terhadap pekerja tersebut. Efek yang ditimbulkan dari faktor fisiologis ini
diantaranya adalah kelelahan fisik, nyeri otot, deformitas tulang, perubahan
bentuk tulang, dan dislokasi. Salah satu penyakit akibat kerja yang ditimbulkan
dari faktor fisiologis ini adalah Musculoskeletal disorders (MSDs)
Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian
otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan
sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam
jangka waktu yang lama akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada
sendi, ligamen dan tendon (Grandjean, 1993).
Faktor penyebab MSDs ini diantaranya: beban kerja yang berat, postur
tubuh yang salah/janggal ketika bekerja, aktivitas mengangkat beban (manual
handling) yang dilakukan berulang-ulang/repetition injury, penggunaan tenaga
yang berlebih, dan sebagainya. Jenis – jenis MSDs ini diantaranya adalah sakit
leher, Nyeri Punggung, Carpal Turner Syndrome (CTS), Low Back Pain, Tennis
Elbow, dan sebagainya. Dampak panjang dari MSDs ini adalah akan menurunkan
produktivitas dan kinerja pekerja.
II.2. Saran
Pengelolaan management Musculoskletal Disorders secara umum
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mengurangi atau mengeliminasi kondisi yang berpotensi bahaya
menggunakan pengendalian teknik.
2. Mengubah dalam praktek kerja dan kebijkan manajemen yang sering
disebut pengendalian administratif.
3. Menggunakan alat pelindung diri.
25
Pembuatan HIRAC pada suatu perusahaan sangat perlu untuk
mengidentifikasi dan menilai hazard dan risiko yang mungkin timbul. Sehingga
dapat mengurangu atau menghilangkan hazard yang terjadi. Jadi untuk
mengurangi keluhan MSDs yang disebabkan faktor fisiologi yang harus dilakukan
adalah mengadakan HIRAC di setiap tempat kerja (processing unit), kemudian
melakukan pengelolaan hazard dan risiko melalui pengelolaan K3.
DAFTAR PUSTAKA
Harianto, Sulistyo, Rachmawaty, dkk. Pola Kerja Sebagai Faktor Risiko
Terjadinya Occupational Overuse Syndrome Pada Pekerja Pria Perusahaan
Bubuk Detergen. 2006. Jurnal Universitas Medicina, Volume 25 Nomor 2.
http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2012/04/Ridwan.pdf
26
News medical. 2012. Apakah Carpal Tunnel Syndrome itu. From http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/carpal+tunnel+syndrome (diakses
tanggal 19 Desember 2012)
Rahardjo, Suwandi dan Hendra. 2009. Risiko Ergonomi dan Keluhan
Musculoskletal Disorders Pada Pekerja Panen Kelapa Sawit. Prosiding
Seminar Nasional ergonomi IX Universitas Diponogoro Semarang. .
http://staff.ui.ac.id/internal/132255817/publikasi/D11.pdf. (diakses 18
Desember 2012).
Sulistomo, Astrid. Diagnosis Penyakit Akibat kerja dan Sistem Rujukan.
2002. Cermin Dunia Kedokteran No. 136.
http://datastudi.files.wordpress.com/2010/02/kesehatan-kerja-
datastudi.pdf. (diakses 18 Desember 2012).
Tips for Eliminating and Controlling MSD Hazards, Workplace Safety North: A
Health&Safety Ontario Partner.
http://www.ohcow.on.ca/uploads/SudburyClinic/PDF/MSD_Prevention_
Toolbox_Part_3a_Getting_Started.pdf. (diakses 18 Desember 2012).
Yuli Ambarkati, Arum. 2012. Penyakit Akibat Kerja pada Perusahaan Garmen.
From http://olah-raga-indonesia.blogspot.com/2012/04/pak-pada-perusah
aan-garmen.html. (diakses tanggal 19 Desember 2012)
Yuniardi, Dewa. 2012. Pemilihan PKS yang Ideal Dalam Manajemen Kelapa
Sawit. From http://informasi-
kelapasawit.blogspot.com/2012/10/pemilihan-pks-yang-ideal-dalam.html
(diakses tanggal 19 Desember 2012)
Zulfiqor, Muhammad Taufik. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan
Muculoskletal Disorders Pada Welder Di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia Tahun 2010. 2010. Skripsi Program Studi Kesehatan
27
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/SKRIPSI%20MUHAMAD%20T
AUFIK%20ZULFIQOR.pdf. (diakses 18 Desember 2012).
28