Makalah Overmacht

17
Kelompok VIII HALAMAN JUDUL PERIKATAN DALAM ISLAM Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah: Hukum Perikatan Dosen: Abdul Khair., M.H. Disusun oleh PURNOMO NIM. 1302120246 M. ANDRE NIM. 1302120225 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM JURUSAN EKONOI ISLAM PRODI EKOMONI SYARI’AH TAHUN 2015M/1436 H

description

Hukum Perikatan

Transcript of Makalah Overmacht

  • Kelompok VIII HALAMAN JUDUL

    PERIKATAN DALAM ISLAM

    Disusun untuk memenuhi salah satu tugas

    Mata Kuliah: Hukum Perikatan

    Dosen: Abdul Khair., M.H.

    Disusun oleh

    PURNOMO

    NIM. 1302120246

    M. ANDRE

    NIM. 1302120225

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

    FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

    JURUSAN EKONOI ISLAM

    PRODI EKOMONI SYARIAH

    TAHUN 2015M/1436 H

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Wr. Wb.

    Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala

    rahmat dan karunia-Nya pada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

    penyusunan karya ilmiah ini berupa makalah ang berjudul Peikatan dalam Islam.

    Makalah ini di tulis dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah

    Hukum Perikatan.

    Penulis menyadari bahwa karya ilmiyah ini dapat diselesaikan berkat

    dukungan dan bantun dari berbagai pihak yang secara langsung dan tidak langsung

    memberikan kontribusi dalam penyelesaian makalah ini. Secara khusus pada

    kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak Abdul Khir.

    MH. Sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan

    penulis selama penyusunan karya ilmiah ini dari awal hingga karya ilmiah ini dapat

    diselesaikan.

    Segala kesempurnaan hanyalah milik Allah semata, sehingga kami sangat

    menyadari apabila di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan sangat

    jauh dari kata sempurna. Dengan ini kami sangat mengharapkan kritik dan saran

    yang bersifat membangun demi kesempurnan makalah ini.

    Semoga makalah sedehana ini dapat memberikan manfaat yang luar biasa

    bagi kami sebagai tim penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian pada

    umumnya.

    Wassalamualaikum Wr. Wb.

    Palangka Raya, April 2015

    Penulis

  • iii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

    PERIKATAN DALAM ISLAM .............................................................................. i

    KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

    DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

    BAB I ...................................................................................................................... 1

    PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

    A. Latar belakang .............................................................................................. 1

    B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

    C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2

    D. Batasan Masalah........................................................................................... 2

    E. Metode Penulisan ......................................................................................... 2

    BAB II ..................................................................................................................... 3

    PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

    A. Pengertian Perikatan Dalam Islam ............................................................... 3

    B. Kedudukan Hukum Perikatan Islam ............................................................ 5

    C. Syarat-Syarat Perikatan dalam Islam ........................................................... 6

    D. Syarat Sahnya Perikatan ............................................................................... 7

    E. Asas-Asas Perikatan dalam Islam ................................................................ 7

    F. Perbedaan Perikata Umum dengan Perikatan dalam Islam........................ 10

    G. Berakhirnya Perikatan dalam Islam ........................................................... 10

    BAB III ................................................................................................................. 12

    KESIMPULAN ..................................................................................................... 12

    A. Kesimpulan ................................................................................................ 12

    B. Saran ........................................................................................................... 13

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14

    A. Buku ........................................................................................................... 14

    B. Internet ....................................................................................................... 14

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar belakang

    Dalam literatur Ilmu Hukum, terdapat berbagai istilah yang sering

    dipakai sebagai rujukan di samping istilah Hukum Perikatan untuk

    menggambarkan ketentuan hukum yang mengatur transaksi dalam masyarakat.

    ada yang menggunakan istilah hukum Perutangan, Hukum Perjanjian

    ataupun Hukum Kontrak.

    Manusia merupakan makhluk sosial, tidak dapat bertahan apabila tidak

    ada bantuan dari orang lain. Maka dari itulah setiap manusia harus saling

    membantu atau bahu-membahu tertama di sini dengan jalan mengadakan

    perjanjian atau kontrak terhadap pihak yang bersangkutan. Akibat dai hal

    demikian maka timbulah perikatan yang mana ada kewjiban yang harus dipenuhi

    dan hal yang harus dituntut, sehingga tentunya harus adanya suatu aturan dalam

    melakukan sebuah perikatan tersebut, terlebih lagi mayoritas Penduduk Negara

    kita Indoesia adalahmenganut Agama Islam, maka perikatan tersebut harus

    dilakukan dengan cara yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, sehingga

    Islam pun mengatur sebuah tata cara Perikata dalam Islam.

    B. Rumusan Masalah

    Adapun hal-hal yang menjadi rumusan masalah dalam pembahasan

    maklah ini adalah sebagai berikut:

    1. Apa Pengertian Perikatan dalam Islam dan Bagaimana Kedudukan

    Hukumnya?

    2. Bagaiman Syarat-syarat Perikata dalam Islam dan Sahnya Suatu Perikatan

    dalam Islam?

    3. Bagaiman Asas-asas Perikatan dalam Islam?

    4. Bagaimana Perbedaan Perikatan Umum dengan Perikatan Islam?

    5. Mengapa Perikatan Bisa Berakhir dalam Islam?

  • 2

    C. Tujuan Penulisan

    Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini antara lain:

    1. Agar Mengetahui dan Memahami Pengertian Perikatan dalam Islam dan

    Bagaimana Kedudukan Hukumnya.

    2. Agar Mengetahui Syarat-syarat Perikata dalam Islam dan Sahnya Suatu

    Perikatan dalam Islam.

    3. Agar Mengetahui Mengenai Asas-asas Perikatan dalam Islam.

    4. Agar Mampu Memahami Perbedaan Perikatan Umum dengan Perikatan

    Islam.

    5. Mengetahui sebab Berakhirnya Perikatan dalam Islam.

    D. Batasan Masalah

    Mengingat begitu luasnya pembahasan masalah mengenai urain masalah

    ini sesuai di atas , maka penulis memberikan batasan pembahasan tentang

    makalah ini sesuai dengan yang terdapat dapat dalam rumusan masalah di atas.

    Adapun hal-hal yang tidak termasuk dalam pembahasan di atas, penulis tidak

    mengraikannya secara detail.

    E. Metode Penulisan

    Adapun metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini yaitu

    denga telaah keperpustakaan (Library Risearch) dan telusur Internet (Web

    Search) sebagai referensi yang ada kaitannya atau hubungannya dengan

    pembuatan makalah ini dan disimpulkan dalam bentuk makalah.

  • 3

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Pengertian Perikatan Dalam Islam

    Perikatan dalam perspektif hukum Islam, sering diidentikan para ahli

    dengan Akad, karena menyangkut keterlibatan kedua belah pihak segingga

    menimbulkan hak dan kewajiban atau prestasi yang harus dipenuhi.1 Perkatan

    dalam Islam atau akad secara terminology adalah berasal dari bahasa arab yaitu

    al-rabth yang berarti tali atau ikatan, al-aqdatu yang berarti sambungan

    dan al-ahdu yang berarti janji.2

    Berdasarkan pengertian etimologis tersebut bahwa akad merupakan tali

    yang mengikat seseorang dengan orang lainnya.Kemudian menurut Jumhur

    Ulama dalam Kuzari pada kajian fikih muamalah, akad merupakan: sesuatu

    yang dengannya sempurna perpaduan antara dua macam kehendak baik dengan

    kata atau yang lainnya, dan karenanya timbul ketentuan/kepasrian pada dua

    sisinya.3 Sementara dalam arti khusus, ulama fiqih sebagaimana yang dikutip

    Syafeimendefinisikan bahwa akad adalah:

    Perikatan yang ditetapkan dengan Iijab-qabul berdasarkan ketentuan

    syara yang berdampak pada objeknya.4 Kemudian menurut al-Syiddieqy

    bahwa akad merupakan suatu perbuatan yang dibuat dengan sengaja oleh

    kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan atau kerelaan bersama.5

    Hukum perikatan Islam yang dimaksud di sini, adalah bagian dari

    hukum Islam bidang muamalah yang mengatur perilaku manusia di dalam

    menjalankan hubungan ekonominya. Pengertian hukum perikatan Islam

    menurut Prof. Dr. H. M. Tahir Azhari, SH. Adalah merupakan seperangkat

    1 Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, h. 2. 2 Rahmad SyafeI, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Pelajar, 2001, h. 43. 3 Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, h. 1. 4 Rahmad SyafeI, Fiqih Muamalah, h. 44. 5 Hasbi al-Shiddieqiyy, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, h. 34.

  • 4

    kaidah hukum yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah (Al-Hadits), dan

    Ar-Rayu (Ijtihad) yang mengatur tentang hubungna dua orang atau lebih

    mengenai suatu benda yang dihalalkan menjadi objek suatu transaksi.

    Lebih lanjut beliau menerangkan bahwa, kaidah kaidah hukum yang

    berbuhungan langsung dengan konsep Hukum Perikatan Islam ini adalah yang

    bersumber dari Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW (As-Sunnah).

    Sedangkan kaidah-kaidah fikih berfungsi sebagai pemahaman dari syariah

    yang dilakukan oleh manusia (para ulama mazhab) yang merupakan suatu

    bentuk dari ijtihad.

    Dari ketiga sumber tersebut, umat Islam dimanapun berrada dapat

    mempraktekan kegiatan usahanya dalam kehidupan sehari-hari. Dari

    pengertian diatas, tampak adanya kaitan yang erat antara Hukum Perikatan

    (yang bersifat hubungan perdata) dengan prinsip kepatuahan dalam

    menjalankan ajaran agama Islam yang ketentuannya terdapat dalam sumber-

    sumber Hukum Islam tersebut. Hal ini menunjukan adanya sifat religius

    transcendental yang terkandung dalam aturan-aturan yang melingkupi Hukum

    Perikatan Islam itu sendiri yang merupakan pencerminan ototritas Allah SWT.

    Tuhan Yang Maha Mengetahui segala tindak tanduk manusia dalam hubungan

    sesamanya.6

    Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa substansi dari Hukum

    Perikatan Islam lebih luas dari materi yang terdapat pada Hukum Perikatan

    Perdata Barat. Hal ini dapat dilihat dari keterkaitan antara Hukum Perikatan itu

    sendiri dengan Hukum Islam yang melingkupinya yang tidak semata-mata

    mengatur hubungan antara manusia dengan manusia saja, tapi juga hubungan

    antara manusia dengan Sang Pencipta (Allah SWT) dan dengan alam

    lingkungannya.

    6 Hasbi al-Shiddieqiyy, Pengantar Fiqh Muamalah,, h. 36.

  • 5

    B. Kedudukan Hukum Perikatan Islam

    Hukum Perikatan Islam merupakan salah satu sumber dari hukum

    nasional di bidang perikatan, di samping Hukum Perikatan Adat dan Hukum

    Perikatan menurut KUHP Perdata. Walaupun secara formal yuridis hingga saat

    ini belum ada pengaturan tersendiri tentang Hukum Perikatan Islam di

    Indonesia, namun berdasarkan ketentuan Pasal 29 UUD 1945, umat Islam

    dapat menjalankan ketentuan perikatan atas dasar keyakinan agama mereka.

    Dalam tata urutan peraturan perundang- undangan nasional sudah tampak

    pasal-pasal undamg-undang yangmengatur tentang belakunya Hukum Prikatan

    Islam, seperti Pasal 1 butir 13 UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU

    No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Sehingga dalam produksi legislasi

    nasionalpn Hukum Perikatan Islam sudah diakui dan dapat dipraktikan. Di

    samping itu, karena perikatan Islam muncul di masyarakat dalam praktik

    kehidupan sehari-sari, maka secara normatif hukum Perikatan Islam juga telah

    berlaku di tanah air kita. 7

    Menurut Pasal 11 Aturan Peralihan UUD 1945, sistem Hukum

    Nasional yang berlaku sekarang ini berasal dari beberapa system hukum, yaitu:

    1. Hukum Islam

    2. Hukum produk Kolonial

    3. Hukum adat

    4. Hukum produk legislasi nasional

    Menurut Prof. Dr. H. A. Gani Abdullah, SH., system pembentukan

    hukum nasional yang dipilih adalah system unifikasi dari pada system

    diferensiasi. Hal ini disebabkan karena adanya keragaman etnik dalam

    masyarakat yang mengakibatkan adanya kergaman hukum, keragaman

    keyakinan (penundukan hukum sesuai agama), dan keragaaman golongan

    masyarakat Indonesia, maka diberlakukan norma hukum yangb dapat berlaku

    bagi seluruh m,asyarakat karena adanya ketiga hal tersebut.

    7 Ibid, h. 39.

  • 6

    Namun, system diferensiasi masih digunakan untuk Hukum Nasional

    karena adanya piuralitas agama yang di anut. Ketentuan perundang-undangan

    yang membenarkan system diferensiasi adalah:

    1. Pasal 2 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974: Perkawinan belaku sah jika

    dilakukan menurut kepercayaan agama masing-masing.

    2. Pasal 29 Ayat (3) UU No. 5 Tahun 1960: Badan-badan agama diakui

    haknya, hal-hal mengenai wakaf dalam Hukum Islam diakui, dan diatur oleh

    Peratuaran Pemerintah.

    3. PP No. 28 Tahun 1977, merupakan PP yang mengatur mengenai wakaf.

    4. UU No. 7 Tahun 1989 tengtag Peradilan Agama dibuat untuk golongan

    masyarakat tertentu, yaitu Islam. Dilihat dari UU ini, golongan warga

    Negara Indonesia terdiri dari:

    a. Golongan Islam

    b. Golongan Non-Islam

    C. Syarat-Syarat Perikatan dalam Islam

    Syarat-syarat perikatan dalam Islam atau akad, yang mana akad akan

    terjadi apabila telah memenuhi syarat pada:

    1. Subjek Hukum (aqidain)

    Menurut Ash-Shiddicqy, bahwa kedua belah pihak yang berakat

    atau melakukan perjanjian harus cakap (ahliyatul aqidaini). Baik itu

    peroranagan maupun dengan badan hukum atau institusi. Tidak akan sah

    akad apabila dilakuan oleh orang gila, anak kecil yang belum mengetahui,

    dsb.

    2. Objek Hukum (mahallul aqad)

    Objek akad atau perikatan haruslah dapat diterima secara hukum,

    terutama hukum Islam. Kemudian selain itu, objek akad terbagi beberapa

    persyaratan yang harus dipenuhi yaitu:

  • 7

    a. objek perikatan harus ada ketika dilangsungkan atau tersedia untuk

    diakadkan dan akad akan berakhir apabila objek tersebut telah

    diserahkan kepada yag berha menerima. Islam tidak membolehkan

    menjual objek yang belum waktunya, seperti menjual anak sapi ang

    masih dalam kandungan atau menjual buah yang belum masak.

    b. Objek akad atau perikatan dalam islam harus dibenarkan syariah.

    Tidak dibenarkan objek prikatan yang haram, baik zat maupun cara

    mendapatkannya. Inilah yang membedakan peikatan Islam dengan

    perikatan umum.

    c. Objek akad atau perikatan dalam Islam harus jelas dan dapat dikenali

    dari jenis, bentuk, ukuran dan urgensi barang tersebut.

    d. Objek dapat diserah terimakan pad asaat akad terjadi atau pada waktu

    yang telah disepakati sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dalam

    suatu transatksi.

    D. Syarat Sahnya Perikatan

    1. Halal

    2. Sepakat

    3. Cakap

    4. Tanpa paksaan

    5. Ijab & Kabul

    6. Hal tertentu

    7. Terang

    8. Tunai8

    E. Asas-Asas Perikatan dalam Islam

    Dalam kamus besar bahasa Indonesia, asas merupakan dasar atau

    sesuatu yang dijadikan sebagai tumpuan berfikir.9 Degan demikian, asas

    perikatan dalam Islam merupakan tumpuan berfikir dlam melakukan sesuatu

    8 http:faqihregas.blogspot.com/2010/05/dasar-berlakunya-hukum-perikatan-islam.html.

    (Di akses pada hari jumat, tgl 24 april pukul 09: 45 WIB). 9 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi 3, Jakarta:

    Balai Pustaka, h. 70.

  • 8

    akad perjanjian terutama dalam koridor syariat Islam. Adapun asas yang

    digunakan dalam perikatan Islam atau akad adalah di antaranya sebagai

    beikut:10

    1. Asas ketuhanan atau tauhid

    Dalam ,muamalah, nilai-nilai ketauhidan tentu tidak terlepasdari itu.

    Seseorang akan merasa ia diawasi oleh Allah SWT sehingga dapat berbuat

    sekehendak dirinya. Dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan

    kepada pihak kedua, masyarakat, diri sendiri dan yang terpenting Allah

    SWT.11

    2. Asas kebolehan

    Segala kegiatan atau perbuatan adalah boleh (mubah), selama hal

    tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan syariah atau dalil yang

    mengharamkannya.12 Jadi melakukan transaksi dengan orang lain adalah

    boleh selam tidak ada laangan Islam akan transaksi tersebut.

    3. Asas keadilan

    Dalam perikatan, keadilan menjadi perhatian, apalagi kalau dalam

    perikatan Islam, hal tersebut didak dapat dipisahkan mengingat

    mengharuskan keadilan. Dengan kata lain, pihak yang terilbat dituntut untuk

    berlaku adil danbenar dalam menyatak, an kehendak atau berakad serta

    memenuhi hak dan kewajiban dari perjanjian tersebut.13 Tidak ada penipuan

    atau ketidak seimbangan.

    4. Asas tertulis

    10 Rahmati Trimorita Yulianti, Asas-asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak

    Syariah, La-Riba: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. II, NO. I, Juli, 2008, h. 97-105. 11 A.M. Hasan Ali, Asuransi dalam Prespektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis

    Historis, Teoitis dan praktis, cetakan 1, Jakarta: Kencana, 2004, h. 125-126 12 Imam Musbikin, Qawaid Al-Fiqhiyah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, h. 36. 13 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam, di Indonesia, cetakan 2, Jakarta: kereana, 2006,

    h. 12

  • 9

    Dalam suatu akad perjanjian, hendaknya dilakukan secara tertulis

    agar perikatan atau akad tersebut sangat jelas serta sebagai buktinyata

    transaksi orang yang bersangkutan. Hali ini sebagaimana tercantum dalam

    Al-Quran surah Al-BAqarah ayat 282-283.

    5. Asas kerelaan atau konsensualisme

    Dalam perikatan atau akad, hendaknya terjadi atas keelaan atau

    kehendak masing-masing pihak yang terlibat. Tidak ada paksaan atau

    ancaman dari pihak manapun, karena kalau dipandang dari perspektif Islam,

    akad tidak sah meski hal tersebut tidak dapat diamati sedara fisik atau

    tergantung pihaknya masing-masing.

    6. Asas perjanjian itu mengikat

    Maksud perjanjian di sini adalah, apabila ia melakukan perjanjian

    kepada orang lain, maka ia akan terikat untuk memenuhi kewajiban dan

    haknya. Dengan kata lain, ia terikat untuk wajib mengikuti isi perjanjian

    yang sudah di sepakati bersama.

    7. Asas persamaan hukum

    Asas ini mengutamakan persaman hak dan kewajiban atau

    persamaan derajat, tidak membeda-bedakan antara bangsa, kulit, kekayaan,

    kekuasaan, jabatan, dsb. Segingga tidak ada pilih kasih dalam melaksanakan

    akad atau transaksi.

    8. Asas mendahulukan kewajiban dari pada hak

    Dalam perjanjian atau akad, hendaknya pemenuhan kewajiban

    merupakan hal yang harus diutamakan, agar suatu transaksi dapat berjalan

    lebih serius serta ia dapat menuntut haknya.

    9. Asas larangan merugikan oramg lain

  • 10

    Sebagaiman yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam

    perjanjian atau akad, tidak dibenarkan salah satu pihak merugikan pihak

    yang lain. Missal menjual barang yang status kualitas barangnya tidak jelas.

    F. Perbedaan Perikata Umum dengan Perikatan dalam Islam

    Pada hakikatnya, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa perikatan

    memang identik dengan akad. Karena akad itu sendiri berarti ikatan secara

    etimologi. Namun ada perbedaan yang jelas antara perikatan umum yang telah

    ditetapkan oleh Undang-Undang denga perikatan dalam hukum Islam.

    Perikatan dalam Islam sangat memperhatikan objek akad seperti yang

    disebutkan sebelumnya. Yaitu apakah zat suatu benda itu halal atau haram, hal

    tersebut sangat mempengaruhi sahnya suatu perikatan, perjanjian atau akad.

    Tidak hanya zatnya, sumber penadapatan akad tersebut perlu dipertanyakan

    bersala dari mana? Hal ini jarang terjadi dalam perikatan umum. Kalaupun ada

    hanya sebatas menanyakan saja, tidak diproses secara lanjut.

    Kemudian yang membedakan antara perikatan Islam dengan Perikatan

    umum adalah tidak memakai sistem bunga pada suatu transaksi seperti

    transaksi pembayaran pinjaman, gadai, bagi hasil, pembayaran krerit, dsb. Hal

    ini menurut para ulama bunga itu disamakan dengan riba dan hukumnya haram.

    Dalam perikatan Islam, yang dikenal hanyalah keuntungan yang disepakati

    seperti jual beli murabahah, salam, istiishna, dsb. Jadi intinya perikatan dalam

    Islam harus murni halal sesuai ketentuan syariat Islam.

    G. Berakhirnya Perikatan dalam Islam

    Akad atau perikatan dalam Islam dapat berakhir karena umumnya dua

    hal, menurut Basyir, bahwa dua hal tersebut adalah telah tercapainya tujuan

    akad dan fasakh atau waktunya berakhir karena sebab-sebab berikut:14

    14 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, Yogyakarta: Bag Penerbit Fak

    Hukum UII 2000, h. 85.

  • 11

    1. Difasakh karena adanya hal-hal yang dilarang syara, misalnya objek

    akadnya diketahui dari hasil yang tidak halal atau jual beli barang yang tidak

    memenuhi syarat kejelasan barang tersebut (gharar).

    2. Karena pembeli memilih untuk membatalkan jual beli karena sebab-sebab

    tertentu dalam khiyar, seperti ditemukan ada yang tidak sesuai pada barang

    yang ia beli seperti adanya kecacatan.

    3. Karena salah satu pihak membatalkan akad dengan catatan ada persetujuan

    lain.

    4. Karena kewajiban yang ditimbulkan oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh

    pihak-pihak yang bersangkutan. Misalnya karena overmact, yaitu keadaan

    yang membuat debitur tidak mampu memenuhi kewajiban di karenakan

    faktor-faktor eksternal. Apabila pihak yang seharusnya memenuhi

    kewajiban dengan sengaja tidak melakukannya, makadapat dilaporkan ke

    badan hukum litigasi (peradilan) atau /dan non litigasi (arbitrase) terutama

    yang telah distandarisasi syariah.

    5. Kaena habis jangka waktunya, seperti dalam akad sewa menyewa dalam

    jangka waktu tertentu dengan catatan harus dikembalikan secara utuh

    apabila dalam penyewaaan barang.15

    15 http:jyinshare.blogspot.com./2012/10/perikatan-dalam-islam.html. (di akses pada

    hari saptu tgl. 25 April 2015 pukul 09: 00 WIB)

  • 12

    BAB III

    KESIMPULAN

    A. Kesimpulan

    1. Hukum perikatan Islam yang dimaksud di sini, adalah bagian dari hukum Islam

    bidang muamalah yang mengatur perilaku manusia di dalam menjalankan

    hubungan ekonominya.

    2. Hukum Perikatan Islam merupakan salah satu sumber dari hukum nasional di

    bidang perikatan, di samping Hukum Perikatan Adat dan Hukum Perikatan

    menurut KUHP Perdata.

    3. Syarat-syarat perikatan dalam Islam atau akad, yang mana akad akan terjadi

    apabila telah memenuhi syarat pada: Subjek Hukum (aqidain) dan Objek Hukum

    (mahallul aqad).

    4. Syaat-syarat sahnya perikatan yaitu: halal, sepakat, cakap, tanpa paksaan, ijab &

    Kabul, hal tertentu, terang, dan tunai.

    5. Adapun asas yang digunakan dalam perikatan Islam atau akad adalah di antaranya

    sebagai beikut: Asas ketuhanan atau tauhid, Asas kebolehan, Asas keadilan, asas

    tertulis, asas kerelaan atau konsensualisme, Asas perjanjian itu mengikat, asas

    pesamaan hukum, Asas mendahulukan kewajiban dari pada hak, asas dilalang

    merugikan orang lain.

    6. Pada hakikatnya, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa perikatan memang

    identik dengan akad. Karena akad itu sendiri berarti ikatan secara etimologi.

    Namun ada perbedaan yang jelas antara perikatan umum yang telah ditetapkan

    oleh Undang-Undang denga perikatan dalam hukum Islam. Perikatan dalam Islam

    sangat memperhatikan objek akad seperti yang disebutkan sebelumnya.

    7. Akad atau perikatan dalam Islam dapat berakhir karena umumnya dua hal,

    menurut Basyir, bahwa dua hal tersebut adalah telah tercapainya tujuan akad dan

    fasakh atau waktunya.

  • 13

    B. Saran

    Dengan selesainya makalah ini kami sangat berharap agar dapat

    bemanfaat bagi pembaca. Makalah ini sangatlah jauh dari kesemurnaan,

    maka dari itukami sangat mengaharapkan adanya kritik dan saran yang

    dapat membangun diri para pembaca sekalian.

  • 14

    DAFTAR PUSTAKA

    A. Buku

    Rahmad SyafeI, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Pelajar, 2001, h. 43.

    Hasbi al-Shiddieqiyy, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1974.

    Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi 3, Jakarta: Balai

    Pustaka, 2002.

    Rahmati Trimorita Yulianti, Asas-asas Perjanjian (Akad) dalam Hukum Kontrak Syariah,

    La-Riba: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. II, NO. I, Juli, 2008.

    A.M. Hasan Ali, Asuransi dalam Prespektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis

    Historis, Teoitis dan praktis, cetakan 1, Jakarta: Kencana, 2004.

    Imam Musbikin, Qawaid Al-Fiqhiyah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

    Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam, di Indonesia, cetakan 2, Jakarta: kereana, 2006.

    Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, Yogyakarta: Bag Penerbit Fak Hukum

    UII 2000, h. 85.

    B. Internet

    http:faqihregas.blogspot.com/2010/05/dasar-berlakunya-hukum-perikatan-islam.html. (Di

    akses pada hari jumat, tgl 24 april pukul 09: 45 WIB).

    http:jyinshare.blogspot.com./2012/10/perikatan-dalam-islam.html. (di akses pada

    harisaptu tgl. 25 April 2015 pukul 09: 00 WIB)

    Kelompok VIII HALAMAN JUDUL PERIKATAN DALAM ISLAMKATA PENGANTARDAFTAR ISIBAB IPENDAHULUAN A. Latar belakangB. Rumusan MasalahC. Tujuan PenulisanD. Batasan MasalahE. Metode Penulisan

    BAB IIPEMBAHASAN A. Pengertian Perikatan Dalam Islam B. Kedudukan Hukum Perikatan IslamC. Syarat-Syarat Perikatan dalam Islam D. Syarat Sahnya PerikatanE. Asas-Asas Perikatan dalam IslamF. Perbedaan Perikata Umum dengan Perikatan dalam Islam G. Berakhirnya Perikatan dalam Islam

    BAB IIIKESIMPULANA. KesimpulanB. Saran

    DAFTAR PUSTAKAA. BukuB. Internet