Makalah Overmacht
-
Upload
dwicahjowo -
Category
Documents
-
view
103 -
download
7
description
Transcript of Makalah Overmacht
-
Kelompok VIII HALAMAN JUDUL
PERIKATAN DALAM ISLAM
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Hukum Perikatan
Dosen: Abdul Khair., M.H.
Disusun oleh
PURNOMO
NIM. 1302120246
M. ANDRE
NIM. 1302120225
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOI ISLAM
PRODI EKOMONI SYARIAH
TAHUN 2015M/1436 H
-
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala
rahmat dan karunia-Nya pada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan karya ilmiah ini berupa makalah ang berjudul Peikatan dalam Islam.
Makalah ini di tulis dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah
Hukum Perikatan.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiyah ini dapat diselesaikan berkat
dukungan dan bantun dari berbagai pihak yang secara langsung dan tidak langsung
memberikan kontribusi dalam penyelesaian makalah ini. Secara khusus pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak Abdul Khir.
MH. Sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan
penulis selama penyusunan karya ilmiah ini dari awal hingga karya ilmiah ini dapat
diselesaikan.
Segala kesempurnaan hanyalah milik Allah semata, sehingga kami sangat
menyadari apabila di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan sangat
jauh dari kata sempurna. Dengan ini kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnan makalah ini.
Semoga makalah sedehana ini dapat memberikan manfaat yang luar biasa
bagi kami sebagai tim penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian pada
umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Palangka Raya, April 2015
Penulis
-
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
PERIKATAN DALAM ISLAM .............................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
D. Batasan Masalah........................................................................................... 2
E. Metode Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. Pengertian Perikatan Dalam Islam ............................................................... 3
B. Kedudukan Hukum Perikatan Islam ............................................................ 5
C. Syarat-Syarat Perikatan dalam Islam ........................................................... 6
D. Syarat Sahnya Perikatan ............................................................................... 7
E. Asas-Asas Perikatan dalam Islam ................................................................ 7
F. Perbedaan Perikata Umum dengan Perikatan dalam Islam........................ 10
G. Berakhirnya Perikatan dalam Islam ........................................................... 10
BAB III ................................................................................................................. 12
KESIMPULAN ..................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ................................................................................................ 12
B. Saran ........................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14
A. Buku ........................................................................................................... 14
B. Internet ....................................................................................................... 14
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam literatur Ilmu Hukum, terdapat berbagai istilah yang sering
dipakai sebagai rujukan di samping istilah Hukum Perikatan untuk
menggambarkan ketentuan hukum yang mengatur transaksi dalam masyarakat.
ada yang menggunakan istilah hukum Perutangan, Hukum Perjanjian
ataupun Hukum Kontrak.
Manusia merupakan makhluk sosial, tidak dapat bertahan apabila tidak
ada bantuan dari orang lain. Maka dari itulah setiap manusia harus saling
membantu atau bahu-membahu tertama di sini dengan jalan mengadakan
perjanjian atau kontrak terhadap pihak yang bersangkutan. Akibat dai hal
demikian maka timbulah perikatan yang mana ada kewjiban yang harus dipenuhi
dan hal yang harus dituntut, sehingga tentunya harus adanya suatu aturan dalam
melakukan sebuah perikatan tersebut, terlebih lagi mayoritas Penduduk Negara
kita Indoesia adalahmenganut Agama Islam, maka perikatan tersebut harus
dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, sehingga
Islam pun mengatur sebuah tata cara Perikata dalam Islam.
B. Rumusan Masalah
Adapun hal-hal yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan
maklah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Perikatan dalam Islam dan Bagaimana Kedudukan
Hukumnya?
2. Bagaiman Syarat-syarat Perikata dalam Islam dan Sahnya Suatu Perikatan
dalam Islam?
3. Bagaiman Asas-asas Perikatan dalam Islam?
4. Bagaimana Perbedaan Perikatan Umum dengan Perikatan Islam?
5. Mengapa Perikatan Bisa Berakhir dalam Islam?
-
2
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini antara lain:
1. Agar Mengetahui dan Memahami Pengertian Perikatan dalam Islam dan
Bagaimana Kedudukan Hukumnya.
2. Agar Mengetahui Syarat-syarat Perikata dalam Islam dan Sahnya Suatu
Perikatan dalam Islam.
3. Agar Mengetahui Mengenai Asas-asas Perikatan dalam Islam.
4. Agar Mampu Memahami Perbedaan Perikatan Umum dengan Perikatan
Islam.
5. Mengetahui sebab Berakhirnya Perikatan dalam Islam.
D. Batasan Masalah
Mengingat begitu luasnya pembahasan masalah mengenai urain masalah
ini sesuai di atas , maka penulis memberikan batasan pembahasan tentang
makalah ini sesuai dengan yang terdapat dapat dalam rumusan masalah di atas.
Adapun hal-hal yang tidak termasuk dalam pembahasan di atas, penulis tidak
mengraikannya secara detail.
E. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini yaitu
denga telaah keperpustakaan (Library Risearch) dan telusur Internet (Web
Search) sebagai referensi yang ada kaitannya atau hubungannya dengan
pembuatan makalah ini dan disimpulkan dalam bentuk makalah.
-
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perikatan Dalam Islam
Perikatan dalam perspektif hukum Islam, sering diidentikan para ahli
dengan Akad, karena menyangkut keterlibatan kedua belah pihak segingga
menimbulkan hak dan kewajiban atau prestasi yang harus dipenuhi.1 Perkatan
dalam Islam atau akad secara terminology adalah berasal dari bahasa arab yaitu
al-rabth yang berarti tali atau ikatan, al-aqdatu yang berarti sambungan
dan al-ahdu yang berarti janji.2
Berdasarkan pengertian etimologis tersebut bahwa akad merupakan tali
yang mengikat seseorang dengan orang lainnya.Kemudian menurut Jumhur
Ulama dalam Kuzari pada kajian fikih muamalah, akad merupakan: sesuatu
yang dengannya sempurna perpaduan antara dua macam kehendak baik dengan
kata atau yang lainnya, dan karenanya timbul ketentuan/kepasrian pada dua
sisinya.3 Sementara dalam arti khusus, ulama fiqih sebagaimana yang dikutip
Syafeimendefinisikan bahwa akad adalah:
Perikatan yang ditetapkan dengan Iijab-qabul berdasarkan ketentuan
syara yang berdampak pada objeknya.4 Kemudian menurut al-Syiddieqy
bahwa akad merupakan suatu perbuatan yang dibuat dengan sengaja oleh
kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan atau kerelaan bersama.5
Hukum perikatan Islam yang dimaksud di sini, adalah bagian dari
hukum Islam bidang muamalah yang mengatur perilaku manusia di dalam
menjalankan hubungan ekonominya. Pengertian hukum perikatan Islam
menurut Prof. Dr. H. M. Tahir Azhari, SH. Adalah merupakan seperangkat
1 Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, h. 2. 2 Rahmad SyafeI, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Pelajar, 2001, h. 43. 3 Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, h. 1. 4 Rahmad SyafeI, Fiqih Muamalah, h. 44. 5 Hasbi al-Shiddieqiyy, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, h. 34.
-
4
kaidah hukum yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah (Al-Hadits), dan
Ar-Rayu (Ijtihad) yang mengatur tentang hubungna dua orang atau lebih
mengenai suatu benda yang dihalalkan menjadi objek suatu transaksi.
Lebih lanjut beliau menerangkan bahwa, kaidah kaidah hukum yang
berbuhungan langsung dengan konsep Hukum Perikatan Islam ini adalah yang
bersumber dari Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW (As-Sunnah).
Sedangkan kaidah-kaidah fikih berfungsi sebagai pemahaman dari syariah
yang dilakukan oleh manusia (para ulama mazhab) yang merupakan suatu
bentuk dari ijtihad.
Dari ketiga sumber tersebut, umat Islam dimanapun berrada dapat
mempraktekan kegiatan usahanya dalam kehidupan sehari-hari. Dari
pengertian diatas, tampak adanya kaitan yang erat antara Hukum Perikatan
(yang bersifat hubungan perdata) dengan prinsip kepatuahan dalam
menjalankan ajaran agama Islam yang ketentuannya terdapat dalam sumber-
sumber Hukum Islam tersebut. Hal ini menunjukan adanya sifat religius
transcendental yang terkandung dalam aturan-aturan yang melingkupi Hukum
Perikatan Islam itu sendiri yang merupakan pencerminan ototritas Allah SWT.
Tuhan Yang Maha Mengetahui segala tindak tanduk manusia dalam hubungan
sesamanya.6
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa substansi dari Hukum
Perikatan Islam lebih luas dari materi yang terdapat pada Hukum Perikatan
Perdata Barat. Hal ini dapat dilihat dari keterkaitan antara Hukum Perikatan itu
sendiri dengan Hukum Islam yang melingkupinya yang tidak semata-mata
mengatur hubungan antara manusia dengan manusia saja, tapi juga hubungan
antara manusia dengan Sang Pencipta (Allah SWT) dan dengan alam
lingkungannya.
6 Hasbi al-Shiddieqiyy, Pengantar Fiqh Muamalah,, h. 36.
-
5
B. Kedudukan Hukum Perikatan Islam
Hukum Perikatan Islam merupakan salah satu sumber dari hukum
nasional di bidang perikatan, di samping Hukum Perikatan Adat dan Hukum
Perikatan menurut KUHP Perdata. Walaupun secara formal yuridis hingga saat
ini belum ada pengaturan tersendiri tentang Hukum Perikatan Islam di
Indonesia, namun berdasarkan ketentuan Pasal 29 UUD 1945, umat Islam
dapat menjalankan ketentuan perikatan atas dasar keyakinan agama mereka.
Dalam tata urutan peraturan perundang- undangan nasional sudah tampak
pasal-pasal undamg-undang yangmengatur tentang belakunya Hukum Prikatan
Islam, seperti Pasal 1 butir 13 UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sehingga dalam produksi legislasi
nasionalpn Hukum Perikatan Islam sudah diakui dan dapat dipraktikan. Di
samping itu, karena perikatan Islam muncul di masyarakat dalam praktik
kehidupan sehari-sari, maka secara normatif hukum Perikatan Islam juga telah
berlaku di tanah air kita. 7
Menurut Pasal 11 Aturan Peralihan UUD 1945, sistem Hukum
Nasional yang berlaku sekarang ini berasal dari beberapa system hukum, yaitu:
1. Hukum Islam
2. Hukum produk Kolonial
3. Hukum adat
4. Hukum produk legislasi nasional
Menurut Prof. Dr. H. A. Gani Abdullah, SH., system pembentukan
hukum nasional yang dipilih adalah system unifikasi dari pada system
diferensiasi. Hal ini disebabkan karena adanya keragaman etnik dalam
masyarakat yang mengakibatkan adanya kergaman hukum, keragaman
keyakinan (penundukan hukum sesuai agama), dan keragaaman golongan
masyarakat Indonesia, maka diberlakukan norma hukum yangb dapat berlaku
bagi seluruh m,asyarakat karena adanya ketiga hal tersebut.
7 Ibid, h. 39.
-
6
Namun, system diferensiasi masih digunakan untuk Hukum Nasional
karena adanya piuralitas agama yang di anut. Ketentuan perundang-undangan
yang membenarkan system diferensiasi adalah:
1. Pasal 2 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974: Perkawinan belaku sah jika
dilakukan menurut kepercayaan agama masing-masing.
2. Pasal 29 Ayat (3) UU No. 5 Tahun 1960: Badan-badan agama diakui
haknya, hal-hal mengenai wakaf dalam Hukum Islam diakui, dan diatur oleh
Peratuaran Pemerintah.
3. PP No. 28 Tahun 1977, merupakan PP yang mengatur mengenai wakaf.
4. UU No. 7 Tahun 1989 tengtag Peradilan Agama dibuat untuk golongan
masyarakat tertentu, yaitu Islam. Dilihat dari UU ini, golongan warga
Negara Indonesia terdiri dari:
a. Golongan Islam
b. Golongan Non-Islam
C. Syarat-Syarat Perikatan dalam Islam
Syarat-syarat perikatan dalam Islam atau akad, yang mana akad akan
terjadi apabila telah memenuhi syarat pada:
1. Subjek Hukum (aqidain)
Menurut Ash-Shiddicqy, bahwa kedua belah pihak yang berakat
atau melakukan perjanjian harus cakap (ahliyatul aqidaini). Baik itu
peroranagan maupun dengan badan hukum atau institusi. Tidak akan sah
akad apabila dilakuan oleh orang gila, anak kecil yang belum mengetahui,
dsb.
2. Objek Hukum (mahallul aqad)
Objek akad atau perikatan haruslah dapat diterima secara hukum,
terutama hukum Islam. Kemudian selain itu, objek akad terbagi beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi yaitu:
-
7
a. objek perikatan harus ada ketika dilangsungkan atau tersedia untuk
diakadkan dan akad akan berakhir apabila objek tersebut telah
diserahkan kepada yag berha menerima. Islam tidak membolehkan
menjual objek yang belum waktunya, seperti menjual anak sapi ang
masih dalam kandungan atau menjual buah yang belum masak.
b. Objek akad atau perikatan dalam islam harus dibenarkan syariah.
Tidak dibenarkan objek prikatan yang haram, baik zat maupun cara
mendapatkannya. Inilah yang membedakan peikatan Islam dengan
perikatan umum.
c. Objek akad atau perikatan dalam Islam harus jelas dan dapat dikenali
dari jenis, bentuk, ukuran dan urgensi barang tersebut.
d. Objek dapat diserah terimakan pad asaat akad terjadi atau pada waktu
yang telah disepakati sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dalam
suatu transatksi.
D. Syarat Sahnya Perikatan
1. Halal
2. Sepakat
3. Cakap
4. Tanpa paksaan
5. Ijab & Kabul
6. Hal tertentu
7. Terang
8. Tunai8
E. Asas-Asas Perikatan dalam Islam
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, asas merupakan dasar atau
sesuatu yang dijadikan sebagai tumpuan berfikir.9 Degan demikian, asas
perikatan dalam Islam merupakan tumpuan berfikir dlam melakukan sesuatu
8 http:faqihregas.blogspot.com/2010/05/dasar-berlakunya-hukum-perikatan-islam.html.
(Di akses pada hari jumat, tgl 24 april pukul 09: 45 WIB). 9 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi 3, Jakarta:
Balai Pustaka, h. 70.
-
8
akad perjanjian terutama dalam koridor syariat Islam. Adapun asas yang
digunakan dalam perikatan Islam atau akad adalah di antaranya sebagai
beikut:10
1. Asas ketuhanan atau tauhid
Dalam ,muamalah, nilai-nilai ketauhidan tentu tidak terlepasdari itu.
Seseorang akan merasa ia diawasi oleh Allah SWT sehingga dapat berbuat
sekehendak dirinya. Dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan
kepada pihak kedua, masyarakat, diri sendiri dan yang terpenting Allah
SWT.11
2. Asas kebolehan
Segala kegiatan atau perbuatan adalah boleh (mubah), selama hal
tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan syariah atau dalil yang
mengharamkannya.12 Jadi melakukan transaksi dengan orang lain adalah
boleh selam tidak ada laangan Islam akan transaksi tersebut.
3. Asas keadilan
Dalam perikatan, keadilan menjadi perhatian, apalagi kalau dalam
perikatan Islam, hal tersebut didak dapat dipisahkan mengingat
mengharuskan keadilan. Dengan kata lain, pihak yang terilbat dituntut untuk
berlaku adil danbenar dalam menyatak, an kehendak atau berakad serta
memenuhi hak dan kewajiban dari perjanjian tersebut.13 Tidak ada penipuan
atau ketidak seimbangan.
4. Asas tertulis
10 Rahmati Trimorita Yulianti, Asas-asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak
Syariah, La-Riba: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. II, NO. I, Juli, 2008, h. 97-105. 11 A.M. Hasan Ali, Asuransi dalam Prespektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoitis dan praktis, cetakan 1, Jakarta: Kencana, 2004, h. 125-126 12 Imam Musbikin, Qawaid Al-Fiqhiyah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, h. 36. 13 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam, di Indonesia, cetakan 2, Jakarta: kereana, 2006,
h. 12
-
9
Dalam suatu akad perjanjian, hendaknya dilakukan secara tertulis
agar perikatan atau akad tersebut sangat jelas serta sebagai buktinyata
transaksi orang yang bersangkutan. Hali ini sebagaimana tercantum dalam
Al-Quran surah Al-BAqarah ayat 282-283.
5. Asas kerelaan atau konsensualisme
Dalam perikatan atau akad, hendaknya terjadi atas keelaan atau
kehendak masing-masing pihak yang terlibat. Tidak ada paksaan atau
ancaman dari pihak manapun, karena kalau dipandang dari perspektif Islam,
akad tidak sah meski hal tersebut tidak dapat diamati sedara fisik atau
tergantung pihaknya masing-masing.
6. Asas perjanjian itu mengikat
Maksud perjanjian di sini adalah, apabila ia melakukan perjanjian
kepada orang lain, maka ia akan terikat untuk memenuhi kewajiban dan
haknya. Dengan kata lain, ia terikat untuk wajib mengikuti isi perjanjian
yang sudah di sepakati bersama.
7. Asas persamaan hukum
Asas ini mengutamakan persaman hak dan kewajiban atau
persamaan derajat, tidak membeda-bedakan antara bangsa, kulit, kekayaan,
kekuasaan, jabatan, dsb. Segingga tidak ada pilih kasih dalam melaksanakan
akad atau transaksi.
8. Asas mendahulukan kewajiban dari pada hak
Dalam perjanjian atau akad, hendaknya pemenuhan kewajiban
merupakan hal yang harus diutamakan, agar suatu transaksi dapat berjalan
lebih serius serta ia dapat menuntut haknya.
9. Asas larangan merugikan oramg lain
-
10
Sebagaiman yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam
perjanjian atau akad, tidak dibenarkan salah satu pihak merugikan pihak
yang lain. Missal menjual barang yang status kualitas barangnya tidak jelas.
F. Perbedaan Perikata Umum dengan Perikatan dalam Islam
Pada hakikatnya, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa perikatan
memang identik dengan akad. Karena akad itu sendiri berarti ikatan secara
etimologi. Namun ada perbedaan yang jelas antara perikatan umum yang telah
ditetapkan oleh Undang-Undang denga perikatan dalam hukum Islam.
Perikatan dalam Islam sangat memperhatikan objek akad seperti yang
disebutkan sebelumnya. Yaitu apakah zat suatu benda itu halal atau haram, hal
tersebut sangat mempengaruhi sahnya suatu perikatan, perjanjian atau akad.
Tidak hanya zatnya, sumber penadapatan akad tersebut perlu dipertanyakan
bersala dari mana? Hal ini jarang terjadi dalam perikatan umum. Kalaupun ada
hanya sebatas menanyakan saja, tidak diproses secara lanjut.
Kemudian yang membedakan antara perikatan Islam dengan Perikatan
umum adalah tidak memakai sistem bunga pada suatu transaksi seperti
transaksi pembayaran pinjaman, gadai, bagi hasil, pembayaran krerit, dsb. Hal
ini menurut para ulama bunga itu disamakan dengan riba dan hukumnya haram.
Dalam perikatan Islam, yang dikenal hanyalah keuntungan yang disepakati
seperti jual beli murabahah, salam, istiishna, dsb. Jadi intinya perikatan dalam
Islam harus murni halal sesuai ketentuan syariat Islam.
G. Berakhirnya Perikatan dalam Islam
Akad atau perikatan dalam Islam dapat berakhir karena umumnya dua
hal, menurut Basyir, bahwa dua hal tersebut adalah telah tercapainya tujuan
akad dan fasakh atau waktunya berakhir karena sebab-sebab berikut:14
14 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, Yogyakarta: Bag Penerbit Fak
Hukum UII 2000, h. 85.
-
11
1. Difasakh karena adanya hal-hal yang dilarang syara, misalnya objek
akadnya diketahui dari hasil yang tidak halal atau jual beli barang yang tidak
memenuhi syarat kejelasan barang tersebut (gharar).
2. Karena pembeli memilih untuk membatalkan jual beli karena sebab-sebab
tertentu dalam khiyar, seperti ditemukan ada yang tidak sesuai pada barang
yang ia beli seperti adanya kecacatan.
3. Karena salah satu pihak membatalkan akad dengan catatan ada persetujuan
lain.
4. Karena kewajiban yang ditimbulkan oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh
pihak-pihak yang bersangkutan. Misalnya karena overmact, yaitu keadaan
yang membuat debitur tidak mampu memenuhi kewajiban di karenakan
faktor-faktor eksternal. Apabila pihak yang seharusnya memenuhi
kewajiban dengan sengaja tidak melakukannya, makadapat dilaporkan ke
badan hukum litigasi (peradilan) atau /dan non litigasi (arbitrase) terutama
yang telah distandarisasi syariah.
5. Kaena habis jangka waktunya, seperti dalam akad sewa menyewa dalam
jangka waktu tertentu dengan catatan harus dikembalikan secara utuh
apabila dalam penyewaaan barang.15
15 http:jyinshare.blogspot.com./2012/10/perikatan-dalam-islam.html. (di akses pada
hari saptu tgl. 25 April 2015 pukul 09: 00 WIB)
-
12
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Hukum perikatan Islam yang dimaksud di sini, adalah bagian dari hukum Islam
bidang muamalah yang mengatur perilaku manusia di dalam menjalankan
hubungan ekonominya.
2. Hukum Perikatan Islam merupakan salah satu sumber dari hukum nasional di
bidang perikatan, di samping Hukum Perikatan Adat dan Hukum Perikatan
menurut KUHP Perdata.
3. Syarat-syarat perikatan dalam Islam atau akad, yang mana akad akan terjadi
apabila telah memenuhi syarat pada: Subjek Hukum (aqidain) dan Objek Hukum
(mahallul aqad).
4. Syaat-syarat sahnya perikatan yaitu: halal, sepakat, cakap, tanpa paksaan, ijab &
Kabul, hal tertentu, terang, dan tunai.
5. Adapun asas yang digunakan dalam perikatan Islam atau akad adalah di antaranya
sebagai beikut: Asas ketuhanan atau tauhid, Asas kebolehan, Asas keadilan, asas
tertulis, asas kerelaan atau konsensualisme, Asas perjanjian itu mengikat, asas
pesamaan hukum, Asas mendahulukan kewajiban dari pada hak, asas dilalang
merugikan orang lain.
6. Pada hakikatnya, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa perikatan memang
identik dengan akad. Karena akad itu sendiri berarti ikatan secara etimologi.
Namun ada perbedaan yang jelas antara perikatan umum yang telah ditetapkan
oleh Undang-Undang denga perikatan dalam hukum Islam. Perikatan dalam Islam
sangat memperhatikan objek akad seperti yang disebutkan sebelumnya.
7. Akad atau perikatan dalam Islam dapat berakhir karena umumnya dua hal,
menurut Basyir, bahwa dua hal tersebut adalah telah tercapainya tujuan akad dan
fasakh atau waktunya.
-
13
B. Saran
Dengan selesainya makalah ini kami sangat berharap agar dapat
bemanfaat bagi pembaca. Makalah ini sangatlah jauh dari kesemurnaan,
maka dari itukami sangat mengaharapkan adanya kritik dan saran yang
dapat membangun diri para pembaca sekalian.
-
14
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Rahmad SyafeI, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Pelajar, 2001, h. 43.
Hasbi al-Shiddieqiyy, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1974.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi 3, Jakarta: Balai
Pustaka, 2002.
Rahmati Trimorita Yulianti, Asas-asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak Syariah,
La-Riba: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. II, NO. I, Juli, 2008.
A.M. Hasan Ali, Asuransi dalam Prespektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoitis dan praktis, cetakan 1, Jakarta: Kencana, 2004.
Imam Musbikin, Qawaid Al-Fiqhiyah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam, di Indonesia, cetakan 2, Jakarta: kereana, 2006.
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, Yogyakarta: Bag Penerbit Fak Hukum
UII 2000, h. 85.
B. Internet
http:faqihregas.blogspot.com/2010/05/dasar-berlakunya-hukum-perikatan-islam.html. (Di
akses pada hari jumat, tgl 24 april pukul 09: 45 WIB).
http:jyinshare.blogspot.com./2012/10/perikatan-dalam-islam.html. (di akses pada
harisaptu tgl. 25 April 2015 pukul 09: 00 WIB)
Kelompok VIII HALAMAN JUDUL PERIKATAN DALAM ISLAMKATA PENGANTARDAFTAR ISIBAB IPENDAHULUAN A. Latar belakangB. Rumusan MasalahC. Tujuan PenulisanD. Batasan MasalahE. Metode Penulisan
BAB IIPEMBAHASAN A. Pengertian Perikatan Dalam Islam B. Kedudukan Hukum Perikatan IslamC. Syarat-Syarat Perikatan dalam Islam D. Syarat Sahnya PerikatanE. Asas-Asas Perikatan dalam IslamF. Perbedaan Perikata Umum dengan Perikatan dalam Islam G. Berakhirnya Perikatan dalam Islam
BAB IIIKESIMPULANA. KesimpulanB. Saran
DAFTAR PUSTAKAA. BukuB. Internet