makalah kimia FIRMAN
Click here to load reader
-
Upload
firman-darmawan -
Category
Documents
-
view
276 -
download
1
Transcript of makalah kimia FIRMAN
MAKALAH
KIMIA DASAR I
“JAHE SEBAGAI ANTIOKSIDAN”
DISUSUN OLEH :
NAMA : FIRMAN DARMAWAN
NPM : 240210080114
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Jahe Sebagai Antioksidan.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibunda dan keluarga tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang,
dan dukungannya baik moril maupun materiil.
2. Ibu dosen Kimia Dasar I atas segala bimbingan serta saran-saran yang
telah diberikan.
3. Seluruh keluarga mahasiswa FTIP yang tidak bisa penulis tuliskan satu
persatu.
Akhir kata semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan seluruh pihak yang tertarik pada peranan antioksidan dan manfaat
nya dan bagaimana cara pengolahan zat antioksidan agar befungsi maksimal.
Bandung, Agustus 2009
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Jahe (Zingiber officinale Roscoe) merupakan salah satu tanaman temu-
temuan yang tergolong tanaman apotek hidup. Jahe sangat terkenal di masyarakat
Indonesia sebagai bumbu dapur yang dapat memberi aroma dan rasa yang khas
seperti pada biskuit, roti dan berbagai minuman. Jahe juga digunakan sebagai
bahan baku dalam industri obat-obatan, minyak atsiri dan jamu tradisional.
Menurut Rukmana (2004), jahe dipercaya secara tradisional dapat menghilangkan
masuk angin, mengurangi atau mencegah influenza, rematik dan batuk serta
mengurangi rasa sakit (analgesik) dan bengkak (antiinflamasi).
Hasil penelitian Kikuzaki dan Nakatani (1993), menunjukkan bahwa
senyawa aktif non volatil fenol seperti gingerol, shogaol dan zingeron, yang
terdapat pada jahe terbukti memiliki kemampuan sebagai antioksidan. Sebagai
antioksidan, senyawa fenol jahe diharapkan dapat menghambat radikal bebas atau
turunan-turunan oksigen (reactive oxygen spesies, ROS) seperti radikal
superoksida, singlet oksigen, hidrogen peroksida, peroksida lemak, radikal alkosil,
radikal peroksil dan radikal hidroksil, sehingga dapat melindungi sel dari
kerusakan oksidatif, mengurangi proses penuaan, mencegah penyakit degeneratif
seperti jantung, diabetes militus dan kanker (Auroma dkk., 1997).
Senyawa antioksidan terdiri dari senyawa antioksidan alami dan senyawa
antioksidan sintetik. Senyawa antioksidan dari bahan-bahan alami mendapat
perhatian sangat besar dari masyarakat karena lebih aman dalam penggunaannya,
dibandingkan senyawa antioksidan sintetik. Pemakaian antioksidan sintetik dalam
waktu yang lama dan dalam dosis yang berlebihan dapat menyebabkan
mutagenetik dan karsinogenetik. Senyawa antioksidan alami diharapkan dapat
menggantikan antioksidan sintetik seperti BHA (butil hidroksi anisol) dan BHT
(butil hidroksi toluen).
Nurrahman dkk. (1999) menjelaskan bahwa mengkonsumsi sari jahe
setiap hari selama 30 hari berpengaruh terhadap penurunan MDA limfosit.
Sementara itu, Fuhrahman dkk. (2000) juga menjelaskan bahwa mengkonsumsi
ekstrak jahe 250 µg setiap hari dapat menghambat penyakit atheroschlerosis. Di
dalam plasma, gingerol menurunkan kolesterol hingga 29% dan LDL 33%. Uraian
tersebut memberi gambaran bahwa jahe mempunyai potensi yang cukup besar
sebagai sumber antioksidan. Permasalahannya adalah senyawa-senyawa
antioksidan jahe dapat mengalami kerusakan dalam pengolahan. Salah satu tahap
pengolahan yang berpotensi menyebabkan kerusakan antioksidan adalah tahap
pengeringan dalam pembuatan simplesia jahe. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh
adanya suhu, oksigen, pH, peroksida dan cahaya.
Pada proses pengeringan dalam pembuatan simplesia jahe sangat
memungkinkan terjadinya degradasi atau kerusakan senyawa–senyawa jahe
seperti senyawa gingerol, shogaol dan zingeron dan terjadi penurunan aktivitas
antioksidan karena proses pengeringan yang menggunakan suhu tinggi, hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lee et al. (1986) pada pemanasan
rimpang jahe pada suhu 100 0C selama 10 menit secara nyata mengurangi potensi
antioksidan hampir 20 %nya. Pemanasan selama 30 menit atau lebih ternyata
mengurangi aktivitas antioksidan lebih lanjut tetapi pada kecepatan lebih rendah.
Berdasarkan penelitian di atas, maka dilakukan proses pengeringan dengan
menggunakan oven pada suhu ± 40 0C dengan tujuan untuk menjaga agar
kandungan antioksidan pada simplesia jahe tetap tinggi. Mutu simplesia jahe yang
dikeringkan sangat dipengaruhi oleh lama pemanasan. Lama pemanasan yang
terlalu pendek menyebabkan simplesia jahe yang dihasilkan kadar airnya masih
tinggi sehingga mudah diserang jamur juga menyulitkan ketika dilakukan
ekstraksi (Santosa dkk., 2000). Pemanasan yang terlalu lama akan menyebabkan
kerusakan senyawa antioksidan maka perlu dilakukan penelitian untuk mencari
lama pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu ± 40 0C sehingga
diperoleh simplesia jahe dengan mutu yang tinggi, terutama kandungan senyawa
antioksidannya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah jahe berfungsi sebagai antioksidan ?
2. Masih adakah antioksdan yang lebih baik dari jahe ?
1.3. Hipotesis
1. Jahe berfungsi sebagai antioksida
2. Banyak bahan-bahan yang mengandung antioksidan
1.4.Tujuan
1. Memenuhi tugas akhir semester mata kuliah kimia dasar I
2. Memberikan informasi tentang khasiat jahe dan bahan-bahan lainnya yang
befungsi sebagai antioksidan
BAB II
ISI
2.1.Jahe
Jahe (Zingiber officinale Roscoe) termasuk dalam divisi pteridophyta, sub
divisi Angiospermae, kelas monocotyledoneae, ordo scitameae dan famili
Zingiberaceae serta genus Zingiber (Paimin dan Murhananto, 1991). Komposisi
kimia rimpang jahe menentukan tinggi rendahnya nilai aroma dan pedasnya
rimpang jahe. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi jahe adalah
varietas, lingkungan tumbuh dan umur tanaman (Rusli, 1986). Jahe (Zingiber
officinale Roscoe) yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis jahe putih
kecil (jahe emprit) dengan karakteristik morfologi sebagai berikut :
a. Daun berukuran panjang 17,45 – 19,79 cm dengan lebar 22,40 – 32,60
mm. Kedudukan daun berselang-seling teratur dengan warna hijau muda.
b. Struktur rimpang, kecil berlapis berwarna kekuningan-putih kebiruan
dengan panjang rimpang 6,13 – 31,70 cm.
c. Akar jahe putih kecil/jahe sunti panjangnya 15,35 – 26,20 cm, bentuknya
bulat dengan diameter akar 3,91 – 5,90 cm.
Sifat khas jahe putih kecil/jahe emprit disebabkan oleh adanya minyak
atsiri dan oleoresin. Aroma harum jahe putih kecil/jahe emprit disebabkan oleh
minyak atsiri, sedangkan rasa pedasnya disebabkan oleh oleoresin yang
komponennya mengandung gingerol, shogaol dan zingeron (Purseglove
dkk.1981). Ketaren (1985) mengatakan komponen utama dalam minyak jahe
adalah zingiberen dan zingiberol yang merupakan senyawa paling utama dalam
minyak jahe. Minyak atsiri dan oleoresin terdapat dalam sel-sel minyak pada
jaringan epidermis dekat permukaan kulit jahe.
Pengolahan rimpang jahe putih kecil/jahe emprit yang akan dikeringkan
harus dipanen pada umur 8-9 bulan setelah penanaman karena kandungan aroma,
citarasa dan kepedasannya telah maksimal yaitu, minyak atsirinya sebesar 1,5 –
3,3 %, dan kandungan oleoresin sebesar 3 – 4 % (Santosa, 1989). Oleoresin dapat
diekstrak dengan alkohol, aseton dan ester. Struktur kimia utama pada jahe dapat
dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia utama jahe adalah gingerol, shogaol dan
zingeron.
Menurut Rukmana (2004), zat-zat yang terkandung dalam rimpang jahe
berkhasiat sebagai obat peluruh keringat, obat rematik, sakit kepala, mulas, batuk
kering, penyakit kulit, luka, cacingan, luka lecet, radang tenggorokan, sengatan
binatang, tonikum, penghangat tubuh, penambah nafsu makan, dan masuk angin.
2.2.Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa penting dalam menjaga kesehatan tubuh
karena berfungsi sebagai penangkap radikal bebas yang banyak terbentuk dalam
tubuh. Fungsi antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil terjadinya
proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan
dalam makanan, serta memperpanjang masa pemakaian bahan dalam industri
makanan. Lipid peroksidase merupakan salah satu faktor yang cukup berperan
dalam kerusakan selama dalam penyimpanan dan pengolahan makanan (Raharjo
dkk., 2005).
Radikal bebas dapat didefinisikan sebagai molekul atau senyawa yang
keadaannya bebas dan mempunyai satu atau lebih elektron bebas yang tidak
berpasangan. Elektron dari radikal bebas yang tidak berpasangan ini sangat mudah
menarik elektron dari molekul lainnya sehingga radikal tersebut menjadi lebih
reaktif. Oleh karena sangat reaktif, radikal bebas sangat mudah menyerang sel-sel
yang sehat dalam tubuh. Bila tidak ada pertahanan yang cukup optimal maka sel-
sel sehat tersebut menjadi tidak sehat atau sakit. Senyawa yang dihasilkan oleh
polusi, asap rokok, kondisi stres, bahkan oleh sinar matahari akan berinteraksi
dengan radikal bebas di dalam tubuh. Secara tidak langsung, senyawa radikal
tersebut akan merusak sel sehingga menyebabkan terjadinya suatu penyakit
seperti liver, kanker, dan kondisi yang berhubungan dengan umur seperti alzeimer
(Raharjo dkk., 2005).
Tubuh manusia menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi tidak cukup
kuat untuk berkompetisi dengan radikal bebas yang dihasilkan setiap harinya oleh
tubuh sendiri. Kekurangan antioksidan dalam tubuh membutuhkan asupan dari
luar (Raharjo dkk.2005). Sebagai asupan dari luar, selain jahe ada beberapa herbal
yang cukup dikenal dan mempunyai aktivitas antioksidan yang cukup tinggi,
antara lain sebagai berikut:
Bawang putih (Allium sativum) dapat memberikan sistem kekebalan,
membunuh sel kanker, mengatur tekanan darah dan kolesterol, serta
mencegah stroke.
Ekstrak biji buah anggur memiliki fungsi meningkatkan sirkulasi darah,
mencegah penggumpalan darah dan menurunkan kadar kolesterol.
Ginseng Asia (Panax ginseng) dibuat sebagai teh. Ginsenosida yang
terkandung didalamnya berkhasiat mengatur tekanan darah,
mengendalikan emosional dan stres, serta menormalkan fungsi tubuh.
Teh hijau (Camellia sinensis) bermanfaat membantu mencegah kanker
kulit, paru-paru, dan perut; menurunkan tekanan darah dan kadar LDL
kolesterol; mencegah penyakit hati (liver); dan meningkatkan fungsi
kekebalan untuk mencegah flu.
Potensi antioksidan yang berhubungan dengan reactive oxygen spesies
(ROS) adalah sebagai penghambat radikal superoksida, singlet oksigen, hidrogen
peroksida, peroksida lemak, radikal alkosil dan radikal peroksil yang dapat
menginduksi penyakit kanker, diabetes melitus, jantung dan penuaan, yang
disebabkan oleh kerusakan jaringan karena proses oksidasi (Auroma dkk., 1997).
2.3.Oksidasi Lipida
Lipida merupakan komponen dalam bahan pangan yang dapat
menyebabkan perubahan flavor ke arah yang tidak diinginkan apabila mengalami
proses oksidasi. Reaksi spontan antara oksigen di atmosfir dengan lipid disebut
autooksidasi (Gordon, 2001).
Proses autooksidasi lipida melalui tiga tahap reaksi yaitu inisiasi,
propagasi dan terminasi. Inisiasi dimulai dengan terlepasnya atom hidrogen dari
molekul asam lemak sehingga terbentuk radikal bebas akil. Inisiasi dikatalis oleh
adanya cahaya, panas atau ion logam. Pada tahap propagasi, radikal bebas alkil
yang terbentuk pada tahap inisiasi bereaksi dengan oksigen atmosfir membentuk
radikal bebas peroksi yang tidak stabil. Radikal bebas peroksi yang terbentuk
bereaksi dengan atom hidrogen yang terlepas dari asam lemak tidak jenuh yang
lain membentuk hidroperoksida (ROOH) dan radikal bebas yang baru. Radikal
bebas alkil yang baru akan bereaksi dengan oksigen atmosfir membentuk radikal
bebas peroksi. Pada tahap terminasi terjadi penggabungan radikal-radikal bebas
membentuk produk non radikal yang stabil (Shahidi dan Wanasundara, 2002).
Ion-ion logam dapat mengkatalis reaksi pembentukan radikal bebas. Ion-
ion logam tersebut misalnya, Fe, Cu, Mn, Cr, Ni, Zn dan Al. Pada proses oksidasi
yang dikatalis oleh ion-ion logam melalui 2 mekanisme yaitu reaksi ion-ion logam
dengan hidroperoksida atau dengan molekul lipida. Ion-ion logam mengkatalisa
proses oksidasi dengan reaksi langsung dengan lipida tidak jenuh dan menurunkan
energi aktivisi pada tahap inisiasi (Reische dkk., 2002).
Fraksi non volatil ekstrak diklorometan pada rimpang jahe menunjukkan
aktivitas antioksidan sangat kuat yang menggunakan asam linoleat sebagai
substrat dalam larutan buffer etanol-fosfat. Kikuzaki dan Nakatami.,(1993)
melaporkan bahwa aktivitas antioksidan pada ekstraksi jahe diukur menggunakan
pengukuran FTC (ferri thiosianat) dan metode TBA (tiobarbituric acid) pada
konsentrasi 0,02 % dalam larutan etanol cair. Selama proses oksidasi, peroksida
berangsur-angsur terpecah menjadi senyawa-senyawa dengan molekul kecil. Nilai
absorbansi rendah berindikasi level tinggi pada aktivitas antioksidan. Berdasarkan
pada indek yang ada, ekstrak diklorometan menunjukkan aktivitas paling tinggi
dibandingkan α-tokoferol. Ekstrak metanol berlebihan menunjukkan pola yang
sama seperti α-tokoferol. Setelah dilakukan destilasi uap pada ekstrak
diklorometan, fraksi non volatil sebagian besar aktivitasnya sangat kuat dibanding
fraksi volatil. Pola ini menjelaskan bahwa komponen antioksidan sebagian besar
dalam ekstrak minyak non volatil. Komponen fraksi non volatil mempunyai pola
yang sama terhadap aktivitas dari kedua metode FTC dan TBA.
Beberapa karakteristik aktivitas antioksidan jahe telah dipelajari oleh
beberapa peneliti. Menurut Lee et al.,(1986) aktivitas antioksidan ekstrak rimpang
jahe dipengaruhi oleh konsentrasi, pH dan suhu pemanasan. Dalam penelitiannya
efek antioksidan jahe diterapkan pada produk daging babi. Konsentrasi ekstrak
jahe yang dicampurkan berkisar 0 - 5 % dan dengan naiknya konsentrasi ekstrak
jahe maka efek antioksidannya meningkat. Efektivitas antioksidan jahe juga
tergantung pada pH dan efektivitas tertinggi diperoleh pada pH 5 – 7. Pemanasan
rimpang jahe pada suhu 100 0C selama 10 menit secara nyata mengurangi potensi
antioksidan hampir 20 %nya. Pemanasan selama 30 menit atau lebih ternyata
mengurangi aktivitas antioksidan lebih lanjut tetapi pada kecepatan lebih rendah.
Santosa dkk. (2000) melaporkan hasil pemanasan air mendidih selama 20
atau 40 menit menunjukkan tidak berpengaruh terhadap penangkap radikal pada
ekstrak jahe. Pemanasan selama 60 menit pada kondisi sama aktivitas antioksidan
menurun. Ekstrak etanol jahe mempunyai aktivitas daya tangkap radikal tinggi
pada pengujian menggunakan diphenylpierylhydrazyl (DPPH) dan lebih tinggi
dibandingkan butil hidroksi anisol (BHA)
2.4. Proses Pengeringan
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air yang
memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan
dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering. Hall (1957)
menyatakan bahwa proses pengeringan adalah proses pengambilan atau
penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju
kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme sebelum bahan diolah (digunakan).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua golongan yaitu faktor
yang berhubungan dengan udara pengering antara lain suhu, kecepatan aliran
udara pengering dan kelembaban udara, sedangkan faktor yang berhubungan
dengan sifat bahan yang dikeringkan yaitu, ukuran dan kadar air awal dalam
bahan.
Pada dasarnya proses pengeringan dalam pembuatan simplesia jahe dapat
dilakukan dengan menggunakan oven. Mutu simplesia jahe yang dikeringkan
dengan menggunakan oven sangat dipengaruhi oleh suhu dan kecepatan udara
pengering. Semakin tinggi suhu dan kecepatan udara pengering, makin cepat pula
proses pengeringan yang berlangsung karena energi panas yang dibawa makin
besar yang disebabkan jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan
yang dikeringkan makin besar (Taib dkk., 1987).
Lamanya proses pengeringan pada simplesia jahe menyebabkan terjadinya
penguapan dan kerusakan sebagian senyawa fenol, akibatnya terjadi penurunan
aktivitas antioksidan pada simplesia jahe (Santosa dkk., 2000).
2.5. Pengaruh Suhu Udara Pada Proses Pengeringan
Laju penguapan air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh
kenaikan suhu. Bila suhu pengeringan dinaikkan maka panas yang dibutuhkan
untuk penguapan air bahan menjadi berkurang. Pada proses pengeringan
diperlukan adanya pergerakan udara, dimana udara berfungsi sebagai penghantar
panas kedalam bahan yang dikeringkan dan untuk mengambil uap air di sekitar
tempat penguapan (Setijahartini, 1980). Pada proses pengeringan harus
diperhatikan suhu udara pengering. Semakin besar perbedaan antara suhu media
pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin besar pula kecepatan pindah
panas ke dalam bahan pangan sehingga penguapan air dari bahan akan lebih
banyak dan cepat.
2.6.Pengaruh Pengeringan Terhadap Bahan
Muchtadi (1989) mengatakan bahan pangan yang dikeringkan umumnya
mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan bahan segarnya. Selama
pengeringan terjadi perubahan warna, tekstur, aroma, dll. Pada umumnya bahan
pangan yang dikeringkan akan berubah warnanya menjadi coklat. Perubahan
warna ini disebabkan oleh reaksi-reaksi baik enzimatis maupun non enzimatis.
Efek lainnya adalah terjadinya ‘Case Hardening’, yaitu suatu keadaan
dimana bagian luar atau permukaan bahan sudah kering sedangkan bagian
dalamnya masih basah. Hal ini disebabkan suhu pengeringan yang terlalu tinggi
akan menyebabkan bagian permukaan cepat mengering dan menjadi keras
sehingga menghambat pengupan air selanjutnya.
Akibat lainnya dari pengeringan adalah awetnya bahan dari proses
kerusakan. Hal ini disebabkan karena aktivitas air yang terdapat pada bahan
mengalami penurunan sehingga mikroorganisme sebagai sumber penyebab
kerusakan bahan tidak dapat hidup (Buckle dkk., 1985). Rusli (1986) mengatakan
untuk memperoleh kandungan minyak yang tinggi dari rimpang jahe kering
sebaiknya rimpang jahe dikeringkan sampai kadar air ± 12 %.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, E.2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak Rimpang Penyembuh Aneka
Penyakit PT Agromedia Pustaka. Jakarta.
Auroma, O.I., Spencer, J.P.E, Warren, D., Jenner, P., Butler, J. and Halliwell,
B.1997. Characterization of Food Antioxidants, Illustrated using
Commercial Garlic and Ginger Prepation. J. Food Chem. 60 (2):149-156.
Buckle, K. A., Edwards, R. A, G. H. Fleet and M. Wootton. 1985. Ilmu Pangan.
Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. Penerbit UI-Pres Jakarta.
deMan, John M. 1997. Kimia Makanan. ITB. Bandung.
Furrahman, C.C., Kuo, M.C. Ho, C.T. 1986. High Performance Liquid
Cromatographic Determination of Pungent Gingerol Compounda of
(Zingiber officinale Roscoe). J. Food Sci. 51:1364-1365.
Gordon, M.H., 2001. The Development of Oxidative Rancidity in Foods. Dalam
Pakarnya, J., Yanishlieva, N. dan Gordon, M. (ed), Antioxidant in Food
Practical Applications. CRS Press, New York.
Hall, C.W. 1957. Drying farm Crops. Edward Brothers Co., Michigan.