MAKALAH KELOMPOK
-
Upload
vinizulkarnain3450 -
Category
Documents
-
view
179 -
download
1
Transcript of MAKALAH KELOMPOK
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan proses fisiologis. Dinegara berkembang dan Negara maju
Preeklampsia-eklampsia merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortilitas
maternal, janin, dan neonatus. Perempuan hamil dengan hipertensi mempunyai risiko tinggi
terjadinya preeclampsia-eklampsia. Secara fisiologis, tekanan darah mulai menurun pada
trimester kedua, yang mencapai rata-rata 15 mmHg lebih rendah dari tekanan darah sistolik
sebelum hamil pada trimester ketiga. Penurunan ini terjadi baik pada yang normotensi maupun
hipertensi kronik.1
Preeklampsia-Eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung
disebabkan oleh kehamilan. Preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah
timbulnya kejang pada penderita preeklampsia yang disusul dengan koma. Kejang disini bukan
akibat kelainan neurologis
Preeklampsia-Eklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara.
Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu pada remaja belasan tahun
atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya
dijumpai pada keadaan kehamilan multifetal dan hidrops fetalis, Penyakit vaskuler, termasuk
hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus, Penyakit ginjal
1
BAB II
PEMBAHASAN
Skenario 2 :
Ny. SP 18 tahun, primigravida dibawa secara tergesa-gesa oleh suaminya ke UGD karena
kejang-kejang. Haid terakhir tanggal 25 September 2008. Selama hamil tidak pernah
memeriksakan diri ke bidan maupun dokter. Pasien tidak sadar. T 180/120 mmHg. N 72/menit.
Bengkak di kaki, tangan, perut, dan muka. Fundus uteri setinggi 3 jari di bawah proc.
xyphoideus, anak letak kepala, puki. Denyut jantung anak 132/m teratur. Pada pemeriksaan
urine didapat protein +++.
1. Anamnesis
Dari anamnesis diharapkan kita dapat mengumpulkan data sebanyak-banyak tentang
riwayat kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan serta keadaan janin selama kehamilan,
disamping menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang menjurus pada diagnosis.2
Identitas meliputi: Nama, umur, pekerjaan, nama suami, agama dan alamat. Maksud
pertanyaan ini adalah: Untuk identifikasi (mengenal) penderita dan menentukan status
ekonominya yang harus kita ketahui; misalnya untuk menentukan anjuran apa atau
pengobatan apa yang akan diberikan. Umur penting, karena ikut menentukan prognosa
kehamilan. Kalau umur terlalu lanjut atau terlalu muda maka persalinan lebih banyak
resikonya.
keluhan utama
Apakah penderita datang untuk pemeriksaan kehamilan ataukah ada pengaduan-
pengaduan lain yang penting.
Riwayat kehamilan sekarang:
o Kapan hari terakhir menstruasi terakhir?
o Berapa lama siklus haidnya?
o Sudah berapa bulan kehamilannya?
o Apakah ada penyulit atau penyakit sebelum dan selama kehamilan,
seperti apakah pernah perdarahan, adakah anemia, diabetes,
2
hipertensi, infeksi saluran kemih, penyakit jantung, dan penyulit
lainnya?
o Gejala apa yang menyertai kehamilan pasien, misalnya mual,
muntah, nyeri tekan payudara, frekuensi berkemih?
Riwayat obstetric dahulu:
o Apakah pernah hamil sebelumnya? Berapa kali? Apakah ada penyulit
dalam kehamilan sebelumnya?
o Apakah pernah melahirkan sebelumnya? Berapa kali? Bagaimana cara
melahirkan, apakah ada penyulit selama persalinan sebelumnya? Apakah
ada komplikasi saat persalinan sebelumnya?
o Apakah pernah mengalami abortus sebelumnya? Berapa kali? Mengapa?
Bagaimana terjadinya abortus? Adakah komplikasi akibat abortus?
o Tanyakan juga kondisi anak yang pernah dilahirkan, berat badan bayi
saat lahir, umur bayi saat dilahirkan, keadaan bayi saat dilahirkan,
keadaan anak sekarang.
Pertanyaan untuk menyingkirkan penyebab lain:
o Apakah sebelum hamil pasien memiliki riwayat hipertensi
o Apakah pasien memiliki riwayat epilepsi
o Apakah pasein pernah mengalami trauma kepala
o Apakah pasien mempunyai riwayat penyakit serebrovaskular
o Apakah pasien memiliki riwayat tumor serebri atau meningitis maupun ensefalitis
2. Pemeriksaan
2.1. Pemeriksaan fisik1
Pemeriksaan fisik umum seperti TTV, tingkat kesadaran dan keadaan umum.
a. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
a. Wajah
3
Adakah edema pada muka, pucat atau merah, chloasma gravidarum.
b. Leher
Apakah terdapat pembesaran KGB dan vena
c. Dada
Inspeksi payudara dan bentuk thorax
d. Perut
Perlu diperhatikan bentuk, pembesaran, pergerakan pernapasan, kondisi
kulit (tebal, kriput dan striae), jaringan parut operasi.
e. Vulva
Keadaan perineum, varises atau condyloma
f. Ekstremitas
Varises, edema
2. Palpasi
Maksud pemeriksaannya ialah untuk menentukan ;
a. Besarnnya rahim dan dengan ini bisa menentukan umur kehamilan.
b. Menentukan letak anak dalam rahim.
Sebelum dilakukan, kandung kemih dikosongkan terlebih dahulu, karena
kandung kemih yang penuh akan teraba seperti kista. Jikalau perlu pasien
disuruh buang air kecil terlebih dahulu.
Beritahu pasien bahwa perutnya akan diperiksa sehingga perut pasien tidak
menegang dan bernapas biasa, kedua tungkai ditekuk sedikit dan pasien disuruh
bernapas dalam.
Cara melakukan palpasi ialah menurut Leopord yang terdiri dari 4 bagian ;
a. Leopold I
4
o Pasien tidur telentang dengan lutut
ditekuk
o Pemeriksa berdiri disebelah kanan
pasien menghadap kearah kepala pasien
o Uterus dibawa ketengah (kalau
posisinya miring)
o Dengan kedua tangan tentukan
tinggi fundus
o Dengan satu tangan tentukan bagian
apa dari anak yang terletak dalam fundus
o ( Kepala berbentuk bulat, keras dan ada ballottement. Bokong
konsistensinya lunak, tidak begitu bulat dan tidak ada ballottement.
Pada letak lintang, fundus kosong)
b. Leopold II
o Posisi pasien dan pemeriksa tetap.
o Kedua tangan pindah kesamping
uterus.
o Dengan kedua belah jari-jari uterus
ditekan ketengah untuk menentukan
dimana letak punggung anak : kanan
atau kiri.(Punggung anak memberikan
tahanan terbesar)
o Pada letak lintang dipinggir kanan kiri uterus terdapat kepala atau
bokong.
5
c. Leopold III
o Posisi pasien dan pemeriksa tetap.
o Pemeriksa memakai satu tangan menentukan apa yang menjadi bagian
bawah (kepala atau bokong).
o Bagian bawah coba digoyangkan, apabila masih bisa, berarti bagian
tersebut belum terpegang oleh panggul. (bagian terbesar kepala belum
melewati pintu atas panggul).
d. Leopold IV
o Posisi pasien tetap, pemeriksa menghadap kearah kaki pasien.
o Dengan kedua belah tangan ditentukan seberapa jauh kepala masuk
kedalam panggul.
o Bila posisi tangan konvergen, berarti baru sebagian kecil kepala masuk
panggul.
o Bila posisi tangan sejajat, berarti separuh dari kepala masuk kedalam
rongga panggul.
o Bila posisi tangan divergen, berarti sebagian besar kepala sudah masuk
panggul.
Leopold 4 tidak dilakukan kalau kepala masih tinggi.
6
Sebelum bulan ke tiga fundus uteri dapat diraba dari luar ;
Akhir bulan ke-3 (12 mg) F.U 1-2 Jari diatas symphisis
Pertengahan antara sympisis dengan
pusat = 16 mg
3 jari dibawah pusat = 20 minggu
½ pusat – procesus xympoideus = 32
Minggu
Sampai arcus costa atau 3 jari dibawah
proc. Xympoideus = 36 minggu
½ pusat – procesus xympoideus = 40
Minggu
3. Auskultasi
Dilakukan dengan menggunakan stetoskop fetal heart detector (Doppler). Pada
auskultasi bisa didengar bermacam bunyi :
a) Dari anak : bunyi jantung, bising tali pusat, gerakan anak.
b) Dari ibu : bising a. uterina, bising aorta, bising usus.
Bunyi jantung anak dengan Doppler dapat didengar sejak umur kehamilan 12
minggu sedang dengan stetoskop baru didengar pada umur kehamilan 26 minggu.
Frekuensi bunyi jantung anak antara 120 - 140 per menit. Frekuensi jantung orang
dewasa antara 60-80 per menit.
7
b. Pemeriksaan penunjang2-5
Pemeriksaan Laboratorium
NoTest Diagnostik Penjelasan
1. Hemoglobin dan
hematokrit
Peningkatan Hb dan Ht berarti :
1. Adanya hemokonsentrasi yang mendukung
diagnosis PE
2. Menggambarkan beratnya hipovolemia
3. Nilai ini akan menurun bila terjadi hemolisis
2. Morfologi sel darah
merah pada apusan
darah tepi
Untuk menentukan :
adanya mikroangiopatik hemolitik anemia
Morfologi abnormal eritrosit : schizocytosis
dan spherocytosis
3.Trombosit Trombositopenia menggambarkan Preeklampsia berat
4. Kreatinin serum Asam
Urat serum Nitrogen
Urea Darah (BUN)
Peningkatan menggambarkan :
Beratnya hipovolemia
Tanda menurunnya aliran darah ke ginjal
Tanda Pre eklampsia berat
5.Transaminase serum Peningkatan Transaminase serum menggambarkan
gangguan fungsi hepar
6. Lactic Acid
Dehidrogenase (LDH)
Menggambarkan adanya hemolisis
7.Albumin serum dan
Menggambarkan kebocoran endotel dan
8
faktor koagulasi kemungkinan koagulopati
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan transabdominal USG ;
Untuk memperkirakan umur kehamilan
Melihat keadaan umum janin
Melihat pertumbuhan janin, normal atau adakah kelainan, terutama plasenta
abruption yang dapat mempersulit eklampsia, oligohidramnion, atau
pertumbuhan janin terhambat (PJT).
Pemeriksaan CT scan kepala dapat juga dilakukan untuk menyingkirkan
penyebab lain dari kejang pada pasien, misal menilai pendarahan intrakranial,
perdarahan subarachnoid, atau kecelakaan serebrovaskular.
3. Working Diagnosis
Berdasarkan data-data yang ada pada kasus, yaitu:
- Ibu hamil umur 18 tahun, primigravida
- Terdapat kejang, kemudian tidak sadarkan diri (koma)
- TD tinggi = 180/120 mmHg, frekuensi nadi normal = 72/menit
- Terdapat oedem anasarka
- Protein urine +3
- Anak letak kepala dengan denyut jantung normal = 132/menit teratur
maka diagnosis kerja yang paling mendekati adalah eklampsia.
Eklampsia adalah bentuk kelanjutan dari preeclampsia yang disertai dengan keadaan
kejang tonik-klonik (grand mal) yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan
neurologis (saraf) dan dapat muncul sebelum, selama, dan setelah kehamilan. Namun kejang
yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari
postpartum. Sedangkan yang dimaksud dengan preeclampsia adalah hipertensi disertai proteinuri
dan edema (penimbunan cairan dalam cairan tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai
9
dan kaki) akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (kelainan plasenta).4
4.Differential Diagnosis
a. Epilepsi dalam kehamilan
Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang
muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas
muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal dengan
berbagai macam etiologi. Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal
dengan nama epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara
paroksismal, yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak
yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (“unprovoked”).
Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut
yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang.
Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut sangat bervariasi dapat berupa
gangguan tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik (subyektif), gangguan
motorik atau kejang (obyektif), gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku
(psikologis). Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang
epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenallah bermacam jenis epilepsi.6
Peningkatan frekwensi serangan epilepsi ini tidak ada hubungan dengan jenis serangan,
usia wanita penyandang epilepsi, lama menderita epilepsi, obat anti epilepsi atau
frekwensi serangan pada kehamilan yang lalu. Wanita penyandang epilepsi yang makin
sering mengalami serangan kejang setiap bulannya sebelum hamil, frekwensi
serangannya akan meningkat selama kehamilan, sedangkan wanita penyandang epilepsi
yang dalam waktu sembilan bulan tidak pernah kejang atau hanya satu kali, tidak akan
mengalami peningkatan serangan kejang selama hamil.6
10
Penderita lebih dari dua tahun bebas serangan maka risiko timbulnya serangan
epilepsi selama hamil menurun atau tidak timbul. Wanita penyandang epilepsi yang
sering mengalami serangan kejang umum atau fokal sebelum konsepsi akan lebih sering
mengalami serangan selama kehamilan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa frekwensi
serangan epilepsi meningkat pada waktu mengandung bayi laki-laki (64%) sedangkan
waktu mengandung bayi perempuan (30%) tetapi beberapa peneliti lain tidak berpendapat
demikian. Beberapa peneliti mengatakan bahwa bangkitan epilepsi lebih sering terjadi
pada kehamilan, terutama pada trimester I dan hanya sedikit meningkat trimester III.6
b. Meningitis
Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya
gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai
peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari
gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan
manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik
memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. (3 tanda klasik)
meningitis berupa: demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran. Tanda-tanda kaku
kuduk biasanya sulit ditemukan pada keadaan tertentu seperti pada orang tua,
neutropenia, gangguan imunologi serta pada neonatus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:5
Tanda disfungsi serebral seperti confusion, irritable, delirium sampai koma,
biasanya disertai febris dan fotofobia.
Tanda-tanda rangsang meningen didapatkan pada kurang lebih 50%
penderita meningitis bakterialis. Jika rangsang meningen tidak ada,
kemungkinan meningitis belum dapat disingkirkan. Perasat Brudzinski,
Kernig ataupun kaku kuduk merupakan petunjuk yang sangat membantu
dalam menegakan diagnosis meningitis. Tetapi perasat ini negatif pada anak
yang sangat muda, debilitas, bayi malnutrisi.
Palsy nervus kranialis, merupakan akibat TTIK atau adanya eksudat yang
menyerang syaraf.
11
Gejala neurologis fokal yang disebabkan karena adanya iskemia sekunder
terhadap inflamasi vaskuler dan trombosis. Adanya gejala ini memberikan
prognosis buruk terhadap hospitalisasi dan timbulnya sekuelae jangka
panjang.
Bangkitan kejang umum atau fokal terjadi pada 30% penderita. Bangkitan
yang memanjang dan tidak terkendali khususnya bila ditemukan sebelum
hari ke-4 hospitalisasi merupakan faktor yang memberikan prognosis akan
adanya sekuelae yang berat.
Papil edema dan gejala TTIK dapat muncul seperti koma, peningkatan
tekanan darah disertai bradikardia dan palsy nervus III. Adanya papil edema
memberikan alternatif diagnosis yang mungkin seperti abses otak.
Pada tahap akhir penyakit, beberapa penderita menunjukkan gejala SSP
fokal dan sistemik (seperti febris) yang memberikan petunjuk adanya
transudasi cairan yang cukup banyak pada ruang subdural. Insidensi efusi
subdural tergantung pada etiologinya.
o
Gejala Klinis Eklampsia Epilepsi Meningitis
Ensefalitis
.
Demam Tidak berkaitan dengan
demam
Tidak berkaitan
dengan demam
Salah satu gejalanya
demam
.
Kelainan Otak (-) (+) (+)
.
Kejang berulang (-) (+) (+)
.
Penurunan kesadaran (-) (-) (+)
.
Hipertensi (+) (-) (-)
.
Edema (+) (-) (-)
12
.
Proteinuria (+) (-) (-)
.
Kaku kuduk (-) (-) (+)
Tabel 1. Perbandingan eklampsia, epilepsi, meningitis dan ensefalitis
5. Etiologi
Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari preeklampsia/ eklampsi masih belum diketahui.
Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas,
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut
antara lain:8,9
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada PE-E didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan
produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan
dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan
tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasos-pasme dan kerusakan endotel.
Pengeluaran hormone ini memunculkan efek “perlawanan” pada tubuh. Pembuluh-pembuluh
darah menjadi menciut, terutama pembuluh darah kecil, akibatnya tekanan darah meningkat.
Organ-organ pun akan kekurangan zat asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi
penimbunan zat pembeku darah yang ikut menyumbat pembuluh darah pada jaringan-jaringan
vital.
2) Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada
kehamilan berikutnya.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun
pada penderita PE-E:
13
a. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E diikuti
dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pen-dapat menyebutkan bahwa
sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa
sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E.
3) Peran Faktor Genetik/Familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak-anak dari ibu
yang menderita PE-E.
c. Kecenderungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan
riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)
6. Epidemiologi
Eklampsia umumnya terjadi pada wanita kulit berwarna, nulipara, dan golongan sosial
ekonomi rendah. Insiden tertinggi pada usia remaja atau awal 20-an, tetapi prevalensinya
meningkat pada wanita diatas 35 tahun. Eklampsia jarang terjadi pada usia kehamilan dibawah
20 minggu, dapat meningkat pada kehamilan mola atau sindroma antifosfolipid. Insiden
eklampsia secara keseluruhan relatif stabil, 4-5 kasus /10.000 kelahiran hidup di negara maju. Di
negara berkembang, insiden bervariasi luas antara 6-100/ 10.000 kelahiran hidup.10
Faktor resiko
Faktor yang meningkatkan risiko preeclampsia-eclampsia:10
a) Primigravida
b) Umur yang ekstrim
c) Pemaparan terbatas terhadap sperma
d) Inseminasi donor dan donor oocyte
e) Mola Hidatidosa
f) Kehamilan multiple
14
g) Infeksi saluran kencing pada kehamilan
h) Hydrops fetalis
i) Riwayat pernah preeclampsia, riwayat keluarga menderita preeclampsia, menderita
preeclampsia dan eclampsia sebelumnya
j) Obesitas
k) Antiphospholipid antibodies dan hiperhomocysteinemia
7. Patofisiologi
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang di duga berhubungan dengan
berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra mural pada pembuluh
miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium yang ditimbulkan oleh
janin yang besar pada primipara, anak kembar atau hidraminion. Iskemia utero plasenta
mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal,
keadaan yang belakangan ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan
aldosteron. Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin
memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air dan elektrolit dan
udema generalisator termasuk udema intima pada arterior. Pada eklampsia terdapat penurunan
plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan
penurunan perfusi ke organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan
dasar dari timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah
dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan
sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ
tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.11
15
Gambar 3. Iskemik plasenta
Repository.usu.ac.id
8. Manifestasi Klinis
Eklampsia dapat terjadi saat antepartum, intrapartum atau postpartum (48 jam
postpartum). Eklampsia paling sering terjadi pada trimester terakhir dan menjadi semakin sering
mendekati aterm.
Ada 4 fase eklampsia:4
Premonitory stage, gejala seperti preeklampsia berat
o Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg
o Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
o Trombosit < 100.000/mm3
o Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam)
o Proteinuria >5g/24jam atau >+3 tes celup
o Nyeri ulu hati
o Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat
o Perdarahan di retina (bagian mata)
o Edema (penimbunan cairan) pada paru
Tonic stage
16
Serangan kejang biasanya dimulai disekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan
(twitching) wajah. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi
otot generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15 sampai 20 detik.
Clonic stage
Mendadak rahang mulai membuka dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh
kelopak mata. Otot-otot wajah yang lain dan kemudian semua otot melakukan kontraksi dan
relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga wanita yang
bersangkutan dapat terlempar dari tempat tidur dan apabila tidak dilindungi, lidahnya tergigit
oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini dapat berlangsung selama satu menit. Secara
bertahap gerakan otot menjadi lebih lemah dan jarang sampai akhirnya tidak bergerak.
Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernapasan tertahan. Selama beberapa detik,
akan menjadi seolah-olah sekarat akibat henti napas, tetapi kemudian ia menarik napas
dalam, panjang dan berbunyi lalu kembali bernapas.
Stage of coma
Ia kemudian mengalami koma dan tidak akan mengingat serangan kejang tersebut
maupun kejadiaan sesaat sebelum atau sesudah bangkitan kejang. Namun, seiring waktu
ingatan itu akan pulih kembali.
Fitur eklampsia meliputi:1,4
Seizure atau bangkitan kejang (100%)
Sakit kepala hebat (80%), pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan
peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak
berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain.
Udema anasarka (50%)
Gangguan visus (40%), seperti penglihatan kabur dan photopobia, pasien akan melihat
kilatan-kilatan cahaya.
Nyeri abdomen kuadran kanan atas atau epigastrium dengan mual (20%)
Iritabel dan ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau
gangguan lainnya.
Nyeri perut atau nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah.
17
9. Penatalaksanaan
Eklampsia harus ditangani di rumah sakit. Bila pasien dirujuk, sebelumnya pasien perlu
diberi pengobatan awal untuk mengatasi kejang dan pemberian obat antihipertensi. Berikan O 2 4-
6 L/menit, pasang infuse dekstrosa 5% 500 ml/ 6 jam dengan kecepatan 20 tetes per menit,
pasang kateter urin, pasang goedel atau spatel. Bahu diganjal kain setebal 5 cm agar leher
defleksi sedikit. Posisi tempat tidur dibuat sedikit fowler agar kepala tetap tinggi. Fiksasi pasien
secara baik agar tidak jatuh. 12
Medikamentosa8,13
Antikonvulsan
Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengobati
kejang pada preeklamsia berat dan eklampsia. Cara pemberian:
Injeksi IM Intermitten
1. Berikan 4 g magnesium sulfat sebagai larutan 20% secara IV dengan kecepatan tidak melebihi
1 g/menit selama 5 menit.
2. Lanjutkan segera dengan 10 g larutan magnesium sulfat 50%, separuhnya (5 g) disuntikkan
dalam-dalam di kuadran lateral atas bokong dengan jarum ukuran 20 sepanjang 3 inci
(Penambahan 1 ml lidokain 2% dapat mengurangi nyeri).
3. Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan magnesium sulfat sampai 2 g dalam bentuk
larutan 20% secara IV dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit. Apabila wanita yang
bersangkutan bertubuh besar, magnesium sulfat dapat diberikan sampai 4 g secara perlahan-
lahan.
4. Setiap 4 jam sesudahnya berikan 5 g larutan magnesium sulfat 50% yang disuntikkan dalam-
dalam ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan.
- Dosis pemeliharaan:
MgSO4 1-2 g per jam per infuse
Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pascapersalinan atau kejang berakhir
- Sebelum pemberian MgSO4 , periksa:
Frekuensi nafas minimal 16/menit
Reflex patella (+)
18
Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
- Berhenti pemberian MgSO4, jika:
Frekuensi nafas <16/menit
Reflex patella (-)
Urin <30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
- Siapkan antidotum:
Jika terjadi henti nafas: lakukan ventilasi (masker dan balon, ventilator) beri kalsium glukonat 1
g (20ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai pernapasan mulai lagi.
Jika MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam, dengan resiko terjadinya depresi
nafas neonatal. Dosis tunggal diazepam jarang menimbulkan depresi pernafasan neonatal.
Pemberian terus menerus sceara intravena meningkatkan resiko depresi pernafasan pada bayi
yang sudah mengalami iskemia uteroplasental dan persalinan premature. Pengaruh diazepam
dapat berlangsung beberapa hari. Cara pemberian:
Pemberian IV
- Dosis awal
Diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit
Jika kejang berulang, ulangi dosis awal
- Dosis pemeliharaan
Diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan RL per infuse
Depresi pernafasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis >30 mg/jam
Jangan berikan >100 mg/24 jam
Pemberian melalui rectum
- Jika pemberian IV tidak mungkin, diazepam dapat diberikan per rektal, dengan dosis
awal 20 mg dalam semprit 10 ml tanpa jarum
- Jika konvulsi tidak teratasi dalam 10 menit, beri tambahan 10 mg/ja, atau lebih,
bergantung pada berat badan pasien dan respon klinik.
Antihipertensi
Jika tekanan diastolic 110mmHg atau lebih, berikan obat antihipertensi. Tujuannya
adalah untuk mempertahankan tekanan diastolic diantara 90-100 mmHg dan mencegah
perdarahan serebral. Obat pilihan adalah hidralazin, sedangkan di Indonesia yaitu metildopa.
19
- Berikan hidralazin 5 mg IV pelan-pelan setiap 5 menit sampai tekanan darah turun. Ulangi setiap
jam jika perlu atau berikan hidralazin 12.5 mg IM setiap 2 jam.
Jika hidralazin tidak tersedia, berikan:
- Labetalol 10 mg IV
Jika respon tidak baik (tekanan diastole tetap >110 mmHg), berikan labetolol 20 mg IV. Naikkan
dosis sampai 40 mg dan 80 mg jika respon tidak baik sesudah 10 menit
- Atau berikan Nifedipin 5 mg sublingual. Jika tidak baik setelah 10 menit, beri tambahan 5 mg
sublingual
- Metildopa 3 x 250-500 mg/hari
Persalinan
Harus diusahakan setelah keadaan pasien stabil. Penundaan persalinan meningkatkan
resiko untuk ibu dan janin.
- Periksa serviks, jika serviks matang lakukan pemecahan ketubah, lalu induksi persalinan
dengan oksitosin atau prostaglandin
- Jika persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam (pada eklampsia) atau
dalam 24 jam (pada preeclampsia), lakukan secsio secarea
- Jika denyut jantung janin <100/menit atau >180/menit lakukan section secarea
- Jika serviks belum matang, janin hidup, lakukan section secarea
- Jika anastesi untuk section secarea tidak tersedia, atau jika janin mati atau terlalu kecil:
usahakan lahir pervaginam; matangkan serviks dengan misoprostol, prostaglandin, atau
kateter foley.
Jika section secarea akan dilakukan perhatikan:
- Tidak terdapat koagulopati
- Anastesi yang aman/terpilih adalah anatesi umum, sedang anastesi spinal berhubungan
dengan resiko hipotensi. Resiko ini dapat dikurangi dengan memberikan 500-1000 ml
cairan IV sebelum anastesi.
- Jika anastesi umum tidak tersedia, janin mati, atau kemungkinan hidup kecil, lakukan
persalinan pervaginam
Perawatan pasca persalian meliputi diteruskannya pemberian antikonvulsi sampai 24 jam
setelah persalinan atau kejang terakhir. Teruskan antihipertensi jika tekanan diastolic masih
110mmHg atau lebih. Pantau urin.
20
10. Komplikasi
Tergantung derajat preeklampsia atau eklampsianya. Yang termasuk komplikasi antara
lain atonia uteri (uterus Couvelaire), sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low
platelet count), ablasi retina, KID (koagulasi intravascular diseminata), gagal ginjal, perdarahan
otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian. Edema pulmo dapat terjadi setelah
kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk
ke dalam saluran nafas yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula
karena penderita mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan
pemberian cairan yang berlebihan. Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat
terjadi bersamaan atau beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv.
Apabila perdarahan otak tersebut tidak fatal maka penderita dapat mengalami hemiplegia.
Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat hipertensi
kronis.4,12
Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensi
uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas.
Tabel 3. Komplikasi eklampsia
Ibu Bayi
HELLP Syndrome IUGR
Ruptur hati Kelahiran premature
Edema pulmonum Pendarahan intra cranial
Gagal ginjal Serebral palsy
Abruptio/ Solusio placenta Pneumothorax
DIC IUFD
Kematian ibu
HELLP sindrom
21
Sindrom HELLP merupakan kumpulan tanda dan gejala : H untuk Hemolysis, EL untuk
Elevated Liver Enzymes, dan LP untuk Low Platelets. HELLP syndrome dapat terjadi mulai
kehamilan pertengahan trimester 2 sampai beberapa hari postpartum. Suatu penelitian
mengungkapkan data sebanyak 10% terjadi sebelum 27 minggu kehamilan, 20% sebelum 37
minggu dan terbanyak 70% antara 27-37 minggu. Kriteria diagnosis sindrom HELLP terdiri :
Hemolisis, kelainan apus darah tepi (schistocytes dan burr cells), total bilirubin > 1,2 mg/dl,
laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L. Peningkatan fungsi hati, SGOT > 70 U/L, laktat
dehidrogenase (LDH) > 600 U/L. Jumlah trombosit < 100.000/mm3.
Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang, terapi
antihipertensi tambahan harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110 mmHg.
Antihipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine, labetalol dan nifedipin. Langkah
selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau
profil biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus
diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan. Amniosentesis dapat dilakukan pada
pasien tanpa risiko perdarahan. Pasien harus ditangani di unit perawatan intensif (ICU) dengan
pemantauan ketat terhadap semua parameter hemodinamik dan cairan untuk mencegah edem
paru dan atau kelainan respiratorik. Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai
1,1%. Angka kematian bayi berkisar 10-60%.14
11. Pencegahan
Karena patogenesis eklampsi tidak diketahui, strategi pencegahan eklamsi juga terbatas.
Keadaan ini membuat pencegahan eklampsi adalah dengan cara mencegah terjadinya preeklamsi
atau secara sekunder dengan penggunaan pendekatan farmakologis untuk mencegah konvulsi
pada wanita preeklampsi. Pencegahan dapat bersifat tersier dengan mencegah konvulsi
berikutnya pada wanita dengan eklamsi. Sampai sekarang belum ada terapi pencegahan untuk
eklamsi. Selama beberapa dekade belakangan ini, beberapa penelitian acak telah melaporkan
hasil penelitiannya tentang penggunaan restriksi protein atau garam, magnesium, suplementasi
minyak ikan, aspirin dosis rendah, kalsium, dan vitamin C & E pada wanita dengan variasi faktor
risiko untuk menurunkan angka kejadian atau beratnya preeklamsi. Secara umum, hasil-hasil dari
penelitian ini memiliki keuntungan minimal atau malah tidak ada terhadap penurunan
22
preeklamsi. Bahkan pada penelitian yang melaporkan penurunan angka kejadian preeklamsi,
tidak memiliki keuntungan dalam outcome perinatal.4,8
Penanganan yang sekarang dilakukan untuk mencegah eklampsi adalah deteksi dini serta
terapi preventif hipertensi gestasional atau preeklamsi. Beberapa rekomendasi terapi pencegahan
meliputi observasi ketat, penggunaan obat anti hipertensi untuk menjaga tekanan darah maternal
melebihi nilai normal, waktu persalinan, dan profilaksis magnesium sulfat selama persalinan dan
segera postpartum pada pasien yang dicurigai mengalami preeklamsi.4
Semua wanita dengan hipertensi gestasional ringan dapat ditangani secara aman dengan
rawat jalan. Hal yang sama juga menunjukkan bahwa tidak direkomendasikan penggunaan anti
hipertensi pada wanita dengan hipertensi gestasional ringan atau preeklamsi. Profilaksis
magnesium sulfat hanya direkomendasikan pada wanita yang dirawat dengan diagnosis
preeklamsi. Magnesium sulfat diberikan selama persalinan dan 12-24 jam postpartum. Namun
tidak ada data yang mendukung pemberian profilaksis magnesium sulfat pada wanita dengan
hipertensi ringan.4,10
a. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini
mungkin ( pre-eklampsia ringan ) lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak
menjadi lebih berat
b. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pere-eklampsia kalau ada faktor –
faktor peredisposisi
c. Berikan nasehat tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur
diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat
badan yang berlebihan.
12. Prognosis
Prognosis untuk eklampsia selalu serius, penyakit ini adalah salah satu penyakit paling
berbahaya yang dapat mengenai wanita hamil dan janinnya. Untungnya, angka kematian ibu
akibat eklampsia telah menurun selama iga decade terakhir dari 5 sampai 10 persen menjadi
kurang dari 3 persen kasus. Eklampsia serta preeclampsia berat harus dianggap sebagai ancaman
yang nyata terhadap nyawa ibu. Sekitar 50.000 kematian ibu karena eklampsia dilaporkan setiap
tahunnya di seluruh dunia, dengan kematian terjadi lebih sering pada wanita lebih tua dari usia
23
30 tahun dan pada wanita yang tidak memiliki perawatan kehamilan. Bayi lahir dari ibu dengan
eklampsia berada pada peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas akibat prematuritas, berat
badan lahir rendah, prematur pemisahan plasenta, dan kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia
janin). Wanita dengan eklampsia mempunyai kesempatan 2% memiliki episode lain dengan
kehamilan berikutnya, dan 25% akan memiliki tekanan darah tinggi pada kehamilan berikutnya.8
Dubia ad bonam bagi ibu apabila mendapatkan penatalaksanaan yang adekuat.
Dubia ad malam bagi janin apabila ibu sudah mengalami eklampsia.
24
BAB III
PENUTUP
Preeklampsia-Eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung
disebabkan oleh kehamilan. Preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah
timbulnya kejang pada penderita preeklampsia yang disusul dengan koma. Kejang disini bukan
akibat kelainan neurologis. Rata-rata eklampsia diderita oleh primigravida, nullipara, serta
riwayat sosialekonomi rendah. Penanganan eklampsia harus dengan teliti dan cermat guna
mengurangi komplikasi yang serius terhadap ibu dan janin. Untuk itu diberikan suatu
antikonvulsan berupa MgSO4 untuk mencegah komplikasi lanjut.
Eklampsia adalah bentuk kelanjutan dari preeclampsia yang disertai dengan keadaan
kejang tonik-klonik (grand mal) yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan
neurologis (saraf) dan dapat muncul sebelum, selama, dan setelah kehamilan. Sedangkan yang
dimaksud dengan preeclampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan
setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Sampai dengan saat ini etiologi
pasti dari pre-eklampsia/eklampsi masih belum diketahui. Ada beberapa teori menjelaskan
perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the
diseases of theory. Factor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya eklampsia adalah
primigravida, nullipara, adanya riwayat keluarga yang pernah mengalamai eklampsia, dll. Untuk
mengatasi kejang dan mencegah komplikasi yang lebih lanjut dapat diberikan MgSO4. Apabila
kondisi ibu sudah stabil dapat dilakukan persalinan pervaginam maupun section caesaria.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Naba H. Penelitian study preeklampsia-eklampsia. Universitas Sumatera Utara. 2011.
Diunduh dari repository.usu.ac.id, 26 Mei 2012.
2. Sastrawijaya S. Obstetri fisiologi. Dalam : Anamnesis dan pemeriksaan kehamilan.
Bandung: Bagian Obstetric & Ginekologi FK UNPAD; 2010. h. 153-60.
3. Sopiana ME. Pemeriksaan kehamilan. Universitas Sumtera Utara, 2011. Diunduh dari
repository.usu.ac.id, 26 Mei 2012.
4. Kapita selekta kedokteran. Dalam asuhan antenatal. Editor: Arif Mansjoer, Suprohaita,
Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan. Edisi 3 jilid 1: Jakarta: FKUI, 2004.h. 254.
5. Michael G Ross. Eklampsia. Diunduh dari emedicine.medscape.com, 26 Mei 2012.
6. Epilepsi dalam kehamilan. Diunduh dari digilib.unsri.ac.id, 27 Mei 2012.
7. Mansjoer A, Suprohaita, Setiowulan W, Hamsah A, Patmini E, Patria F, dkk. Ensefalitis.
Dalam: Kapita selekta kedokteran. Edisi 3 (II). Jakarta : Media Aesculapius FKUI;
2004. h.14-6.
8. Cunningham FG, Gant FG, Leveno KJ, Gillstrap L, Hauth JC, Wenstrom D. Obstetri
Williams. Vol 1. Edisi 21. Jakarta : EGC; 2006.
9. Brackley K, Killby MD. Pathogenesis of pre-eclampsia. In: Churchill D, Beevers DG.
Hypertension in pregnancy. London: BMJ Book; 2009. p.82-94.
10. Richard N.Mitchell. Buku saku dasar patologis Robbins & Cotran; alih bahasa, Andry
Hartono; editor edisi bahasa Indonesia, Inggris Tanis … [et al.]. Edisi 7: Jakarta: EGC,
2008. h. 357-9.
11. Manuaba IB. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan
kebidanan. Jakarta: EGC; 2007.h.401-17.
12. Mansjoer A, Triyanti K, Kartini, Nurbaiti, Usyinara, Hamsah A, dkk.
Preeklampsia/eklampsia. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 (I). Jakarta: Media
Aesculapius FKUI; 2004. h.270-3.
13. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Editor, Abdul Bari
Saifudin. Edisi 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo, 2010. h. M33-41.
14. Rambulangi J. Sindrom HELLP. Dalam : Cermin dunia kedokteran No.133. Jakarta : Pusat
Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farma; 2006. h.24-8.
26