Makalah KWN - Anti Korupsi

14
Anti Korupsi DISUSUN OLEH : 1. Jongko Wicaksono :141411131024 2. Muhammad Nadhif Hasan :141411131031 3. Moch.Deng Nur Ali :141411131027 4. Riza Puji Indriawan :141411131026 5. Choirul Nur Aris :141411133065

description

korupsi

Transcript of Makalah KWN - Anti Korupsi

Anti Korupsi

DISUSUN OLEH : 1. Jongko Wicaksono :1414111310242. Muhammad Nadhif Hasan:1414111310313. Moch.Deng Nur Ali:1414111310274. Riza Puji Indriawan:1414111310265. Choirul Nur Aris:141411133065 UNIVERSITAS AIRLANGGASURABAYA2014/2015

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKorupsi merupakan kata yang dinegasikan oleh setiap orang, namun tidak orang menyadari bahwa korupsi telah menjadi bagian dari dirinya. Hal ini biasanya terjadi akibat pemahaman yang keliru tentang korupsi atau karena realitas struktural yang menghadirkan korupsi sebagai kekuatan sistematik yang membuat tak berdaya para perilakunya. Ada nilai-nilai kultural seperi pemberian hadiah yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan korupsi, namun ada pula sistem yang memaksa seseorang berlaku korupsi.

1.2 Rumusan Masalaha. Apa itu Korupsi?b. Apa saja prinsip-prinsip antikorupsi

BAB IIPEMBAHASAN

II.1. Pengertian Korupsi dan Prinsip-Prinsip Korupsi

II.1.1. Defenisi KorupsiSecara etimologis, korupsi berasal dari kata korup yang berarti buruk, rusak, dan busuk korup juga dapat berarti dapat disogok (melalui kekuasaan untuk kepentingan pribadi). Korupsi juga disebutkan berasal dari bahasa latin corrupere dan corruptio yang berarti penyuapan dan corrupere yang berarrti merusak. Istilah ini kemudian di pakai dalam bebagai bahasa asing, seperti Inggris menjadi cooruption dan di Indonesia menjadi korupsi.Dalam bahasa arab korupsi disebut riswah yang berarti penyuapan. Riswah juga dimaknai sebagai uang suap. Korupsi sebagai sebuah tindakan yang merusak dan berkhianat juga disebut fasad dan gulul. Ketiga istilah ini memiliki rujukan teologis baik dalam hadis maupun dalam Al-quran.Sementara dalam terminologis korupsi diartikan sebagai pemberian dan penerimaan suap. Defenisi korupsi ini lebih menekankan pada praktik pemberian suap atau penerimaaan suap. Dengan demikian baik yang menerima maupun memberi keduanya termasuk koruptor.David M Chalmers menguraikan pengertian korupsi sebagai tindakan-tindakan manipulasi dan kepurusan mengenai keuangan yang membahayakan ekonomi. JJ Senturia dalam Encyclopedia of social sciens (Vol VI, 1993) mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekusaan pemerintahan untuk keuntungan pribadi. Definisi ini dianggap sangat spesifik dan konvensional karena meletakan persoalan korupsi sebagai ranah pemerintah semata. Padahal seiring dengan proses swastanisasi (privatisasi) perusahaan negara dan pengalihan kegiatan yang selama ini masuk dalam ranah negara ke sektor swasta, maka definisi korupsi mengalami perluasan. Ia tidak hanya terkait dengan penyimpanagan yang dilakukan oleh pemerintah, tapi juga oleh pihak swasta dan pejabat-pejabatranah publik baik politisi, pegawai negrimaupun orang-orang dekat mereka yang memperkaya diri dengan cara melanggar hukum. Berpijak paa hal tersebut Transparancy International memasukan tiga unsur korupsi yaitu penyalahgunaan kekuasaan, kekuasaan yang dipercayakan dan keuntungan pribadi baik secara pribadi, anggota keluarga, maupun kerabat dekat lainnya.Dari beberapa defenisi diatas, baik secara etimologis maupun terminologis, korupsi dapat dipahami dalam tiga level. Pertama Korupsi dalam pengertian tindakan pengkhianatan terhadap kepercayaan, kedua pengertian dalam semua tindakan penyalahgunaan kekuasaan baik pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya termasuk lembaga pendidikan. Ketiga korupsi dalam pengertian semua bentuk tindakan penyalahgunaan kekuasaanuntuk mendapatkan keuntungan materil.

II.1.2. Prinsip-Prinsip AntikorupsiPrinsip-prinsip anti korupsi pada dasarnya merupakan langkah-langkah antisipatif yang harus dilakukan agar laju pergerakan korupsi dapat dibendung bahkan diberantas. Pada dasarnya Prinsip-prinsip anti korupsi terkait dengan semua objek kegiatan publik yang menuntut adanya integritas, objektivitas, kejujuran, keterbukaaan, tanggung gugat dan meletakkan kepentingan publik diatsa kepentingan individu. Dalam konteks korupsi ada beberapa prinsip yang harus ditegakkan untuk mencegah terjadinya korupsi, yaitu prinsip akuntabilitas, transparansi, kewajaran dan adanya aturan maen yang dapat membatasi ruang gerak korupsi, serat kontrol terhadap aturan maen tersebut.1. AkuntanbilitasPrinsip akuntabilitas merupakan pilar penting dalam rangka mencegah terjadinya korupsi. Prinsip ini pada dasarnya dimaksudkan agar segenap kebijakan dan langkah-langkah yang yang dijalankan sebuah lembaga dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna. Akuntabilitas mensyaratkan adanya sebuah kontrak aturan maen baik yang teraktualisasidalam bentuk konvensi maupun konstruksi, baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga. Melalui aturan maen itulah sebuah kebijakan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh kaerena itu prinsip akuntabilitas sebagai prinsip pencegahan tindak korupsi membutuhkan perangkat-perangkat pendukung, baik berupa perundang-undangan maupun dalam bebtuk komitmen dan dukungan masyarakat.Keberadaan undang-undang maupun peraturansecara otomatis mengaharuskan adanya akuntabilitas.Hal ini berlansung pada seluruh level kelembagaan, baik pada level negara maupun komunitas tertentu. Sebagai prinsip akuntabilitas undang-undang negara juga menyebutkan adanya kewajiban ganti rugi yang diberlakukan atas mereka yang karena kelengahan itu telah merugikan negara.

2. TransparansiTransparansi merupakan prinsip yang mengaharuskan semua kebijakan dilakukan secara terbuka sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik. Transparansi menjadi pintu masuk, sekaligus kontrol bagi seluruh bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan seluruh sektor kehidupan publik mensyaratkan adanya transparansi sehingga tidak terjadi distorsi dan penyelewengan yang merugikan masyarakat. Dalam bentuk yang paling sederhana keterikatan interaksi antar dua individu atau lebih mengharuskan adanya keterbukaan, keterbukaan dalam konteks ini merupakan bagian dari kejujuran untuk saling menjujung kepercayaan yang terbina antar individu. Sektor-sektor yang harus melibatkan masyarakat adalah sebagai berikut:a. Proses penganggaran yang bewrsifat dari bawah ke atas, mulai dari perencanaan, implementasi, laporan pertanggungjawaban dan penilaian terhadap kinerja anggran. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan masyarakat melkukan kontrol terhadappengelolaan anggaran.b. Proses penyusunan kegiatan atau proyekc. Proses pembahasan tentang pembuatan rancangan peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan dana.d. Proses tentang tata cara dan mekanisme pengelolaan proyek mulai dari proses tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis dari proyek yang dikerjakan oleh pimpinan proyek atau kontraktor.

3. FairnessFairness merupakan salah satu Prinsip-prinsip anti korupsi yang mengedepankan kepatutan atau kewajaran. Prinsip Fairness sesungguhnya lebih ditujukan untuk mencegah terjadinnya manipulasi dalam penganggaran proyek pembangunan, baik dalam bebtuk mark up maupun ketidakwajaran kekuasaan lainnya. Jika mempelajari definisi korupsi sebelumya, maka dalam korupsi itu sendiri terdapat unsur-unsur manipulasi dan penyimpangan baik dalam bentuk anggaran, kebijkan dan lainnya. Berdasarkan kondisi tersebut, maka para perumus kebijakan pembangunan menekankan pentingnya prinsip fairness dalam proses pembangunan hingga pelaksanaanya. Haze Croall dalam bukunya White Collar Crime (kejahatan kerah putih) merumuskan kejahatan kerah putih atau koruptor sebagai kejahatan orang-orang yang menyukai cara-cara licik, menipu dan jauh dari sifat-sifat fairness.Untuk menghindari pelanggaran terhadap prinsip fairness, khususnya dalam proses penganggaran, diperlukan beberapa langkah sebagai berikut:a. Komprehensif dan disiplinb. Fleksibilitasc. Terprediksid. Kejujurane. Informatif

4. Kebijakan Anti KorupsiKebijakan merupak sebuah upaya untuk mengatur tata interaksi dalam ranah social. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa yang mengancam tata kehidupan berbagai telah memaksa setiap negara membuat undang-undang untuk mencegahnya. Korupsi sebagai bagian dari nilai-nilaiyang ada dalam diri seseorang dapat dikendalikan dan dikontrol oleh peraturan. Kebikjakan anti korupsi dapat dilihat dalam beberapa perspektif, yaitu: isi kebijkan, pembuatan kebijakan, penegakkan kebijakan, hukum kebijakan.

5.Kontrol KebijakanMengapa perlu kontrol kebijakan? Jawaban yang pasti atas pertanyaan ini adalah karena tradisi pembangunan yang dianut selama ini lebih bersifat sentralistik. Menurut David Korten lebih dari tiga dasawarsa, pembangunan diasumsikan dari pemerintah dan untuk pemerintah sendiri. Ini berarti bahwa fungsi peran, dan kewenangan pemerintah teramat dominan hingga terkesan bahwa proses kenegaraan hanya menjadi tugas pemerintah dan sama sekali tidak perlu melibatkan masyarakat seolah-olah pemerintah paling mengetahui seluk beluk kehidupan masyarakat di negarannya. Itulah sebabnya, ditengah arus demokratisasi, paradigma tersebut harus direkonstruksi sehingga tumbuh tradisi baru berupa kontrol kebijakan.Paling tidak terdapat tiga model kontrol terhadap kebijakan pemerintah, yaitu oposisi, penyempurnaan dan perubahan terhadap pemerintah. Penggunaaan tiga metode kontrol tersebut tergantung pada bentuk perumusan dan pelaksanaan kebijakanpemerintah serta pilihan politik yang hendak dibangun.

KESIMPULAN

Korupsi sebagai sebuak bentuk konsepsi mengalami pemaknaan yang beragam. Mulai pemaknaan yang bersifat etimologis, terminologis, sampai levelisasi korupsi. Sebagai sebuah penyimpangan, korupsi tidak hanya berlangsung pada ranah kekuasaan untuk mencari keuntungan materi juga dalam bentuk penyimpangan kepercayaan yang ada pada setiap orang. Korupsi bukan hanya milik pemerintah, tapi juga sektor swasta bahkan lembaga pendidikan. Korupsi tidak hanya berlangsung pada level struktural, tapi juga kultural.

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Syed Husein, korupsi, sebab dan fungsi, jakarta: LP3ES, 1987Baasir faisal, pembangunan dan krisis, jakarta: pustaka sinar harapan, 2003Hartati, evi tindak pidana korupsi, jakatra: sinar grafica, 2005