MAKALAH KIMIA kinetik

56
KARYA ILMIAH “Pengaruh Katalis Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) dan Suhu Reaksi pada Reaksi Esterifikasi Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) menjadi Biodiesel” Disusun Oleh: Ketua Kelompok : Riza Gustia (A1C109020) Anggota Kelompok : Ani Irawati (A1C109009) Darma Bhakti (A1C109023) Dewi Purwati (A1C109046) Mita Andriani (A1C109032) Risa Hidayanti (A1C109024) Yolanda (A1C109002) Dosen Pengampu : Drs. Epinur, M.Si PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI 2012

Transcript of MAKALAH KIMIA kinetik

Page 1: MAKALAH KIMIA kinetik

KARYA ILMIAH

“Pengaruh Katalis Asam Sulfat (H2SO4) dan Suhu Reaksi pada Reaksi Esterifikasi

Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) menjadi Biodiesel”

Disusun Oleh:

Ketua Kelompok : Riza Gustia (A1C109020)

Anggota Kelompok : Ani Irawati (A1C109009)

Darma Bhakti (A1C109023)

Dewi Purwati (A1C109046)

Mita Andriani (A1C109032)

Risa Hidayanti (A1C109024)

Yolanda (A1C109002)

Dosen Pengampu : Drs. Epinur, M.Si

PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2012

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur tim penulis haturkan atas kemurahan Allah SWT yang

telah memberi rahmat dan karunia yang tiada terputus serta yang telah memberi inspirasi

Page 2: MAKALAH KIMIA kinetik

kepada tim penulis, sehingga karya ilmiah yang berjudul “Pengaruh Katalis Asam Sulfat

(H2SO4) dan Suhu Reaksi pada Reaksi Esterifikasi Minyak Biji Karet (Hevea

brasiliensis) menjadi Biodiesel” dapat terselesaikan.

Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan nabi Muhammad

SAW. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih yang dalam

kepada semua pihak yang telah membantu memberi dukungan dan bimbingan yang sangat

berharga pada penulis makalah ini, khususnya kepada:

1. Drs. Epinur, M.Si atas bimbingan, saran, dan motivasi yang telah di berikan.

2. Orang tua dan keluarga atas materi, restu, dukungan, dan doa yang tulus.

3. Teman-teman satu kelompok atas perjuangan, pengorbanan, semangat, dan ide-ide

kreatifnya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis juga mengucapkan permohonan maaf atas segala kekurangan dalam

penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan guna kesempurnaan untuk yang akan datang. Penulis berharap semoga karya ilmiah

ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jambi, Juli 2012

Tim Penulis

Page 3: MAKALAH KIMIA kinetik

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................1

DAFTAR ISI........................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................3

1.1 Latar Belakang............................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................3

1.3 Tujuan.........................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4

2.1 Isolasi Senyawa Kimia dari Bahan Alam...................................................4

2.2 Senyawa Alkaloid.......................................................................................5

2.3 Tumbuhan Jambu Keling............................................................................7

2.4 Kegunaan Tumbuhan Jambu Keling...........................................................9

BAB III METODA PENELITIAN.........................................................................10

3.1 Alat dan Bahan ........................................................................................10

3.2 Cara kerja.................................................................................................10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................13

4.1 Analisa Spektrum IR................................................................................13

4.2 Analisa Spektrum 1H-NMR.....................................................................14

BAB V PENUTUP.................................................................................................15

5.1 Kesimpulan..............................................................................................15

5.2 Saran........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.......,,..................................................................................................16

Page 4: MAKALAH KIMIA kinetik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kontinuitas penggunaan bahan bakar minyak (BBM) berbasis fosil (fossil fuel)

memunculkan paling sedikit dua ancaman serius: (1) faktor ekonomi, berupa jaminan

ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang, masalah supplai, harga

dan fluktuasinya (2) polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan.

Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung

maupun tidak langsung kepada derajat kesehatan manusia. Polusi langsung bisa berupa

gas – gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan UHC (Unburn Hydrocarbon), juga unsur metalik

seperti Timbal (Pb). Sedangkan polusi tidak langsung mayoritas berupa ledakan jumlah

molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global Warming Potential).

Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan berbagai riset yang

bertujuan menghasilkan sumber – sumber energi (Energy Resources) ataupun pembawa

energi (Energy Carrier) yang lebih terjamin keberlanjutannya (sustainable) dan lebih

ramah lingkungan. Biodiesel dan pemakaian dalam bahan bakar sebagai campuran

biodiesel dan bensin (B10) adalah salah satu alternatif yang paling memungkinkan transisi

ke arah implementasi energi alternatif.

Data dari departemen ESDM menyebutkan bahwa produksi minyak di

Indonesia saat ini per tahunnya sebesar 55 juta ton, dimana produksi ini diperkirakan

hanya dapat mencukupi kebutuhan BBM di Indonesia selama 10 tahun ke depan. Oleh

karena itu, pemanfaatan energi terbarukan seperti pemakaian biodiesel diharapkan dapat

mengurangi atau mensubstitusi sekitar 40% atau 25 juta kilo liter kebutuhan BBM

nasional yang sampai saat ini masih harus dipenuhi dengan cara mengimpor. Untuk itu,

pemerintah Indonesia mengeluarkan PP No: 5 Tahun 2006 tentang kebijakan Energi

Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai bahan bakar

pengganti minyak. Pada tahun 2005 di Jakarta telah dilaksanakan sosialisasi bahan

bakar alternatif (B10), namun hingga sekarang pemakaian bahan bakar ini masih sebesar

2% (Roadmap energi Departemen-ESDM, 2004).

Page 5: MAKALAH KIMIA kinetik

Indonesia sebagai negara yang sangat kaya akan sumber daya hayati memiliki

berbagai tanaman yang berpotensi sebagai bahan baku pembuatan biodiesel

diantaranya: pangan: sawit, kelapa, kacang (peanut), kelor (Moringa oleifera), saga utan

(Adenanthera pavonina), kasumba/kembang pulu (Carthamus tinctorius), jarak pagar

(Jatropha curcas), kapok, kemiri, nimba (Azadirachta indica), nyamplung

(Calophyllum inophyllum), kesambi (Schleichera oleosa), randu alas (Bombax

malabaricum), jarak gurita (Jatropha multifida), jarak landi (Jatropha gossypifolia), dan

banyak lagi yang lain.

Namun mengingat Indonesia adalah negara penghasil karet nomor dua di dunia

setelah Malaysia. Berdasarkan data statistik, perkebunan karet di Indonesia (2002) luas

kebun karet di Indonesia mencapai 3.318.105 Ha dan diperkirakan mampu

menghasilkan minyak biji karet sebesar 25.622.406,8 L/tahun yang hingga saat ini, biji

karet belum banyak dimanfaatkan. Maka dilakukan penelitian untuk memanfaatkan biji

karet agar memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Selain itu pemakaian bahan baku

minyak nonedible yang berharga murah akan menurunkan biaya produksi biodisel

sehingga dapat dihasilkan biodiesel yang bersaing dengan petrodiesel.

1.2 Batasan Masalah

Karya ilmiyah ini hanya membahas pengaruh katalis asam sulfat dan suhu

pada reaksi esterifikasi minyak biji karet menjadi biodiesel.

1.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari karya tulis ini antara lain :

a) Apa saja kandungan buah biji karet ?

b) APa yang di maksud dengan biodiesel?

c) Bagaimana proses pengolahan biji karet menjadi bahan bakar biodiesel

d) Bagaimana mekanisme reaksi esterifikasi dan tranesterifikasi yang terjadi pada

penelitian ini.

Page 6: MAKALAH KIMIA kinetik

e) Bagaimana pengaruh jumlah katalis asam sulfat terhadap penurunan FFA pada

reaksi esterifikasi

f) Bagaimana pengaruh susu terhadap penurunan FFA pada reaksi esterifikasi

g) Bagaimana sifati sifat fisik biodisel

h) Apa keuntungan menggunakan bahan bakar biodiesel ?

1.4 Tujuan

Adapun tujuan dari karya ilmiyah ini yaitu untuk mengetahui :

a) Kandungan buah biji karet ?

b) Apa yang di maksud dengan biodiesel?

c) Bagaimana proses pengolahan biji karet menjadi bahan bakar biodiesel

d) Bagaimana mekanisme reaksi esterifikasi dan tranesterifikasi yang terjadi pada

penelitian ini.

e) Bagaimana pengaruh jumlah katalis asam sulfat terhadap penurunan FFA pada

reaksi esterifikasi

f) Bagaimana pengaruh susu terhadap penurunan FFA pada reaksi esterifikasi

g) Bagaimana sifati sifat fisik biodisel

h) Apa keuntungan menggunakan bahan bakar biodiesel ?

Page 7: MAKALAH KIMIA kinetik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Karet

Karet bukan tanaman asing bagi masyarakat Indonesia. Demam penanaman karet di

Indonesai dimulai pada abad ke-19. Ketika itu para pedagang pesisir Sumatera dan

Kalimantan yang singgah di Malaka tertarik dengan pembukaan perkebunan karet disana.

Mereka kemudian membawa pulang biji-biji karet untuk ditanam di kampungnya.

Pada masa itu, penduduk umumnya membudidayakan karet sambil menanam padi.

Jika tanah yang olah kurang subur, mereka pindah mencari lahan baru. Namun, mereka tetap

memantau pertumbuhan karet yang telah ditanam secara berkala hingga dapat dipanen.

Karena itu, sebagian besar perkebunan karet di Indonesia merupakan milik rakyat.

Tradisi menanam karet ini berlangsung hingga sekarang. Daerah yang merupakan

pusat perkebunan karet  nasional adalah Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, dan

Kalimantan Selatan.Seperti komoditas lain, tinggi rendahnya harga karet menjadi insentif

petani untuk memelihara tanaman karetnya. Sayangnya harga karet bersifat fluktuatif.

Ini semua membuat posisi karet alam kian sulit dan menjadi warning “kematian”

masa depan karet alam. Adakah jalan keluar? petani karet miskin karena selama ini hasilnya

hanya berorientasi pada getah. Padahal, bagian-bagian pohon karet bisa dimanfaatkan

menjadi produk bernilai ekonomi. Kayunya misalnya, bisa dimanfaatkan untuk berbagai

bahan perabotan atau mebeler.

Page 8: MAKALAH KIMIA kinetik

Potensi ekonomi lainnya adalah biji karet. Selama ini biji karet hanya dibuang begitu

saja seperti biji kapuk randu seolah-olah tidak ada nilainya. Padahal, biji karet amat potensial

menjadi bahan baku biodiesel. Biji karet mengandung minyak lemak 40-50% bahan kering.

Cuma, karena minyak biji karet memiliki angka iodium amat tinggi (132-141), akan

menghasilkan biodiesel berangka setan tidak memenuhi syarat (<51). Namun, bukan berarti

minyak lemak dari biji karet tidak bisa dimanfaatkan.

Buah karet berbentuk kotak tiga atau empat. Setelah berumur enam bulan buah

akan masak dan pecah sehingga biji karet terlepas dari batoknya. Biji karet mempunyai

bentuk ellipsoidal, dengan panjang 2,5-3 cm, yang mempunyai berat 2-4 gram/biji. Biji

karet terdiri dari 40-50% kulit yang keras berwarna coklat, 50-60% kernel yang berwarna

putih kekuningan. Kernel biji karet terdiri dari 45,63% minyak, 2,71% abu, 3,71% air,

22,17% protein dan 24,21% karbohidrat sehingga biji karet berpotensi digunakan sebagai

bahan baku biodiesel. Akan tetapi, kandungan air yang cukup besar dalam biji karet

dapat memicu terjadinya hidrolisa trigliserida menjadi asam lemak. Oleh sebab itu, biji

karet perlu dikeringkan terlebih dahulu sebelum dipres untuk diambil minyaknya

(Ikwuagwu et. all., 2000).

Minyak lemak dari biji karet bisa menjadi bahan pencampur (blending) yang baik

untuk menaikkan iodium minyak lemak yang memiliki iodium yang rendah. Biodisel yang

dibuat dari minyak sawit, minyak inti sawit, dan minyak kelapa misalnya, sekalipun berangka

setan memuaskan dan bertitik kabut memenuhi syarat SNI (maksimum 18 derajat celcius)

masih membutuhkan penyesuaian jika hendak dipakai atau di ekspor ke wilayah atau negara

dingin atau negara yang memiliki empat musim.

Penyesuaian ini bisa berupa, pertama pembubuhan aditif penurun titik kabut. Atau

kedua, pencampuran biodiesel berangka iodium 70-100 atau mungkin lebih baik lagi

dilakukan pencampuran (blending) minyak-minyak bahan mentah lain sebelum dikonversi ke

biodiesel.

Bersama minyak kemiri (Aleurites moluccana, angka iodium=136-167) dan minyak

biji  tembakau (Nicotiana Tabacum, angka iodium=129-142), minyak lemak biji karet

(Havea brasilinesis, angka iodium=132-141) merupakan kandidat yang baik untuk menjadi

pencampur biodiesel sawit. Dengan cara ini terbuka peluang bagi para petani karet untuk

meraih pendapatan tambahan.

Page 9: MAKALAH KIMIA kinetik

Ada lima kebijakan dalam mendukung pengembangan karet. Pertama, peningkatan

produktivitas dan mutu melalui peremajaan karet partisipasif dengan melibatkan seluruh

pemangku kepentingan. Kedua, pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah.

Ketiga, fasilitasi dukungan penyedia dana, seperti subsidi bunga.

Keempat, pemberdayaan petani dan petugas. Kelima, pemantapan kelembagaan yang

berkaitan dengan pengembangan tanaman karet, termasuk lembaga penelitian, penyuluhan,

dan pembinaan petani. Program ini menargetkan ada pembukaan 50.000 hektar kebun karet

baru tiap tahun  hingga 2010. Sedangkan untuk peremajaan, ditargetkan seluas 250.000

hektar kebun rakyat bisa kembali selama lima tahun.

2.2 Biodiesel

Biodiesel adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari sumberdaya hayati yang

berupa minyak lemak nabati atau lemak hewani. Senyawa utamanya adalah ester. Ester

mempunyai rumus bangun sebagai berikut :

Gambar 1 Rumus bangun ester

 Biodiesel dapat dibuat dari transesterifikasi asam lemak. Asam lemak dari minyak

lemak nabati direaksikan dengan alkohol menghasilkan ester dan produk samping berupa

gliserin yang juga bernilai ekonomis cukup tinggi.

  Biodiesel telah banyak digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar. Bahan baku

biodiesel yang dikembangkan bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki suatu negara,

minyak kanola di Jerman dan Austria, minyak kedelei di Amerika Serikat, minyak sawit di

Malaysia, dan minyak kelapa di Filipina Indonesia mempunyai banyak sekali tanaman

penghasil minyak lemak nabati, diantaranya adalah kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, jarak,

nyamplung, dan lain-lain. Beberapa tanaman yang potensial untuk bahan baku biodiesel

dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 10: MAKALAH KIMIA kinetik

Tabel 1 Beberapa tanaman penghasil minyak di Indonesia

Nama latin Nama Indonesia Nama lain (daerah)

Elaeis guineensis Kelapa sawit Sawit, kelapa sawit

Ricinus communis Jarak (kastroli) Kaliki, jarag (Lampung)

Jatropha curcas Jarak pagar -

Ceiba pentandra Kapok Randu (Sunda, Jawa)

Chalopyllum inophyllum Nyamplung nyamplung

Ximena americana Bidaro Bidaro

Agar dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar, biodiesel harus

mempunyai kemiripan sifat fisik dan kimia dengan minyak solar. Salah satu sifat fisik yang

penting adalah viskositas. Sebenarnya, minyak lemak nabati sendiri dapat dijadikan bahan

bakar, namun, viskositasnya terlalu tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan untuk

dijadikan bahan bakar mesin diesel. Perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dengan

minyak solar disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 perbandingan sifat fisik dan kimia biodiesel dan solar

Sifat fisik / kimia Biodiesel Solar

Komposisi Ester alkil Hidrokarbon

Densitas, g/ml 0,8624 0,8750

Viskositas, cSt 5,55 4,6

Titik kilat, oC 172 98

Angka setana 62,4 53

Energi yang dihasilkan 40,1 MJ/kg 45,3 MJ/kg

Dibandingkan dengan minyak solar, biodiesel mempunyai beberapa keunggulan.

Keunggulan utamanya adalah emisi pembakarannya yang ramah lingkungan karena mudah

diserap kembali oleh tumbuhan dan tidak mengandung SOx. Perbandingan emisi pembakaran

biodiesel dengan minyak solar disajikan dalam Tabel 3. 

Tabel 3 perbandingan emisi pembakaran biodiesel dengan solar

Senyawa emisi Biodiesel Solar

Page 11: MAKALAH KIMIA kinetik

SO2, ppm 0 78

NO, ppm 37 64

NO2, ppm 1 1

CO, ppm 10 40

Partikulat, mg/Nm3 0,25 5,6

Benzen, mg/Nm3 0,3 5,01

Toluen, mg/Nm3 0,57 2,31

Xilen, mg/Nm3 0,73 1,57

Etil benzen, mg/Nm3 0,3 0,73

Selain itu, beberapa keunggulan biodiesel yang lain adalah :

♠        Lebih aman dalam penyimpanan karena titik kilatnya lebih tinggi

♠        Bahan bakunya terbaharukan

♠        Angka setana tinggi

2.2 Asam Sulfat (H2SO4)

Asam sulfat

Page 12: MAKALAH KIMIA kinetik

Asam sulfat, H2S O 4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut

dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan

merupakan salah satu produk utama industri kimia. Produksi dunia asam sulfat pada tahun

2001 adalah 165 juta ton, dengan nilai perdagangan seharga US$8 juta. Kegunaan utamanya

termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan

minyak.

Keberadaan

Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara alami di bumi

oleh karena sifatnya yang higroskopis. Walaupun demikian, asam sulfat merupakan

komponen utama hujan asam, yang terjadi karena oksidasi sulfur dioksida di atmosfer dengan

keberadaan air (oksidasi asam sulfit). Sulfur dioksida adalah produk sampingan utama dari

pembakaran bahan bakar seperti batu bara dan minyak yang mengandung sulfur (belerang).

Asam sulfat terbentuk secara alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi

sulfida. Air yang dihasilkan dari oksidasi ini sangat asam dan disebut sebagai air asam

tambang. Air asam ini mampu melarutkan logam-logam yang ada dalam bijih sulfida, yang

akan menghasilkan uap berwarna cerah yang beracun. Oksidasi besi sulfida pirit oleh oksigen

molekuler menhasilkan besi(II), atau Fe2+:

2 FeS2 + 7 O2 + 2 H2O → 2 Fe2+ + 4 SO42− + 4 H+

Fe2+ dapat kemudian dioksidasi lebih lanjut menjadi Fe3+:

4 Fe2+ + O2 + 4 H+ → 4 Fe3+ + 2 H2O

Fe3+ yang dihasilkan dapat diendapkan sebagai hidroksida:

Fe3+ + 3 H2O → Fe(OH)3 + 3 H+

Besi(III) atau ion feri juga dapat mengoksidasi pirit. Ketika oksidasi pirit besi(III)

terjadi, proses ini akan berjalan dengan cepat. Nilai pH yang lebih rendah dari nol telah

terukur pada air asam tambang yang dihasilkan oleh proses ini.

Page 13: MAKALAH KIMIA kinetik

Pembuatan

Asam sulfat diproduksi dari belerang, oksigen, dan air melalui proses kontak.

Pada langkah pertama, belerang dipanaskan untuk mendapatkan sulfur dioksida:

S (s) + O2 (g) → SO2 (g)

Sulfur dioksida kemudian dioksidasi menggunakan oksigen dengan keberadaan

katalis vanadium(V) oksida:

2 SO2 + O2(g) → 2 SO3 (g)   (dengan keberadaan V2O5)

Sulfur trioksida diserap ke dalam 97-98% H2SO4 menjadi oleum (H2S2O7), juga

dikenal sebagai asam sulfat berasap. Oleum kemudian diencerkan ke dalam air menjadi asam

sulfat pekat.

H2SO4 (l) + SO3 → H2S2O7 (l)

H2S2O7 (l) + H2O (l) → 2 H2SO4 (l)

Perhatikan bahwa pelarutan langsung SO3 ke dalam air tidaklah praktis karena reaksi

sulfur trioksida dengan air yang bersifat eksotermik. Reaksi ini akan membentuk aerosol

korosif yang akan sulit dipisahkan.

SO3(g) + H2O (l) → H2SO4(l)

Sebelum tahun 1900, kebanyakan asam sulfat diproduksi dengan proses bilik.

Sifat-sifat fisika

Bentuk-bentuk asam sulfat

Walaupun asam sulfat yang mendekati 100% dapat dibuat, ia akan melepaskan SO3

pada titik didihnya dan menghasilkan asam 98,3%. Asam sulfat 98% lebih stabil untuk

disimpan, dan merupakan bentuk asam sulfat yang paling umum. Asam sulfat 98% umumnya

Page 14: MAKALAH KIMIA kinetik

disebut sebagai asam sulfat pekat. Terdapat berbagai jenis konsentrasi asam sulfat yang

digunakan untuk berbagai keperluan:

10%, asam sulfat encer untuk kegunaan laboratorium,

33,53%, asam baterai,

62,18%, asam bilik atau asam pupuk,

73,61%, asam menara atau asam glover,

97%, asam pekat.

Terdapat juga asam sulfat dalam berbagai kemurnian. Mutu teknis H2SO4 tidaklah

murni dan seringkali berwarna, namun cocok untuk digunakan untuk membuat pupuk. Mutu

murni asam sulfat digunakan untuk membuat obat-obatan dan zat warna.

Apabila SO3(g) dalam konsentrasi tinggi ditambahkan ke dalam asam sulfat, H2S2O7

akan terbentuk. Senyawa ini disebut sebagai asam pirosulfat, asam sulfat berasap, ataupun

oleum. Konsentrasi oleum diekspresikan sebagai %SO3 (disebut %oleum) atau %H2SO4

(jumlah asam sulfat yang dihasilkan apabila H2O ditambahkan); konsentrasi yang umum

adalah 40% oleum (109% H2SO4) dan 65% oleum (114,6% H2SO4). H2S2O7 murni terdapat

dalam bentuk padat dengan titik leleh 36 °C.

Asam sulfat murni berupa cairan bening seperti minyak, dan oleh karenanya pada

zaman dahulu ia dinamakan 'minyak vitriol'.

Polaritas dan konduktivitas

H2SO4 anhidrat adalah cairan yang sangat polar. Ia memiliki tetapan dielektrik sekitar

100. Konduktivitas listriknya juga tinggi. Hal ini diakibatkan oleh disosiasi yang disebabkan

oleh swa-protonasi, disebut sebagai autopirolisis.

2 H2SO4 → H3SO4+ + HSO4

Konstanta kesetimbangan autopirolisisnya adalah

Kap(25 °C)= [H3SO4+][HSO4

−] = 2,7 × 10−4.

Dibandingkan dengan konstanta keseimbangan air, Kw = 10−14, nilai konstanta

kesetimbangan autopirolisis asam sulfat 1010 (10 triliun) kali lebih kecil.

Page 15: MAKALAH KIMIA kinetik

Walaupun asam ini memiliki viskositas yang cukup tinggi, konduktivitas efektif ion

H3SO4+ dan HSO4

− tinggi dikarenakan mekanisme ulang alik proton intra molekul,

menjadikan asam sulfat sebagai konduktor yang baik. Ia juga merupakan pelarut yang baik

untuk banyak reaksi.

Kesetimbangan kimiawi asam sulfat sebenarnya lebih rumit daripada yang

ditunjukkan di atas; 100% H2SO4 mengandung beragam spesi dalam kesetimbangan

(ditunjukkan dengan nilai milimol per kg pelarut), yaitu: HSO4− (15,0), H3SO4

+ (11,3), H3O+

(8,0), HS2O7− (4,4), H2S2O7 (3,6), H2O (0,1).

Sifat-sifat kimia

Reaksi dengan air

Reaksi hidrasi asam sulfat sangatlah eksotermik. Selalu tambahkan asam ke dalam air

daripada air ke dalam asam. Air memiliki massa jenis yang lebih rendah daripada asam sulfat

dan cenderung mengapung di atasnya, sehingga apabila air ditambahkan ke dalam asam

sulfat pekat, ia akan dapat mendidih dan bereaksi dengan keras. Reaksi yang terjadi adalah

pembentukan ion hidronium:

H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4-

HSO4- + H2O → H3O+ + SO4

2-

Karena hidrasi asam sulfat secara termodinamika difavoritkan, asam sulfat adalah zat

pendehidrasi yang sangat baik dan digunakan untuk mengeringkan buah-buahan. Afinitas

asam sulfat terhadap air cukuplah kuat sedemikiannya ia akan memisahkan atom hidrogen

dan oksigen dari suatu senyawa. Sebagai contoh, mencampurkan pati (C6H12O6)n dengan

asam sulfat pekat akan menghasilkan karbon dan air yang terserap dalam asam sulfat (yang

akan mengencerkan asam sulfat):

(C6H12O6)n → 6n C + 6n H2O

Efek ini dapat dilihat ketika asam sulfat pekat diteteskan ke permukaan kertas.

Selulosa bereaksi dengan asam sulfat dan menghasilkan karbon yang akan terlihat seperti

Page 16: MAKALAH KIMIA kinetik

efek pembakaran kertas. Reaksi yang lebih dramatis terjadi apabila asam sulfat ditambahkan

ke dalam satu sendok teh gula. Seketika ditambahkan, gula tersebut akan menjadi karbon

berpori-pori yang mengembang dan mengeluarkan aroma seperti karamel.

Reaksi lainnya

Sebagai asam, asam sulfat bereaksi dengan kebanyakan basa, menghasilkan garam

sulfat. Sebagai contoh, garam tembaga tembaga(II) sulfat dibuat dari reaksi antara

tembaga(II) oksida dengan asam sulfat:

CuO + H2SO4 → CuSO4 + H2O

Asam sulfat juga dapat digunakan untuk mengasamkan garam dan menghasilkan

asam yang lebih lemah. Reaksi antara natrium asetat dengan asam sulfat akan menghasilkan

asam asetat, CH3COOH, dan natrium bisulfat:

H2SO4 + CH3COONa → NaHSO4 + CH3COOH

Hal yang sama juga berlaku apabila mereaksikan asam sulfat dengan kalium nitrat.

Reaksi ini akan menghasilkan asam nitrat dan endapat kalium bisulfat. Ketika

dikombinasikan dengan asam nitrat, asam sulfat berperilaku sebagai asam sekaligus zat

pendehidrasi, membentuk ion nitronium NO2+, yang penting dalam reaksi nitrasi yang

melibatkan substitusi aromatik elektrofilik. Reaksi jenis ini sangatlah penting dalam kimia

organik.

Asam sulfat bereaksi dengan kebanyakan logam via reaksi penggantian tunggal,

menghasilkan gas hidrogen dan logam sulfat. H2SO4 encer menyerang besi, aluminium, seng,

mangan, magnesium dan nikel. Namun reaksi dengan timah dan tembaga memerlukan asam

sulfat yang panas dan pekat. Timbal dan tungsten tidak bereaksi dengan asam sulfat. Reaksi

antara asam sulfat dengan logam biasanya akan menghasilkan hidrogen seperti yang

ditunjukkan pada persamaan di bawah ini. Namun reaksi dengan timah akan menghasilkan

sulfur dioksida daripada hidrogen.

Fe (s) + H2SO4 (aq) → H2 (g) + FeSO4 (aq)

Sn (s) + 2 H2SO4 (aq) → SnSO4 (aq) + 2 H2O (l) + SO2 (g)

Page 17: MAKALAH KIMIA kinetik

Hal ini dikarenakan asam pekat panas umumnya berperan sebagai oksidator,

manakala asam encer berperan sebagai asam biasa. Sehingga ketika asam pekat panas

bereaksi dengan seng, timah, dan tembaga, ia akan menghasilkan garam, air dan sulfur

dioksida, manakahal asam encer yang beraksi dengan logam seperti seng akan menghasilkan

garam dan hidrogen.

Asam sulfat menjalani reaksi substitusi aromatik elektrofilik dengan senyawa-

senyawa aromatik, menghasilkan asam sulfonat terkait:[4]

Kegunaan

Asam sulfat merupakan komoditas kimia yang sangat penting, dan sebenarnya pula,

produksi asam sulfat suatu negara merupakan indikator yang baik terhadap kekuatan industri

negara tersebut. Kegunaan utama (60% dari total produksi di seluruh dunia) asam sulfat

adalah dalam "metode basah" produksi asam fosfat, yang digunakan untuk membuat pupuk

fosfat dan juga trinatrium fosfat untuk deterjen. Pada metode ini, batuan fosfat digunakan dan

diproses lebih dari 100 juta ton setiap tahunnya. Bahan-bahan baku yang ditunjukkan pada

persamaan di bawah ini merupakan fluorapatit, walaupun komposisinya dapat bervariasi.

Bahan baku ini kemudian diberi 93% asam suflat untuk menghasilkan kalsium sulfat,

hidrogen fluorida (HF), dan asam fosfat. HF dipisahan sebagai asam fluorida. Proses

keseluruhannya dapat ditulis:

Ca5F(PO4)3 + 5 H2SO4 + 10 H2O → 5 CaSO4•2 H2O + HF + 3 H3PO4

Asam sulfat digunakan dalam jumlah yang besar oleh industri besi dan baja untuk

menghilangkan oksidasi, karat, dan kerak air sebelum dijual ke industri otomobil. Asam yang

telah digunakan sering kali didaur ulang dalam kilang regenerasi asam bekas (Spent Acid

Regeneration (SAR) plant). Kilang ini membakar asam bekas dengan gas alam, gas kilang,

bahan bakar minyak, ataupun sumber bahan bakar lainnya. Proses pembakaran ini akan

Page 18: MAKALAH KIMIA kinetik

menghasilkan gas sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3) yang kemudian digunakan

untuk membuat asam sulfat yang "baru".

Amonium sulfat, yang merupakan pupuk nitrogen yang penting, umumnya diproduksi

sebagai produk sampingan dari kilang pemroses kokas untuk produksi besi dan baja.

Mereaksikan amonia yang dihasilkan pada dekomposisi termal batu bara dengan asam sulfat

bekas mengijinkan amonia dikristalkan keluar sebagai garam (sering kali berwarna coklat

karena kontaminasi besi) dan dijual kepada industri agrokimia.

Kegunaan asam sulfat lainnya yang penting adalah untuk pembuatan aluminium

sulfat. Alumunium sulfat dapat bereaksi dengan sejumlah kecil sabun pada serat pulp kertas

untuk menghasilkan aluminium karboksilat yang membantu mengentalkan serat pulp menjadi

permukaan kertas yang keras. Aluminium sulfat juga digunakan untuk membuat aluminium

hidroksida. Aluminium sulfat dibuat dengan mereaksikan bauksit dengan asam sulfat:

Al2O3 + 3 H2SO4 → Al2(SO4)3 + 3 H2O

Asam sulfat juga memiliki berbagai kegunaan di industri kimia. Sebagai contoh, asam

sulfat merupakan katalis asam yang umumnya digunakan untuk mengubah

sikloheksanonoksim menjadi kaprolaktam, yang digunakan untuk membuat nilon. Ia juga

digunakan untuk membuat asam klorida dari garam melalui proses Mannheim. Banyak

H2SO4 digunakan dalam pengilangan minyak bumi, contohnya sebagai katalis untuk reaksi

isobutana dengan isobutilena yang menghasilkan isooktana.

2.3 Asam Sulfat sebagai Katalisator

Menurut Sukardjo,drs (1984), Katalisator adalah zat yang dapat mengubah kecepatan

reaksi. Hampir semua katalisator mempercepat reaksi (disebut katalisator positif), hanya

sedikit dikenal katalisator yang memperlambat reaksi (disebut katalisator negatif). Katalisator

disebut homogen bila membentuk satu fase dengan pereaksi dan disebut heterogen bila

membentuk dua fase dengan pereaksi.

Mineral-mineral dari alam dapat dibuat menjadi katalis dan bahan pembantu katalis

yang kemudian dikenal dengan katalis mineral. Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam

mineral (anorganik), karena itu katalis H2SO4 disebut katalis asam mineral. Menurut Juan,

dkk (2007) Pada proses esterifikasi katalis yang banyak digunakan pada awalnya adalah

Page 19: MAKALAH KIMIA kinetik

katalis homogen asam donor proton dalam pelarut organik, seperti H2SO4, HF, H3PO4 dan

RSO3H, PTSA.

Katalis H2SO4 dalam reaksi esterifikasi adalah katalisator positif karena berfungsi

untuk mempercepat reaksi esterifikasi yang berjalan lambat. H2SO4 juga merupakan

katalisator homogen karena membentuk satu fase dengan pereaksi (fase cair). Pemilihan

penggunaan asam sulfat (H2SO4) sebagai katalisator dalam reaksi esterifikasi dikarenakan

beberapa faktor, diantaranya :

1. Asam sulfat selain bersifat asam juga merupakan agen pengoksidasi yang kuat

2. Asam sulfat dapat larut dalam air pada semua kepekatan

3. Reaksi antara asam sulfat dengan air adalah reaksi eksoterm yang kuat

4. Jika air ditambahkan asam sulfat pekat maka ia mampu mendidih

5. Karena afinitasnya terhadap air, maka asam sulfat dapat menghilangkan bagian

terbesar uap air dan gas yang basah, seperti udara lembab.

6. Konsentrasi ion H+ berpengaruh terhadap kecepatan reaksi

Asam sulfat pekat mampu mengikat air (higroskopis), jadi untuk reaksi setimbang

yang menghasilkan air dapat menggeser arah reaksi ke kanan (ke arah produk)

Dari faktor-faktor di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penambahan asam sulfat sebagai

katalis untuk mempercepat kecepatan reaksi karena reaksi antara asam sulfat dengan air

(proses esterifikasi menghasilkan etil asetat dan air) adalah reaksi eksoterm yang kuat. Air

yang ditambahkan asam sulfat pekat akan mampu mendidih, sehingga suhu reaksinya akan

tinggi. Makin tinggi suhu reaksi, makin banyak molekul yang memiliki tenaga lebih besar

atau sama dengan tenaga aktivasi, hingga makin cepat reaksinya. Katalis akan menyediakan

rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih rendah sehingga nilai

konstanta kecepatan reaksi (k) akan semakin besar, sehingga kecepatan reaksinya juga

semakin besar. Selain itu, karena asam sulfat pekat mampu mengikat air (higroskopis), maka

untuk reaksi esterifikasi setimbang yang menghasilkan air, asam sulfat pekat dapat

menggeser arah reaksi ke kanan (ke arah produk), sehingga produk yang dihasilkan menjadi

lebih banyak.

2.4 Reaksi Pembuatan Biodiesel

Page 20: MAKALAH KIMIA kinetik

Ester dapat dibuat dari minyak lemak nabati dengan reaksi esterifikasi atau

transesterifikasi atau gabungan keduanya.

Reaksi Esterifikasi

Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkohol

membentuk ester dan air. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi endoterm, sehingga

memerlukan pasokan kalor dari luar. Temperatur untuk pemanasan tidak terlalu tinggi yaitu

55-60 oC (Kac, 2001). Secara umum reaksi esterifikasi adalah sebagai berikut :

        Asam lemak bebas               alkohol                       ester alkil                    air

Reaksi esterifikasi dapat dilakukan sebelum atau sesudah reaksi transesterifikasi.

Reaksi esterifikasi biasanya dilakukan  sebelum reaksi transesterifikasi jika minyak yang

diumpankan mengandung asam lemak bebas tinggi (>0.5%). Dengan reaksi esterifikasi,

kandungan asam lemak bebas dapat dihilangkan dan diperoleh tambahan ester.

Reaksi Transesterifikasi

Reaksi Transesterifikasi sering disebut reaksi alkoholisis, yaitu reaksi antara

trigliserida dengan alkohol menghasilkan ester dan gliserin. Alkohol yang sering digunakan

adalah metanol, etanol, dan isopropanol. Berikut ini adalah tahap-tahap reaksi

transesterifikasi :

                            

trigliserida              alkohol              digliserida                      ester

 

Page 21: MAKALAH KIMIA kinetik

 digliserida            alkoh

ol                       monogliserida            ester

 

  

monogliserida         alkohol                         gliserin                    ester

Secara keseluruhan reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut :

     

Trigliserida             3 (alkohol)                  gliserin              3 (ester)

2.5 Pengaruh Suhu terhadap Reaksi

Hasil penelitian menunjukkan pada variabel suhu reaksi dengan berbagai

jumlah katalis, semakin

tinggi suhu reaksi maka prosentase penurunan %FFA semakin cepat. Suhu

Page 22: MAKALAH KIMIA kinetik

reaksi terbaik dicapai pada suhu 60oC. Sesuai dengan hukum Arrhenius bahwa

laju reaksi sebanding dengan suhu reaksi (Levenspiel, 1999), dimana suhu

reaksi semakin tinggi, konstanta laju reaksi (k) semakin besar, sehingga laju

reaksi semakin besar. Persamaan hukum Arrhenius sebagai berikut: k = ko e(-

E/RT)

atau k = A e(-Ea/RT)

Keterangan:

R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK) E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)

A = Faktor tumbukan

k = konstanta kinetika reaksi

Dari persamaan diatas di dapat k ( konstanta kinetika reaksi ) berbanding lurus dengan

suhu

( T ). Semakin lama waktu reaksi maka harga k semakin berkurang,hal ini

menunjukkan reaksi dalam kondisi mendekati kesetimbangan.

Page 23: MAKALAH KIMIA kinetik

BAB III

METODA PENELITIAN

Mengingat bahan baku minyak biji karet memiliki kandungan asam lemak tinggi,

17% (Ramadhas et. all., 2005) maka pembuatan biodiesel dilakukan dengan dua tahap

reaksi: esterifikasi untuk menurukan kandungan asam lemak hingga ≤2% dan

transesterifikasi untuk membentuk biodiesel (Ghadge dan Raheman, 2005 dan Canacki

et. all., 1999).

Penelitian ini meneliti pengaruh berat katalis (H2SO4) (0,25%; 0,5%; 1% dan 2%-

berat) dan suhu reaksi (40oC; 45oC; 500C; 550C; 600C) pada reaksi esterifikasi terhadap

%FFA dan yield FAME (Fatty Acid Methyl Ester). Adapun tahapan penelitian secara

laengkap ditampilkan pada Gambar. Penelitian ini menggunakan bahan baku biji karet

dari daerah Lampung.

Pengepresan untuk memperoleh minyak biji karet dilakukan secara mekanik

menggunakan alat pres hidrolik. Sebagai reaktor berlangsungnya reaksi esterifikasi dan

transesterifikasi digunakan labu leher tiga dilengkapi dengan pendingin balik,

termometer, pemanas dan pengaduk magnetik. Pemisahan antara produk (lapisan

atas/organik) dengan lapisan aqueous-nya dilakukan menggunakan corong pemisah.

Pengambilan sampel dilakukan dengan selang waktu yaitu 0, 5, 15, 30, 50, 60, 90, 120, 150,

180 dan 210 hingga tercapai kadar %FFA (Free Fatty Acid) 2%.

Untuk keperluan analisa, masing-masing diambil 1 mL sampel dan disimpan dalam

botol sampel yang telah diisi dengan 2 mL n-heksan dan 2 mL aquadest. Sampel dilapisan

n-heksan inilah yang selanjutnya diambil untuk keperluan analisa.

Analisa asam lemak dilakukan menggunakan metode titrasi, pelarut alkohol

absolut dengan indikator penolpthalin (p.p). Sedangkan perhitungan yield FAME

dilakukan berdasarkan massa minyak awal sebagai bahan baku.

Page 24: MAKALAH KIMIA kinetik

Alat

Labu leher tiga dilengkapi dengan pendingin balik, Termometer Pemanas Pengaduk magnetic Alat press hidrolik Alat degumming Corong pemisah Botol sampel Biuret Oven Erlenmeyer GC

Bahan

Biji karet N-heksana Alkohol Metanol NaOH Phenolftelin H3PO4

H2SO4

aquadest

Page 25: MAKALAH KIMIA kinetik
Page 26: MAKALAH KIMIA kinetik

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketaren (1986) menyebutkan bahwa metode pengepresan mekanis

(mechanical expression) lebih sesuai digunakan untuk mengambil minyak dari

bahan biji-bijian dengan kandungan minyak tinggi (30-70%). Mengingat kernel biji

karet mengandung kadar minyak tinggi 45,63% (Ikwuagwu et. all., 2000) maka

metode pengepresan mekanis paling sesuai untuk pengambilan minyak dari biji karet.

Sebelum pengepresan dilakukan pemisahan biji karet dari daun dan kotoran,

pemecahan kulit luar dan pemasakan dalam oven pada suhu 100oC hingga kadar air

1,85%. Perlakuan tersebut memberikan kadar minyak sebesar 20%- berat.

Pengeringan terhadap kernel biji karet hingga kadar 1,85% perlu dilakukan karena

pada kernel biji karet segar (fresh) kadar airnya cukup tinggi (6,79%). Kondisi

tersebut menyulitkan proses pengepresan, mengingat kernel yang dipres akan

hancur dan menempel pada alat pres sehingga kadar minyak yang diperoleh akan

menurun.

Pengaruh jumlah katalis asam terhadap penurunan FFA pada reaksi

esterifikasi

Minyak biji karet yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan

asam lemak cukup tinggi, 16% sehingga perlu dilakukan reaksi esterifikasi untuk

menurunkan kandungan asam lemak sebelum dilakukan reaksi transesterifikasi.

Canacki et. all. (1999) dan Ramadhas et. all. (2005) menyebutkan bahwa minyak

berkandungan asam lemak tinggi (>2%-FFA) tidak sesuai digunakan untuk bahan

baku pada reaksi transesterifikasi. Perlu dilakukan reaksi dua tahap yaitu esterifikasi

dan transesetrifikasi guna menurunkan kandungan asam lemak hingga <2%

(Ramadhas et. all., 2005).

Mengingat bahan baku minyak dengan kandungan asam lemak tinggi jika

digunakan sebagai bahan baku pada reaksi transesterifikasi yang berkatalis basa,

maka asam lemal akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun melalui

reaksi penyabunan, sehingga efektifitas katalis akan menurun karena sebagian katalis

Page 27: MAKALAH KIMIA kinetik

bereaksi dengan asam lemak. Selain itu, kondisi tersebut akan menurunkan yield ester

dan mempersulit proses pemisahan (Canacki et. all.,1999). Penelitian ini memilih

metanol sebagai jenis alkohol pereaktannya mengingat metanol adalah senyawa

alkohol berantai karbon terpendek dan bersifat polar. Sehingga dapat bereaksi lebih

cepat dengan asam lemak, dapat melarutkan semua jenis katalis (baik basa maupun

asam) dan lebih ekonomis (Fangrui Ma et. all., 1999).

Penelitian ini meneliti variabel berat katalis dan suhu reaksi pada reaksi

esterifikasi terhadap yield metil ester akhir. Adapun variabel yang diteliti: berat

katalis H2SO4 0,25%; 0,5%; 1% dan 2% dan suhu reaksi 40oC, 45oC, 50oC, 55oC,

dan 60oC. Analisa %FFA dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri. Gambar

2 hingga 5 menunjukkan penurunan %FFA selama reaksi esterifikasi untuk berbagai

variabel suhu reaksi dan jumlah katalis.

Gambar 2. Penurunan%FFA pada reaksi esterifikasi (molar ratio

minyak:metanol = 1:6; katalis H2SO4 0,25%-berat) pada berbagai suhu reaksi

Page 28: MAKALAH KIMIA kinetik

Gambar 3. Penurunan %FFA pada reaksi esterifikasi (molar ratio

minyak:metanol = 1:6; katalis H2SO4 0,5%-berat) pada berbagai suhu reaksi

Hasil penelitian menunjukkan untuk variabel jumlah katalis asam dengan

berbagai variabel suhu reaksi terlihat bahwa waktu penurunan %FFA paling singkat

diperoleh saat jumlah katalis asam 0,5%-berat (Gambar 3). Terlihat bahwa pada suhu

reaksi 55oC dan 60oC dengan waktu reaksi 120 menit, berturut-turut tercapai 1,57 dan

1,33%FFA. Sedangkan untuk variabel jumlah katalis yang lain (1% dan 2%-berat),

%FFA <2% baru tercapai setelah 150 menit reaksi (suhu 50, 55 dan 60oC),

Gambar 4 dan 5. Demikian halnya pada jumlah katalis 0,25% (Gambar 2).

Sehingga dapat disimpulkan, jumlah katalis 0,5% dan suhu reaksi 55oC memberikan

prosen penurunan %FFA terbaik untuk waktu reaksi 120 menit.

Page 29: MAKALAH KIMIA kinetik

Gambar 4. Penurunan %FFA pada reaksi esterifikasi (molar ratio

minyak:metanol = 1:6; katalis H2SO4 1%-berat) pada berbagai suhu reaksi

Gambar 5. Penurunan %FFA pada reaksi esterifikasi (molar ratio

minyak:metanol = 1:6; katalis H2SO4 2%-berat) pada berbagai suhu reaksi

Pada pemakaian jumlah katalis > 0,5% (1% dan 2%) memberikan hasil

produk larutan (produk I) yang lebih gelap. Sebagaimana disebutkan dalam

Ramadhas et. all. (2005) kelebihan katalis (excess H2SO4) akan menyebabkan larutan

produk berwarna lebih gelap, terbentuknya dimetil eter dari reaksi antara excess

H2SO4 dengan metanol. Sehingga akan menyebabkan penurunan %FFA berjalan

lebih lambat akibat berkurangnya jumlah metano yang bereaksi dengan asam lemak

Page 30: MAKALAH KIMIA kinetik

bebas Selain itu, dikhawatirkan kelebihan katalis asam akan terikut pada

lapisan organik (produk I), dimana produk I akan digunakan kembali pada

reaksi transesterifikasi. Sehingga kelebihan katalis yang ada dapat bereaksi dengan

NaOH (katalis basa) pada reaksi berikutnya, transesterifikasi. Kondisi ini dapat

menyebabkan turunnya yield metil ester, sebagaimana terlihat pada Gambar 6

berikut.

Gambar 6. Yield crude FAME pada berbagai jumlah katalis

Gambar 6 menunjukkan hubungan bahwa peningkatan suhu reaksi pada tahap

esterifikasi berbanding lurus dengan perolehan yield crude FAME. Yield crude FAME

terbesar diperoleh pada suhu 60oC dengan jumlah katalis H2SO4 0,5% sebesar

88,839%. Satish (2000) menyatakan bahwa pada suhu reaksi mendekati titik didih

metanol (64,8oC) akan didapatkan yield maksimum.

Sedangkan pada jumlah katalis >0,5% (1% dan 2%), telihat perolehan yield

FAME yang lebih kecil dibandingkan saat jumlah katalis 0,25%. Sebagaimana telah

dijelaskan sebelumnya,

saat digunakan jumlah katalis berlebih maka kelebihan asam (excess H2SO4)

diduga akan terikut ke lapisan atas dan selanjutnya akan bereaksi dengan katali basa

(NaOH) pada tahap transesterifikasi, sehingga mempengaruhi yield crude FAME.

Page 31: MAKALAH KIMIA kinetik

Pengaruh Penambahan Katalis Terhadap Harga k

Dari tabel diatas menunjukkan semakin banyak katalis yang digunakan maka

harga k yang diperoleh semakin besar,hal ini menunjukkan bahwa jumlah

katalis mempengaruhi terbentuknya metil ester.Sesuai dengan mekanisme reaksi

esterifikasi dengan katalis asam :

Semakin banyak H+ ( katalis ) semakin ditulis cepat reaksi dapat di arahkan ke

produk.Persamaan reaksi kimia dapat dalam bentuk yang lebih sederhana untuk

memudahkan penulisan kecepatan reaksi kimia sebagai berikut :

Keterangan :

A = Asam Lemak

B = metanol

C = metil ester

D = Air

A + 3 B C + D (1)

Persamaan Kecepatan reaksinya :

rc = - dCa = k1 [A] [B]3 – k2 [C] [D] (2)

dt

Keterangn:

Page 32: MAKALAH KIMIA kinetik

rc = kecepatan reaksi pembentukan alkyl ester

[A] = konsentrasi asam lemak

[B] =konsentrasi methanol

[C] = konsentrasi metil ester

[D] =konsentrasi air

k1 = konsentrasi kecepatan reaksi ke kanan (arah produk )

k2 = konsentrasi kecepatan reaksi ke kanan (arah reaktan )

t = waktu reaksi

Reaksi esterifikasi merupakan reaksi bolak balik yang berjalan lambat, sehingga

untuk waktu reaksi yang relatif pendek reaksi ke kiri (arah reaktan) dapat diabaikan

terhadap reaksi ke kanan (arah produk ). Bila alkohol yang digunakan berlebih, maka

konsentrasi alkohol dapat dianggap konstan sehingga :

r= - d C a = k .[A](3)

dt

Setelah reaksi berlangsung selama t menit, Cao adalah konsentrasi mula-mula dan

konversi x,maka

Dengan demikian diperoleh persamaan :

- In (1-x) = k (t- t0) (5)

Menurut Sukardjo,drs (1984), Katalisator adalah zat yang dapat mengubah kecepatan

reaksi. Hampir semua katalisator mempercepat reaksi (disebut katalisator positif), hanya

sedikit dikenal katalisator yang memperlambat reaksi (disebut katalisator negatif). Katalisator

disebut homogen bila membentuk satu fase dengan pereaksi dan disebut heterogen bila

membentuk dua fase dengan pereaksi. mineral-mineral dari alam dapat dibuat menjadi katalis

dan bahan pembantu katalis yang kemudian dikenal dengan katalis mineral. Asam sulfat

(H2SO4) merupakan asam mineral (anorganik), karena itu katalis H2SO4 disebut katalis

Page 33: MAKALAH KIMIA kinetik

asam mineral. Menurut Juan, dkk (2007) Pada proses esterifikasi katalis yang banyak

digunakan pada awalnya adalah katalis homogen asam donor proton dalam pelarut organik,

seperti H2SO4, HF, H3PO4 dan RSO3H, PTSA.

Katalis H2SO4 dalam reaksi esterifikasi adalah katalisator positif karena berfungsi untuk

mempercepat reaksi esterifikasi yang berjalan lambat. H2SO4 juga merupakan katalisator

homogen karena membentuk satu fase dengan pereaksi (fase cair). Pemilihan penggunaan

asam sulfat (H2SO4) sebagai katalisator dalam reaksi esterifikasi dikarenakan beberapa

faktor, diantaranya :

1. Asam sulfat selain bersifat asam juga merupakan agen pengoksidasi yang kuat

2. Asam sulfat dapat larut dalam air pada semua kepekatan

3. Reaksi antara asam sulfat dengan air adalah reaksi eksoterm yang kuat

4. Jika air ditambahkan asam sulfat pekat maka ia mampu mendidih

5. Karena afinitasnya terhadap air, maka asam sulfat dapat menghilangkan bagian terbesar

uap air dan gas yang basah, seperti udara lembab

6. Konsentrasi ion H+ berpengaruh terhadap kecepatan reaksi

7. Asam sulfat pekat mampu mengikat air (higroskopis), jadi untuk reaksi setimbang yang

menghasilkan air dapat menggeser arah reaksi ke kanan (ke arah produk)

Dari faktor-faktor di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penambahan asam sulfat

sebagai katalis untuk mempercepat kecepatan reaksi karena reaksi antara asam sulfat dengan

air (proses esterifikasi menghasilkan etil asetat dan air) adalah reaksi eksoterm yang kuat. Air

yang ditambahkan asam sulfat pekat akan mampu mendidih, sehingga suhu reaksinya akan

tinggi. Makin tinggi suhu reaksi, makin banyak molekul yang memiliki tenaga lebih besar

atau sama dengan tenaga aktivasi, hingga makin cepat reaksinya. Katalis akan menyediakan

rute agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih rendah sehingga nilai

konstanta kecepatan reaksi (k) akan semakin besar, sehingga kecepatan reaksinya juga

semakin besar. Selain itu, karena asam sulfat pekat mampu mengikat air (higroskopis), maka

untuk reaksi esterifikasi setimbang yang menghasilkan air, asam sulfat pekat dapat

Page 34: MAKALAH KIMIA kinetik

menggeser arah reaksi ke kanan (ke arah produk), sehingga produk yang dihasilkan menjadi

lebih banyak.

Pengaruh suhu reaksi terhadap penurunan FFA pada reaksi esterifikasi

Hasil penelitian menunjukkan pada variabel suhu reaksi dengan berbagai jumlah

katalis, semakin tinggi suhu reaksi maka prosentase penurunan %FFA semakin cepat.

Suhu reaksi terbaik dicapai pada suhu 60oC. Sesuai dengan hukum Arrhenius bahwa

laju reaksi sebanding dengan suhu reaksi (Levenspiel, 1999), dimana suhu reaksi

semakin tinggi, konstanta laju reaksi (k) semakin besar, sehingga laju reaksi

semakin besar. Persamaan hukum Arrhenius sebagai berikut: k = ko e(-E/RT)

atau k = A e(-Ea/RT)

Keterangan:

R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK) E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)

A = Faktor tumbukan

k = konstanta kinetika reaksi

Dari persamaan diatas di dapat k ( konstanta kinetika reaksi ) berbanding lurus dengan

suhu

( T ). Semakin lama waktu reaksi maka harga k semakin berkurang,hal ini

menunjukkan reaksi dalam kondisi mendekati kesetimbangan.

Sifat-sifat fisik biodiesel hasil penelitian

Crude FAME hasil penelitian (kondisi reaksi esterifikasi mol rasio

minyak:metanol = 1:6, jumlah katalis H2SO4 0,5%-berat, 60oC, 2 jam reaksi,

yield FAME 88,839%) dianalisa sifat-sifat fisiknya sesuai dengan standar FBI

(Forum Biodiesel Indonesia). Sebagai pembanding, juga dilakukan analisa pada

kondisi reaksi yang lain dengan yield FAME sebesar 86,949% (kondisi reaksi

esterifikasi mol rasio minyak:methanol = 1:6, jumlah katalis H2SO4 0.5%-

berat, 55oC, 2 jam reaksi). Hasil analisa sifat-sifat fisik tersebut

ditampilkan pada Tabel 1.

Page 35: MAKALAH KIMIA kinetik

Tabel 1. Sifat-sifat fisik crude FAME hasil penelitian berdasarkan standar FBI

(Forum Biodiesel Indonesia)

Tabel 1 menunjukkan sifat-sifat fisik (densitas, titik nyala/flash

point, viskositas kinematik, dan korosi lempeng tembaga) dari crude FAME

hasil penelitian telah memenuhi standart FBI. Namun nilai calculated cetane

index (CCI) berada di bawah nilai yang ditetapkan. Ramadhas et. all. (2005),

menyebutkan bahwa rendahnya angka cetane turut dipengaruhi oleh derajat

kejenuhan dan ketidakjenuhan dari gugus asam lemak pada metil ester.

Tingginya derajat kejenuhan dari gugus asam lemak pada metil ester

akan menyebabkan tingginya nilai cetane dan sebaliknya. Mengingat

kandungan asam lemak tak jenuh pada minyak biji karet cukup tinggi

(81,8%-berat, Ketaren, 1986) maka angka cetanenya rendah.

Keuntungan menggunakan bahan baku biodiesel

1. Dihasilkan dari sumber daya energi terbarukan dan ketersediaan bahan bakunya terjamin

2. Cetane number tinggi (bilangan yang menunjukkan ukuran baik tidaknya kualitas solar berdasar sifat kecepatan bakar dalam ruang bakar mesin)

3. Viskositas tinggi sehingga mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik daripada solar sehingga memperpanjang umur pakai mesin

4. Dapat diproduksi secara local

5. Mempunyai kandungan sulfur yang rendah

Page 36: MAKALAH KIMIA kinetik

6. Menurunkan tingkat opasiti asap

7. Menurunkan emisi gas buang

8. Pencampuran biodiesel dengan petroleum diesel dapat meningkatkan biodegradibility petroleum diesel sampai 500 %

Kelemahannya Pemakaian Biodiesel

Tidak cocok dipakai untuk kendaraan bermotor yang memerlukan kecepatan dan daya, karena biodiesel menghasilkan tenaga yang lebih rendah dibandingkan solar murni

Page 37: MAKALAH KIMIA kinetik

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Pada tahap esterifikasi, semakin tinggi suhu reaksi maka penurunan %FFA

semakin cepat. Prosentase penurunan FFA paling cepat (<2%) terjadi pada

jumlah katalis H2SO4 0,5% dengan waktu 120 menit (tercapai 1,33% FFA di

akhir reaksi).

2. Prosentase penurunan FFA pada reaksi esterifikasi mempengaruhi perolehan

yield crude FAME. Semakin cepat penurunan %FFA maka perolehan yield FAME

akan semakin besar meningkat. Kondisi perolehan yield crude FAME terbesar

(88,839%) diperoleh pada suhu reaksi 60oC dan jumlah katalis H2SO4 0,5%.

5.2 Saran

Pada pembuatan karya ilmiah ini terdapat beberapa kekurangan sehingga kritik

dan saran yang membangun di harapkan agar karya ilmiyah ini menjadi lebih baik dan

dapat di jadikan salah satu sumber belajar

Page 38: MAKALAH KIMIA kinetik

DAFTAR PUSTAKA

Bailey, Edward, 1982. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Vol 2, 4th

ed, John

Willey and Sons Ltd, New York.

Canacki, M., Van Gerpen, J. 1999. ”Biodiesel Production via Acid Catalysis”. Trans

ASAE 42(5) : 1203-1210.

Canacki, M., Van Gerpen, J. 2001. ”Biodiesel Production From Oils and Fats with

High Free Fatty Acids”.Trans ASAE 44(6) : pp.1429-1436.

Freedman, B., Pryde, E. H. Oct 1984. ”Variables Affecting the Yields of Fatty Esters

from Transesterified Vegetables Oils”. JAOCS 61(10) : pp.1638-1643.

Fukuda, H., Kondo, A., Noda, H., Sept 2001, “Biodiesel fuel production by

transesterifikasi of oils”.Journal of Bioscience And Bioengineering 92 : pp.405-416.

Ikwuagwu, O.E., Ononogobu, I.C., Njoku. O.U., 2000. ”Production of biodiesel

using rubber [Hevea brasiliensis] seed oil”. Ind Crops Prod 12 : pp.57-62.

Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI–Press,

Jakarta. Lele, Satish, 2000. Biodiesel in India. <U R L :h h t p:/ /ww w . b i od i e s e l . c o m >

Ma Fangrui, Milford, A., Hanna. 1999. ”Biodiesel production : a review”.

Bioesource Technology 70:pp.1-15.

Ramadhas, A.S., Jayaraj, S., Muraleedharan, C., 2005. “Biodiesel production from

high FFA rubber seed oil”. Fuel 84 : pp.335-340.

Shashikant Vilas Ghadge and Hifjur Rahemn, 2005. “Biodiesel Production from

Mahua (Madhuca indica) Oil Having High Free Fatty Acids”, Biomass and Bioenergy

28: pp. 601-60

Page 39: MAKALAH KIMIA kinetik