Makalah KK
-
Upload
hafidz-nur-ichwan -
Category
Documents
-
view
19 -
download
0
description
Transcript of Makalah KK
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diakibatkan oleh atau dihubungkan
dengan lingkungan kerja. Lingkungan kerja tidak hanya terbatas pada tempat kerja
formal seperti pabrik atau tempat kerja lain yang terorganisir dengan baik, tetapi
dapat juga tempat kerja informal seperti industri rumah tangga, industri tekstil yang
dikelola secara sederhana, pengelolaan timbal aki bekas, penggunaan pestisida oleh
petani, penggunaan solder timah pada jasa perbaikan alat elektronik dan lain-lain.
Penyakit akibat kerja yang sering timbul akibat pekerjaan tersebut dan mengenai
saluran nafas adalah asma dan rhinitis (Karjadi dan Djauzi, 2006).
Asma akibat kerja adalah penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi
saluran nafas yang reversible yang berhubungan dengan lingkungan kerja tertentu,
dan tidak berhubungan dengan rangsangan yang berasal dari luar tempat kerja (Yeung
dan Malo, 2007). Asma akibat kerja merupakan penyakit paru akibat kerja yang
sering dijumpai di masyarakat, terutama di negara maju. Prevalensi asma akibat kerja
berbeda antara satu negara dengan yang lain, tergantung pada lingkungan
pekerjaannya. Secara umum terjadi pada 5-10 % dari jumlah penduduk. Dari hasil
observasi American Thoracis society (ATS) di negara maju, 15 % pekerja menderita
asma akibat kerja dan merupakan penyakit tersering akibat kerja. Di Indonesia belum
ada data pasti tentang penyakit asma akibat kerja. Namun, diperkirakan 2-10 %
penduduk menderita asma dan 2 % dari seluruh penderita asma tersebut adalah asma
akibat kerja. (Baratawidjaja dan Harjono, 2001).
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai asma akibat kerja dan bagaimana pedoman penatalaksanaannya.
1
BAB II
ASMA AKIBAT KERJA
A. DEFINISI
Asma akibat kerja adalah penyakit yang ditandai dengan adanya
obstruksi saluran nafas yang reversible yang berhubungan dengan lingkungan
kerja tertentu, dan tidak berhubungan dengan rangsangan yang berasal dari
luar tempat kerja (Yeung dan Malo, 2007).
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi asma di tempat kerja menurut The American College of
Chest Physicians tahun 1995 adalah:
1. Asma Akibat Kerja
Asma yang disebabkan paparan zat di tempat kerja, dibedakan atas 2
jenis, tergantung ada tidaknya masa laten.
a. Asma Akibat Kerja Dengan Masa Laten
Yaitu asma yang terjadi melalui mekanisme imunologis. Pada
kelompok ini terdapat masa laten yaitu masa sejak awal pajanan
sampai timbul gejala. Biasanya terdapat pada orang yang sudah
tersensitisasi yang bila terkena lagi dengan bahan tersebut maka akan
menimbulkan asma.
b. Asma Akibat Kerja Tanpa Masa Laten
Yaitu asma yang timbul setelah pajanan dengan bahan ditempat kerja
dengan kadar tinggi dan tidak terlalu dihubungkan dengan
mekanisme imunologis. Gejala seperti ini dikenal dengan istilah
Irritant induced asthma atau Reactive Airways Dysfunction
Syndrome (RADS). RADS didefinisikan asma yang timbul dalam 24
2
jam setelah satu kali pajanan dengan bahan iritan konsentrasi tinggi
seperti gas, asap yang menetap sedikitnya dalam 3 bulan.
2. Asma Yang Diperburuk Di Tempat Kerja
Asma yang sudah ada sebelumnya atau sudah mendapat terapi asma
dalam 2 tahun sebelumnya dan memburuk akibat pajanan zat ditempat
kerja. Pada karyawan yang sudah menderita asma sebelum bekerja, 15 %
akan memburuk akibat pajanan dalam lingkungan kerja (Alimudiarnis,
2008).
C. PATOFISIOLOGI
Inhalasi dari allergen pada pekerja di tempat kerja dapat menginduksi
asma pada pekerja yang terpapar dalam jumlah paparan yang sedikit. Seperti
asma yang tidak disebabkan oleh kerja, asma akibat kerja merupakan penyakit
yang dapat disebabkan oleh berbagai factor, seperti genetik, lingkungan dan
perilaku. Asma ini penting untuk diketahui, karena dapat menyebabkan
masalah serius dalam penatalaksanaann medis dan memiliki konsekuensi
dalam sosioekonomi.
Patofisiologi asma akibat kerja yang diakibatkan oleh sebab
imunologis umumnya melibatkan mekanisme IgE-dependent. Asma kibat
kerja yang diinduksi oleh agen IgE-dependent hamper sama dengan asma
alergi yang tidak disebabkan oleh pekerjaan. Agen yang menyebabkan
sensitisasi pada asma akibat kerja, umumnya bahan organik, dapat
menginduksi asma dengan menghasilkan antibodi spesifik IgE. Bahan organik
dapat menyebabkan sensitisasi sebagai antigen sejati. Bahan anorganik juga
dapat menyebabkan sensitisasi pada asma akibat kerja melalui reaksi dengan
protein tertentu terlebih dahulu untuk selanjutnya menjadi allergen. Bahan
anorganik yang mungkin menyebabkan sensitisasi antara lain
sulfonechloramide, trimetilic anhydride, dan asam anhidrida lainnya.
3
Pada asma yang tidak tergantung pada IgE, asma akibat kerja dapat
disebabkan oleh agen anorganik tertentu, seperti asam plikatik dan
poliisosianat beserta polimernya. Bahan anorganik tersebut menyebabkan
asma dengan gejala klinis yang menyertainya, namun tidak berasosiasi dengan
antibodi spesifik IgE ataupun bereaksi dengan reseptor IgE. Gambaran
histologisnya berupa infiltrasi jalan nafas oleh agen inflamasi, terutama
eosinofil, aktivasi limfosit, dan perubahan sturuktur jalan nafas berupa
penebalan kolagen subepitel. Mekanisme agen anorganik tersebut
menginduksi asma diyakini berhubungan dengan respon imun spesifik, seperti
cell-mediated hypersensitivity, dimana respon imun diaktivasi oleh sel TH2
(Maestrelli et al. 2009).
D. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan asma akibat kerja sama dengan asma lain secara
umum, yang penting adalah menghindari dari pajanan dari bahan penyebab
asma, dimana semakin cepat terbebas dari pajanan makin baik prognosisnya.
Melanjutkan pekerjaan ditempat pajanan bagi pekerja yang telah tersensitisasi
akan memperburuk gejala dan fungsi paru meskipun telah dilengkapi dengan
alat pelindung ataupun pindah ke ruangan lain yang lebih sedikit pajanannya.
Pada RADS, bila resiko terjadinya pajanan ulang dengan bahan iritan dengan
konsentrasi tinggi bisa dihindarkan, maka penderita tidak perlu pindah tempat
kerja. Bila terdapat resiko terpajan lagi pada bahan iritan dengan konsentrasi
tinggi, dianjurkan untuk pindah tempat kerja. Pemindahan kerja sulit
dilakukan jika pekerja tidak mempunyai keahlian ditempat lain. Bagi mereka
yang menolak pindah kerja harus diberitahukan bahwa dapat terjadi
perburukan gejala atau diperlukan penambahan pemakaian obat-obatan.
Selain itu dapat terjadi komplikasi berupa penurunan fungsi paru dan
peningkatan derajat hipereaktivitas bronkus.
4
Pengobatan farmakologi asma akibat kerja sama dengan asmalainnya
diantaranya dengan pemberian kortikosteroid inhalasi. Penelitian Malo dkk
tahun 1996 mendapatkan dengan pemberian kortikosteroid inhalasi pada asma
kerja lebih bermanfaat jika diberikan lebih awal setelah diagnosis asma kerja
ditegakkan. Selain terapi farmakologis, menghindari paparan terhadap alergen
penyebab akan memberikan kesembuhan pada 50 % kasus (Alimudiarnis,
2008).
5
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Penderita asma akibat kerja meningkat seiring dengan meningkatnya
bidang industri.
2. Asma di tempat kerja dibedakan antara asma akibat kerja dan asma yang
diperburuk oleh lingkungan kerja.
3. Asma akibat kerja bisa terjadi melalui mekanisme imunologis maupun
nonimunologis.
4. Terapi obat – obatan asma akibat kerja sama dengan asma lain.
5. Asma akibat kerja dapat ditangani dan memiliki prognosis baik bila
diketahui secara dini dan menghindari alergen penyebab.
B. SARAN
1. Penaganan asma akibat kerja hendaknya memperhatikan aspek
penatalaksanaan medis dan keadaan sosioekonomi pasien.
2. Setelah diagnosa asma akibat kerja ditegakkan sebaiknya pasien
diinformasikan mengenai keadaannya dan disarankan agar pindah ke
lingkungan pekerjaan yang lain agar penyakitnya tidak sampai memburuk.
6
DAFTAR PUSTAKA
Alimudiarnis. 2008. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Asma Akibat Kerja. Sub
Bagian Pulmonologi/Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas RS. Dr. M. Djamil: Padang.
Baratawidjaja K, Harjono T. 2001. Asma Akibat Kerja. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta. 33-42
Karjadi T, Djauzi S. 2006. Dasar- Dasar Penyakit Akibat Kerja. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta. 122-123
Maestrelli, Piero et al. 2009. Mechanisms of Occupational Asthma. The Journal of
Allergy and Clinical Immunology: Volume 123, Issue 3, Pages 531-542, March
2009. http://www.jacionline.org/article/S0091-6749(09)00211-5/fulltext#sec2
Yeung M.C. dan Malo J.L. 2007. Occupational Asthma. The New England Journal of
Medicine. vol 333 no 2. 107-112
7