makalah kelompok 4

36

Transcript of makalah kelompok 4

Page 1: makalah kelompok 4

 

Page 2: makalah kelompok 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Masalah IUU Fishing ataupun yang lebih umumnya dikenal adalah Illegal Fishing sebenarnya

sudah menjadi masalah klasik. Mengapa dikatakan klasik? karena telah ada dari zaman dulu

masalah tersebut seakan tidak ada habisnya. Hingga sekarang pun IUU fishing masih sulit untuk

di berantas. Berita penangkapan kapal asing oleh patroli kita, akhir-akhir ini sering terdengar.

Akan tetapi tetap masih saja ada kapal-kapal asing yang masuk wilayah RI. Atau berita

pengeboman ikan atau berita nelayan kita yang menggunakan API terlarang.

Berarti apa yang telah dilakukan oleh aparat penegak hukum kita selama beberapa periode waktu

ini belum bisa membuat jera bagi langganan pelaku IUU Fishing atau membuat takut mereka

para calon pelaku IUU Fishing. Apa yang salah dengan ini? Apakah hukuman yang diberikan

terlalu ringan?

Sebagaimana yang telah kita ketahui, daya dukung RI dalam menjaga perairan di wilayah

perbatasan sangat terbatas, bahkan dapat dikatakan minim baik dalam hal trasportasi seperti

kapal-kapal patroli maupun dalam hal jumlah ankatan laut maritim yang siaga berpatroli.

Bayangkan saja jika kapal patroli indonesia, ataupun kapal penangkap ikan kita yang umumnya

berukuran kecil dan tradisional, harus berhadapan dengan kapal asing yang berukuran lebih besar

dan modern serta dalam jumlah yang lebih banyak?. Kita sepatutnya sangat prihatin akan hal

tersebut, kesulitan bangsa Indonesia di darat pun juga sudah banyak seperti banyaknya penderita

gizi buruk, kemiskinan, pengangguran, kisruh para elit penegak hukum. Akan tetapi menjaga

kekayaan alam di laut Indonesia tercinta ini dan menjaga martabat bangsa kita juga merupakan

hal yang amat penting. Mau tidak mau, pemerintah harus benar-benar berhitung jumlah anggaran

yang dibutuhkan untuk mengamankan wilayah kedaulatan RI. Selain itu, sangat dibutuhkan pula

kesadaran yang tinggi bagi seluruh bangsa Indonesia untuk tidak menjadi maling di negara

sendiri, atau penindas bangsa sendiri atau penghianat bangsa sendiri.

Page 3: makalah kelompok 4

1.1. Identifikasi masalah

Masalah illegal fishing adalah masalah kita bersama. Masalah tersebut tidak akan dapat teratasi

ataupun terminimalisir jika kita tidak berbenah diri. Salah satu cara untuk mengatasinya yaitu

mungkin dengan menambah armada kapal patroli kita, supaya kapal-kapal asing yang masuk ke

wilayah perairan kita yang melakukan illegal fishing bisa ditangkap ataupun bisa dihancurkan

kapal mereka.Mengapa harus demikian? Karena masalah illegal fishing menimbulkan kerugian

yang amat sangat besar bagi Bangsa dan Negara Indonesia. Berapa Triliunkah uang kita dicuri

oleh Negara lain? Berapa banyak sumberdaya alam kita dihancurkan dan dicuri oleh Negara

lain?

1.2. Method penulisan

Maksud penulisan karya ilmiah ini adalah supaya masyarakat lebih mengetahui tentang

masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam hal masalah Illegal Fishing. Dan agar kita

dapat pula memaknai kekayaan alam yang telah ciptakan tuhan kepada kita, janganlah kita

mensia-siakan ataupun merusak alam kita (dalam hal ini merusak laut) baik dengan menangkap

ikan dengan bom ikan ataupun dengan cara lain yang dapat merusak lingkungan. Maksud kedua

yaitu dapat memenuhi tugas perkuliahan mata kuliah pendidikan kewarganegaraan.

Adapun tujuannya adalah supaya pembaca dapat mengerti apa yang dimaksud illegal fishing

dan kenapa masalah tersebut seakan tidak ada habisnya. Pembaca pula akan mengetahui daerah-

daerah yang sering menjadi sasaran empuk para kapal asing untuk mencuri ikan di wilayah

perairan nusantara.

Page 4: makalah kelompok 4

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAAN ILLEGAL FISHING

Pengertian Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing secara harfiah

dapat diartikan sebagai Kegiatan perikanan yang tidak sah, Kegiatan perikanan

yang tidak diatur oleh peraturan yang ada, atau Aktivitasnya tidak dilaporkan

kepada suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia.

IUU Fishing dapat terjadi disemua kegiatan perikanan tangkap tanpa tergantung

pada lokasi, target spesies, alat tangkap yang digunakan serta intensitas exploitasi.

Dapat muncul di semua tipe perikanan baik skala kecil dan industri, perikanan di

zona juridiksi nasional maupun internasional seperti high seas.

Illegal Fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan :

Yang dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatu perairan yang menjadi

yurisdiksi suatu negara tanpa izin dari negara tersebut atau bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Yang bertentangan dengan peraturan nasional yang berlaku atau kewajiban

internasional;

Yang dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang menjadi

anggota organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi beroperasi tidak sesuai

dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan yang diterapkan oleh organisasi

tersebut atau ketentuan hukum internasional yang berlaku.

Unreported Fishing

Disebut sebagai Unreported Fishing adalah kegiatan penangkapan ikan yang dlakukan di area

yang menjadi kompetensi institusi pengelolaan perikanan regional, namun tidak pernah

dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar, atau tidak sesuai dengan ketentuan pelaporan yang

Page 5: makalah kelompok 4

telah ditetapkan oleh institusi tersebut. Kegiatan Unreported Fishing yang umum terjadi di

Indonesia diantaranya; penangkapan ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapan yang

sesungguhnya atau pemalsuan data hasil tangkapan, hasil tangkapan ikan yang langsung dibawa

ke negara lain  (transhipment di tengah laut)

Unregulated Fishing

Kegiatan penangkapan ikan disebut sebagai Unregulated Fishing yaitu kegiatan penangkapan

ikan :

Pada suatu area atau stok ikan yang belum diterapkan ketentuan pelestarian dan pengelolaannya,

atau kegiatan penangkapan yang dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan tanggung-

jawab negara untuk pelestarian dan pengelolaan sumberdaya ikan sesuai aturan internasional;

Pada area yang menjadi kewenangan institusi/organisasi pengelolaan perikanan regional, yang

dilakukan oleh kapal tanpa kewarganegaraan, atau yang mengibarkan bendera suatu negara yang

bukan anggota organisasi tersebut, dengan cara yang tidak sesuai atau bertentangan dengan

ketentuan pelestarian dan pengelolaan dari organisasi tersebut.

Kegiatan Unregulated Fishing di perairan Indonesia, antara lain disebabkan masih belum

diaturnya mekanisme pencatatan data hasil tangkapan dari seluruh kegiatan penangkapan ikan

yang ada, belum diatur wilayah perairan-perairan yang diperbolehkan dan dilarang, belum diatur

aktifitas sport fishing; kegiatan-kegiatan penangkapan ikan menggunakan modifikasi dari alat

tangkap ikan yang dilarang.

Illegal fishing, adalah kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di perairan wilayah atau Zona

Ekonomi Eksklusif (ZEE) suatu Negara. Artinya kegiatan penangkapan yang tidak memiliki izin

melakukan penangkapan ikan dari Negara bersangkutan. Praktek terbesar dalam  IUU fishing,

pada dasarnya adalah poaching atau pirate fishing. Yaitu penangkapan ikan oleh negara lain

tanpa izin dari negara yang bersangkutan, atau dengan kata lain pencurian ikan oleh pihak asing.

Keterlibatan pihak asing dalam pencurian ikan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

Pencurian semi-legal, yaitu pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing dengan

memanfaatkan surat izin penangkapan legal yang dimiliki oleh pengusaha lokal, dengan

Page 6: makalah kelompok 4

menggunakan kapal berbendera lokal atau bendera negara lain. Praktek ini tetap dikategorikan

sebagai  illegal fishing karena selain menangkap ikan di wilayah perairan yang bukan haknya,

pelaku illegal fishing ini tidak jarang juga langsung mengirim hasil tangkapan tanpa melalui

proses pendaratan ikan di wilayah yang sah.

Pencurian murni ilegal, yaitu proses penangkapan ikan di mana kapal asing menggunakan

benderanya sendiri untuk menangkap ikan di wilayah negara lain.

2.2 SITUASI PERIKANAN NASIONAL

Publikasi FAO tahun 2007 menggambarkan bahwa kondisi sumberdaya ikan di sekitar perairan

Indonesia, terutama di sekitar perairan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik sudah menujukan

kondisi  full exploited. Bahkan di perairan Samudera Hindia kondisinya cenderung mengarah

kepada overexploited. Artinya bahwa di kedua perairan tersebut, sudah tidak memungkinkan lagi

untuk dilakukan ekspansi penangkapan ikan secara besar-besaran saat ini.

A. Produksi Perikanan Nasional

Pertumbuhan produksi rata-rata perikanan tangkap dalam periode tahun 1994-2004 mencapai

3,84 persen per tahun. Sedangkan produksi perikanan tangkap pada tahun 2004 mencapai

4.311.564 ton. Apabila pemerintah menargetkan pertumbuhan produksi perikanan tangkap tetap

sebesar 3,84 persen per tahun, maka produksi perikanan tangkap nasional tahun 2009 akan

mengalami full exploitation diseluruh perairan Indonesia.

B. Konsumsi Ikan Nasional

Tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia setiap tahunnya terlihat mengalami peningkatan.

Secara nasional tingkat konsumsi ikan nasional pada tahun 2002 baru mencapai sekitar 21

kg/kapita/tahun. Namun demikian tingkat konsumsi ikan nasional tersebut terlihat masih di atas

rata-rata tingkat konsumsi ikan dunia yang baru mencapai sekitar 16 kg/kapita/tahun. Sementara

itu jika dilihat dari perkembangan tingkat konsumsi ikan nasional berdasarkan jenis ikan yang

Page 7: makalah kelompok 4

dikonsumsi masyarakat, terlihat bahwa sekitar 65,98 persen dari total konsumsi ikan nasional

tahun 2002 didominasi oleh 18 jenis ikan. Yaitu ekor kuning, tuna, tenggiri, selar, kembung, teri,

banding, gabus, kakap, mujair, mas, lele, baronang, udang segar, cumi-cumi segar, kepiting,

kalong dan udang olahan.

Dari 18 jenis ikan yang dominan tersebut terlihat bahwa ikan tuna, selar dan kembung

merupakan jenis ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Data Hasil Survey

Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukan, bahwa rata-rata tingkat konsumsi untuk ketiga

jenis ikan tersebut pada periode 1996-2002 adalah mencapai 3,08 kg/kapita/tahun (Ikan Tuna).

Atau sekitar 14,65 persen dari total tingkat konsumsi ikan nasional tahun 2002, 2,48

kg/kapita/tahun (Ikan Kembung). Sekitar 11,81 persen dari total tingkat konsumsi ikan nasional

tahun 2002 dan 1,05 kg/kapita/tahun (Ikan Selar) atau sekitar 4,98 persen dari total tingkat

konsumsi ikan nasional tahun 2002.

Kondisi terkini, gerakan gemar makan ikan yang di kampanyekan oleh Departemen Kelautan

dan Perikanan (DKP) telah berkontribusi dalam meningkatkan angka konsumsi perikanan

perkapita, dari sekitar 17 kg/kapita/ di tahun 1998, menjadi sekitar 26 kg/kapita/tahun dalam

kurun waktu 2-3 tahun terakhir. Tentu saja, meningkatnya konsumsi perkapita akan berkorelasi

positif dengan pertumbuhan volume kebutuhan ikan domestik, sejalan dengan pertumbuhan

penduduk rata-rata nasional yang berkisar 1,34 persen per tahun-nya.

2.3 PENYEBAB ILLEGAL FISHING

Meningkatkan permintaan ikan di Negara Negara asing

Berkurang atau habisnya stok di Negara lain

Lemahnya armada perikanan nasional

Izin/documen pendukung dikeluarkan lebih dari satu instansi

Lemahnya pengawasan dan penegakan hokum di laut

Lemahnya delik tuntutan dan putusan pengadilan

Lemahnya peraturan perundangan dan ketentuan pidana

2.3.1 Penyebab Unreported Fishing

Page 8: makalah kelompok 4

Lemahnya peraturan perundangan

Belum sempurnanya sistem pengumpulan data hasil tangkapan/ angkutan ikan

Belum ada kesadaran pengusaha terhadap pentingnya menyampaikan data hasil

tangkapan/angkutan ikan.

Lemahnya ketentuan sanksi dan pidana

Wilayah kepulauan menyebabkan banyak tempat pendaratan ikan yang sebagian

besar tidak termonitor dan terkontrol

Sebagian besar perusahaan yang memiliki armada penagkapan memiliki pelabuhan

Laporan produksi yang diberikan oleh pengurus perusahaan kepada dinas terkait

cenderung lebih rendah dari sebenarnya.Menurut petugas retribusi laporan produksi

umumnya tidak pernah mancapai 20% dari produksi yang sebenarnya.

2.3.2 Penyebab unregulated fishing

Potensi SDI di perairan Indonesia masih dianggap memadai dan belum

membahayakan

Sibuk mengatur yang ada karena banyak masalah

Orientasi jangka pendek

Beragamnya kondisi daerah perairan dan SDI

Belum masuknya Indonesia menjadi anggota organisasi perikanan internasional

2.4 CARA TERJADINYA ILLEGAL FISHING

Perikanan ilegal dilakukan dengan modus operandi tertentu. Biasanya terkait dengan upaya

untuk mengelabui petugas, waktu operasi dan lokasi penangkapan ilegal, serta keterlibatan

dengan oknum aparat. Tentunya, modus ini akan terus berkembang sejalan dengan

perkembangan teknologi dan respon negara terhadap kegiatan perikanan ilegal.

2.4.1. Modus Untuk Mengelabui

Page 9: makalah kelompok 4

Kapal ilegal, terutama kapal asing, menggunakan berbagai modus untuk mengelabui aparat

keamanan atau aparat pemerintah Indonesia. Modus yang sering dilakukan adalah penggandaan

izin, penggunaan bendera Indonesia, mempekerjakan nelayan Indonesia, atau penggunaan nama

kapal berbahasa Indonesia. Modus penggandaan izin penangkapan ikan dilakukan di berbagai

perairan dan biasanya dilakukan oleh kapal dari Thailand (Antara, tanpa tanggal). Modus

penggandaan izin penangkapan ikan kerap dilakukan di Perairan Arafura. Satu buah izin

penangkapan digandakan untuk 10 kapal. Perusahaan membuat atau memiliki 10 kapal dengan

bentuk, ukuran, sarana dan prasarana yang sama. Dengan demikian, satu buah izin kapal yang

dimiliki oleh perusahaan dapat digunakan untuk 10 kapal yang dimilikinya—karena memiliki

bentuk, ukuran, sarana dan prasarana yang sama sehingga bisa mengelabui aparat yang

melakukan operasi kapal ilegal. Jika rata-rata setiap perusahaan memiliki minimal 5 izin

penangkapan ikan, berarti terdapat sekitar 50 kapal yang melakukan operasi penangkapan ikan.

Jika setiap bulan setiap kapal menangkap rata-rata sekitar 2.100 ton, maka untuk 50 kapal

mencapai 105.000 ton. Dengan asumsi harga ikan mencapai US$ 13 per kg, maka kerugian

negara dari hasil tangkapan ilegal dengan modus ini bisa mencapai US$ 1,365 milyar. Modus

lainnya adalah menggunakan bendera Indonesia dan mempekerjakan nelayan dari Indonesia.

Padahal kapal tersebut dimiliki oleh cukong Malaysia dan ikan dijual di Tawau, Malaysia.

Modus yang serupa juga dilakukan dengan menggunakan bendera dan nama kapal berbahasa

Indonesia. Untuk modus mengelabui dengan menggunakan alat tangkap yang dilarang seperti

bom ikan (blast fishing) dilakukan dengan modus tersendiri. Kapal pembom ikan pergi menuju

daerah sasaran tanpa membawa peralatan bom ikan. Di tengah laut, peralatan pemboman dikirim

dengan kapal lain. Setelah itu kapal akan melakukan pemboman di daerah dan waktu tertentu.

2.4.2 Waktu Tertentu

Kegiatan penangkapan oleh kapal ilegal dilakukan pada waktu tertentu, terutama pada saat

musim barat. Kapal ilegal biasanya menggunakan kapal berbobot 30 GT yang mampu memecah

gelombang setinggi 2 meter. Sedangkan kapal patroli biasa akan mengalami kesulitan mengejar

kapal pencuri ikan di saat musim barat.

2.4.3. Penyebaran Lokasi

Page 10: makalah kelompok 4

Seperti telah disebutkan di atas, kapal asing yang illegal selalu beroperasi di wilayah

perbatasan dan perairan internasional, sehingga menyulitkan bagi aparat untuk menangkap kapal

tersebut. Namun ketika tertangkap oleh aparat, kapal ilegal tersebut berdalih bahwa tidak sengaja

melanggar batas teritori Indonesia untuk mengejar ikan karena tidak memiliki radar dan hanya

menggunakan kompas. Hal ini biasanya menjadi dalih kapal negara-negara tetangga Indonesia,

seperti Thailand yang tertangkap oleh patrol. Modus lain juga dilakukan melalui kerjasama

dengan beberapa kapal ikan ilegal. Di tengah laut, kapal tersebar dengan jarak antara 5-7 mil,

sehingga menyulitkan kepolisian untuk menangkap. Kapal-kapal ilegal tersebut melakukan 

transhipment di tengah laut dan memiliki jaringan dengan kapal khusus pengumpul ikan, untuk

selanjutnya dibawa ke Thailand.

2.4.4. Kerjasama dengan Aparat

Kejahatan dalam pencurian ikan sudah merupakan sindikat yang sangat kuat. Keterlibatan

sejumlah oknum aparat sangat lah kuat karena jutaan ton ikan setiap tahunnya dicuri dari

perairan Indonesia, yang dilakukan oleh sekitar 3.000-5.000 kapal nelayan asing dengan

memakai bendera Indonesia. Perikanan ilegal di perairan Sulawesi Utara misalnya, kerjasama

antara oknum aparat, pengusaha ikan di darat, dan operator kapal ikan di laut sangatlah

sistematis (lihat Gambar-2.1). Oknum aparat memberitahukan perusahaan di darat bahwa akan

dilakukan operasi kapal ilegal. Berdasarkan informasi ini, perusahaan di darat menginstruksikan

kapalnya yang sedang beroperasi di laut untuk berpindah agar menghindari operasi aparat.

Dengan demikian, kapal operasi tidak menemukan kapal ilegal, dan jika ada yang tertangkap,

bisa dikatakan sebagai suatu kebetulan belaka.

2.5 JENIS BERLAKUNGYA ILLEGAL FISHING

Page 11: makalah kelompok 4

Kegiatan Illegal Fishing yang umum terjadi di perairan Indonesia adalah :

Penangkapan ikan tanpa izin

Penangkapan ikan dengan mengunakan izin palsu

Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang

Penagkapan ikan dengan jenis (spesies) yang tidak sesuai dengan izin

2.6 AKIBAT TERJADINYA ILLEGAL FISHING

Maraknya perikanan ilegal di perairan Indonesia mengakibatkan stok ikan nasional dan global.

Hal ini juga menyebabkan keterpurukan ekonomi nasional dan meningkatnya permasalahan

sosial di masyarakat perikanan Indonesia. Sedikitnya terdapat sepuluh masalah pokok dari

aktivitas perikanan ilegal yang telah memberi akibat serius bagi Indonesia. 

Pertama, perikanan ilegal di perairan Indonesia akan mengancam kelestarian stok ikan

nasional bahkan dunia. Praktek perikanan yang tidak dilaporkan atau laporannya salah 

(misreported), atau laporannya di bawah standar (under reported), dan praktek perikanan

yang tidak diatur (unregulated) akan menimbulkan masalah akurasi data tentang stok

ikan yang tersedia. Jika data stok ikan tidak akurat, hampir dipastikan pengelolaan

perikanan tidak akan tepat dan akan mengancam kelestarian stok ikan nasional dan

global. Hal ini dapat dikategorikan melakukan praktek IUU fishing. Dengan kata lain,

jika pemerintah Indonesia tidak serius untuk mengantisipasi dan mereduksi kegiatan IUU

diperairan Indonesia, maka dengan sendirinya Indonesia “terkesan” memfasilitasi

kegiatan IUU, dan terbuka kemungkinan untuk mendapat sanksi internasional.

Kedua, perikanan ilegal di perairan Indonesia akan mengurangi kontribusi perikanan

tangkap di wilayah ZEEI atau laut lepas kepada ekonomi nasional (PDB). Disamping

juga mendorong hilangnya rente sumberdaya perikanan yang seharusnya dinikmati oleh

Indonesia. Pemerintah mengklaim bahwa kerugian dari praktek perikanan ilegal

mencapai US$ 4 milyar per tahun. Jika diasumsikan harga ikan ilegal berkisar antara

US$ 1.000-2.000 per ton maka setiap tahunnya Indonesia kehilangan sekitar 2-4 juta ton

ikan. Perhitungan lain menyebutkan, bahwa total kerugian negara akibat perikanan ilegal

Page 12: makalah kelompok 4

mencapai US$ 1,924 miliar per tahun. Angka ini terdiri dari pelanggaran daerah operasi

sebesar US$ 537,75 juta; dokumen palsu US$ 142,5 juta kapal tanpa dokumen atau liar

US$ 1,2 juta dan penggunaan ABK asing US$ 780 juta.

Ketiga, perikanan ilegal mendorong ke arah penurunan tenaga kerja pada sektor

perikanan nasional, seperti usaha pengumpulan dan pengolahan ikan. Apabila hal ini

tidak secepatnya diselesaikan maka akan mengurangi peluang generasi muda nelayan

untuk mengambil bagian dalam usaha penangkapan ikan.

Ketiga, perikanan ilegal mendorong ke arah penurunan tenaga kerja pada sektor

perikanan nasional, seperti usaha pengumpulan dan pengolahan ikan. Apabila hal ini

tidak secepatnya diselesaikan maka akan mengurangi peluang generasi muda nelayan

untuk mengambil bagian dalam usaha penangkapan ikan.

Kelima, perikanan ilegal akan mengurangi pendapatan dari jasa dan pajak dari operasi

yang sah. Perikanan ilegal akan mengurangi sumberdaya perikanan, yang pada

gilirannya akan mengurangi pendapatan dari perusahaan yang memiliki izin

penangkapan yang sah.

Keenam, baik secara langsung maupun tidak langsung, multiplier effects dari perikanan

ilegal memilikib hubungan dengan penangkapan ikan nasional. Karena aktivitas

penangkapan ikan nasional akan otomotis berkurang sejalan dengan hilangnya potensi

sumberdaya ikan akibat aktivitas perikanan ilegal. Apabila potensi ikan yang dicuri dapat

dijala oleh armada perikanan nasional, maka sedikitnya dapat menjamin bahan baku

yang cukup bagi industri pengolahan hasil perikanan, misalnya pengalengan tuna. Pada

umumnya ikan yang dicuri dari perairan Indonesia adalah ikan tuna dan ikan pelagis

besar lainnya. Jika setiap industri pengalengan ikan tuna memerlukan bahan baku

minimal 80-100 ton per hari atau sekitar 28.000-36.000 ton per tahun, maka ikan yang

dicuri tersebut sedikitnya dapat menghidupi 42 industri pengalengan ikan tuna nasional.

Ketujuh, perikanan ilegal akan berdampak pada kerusakan ekosistem, akibat hilangnya

nilai dari kawasan pantai, misalnya udang yang dekat ke wilayah penangkapan ikan

pantai dan dari area bakau yang boleh jadi dirusak oleh perikanan ilegal. Selanjutnya

akan berdampak pada pengurangan pendapatan untuk masyarakat yang melakukan

penangkapan ikan di wilayah pantai.

Page 13: makalah kelompok 4

Kedelapan, perikanan ilegal akan meningkatkan konflik dengan armada nelayan

tradisional. Maraknya perikanan ilegal mengganggu keamanan nelayan Indonesia

khususnya nelayan tradisional dalam menangkap ikan di perairan Indonesia. Nelayan

asing selain melakukan penangkapan secara ilegal, mereka juga sering menembaki

nelayan tradisional yang sedang melakukan penangkapan ikan di daerah penangkapan

(fishing ground) yang sama. Selain itu perikanan illegal juga akan mendorong ke arah

pengurangan pendapatan rumah tangga nelayan dan selanjutnya akan memperburuk

situasi kemiskinan.

Kesembilan, perikanan ilegal berdampak negatif pada stok ikan dan ketersediaan ikan,

yang merupakan sumber protein penting bagi Indonesia. Pengurangan ketersediaan ikan

pada pasar lokal akan mengurangi ketersediaan protein dan keamanan makanan nasional.

Hal ini akan meningkatkan risiko kekurangan gizi dalam masyarakat, dan berdampak

pada rencana pemerintah untuk meningkatkan nilai konsumsi ikan.

Kesepuluh, perikanan ilegal akan berdampak negative pada isu kesetaraan gender dalam

penangkapan ikan dan pengolahan serta pemasaran hasil penangkapan ikan. Fakta di

beberapa daerah menunjukkan bahwa istri nelayan memiliki peranan penting dalam

aktivitasb penangkapan ikan di pantai dan pengolahan hasil tangkapan, termasuk untuk

urusan pemasaran hasil perikanan.

Page 14: makalah kelompok 4

2.6.1 Sebagian Kerugian Ekonomi karena IUU Fishing

1. Pungutan Perikanan yang dibayarkan dengan tariff kapal Indonesia.

2. Subsidi BBM yang dinikmati oleh kapal asing yang tidak berhak.

3. Produksi ikan yang dicuri (Volume dan Nilai)

Rincian Pukat Ikan

L. Arafura

Pukat Ikan

S. Malaka

Pukat Udang

Pulat Cincin

Pelagis Besar

Rawai Tuna

Ukuran Kapal (GT) 202 240 138 134 178Kekuatan Mesin (HP)

540 960 279 336 750

Produksi (Ton/kpl/th)

847 864 152 269 107

Rugi Pungutan Perik

Rp.Juta/Kapal/Th

193 232 170 267 78

Rugi Subsidi BBM

Rp.Juta/Kapal/Th

112 221 64 77 173

Rugi Produksi Ikan

Rp.Juta/Kapal/Th

3.559 1.733 3.160 1.101 801

Total Kerugian

Rp.Juta/Kapal/Th

3.864 2.187 3.395 1.446 1.052

2.7 PRAKTEK ILLEGAL FISHING

Sampai saat ini, belum ada perhitungan pasti jumlah ikan yang terangkut dari perairan

Indonesia secara illegal setiap tahunnya. FAO (2001) memperkirakan kerugian Indonesia dari

perikanan ilegal tersebut mencapai sekitar US$ 4 milyar. Menteri Kelautan dan Perikanan RI,

Freddy Numbery, mengakui bahwa akibat aktivitas perikanan ilegal, negara dirugikan Rp 30

Page 15: makalah kelompok 4

triliyun setiap tahunnya. Perkembangan harga ikan rata-rata setiap tahunnya berkisar antara US$

1.000 sampai US$ 2.000 per ton ikan. Dengan asumsi harga ikan rata-rata sebesar US$ 1.000 per

ton, diperkirakan jumlah ikan yang dicuri mencapai sekitar 4 juta ton per tahun. Sementara itu

apabila harga ikan rata-rata diasumsikan sekitar US$ 2.000 per ton maka jumlah ikan yang dicuri

tersebut mencapai kisaran 2 juta ton per tahun. Terlebih lagi, apabila diasumsikan rata-rata

tonase kapal ilegal yang menangkap ikan di perairan Indonesia mencapai 200 ton dan setiap

tahunnya melakukan 4 kali trip penangkapan, maka jumlah kapal ilegal mencapai sekitar 2.500

sampai dengan 5.000 kapal per tahun. Hingga kini pemberantasan praktek perikanan illegal

belum juga menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan, bahkan semakin memprihatinkan.

Salah satu buktinya, Maret 2006 lalu hasil verifikasi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap

DKP menunjukkan 94 persen tanda peralihan kepemilikan kapal (deletion certificate)  yang

berhasil diklarifikasi adalah palsu. Lebih buruk lagi, pada semester pertama 2007 (Januari –

Juni), puluhan kapal dari berbagai negara telah ditemukan kembali melakukan praktek pencurian

ikan di perairan Indonesia. Praktek perikanan ilegal di Indonesia yang diungkap oleh media

massa antara tahun 2002 hingga 2007, menunjukkan semakin beragam dan semakin luas wilayah

Indonesia yang “disantroni” oleh kegiatan perikanan ilegal.

Perikanan ilegal tersebut mencakup pencurian ikan, yaitu kapal asing menangkap ikan di

Indonesia dan tidak memiliki izin atau tidak memiliki dokumen keimigrasian perikanan yang

tidak diatur, karena melanggar peraturan perundangan yang telah ditetapkan seperti

menggunakan alat tangkap trawl, bom, atau memasuki wilayah tangkap yang tidak sesuai dengan

izin yang telah diberikan; serta perikanan yang tidak dilaporkan, karena memuat dan

memindahkan ikan di tengah laut atau menjual ikan dijual ke negara lain, atau kegiatan lain yang

menyebabkan tangkapan ikan tersebut tidak dilaporkan. Jumlah kegiatan perikanan ilegal begitu

fantastis. Pada tahun 2003, DKP menduga terdapat sekitar 5.000 kapal asing yang tidak memiliki

izin beroperasi di perairan Indonesia, yang kemudian berhasil ditertibkan hingga 4.000 kapal

asing melalui perizinan (Media Indonesia, 31 Desember 2003). Namun demikian, kenyataan di

lapangan menunjukkan perikanan ilegal terus terjadi dari tahun ke tahun. Kapal asing yang

melakukan kegiatan perikanan ilegal biasanya melangsungkan operasinya di wilayah perbatasan

dan perairan internasional, antara lain:

1. Perairan timur Indonesia

Page 16: makalah kelompok 4

Perairan papua ( sorong, teluk bintuni, fakfak,kaiman, merauke, perairan arafuru )

Laut Maluku, laut Halmahera

Perairan Tual

Laut Sulawesi

Samudra Pasifik

Perairan Indonesia – Australia

Perairan Kalimantan Timur

2. Perairan barat Indonesia

Perairan Kalimantan bagaian Utara daerah laut Cina Selatan

Perairan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)

Selat Melaka

Sumatera utara ( perairan Pandan, Teluk Sibolga)

Selat karimata, perairan Pulau Tambelan ( perairan antara Riau dan Kalimantan Barat)

Laut Natuna (Perairan Laut Tiongkok Selatan)

Perairan Pulau Gosong Niger ( Kalimantan Barat)

2.8 POTENSI KELAUTAN INDONESIA

Sebagai negara maritim, Indonesia menyimpan potensi kekayaan sumber daya kelautan yang

belum dieksplorasi dan dieksploitasi secara optimal, bahkan sebagian belum diketahui potensi

yang sebenarnya untuk itu perlu data yang lengkap, akurat sehingga laut sebagai sumber daya

alternatif yang dapat diperhitungkan pada masa mendatang akan semakin berkembang. Dengan

luas wilayah maritim Indonesia yang diperkirakan mencapai 5,8 juta km2 dan dengan kekayaan

terkandung di dalamnya yang meliputi :

1. Kehidupan sekitar 28.000 spesies flora, 350 spesies fauna dan 110.000 spesies mikroba,

2. 600 spesies terumbu karang dan 40 genera, jauh lebih kaya dibandingkan Laut Merah yang

hanya memiliki sekitar 40 spesies dari 7 genera,

Page 17: makalah kelompok 4

3. Sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources), termasuk ikan, udang,

moluska, kerang mutiara, kepiting, rumput laut, mangrove/hutan bakau, hewan karang dan

biota laut lainnya,

4. Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources), seperti minyak bumi,

gas alam, bauksit, timah, bijih besi, mangan, fosfor dan mineral lainnya,

5. Energi kelautan seperti : Energi gelombang, pasang surut, angin, dan Ocean Thermal

Energy Conversion,

6. Jasa lingkungan (environmental services) termasuk tempat-tempat yang cocok untuk lokasi

pariwisata dan rekreasi seperti pantai yang indah, perairan berterumbu karang yang kaya

ragam biota karang, media transportasi dan komunikasi, pengatur iklim dan penampung

limbah,

7. Sudah terbangunnya titik-titik dasar di sepanjang pantai pada posisi terluar dari pulau-pulau

terdepan sebagai titik-titik untuk menarik garis pangkal darimana pengukuran batas laut

berpangkal.

8. Sudah terwujudnya beberapa kesepakatan/pejanjian batas laut yaitu : dengan India,

Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Australia dan PNG.

Sejumlah potensi tersebut di atas merupakan sumberdaya yang sangat potensial dikelola, untuk

kesejahteraan rakyat. Di era krisis ekonomi yang masih belum dapat diatasi sepenuhnya hingga

saat ini, seharusnya potensi laut yang besar tersebut menjadi solusi. Namun karena selama ini

kita telalu fokus kepada sumberdaya yang ada di darat, maka sumberdaya laut yang besar

menjadi tersia-siakan. Keadaan inilah yang memberikan peluang kepada bangsa-bangsa lain

untuk mengeksploitasi laut kita dengan leluasa yang salah satunya dengan illegal fishing.

2.9 PERMASALAHAN BATAS LAUT

Beberapa Jenis Batas Laut dan Pengaruhnya terhadap Pertahanan Keamanan Negara menurut

ketentuan Hukum Laut Internasional (Hukla 1982), ada enam jenis batas laut, yaitu :

Page 18: makalah kelompok 4

1. Batas Perairan Pedalaman (BPP). Perairan pedalaman di dalam garis batas yang ditentukan

oleh hukum yang berlaku di situ praktis sama dengan di wilayah darat, dimana NKRI

mempunyai kedaulatan penuh, kapal-kapal asing tidak berhak lewat. Perairan pedalaman

tersebut dibatasi oleh garis penutup (closing lines) sesuai ketentuan Hukla 1982. Namun

sayang Indonesia hingga saat ini belum memanfaatkan haknya untuk menarik closing lines

tersebut.

2. Batas Perairan Nusantara/Kepulauan (BPN/BPK). Di perairan ini Indonesia mempunyai hak

kedaulatan wilayah penuh tetapi kapal/pelayaran asing masih mempunyai “hak melintas”

(innocent passage) melalui prinsip alur laut kepulauan. Perairan nusantara ini dikelilingi

oleh garis-garis dasar yang lurus (base lines) yang menghubungkan titik-titik pangkal (base

points) dan bagian terdepan pulau-pulau terdepan di seluruh Indonesia. Base lines yang

menghubungkan base points dibuat berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1960 dan telah

didepositkan di PBB. Undang-undang tersebut telah diperbaharui dengan UU Nomor 6

Tahun 1996 namun isinya justru mencabut base points dan base lines yang telah ada.

3. Batas Laut Wilayah (BLW). Batas laut ini ditarik dari base lines sejauh 12 mil, tetapi BLW

yang pasti/tegas juga belum ada, karena BLW tidak dapat ditentukan sepihak. Pada laut

wilayah, Indonesia masih mempunyai hak mengelola dan yurisdiksi kedaulatan wilayah

penuh.

4. Batas Perairan Zona Tambahan (BPZT). Garis BPZT ini ditarik 12 mil dari garis BLW.

Karena BLW nya belum pasti, maka BPZT nya juga belum dibuat.

5. Batas Zona Ekonomi Eksklusif (BZEE). Garis BZEE ditarik sejauh/selebar 200 mil dari

base lines. Di perairan ZEE ini, Indonesia mempunyai hak berdaulat atas kekayaan alam di

situ dan kewenangan melindungi lingkungan, mengatur penelitian ilmiah maritim dan

pemberian ijin kepada pihak asing yang akan melakukan penelitian ilmiah dan atau

mendirikan bangunan (instalasi, pulau buatan). BZEE juga belum memiliki

keabsahan/pengakuan yang pasti.

Batas Landas Kontinen (BLK). Landas Kontinen adalah ujung kaki benua atau lanjutan daratan

yang tenggelam, garis BLK ditarik dari landas kontinen secara verfikal (di permukaan laut)

sampai 200 mil dari base lines atau maksimal 350 mil dari base lines.

Page 19: makalah kelompok 4

Kawasan perairan laut Indonesia yang terlibat dalam penangkapan ikan illegal.

 

2.10 KEWENANGAN PENEGAKKAN HUKUM ILLEGAL FISHING

1. penegakkan hukum illegal fishing

Secara umum, tugas dan peran Polri dalam penegakkan hukum kejahatan illegal fishing telah

dinyatakan didalam UU NO. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang wilayah laut/perairannya sangat luas

maka penegakan hukum di laut/perairan wilayah Indonesia mutlak diperlukan. Dengan potensi

laut/periaran yang luas tentunya ancaman dibidang keamanan di laut sangat besar. Untuk itu,

agar lebih proporsional dan profesional dalam penengakan hukum di laut/perairan, maka

dibentuk Polisi Perairan (Polair).

Dengan menempatkan Polisi perairan sebagai ujung tombak dalam peengakan hukum di

luat/perairan, diharapkan Polri dapat menunjukkan perannya dalam mengamankan dan menjaga

stabilitas keamanan di wilayah laut/perairan. Ancaman besar berupa tindak pidana pencurian

ikan (illegal fishing), penyelundupan (smugling) dan kejahatan laut lainnya akan terus meningkat

jika tidak diantisipasi oleh Polisi Perairan. Tindakan-tindakan preventif berupa patroli di wilayah

laut/perairan secara rutin dengan menggunakan sarana dan prasarana yang ada seperti kapal

patroli sangat membantu dalam menekan tindak pidana/kejahatan di wilayah laut/perairan

Indonesia. Begitu juga penegakan hukum berupa tindakan represif yaitu memproses setiap

Page 20: makalah kelompok 4

pelaku kejahatan illegal fishing dan mengajukannya ke pengadilan merupakan salah satu upaya

untuk mengurangi kejahatan di laut/perairan.

Departemen Kelautan dan Perikanan, sebagai departemen teknis sektoral yang mengelola

masalah-masalah kelautan dan perikanan, dalam kebijakan penanggulangan illegal fishing,

melakukan langkah-langkah : 4 (empat) stategi pendekatan meliputi pre-emptif, responsif,

persuasif, koordinasi, melakukan percepatan pemberantasan illegal fishing, melalui :

pembentukan pengadilan khusus perikanan di 5 (lima) daerah yaitu, Jakarta, Medan, Pontianak,

Bitung, dan Tual, pembentukan satgas percepatan penanganan pelanggaran, termasuk proses

penyidikan tindak pidana perikanan, pelaksanaan Program Rapid Repatriation bagi ABK kapal

asing, pemberian insentif bagi aparat penegak hukum yang berjasa dalam penyelamatan

kekayaan negara di sektor perikanan, melaksanakan operasi surveillance. Kerjasama

internasional dilakukan dalam aspek pengawasan dan aspek patroli terkoordinasi.

Dalam upaya pemberantasan illegal fishing, pada tahun 2006 jumlah tindak pidana illegal fishing yang

berhasil diungkap sebanyak 429 kasus, diselesaikan 268 kasus. Potensi kerugian negara yang dapat

diselamatkan sebesar Rp 315.374.400.000 (Tiga Ratus Lima Belas Milyar Tiga Ratus Tujuh Puluh Empat

Juta Empat Rarus Ribu Ruoiah), dari hasil lelang kapal, Pajak Hasil Perikanan (PHP), Subsidi BBM, dan

Sumber Daya Perikanan. Sedangkan pada tahun 2007, jumlah tindak pidana illegal fishing yang berhasil

diungkap sebanyak 376, diselesaikan 376. Potensi kerugian negara yang dapat diselamatkan sekitar Rp

439.612.800.000 ( Empat Ratus Tiga Puluh Sembilan Milyar Enam Ratus Dua Belas Juta Delapan Ratus

Ribu Rupiah), dari hasil leleng kapal, Pajak Hasil Perikanan (PHP), Subsidi BBM, dan Sumber Daya

Perikanan.

Pada tahun 2008 berhasil ditangkap 158 kapal ikan pelaku pencurian ikan dengan potensi kerugian negara

yang dapat diselamatkan mencapai Rp 377,34 miliar. Berdasarkan data DKP hingga Juni 2008, tingkat

pelanggaran terhadap aktivitas penangkapan ikan sebesar 15,52 persen. Artinya, dari setiap 100 kapal

ikan yang diperiksa, 15 kapal di antaranya melakukan kegiatan pencurian ikan. Apabila dibandingkan

dengan 2007, maka tahun ini terjadi peningkatan pelanggaran sebesar 86,6 persen.

Operasi Jaring yang digelar Polri pada tanggal 9 Desember sampai 28 Desember 2010 di wilayah rawan

illegal fishing seperti Sumut, Kepri, Kalbar, Maluku, Sulut, dan Papua berhasil mengungkap puluhan

kasus pencurian ikan (illegal fishing). Tersangka yang ditangkap sebanyak 194 orang, 144 orang

Vietnam, 50 orang WNI. Para tersangka terbukti mencuri ikan di perairan Indonesia dan melanggar UU

Page 21: makalah kelompok 4

31 tahun 2004 tentang Perikanan. Jumlah kapal yang ditangkap sebanyak 31 kapal, dan kerugian akibat

pencurian ikan mencapai milliaran rupiah.

Sedangkan modus operandi yang sering digunakan para pelaku tindak pidana illegal fishing antara lain

adalah :

1. Pemalsuan dokumen kapal dengan cara; data dalam ijin tidak sesuai dengan fakta fisik kapal.

2. Penggandaan perijinan yaitu satu ijin digunakan untuk beberapa kapal.

3. Penangkapan ikan di luar fishing ground dalam sipi.

4. Gross ton (GT) tidak sesuai ijin, atau tulisan gt di lambung kapal dihapus.

5. Melakukan ekspor ikan di tengah laut tanpa melakukan pemberitahuan ekspor barang (PEB).

6. Alat tangkap tidak sesuai dengan surat ijin penangkapan ikan (sipi).

2. Kewenangan penyidikan

Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia dalam pasal

14 (1) menyatakan bahwa Aparat penegak hokum di Bidang penyidikan Di Zona Ekonomi

Ekslusif Indonesia adalah Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut yang ditunjuk oleh

Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Sedangkan menurut pasal 6 (1) Undang-

undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP menyatakan bahwa aparat yang bertindak sebagai

penyidik dalam perkara pidana adalah pejabat Polisi republik Indonesia. Undang-Undang No.2

Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam pasal 2 menyebutkan bahwa

fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat ,

penegakan hukum , perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Pasal 14 (1)

huruf g menyebutkan bahwa Polri melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua

tindak pidana sesuai dengan KUHAP dan Peraturan Perundang-undangan lainnya.

Dalam Undang-undang RI nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dalam pasal 73 (1)

disebutkan bahwa penyidikan tindak pidana di bidang perikanan dilakukan oleh Penyidik

Pegawai Negeri Sipil Perikanan, Perwira TNI AL, dan Pejabat Kepolisian Negara Republik

Indonesia. Namun kenyataan di lapangan, Lembaga yang melakukan penyidikan adalah Pejabat

Page 22: makalah kelompok 4

Polri, Perwira TNI-AL, Pejabat Bea dan Cukai, Pejabat Imigrasi, Pejabat Perhubungan Laut dan

Pejabat Perikanan. Permasalahan yang timbul dalam proses penyidikan tindak pidana illegal

fishing antara lain terjadinya saling tarik menarik kepentingan karena masing-masing aparat

penegak hukum instansi yang diberi kewenangan merasa memiliki kewenangan untuk itu.

Koordinasi diantara instansi sangat lemah, seperti pada kasus-kasus yang telah dikemukakan di

atas, akibat kuatnya ego dan kepentingan diantara penyidik, proses penyidikan tindak pidana di

bidang perikanan menjadi kurang optimal. Dalam UU 31/2004 nyaris tidak ada sesuatu yang

baru yang diharapkan dapat mengatasi persoalan lemahnya koordinasi tersebut. Diposisikannya

PPNS sejajar dengan TNI AL dan Kepolisian sebagai penyidik, serta diberikannya kewenangan

kepada Menteri untuk membentuk forum koordinasi bagi kepentingan penyidikan di tingkat

daerah, belum memberikan solusi nyata bagi persoalan tersebut. Apalagi forum koordinasi

tersebut nota bene dibentuk pada tingkat menteri. sedangkan BAKORKAMLA yang sudah lama

eksis dan dibentuk dengan Surat Keputusan Bersama (SKP) saja nyaris tidak bisa berbuat apa-

apa.

Disebutkan dalam Keputusan Kapolri No. Pol : Kep/7/I/2005 tanggal 31 januari 2005 tentang

Perubahan atas Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep 54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang

Organisasi dan Tata Cara Kerja Satuan-satuan Organisasi pada Tingkat Polda lampiran “A”

Polda Umum, Lampiran ‘B” Polda Metro Jaya dan lampiran “C” Polres dalam pasal 20 (2)

disebutkan bahwa Satpolair atau unit Polair menyelenggarakan fungsi kepolisian, termasuk

penanganan pertama tindak pidana yang ditemukan di wilayah perairan, pembinaan masyarakat

pantai, dan pencarian dan penyelamatan kecelakaan di laut (SAR). Namun dalam kenyataannya,

hal ini belum dapat diterapkan sepenuhnya karena masih besarnya peran penyidik PPNS

Perikanan dan Perwira TNI AL di wilayah perairan.

Dalam penanganannya terdapat konflik kewenangan penyidik dalam penegakanhukum tindak

pidana perikanan. Terdapat 3 (tiga) instansi yang berwenang dalam penyidikan tindak pidana

perikanan berdasarkan ketentuan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, yaitu :

Page 23: makalah kelompok 4

Ayat 1 “ Penyidikan tindak pidana di bidang perikanan di wilayah pengelolaan perikanan

Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Penyidik Pegawa Negeri Sipil Perikanan,

Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.”

Ayat 2 “ Selain penyidik TNI AL, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan berwenang

melakukan penyidikan terhadap tindak pidanan di bidang perikanan yang terjadi di ZEEI.”

Ayat 3 “ Penyidikan terhadap tindak pidanan di bidang perikanan yang terjadi di pelabuhan

perikanan, diutamakan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan.”

Ayat 4 “ Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan koordinasi dalam

penanganan penyidikan tindak pidana di bidang perikanan.”

Ayat 5 “ Untuk melakukan koordinasi dalam penanganan tindak pidanan di bidang

perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri membentuk forum koordinasi.”

Sebagaimana diatur oleh pasal tersebut diatas proses penanganan dan penyelesaiannya perkara

tindak pidana perikanan yang oleh terdakwa Xiao Zuo Jin warganegara Cina dari Kapal MV

Fuan Yuan Yu F68 dapat dilakukan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan,

Penyidik Perwira TNI AL, dan/atau Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan cara

melakukan koordinasi sehingga tidak menimbulkan konflik kewenangan dalam penyidikan.

Dengan demikian seluruh penegakan hukum terhadap tindak pidana perikanan (illegal fishing)

dapat menjamin kepastian hukum dalam sistem hukum yang berlaku. Penegakan hukum yang

akuntabel merupakan dasar dan bukti bahwa negara Indonesia benar-benar sebagai Negara

Hukum (rechtstaat).

2.11 CONTOH KASUS

Sebagai contoh kasus adalah penanganan dan penyelesaian perkara illegal fishing yang

dilakukan oleh terdakwa Xiao Zuo Jin warganegara Cina dari Kapal MV Fuan Yuan Yu F68,

dimana kejahatan yang dilakukannya termasuk dalam tindak pidana illegal fishing, selanjutnya

perkara ini disidangkan pada Pengadilan Negeri Tual. Pada tahun 2006 bertempa6t di Laut

Arafura pada posisi 070 53’ 800” LS-1350 24 ‘ 457” BT atau setidak-tidaknya pada suatu tempat

dalam wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia, dimana secara bersama-sama

Page 24: makalah kelompok 4

melakukan perbuatan dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan republik Indonesia

melakukan usaha dibidang pengangkutan ikan, yang tidak memiliki SIUP (Surat Izin Usaha

Perikanan) sebagaimana dimaksud pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.