Makalah Kinetik Kelompok G

40
Equilibrium, Kinetics And Mechanism Of Removal Of Methylene Blue From Aqueous Solution By Adsorption Onto Pine Cone Biomass Of Pinus Radiata KINETIKA KIMIA OLEH Kelompok G Fiqhi Ramadhan (G1) Yesi Rasela (G2) Yolanda Priscilia Gustantia (G3) Jayanti Elisabet (G4) Gustanty Liliana Ayu (G5) Sufitri Roitul Janah (G6) Dosen Pengampu : Dr. Muhdarina, M.Si JURUSAN KIMIA

description

Kinetika kimia

Transcript of Makalah Kinetik Kelompok G

Equilibrium, Kinetics And Mechanism Of RemovalOf Methylene Blue From Aqueous Solution

By Adsorption Onto Pine Cone Biomass Of Pinus Radiata

KINETIKA KIMIA

OLEH

Kelompok G

Fiqhi Ramadhan (G1)

Yesi Rasela (G2)

Yolanda Priscilia Gustantia (G3)

Jayanti Elisabet (G4)

Gustanty Liliana Ayu (G5)

Sufitri Roitul Janah (G6)

Dosen Pengampu : Dr. Muhdarina, M.Si

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2016

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Banyak industri mencakup tekstil, kertas, karet, kulit plastic dan juga

kosmetik yang diperoduksi massal pada volume pencampuran limbah air karena

menggunakan bahan sintetik yang bermacam macam pada pengoperasian proses

pencelupan. Lebih dari 10.000 dye dengan jumlah total produksi 7x105 ton metric

yang diukur pada ketetapan tersedianya dan 5-10 % jumlah warna hilang in

industry dekat sungai (Yao et al. 2009; Rafatullah et al. 2009). Proses pencelupan

pada limbah cair pada tingginya warna yang tinggi dan kandungan zat kimia dan

biokimia mengakibatkan (Yao et al. 2009) pelepasan warna pancaran ke

lingkungan dikhawatirkan dapat merusak lingkungan (Tan et al. 2007).

Penceplupan pada Cationic dyes methylene blue (MB) adalah banyaknya racun

dibanding anionic dyes (Hao et al. 2000). Meskipun metilen biru tidak berbahaya

dan beracun hal ini dapat menyebabkan sakit mata yang bisa dipermanenkan atau

luka pada bagian mata pada manusia dan hewan (Tan et al. 2007; Abd EI-Latif et

al. 2010). Hal ini bisa menyebabkan pernapasan menjadi sulit sebab bisa

mengakibatkan nausea, pusing, keringat berlebih, diare (Abd EI-Latif et

al.2010). sehubungan itu peningkatan adanya jumlah perpindahan ini pada proses

pemindahan pencelupan air pada limbah cair.

Pada umumnya sesuatu yang berwarna sangat bersifat biodegradasi atau

melawan kondisi lingkungan yang berlawanan pada masalah limbah cair yang

mengandung zat kimia. Lebih dari itu tidak bisa disempurnakan oleh penemuan

biologis yang dapat memproses aktivasi seperti mencerna anaerobic . Sebuah

teknologi dapat dibangun dan digunakan sebagai pemindahan kontaminasi dari

limbah caih seperti adsorpsi, koagulasi/floktuasi, oksidasi lanjutan ozonisasi

membrane penyaringan cair yang diekstraksi (Yao et al. 2009; Abd EI-Latif et al.

2010; Vimonses et al. 2009).

Semua proses dapat dibatasi.Pemindahan bahan organic yang bersifat

ekonomis yang merupakan jalan terpenting dalam mengatasi masalah sebuah

nomor system yang dibangun dengan teknik penyerapan.Penyerapan ini sangat

efektif yang dapat dipisahkan dan dapat dipertimbangkan lainnya untuk

mengurangi limbah cair yang dapat perlakuan khusus untuk mengurangi

Racun (Yao et al. 2009; Abd EI-Latif et al. 2010; Mohammad et al.

2010).ketentuan ini digunakan untuk adsorbent, aktivasi karbon yang memiliki

kapasitas tinggi pada pemindahan bahan organik (Sharma et al.2010; Wang et al.

2005). Tabung karbon nano juga memiliki perbaikan untuk penyerapan metilen

biru(Shahryari et al. 2010). Tapi beberapa tidak untung seperti harga tinggi yang

dimana dapat meningkatkan jumlah limbah cair. Disana ada kerusakan pada

adsorben lainnya yang bahannya tidak mahal dan tidak membutuhkan

penambahan zat adiktif seperti proses penyerapan yang menjadikan

ekonomis .Baru saja beberapa pertanian dan produk kehutanan dan limbahnya

merekontruksi sebuah adsorben.Beberapa jenis produk pertanian seperti beras

kulit dan sereal sekam, bubuk daun Bebek liar raksasa Waranusantigul et al.

2003), serbuk gergaji (Garg et al. 2003; Garge et al. 2004), kulit gandum

(Robinson et al. 2002), kupas jeruk (Rajeshwarisivaraj et al. 2001) dan abu layang

(Janos et al. 2003; Visa et al. 2009), biji minyak jarak (Oladoja et al. 2008) dan

Jerami gandum (Oei et al. 2009) yang telah diberitahukan untuk Pemindahan

metilen biru dari limbah cair. Disana banyak adsorben alami yang mengandung

lempung mineral yang digunakan untuk pemindahan metilen biru dari larutan dan

mendukung untuk kelanjutan Rafatullah et al. (2009) dan oleh Srinivasan dan

Viraraghavan (2010). Kuantitas yang besar untuk kulit pohon cemara yang

diproduksi secara produk melalui pengembangan ini. Kulit yang berovulasi akan

menjadi lebih baik pada pinus masing masing kulit cemara mengubah bagian yang

dalam pada perubahan spiral yang sangat besar pada lingkaran kayulingkaran

kayu itu merupakan kulit yang sudah matang pada bagian epidermal and sel

sclerenchyma yang mengandung selulosa, hemiselulosa lignin, ronin dan tannin

(Ucun et al.2003). skala ovulasi pada biji cemara (pinus) merupakan suatu limbah

dan bersiap menjadi sebuah adsorben yang sudah diuji terhadap pewarna metilen

biru dari larutan encer.Disana terdapat sedikit pelajaran seperti Pinus

sylvestrisyang digunakan untuk memindahkan chromium (IV) dari larutan encer

(Ucun et al. 2003), dan reaktifnya larutan berwarna (Aksakal and Ucun 2010)

telah dilaporkan. Pemindahan copper (III) dari larutan encer pada kulit pinus

sebagai biosorbent telah dilaporkan oleh ofomaja et al. (2009). Bagaimanapun

juga tidak ada laporan mengenai penggunaan biomassa pada radiate pinus sebagai

adsorbent yang efektif untuk pemindahan kation pewarna metilen biru dari larutan

encer. Sehubungan itu hal ini bertujuan untuk mempelajari sisi ekonomis dan

kecocokan metode untuk metilen biru dari air pada proses peyerapan dengan

harga yang ekonomis juga menyediakan keadaan berlimpah pada adsorbent

seperti biomassa ovulasi biji pinus P. radiate merupakan salah satu jenis pohon

pinus dan merupakan penyediaan yang berada di Australia.

Saat ini penelitian mendalami mekanisme mengenai penyerapan dan

kinetika penyerapan pada metilen biru yang diputuskan pada jenis

physicochemical yang mengendalikan pengaruh pada laju penyerapan (adsorpsi)

dan kapasitas sebagai adsorben. Pengaruh yang berhubungan seperti pH,

konsentrasi pewarna, dosis adsorben yang digunakan, konsentrasi garam, dan

suhu pada metilen biru yang telah dilanjuti. Selain itu total jumlah garam yang

dimanfaatkan pada proses pewarna telah dilakukan pemutusan garam pada

penyerapan kapasitas organik. Sehubungan itu efek garam pada penyerapan

metilen biru yang diserap merupakan aspek baru pada penelitian yang bekerja

telah dipresentasikan. Sehubungan dengan yang dilakukan mengenai diskusi jenis

termodinamika pengukuran seperti energi bebas gibbs pemanasan penyerapan,

penggantian entropi dan aktivasi energi yang bersifat representatif .Akhirnya

sebuah penutup pada adsorben yang dibuat pada penghilangan metilen biru P.

Radiata berdasarkan data kesetimbangan yang diperoleh.

1.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui Kinetika dan Mekanisme kerja dari metilen biru terhadap

yang diserap di kulit buah pinus radiata yang diamati berbagai jenis pada

parameter Physicochemical.

2. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi penyerapan metilen biru

pada biomassa kulit buah pinus radiata

3. Mengetahui orde reaksi yang dihasilkan pada penelitian penghilangan

metilen biru dari Larutan oleh Adsorpsi Kulit Buah Cemara

4.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinetika Kimia

Kinetika kimia adalah suatu ilmu yang membahas tentang laju (kecepatan) dan

mekanisme reaksi. Berdasarkan penelitianyang mula – mula dilakukan oleh

Wilhelmy terhadap kecepatan inversi sukrosa, ternyata kecepatan reaksi

berbanding lurus dengan konsentrasi / tekanan zat – zat yang bereaksi. Laju reaksi

dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi atau tekanan dari produk atau reaktan

terhadap waktu.

Berdasarkan jumlah molekul yang bereaksi, reaksi terdiri atas :

1. Reaksi unimolekular : hanya 1 mol reaktan yang bereaksi

Contoh : N2O5 N2O4 + ½ O2

2. Reaksi bimolekular : ada 2 mol reaktan yang bereaksi

Contoh : 2 HI H2 + I2

3. Reaksi termolekular : ada 3 mol reaktan yang bereaksi

Contoh : 2 NO + O2 2NO2

Berdasarkan banyaknya fasa yang terlibat, reaksi terbagi menjadi :

1. Reaksi homogen : hanya terdapat satu fasa dalam reaksi (gas atau

larutan)

2. Reaksi heterogen : terdapat lebih dari satu fasa dalam reaksi

Secara kuantitatif, kecepatan reaksi kimia ditentukan oleh orde reaksi, yaitu

jumlah dari eksponen konsentrasi pada persamaan kecepatan reaksi.

1. Reaksi Orde Nol

Pada reaksi orde nol, kecepatan reaksi tidak tergantung pada konsentrasi reaktan.

Persamaan laju reaksi orde nol dinyatakan sebagai :

-

dAdt = k0

A - A0 = - k0 . t

A = konsentrasi zat pada waktu t

A0 = konsentrasi zat mula – mula

Contoh reaksi orde nol ini adalah reaksi heterogen pada permukaan katalis.

2. Reaksi Orde Satu

Pada reaksi prde satu, kecepatan reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi

reaktan.

Persamaan laju reaksi orde satu dinyatakan sebagai :

-

dAdt = k1 [A]

-

dA[ A ] = k1 dt

ln

[ A 0 ][ A ] = k1 (t – t0)

Bila t = 0 A = A0

ln [A] = ln [A0] - k1 t

[A] = [A0] e-k1t

Tetapan laju (k1) dapat dihitung dari grafik ln [A] terhadap t, dengan –k1 sebagai

gradiennya.

Gambar 1. Grafik ln [A] terhadap t untuk reaksi orde satu

Waktu paruh (t1/2) adalah waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi reaktan hanya

tinggal setengahnya. Pada reaksi orde satu, waktu paruh dinyatakan sebagai

k1 =

1t1/2 ln

11/2

k1 =

0 ,693t 1/2

3. Reaksi Orde Dua

Persamaan laju reaksi untuk orde dua dinyatakan sebagai :

-

dAdt = k2 [A]2

t

gradien = -k1

ln [A]0

ln [A]

-

dA[ A ]2 = k2 t

1[ A ] -

1[ A 0 ] = k2 (t – t0)

Tetapan laju (k2) dapat dihitung dari grafik 1/A terhadap t dengan k2 sebagai

gradiennya.

Gambar 2. Grafik ln 1/[A] terhadap t untuk reaksi orde dua

Waktu paruh untuk reaksi orde dua dinyatakan sebagai

t1/2 =

1k 2[ A 0 ]

2.2. Isoterm Penyerapan

Untuk menstimulasi penyerapan iosterm, 2 hal yang umum menggunakan model

freundlich (1906) dan Langmuir (1918) diseleksi pada pewarna kerucut pinus

yang saling berinteraksi.Isoterm freundlich yang diasumsikan pada penempatan

tegangan heterogen bisa dihubungkan sebagai

Dimana Qe adalah jumlah absorbsi pewarna yang diserap pada waktu

kesetimbangan (milligrams per gram) dan Ce adalah konsentrasi kesetimbangan

pelarut dalam larutan (milligram per liter). Kf dan n adalah isotherm konstan yang

diindikasikan kapasitas dan intensitas pada penyerapan (Arias and Sen 2009).

Isoterm Langmuir terbentuk dari Langmuir yang bisa dituliskan sebagai

(Bhattacharya et al. 2006):

t

gradien = -k2

ln 1/[A]0

ln 1/[A]

Ketetapan Langmuir, qm ( Maksimum penyerapan kapasitas milligram per gram )

dan Ka ( nilai untuk ketetapan Langmuir yang berhubungan energy untuk

penyerapan liter per mligram yang diprediksikan antara Ce/qe and Ce.

2.3. Adsorpsi Kinetik

Pada hal ini akan dijelaskan mekanisme adsorpsi yang berpotensial

mengendalikan bagian pada proses pewarna adsorpsi yang di analisa

menggunakan pseudo-first-order dan partikel intra difusi yang dijelaskan

sebelumnya.

Pseudo-First-Order Model The integral terbentuk dari model umumnya yang

menunjukkan sebagai (Vimonses et al. 2009; Mohammad et al. 2010; Rengaraj et

al. 2004).

Dimana qt dan qe merupakan jumlah absorbed saat kesetimbangan dan K1

menunjukan penyerapan petama dan t adalah waktu kontak. Laju penyerapan

konstan K1 yang dihitung dari log (qe-qt) melawan t.

Pseudo-Second-Order Model The adsorption data dianalisa pada ketentuan pseudo

second order dianalisa pada mekanisme oleh by (Vimonses et al. 2009;

Mohammad et al. 2010; Rengaraj et al. 2004)

Dimana K2 adalah laju pseudo second order yang diintragasikan oleh suatu

kondisional t=0 ke arah t=t dan q=0 pada q=qt memberikan

Sebuah plt antara t/qt dan t yang memberikan sebuah nilai konstan K2 dan juga

Qe yang bisa dihitung. Konstan K2 juga digunakan kalkulasi laju h :

laju konstan yang k2 yang menyerap laju h dan memprediksi qe bisa menghitung

dari plot t/q melawan waktu t menggunakan eq 7.

2.4. Mekanisme Adsorpsi

Intrapartikel difusi merupakan hal yang lazim digunakan untuk mengidentifikasi

mekanisme adsorpsi untuk menggambarkan sesuatu.menurut weber dan moris

untuk proses adsorpsi serapan bervariasi hamper porposional dengan ½ yang lebih

waktu kontaknya dan bisa menjadikan seperti :

dimana qt adalah jumlah adsorbed pada waktu dan t0.5 adalah jumlah kotak waktu

dan satuan anak (milligram pergram menit 0.5) adalah laju konstan intra partikel

difusi.

2.5. Pemahaman Termodinamika

Pengukuran termodinamika seperti energy bebas gibbs ,entalpi dan perubahan

entropi untuk penyerapan pewarna kulit pinus yang diputuskan pada perumusan

(Arias and Sen 2009):

Dimana qe adalah jumlah absorbat pewarna per unit berat kulit pinus, ce adalah

konsentrasi kesetimbangan dan T adalah suhu dan k dan R adalah gas tetap

BAB III

METODOLOGI

3.1 Adsorben

Kulit pohon pinus diperoleh dari campus of Curtin University of

Technology, Perth, Australia barat dan mengoleksi antara bulan februari dan

maret 2010.Kulit dicuci dengan air destilasi untuk menghilangkan yang tidak

diinginkan seperti pasir dan .pencucian kulit pada biomassa yang dikeringkan

dengan suhu at 70°C pada 24 jam di sebuah oven. Setelah itu dikeringkan dengan

penghilangan di dasar air. Hasilnya bawah dasar kulit pinus yang telah melewati

standar pada 150 μm dan telah dikoleksi pada plastic yang digunakan untuk

menganalisis pada percobaan penyerapan. Bubuk kulit pinus telah dianalisa

menggunakan spectrum 100 FTIR spectrometer untuk menentukan kelompok.

Pemeriksaan electron mikroskop ( EVO 40) yang digunakan untuk

menginformasikan tegangan struktur morfologi kulit biji pinus yang telah diukur

measured oleh Malvern Hydro 2000S master Sizer, Malvern Instruments Ltd.,

UK.

3.2. Adsorbate dan bahan kimia lainnya

Semua bahan kimia yang secara diteliti kelasnya. MB merupakan jenis

kation yang dipilih pelajaran adsorbat masa kini.Rumus kation metilen biru C16H18

N3SCl·3H2O adalah yang dimana di suplai oleh Sigma-Aldrich Pty. Ltd.,NSW,

Australia dan sudah dianalisa. Hal ini dimanfaatkan tanpa penyaringan leih lanjut.

Sebuah solusi pada 1,000 mg/l telah dipersiapkan pada peleburan yang tepat

sekitar (1,000 mg) MB dalam satuan liter air yang diionkan. Sebuah jawaban

yang berkembang pada air yang telah diionkan bekerja pada peleburan. PH

merupakan solusi yang diatur oleh penambahan 0.1 M HCl atau 0.1 NaOH.

Sebuah sampel botol dan gelas kaca yang telah dicuci dan air dibilas yang

dikeringkan pada suhu 60°C oleh The SP-8001 UV/VIS spectrophotometer

digunakan menentukan konsentrasi pewarna metilen biru dalam larutan.

Pengukuran pH diukur dengan menggunakan pengukuran PH orien. Konsentrasi

pewarna yang dikurangi diukur menggunakan UV/visible spectrometer pada λmax

yang mengacu ke penyerapan maksimum untuk pewarna larutan λmax=667 nm oleh

pengambilan sampel pada interval waktu yang diresidukan pada sentrifungasi

MB. Kurva Kalibrasi yang dihitung antara absorbansi dan konsentrasi larutan

pewarna memperoleh absorbansi tentang konsentrasi.

3.3. Percobaan Kinetika

Pengukuran penyerapan ditentukan oleh percobaan sejumlah adsorbent

dengan 50 ml larutan metilen biru yang diketahui konsentrasinya 250 ml pada

labu ukur.Pencampuran yang dikocok pada suhu yang tetap menggunakan

Thermoline Scientific Orbital Shaker Incubator pada 120 rpm di suhu 30°C untuk

180 menit waktu yang ditentukan pada botol yang ditarik dari tempat yang

diresidu konsentrasi ewarna dalam reaksi campur yang dianalisa oleh sentrifuga

reaksi pencampuran mencampur pengukuran absorbansi supernatan panjang

gelombang yang koresponden untuk mencapai maksimum ke arah absorbansi

suatu sampel .Konsentrasi pewarna yang dicampurkan dapat dihitung dari

kalibrasi kurva. Percobaan penyerapan ini dihitung dari larutan pH, waktu kontak,

jenis adsorbent, inisial yang sama pada pewarna metilen biru yang

dikonsentrasikan, suhu dan konsentrasi garam yang dibawah aspek kinetika

penyerapan, peyerapan isotherm dan memelajari termodinamika.

Jumlah bubuk yang daam biomassa pada waktu (milligram per gram) dapat

dihitung oleh penghitungan massa yang seimbang .

Hubungan:

dan penghilangan efisiensi i.e. % yang diadsorpsi dapat dihitung sebagai:

Co merupakan konsentrasi (milligram per liter) Ct adalah konsentrasi pewarna

pada saat V adalah volume larutan dan M adalah massa pada bubuk pinus kerucut.

Semua pengukuran pada dasarnya pespundusible dengan ±10%.

3.4. Percobaan Isoterm

Adsorpsi kesetimbangan pada dasarnya seperti 50 ml larutan pewarna

yang berbeda pada konsentrasi 20, 30, 40, 50 and 60 ppm dengan 10 mg bubuk

kerucut pinus dalam 250 ml labu ukur dalam 4 jam lebih banyak untuk waktu

kesetimmbangan.Metode ini dibahas perbagian

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karaktirisasi Fisik Pada Massa Kulit Pinus

Penyerapan kapasitas pada kulit massa pinus bergantung pada porositas

reaktifnya kimia pada fungsi kelompok tegangan permukaan.Sehubungan itu,

pengetahuan tegangan permukaan memberikan pemahaman kapasitas penyerapan

kulit pinus yang biomassa cukup besar. Pengetahuan mengenai fungsi tegangan

memberikan kapasitas adsorpsi biomassa pinus kerucut. Pinus kerucut

mengandung epidermal dan sclerenchyma yang mengandung selulosa,

hemiselulosa, lignin, rosin dan tannin di dalam sel mereka yang mengandung

kepolaran sepertialkohol, aldehid, keton, karboksilat, fenolit, dan grup lainnya

(Ofomaja et al. 2009).

Gambar 3. Spektrum FTIR biomassa Kulit Pinus

Grup itu juga akan terbentuk dari satuan situs pada bahan permukaan. Gambar 3

menunjukkan bahwa FTIR pada kulit pinus biomassa. Beberapa hal ini diamati

menunjukkan bahwa pinus kerucut terdiri dari berbagai kelompok fungsional

yang bertanggung jawab untuk pengikatan kation biru pewarna metilen. Puncak

pada 3,301.28 cm-1 menunjukkan O-H peregangan getaran,dan band spektrum

diamati pada 2,926.87 cm-1 merupakan getaran CHN terutama karena C-CH dan

C-CH2 obligasi. Puncak di 16.7.67 cm-1 sesuai dengan C = O dan getaran dari C

= C. Puncak pada 1,369.55 cm-1sesuai dengan N-alkil ted amina aromatik, dan

puncak di 1,264.25 cm-1 menunjukkan C-N peregangan dengan amina atau C-O

getaran asam karboksilat (Argun et al.2008). Puncak antara 1,052.93 dan 765,45

cm-1 dapat ditugaskan ke -C-C dan -CN peregangan, masing-masing. jenis yang

sama dari spektrum FTIR pinus cone telah dilaporkan oleh beberapa peneliti lain

(Ofomaja et al 2009;. Argun et al 2008.). SEM biomassa kerucut pinus sebelum

dan sesudah adsorpsi ditunjukkan pada Gambar. 4 dan 5, masing-masing.

Ketersediaan pori-pori dan permukaan internal jelas ditampilkan dalam gambar

SEM dari kerucut pinus biomassa sebelum adsorpsi (Gambar. 4), dan cakupan

yang dari permukaan dan pori-pori oleh terserap tersebut methylene blue

ditunjukkan pada Gambar. 5. Pada dasarnya, struktur berpori yang muncul pada

Gambar. 4 akan kabur di Ara. 5 karena adsorpsi. Ukuran partikel distribusi

biomassa pinus kerucut untuk permukaan spesifik daerah adalah 0.213 m2 / g.

Dengan mengambil permukaan rata tertimbang berarti dari masing-masing

percobaan, rata-rata partikel ukuran untuk biomassa pinus kerucut yang digunakan

adalah 28,19 m.

Gambar 4. Struktur Biomassa Kulit Pinus Sebelum Proses Adsorpsi

Gambar 5. Struktur Biomassa Kulit Pinus Setelah proses adsorpsi MB

4.2. Pengaruh pH Solusi awal pada MB Dye Serapan

Percobaan kinetic PH awal larutan zat warna MB adalah parameter

penting yang dikendalikan adsorpsi proses, khususnya kapasitas adsorpsi. Itu

efisiensi adsorpsi tergantung pada solusi pH karena variasi dalam pH

menyebabkan variasi dalam derajat ionisasi dari molekul serap dan sifat

permukaan adsorben (Rosemal et al.2009; Nandi et al. 2009). Gambar 4

menunjukkan efek solusi awal pH pada jumlah pewarna adsorpsi, qt (Miligram

per gram). Jumlah dye adsorpsi meningkat seiring dengan waktu serta dengan

peningkatan pH atau alkalinitas. Persentase penghapusan dye juga ditemukan

untuk meningkatkan ketika pH larutan meningkat dari pH 3,47 sampai pH 7.28

yang plot tidak disajikan di sini.

Gambar 6. Menunjukkan efek solusi awal pH pada jumlah pewarna adsorpsi

Dari Gambar. 6, ditemukan bahwa jumlah pewarna teradsorpsi meningkat dari

30,96 mg / g (Efisiensi penyisihan 63,83%) ke 47,41 mg / g (94,82% Efisiensi

removal) karena perubahan pH dari 3,47 ke 7.28 untuk konsentrasi zat warna awal

tetap 20 ppm pada keseimbangan. PH solusi akhir, setelah Proses adsorpsi, sedikit

bervariasi dan menunjukkan kecil tren menurun (kisaran 0,3-0,8) yang tidak

ditampilkan sini. Dengan meningkatnya pH, biasanya diharapkan kationik

pewarna adsorpsi juga meningkat karena meningkatkan muatan permukaan

negatif dari adsorben. Muatan negatif pada biomassa kerucut meningkat dengan

meningkatkan pH yang dilaporkan oleh Ucun et al. (2002). Ini juga telah

melaporkan bahwa potensi zeta dan biaya permukaan menghargai bahwa

biomassa kerucut adalah bermuatan negatif dalam kisaran pH yang luas (3,3-8,8;

Ucun et al. 2002). Biomassa kerucut yang terdiri dari polisakarida dapat

memberikan amino yang mengikat, karboksil, fosfatdan kelompok sulfat terhadap

zat warna kationik. Dengan meningkatkan nilai pH, adsorpsi metilen biru pada

biomassa pinus kerucut cenderung meningkat, yang dapat dijelaskan oleh

interaksi elektrostatik mewarnai spesies kationik dengan bermuatan negative

permukaan. gaya elektrostatik ini tarik lebih dengan meningkatnya muatan

permukaan negatif adsorben. Selain itu, tingginya persentase removal zat warna

pada tinggi pH juga karena adanya kurang H+ bersaing untuk situs serapan pada

biomassa. pH rendah mengarah ke meningkatkan konsentrasi H+ ion dalam

sistem, dan permukaan biomassa kerucut mengakuisisi muatan positif dengan

menyerap ion H+ dan jumlah karenanya kurang dari kationik pewarna adsorpsi

berlangsung. pH akhir solusi MB pewarna adalah hasil dari elektrostatik interaksi

antara bermuatan negatif pinus kerucut permukaan adsorben dan solusi kationik

MB untuk membentuk kompleks, dan lebih H+ datang ke solusi yang memberikan

sedikit penurunan pH solusi akhir. Sebuah serupa perilaku diamati untuk adsorpsi

biru metilen pada perlit (Dogan et al. 2004), pada sekam padi (Sharma et al.

2010), pada Mente shell (Kumar et Al. 2010) dan serbuk gergaji kayu ek (Abd EI-

Latif dkk. 2010).

4.3. Pengaruh Monovalent Salt Konsentrasi pada Dye

Kinetika adsorpsi Percobaan telah dilakukan dengan menggunakan natrium

klorida dari dua konsentrasi yang berbeda dari 100 dan 200 mg / l, dan hasilnya

disajikan pada Gambar. 7.

Gambar 7 menunjukkan bahwa penambahan garam memiliki ringan efek pada

kapasitas adsorpsi.

Ada kecil penurunan jumlah pewarna adsorpsi dengan peningkatan

konsentrasi garam. Hasil ini menunjukkan bahwa Kehadiran elektrolit eksternal,

seperti natrium klorida, memiliki efek terbatas pada efisiensi yang mengikat

antara pinus kerucut dan biru metilen. Na + NaCl ion dapat bersaing dengan biru

metilen dasar situs mengikat pada permukaan adsorben dan karenanya kurang

adsorpsi. Sebuah perilaku yang sama diamati untuk dasar pewarna adsorpsi merah

pada bentonit (Hu et al. 2006) dan juga metilen adsorpsi biru di kaolin (Nandi et

al. 2009).

4.4. Pengaruh Temperatur terhadap Dye Adsorpsi

Gambar 8. Jumlah penyerapan metilen biru berdasarkan peningkatan suhu

Ilmu gerak Gambar 8 menunjukkan bahwa jumlah biru metilen adsorpsi

pada pinus kerucut menurun dengan meningkatnya Suhu dari solut. Hal ini

terutama karena penurunan aktivitas permukaan menunjukkan adsorpsi yang

antara metilen biru dan pinus kerucut adalah eksotermik proses. Dengan

meningkatnya suhu, menarik Pasukan antara permukaan biomassa pinus kerucut

dan pewarna yang melemah dan kemudian penyerapan menurun. Ini mungkin

karena kecenderungan molekul dye untuk melarikan diri dari fase padat biomassa

ke fase cair dengan peningkatan suhu larutan (Tarawa dan Horsfall 2007). sejenis

hasil untuk adsorpsi biru metilen pada berbagai suhu pada gulma air biomassa

(Tarawa dan Horsfall 2007), pada kaolin (Nandi et al. 2009) dan pada Mente shell

(Kumar et al. 2010) juga telah dilaporkan.

Tabel 1. Parameter adsorpsi Metilen Biru oleh Biomassa Kulit Pinus Kerucut

The Gibb energi bebas (ΔG0), entropi (ΔS0) dan entalpi (ΔH0) perubahan

untuk biru metilen ini adsorpsi telah ditentukan oleh aplikasi dari pers. 10 dan 11

dan juga dengan bantuan Van't Hoff plot yang tidak ditampilkan di sini. Ketiga

termodinamika parameter ditabulasikan pada Tabel 1. Secara umum, perubahan

energi bebas standar untuk physisorption adalah di kisaran -20 sampai 0 kJ / mol

dan untuk chemisorption bervariasi antara -80 dan -400 kJ / mol (Vimonses et al.

2009). Keseluruhan ΔG0 (Tabel 1) adalah nilai negatif dari -7,6 ke -5,7 kJ / mol di

Studi rentang suhu. Hasil ini berkoresponden untuk adsorpsi fisik spontan metilen

biru, yang menunjukkan bahwa sistem ini tidak mendapatkan energy dari sumber

daya eksternal (Vimonses et al 2009;. Arias dan Sen 2009). Peningkatan ΔG0

dengan peningkatan Suhu menunjukkan adsorpsi kurang efisien temperatur. Nilai

negatif yang lebih tinggi dari ΔS0 dari pinus kerucut menyarankan penurunan

keacakan pada mereka padat / cair antarmuka, dan tidak ada perubahan yang

signifikan terjadi pada struktur internal dari adsorben melalui adsorpsi (Vimonses

et al. 2009). Itu nilai negatif dari perubahan entalpi (ΔH0) menunjukkan Sifat

eksotermis adsorpsi. Selanjutnya, besarnya energi aktivasi (A) memberikan

gambaran tentang jenis adsorpsi yang terutama pengenalian difusi Proses (tidak

difusivitas zat terlarut melalui permukaan dinding mikropori dari partikel) atau

kimia proses reaksi (Abd EI-Latif dkk. 2010). Energi aktivasi, A, di bawah 42 kJ /

mol menunjukkan proses difusi-dikendalikan, dan nilai-nilai yang lebih tinggi

memberikan kimia proses berdasarkan reaksi-(Abd EI-Latif dkk. 2010). Oleh

karena itu, energi aktivasi, A, telah dihitung sebagai per hubungan berikut (Abd

EI-Latifet al. 2010):

Nilai-nilai A pada tiga suhu yang berbeda memiliki telah ditabulasikan

pada Tabel 1. Dalam penelitian ini, aktivasi energi (A) nilai yang kurang dari 42

kJ mol-1 (Tabel 1) menunjukkan proses adsorpsi difusi-dikendalikan.3.6

Pengaruh Kontak Waktu dan Initial MB Dye Konsentrasi pada adsorpsi Kinetics

Konsentrasi zat warna awal memiliki efek diucapkan pada penghapusan dari

larutan air. Efek dari hubungi waktu pada adsorpsi pewarna biru metilen diselidiki

pada konsentrasi zat warna awal yang berbeda ke pinus kerucut adsorben, dan

hasil disajikan dalam Ara. 8. Ditemukan bahwa penghapusan dye meningkat dari

60,64% menjadi 90,14% dengan penurunan awal konsentrasi metilen pewarna

biru dari 40 ke 20 ppm (Gambar. 8). Itu juga menemukan bahwa jumlah adsorpsi,

yaitu miligram adsorbat per gram adsorben, meningkat dengan meningkatnya

waktu kontak sama sekali konsentrasi pewarna awal, dan keseimbangan dicapai

dalam waktu 180 menit untuk yang plot tidak disajikan di sini. Selanjutnya, ia

mengamati bahwa jumlah metilen serapan pewarna biru, qt (miligram per gram),

meningkat dengan peningkatan konsentrasi ion logam awal. Pada dasarnya, dari

kedua tokoh, adsorpsi persentase menurun dan tingkat adsorpsi meningkat dengan

meningkatnya konsentrasi zat warna awal.Hal ini terjadi karena konsentrasi zat

warna awal memberikan kekuatan pendorong untuk mengatasi perlawanan untuk

transfer massa zat warna antara air dan fase padat. Untuk dosis konstan adsorben.

4.5. Pengaruh Waktu Kontak

Gambar 9. Pengaruh waktu kontak dan konsentrasi zat warna awal pada (persen)

dari adsorpsi (penghapusan) metilen biru ke bubuk pinus kerucut: massa adsorben

= 20 mg; volume larutan pewarna = 50 ml; pH≈6.16; Suhu = 30 ° C; kecepatan

pengadukan = 120 rpm

Konsentrasi zat warna awal yang lebih tinggi, tersedianya situs adsorpsi

dari adsorben menjadi lebih sedikit, dan karenanya penghapusan metilen biru

tergantung pada konsentrasi awal(Shahryari et al. 2010). Peningkatan Konsentrasi

awal juga meningkatkan interaksi antara adsorben dan pewarna. Oleh karena itu,

peningkatan konsentrasi pewarna awal menyebabkan peningkatan dalam

penyerapan adsorpsi pewarna. Hal ini juga terliat dari Gambar. 9. bahwa

penghapusan zat warna dengan adsorpsi pada pinus kerucut sangat cepat pada

periode awal kontak tetapi melambat dengan waktu. Percobaan kinetik ini jelas

menunjukkan bahwa adsorpsi pewarna metilen biru dipinus kerucut terdapat dua

proses: adsorpsi pewarna yang sangat cepat kepermukaan luar diikuti oleh

kemungkinan intraparticle lambat difusi dibagian dalam adsorben.

Kinetika cepat memiliki kepentingan praktis yang signifikan, karena

memfasilitasi volume reaktor yang lebih kecil, memastikan tinggi efisiensi dan

ekonomi (Arias dan Sen 2009; Sen dan Sarzali 2008). sejenis dari hasil dilaporkan

oleh berbagai peneliti untuk adsorpsi biru metilen pada karbon aktif (Sharma dan

Uma 2010), pada karbon nanotube (Shahryari et al. 2010), pada oak serbuk

gergaji (Abd EI-Latif dkk. 2010), pada sekam padi dan abu sekam padi (Sharma et

al. 2010), pada gulma air biomassa (Tarawou dan Horsfall 2007) dan pada jambu

mete shell kacang (Kumar et al. 2010).

4.6. Kinetika Adsorpsi

Prediksi batch kinetika adsorpsi diperlukan untuk desain kolom adsorpsi

industri. Itu sifat dari proses adsorpsi akan tergantung pada karakteristik fisik atau

kimia dari sistem adsorben dan juga pada kondisi sistem. Dalam studi ini,

penerapan pseudo-orde pertama (Persamaan. 5) dan pseudo-orde kedua Model

(Pers. 6, 7 dan 8) diuji untuk adsorpsi metilen biru ke partikel biomassa pinus

kerucut. Kedua model ini telah dilengkapi dengan data eksperimen di berbagai

kondisi fisikokimia yang semua plot pas tidak disajikan di sini.

Plot t / qt terhadap t harus memberikan garis lurus dengan koefisien korelasi linear

yang lebih tinggi jika pseudo-orde kedua kinetika berlaku, dan qe, k2 dan h dapat

ditentukan dari kemiringan dan intercept plot, masing-masing. Semua parameter

kinetik termasuk koefisien korelasi linear (R2) yang diperoleh dari pas Model plot

dengan data eksperimen di bawah kondisi yang berbeda disajikan pada masing-

masing Tabel 2 dan 3. koefisien Korelasi linear (R2) untuk model kinetik pseudo-

orde pertama kurang (Tabel 2). koefisien regresi linear yang lebih tinggi (R2;

Tabel 3) yang berhubungan dengan dilengkapi Model orde pertama –pseudo

(Tabel 2) menunjukkan bahwa adsorpsi metilen biru pada pinus kerucut biomassa

mengikui kinetika orde kedua-pseudo.

Tabel 2. Pseudo Orde satu

Tabel 3. Pseudo Orde dua

Bahkan, dihitung kal qe, nilai dari model pas orde kedua pseudo(Tabel 3)

sangat dekat dengan nilai-nilai eksperimental qe (Tabel 3) dan juga menyarankan

kesesuaian model ini sedangkan Model kinetik orde pertama- pseudo

memprediksi nilai yang jauh lebih rendah dari kapasitas kesetimbangan adsorpsi

dari Nilai percobaan (Tabel 2) sehingga tidak memberikan model ini. dari Tabel

3, kapasitas adsorpsi meningkat dengan peningkatan konsentrasi pewarna awal

dalam pH solusi awal tetapi menurun dengan jumlah adsorben, suhu dan

konsentrasi garam masing-masing.

Dari Tabel 3, nilai-nilai laju yang konstan, k2 menurun dengan konsentrasi

zat warna awal untuk biomassa pinus kerucut. Alasannya mungkin karena

kompetisi yang lebih rendah untuk situs serapan pada konsentrasi yang lebih

rendah. Pada konsentrasi tinggi, kompetisi untuk permukaan situs aktif akan

tinggi, dan akibatnya, tingkat penyerapan lebih rendah diperoleh. Secara

keseluruhan laju konstan, k2 meningkat adsorben dosis meningkat, dan juga

tingkat adsorpsi awal, h,bervariasi dengan variasi dosis adsorben (Tabel 3). sejenis

parameter model kinetik diperoleh oleh berbagai peneliti selama beberapa sistem

observasi pengamatan dilaporkan dalam literatur (Abd EILatif et al. 2010;

Vimonses et al. 2009; Vadivelan dan Kumar 2005; Oladoja et al. 2008; Dogan et

al. 2004;Kumar et al. 2010).

Gambar 10. model difusi Intraparticle pada berbeda awal konsentrasi metilen

biru

Waktu setengah adsorpsi pewarna, t1 / 2, yaitu yang waktu yang

dibutuhkan untuk kerucut pinus untuk penyerapan setengah dari Jumlah

teradsorpsi pada kesetimbangan, sering dianggap sebagai ukuran tingkat adsorpsi

dan untuk Proses orde kedua diberikan oleh hubungan (Dogan et al. 2004)

t ½ = 1

k 2 qe (13)

nilai-nilai yang dihitung dari t½ untuk adsorpsi metilen biru dengan kerucut

pinus adalah 16,22 s (0,2704 min), 14.43 s (0,23955 min) dan 10,55 s (0,1758

min) untuk berbagai konsentrasi awal masing-masing 20 30 dan 40 ppm.

Demikian pula untuk variabel proses lainnya, waktu setengah adsorpsi t½ yang

tidak disajikan disini.

4.7. Mekanisme Adsorpsi

Untuk proses desain dan kontrol sistem adsorpsi, penting untuk

memahami mekanisme yang mendasari yang menghasilkan dinamika jelas pada

sistem. Penghapusan metilen blue oleh adsorpsi biomassa pinus kerucut

ditemukan cepat pada periode awal waktu kontak dan kemudian menjadi lambat

dan stagnan dengan peningkatan waktu kontak. Untuk proses penyerapan padat /

cair, Transfer zat terlarut biasanya ditandai dengan baik perpindahan massa

eksternal (lapisan batas difusi) atau difusi intra-partikel atau keduanya.

Mekanisme penghilangan metilen biru dari fasa air oleh adsorpsi diasumsikan

terdiri dari empat langkah: migrasi molekul zat warna dari solusi massal ke

permukaan sorben, difusi melalui lapisan batas ke permukaan sorben, adsorpsi di

situs dan difusi intra-partikel ke dalam interior sorben (Vimonses et al 2009;.

Vadivelan dan Kumar 2005; Oladoja et al. 2008; Nandi et al. 2009).

Tingkat keseluruhan penyerapan akan dikendalikan oleh Langkah paling

lambat, yang akan menjadi baik difusi Film atau pori difusi. Namun, langkah

pengendalian mungkin didistribusikan antara intra-partikel dan mekanisme

transportasi eksternal. Apapun masalahnya, difusi eksternal akan terlibat dalam

proses penyerapan. Serapan methylene blue ke partikel pinus kerucut mungkin

dikendalikan karena difusi film yang pada tahap awal, dan sebagai partikel

adsorben yang sarat dengan ion zat warna, yang Proses penyerapan dapat

dikendalikan karena difusi intra-partikel.

Gambar 11. Plot Freundlich: jumlah adsorben (pinus kerucut) menambahkan =

10 mg; zat warna awal (MB) konsentrasi = 20, 30, 40, 50, 60 ppm; pH = 7.20;

Suhu = 30 ° C; kecepatan pengadukan = 120 rpm

Gambar 12. Plot langmuir : jumlah adsorben (pinus kerucut) menambahkan = 10

mg; zat warna awal (MB) konsentrasi = 20, 30, 40, 50, 60 ppm; pH = 7.20; Suhu

= 30 ° C; kecepatan pengadukan = 120 rpm.

Teknik yang paling umum digunakan untuk mengidentifikasi mekanisme

yang terlibat dalam proses penyerapan adalah dengan pas data percobaan dalam

intra-partikel Plot difusi (Persamaan. 9). Plot jumlah diserap per unit berat sorben,

qt (miligram per gram) dibandingkan akar kuadrat dari waktu, √t ditunjukkan

pada Gambar. 9 untuk konsentrasi MB awal yang berbeda. plot difusi Intra-

partikel untuk perubahan pH larutan yang berbeda, dosis adsorben dan temperatur

yang berbeda juga diberikan tren yang sama yang tidak disajikan di sini.

Gambar 10 menunjukkan bahwa plot adsorpsi tidak linier selama rentang

seluruh waktu dan dapat dipisahkan menjadi dua sampai tiga daerah linear yang

mengkonfirmasi multi-tahap adsorpsi. plot ini mewakili dua tahap yang berbeda

yaitu. perpindahan massa eksternal diikuti oleh difusi intra-partikel, menandakan

bahwa molekul zat warna diangkut ke permukaan eksternal dari partikel pinus

kerucut melalui difusi film dan lajunya sangat cepat dan Setelah itu, molekul zat

warna yang masuk ke partikel kerucut pinus oleh difusi intra-partikel melalui

pori-pori. Secara umum, ketika langkah adsorpsi yang tidak tergantung satu sama

lain, plot qt terhadap t 0.5 harus memberikan dua atau lebih baris intersep

tergantung pada mekanisme yang sebenarnya (Bhattacharyya dan Sharma 2005).

Selain itu, dari Gambar. 9, kesimpulan dapat dibuat bahwa tidak ada plot

memberikan linear segmen garis lurus yang melewati titik asal, I ≠ 0 yang tidak

ditampilkan di sini. Hal ini menunjukkan bahwa difusi intra-partikel yang terlibat

dalam proses adsorpsi tidak satu-satunya menentukan. Sebuah garis tidak lebih

dari asal menunjukkan bahwa difusi film dan difusi intra-partikel terjadi secara

bersamaan.

Beberapa mekanisme lain seperti kompleksasi atau pertukaran kation juga

dapat mengendalikan laju adsorpsi (Ozcan et al. 2005). Koefisien difusi, D sangat

tergantung pada sifat permukaan adsorben. Difusi koefisien untuk perpindahan

intra-partikel yang berbeda konsentrasi awal metilen biru juga dihitung dengan

menggunakan hubungan berikut (Abdellatif et al. 2010):

Dimana t ½ adalah waktu paruh dalam hitungan detik yang dihitung dari

persamaan 13, ro adalah jari-jari partikel adsorben dalam sentimeter dan D adalah

nilai koefisien difusi dalam sentimeter persegi per detik. Berikut permukaan berat

berarti diameter partikel pinus kerucut 27,25 m (Radius = 13,62 m = 13,62 ×

0,0001 cm = 0,001362 cm) telah digunakan. Koefisien difusi , nilai D yang

ditemukan menjadi 3,42 × 10-9, 3,8 × 10-9 dan 5,25 ×10-9 cm2 / s untuk

konsentrasi awal metilen biru masing-masing 20, 30 dan 40 ppm, yang

meningkat dengan perubahan konsentrasi zat warna awal. Perubahan yang sama

dalam koefisien difusi untuk adsorpsi metilen biru terjadi dengan perubahan suhu

juga. Hasil ini ssama dengan orang-orang dari Dogan et al. (2004), Haimour dan

Sayed (1997) dan McKay dan Allen(1983). Nilai D untuk metilen biru di pinus

kerucut jauh lebih rendah daripada derivatif benzena.

Gambar 13. Diagram skematik dari adsorben satu tahap

Nilai D fenol dan benzena pada karbon adalah masing-masing 901 × 10-10

dan 80 × 10-10 cm2 / s, Ini disebabkan oleh ukuran molekul yang lebih besar dari

sistem ini dan merupakan faktor yang memperlambat di tingkat difusi (Dogan et

al. 2004). Selain itu karena interaksi yang kuat antara metilen biru dan pinus

kerucut dan mobilitas rendah.

BAB V

KESIMPULAN

Jumlah metilen serapan pewarna biru ditemukan meningkat dengan

peningkatan konsentrasi pewarna awal, waktu kontak dan pH larutan tetapi

menurun dengan peningkatan jumlah adsorben, konsentrasi garam dan sistem

temperatur. Konsentrasi garam tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

adsorpsi MB ( metilen biru ). percobaan kinetika jelas menunjukkan bahwa

adsorpsi metilen biru pada biomassa pinus kerucut memiliki dua proses: adsorpsi

cepat pewarna ke permukaan eksternal diikuti dengan difusi intra-partikel ke

bagian dalam adsorben yang juga telah dikonfirmasi oleh bentuk difusi intra-

partikel.

Koefisien difusi pada tiga konsentrasi awal MB ( metilen biru ) yang

berbeda sebanding dengan nilai sastra lainnya. Secara keseluruhan, Studi kinetik

menunjukkan bahwa Proses adsorpsi metilen biru mengikuti persamaan kinetika

orde kedua – pseudo. Langmuir dan Freundlich persamaan keduanya berlaku

untuk menggambarkan adsorpsi metilen biru pada pinus kerucut dalam jangkauan

konsentrasi zat warna awal .