Makalah Ms

29
LAPORAN KASUS DIAGNOSTIK Wanita 25 Tahun Dengan Mitral Stenosis Oleh: Kiki Rizky Pembimbing: dr. M. Arief Nugroho, SpJP Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang 2013

description

Mitral stenosis laporan kasus

Transcript of Makalah Ms

  • 0

    LAPORAN KASUS DIAGNOSTIK

    Wanita 25 Tahun Dengan Mitral Stenosis

    Oleh:

    Kiki Rizky

    Pembimbing:

    dr. M. Arief Nugroho, SpJP

    Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

    Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang

    2013

  • 1

    RESUME

    Seorang wanita 25 tahun datang dengan keluhan utama sesak

    nafas yang memberat sejak 5 hari yang lalu yang makin bertambah berat.

    Sesak terus-menerus, memberat dengan aktivitas, PND (+), OP(+). Sesak

    disertai berdebar-debar, kedua tungkai bengkak. Keluhan disertai dengan

    batuk dan demam. Penderita sebelumnya telah mengalami DOE sejak 3

    tahun SMRS namun tidak kontrol selama 1 tahun terakhir.

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak sesak, T: 100/70, N:

    108x, Rr: 30x, S: 38.1oC. JVP R+4 cmH2O, Pemeriksaan jantung

    didapatkan S1 menurun, S2 (P2) meningkat, bising: PSM 2/6 LLSB

    meningkat dengan inspirasi, EDM 2/4 SIC 2 LPSS ke apek. Abdomen :

    hepatomegali (+), ekstremitas : edema inferior (+).

    Pada pemeriksaan penunjang, EKG didapatkan irama sinus,

    normoaksis dengan dilatasi atrium kiri, dan RVH. Rontgen thorak :

    gambaran pankardiomegali dengan hipertensi pulmonal dan efusi pelura

    dextra dan penumoni. Ekokardiografi didapatkan dilatasi seluruh ruang

    jantung dengan LVEF 57% ; MS severe, PH severe, TR Moderate, AR

    mild.

    Pasien kami diagnosa dengan gagal jantung kongestif et causa MS

    severe, PH severe, TR Moderate, AR mild dan Bronkopneumoni

    .

  • 2

    ILUSTRASI KASUS

    A. Identitas Pasien:

    Nama : Nn. Maulidatul Faidah

    Umur : 25 tahun

    Alamat : Kyai Syakir Raya Kodia Semarang

    Pendidikan : Akademi Keperawatan

    Pekerjaan : Tidak bekerja

    MRS : 26 Maret 2013

    Jaminan : Jamkesda

    B. Anamnesis: (1 April 2013)

    Autoanamnesis dengan pasien dan orangtuanya di bangsal Unit Pelayanan

    Jantung Kelas 3.

    Keluhan Utama: pasien datang ke UGD dengan keluhan utama sesak nafas

    Riwayat Penyakit Sekarang:

    Sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita merasakan

    sesak yang makin lama makin betambah berat, mula-mula pada aktifitas

    sedang, hingga kini sesak dirasakan pada saat istirahat. Keluhan disertai

    dengan dada berdebar-debar, pendeita tidur memakai bantal tinggi, Os

    menjadi sulit tidur karena sesak dan bengkak di kedua tungkai. Os juga

    merasakan batuk disertai dahak encer berwarna putih. Kurang lebih 1 hari

    sebelum masuk rumah sakit Os merasakan demam tinggi, disertai

    dengan nyeri dada seperti tertusuk jarum kecil, tembus ke punggung,

    keluhan bertambah bila os batuk atau menarik nafas dalam. Untuk

    keluhannya, os meminum obat paracetamol, obat batuk dan jamu-jamuan

    yang dibeli sendiri, karena keluhan bertambah berat, os berobat ke

    RSDK.

    Sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, Os merasakan merasa

    sesak bila mengangkat benda berat atau pekerjaan rumah seperti

    menyapu rumah. Penderita tidur memakai 1 bantal, sering terbangun

    malam hari karena sesak, terkadang kaki terasa bengkak, tidak ada nyeri

    dada atau pingsan, tidak ada keluhan suara menjadi serak.

    Sejak 3 tahun SMRS, penderita merasakan cepat lelah bila

    beraktifitas berat, disertai dada berdebar-debar, os berobat ke dokter

  • 3

    spesialis jantung dikatakan jantungnya bengkak dan ada penyempitan

    katup jantung, namu setahun terakhir os tidak kontrol kembali.

    Riwayat Penyakit Dahulu:

    o Riwayat sesak nafas sejak kecil disangkal

    o Riwayat muncul benjolan di kulit yang tidak nyeri disangkal.

    o Riwayat gerakan ekstremitas tubuh yang tidak disadari disangkal.

    o Riwayat kemerahan di kulit disangkal.

    o Riwayat demam berulang dan disertai batuk pilek kadang-kadang

    didapatkan, pasien berobat ke Puskesmas.

    o Riwayat nyeri sendi berpindah-pindah disangkal.

    Riwayat Penyakit Keluarga:

    o Riwayat sakit serupa pada keluarga tidak didapatkan

    o Tidak ada keluarga dengan sakit jantung bawaan.

    Riwayat Tumbuh Kembang:

    o Pasien lahir di bidan, lahir normal tidak ada kelainan apapun

    o Pasien tumbuh normal dan aktif seperti anak usia sebayanya.

    Riwayat Sosial Ekonomi:

    Pasien adalah seorang perawat. Ayah pasien bekerja sebagai

    wiraswasta. Biaya selama di rumah sakit ditanggung oleh Jamkesda.

    C. Pemeriksaan Fisik: (1 April 2013)

    Keadaan Umum:

    o Tampak sesak nafas

    o Berat badan : 45 kg

    o Tinggi badan : 155 cm

    o Body mass index : 18.7 kg/m2 (normoweight)

    Kesadaran:

    o Compos mentis

    o GCS: E4-V5-M6

    Tanda Vital:

    o Tekanan darah: 100/70 mmHg

    o Nadi:

    Frekuensi: 108 kali/menit

    Reguler

  • 4

    Isi dan tegangan cukup

    o Respiratory rate: 30 kali/menit

    o Suhu: 38,1 oC

    Kepala

    Mata:

    o Konjungtiva palpebra anemis - | -

    o Sklera ikterik - | -

    Bibir : Sianotik (-)

    Leher:

    o JVP = 5 + 4 cmH2O

    o Hepatojugular reflux (+)

    Dada:

    o Jantung:

    Inspeksi : Ictus cordis tampak di spatium intercostal V 2 cm

    lateral linea midclavicula kiri

    Palpasi:

    - Ictus kordis teraba di spatium intercostal V 2 cm lateral

    garis midclavicula kiri

    - Pulsasi parasternal (+)

    - Pulsasi epigastrial (+)

    Perkusi : konfigurasi jantung kanan dan kiri kesan melebar

    Auskultasi:

    - S1 menurun

    - S2 (P2) meningkat

    - Opening snap (-)

    - Pansystolic murmur, grade 2/6, thrill (-), high pitch di linea

    parasternal kiri bagian bawah (SIC 4-5) meningkat dengan

    inspirasi

    - Early diastolic murmur, grade 2/4, thrill (-), SIC 2 linea

    parasternal kiri menjalar ke apek

    o Paru:

    Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis

    Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

    Perkusi : Sonor dikedua lapang paru

    Auskultasi:

  • 5

    - Suara dasar: vesikuler di kedua lapang paru

    - Suara tambahan:

    Ronki basah kasar: didpatkan pada kedua lapang

    paru.

    Ronki basah halus: didapatkan pada 1/3 basal kedua

    lapang paru

    Abdomen:

    o Inspeksi: datar

    o Palpasi:

    Nyeri tekan epigastrium (-)

    Hepar teraba pembesaran 3 cm bawah arcus costa dextra dan

    lien tidak teraba pembesaran.

    o Perkusi:

    Pekak alih (-)

    Pekak sisi (-)

    o Auskultasi: BU (+) N

    Ekstremitas:

    o Clubbing : tidak didapatkan

    o Sianosis: tidak didapatkan

    o Pitting oedema: (+/+) minimal pada ekstremitas inferior

  • 6

    D. Pemeriksaan Penunjang:

    Elektrokardiografi (EKG): (30 Maret 2013)

    Deskripsi EKG:

    o Irama sinus

    o Rate: 100 kali/menit

    o Aksis normal

    o Gelombang P (+), negative terminal force di V1, P Mitral (+)

    o Interval PR 0,16 detik

    o Durasi QRS: 0,06 detik

    o Morfologi QRS: normal

    o Gelombang R/S persisten di V1-V5

    o ST-T changes: isoelektris

    o T inverted di V1-V3

    Kesan EKG: sinus takikardia dengan dilatasi atrium kiri, hipertrofi

    ventrikel kiri dan ventrikel kanan

  • 7

    Foto toraks dada: (10 April 2013)

    Deskripsi foto toraks dada:

    o CTR 80%

    o Segmen aorta normal

    o Segmen pulmonal menonjol

    o Pinggang jantung mendatar

    o Apeks lateral upward

    o Batas jantung kanan bergeser ke lateral

    o Corakan bronkovaskuler meningkat

    o Tampak bercak pada perihilier dan paracardial kanan-kiri serta

    lapang bawah paru kanan

    o Sinus kostofrenikus kanan tumpul, kiri lancip

    Kesan foto thorak : gambaran dilatasi ventrikel kanan, dilatasi atrium kiri

    dan atrium kanan dengan Hipertensi pulmonal dan efusi pluera dextra

  • 8

    Hasil laboratorium:

    PEMERIKSAAN 27/03 13/4 SATUAN NILAI

    NORMAL KET

    HEMATOLOGI

    Hemoglobin 9,49 gr% 12-15 L

    Hematokrit 29,5 % 35-47 L

    Eritrosit 3,72 juta/mmk 3,9-5,6 L

    MCH 25,49 Pg 27-32 L

    MCV 79,10 fL 76-96 L

    MCHC 32,22 g/dL 29-36 -

    Lekosit 20,60 ribu/mmk 4-11 H

    Trombosit 375,3 ribu/mmk 150-400 -

    RDW 14,59 % 11,6-14,8 -

    MPV 7,57 fL 4-11 -

    KIMIA KLINIK

    Glukosa sewaktu 83 mg/dl 74-106 -

    Ureum 17 mg/dl 15-39 -

    Creatinin 0,60 mg/dl 0,6-1,3 -

    Albumin 4,6 g/dl 3,4-5,0

    Globulin 2,0 g/dl 2,3-3,5

    Protein Total 6,6 g/dl 6,4-8,2

    Elektrolit

    Natrium 137 mmol/L 136-145 -

    Kalium 4,5 mmol/L 3,5-5,1 -

    Chlorida 99 mmol/L 98-107 -

    Calcium 1,90 mmol/L 2,12-2,52 L

    Magnesium 0,86 mmol/L 0,74-0,99 -

    E. Diagnosis Kerja:

    Diagnosis fungsional : CHF functional class NYHA IV

    Diagnosis anatomis : Suspect MS,TR,PH

    Diagnosis etiologis : Penyakit Jantung Rematik

    Bronkopneumoni

  • 9

    F. Follow Up:

    Echokardiografi: (30 Maret 2013)

    I. M-Mode:

    1. Dimension:

    DIMENSION VALUE NORMAL VALUE

    Ao 23 20-37 mm

    LA 48 19-40 mm

    RVDd - 7-26 mm

    IVSd 14 7-11 mm

    LVIDd 48 38-56 mm

    LVPWd 10 7-11 mm

    LVIDs 34 22-40 mm

    LVPWs 16 -

    LVEF (Teich) 57% 53-77%

    FS 30% >25%

    LVMI (g/M2) 184 M

  • 10

    o LA dilatasi, dengan LVH eksentris

    o Fungsi sistolik LV global normal dengan LVEF 57% (Teichz)

    o Fungsi diastolik sulit dinilai, FS RV menurun.

    o AR mild, MS severe, TR moderate, PH Severe

    o Pericardial Effusi minimal di posterior dan anterior

    o Suatu Rheumatic Heart Disease

    G. Diagnosis Akhir:

    Diagnosis fungsional : CHF functional class NYHA IV

    Diagnosis anatomis : MS severe, PH severe, TR Moderate, AR

    mild

    Diagnosis etiologis : Penyakit Jantung Rematik

  • 11

    TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

    I. Pendahuluan

    Demam rematik dan penyakit jantung rematik merupakan suatu penyakit

    akibat komplikasi non supuratif dari infeksi Streptococcus beta hemolyticus group

    A pada saluran pernafasan bagian atas akibat adanya respon imun lambat dalam

    tubuh.1 Insidensi penyakit ini pada negara-negara maju mengalami penurunan

    yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir ini seiring dengan penurunan

    transmisi dan perkembangan teknologi termasuk pengobatan dalam bidang

    kedokteran yang lebih baik.2 Akan tetapi penyakit ini masih menjadi masalah

    kesehatan di banyak negara-negara berkembang khususnya pada anak-anak dan

    remaja.1,2

    Berdasarkan data dari WHO, diperkirakan sekitar 500.000 orang

    menderita demam rematik akut tiap tahunnya dimana 97 % berasal dari negara

    berkembang yang mempunyai insiden lebih dari 50 orang tiap 100.000 anak

    pertahun. Sedangkan insiden di negara-negara industri kurang dari 10 tiap 100

    ribu anak.3 Penelitian terbaru menyebutkan bahwa 1,9 juta orang mempunyai

    riwayat demam rematik akut tanpa karditis, 470.000 kasus baru tiap tahun dan

    lebih dari 230.000 kasus kematian per tahun akibat komplikasi penyakit jantung

    rematik khususnya dinegara berkembang.2

    Penyakit ini dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung rematik, merupakan

    jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada populasi anak-

    anak dan dewasa muda. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok

    usia 5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan

    usia di atas 35 tahun.4 Serangan berulang atau relaps paling sering didapatkan

    pada usia remaja dan dewasa muda dan jarang didiagnosa setelah usia 45 tahun.3

    II. Definisi

    Penyakit jantung rematik merupakan suatu kelainan atau penyakit yang

    mengenai katup jantung yang merupakan suatu sekuele dari infeksi bakteri

    Streptococcus grup A (GAS) pada demam rematik akut sebelumnya2

  • 12

    Kerusakan jantung pada penyakit jantung rematik terbanyak mengenai

    katub mitral dan aorta dan keadaan ini menetap meskipun episode akut telah

    terlewati. Pada perjalanannya, penderita PJR akan mengalami kekambuhan dari

    infeksi, dan setelah periode yang cukup panjang akan mengakibatkan kerusakan

    katup. Kerusakan katup inilah yang akan mengakibatkan konsekuensi

    hemodinamik yang bermanifestasi klinis lebih lanjut menjadi gagal jantung

    sehingga disebut sebagai penyakit jantung rematik.5

    III. Manifestasi Klinis

    Manifestasi klinis dari demam rematik akan muncul paling cepat 3 minggu

    setelah terjadinya infeksi GAS pada tonsilofaring. Penelitian menunjukkan bahwa

    sepertiga dari seluruh pasien demam rematik akut tidak menunjukkan gejala

    tonsilofaringitis yang khas berupa nyeri atau serak pada tenggorokan. Pada

    umumnya pasien menunjukkan gejala penyerta yang lain seperti demam, nyeri

    sendi, lemas, serta faring hiperemis.1,2 Fase akut dari DRA akan ditandai dengan

    adanya proses inflamasi yang bersifat eksudatif dan proliferatif yang melibatkan

    kolagen. Adapun organ-organ yang terkena pada umumnya adalah kulit, sistem

    saraf pusat, cairan sendi, serta jantung.1,6,7

    Diagnosis yang akurat pada DRA adalah sesuatu yang penting. Diagnosis

    yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya pengobatan yang seharusnya tidak

    perlu untuk jangka waktu lama, sementara diagnosis yang kurang akan

    menyebabkan terjadinya relaps, kerusakan jantung, dan mempercepat mortalitas.2

    Diagnosis DRA masih didasarkan pada kondisi klinis selama tidak ada

    pemeriksaan laboratorium yang spesifik. Diagnosis DRA biasanya menggunakan

    kriteria Jones dan kriteria yang lebih baru dari WHO seperti tabel dibawah ini.1,3

    Kriteria Jones yang telah direvisi diatas digunakan untuk mendiagnosis

    DRA dimana DRA ditegakkan apabila terpenuhinya syarat adanya 2 kriteria

    mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 minor ditambah dengan bukti adanya infeksi

    Streptococcus grup A pada salran nafas bagian atas.1,7 Ketidakadanya bukti

    infeksi Streptococcus membuat diagnosis DRA diragukan.1

  • 13

    Tabel 1. Kriteria Diagnosis Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik

    Karditis

    Diantara kriteria major Jones, karditis merupakan manifestasi klinis yang

    utama dan spesifik pada DRA. Secara patologi, DRA akan mengakibatkan

    peradangan pada hampir seluruh bagian jantung (pankarditis) yang meliputi

    perikardium, miikardium, maupun endokardium. Sedangkan manifestasi klinisnya

  • 14

    akan bervariasi tergantung tingkat keparahan, mulai dari yang paling ringan yaitu

    tingkat subklinis, sampai yang paling berat dan mengancam nyawa.1 Diagnosis

    klinis karditis didasarkan pada terdapatnya bising jantung yang jelas (terutama

    regurgitasi mitral dan atau aorta), perikardial rub, kardiomegali tanpa sebab yang

    jelas disertai CHF.1,6

    Tabel 2. Gambaran Klinis Karditis Rematik

    Pada auskultasi dapat ditemukan adanya bising baru atau bising yang

    mengalami perubahan dari sebelumnya. Lesi valvular yang paling umum

    ditemukan pada fase akut adalah regurgitasi mitral yang menghasilkan bising

    pansistolik di apeks jantung. Sedangkan pada fase kronis banyak ditemukan bising

    mid diastolik pada apeks yang sebagai penanda adanya stenosis pada katup

    mitral.1

    KELAINAN KATUP PADA PENYAKIT JANTUNG REMATIK

    Pada banyak pasien dengan penyakit jantung rematik kronis, katup mitral

    dan aorta dapat terlibat baik salah satu maupun keduanya. Secara umum,

    manajemen harus berdasarkan identifikasi dari dominan lesi dan lokasi kelainan

    katup. Kelainan katup multipel lain yang dapat terjadi yaitu mitral stenosis dengan

  • 15

    regurgitasi trikuspid yang menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal dan

    dilatasi ventrikel kanan, maupun kelainan stenosis aorta dengan regurgitasi

    mitral.1

    Regurgitasi Aorta

    Regurgitasi Aorta (AR) dapat disebabkan oleh penyakit primer daun katup

    Aorta maupun abnormalitas pangkal aorta (aortic root) atau aorta ascenden.

    Bentuk akut dan kronis menentukan perjalanan penyakit dan strategi

    penatalaksanaannya. Pada kasus AR yang kronis, penyakit daun katup dapat

    menyebabkan AR melalui koaptasi daun katup yang tidak adekuat, perforasi daun

    katup dan prolaps daun katup. Penyebab kelainan daun katup yang menimbulkan

    terjadinya AR kronis antara lain: demam rematik, infective endocarditis, trauma,

    katup aorta bikuspid, degenerasi miksomatous, AR kongenital, SLE, arthritis

    rheumatoid, ankylosing spondylitis, arteritis Takayasu, penyakit Whipple,

    penyakit Chron, valvulopati yang diinduksi obat.6,7

    Tabel 3. Penyebab Regurgitasi Aorta

    Leaflet abnormalities Aortic root or ascending aorta

    Rheumatic fever Systemic hypertension

    Endocarditis (bacterial or marantic) Aortitis (eg, syphilis)

    Trauma Reactive arthritis

    Bicuspid aortic valve Ankylosing spondylitis

    Rheumatoid arthritis Trauma

    Myxomatous degeneration Dissecting aneurysm

    Ankylosing spondylitis Marfan syndrome

    Acromegaly Ehlers-Danlos syndrome

    Fenfluramine-phentermine Pseudoxanthoma elasticum

    Inflammatory bowel disease

    Osteogenesis imperfecta

    Annuloaortic ectasia

  • 16

    Patofisiologi

    Pada AR terjadi regurgitasi diastolik dari isi sekuncup ventrikel kiri. Hal

    tersebut meningkatkan volume end-diastolik ventrikel kiri, menyebabkan

    peningkatan tegangan dinding ventrikel (hukum laplace). Ventrikel kiri

    mengkompensasi dengan hipertrofi eksentrik. Sebagai hasilnya, selama fase

    kompensasi dari AR, ventrikel kiri masih bisa beradaptasi terhadap peningkatan

    volume diastolik tanpa peningkatan tekanan diastolik yang signifikan. Dengan

    berjalannya waktu, fibrosis interstisial dapat menurunkan komplians ventrikel kiri,

    sehingga timbul fase dekompensasi. Volume overload yang kronis menyebabkan

    kegagalan pengosongan ventrikel kiri, meningkatkan volume dan tekanan end-

    diastolic, dilatasi ventrikel dan menurunnya curah jantung.3,6

    AR kronis biasanya tidak bergejala dalam waktu yang lama. Sesudah

    disfungsi LV terjadi, pasien baru menimbulkan gejala yang berhubungan dengan

    kongesti paru, meliputi sesak nafas saat aktivitas fisik (dyspnea on exertion),

    orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea. Meskipun angina merupakan gejala

    yang jarang terjadi, namun dapat muncul sebagai akibat CAD laten, tekanan

    perfusi koroner diastolik yang menurun, bradikardia nokturnal dan turunnya

    tekanan diastolik arterial, hipertrofi LV yang bermakna, dan iskemia

    subendokardial.7,11

    Gambar 1. Perubahan Hemodinamik dan Cardiac Cycle pada Regurgitasi Aorta13

  • 17

    Pada pemeriksaan pulsasi perifer didapatkan peningkatan yang mendadak

    dari tekanan arterial selama sistol, diikuti dengan penurunan yang mendadak

    tekanan arterial selama diastol (Water-hammer/Corrigan pulse). Ini menimbulkan

    tekanan nadi yang melebar pada AR kronis. Juga didapatkan bisferiens pulse,

    dimana puncak sistolnya ganda dengan amplitudo yang meningkat. Tanda-tanda

    lain yang bisa muncul pada AR: De Musset sign yaitu kepala terangguk-angguk

    saat sistol, Muller sign yaitu pulsasi di uvula, Hill sign yaitu tekanan sistolik di

    ekstremitas bawah lebih besar dibanding ekstremitas atas setidaknya 100 mmHg,

    Traube sign yaitu suara sistol yang keras terdengar di atas arteri femoral, Duroziez

    sign yaitu bising sistol-diastol yang terdengar akibat kompresi arteri femoral

    menggunakan stetoskop, Quincke sign yaitu pulsasi kapiler di kuku.3,7,8,11

    Tabel 4. Pemeriksaan Fisik pada Regurgitasi Aorta Kronis Berkaitan Dengan Wide Pulse

    Pressure

    Nama Deskripsi

    deMusset's sign Gerakan menunduk-nundukan kepala mengikuti

    setiap kontraksi jantung

    Traube's sign pistol shot pulse, suara sistolik dan diastolic yang

    terdengar pada arteri femoralis

    Duroziez's sign Bruit yang terdengar pada sistolik dan diastolic

    pada penekanan sebagian pada arteri femoralis

  • 18

    Quincke's pulses Pulsasi kapiler yang terlihat di ujung jari atau

    bibir

    Mueller's sign Pulsasi sistolik di uvula.

    Becker's sign Terlihatnya pulsasi pada arteri di retina dan pupil

    Hill's sign Tekanan sistolik pada popliteal melebihi 60

    mmHg bila dibandingkan pada brachial

    Mayne's sign Penurunan lebih dari 15 mmHg pada elevasi

    tungkai atas bila dibandngkan dengan posisi

    standar

    Rosenbach's sign Pulsasi sistolik di liver.

    Gerhard's sign Pulsasi sistolik di spleen.

    Pada palpasi jantung, didapatkan impuls apikal melebar ke lateral sebagai

    akibat pembesaran LV. Pada auskultasi didapatkan suara jantung I melemah

    akibat interval PR yang memanjang atau disfungsi LV. Suara jantung II sering

    tunggal dan lemah, bila ada hipertensi pulmonal maka P2 keras dan S3 gallop

    akan terdengar. Bising diastolik dekresendo, seperti tiupan dimulai setelah A2

    maksimal di sela iga 3-4 area parasternal kiri, terdengar lebih keras bila pasien

    duduk dan condong ke depan dengan menahan nafas.3,8

    Radiografi thorax menunjukkan ukuran jantung bervariasi dari normal

    sampai pelebaran beberapa ruang jantung, bisa disertai adanya gambaran edema

    paru. Aorta tidak dilatasi, jika tidak ada penyakit pada pangkal atau annulus aorta

    atau diseksi aorta sebagai penyebab AR. Aorta juga bisa dilatasi pada pasien yang

    tua atau menderita hipertensi sistemik. Paru-paru dapat menunjukkan gambaran

    emboli paru terinfeksi jika berhubungan dengan endocarditis katup trikuspid.

    EKG dapat normal, atau menunjukkan perubahan non spesifik segmen ST dan

    gelombang T serta sinus takikardia. Dapat dijumpai abnormalitas konduksi

    (blokade AV dan cabang berkas).6,11

    Stenosis Mitral

    Mitral stenosis disebabkan oleh menebalnya dan imobilitas katup mitral

    yang menyebabkan terjadiya obstruksi daraj dari atrium kiri ke ventrikel kiri.

    Hasilnya, terjadi peningkatan tekanan pada atrium, perdarahan pumonar dan

    jantung kanan sedangkan vntrikel kiri tidak dipengaruhi pada isolated mitral

  • 19

    stenosis (MS). Namun terkadang MS disertai oleh mitral regurgitasi dan atau

    disfungsi katup aorta yang menyebebkan disfungsi pada ventrikel kiri.

    Pada sebagian besar kasus, mitral stenosis disebabkan oleh penyakit

    jantung reumatik pada katup mitral, walaupun hanya sekitar 50 sampai 70 persen

    yang mempunyai riwayat demam rematik, pada pemeriksaan patologi dari

    pembedahan yang dilakukan pada 452 pasien di Mayo Clinic, 99 persen

    ditemukan tanda-tanda postinflamasi yang diduga berasal dari penyakit demam

    rematik.14

    Keterlibatan katup mitral terjadi sekitar 90 peren dari penyakit jantung

    rematik.15 Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses

    peradangan(valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan

    katup.Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi,

    fusikomisura serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut.

    Keadaanini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal,

    mengecilnyaarea katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish mouth) atau lubang

    kancing (button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari

    orifisium, sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium

    sekunder.1,2

    Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami

    sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga

    menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shape.

  • 20

    Patofisiologi

    Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm, bila

    areaorifisium katup berkurang sampai 2 cm, maka diperlukan upaya aktif atrium

    kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal

    dapatterjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga

    menjadi 1 cm2.1,4

    Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25mmHg

    untuk mempertahankan cardiac output yang normal.1 Peningkatan tekananatrium

    kiri akan meningkatkan tekanan pada vena pulmonalis dan kapiler, sehingga

    bermanifestasi sebagai exertional dyspneu.4

    Seiring dengan perkembangan penyakit, peningkatan tekanan atrium kiri

    kronik akanmenyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal, yang selanjutnya

    akanmenyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diastol, regurgitasi

    tricuspid dan pulmonal sekunder dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan

    kongesti sistemik.1,4

    Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi

    padastenosis mitral. Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat

    kenaikan tekanan atrium kiri, terjadi perubahan pada vaskular paru berupa

    vasokonstriksi akibat bahan neurohormonal seperti endotelin atau

    perubahananatomi yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan

    intima (reactive hypertension)

    Pelebaran progresif dari atrium kiri akan memicu dua komplikasi

    lanjut,yaitu pembentukan trombus mural yang terjadi pada sekitar 20% penderita,

    dan terjadinya atrial fibrilasi yang terjadi pada sekitar 40% penderita.4

    Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan

    gradientransmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta

    hubungan antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian

    opening snap.

  • 21

    Berdasarkan luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral sebagai

    berikut:

    Minimal: bila area >2,5 cm

    Ringan: bila area 1,4-2,5 cm

    Sedang: bila area 1-1,4 cm

    Berat: bila area 1 dan

  • 22

    Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti

    tromboemboli, infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat

    besarnya atrium kiri seperti disfagia dan suara serak.

    Diagnosis

    Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit,

    pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto

    thoraks,elektrokardiografi (EKG) atau echokardiografi.1,2,3,4,5,6

    Dari riwayat penyakit biasanya didapatkan adanya:

    Riwayat demam rematik sebelumnya

    Dyspneu deffort.

    Paroksismal nokturnal dispnea.

    Aktifitas yang memicu kelelahan.

    Hemoptisis.

    Nyeri dada.

    Palpitasi.

    Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan:

    Malar flush, perubahan warna kebiruan pada atas pipi karena saturasi

    oksigen berkurang

    Opening snap

    Diastolic rumble.

    Distensi vena jugularis.

    Respiratory distress.

    Digital clubbing.

    Systemic embolization.

    Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali dan

    oedem perifer

    Askultasi:

  • 23

    Temuan klasik pada stenosis mitral adalah 'opening snap dan bising

    diastol kasar ('diastolic rumble') pada daerah mitral. Tetapi sering pada

    pemeriksaan rutin sulit bahkan tidak ditemukan rumbel diastol dengan nada

    rendah, apalagi bila tidak dilakukan dengan hati-hati.

    Walaupun demikian pada kasus-kasus ringan harus dicurigai stenosis

    mitral ini bila teraba dan terdengar SI yang keras. SI mengeras oleh karena

    pengisian yang lama membuat tekanan ventrikel kiri meningkat dan menutup

    katup sebelum katup itu kembali ke posisinya. Di apeks rumbel diastolik ini dapat

    diraba sebagai thrill.

    Dengan lain perkataan katup mitral ditutup dengan tekanan yang keras

    secara mendadak, Pada keadaan di mana katup mengalami kalsifikasi dan kaku

    maka penutupan katup mitral tidak menimbulkan bunyi SI yang keras. Demikian

    pula bila terdengar bunyi P2 yang mengeras sebagai petuniuk hipertensi pulmonal,

    harus dicurigai adanya bising diastol pada mitral.

    Beberapa usaha harus dilakukan untuk mendengar bising diastol antara

    lain posisi lateral dekubitus, gerakan-gerakan atau latihan ringan, menahan napas

    dan menggunakan bell dengan meletakkan pada dinding dada tanpa tekanan keras

    Derajat dan bising diastol tidak menggambarkan beratnya stenosis tetapi

    waktu atau lamanya bising dapat menggambarkan derajat stenosis. Pada stenosis

    ringan bising halus dan pendek, sedangkan pada yang berat holodiastol dan

    aksentuasi presistolik. Waktu dari A2-OS juga dapat menggambarkan berat

    ringannya stenosis, bila pendek stenosis lebih berat.

  • 24

    Bising diastol pada stenosis mitral dapat menjadi halus oleh karena

    obesitas, PPOM. edema paru, atau status curah jantung yang rendah. Beberapa

    keadaan yang dapat menimbulkan bising diastol antara lain aliran besar meialui

    trikuspid seperti pada ASD, atau aliran besar melalui mitral seperti pada VSD,

    atau regurgitasi mitral. Pada AR juga dapat terjadi bising diastol pada daerah

    mitral akibat tertutupnya katup mitral anterior oleh aliran balik dari aorta (murmur

    Austin-Flint). Bising diastol pada MR atau AR akan menurun intensitasnya bila

    diberikan amil nitrit karena menurunnya after load dan berkurangnya derajat

    regurgitasi.

    Dari pemeriksaan penunjang :

  • 25

    Foto thoraks, didapatkan pembesaran atrium kiri serta pembesaran arteri

    pulmonalis, penonjolan vena pulmonalis dan tanda-tanda bendungan

    padalapangan paru.

    EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa takik pada

    gelombang Pdengan gambaran QRS kompleks yang normal. Pada tahap

    lebih lanjut dapatterlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan

    dan kemudian akanterlihat gambaran RS pada hantaran prekordial kanan.

    Echocardiografi akan memperlihatkan :

    o E-F slope mengecil dari anterior leaflets katup mitral, dengan

    menghilangnya gelombang a berkurangnya permukaan katup

    mitral

    o Berubahnya pergerakan katup posterior

    o Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo

    akibat kalsifikasi.

    Regurgitasi Trikuspid

    Keterlibatan katup trikuspid pada PJR akibat DRA umumnya sangat

    jarang bila dibandingkan dengan katup mitral maupun aorta dan biasanya disertai

  • 26

    dengan kelainan yang lain. Secara statistik, kelainan katup trikuspid yang terjadi

    bersama dengan kelainan katup mitral dan atau aorta ditemukan sebanyak 10-20%

    dari seluruh kasus. Dimana katup trikuspid mengalami penebalan dan daun katup

    berkontraksi akibat fibrosis maupun fusi dari komisura. Seperti pada katup mitral,

    kalainan trikuspid akibat demam rematik, katup akan mengalami regurgitasi yang

    pada pemeriksaan fisik akan ditemukan bising sistolik halus, frekuensi medium

    dan meningkat dengan manuver inspirasi.6,8,10

    Peran Ekokardiografi Dalam Diangnosis Kelainan Katup

    Ekokardiografi mempunyai peranan yang penting dalam membantu

    menegakkan diagnosis kelainan katup khususnya pada penyakit jantung rematik.11

    Ekokardiografi berguna untuk mengevaluasi mekanisme dan beratnya regurgitasi

    dan atau stenosis katup, daun katup, ukuran anulus, ukuran dan fungsi ruang-

    ruang jantung, adanya efusi perikardium, dan tekanan arteri pulmonal.11 Untuk

    mendiagnosis rematik karditis dan menilai kelainan katup, M-mode,

    ekokardiografi 2D, Doppler, dan Doppler dengan warna cukup sensitif dan

    menyediakan informasi yang spesifik yang tidak didapatkan pada pemeriksaan

    sebelumnya. Dalam hal ini M-Mode ekokardiografi mempunyai parameter untuk

    menilai fungsi ventrikel, dimana ekokardiografi 2D berperan dalam

    menggambarkan struktur anatomis yang sebenarnya. 2D ekho doppler dan warna

    merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk mendeteksi kelainan aliran

    darah dan adanya regurgitasi. Penggunaan ekokardiografi 2-D doppler dan warna

    dapat mencegah terjadinya overdiagnosis dari bising fungsional pada penyakit

    jantung katup. Dari pemeriksaan ekokardiografi dapat dihasilkan klasifikasi

    kelainan katup berdasarkan jumlah regurgitan, penebalan maupun kekakuan katup

    aorta.1,4

    Dalam kaitannya dengan kelainan katup pada PJR, Ekokardiografi

    memberikan informasi mengenai ukuran dari atrium dan ventrikel, penebalan

    katup, prolaps daun katup, gangguan koaptasi, restriksi dari mobilitas daun katub,

    dan disfungsi ventrikel. Ekokardiografi juga dapat membantu klinisi dalam

    menentukan dilakukan tindakan operasi pada kelainan katup.1,12

  • 27

    DAFTAR PUSTAKA

    1. WHO Expert Consultant Team. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart

    Disease. Report of a WHO Expert Consultation. 2004. Geneva, 29 October1

    November 2001.

    2. Carapetis J, Brown A, et al. Diagnosis and Management of Acute Rheumatic

    Fever and Rheumatic Heart Disease in Australia: An Evidence Base Review.

    2006 National Heart Foundation of Australia.

    3. Fuster, V., et al. Hurst's The Heart. 12th edition.2008. New York: McGraw-

    Hill Medical.

    4. Carapetis J, McDonald M. Acute Rheumatic Fever. Lancet 2005; 366:155-

    168.

    5. Meira ZM, et al. Long term Follow up of Rheumatic Fever and Predictors of

    Severe Rheumatic Valvular Disease in Brazillian Children and Adolescent.

    Heart 2005; 91:1019-1022.

    6. Otto, Catherine M. Valvular Heart Disease. Dalam : Libby, Braunwalds

    Heart Disease, A Textbook of Cardiovaascular Medicine. Edisi ke-8. 2007

    7. Griffin, B. P., Eric J. T. Manual of Cardiovascular Medicine. 3rd

    edition.2009. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams &

    Wilkins.

    8. Lilly, L. S. Pathophysiology of Heart Disease: A Collaborative Project of

    Medical Students and Faculty. 5th edition. 2011. Baltimore, MD: Lippincott

    Williams & Wilkins.

    9. Choekalingam A, et al. Rheumatic Heart Disease Occurrence, Petterns, and

    Clinical Correlates in Children. Jour Hart Valve Disease 2004; vol 13 No 1.

    10. Bhandari S, Trehan N. Valvular Haert Disease : Diagnosis and Management.

    JAPI 2007. Vol 55.

    11. Tani LY. Rheumatic fever and rheumatic heart disease. Dalam: Moss and

    Adams heart disease in infants, children and adolescents: including the fetus

    and young adults. Edisi ketujuh.2008 Philadelphia: Lippincott Williams and

    Wilkins.

  • 28

    12. Vasan RS et al. Echocardiographic Evaluation of Patients with Acute

    Rheumatic Fever and Rheumatic Carditis. Circulation, 1996, 94:7382.

    13. Klabunde RE. Cardiovascular Physiology Concepts. Second Ed.2012

    Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

    14. Olson LJ, Subramanian R, Ackermann DM, et al. Surgical pathology of the

    mitral valve: a study of 712 cases spanning 21 years. Mayo Clin Proc 1987;

    62:22.

    15. BLAND EF, DUCKETT JONES T. Rheumatic fever and rheumatic heart

    disease; a twenty year report on 1000 patients followed since childhood.

    Circulation 1951; 4:836.