MAKALAH KELOMPOK

38
BAB I PENDAHULUAN Kehamilan merupakan proses fisiologis. Dinegara berkembang dan Negara maju Preeklampsia-eklampsia merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortilitas maternal, janin, dan neonatus. Perempuan hamil dengan hipertensi mempunyai risiko tinggi terjadinya preeclampsia-eklampsia. Secara fisiologis, tekanan darah mulai menurun pada trimester kedua, yang mencapai rata-rata 15 mmHg lebih rendah dari tekanan darah sistolik sebelum hamil pada trimester ketiga. Penurunan ini terjadi baik pada yang normotensi maupun hipertensi kronik. 1 Preeklampsia-Eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita preeklampsia yang disusul dengan koma. Kejang disini bukan akibat kelainan neurologis Preeklampsia-Eklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan kehamilan multifetal dan 1

Transcript of MAKALAH KELOMPOK

Page 1: MAKALAH KELOMPOK

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan merupakan proses fisiologis. Dinegara berkembang dan Negara maju

Preeklampsia-eklampsia merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortilitas

maternal, janin, dan neonatus. Perempuan hamil dengan hipertensi mempunyai risiko tinggi

terjadinya preeclampsia-eklampsia. Secara fisiologis, tekanan darah mulai menurun pada

trimester kedua, yang mencapai rata-rata 15 mmHg lebih rendah dari tekanan darah sistolik

sebelum hamil pada trimester ketiga. Penurunan ini terjadi baik pada yang normotensi maupun

hipertensi kronik.1

Preeklampsia-Eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung

disebabkan oleh kehamilan. Preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat

kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah

timbulnya kejang pada penderita preeklampsia yang disusul dengan koma. Kejang disini bukan

akibat kelainan neurologis

Preeklampsia-Eklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara.

Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu pada remaja belasan tahun

atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada multipara, penyakit ini biasanya

dijumpai pada keadaan kehamilan multifetal dan hidrops fetalis, Penyakit vaskuler, termasuk

hipertensi essensial kronis dan diabetes mellitus, Penyakit ginjal

1

Page 2: MAKALAH KELOMPOK

BAB II

PEMBAHASAN

Skenario 2 :

Ny. SP 18 tahun, primigravida dibawa secara tergesa-gesa oleh suaminya ke UGD karena

kejang-kejang. Haid terakhir tanggal 25 September 2008. Selama hamil tidak pernah

memeriksakan diri ke bidan maupun dokter. Pasien tidak sadar. T 180/120 mmHg. N 72/menit.

Bengkak di kaki, tangan, perut, dan muka. Fundus uteri setinggi 3 jari di bawah proc.

xyphoideus, anak letak kepala, puki. Denyut jantung anak 132/m teratur. Pada pemeriksaan

urine didapat protein +++.

1. Anamnesis

Dari anamnesis diharapkan kita dapat mengumpulkan data sebanyak-banyak tentang

riwayat kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan serta keadaan janin selama kehamilan,

disamping menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang menjurus pada diagnosis.2

Identitas meliputi: Nama, umur, pekerjaan, nama suami, agama dan alamat. Maksud

pertanyaan ini adalah: Untuk identifikasi (mengenal) penderita dan menentukan status

ekonominya yang harus kita ketahui; misalnya untuk menentukan anjuran apa atau

pengobatan apa yang akan diberikan. Umur penting, karena ikut menentukan prognosa

kehamilan. Kalau umur terlalu lanjut atau terlalu muda maka persalinan lebih banyak

resikonya.

keluhan utama

Apakah penderita datang untuk pemeriksaan kehamilan ataukah ada pengaduan-

pengaduan lain yang penting.

Riwayat kehamilan sekarang:

o Kapan hari terakhir menstruasi terakhir?

o Berapa lama siklus haidnya?

o Sudah berapa bulan kehamilannya?

o Apakah ada penyulit atau penyakit sebelum dan selama kehamilan,

seperti apakah pernah perdarahan, adakah anemia, diabetes,

2

Page 3: MAKALAH KELOMPOK

hipertensi, infeksi saluran kemih, penyakit jantung, dan penyulit

lainnya?

o Gejala apa yang menyertai kehamilan pasien, misalnya mual,

muntah, nyeri tekan payudara, frekuensi berkemih?

Riwayat obstetric dahulu:

o Apakah pernah hamil sebelumnya? Berapa kali? Apakah ada penyulit

dalam kehamilan sebelumnya?

o Apakah pernah melahirkan sebelumnya? Berapa kali? Bagaimana cara

melahirkan, apakah ada penyulit selama persalinan sebelumnya? Apakah

ada komplikasi saat persalinan sebelumnya?

o Apakah pernah mengalami abortus sebelumnya? Berapa kali? Mengapa?

Bagaimana terjadinya abortus? Adakah komplikasi akibat abortus?

o Tanyakan juga kondisi anak yang pernah dilahirkan, berat badan bayi

saat lahir, umur bayi saat dilahirkan, keadaan bayi saat dilahirkan,

keadaan anak sekarang.

Pertanyaan untuk menyingkirkan penyebab lain:

o Apakah sebelum hamil pasien memiliki riwayat hipertensi

o Apakah pasien memiliki riwayat epilepsi

o Apakah pasein pernah mengalami trauma kepala

o Apakah pasien mempunyai riwayat penyakit serebrovaskular

o Apakah pasien memiliki riwayat tumor serebri atau meningitis maupun ensefalitis

2. Pemeriksaan

2.1. Pemeriksaan fisik1

Pemeriksaan fisik umum seperti TTV, tingkat kesadaran dan keadaan umum.

a. Pemeriksaan fisik

1. Inspeksi

a. Wajah

3

Page 4: MAKALAH KELOMPOK

Adakah edema pada muka, pucat atau merah, chloasma gravidarum.

b. Leher

Apakah terdapat pembesaran KGB dan vena

c. Dada

Inspeksi payudara dan bentuk thorax

d. Perut

Perlu diperhatikan bentuk, pembesaran, pergerakan pernapasan, kondisi

kulit (tebal, kriput dan striae), jaringan parut operasi.

e. Vulva

Keadaan perineum, varises atau condyloma

f. Ekstremitas

Varises, edema

2. Palpasi

Maksud pemeriksaannya ialah untuk menentukan ;

a. Besarnnya rahim dan dengan ini bisa menentukan umur kehamilan.

b. Menentukan letak anak dalam rahim.

Sebelum dilakukan, kandung kemih dikosongkan terlebih dahulu, karena

kandung kemih yang penuh akan teraba seperti kista. Jikalau perlu pasien

disuruh buang air kecil terlebih dahulu.

Beritahu pasien bahwa perutnya akan diperiksa sehingga perut pasien tidak

menegang dan bernapas biasa, kedua tungkai ditekuk sedikit dan pasien disuruh

bernapas dalam.

Cara melakukan palpasi ialah menurut Leopord yang terdiri dari 4 bagian ;

a. Leopold I

4

Page 5: MAKALAH KELOMPOK

o Pasien tidur telentang dengan lutut

ditekuk

o Pemeriksa berdiri disebelah kanan

pasien menghadap kearah kepala pasien

o Uterus dibawa ketengah (kalau

posisinya miring)

o Dengan kedua tangan tentukan

tinggi fundus

o Dengan satu tangan tentukan bagian

apa dari anak yang terletak dalam fundus

o ( Kepala berbentuk bulat, keras dan ada ballottement. Bokong

konsistensinya lunak, tidak begitu bulat dan tidak ada ballottement.

Pada letak lintang, fundus kosong)

b. Leopold II

o Posisi pasien dan pemeriksa tetap.

o Kedua tangan pindah kesamping

uterus.

o Dengan kedua belah jari-jari uterus

ditekan ketengah untuk menentukan

dimana letak punggung anak : kanan

atau kiri.(Punggung anak memberikan

tahanan terbesar)

o Pada letak lintang dipinggir kanan kiri uterus terdapat kepala atau

bokong.

5

Page 6: MAKALAH KELOMPOK

c. Leopold III

o Posisi pasien dan pemeriksa tetap.

o Pemeriksa memakai satu tangan menentukan apa yang menjadi bagian

bawah (kepala atau bokong).

o Bagian bawah coba digoyangkan, apabila masih bisa, berarti bagian

tersebut belum terpegang oleh panggul. (bagian terbesar kepala belum

melewati pintu atas panggul).

d. Leopold IV

o Posisi pasien tetap, pemeriksa menghadap kearah kaki pasien.

o Dengan kedua belah tangan ditentukan seberapa jauh kepala masuk

kedalam panggul.

o Bila posisi tangan konvergen, berarti baru sebagian kecil kepala masuk

panggul.

o Bila posisi tangan sejajat, berarti separuh dari kepala masuk kedalam

rongga panggul.

o Bila posisi tangan divergen, berarti sebagian besar kepala sudah masuk

panggul.

Leopold 4 tidak dilakukan kalau kepala masih tinggi.

6

Page 7: MAKALAH KELOMPOK

Sebelum bulan ke tiga fundus uteri dapat diraba dari luar ;

Akhir bulan ke-3 (12 mg) F.U 1-2 Jari diatas symphisis

Pertengahan antara sympisis dengan

pusat = 16 mg

3 jari dibawah pusat = 20 minggu

½ pusat – procesus xympoideus = 32

Minggu

Sampai arcus costa atau 3 jari dibawah

proc. Xympoideus = 36 minggu

½ pusat – procesus xympoideus = 40

Minggu

3. Auskultasi

Dilakukan dengan menggunakan stetoskop fetal heart detector (Doppler). Pada

auskultasi bisa didengar bermacam bunyi :

a) Dari anak : bunyi jantung, bising tali pusat, gerakan anak.

b) Dari ibu : bising a. uterina, bising aorta, bising usus.

Bunyi jantung anak dengan Doppler dapat didengar sejak umur kehamilan 12

minggu sedang dengan stetoskop baru didengar pada umur kehamilan 26 minggu.

Frekuensi bunyi jantung anak antara 120 - 140 per menit. Frekuensi jantung orang

dewasa antara 60-80 per menit.

7

Page 8: MAKALAH KELOMPOK

b. Pemeriksaan penunjang2-5

Pemeriksaan Laboratorium

NoTest Diagnostik Penjelasan

1. Hemoglobin dan

hematokrit

Peningkatan Hb dan Ht berarti :

1. Adanya hemokonsentrasi yang mendukung

diagnosis PE

2. Menggambarkan beratnya hipovolemia

3. Nilai ini akan menurun bila terjadi hemolisis

2. Morfologi sel darah

merah pada apusan

darah tepi

Untuk menentukan :

adanya mikroangiopatik hemolitik anemia

Morfologi abnormal eritrosit : schizocytosis

dan spherocytosis

3.Trombosit Trombositopenia menggambarkan Preeklampsia berat

4. Kreatinin serum Asam

Urat serum Nitrogen

Urea Darah (BUN)

Peningkatan menggambarkan :

Beratnya hipovolemia

Tanda menurunnya aliran darah ke ginjal

Tanda Pre eklampsia berat

5.Transaminase serum Peningkatan Transaminase serum menggambarkan

gangguan fungsi hepar

6. Lactic Acid

Dehidrogenase (LDH)

Menggambarkan adanya hemolisis

7.Albumin serum dan

Menggambarkan kebocoran endotel dan

8

Page 9: MAKALAH KELOMPOK

faktor koagulasi kemungkinan koagulopati

Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan transabdominal USG ;

Untuk memperkirakan umur kehamilan

Melihat keadaan umum janin

Melihat pertumbuhan janin, normal atau adakah kelainan, terutama plasenta

abruption yang dapat mempersulit eklampsia, oligohidramnion, atau

pertumbuhan janin terhambat (PJT).

Pemeriksaan CT scan kepala dapat juga dilakukan untuk menyingkirkan

penyebab lain dari kejang pada pasien, misal menilai pendarahan intrakranial,

perdarahan subarachnoid, atau kecelakaan serebrovaskular.

3. Working Diagnosis

Berdasarkan data-data yang ada pada kasus, yaitu:

- Ibu hamil umur 18 tahun, primigravida

- Terdapat kejang, kemudian tidak sadarkan diri (koma)

- TD tinggi = 180/120 mmHg, frekuensi nadi normal = 72/menit

- Terdapat oedem anasarka

- Protein urine +3

- Anak letak kepala dengan denyut jantung normal = 132/menit teratur

maka diagnosis kerja yang paling mendekati adalah eklampsia.

Eklampsia adalah bentuk kelanjutan dari preeclampsia yang disertai dengan keadaan

kejang tonik-klonik (grand mal) yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan

neurologis (saraf) dan dapat muncul sebelum, selama, dan setelah kehamilan. Namun kejang

yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari

postpartum. Sedangkan yang dimaksud dengan preeclampsia adalah hipertensi disertai proteinuri

dan edema (penimbunan cairan dalam cairan tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai

9

Page 10: MAKALAH KELOMPOK

dan kaki) akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.

Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (kelainan plasenta).4

4.Differential Diagnosis

a. Epilepsi dalam kehamilan

Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis yang

muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat lepas

muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara paroksismal dengan

berbagai macam etiologi. Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal

dengan nama epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara

paroksismal, yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak

yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (“unprovoked”).

Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan sebagai berikut

yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan cenderung untuk berulang.

Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut sangat bervariasi dapat berupa

gangguan tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik (subyektif), gangguan

motorik atau kejang (obyektif), gangguan otonom (vegetatif) dan perubahan tingkah laku

(psikologis). Semuanya itu tergantung dari letak fokus epileptogenesis atau sarang

epileptogen dan penjalarannya sehingga dikenallah bermacam jenis epilepsi.6

Peningkatan frekwensi serangan epilepsi ini tidak ada hubungan dengan jenis serangan,

usia wanita penyandang epilepsi, lama menderita epilepsi, obat anti epilepsi atau

frekwensi serangan pada kehamilan yang lalu. Wanita penyandang epilepsi yang makin

sering mengalami serangan kejang setiap bulannya sebelum hamil, frekwensi

serangannya akan meningkat selama kehamilan, sedangkan wanita penyandang epilepsi

yang dalam waktu sembilan bulan tidak pernah kejang atau hanya satu kali, tidak akan

mengalami peningkatan serangan kejang selama hamil.6

10

Page 11: MAKALAH KELOMPOK

Penderita lebih dari dua tahun bebas serangan maka risiko timbulnya serangan

epilepsi selama hamil menurun atau tidak timbul. Wanita penyandang epilepsi yang

sering mengalami serangan kejang umum atau fokal sebelum konsepsi akan lebih sering

mengalami serangan selama kehamilan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa frekwensi

serangan epilepsi meningkat pada waktu mengandung bayi laki-laki (64%) sedangkan

waktu mengandung bayi perempuan (30%) tetapi beberapa peneliti lain tidak berpendapat

demikian. Beberapa peneliti mengatakan bahwa bangkitan epilepsi lebih sering terjadi

pada kehamilan, terutama pada trimester I dan hanya sedikit meningkat trimester III.6

b. Meningitis

Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya

gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai

peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari

gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan

manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik

memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. (3 tanda klasik)

meningitis berupa: demam, kaku kuduk dan penurunan kesadaran. Tanda-tanda kaku

kuduk biasanya sulit ditemukan pada keadaan tertentu seperti pada orang tua,

neutropenia, gangguan imunologi serta pada neonatus.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan:5

Tanda disfungsi serebral seperti confusion, irritable, delirium sampai koma,

biasanya disertai febris dan fotofobia.

Tanda-tanda rangsang meningen didapatkan pada kurang lebih 50%

penderita meningitis bakterialis. Jika rangsang meningen tidak ada,

kemungkinan meningitis belum dapat disingkirkan. Perasat Brudzinski,

Kernig ataupun kaku kuduk merupakan petunjuk yang sangat membantu

dalam menegakan diagnosis meningitis. Tetapi perasat ini negatif pada anak

yang sangat muda, debilitas, bayi malnutrisi.

Palsy nervus kranialis, merupakan akibat TTIK atau adanya eksudat yang

menyerang syaraf.

11

Page 12: MAKALAH KELOMPOK

Gejala neurologis fokal yang disebabkan karena adanya iskemia sekunder

terhadap inflamasi vaskuler dan trombosis. Adanya gejala ini memberikan

prognosis buruk terhadap hospitalisasi dan timbulnya sekuelae jangka

panjang.

Bangkitan kejang umum atau fokal terjadi pada 30% penderita. Bangkitan

yang memanjang dan tidak terkendali khususnya bila ditemukan sebelum

hari ke-4 hospitalisasi merupakan faktor yang memberikan prognosis akan

adanya sekuelae yang berat.

Papil edema dan gejala TTIK dapat muncul seperti koma, peningkatan

tekanan darah disertai bradikardia dan palsy nervus III. Adanya papil edema

memberikan alternatif diagnosis yang mungkin seperti abses otak.

Pada tahap akhir penyakit, beberapa penderita menunjukkan gejala SSP

fokal dan sistemik (seperti febris) yang memberikan petunjuk adanya

transudasi cairan yang cukup banyak pada ruang subdural. Insidensi efusi

subdural tergantung pada etiologinya.

o

Gejala Klinis Eklampsia Epilepsi Meningitis

Ensefalitis

.

Demam Tidak berkaitan dengan

demam

Tidak berkaitan

dengan demam

Salah satu gejalanya

demam

.

Kelainan Otak (-) (+) (+)

.

Kejang berulang (-) (+) (+)

.

Penurunan kesadaran (-) (-) (+)

.

Hipertensi (+) (-) (-)

.

Edema (+) (-) (-)

12

Page 13: MAKALAH KELOMPOK

.

Proteinuria (+) (-) (-)

.

Kaku kuduk (-) (-) (+)

Tabel 1. Perbandingan eklampsia, epilepsi, meningitis dan ensefalitis

5. Etiologi

Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari preeklampsia/ eklampsi masih belum diketahui.

Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas,

sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut

antara lain:8,9

1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada PE-E didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan

produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan

dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi

antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan

tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasos-pasme dan kerusakan endotel.

Pengeluaran hormone ini memunculkan efek “perlawanan” pada tubuh. Pembuluh-pembuluh

darah menjadi menciut, terutama pembuluh darah kecil, akibatnya tekanan darah meningkat.

Organ-organ pun akan kekurangan zat asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi

penimbunan zat pembeku darah yang ikut menyumbat pembuluh darah pada jaringan-jaringan

vital.

2) Peran Faktor Imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada

kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan

blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada

kehamilan berikutnya.

Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun

pada penderita PE-E:

13

Page 14: MAKALAH KELOMPOK

a. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum.

b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E diikuti

dengan proteinuri.

Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pen-dapat menyebutkan bahwa

sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa

sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E.

3) Peran Faktor Genetik/Familial

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain:

a.  Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

b.  Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak-anak dari ibu

yang menderita PE-E.

c.  Kecenderungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan

riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.

d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)

6. Epidemiologi

Eklampsia umumnya terjadi pada wanita kulit berwarna, nulipara, dan golongan sosial

ekonomi rendah. Insiden tertinggi pada usia remaja atau awal 20-an, tetapi prevalensinya

meningkat pada wanita diatas 35 tahun. Eklampsia jarang terjadi pada usia kehamilan dibawah

20 minggu, dapat meningkat pada kehamilan mola atau sindroma antifosfolipid. Insiden

eklampsia secara keseluruhan relatif stabil, 4-5 kasus /10.000 kelahiran hidup di negara maju. Di

negara berkembang, insiden bervariasi luas antara 6-100/ 10.000 kelahiran hidup.10

Faktor resiko

Faktor yang meningkatkan risiko preeclampsia-eclampsia:10

a) Primigravida

b) Umur yang ekstrim

c) Pemaparan terbatas terhadap sperma

d) Inseminasi donor dan donor oocyte

e) Mola Hidatidosa

f) Kehamilan multiple

14

Page 15: MAKALAH KELOMPOK

g) Infeksi saluran kencing pada kehamilan

h) Hydrops fetalis

i) Riwayat pernah preeclampsia, riwayat keluarga menderita preeclampsia, menderita

preeclampsia dan eclampsia sebelumnya

j) Obesitas

k) Antiphospholipid antibodies dan hiperhomocysteinemia

7. Patofisiologi

Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang di duga berhubungan dengan

berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra mural pada pembuluh

miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium yang ditimbulkan oleh

janin yang besar pada primipara, anak kembar atau hidraminion. Iskemia utero plasenta

mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal,

keadaan yang belakangan ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan

aldosteron. Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin

memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air dan elektrolit dan

udema generalisator termasuk udema intima pada arterior. Pada eklampsia terdapat penurunan

plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan

penurunan perfusi ke organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan

dasar dari timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah

dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan

sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ

tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan

pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.11

15

Page 16: MAKALAH KELOMPOK

Gambar 3. Iskemik plasenta

Repository.usu.ac.id

8. Manifestasi Klinis

Eklampsia dapat terjadi saat antepartum, intrapartum atau postpartum (48 jam

postpartum). Eklampsia paling sering terjadi pada trimester terakhir dan menjadi semakin sering

mendekati aterm.

Ada 4 fase eklampsia:4

Premonitory stage, gejala seperti preeklampsia berat

o Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg

o Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)

o Trombosit < 100.000/mm3

o Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam)

o Proteinuria >5g/24jam atau >+3 tes celup

o Nyeri ulu hati

o Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat

o Perdarahan di retina (bagian mata)

o Edema (penimbunan cairan) pada paru

Tonic stage

16

Page 17: MAKALAH KELOMPOK

Serangan kejang biasanya dimulai disekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan

(twitching) wajah. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi

otot generalisata. Fase ini dapat menetap selama 15 sampai 20 detik.

Clonic stage

Mendadak rahang mulai membuka dan menutup secara kuat, dan segera diikuti oleh

kelopak mata. Otot-otot wajah yang lain dan kemudian semua otot melakukan kontraksi dan

relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga wanita yang

bersangkutan dapat terlempar dari tempat tidur dan apabila tidak dilindungi, lidahnya tergigit

oleh gerakan rahang yang hebat. Fase ini dapat berlangsung selama satu menit. Secara

bertahap gerakan otot menjadi lebih lemah dan jarang sampai akhirnya tidak bergerak.

Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernapasan tertahan. Selama beberapa detik,

akan menjadi seolah-olah sekarat akibat henti napas, tetapi kemudian ia menarik napas

dalam, panjang dan berbunyi lalu kembali bernapas.

Stage of coma

Ia kemudian mengalami koma dan tidak akan mengingat serangan kejang tersebut

maupun kejadiaan sesaat sebelum atau sesudah bangkitan kejang. Namun, seiring waktu

ingatan itu akan pulih kembali.

Fitur eklampsia meliputi:1,4

Seizure atau bangkitan kejang (100%)

Sakit kepala hebat (80%), pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan

peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus dan tidak

berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain.

Udema anasarka (50%)

Gangguan visus (40%), seperti penglihatan kabur dan photopobia, pasien akan melihat

kilatan-kilatan cahaya.

Nyeri abdomen kuadran kanan atas atau epigastrium dengan mual (20%)

Iritabel dan ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau

gangguan lainnya.

Nyeri perut atau nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan muntah.

17

Page 18: MAKALAH KELOMPOK

9. Penatalaksanaan

Eklampsia harus ditangani di rumah sakit. Bila pasien dirujuk, sebelumnya pasien perlu

diberi pengobatan awal untuk mengatasi kejang dan pemberian obat antihipertensi. Berikan O 2 4-

6 L/menit, pasang infuse dekstrosa 5% 500 ml/ 6 jam dengan kecepatan 20 tetes per menit,

pasang kateter urin, pasang goedel atau spatel. Bahu diganjal kain setebal 5 cm agar leher

defleksi sedikit. Posisi tempat tidur dibuat sedikit fowler agar kepala tetap tinggi. Fiksasi pasien

secara baik agar tidak jatuh. 12

Medikamentosa8,13

Antikonvulsan

Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengobati

kejang pada preeklamsia berat dan eklampsia. Cara pemberian:

Injeksi IM Intermitten

1. Berikan 4 g magnesium sulfat sebagai larutan 20% secara IV dengan kecepatan tidak melebihi

1 g/menit selama 5 menit.

2. Lanjutkan segera dengan 10 g larutan magnesium sulfat 50%, separuhnya (5 g) disuntikkan

dalam-dalam di kuadran lateral atas bokong dengan jarum ukuran 20 sepanjang 3 inci

(Penambahan 1 ml lidokain 2% dapat mengurangi nyeri).

3. Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan magnesium sulfat sampai 2 g dalam bentuk

larutan 20% secara IV dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit. Apabila wanita yang

bersangkutan bertubuh besar, magnesium sulfat dapat diberikan sampai 4 g secara perlahan-

lahan.

4. Setiap 4 jam sesudahnya berikan 5 g larutan magnesium sulfat 50% yang disuntikkan dalam-

dalam ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan.

- Dosis pemeliharaan:

MgSO4 1-2 g per jam per infuse

Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pascapersalinan atau kejang berakhir

- Sebelum pemberian MgSO4 , periksa:

Frekuensi nafas minimal 16/menit

Reflex patella (+)

18

Page 19: MAKALAH KELOMPOK

Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir

- Berhenti pemberian MgSO4, jika:

Frekuensi nafas <16/menit

Reflex patella (-)

Urin <30 ml/jam dalam 4 jam terakhir

- Siapkan antidotum:

Jika terjadi henti nafas: lakukan ventilasi (masker dan balon, ventilator) beri kalsium glukonat 1

g (20ml dalam larutan 10%) IV perlahan-lahan sampai pernapasan mulai lagi.

Jika MgSO4 tidak tersedia dapat diberikan diazepam, dengan resiko terjadinya depresi

nafas neonatal. Dosis tunggal diazepam jarang menimbulkan depresi pernafasan neonatal.

Pemberian terus menerus sceara intravena meningkatkan resiko depresi pernafasan pada bayi

yang sudah mengalami iskemia uteroplasental dan persalinan premature. Pengaruh diazepam

dapat berlangsung beberapa hari. Cara pemberian:

Pemberian IV

- Dosis awal

Diazepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit

Jika kejang berulang, ulangi dosis awal

- Dosis pemeliharaan

Diazepam 40 mg dalam 500 ml larutan RL per infuse

Depresi pernafasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis >30 mg/jam

Jangan berikan >100 mg/24 jam

Pemberian melalui rectum

- Jika pemberian IV tidak mungkin, diazepam dapat diberikan per rektal, dengan dosis

awal 20 mg dalam semprit 10 ml tanpa jarum

- Jika konvulsi tidak teratasi dalam 10 menit, beri tambahan 10 mg/ja, atau lebih,

bergantung pada berat badan pasien dan respon klinik.

Antihipertensi

Jika tekanan diastolic 110mmHg atau lebih, berikan obat antihipertensi. Tujuannya

adalah untuk mempertahankan tekanan diastolic diantara 90-100 mmHg dan mencegah

perdarahan serebral. Obat pilihan adalah hidralazin, sedangkan di Indonesia yaitu metildopa.

19

Page 20: MAKALAH KELOMPOK

- Berikan hidralazin 5 mg IV pelan-pelan setiap 5 menit sampai tekanan darah turun. Ulangi setiap

jam jika perlu atau berikan hidralazin 12.5 mg IM setiap 2 jam.

Jika hidralazin tidak tersedia, berikan:

- Labetalol 10 mg IV

Jika respon tidak baik (tekanan diastole tetap >110 mmHg), berikan labetolol 20 mg IV. Naikkan

dosis sampai 40 mg dan 80 mg jika respon tidak baik sesudah 10 menit

- Atau berikan Nifedipin 5 mg sublingual. Jika tidak baik setelah 10 menit, beri tambahan 5 mg

sublingual

- Metildopa 3 x 250-500 mg/hari

Persalinan

Harus diusahakan setelah keadaan pasien stabil. Penundaan persalinan meningkatkan

resiko untuk ibu dan janin.

- Periksa serviks, jika serviks matang lakukan pemecahan ketubah, lalu induksi persalinan

dengan oksitosin atau prostaglandin

- Jika persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam (pada eklampsia) atau

dalam 24 jam (pada preeclampsia), lakukan secsio secarea

- Jika denyut jantung janin <100/menit atau >180/menit lakukan section secarea

- Jika serviks belum matang, janin hidup, lakukan section secarea

- Jika anastesi untuk section secarea tidak tersedia, atau jika janin mati atau terlalu kecil:

usahakan lahir pervaginam; matangkan serviks dengan misoprostol, prostaglandin, atau

kateter foley.

Jika section secarea akan dilakukan perhatikan:

- Tidak terdapat koagulopati

- Anastesi yang aman/terpilih adalah anatesi umum, sedang anastesi spinal berhubungan

dengan resiko hipotensi. Resiko ini dapat dikurangi dengan memberikan 500-1000 ml

cairan IV sebelum anastesi.

- Jika anastesi umum tidak tersedia, janin mati, atau kemungkinan hidup kecil, lakukan

persalinan pervaginam

Perawatan pasca persalian meliputi diteruskannya pemberian antikonvulsi sampai 24 jam

setelah persalinan atau kejang terakhir. Teruskan antihipertensi jika tekanan diastolic masih

110mmHg atau lebih. Pantau urin.

20

Page 21: MAKALAH KELOMPOK

10. Komplikasi

Tergantung derajat preeklampsia atau eklampsianya. Yang termasuk komplikasi antara

lain atonia uteri (uterus Couvelaire), sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low

platelet count), ablasi retina, KID (koagulasi intravascular diseminata), gagal ginjal, perdarahan

otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian. Edema pulmo dapat terjadi setelah

kejang eklampsia. Hal ini dapat terjadi karena pneumonia aspirasi dari isi lambung yang masuk

ke dalam saluran nafas yang disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula

karena penderita mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan

pemberian cairan yang berlebihan. Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat

terjadi bersamaan atau beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan otak yang masiv.

Apabila perdarahan otak tersebut tidak fatal maka penderita dapat mengalami hemiplegia.

Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua dengan riwayat hipertensi

kronis.4,12

Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensi

uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas.

Tabel 3. Komplikasi eklampsia

Ibu Bayi

HELLP Syndrome IUGR

Ruptur hati Kelahiran premature

Edema pulmonum Pendarahan intra cranial

Gagal ginjal Serebral palsy

Abruptio/ Solusio placenta Pneumothorax

DIC IUFD

Kematian ibu

HELLP sindrom

21

Page 22: MAKALAH KELOMPOK

Sindrom HELLP merupakan kumpulan tanda dan gejala : H untuk Hemolysis, EL untuk

Elevated Liver Enzymes, dan LP untuk Low Platelets. HELLP syndrome dapat terjadi mulai

kehamilan pertengahan trimester 2 sampai beberapa hari postpartum. Suatu penelitian

mengungkapkan data sebanyak 10% terjadi sebelum 27 minggu kehamilan, 20% sebelum 37

minggu dan terbanyak 70% antara 27-37 minggu. Kriteria diagnosis sindrom HELLP terdiri :

Hemolisis, kelainan apus darah tepi (schistocytes dan burr cells), total bilirubin > 1,2 mg/dl,

laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L. Peningkatan fungsi hati, SGOT > 70 U/L, laktat

dehidrogenase (LDH) > 600 U/L. Jumlah trombosit < 100.000/mm3.

Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang, terapi

antihipertensi tambahan harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110 mmHg.

Antihipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine, labetalol dan nifedipin. Langkah

selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau

profil biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus

diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan. Amniosentesis dapat dilakukan pada

pasien tanpa risiko perdarahan. Pasien harus ditangani di unit perawatan intensif (ICU) dengan

pemantauan ketat terhadap semua parameter hemodinamik dan cairan untuk mencegah edem

paru dan atau kelainan respiratorik. Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai

1,1%. Angka kematian bayi berkisar 10-60%.14

11. Pencegahan

Karena patogenesis eklampsi tidak diketahui, strategi pencegahan eklamsi juga terbatas.

Keadaan ini membuat pencegahan eklampsi adalah dengan cara mencegah terjadinya preeklamsi

atau secara sekunder dengan penggunaan pendekatan farmakologis untuk mencegah konvulsi

pada wanita preeklampsi. Pencegahan dapat bersifat tersier dengan mencegah konvulsi

berikutnya pada wanita dengan eklamsi. Sampai sekarang belum ada terapi pencegahan untuk

eklamsi. Selama beberapa dekade belakangan ini, beberapa penelitian acak telah melaporkan

hasil penelitiannya tentang penggunaan restriksi protein atau garam, magnesium, suplementasi

minyak ikan, aspirin dosis rendah, kalsium, dan vitamin C & E pada wanita dengan variasi faktor

risiko untuk menurunkan angka kejadian atau beratnya preeklamsi. Secara umum, hasil-hasil dari

penelitian ini memiliki keuntungan minimal atau malah tidak ada terhadap penurunan

22

Page 23: MAKALAH KELOMPOK

preeklamsi. Bahkan pada penelitian yang melaporkan penurunan angka kejadian preeklamsi,

tidak memiliki keuntungan dalam outcome perinatal.4,8

Penanganan yang sekarang dilakukan untuk mencegah eklampsi adalah deteksi dini serta

terapi preventif hipertensi gestasional atau preeklamsi. Beberapa rekomendasi terapi pencegahan

meliputi observasi ketat, penggunaan obat anti hipertensi untuk menjaga tekanan darah maternal

melebihi nilai normal, waktu persalinan, dan profilaksis magnesium sulfat selama persalinan dan

segera postpartum pada pasien yang dicurigai mengalami preeklamsi.4

Semua wanita dengan hipertensi gestasional ringan dapat ditangani secara aman dengan

rawat jalan. Hal yang sama juga menunjukkan bahwa tidak direkomendasikan penggunaan anti

hipertensi pada wanita dengan hipertensi gestasional ringan atau preeklamsi. Profilaksis

magnesium sulfat hanya direkomendasikan pada wanita yang dirawat dengan diagnosis

preeklamsi. Magnesium sulfat diberikan selama persalinan dan 12-24 jam postpartum. Namun

tidak ada data yang mendukung pemberian profilaksis magnesium sulfat pada wanita dengan

hipertensi ringan.4,10

a. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini

mungkin ( pre-eklampsia ringan ) lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak

menjadi lebih berat

b. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pere-eklampsia kalau ada faktor –

faktor peredisposisi

c. Berikan nasehat tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur

diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat

badan yang berlebihan.

12. Prognosis

Prognosis untuk eklampsia selalu serius, penyakit ini adalah salah satu penyakit paling

berbahaya yang dapat mengenai wanita hamil dan janinnya. Untungnya, angka kematian ibu

akibat eklampsia telah menurun selama iga decade terakhir dari 5 sampai 10 persen menjadi

kurang dari 3 persen kasus. Eklampsia serta preeclampsia berat harus dianggap sebagai ancaman

yang nyata terhadap nyawa ibu. Sekitar 50.000 kematian ibu karena eklampsia dilaporkan setiap

tahunnya di seluruh dunia, dengan kematian terjadi lebih sering pada wanita lebih tua dari usia

23

Page 24: MAKALAH KELOMPOK

30 tahun dan pada wanita yang tidak memiliki perawatan kehamilan. Bayi lahir dari ibu dengan

eklampsia berada pada peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas akibat prematuritas, berat

badan lahir rendah, prematur pemisahan plasenta, dan kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia

janin). Wanita dengan eklampsia mempunyai kesempatan 2% memiliki episode lain dengan

kehamilan berikutnya, dan 25% akan memiliki tekanan darah tinggi pada kehamilan berikutnya.8

Dubia ad bonam bagi ibu apabila mendapatkan penatalaksanaan yang adekuat.

Dubia ad malam bagi janin apabila ibu sudah mengalami eklampsia.

24

Page 25: MAKALAH KELOMPOK

BAB III

PENUTUP

Preeklampsia-Eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung

disebabkan oleh kehamilan. Preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat

kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah

timbulnya kejang pada penderita preeklampsia yang disusul dengan koma. Kejang disini bukan

akibat kelainan neurologis. Rata-rata eklampsia diderita oleh primigravida, nullipara, serta

riwayat sosialekonomi rendah. Penanganan eklampsia harus dengan teliti dan cermat guna

mengurangi komplikasi yang serius terhadap ibu dan janin. Untuk itu diberikan suatu

antikonvulsan berupa MgSO4 untuk mencegah komplikasi lanjut.

Eklampsia adalah bentuk kelanjutan dari preeclampsia yang disertai dengan keadaan

kejang tonik-klonik (grand mal) yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan

neurologis (saraf) dan dapat muncul sebelum, selama, dan setelah kehamilan. Sedangkan yang

dimaksud dengan preeclampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan

setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Sampai dengan saat ini etiologi

pasti dari pre-eklampsia/eklampsi masih belum diketahui. Ada beberapa teori menjelaskan

perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the

diseases of theory. Factor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya eklampsia adalah

primigravida, nullipara, adanya riwayat keluarga yang pernah mengalamai eklampsia, dll. Untuk

mengatasi kejang dan mencegah komplikasi yang lebih lanjut dapat diberikan MgSO4. Apabila

kondisi ibu sudah stabil dapat dilakukan persalinan pervaginam maupun section caesaria.

25

Page 26: MAKALAH KELOMPOK

DAFTAR PUSTAKA

1. Naba H. Penelitian study preeklampsia-eklampsia. Universitas Sumatera Utara. 2011.

Diunduh dari repository.usu.ac.id, 26 Mei 2012.

2. Sastrawijaya S. Obstetri fisiologi. Dalam : Anamnesis dan pemeriksaan kehamilan.

Bandung: Bagian Obstetric & Ginekologi FK UNPAD; 2010. h. 153-60.

3. Sopiana ME. Pemeriksaan kehamilan. Universitas Sumtera Utara, 2011. Diunduh dari

repository.usu.ac.id, 26 Mei 2012.

4. Kapita selekta kedokteran. Dalam asuhan antenatal. Editor: Arif Mansjoer, Suprohaita,

Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan. Edisi 3 jilid 1: Jakarta: FKUI, 2004.h. 254.

5. Michael G Ross. Eklampsia. Diunduh dari emedicine.medscape.com, 26 Mei 2012.

6. Epilepsi dalam kehamilan. Diunduh dari digilib.unsri.ac.id, 27 Mei 2012.

7. Mansjoer A, Suprohaita, Setiowulan W, Hamsah A, Patmini E, Patria F, dkk. Ensefalitis.

Dalam: Kapita selekta kedokteran.  Edisi 3 (II). Jakarta : Media Aesculapius FKUI;

2004. h.14-6.

8. Cunningham FG, Gant FG, Leveno KJ, Gillstrap L, Hauth JC, Wenstrom D. Obstetri

Williams. Vol 1. Edisi 21. Jakarta : EGC; 2006.

9. Brackley K, Killby MD. Pathogenesis of pre-eclampsia. In: Churchill D, Beevers DG.

Hypertension in pregnancy. London: BMJ Book; 2009. p.82-94.

10. Richard N.Mitchell. Buku saku dasar patologis Robbins & Cotran; alih bahasa, Andry

Hartono; editor edisi bahasa Indonesia, Inggris Tanis … [et al.]. Edisi 7: Jakarta: EGC,

2008. h. 357-9.

11. Manuaba IB. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan

kebidanan. Jakarta: EGC; 2007.h.401-17.

12. Mansjoer A, Triyanti K, Kartini, Nurbaiti, Usyinara, Hamsah A, dkk.

Preeklampsia/eklampsia. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 (I). Jakarta: Media

Aesculapius FKUI; 2004. h.270-3.

13. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Editor, Abdul Bari

Saifudin. Edisi 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Prawirohardjo, 2010. h. M33-41.

14. Rambulangi J. Sindrom HELLP. Dalam : Cermin dunia kedokteran No.133. Jakarta : Pusat

Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farma; 2006. h.24-8.

26