MAKALAH Kelompok 2
description
Transcript of MAKALAH Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................2
BAB I......................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................4
I.1 LATAR BELAKANG...................................................................................4
I.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................5
I.3 TUJUAN.....................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................7
PEMBAHASAN...................................................................................................7
II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG...................................................7
II.2 DEFINISI ULKUS PEPTIKUM.................................................................16
II.3 ETIOLOGI...............................................................................................17
II.4 EPIDEMIOLOGI......................................................................................21
II.5 PATOFISIOLOGI....................................................................................22
II.6 PENATALAKSANAAN............................................................................28
BAB III..................................................................................................................33
PENUTUP.........................................................................................................33
III.1 KESIMPULAN........................................................................................33
III.2 SARAN...................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................35
KATA PENGANTAR
Pertama-tama, kami ucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang
Maha Esa yang telah memberikan hidayah dan petunjuk-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ulkus Peptikum Pada Lambung”.
Makalah ini kami buat sebagai syarat untuk mengikuti ujian pasif dan aktif.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa kami
hanyalah manusia bisaa yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal.
Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna
begitu pula dengan makalah ini. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan
dengan sempurna. Namun kami melakukannya semaksimal mungkin dengan
kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki.
Kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu
loncatan yang dapat memperbaiki penulisan makalah kami selanjutnya di masa
mendatang. Akhir kata jika ada sesuatu, khususnya pada kata-kata yang tidak
berkenan pada hati pembaca mohon dimaklumi. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Amin...
Penulis
3 Desember 2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa
lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa
yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi, walaupun
seringkali dianggap juga sebagai tukak (misalnya tukak karena stress).
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara
usia 40 dan 60 tahun tetapi relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun
ini telah diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria lebih
sering terkena daripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti bahwa
insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah menopause,
insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria.
Diperkirakan bahwa 5 sampai 15% dari populasi di Amerika Serikat
mengalami ulkus, tetapi hanya kira-kira setengahnya yang diketahui.
Insidens ini telah menurun sebanyak 50% selama 20 tahun terakhir. (10)
Dengan penjelasan tersebut, untuk itu kelompok kami ingin
membahas lebih jauh mengenai patofisiologi dan farmakoterapi ulkus
peptikum dalam makalah ini.
I.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, muncul beberapa
masalah yang akan dibahas, seperti anatomi dan fisiologi lambung pada
keadaan normal, patofisiologi penyakit ulkus peptikum, etiologi (proses
pembentukan dan faktor pencetus) dan epidemiologi (kasus dan
penyebaran) ulkus peptikum.
I.3 TUJUAN
Makalah ini ditulis agar penulis dan pembaca dapat mengetahui
anatomi dan fisiologi lambung, patofisiologi ulkus peptikum, etiologi ulkus
peptikum, epidomiologi ulkus peptikum, dan penatalaksanaan ulkus
peptikum.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG
Lambung berada di kuadran bagian atas kiri dari rongga perut,tepat
pada bagian bawah otot diafragma, sebelah kiri dari hati dan terletak di
depan limpa.Lambung berdinding tebal, berbentuk seperti huruf J dan
merupakan lanjutan dari esofagus pada bagian atas, dan duodenum pada
bagian bawahnya. Ukuran panjang dari lambung sekitar 25 cm (10 inchi),
bergantung pada daya tampung makanan, diameternya bervariasi,
bergantung seberapa penuh makanan yang ditampung. Ketika lambung
dalam keadaan kosong, lapisan mukosa lambung mengerut atau terlipat.
Lipatan-lipatan ini disebut rugae, dan kembali melurus ketika lambung
terisi dengan makanan dan dapat memanjangkan lapisannya tanpa
merobeknya.
Dalam keadaan penuh, daya tampung lambung sekitar 4 liter (1
galon). Berbeda dengan organ pencernaan makanan lainnya, lambung
tidaklah berbentuk tabung, akan tetapi lebih mirip kantung yang
memanjang dari esophagus sampai ke usus kecil. Karena berbentuk
kantung, lambung merupakan tempat menampung makanan sehingga
proses pencernaan makanan terjadi secara perlahan-lahan dan membuat
kita tidak mesti makan terus menerus. Pencernaan mekanik dan kimia,
keduanya terjadi di dalam lambung.
Gambar 1.1 Anatomi lambung.
Lambung terdiri atas empat bagian. Bagian kardia yang berdekatan
dengan hati, disekitar spincter esophagus daerah bawah dan merupakan
tempat masuknya makanan dari esophagus ke lambung. Bagian fundus,
yang menampung makanan sementara, adalah bagian perluasan daerah
superior ke daerah kardia. Bagian badan lambung, adalah lanjutan daerah
fundus yang merupakan bagian utama lambung. Badan lambung adalah
bagian pusat yang besar, secara menyamping dibatasi oleh kurvatura
besar dan bagian tengah dibatasi oleh kurvatura kecil. Bagian pylorus
berdekatan dengan duodenum pada usus halus dan spincter pylorus
mengelilingi persimpangan antara kedua organ tersebut. Daerah pylorus
yang menyempit dan membentuk kanal menuju ke spincter pylorus yang
meneruskan makanan untuk masuk kedalam duodenum, bagian pertama
dari usus halus.
Lambung berperan dalam pencernaan mekanik dan kimiawi
makanan. Dinding lambung terdiri atas 3 lapisan otot, yaitu lapisan
longitudinal, sirkular, dan lapisan oblik yang teratur. Lapisan otot ini tidak
hanya mengerrakkan makanan sepanjang lambung, akan tetapi, juga
mengaduk-aduk, mencampur makanan dengan cairan gastrin dan
memecahnya menjadi bagian-bagian yang kecil.
Istilah gaster selalu merujuk kepada lambung. Lapisan epitel
kolumnar lambung memilki jutaan gastric pit (lubang pada lambung), yang
menuju ke kelenjar gastrik. Kelenjar lambung meproduksi cairan
lambung, yang mengandung pepsinogen, HCl, serta mucus. Sel-sel Chief
mensekresi pepsinogen, yang berubah menjadi enzim pepsin ketika
terpapar oleh Asam Hidroklorida (HCl) yang di sekresi oleh sel-sel
Parietal. HCl membuat lambung dalam keadaan sangat asam dengan pH
sekitar 2, dan keadaan ini menguntungkan karena dapat membunuh
sebagian besar bakteri yang terdapat pada makanan. Meskipun HCl tidak
mencerna makanan, akan tetapi HCl merembes ke jaringan ikat dan
mengaktifkan pepsin.
Jika secara kebetulan HCl menembus cairan mukus, dinding
lambung akan rusak dan mengalami ulkus. Ulkus adalah luka yang
terbuka pada dinding lambung yang disebabkan oleh jaringan yang
hancur secara perlahan. Saat ini nampak bahwa penyebab ulkus tersering
adalah infeksi bakteri Helicobacter pylori yang mengganggu kemampuan
sel-sel mukosa untuk memproduksi mucus pelindung. Alkohol diabsorpsi
di lambung, akan tetapi zat-zat makanan tidak. Secara normal, lambung
mengalami pengosongan dalam 2-6 jam. Ketika makanan meninggalkan
lambung, makanan dalam keadaan menggumpal, mirip cairan sup yang
disebut kimus (chyme). Kimus memasuki usus halus melewati spincter
pylorus secara menyemprot, layaknya katup, secara berulang kali
membuka dan menutup.
Bagian lubang/saluran lambung adalah kelenjar dari lambung yang
terdiri dari beberapa jenis sel; bersama-sama mensekresi jus lambung
(cairan lambung). Sel mukosa, mensekresikan mukus yang melapisi
lapisan lambung dan mencegah terjadinya erosi oleh cairan lambung. Sel
Chief mensekresikan pepsinogen, sebuah prekursor dari enzim pepsin.
Sel Parietal memproduksi asam hidroklorida (HCl), sel-sel ini memiliki
enzim yang disebut pompa proton, yang mensekresi ion H+ ke dalam
rongga lambung. Ion H+ berikatan dengan ion Cl- yang berdifusi dari sel
parietal untuk membentuk HCl di lumen lambung. HCl mengubah
pepsinogen menjadi pepsin, yang kemudian memulai proses pencernaan
makanan di lambung dan menyebabkan sel G mensekresi gastrin, sebuah
hormon yang menstimulasi sekresi cairan lambung yang lebih banyak.
Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi 1,5 mol dm -3 asam
lambung yang membuat tingkat keasaman dalam lambung mencapai pH 2
yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi untuk memproduksi
pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief
memproduksi dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna
protein yang dimiliki oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian
pada sel tersebut. Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat
kelenjar-kelenjar yang menghasilkan getah lambung. Aroma, bentuk,
warna, dan selera terhadap makanan secara refleks akan menimbulkan
sekresi getah lambung. Getah lambung mengandung asam lambung
(HCI), pepsin, musin, dan renin. Asam lambung berperan sebagai
pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi
pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi
molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang
melicinkan makanan.
Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada
mamalia, berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein
digumpalkan oleh Ca2+ dari susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin.
Tanpa adanya renin susu yang berwujud cair akan lewat begitu saja di
dalam lambung dan usus tanpa sempat dicerna. Kerja enzim dan
pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut seperti
bubur, disebut chime (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian
pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum.
Caranya, otot pylorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi
(mengendur) jika tersentuk kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot
pylorus yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika
tersentu kim. Jadi, misalnya kim yang bersifat asam tiba di pylorus depan,
maka pylorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena
makanan asam mengenai pilorus belakang, pylorus menutup. Makanan
tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang bersifat
basa di belakang pylorus akan merangsang pylorus untuk membuka.
Akibatnya, makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum,
demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati pyilorus menuju duodenum
segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif.
Setelah 2 sampai 5 jam, lambung kosong kembali. Pengaturan peristiwa
ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls parasimpatikus yang
disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan motilitas, secara
reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan lambung. Refleks
pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi yang penuh, kadar
lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum. Keasaman ini
disebabkan oleh hormon saluran cerna terutama sekretin dan
kholesistokinin-pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum
dan dibawa bersama aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses
pengosongan lambung merupakan proses umpan balik humoral. Kelenjar
di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung, yang
merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara
0,8-1,5, yang mengandung pula enzim pencernaan, lendir dan faktor
intrinsik yang dibutuhkan untuk absorpsi vitamin B12.
Asam klorida menyebabkan denaturasi protein makanan dan
menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam klorida juga
menyediakan pH yangcocok bagi enzim lambung dan mengubah
pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin. Asam klorida juga akan
membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan. Pengaturan sekresi
getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan motilitas
lambung serta pengosongannya, di sini pun terjadi pengaturan oleh saraf
maupun hormon. Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah
lambung dibagi atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).
Fase Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan
penciuman dan rasa akan menimbulkanimpuls saraf aferen, yang di
sistem saraf pusat akan merangsang serabut vagus. Stimulasinervus
vagus akan menyebabkan dibebaskannyaasetilkolindari dinding lambung.
Ini akan menyebabkan stimulasi langsung pada sel parietal dan selepitel
serta akan membebaskan gastrin dari sel G antrum.
Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel parietal dan
akan menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asamklorida. Pada
sekresi asam klorida ini, histamin juga ikut berperan.Histamin ini
dibebaskanoleh mastosit karena stimulasi vagus (gambar 3).Secara tak
langsung dengan pembebasan histamin ini gastrin dapat bekerja. Fase
Lambung.Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk
ke dalam lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai
protein, kofein atau alkohol, akan menimbulkan reflekskolinergik lokal dan
pembebasan gastrin. Jika pH turun di bawah 3, pembebasan gastrin akan
dihambat.Pada Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan
kemudian akan diikuti dengan penurunan sekresigetah lambung. Jika kim
yang asam masuk ke usus duabelas jari akan dibebaskan sekretin.Ini
akan menekan sekresi asam klorida dan merangsang pengeluaran
pepsinogen.
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase, yaitu:
1. Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan,
bau atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang
pada gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak
menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi
lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional
diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli
gastroenterology menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek signifikan
pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas
vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah iritan
yang signifikan. (2)
2. Fase Lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari
rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung.
Refleks vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap
distensi lambung oleh makanan.
3. Fase Usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon
(dianggap menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi
asam lambung. Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran
mukokolisakarida dan mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu
melalui kelenjar mukosa. Mucus ini mengabsorpsi pepsin dan melindungi
mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu,
tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal
yang dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklorida
tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa tidak
memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin
akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan
sebagian kecil permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya
dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa
lambung. Barier ini adalah pertahanan untama lambung terhadap
pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Factor lain
yang mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan
asam basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh karena itu,
seseorang mungkin mengalami ulkus peptikum karena faktor hipersekresi
asam pepsin.
Hambatan sekresi getah lambung lainnya dilakukan oleh
kholesistokinin-pankreozimin, terutama jika kim yang banyak mengandung
lemak sampai pada usus halus bagian atas. Di samping zat-zat yang
sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya yang berperan pada
sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat
sekresi HCl dari lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi
insulin dari kelenjar pankreas. Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di
hipothalamus tetapi juga di sejumlah organ lainnya antara lain sel D
mukosa lambung dan usus halus serta kelenjar pankreas, menghambat
sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung dan sekresi sekretin di
usus halus. Fungsi endokrin dan eksokrin pankreas akan turun (sekresi
insulin dan glukagon serta asam karbonat dan enzim pencernaan).
Lapisan luar dari otot lambung terdiri dari 3 lapisan otot polos, yaitu
sirkular, longitudinal dan lapisan oblik. Ketiga lapisan ini diinervasi oleh
pleksus myenterik dari sistem nervus enterik. Stimulasi impuls dibawa dari
Sistem Saraf Pusat oleh nervus vagus (Saraf kranial X) dan membuat
pencernaan mekanik lebih efisien untuk mengubah makanan menjadi
cairan kental yang disebut kimus (Inggris: chyme).
Spincter pylorus biasanya berkontraksi ketika lambung mengaduk
makanan, berelaksasi pada interval yang dapat dilalui oleh kimus kedalam
duodenum. Spincter pylorus kemudian berkontraksi lagi untuk
menghindari refluks isi usus kecil kembali kedalam lambung.
II.2 DEFINISI ULKUS PEPTIKUM1
Ulkus adalah peristiwa yang muncul ketika Asam Hidroklorida dan
enzim-enzim pencernaan megerosi lapisan-lapisan pada lambung atau
duodenum. Hal ini disebabkan oleh produksi asam yang berlebih (yang
dapat ditimbulkan oleh stress) atau tdk adekuatnya produksi mukus yang
melindungi lapisan epitel pada saluran cerna.1) Ulkus juga dapat diartikan
erosi pada lapisan mukosa lambung. Dikarenakan lambung telah
beradaptasi untuk tahan terhadap cairan lambung dalam keadaan normal,
pembentukan ulkus merupakan hasil dari sekresi berlebih HCl atau
kurangnya sekresi mukus.2)
Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa
esophagus, lambung ataupun duodenum terputus dan meluas sampai di
bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah
epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai ulkus.
Walaupun aktivitas pencernaan peptik oleh getah lambung merupakan
faktor etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan
salah satu faktor dari banyak faktor yang berperan dalam patogenesis
ulkus peptikum.3)
1) Rizzo, Donald C.2001.Delmar’s Fundamentals Of Anatomy And Physiology. Delmar, Thomson Learning : United States of America.2) Sanders, Tina, Valerie C. Scanlon.2007.Essential of Anatomy and Physiology. F. A. Davis Company :USA 1915 Arch Street Philadelphia, PA 19103.3) Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 205. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna
yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum,
dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.(3)
Secara kasar, ulkus dapat diterjemahkan sebagai sebuah lubang
pada mukosa, dapat mengenai semua bagian dari traktus
gastrointestinalis karena terekspose oleh sekresi asam pepsin. Dari sini
timbul ucapan: “tak ada asam, tak ada ulkus”. (4)
II.3 ETIOLOGI
Pada umumnya ulkus peptikum terjadi karena kehadiran asam,
Helicobacter pylori atau faktor-faktor lain yang mengacaukan pertahanan
mukosa dan proses penyembuhan normal. Hipersekresi asam adalah
mekanisme pathogenik utama yang menyebabkan terjadinya hipersekresi
ZES. Lokasi terjadinya ulkus (luka) sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
etiologinya. Ulkus lambung jinak dacat terjadi dimanapun pada bagian
perut, namun bagian yang paling sering adalah kurvatura minor. Ulkus
duodenum lebih sering terjadi di bagian pertama duodenum.
Sekresi asam lambung dan pepsin akan berpotensi merusak
dinding mukosa. Asam lambung (HCl) disekresikan oleh sel-sel parietal
yang mengandung resptor histamin, gastrin dan asetilkolin. Asam
lambung sebagaimana halnya HP dan NSAIDs merupakan faktor
penyebab yang independen yang merusak dinding mukosa.
Salah satu penyebab utama sekitar 60% dari ulkus gaster dan 90%
dari ulkus duodenum ialah adanya reaksi inflamasi kronik akibat invasi
dari Helicobacter pylori yang paling banyak membentuk koloni di sekitar
antrum pylori. Sistem imun tidak dapat mengatasi infeksi ini, meskipun
telah terbentuk antibodi. Keadaan inilah yang menyebabkan bakteri dapat
menyebabkan gastritis kronik yang aktif oleh karena terjadinya gangguan
regulasi gastrin dari bagian lambung yang terinfeksi. Sekresi gastrin dapat
menurun yang menyebabkan keadaan hipo- maupun aklorida, dapat juga
menjadi meningkat. Gastrin dapat menstimulasi produksi dari asam
lambung oleh sel parietal. Helicobacter pylori akan terancam dengan
peningkatan asam lambung ini. Peningkatan kadar asam lambung
mempunyai kontribusi besar terhadap erosi dari mukosa yang dapat
berkembang menjadi formasi ulkus.
Penyebab utama yang lain ialah NSAIDs (Non-Steroideal Anti-
Inflammation Drugs). Lambung melindungi diri dari asam lambung dengan
adanya lapisan mukosa yang tebal. Sekresi asam lambung dipengaruhi
oleh prostaglandin. NSAID memblokade fungsi dari cyclooxygenase 1
(cox-1), yang sangat penting dalam produksi prostaglandin. Anti inflamasi
selektif cox-2 seperti celecoxibe dan rofecoxibe kurang mempunyai
peranan penting terhadap keadaan ulkus pada mukosa lambung.
Meningkatnya angka kejadian Helicobacter pylori penyebab ulkus di dunia
Barat seiring dengan bertambahnya terapi medis, terutama meningkatnya
penggunaan NSAID pada pasien Arthritis.
Gastrinomas atau Zollinger Ellison Syndrome (ZES) ialah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan produksi hormone gastrin. Gastrin
bekerja di sel parietal lambung untuk sekresi ion hidrogen di lumen
lambung. Bila hormon gastrin terus meningkat dapat menyebabkan
hyperplasia sel parietal. Ion hidrogen akan berikatan secara bebas
dengan ion clorida membentuk asam klorida. Akumulasi asam klorida
yang terjadi secara terus-menerus memudahkan terjadinya ulkus di
mukosa lambung.
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang menyebabkan ulkus peptikum ini
antaranya adalah genetik (Anand et al, 2011), faktor jenis kelamin. Jenis
kelamin lelaki adalah yang banyak terkena ulkus peptikum. Selain itu,
adalah faktor umur. Lelaki yang lebih berusia lebih cenderung terkena
ulkus peptikum. Faktor risiko yang lain adalah penggunaan obat nyeri
yang regular, status sosio ekonomi yang rendah dan juga penggunaan
alkohol. Terdapat juga kajian mengatakan merokok juga boleh
menyebabkan ulkus peptikum (McCoy, 2010).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara
merokok dan formasi ulkus, namun di penelitian lain mengatakan
sebaliknya. Dari beberapa hasil penelitian menyimpulkan makanan yang
merangsang seperti makanan pedas serta golongan darah tertentu
bersifat ulserogenosa, hipotesis ini bertahan hingga akhir abad ke-20 tapi
telah terbantahkan terhadap proses terjadinya ulkus peptik. Suatu
hipotesa yang hampir mirip yaitu konsumsi dari alkohol yang disertai
dengan infeksi dari Helicobacter pylori, keduanya harus saling
bersamaaan, tak bisa berdiri sendiri.
Para peneliti juga terus melihat stres sebagai penyebab yang
mungkin, atau setidaknya komplikasi, dalam perkembangan ulkus. Ada
perdebatan mengenai apakah stres psikologis dapat mempengaruhi
perkembangan ulkus gaster. Luka bakar dan trauma kepala, dari
beberapa penelitian mengatakan kedua hal ini dapat menyebabkan ulkus
stres fisiologis, yang dilaporkan pada banyak pasien yang mengalami
gangguan ventilasi.
Sebuah pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh Academy of
Behavioral Medicine Research menyimpulkan bahwa ulkus tidak murni
sebuah penyakit infeksi dan gangguan fisiologis dalam lambung, namun
faktor-faktor psikologis juga memainkan peran penting. Para peneliti kini
sedang mempelajari bagaimana stres dapat mempromosikan infeksi H.
pylori. Mereka menyimpulkan, Helicobacter pylori tumbuh subur di
lingkungan asam, dan keadaan stres dapat menyebabkan produksi asam
lambung berlebih. Hasill penelitian ini didukung oleh sebuah penelitian lain
pada tikus yang menunjukkan bahwa stress yang timbul akibat
perendaman dalam jangka panjang dan infeksi Helicobacter pylori secara
independen terkait dengan pengembangan tukak lambung.
Sebuah studi pasien ulkus peptikum di sebuah rumah sakit Thailand
menunjukkan bahwa stres kronis itu sangat terkait dengan peningkatan
risiko tukak lambung, dan kombinasi dari stres kronis dan waktu makan
yang tidak teratur adalah faktor risiko yang signifikan.
II.4 FAKTOR RESIKO
II.5 EPIDEMIOLOGI
Sekitar 10% dari penduduk Amerika berkembang Penyakit Ulkus
Peptikum kronis selama masa hidup mereka. Kejadian bervariasi dengan
tipe ulkus, Umur, jenis kelamin, dan lokasi geografis. Ras, pendudukan,
kecenderungan genetik dan faktor-faktor sosial mungkin memainkan
peran kecil dalam patogenesis ulkus, namun dilemahkan oleh pentingnya
infeksi H. pylori dan menggunakan NSAID. Prevalensi Penyakit Ulkus
Peptikum di Amerika Serikat telah bergeser dari dominasi pada pria untuk
hampir sebanding prevalensi pada pria dan wanita. Baru-baru ini
kecenderungan tingkatan menurun untuk laki-laki yang lebih muda dan
meningkat untuk wanita yang lebih tua. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecenderungan ini mencakupmenurunnya angka merokok pada pria yang
lebih muda dan peningkatan penggunaan NSAID pada orang dewasa
yang lebih tua.
Sejak 1960, kunjungan dokter terkait ulkus, rawat inap, operasi,
dan kematian telah menurun di Amerika Serikat lebih dari 50%, terutama
karena penurunan tingkat Penganyakit Ulkus Peptikum antara pria.
Penurunan rawat inap telah dihasilkan dari pengurangan penerimaan
rumah sakit untuk tidak rumit ulkus duodenum. Namun, rawat inap orang
dewasa yang lebih tua untuk komplikasi terkait ulkus (perdarahan dan
perforasi) telah meningkat. Meskipun kematian keseluruhan dari Penyakit
Ulkus Peptikum menurun, tingkat kematian telah meningkat pada pasien
yang lebih tua dari 75 tahun, kemungkinan besar hasil dari peningkatan
konsumsi NSAID ( Non Steroidal AntiInflamentory Drugs) dan populasi
yang menua. Pasien dengan ulkus lambung memiliki tingkat kematian
yang lebih tinggi daripada pasien dengan ulkus duodenum karena ulkus
lambung lebih umum terjadi pada pada orang tua. Meskipun
kecendrungan ini, Penyakit Ulkus Peptikum tetap menjadi salah satu
yang paling umum penyakit lambung, mengakibatkan gangguan kualitas
hidup, kehilangan pekerjaan, dan biaya tinggi perawatan medis.(6)
II.6 PATOFISIOLOGI
Ulkus terjadi karena ketidakseimbangan antara faktor agresif (gastrik dan pepsin) dan mekanisme yang menjaga keutuhan lapisan mukosa ( ketahanan dan perbaikan mukosa). DiPiro, Joseph T.,et. al.2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved.
Potensi yang menyebabkan kerusakan pada mukosa berkaitan dengan sekresi asam lambung dan pepsin. Asam (serta infeksi HP dan penggunaan NSAID) adalah faktor yang memberikan kontribusi peluruhan pada lapisan mukosa. Sekresi asam lambung yang meningkat dan dapat juga karena akibat infeksi Helicobacter pylori ditemukan pada pasien yang menderita ulkus duodenum.24,25
Pepsinogen, prekursor inaktif dari pepsin yang disekresi oleh sel Chief pada lokasi fundus lambung. Pepsin diaktifkan oleh pH asam (pH optimal pada 1.8 sampai 3.5), tak aktif pada pH 4, dan rusak pada pH 7. Pepsin tampak memegang peranan dalam aktivitas proteolitik yang menyebabkan terbentuknya ulkus.24 ,25
24. Del Valle J, Todisco A. Gastric secretion. In: Yamada T, AplersDH, Kaplowitz N, et al, eds. Textbook of Gastroenterology, 4th ed.Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2003:266–307)
25. Sachs G, Shin M, Munson K, et al. The control of gastric acid and Helicobacterpylori eradication. Aliment Pharmacol Ther 2000;14:1383–
1401.)
Mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa melindungi lapisan mukosa lambung dan usus dari substansi endogen dan eksogen yang berbahaya. Mekanisme pertahanan meliputi sekresi mukus dan bikarbonat, pertahanan intrinsik sel epitel, dan aliran darah pada lapisan mukosa.1,25
1Del Valle J, Chey WD, Scheiman JM, et al. Acid peptic disorders. In:Yamada T, Aplers DH, Kaplowitz N, et al, eds. Textbook of Gastroenterology,4th ed. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins,2003:1321–1376.25. Sachs G, Shin M, Munson K, et al. The control of gastric acid and Helicobacterpylori eradication. Aliment Pharmacol Ther 2000;14:1383–1401.
Ulkus peptikum sering ditemui pada orang yang terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori. Berbagai faktor mempengaruhi hasil dari infeksi H. pylori, termasuk respon dari tubuh inang dan peningkatan jumlah asam yang disekresi oleh Sel Parietal. H. pylori dapat meningkatkan sekresi asam lambung pada penderita ulkus duodenum, produksi asam yang berkurang melalui atrofi lambung pada penderita kanker atau ulkus lambung.Calam J. Clinicians guide to Helicobacter pylori. London: Chapmanand Hall, 1996
x El-Omar EM, Penman ID, Ardill JES, Chittajallu RS, Howie C,McColl KEL. Helicobacter pylori infection and abnormalities ofacid secretion in patients with duodenal ulcer disease.Gastroenterology 1995;109:681-91
Sel pada mukosa lambung mengontrol sekresi asam lambung. Sel G yang terletak pada bagian antrum untuk melepaskan hormon gastrin. Gastrin yang
Autoregulasi sekresi asam lambung. Makanan menstimulasi pengeluaran gastrin dari antrum Sel G. Gastrin menstimulasi Enterochromaffin-like cells (ECL) untuk melepaskan histamin yang akan menstimulasi sel-sel Parietal pada badan lambung untuk mensekresi asam. Asam kemudian menstimulasi pelepasan somatostatin dari sel-sel Somatostatin pada antrum, menghambat pelepasan gastrin lebih lanjut. (Logan, Robert P.H.2002. ABC of the Upper Gastrointestinal TractBMJ Books : Navarra, Spanyol.)
Asam
Makana
berperan pada Sel yang mirip-Enterochromaffin (Enterochromaffin-like cells) yang terletak pada badan lambung untuk melepaskan histamin yang menstimulasi Sel Parietal untuk mensekresi asam lambung serta meningkatkan kinerja Enterochromaffin-like cell dan Sel Parietal. Calam J. Calam J. Clinicians guide to Helicobacter pylori. London: Chapmanand Hall, 1996
x El-Omar EM, Penman ID, Ardill JES, Chittajallu RS, Howie C,McColl KEL. Helicobacter pylori infection and abnormalities ofacid secretion in patients with duodenal ulcer disease.Gastroenterology 1995;109:681-91
x Logan RPH,Walker MM, Misiewicz JJ, Gummett PA, Karim QN,Baron JH. Changes in the intragastric distribution of Helicobacterpylori during treatment with omeprazole. Gut 1995;36:12-6
Antagonist reseptor H2 Histamin bekerja dengan menghalangi efek dari histamin Sel Parietal. PPI bekerja dengan menginhibisi enzim pada Sel Parietal yang mengkatalisis produksi asam lambung untuk dilepaskan ke lumen lambung. Sel G, sel yang mirip-Enterochromaffin, serta sel Parietal, semuanya diatur (diregulasi) dengan pelepasan dari somatostatin penghambat peptida oleh Sel Somatostatin yang terdapat pada lambung. Calam J. Clinicians guide to Helicobacter pylori. London: Chapmanand Hall, 1996
x El-Omar EM, Penman ID, Ardill JES, Chittajallu RS, Howie C,McColl KEL. Helicobacter pylori infection and abnormalities ofacid secretion in patients with duodenal ulcer disease.Gastroenterology 1995;109:681-91
x Logan RPH,Walker MM, Misiewicz JJ, Gummett PA, Karim QN,Baron JH. Changes in the intragastric distribution of Helicobacterpylori during treatment with omeprazole. Gut 1995;36:12-6
Penderita ulkus lambung dan yang mengalami dispepsia fungsional, memiliki pengeluaran asam dan jumlah sel Parietal yang normal. Meski demikian, terdapat bukti bahwa asam mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan ulkus.Harris AW, Grummett PA, Misiewicz JJ, Baron JH. Eradication ofHelicobacter pylori in patients with duodenal ulcers lowers basaland peak acid outputs in response to gastrin releasing peptide andpentagastrin. Gut 1996;38:663-7
x El-Omar EM, Penman ID, Ardill JES, Chittajallu RS, Howie C,McColl KEL. Helicobacter pylori infection and abnormalities ofacid secretion in patients with duodenal ulcer disease.
Ulkus duodenum tidak terjadi pada orang yang mengalami Ahidroklorida atau pada keadaan sekresi asam <15 mmol/h. Daerah pada metaplasia lambung dapat menjadi tempat berkembangnya H. pylori, yang menyebabkan inflamasi dan selanjutnya mengarah pada kerusakan mukosa. Metaplasia lambung yang meluas berkaitan dengan jumlah asam yang memasuki duodenum. Hipersekresi asam pada ulkus duodenum sebagian besar karena
infeksi H. pylori. Sebagian besar gastritis antrum pada ulkus duodenum mengarah pada hipersekresi asam dengan menekan Sel Somatostatin dan meningkatkan pelepasan gastrin dari Sel G ke bagian antrum lambung.Harris AW, Grummett PA, Misiewicz JJ, Baron JH. Eradication ofHelicobacter pylori in patients with duodenal ulcers lowers basaland peak acid outputs in response to gastrin releasing peptide andpentagastrin. Gut 1996;38:663-7
x El-Omar EM, Penman ID, Ardill JES, Chittajallu RS, Howie C,McColl KEL. Helicobacter pylori infection and abnormalities ofacid secretion in patients with duodenal ulcer disease.Gastroenterology 1995;109:681-91
Hubungan antara sekresi asam dan gastritis berupa umpan balik positif dapat membuat pola gastritis yang berbeda-beda; sebagai contoh, penekanan sekresi asam oleh PPI mengurangi gastritis pada antrum, akan tetapi membuat H. pylori berkembang di badan lambung, yang kemudian menyebabkan inflamasi. Ini menunjukkan sekresi asam lambung yang normal melindungi badan lambung dari infeksi H. pylori. Keadaan ini memiliki beberapa akibat :
Hipersekresi asam pada ulkus duodenum dapat menguntungkan karena mencegah terjadinya gastritis pada antrum.
Hiposekresi asam dapat meningkatkan gastritis pada badan lambung, yang selanjutnya akan menekan sekresi asam
PPI bisa lebih efektif pada penderita dengan infeksi H. pylori daripada mereka yang tidak terinfeksi, karena menyebabkan gastritis yang selanjutnya akan menginhibisi sekresi asam. x Logan RPH,Walker MM, Misiewicz JJ, Gummett PA, Karim QN,Baron JH. Changes in the intragastric distribution of Helicobacterpylori during treatment with omeprazole. Gut 1995;36:12-6
Hiposekresi asam (kiri), Efek utama H pylori pada gastritis yang
mempengaruhi bdan lambung untuk menekan produksi sel parietal,
menyebabkan penurunan sekresi asam, selanjutnya menyebabkan
kanker lambung.
Infeksi H. pylori
Berkembang biak
Peningkatan
Sekresi
Inflamasi
Penurunan Produksi somatostatin
Produksi gastrin meningkat
Tanpa Gejala
Infansi
Inflamasi
Sekresi asam menurun
Produksi gastrin meningkatINFLAMASI
Penurunan Produksi somatostatin
H. pylori
Faktor diet:Kurangnya Vit.C
dan E
Asam berlebih
Metaplasia
INFLAMASIInfeksi H. pylori
Kanker Lambung
Metaplasia usus
Gastritis Atrofi
Hiposekresi asam Hipersekresi asam
H. pylori Asam
Ulserasi
Hipersekresi asam (kanan), gastritis antrum oleh H. pylori
meningkatkan sekresi asam dengan menekan somatostatin dan
meningkatkan pelepasan gastrin, meningkatkan risiko ulkus
duodenum. Daerah warna orange menandakan lokasi gastritis.
Aspek dari lingkungan, bakteri, atau individu yang mempengaruhi pengeluaran asam ataupun tingkat keparahan gastritis dapat mengontrol infeksi H. pylori pada keadaan hipersekresi (sebagian besar pada gastritis antrum) atau hiposekresi (sebagian besar pada gastritis badan lambung)
Calam J. Clinicians guide to Helicobacter pylori. London: Chapmanand Hall, 1996
x El-Omar EM, Penman ID, Ardill JES, Chittajallu RS, Howie C,McColl KEL. Helicobacter pylori infection and abnormalities ofacid secretion in patients with duodenal ulcer disease.Gastroenterology 1995;109:681-91
x Logan RPH,Walker MM, Misiewicz JJ, Gummett PA, Karim QN,Baron JH. Changes in the intragastric distribution of Helicobacterpylori during treatment with omeprazole. Gut 1995;36:12-6
Saponin P, Hyvarinen H, Psoralea M. H pylori corpus gastritis—relation to acid output. J Physiol Pharmacol 1996;47:151-9
NSAIDs non-selektif termasuk aspirin menyebabkan kerusakan mukosa lambung melalui dua mekanisme penting:
1. Iritasi Langsung atau iritasi topical pada epitel lambung2. Inhibisi sistemik pada sintesis endogen prostaglandin
lapisan mukosa.
Meski pada awalnya luka dimulai oleh keasaman yang terdapat pada obat NSAID, inhibisi sitemik pada prostaglandin pelindung memegang peranan penting pada perkembangan ulkus peptikum. Cyclooxygenase (COX) adalah enzim dengan kosentrasi yang dibatasi dalam pengubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin dan diinhibisi oleh obat NSAID. 1,13,14
1. Del Valle J, Chey WD, Scheiman JM, et al. Acid peptic disorders. In:Yamada T, Aplers DH, Kaplowitz N, et al, eds. Textbook of Gastroenterology,4th ed. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins,2003:1321–1376.
13. Hawkey CJ. Nonsteroidal anti-inflammatory drug gastropathy. Gastroenterology2000;119:521–535.
14. Wolfe MM, Lichtenstein DR, Singh G. Gastrointestinal toxicity ofnonsteroidal antiinflammatory drugs. N Engl J Med 1999;340:1888–1899.
Dua COX isoform yang telah dikenal:Cyclooxygenase-1 (COX-1) ditemukan hampir disemua jaringan, termasuk lambung, usus, ginjal, dan platelet; cyclooxygenase-2 tidak terlacak pada jaringan-jaringan normal, akan tetapi ekspresinya akan timbul selama peradangan akut dan arthritis. COX-1 memproduksi prostaglandin pelindung yang mengatur proses fisiologis, seperti keutuhan mukosa, homeostasis platelet, dan fungsi ginjal.COX-2 terpicu sendiri oleh stimulus peradangan seperti sitokinin, dan menghasilkan prostaglandin yang berperan dalam inflamasi, demam, dan nyeri. COX-2 juga terdapat pada organ-organ, seperti otak, ginjal, dan saluran reproduksi. 13,14
13. Hawkey CJ. Nonsteroidal anti-inflammatory drug gastropathy. Gastroenterology2000;119:521–535.
14. Wolfe MM, Lichtenstein DR, Singh G. Gastrointestinal toxicity ofnonsteroidal antiinflammatory drugs. N Engl J Med 1999;340:1888–1899.
II.7 PATOGENESIS
Getah lambung murni mampu mencerna semua jaringan hidup, akan
tetapi lambung tidak mencerna jaringannya sendiri. Terdapat dua factor
yang melindungi lambung dari autodigesti , yaitu mukus lambung dan
sawar epitel.
Sawar mukosa lambung
Lapisan mukus lambung yang tebal merupakan garis depan
pertahanan terhadap autodigesti dan memberikan perlindungan terhadap
trauma mekanis dan agen kimia. NSAID, termasuk aspirin menyebabkan
perubahan kualitatif mukus lambung yang dapat mempermudah terjadinya
degradasi mukus oleh pepsin.
Sawar mukosa lambung berperan penting untuk perlindungan
lambung dan duodenum. Walaupun sifat sebenarnya dari sawar ini tidak
diketahui, namun agaknya melibatkan peran lapisan mukus, lumen sel
epitel toraks, dan persambungan yang erat pada apeks sel-sel ini. Dalam
keadaan normal, sawar mukosa ini memungkinkan sedikit difusi balik ion
Hidrogen dari lumen ke dalam darah, walaupun terdapat selisih
konsentrasi yang besar (pH asam lambung 1,0 versus pH darah 7,4).
Destruksi sawar mukosa lambung
Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak
mukosa lambung mengubah permeabilitas sawar epitel sehingga
memungkinkan difusi balik asam hidroklorida yang mengakibatkan
kerusakan jaringan, terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan,
merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan
permeablitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema, dan
sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak,
mengakibatkan terjadinya hemoragi interstisial dan pendarahan. Sawar
mukosa tidak dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau atropin, tetapi
dufusi balik dihambat oleh gastrin.
Destruksi sawar mukosa lambung diduga merupakan faktor penting dalam
patogenesis ulkus peptikum. Telah diketahui bahwa mukosa antrum lebih
rentan terhadap difusi balik dibandingkan dengan fundus, yang
menjelaskan mengapa ulkus peptikum sering terletak di antrum. Selain itu,
kadar asam yang rendah dalam analisis lambung pada penderita ulkus
peptikum diduga disebabkan oleh meningkatnya difusi balik, bukan
disebabkan oleh produksi yang berkurang. Mekanisme patogenesis
mungkin juga penting pada penderita gastritik hemoragik akut yang
disebabkan oleh alcohol, aspirin , dan stres berat.
Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum diduga akibat
fungsi Kelenjar Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding
usus) yang memproduksi sekret mukoid yang sangat alkali (pH 8) dan
kental, untuk menetralkan kimus asam. Penderita ulkus duodenum sering
mengalami sekresi asam berlebihhan, yang tampaknya merupakan faktor
patogenetik yang penting.
Selain untuk sawar mukosa dan epitel, daya tahan jaringan juga
bergantung pada banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi sel
epitel (dalam keadaan normal berganti tiap 3 hari). Kegagalan mekanisme
ini juga berperan dalam patogenesis ulkus peptikum.
Faktor lain
Kebanyakan ulkus peptikum terjadi “menghilir” dari sumber sekresi asam.
Lebih dari 90% ulkus peptikum terletak di sepanjang kurvatura minor dan
daerah kelenjar pilorus. Sekitar 40 hingga 60% penderita ulkus memiliki
riwayat penyakit ulkus dalam keluarga. Alasan yang mungkin adalah
faktor genetik atau penularan infeksi H. pylori dalam keluarga. Individu
bergolongan darah O tampaknya lebih rentan untuk menderita ulkus
duodenum. Penjelasan yang mungkin adalah bahwa pengikatan H. pylori
diperkuat oleh sel epitel yang membawa antigen golongan darah O
(Cotran dkk., 1999)
Sejumlah penyakit tampaknya menyebabkan terjadinya ulkus peptikum,
yaitu sirosis hati akibat alkohol, pankreatitis kronis, penyakit paru kronis,
hiperparatiroidisme, dan sindrom Zollinger-Ellison. Fungsi sfingter pylorus
yang abnormal mengakibatkan terjadinya refluks empedu dan dianggap
sebagai suatu mekanisme patogenik dalam timbulnya ulkus peptikum.
Empedu mengganggu sawar mukosa lambung, meyebabkan timbulnya
gastritis dan peningkatan kepekaan terhadap pembentukan ulkus. Mukosa
yang rusak akhirnya mengalami erosi dan dicerna oleh asam dan pepsin.
II.8 GEJALA KLINIS
II.9 PENATALAKSANAAN
Farmakoterapi
Uji H. pylori direkomendasikan hanya bila direncanakan terapi
eradikasi. Eradikasi direkomendasikan untuk semua pasien yan g
terinfeksi H. pylori dengan tukak aktif, tukak yang sudah ada
sebelumnya, atau dengan komplikasi tukak. Regimen individual
harus diseleksi berdasarkan efikasi, toleransi, interaksi obat yang
potensial, resistensi anti-biotik, biaya dan kepatuhan pasien.
Pengobatan harus diawali dengan regimen 3 obat-PPI. Obat ini
lebihn efektif, memiliki toleransi yang lebih baik, lebih simpel dan
akan membuat pasien lebih patuh dalam menjalani pengobatan. 14
hari dipilih lebih dari 10 hari karena durasi yang lama menyebabkan
pengobatan berhasil. 7 hari secara teratur tidak dianjurkan.
Regimen 2 obat kurang efektif dibandingkan dengan regimen 3-
obat dan hanya termasuk satu anti-biotik yang dapat menyebabkan
resistensi anti-mikroba.
Bismuth-based four drug regimens (regimen 4 obat dengan
bismuth) efektif tetapi memiliki aturan dosis yang komplek dan
tingginya efek yang tidak diinginkan.
Pasien dengan penyakit tukak aktif harus menerima terapi
tambahan dengan PPI atau H2RA untuk meringankan penyakit.
Jika pengobatan kedua untuk H. pylori dibutuhkan, maka harus
dipilih anti-biotik yang berbeda.
Pasien harus diminta untuk menggunakan semua obat kecuali PPI
dengan makanan dan pada waktu istirahat (jika perlu). PPI harus
dikonsumsi 15-30 menit sebelum makan.
Eradikasi H. pylori tidak menjamin kesembuhan pasien yang tidak
patuh atau tidak toleran, pada pasien dengan tukak karena NSAID
yang bebas H. pylori atau pasien dengan sindrom Zollinger-Ellison.
Pengobatan anti-tukak yang konvensional (H2RA, PPI, atau
sukralfat) adalah pengobatan alternatif tapi tidak begitu efektif
karena dapat menyebabkan kekambuhan. Terapi kombinasi ini
tidak meningkatkan keefektifan dan memerlukan biaya yang mahal.
Terapi pemeliharan dengan H2RA dosis rendah, PPI, atau
sukralfat. Harus dibatasi karena memiliki resiko yang tinggi untuk
pasien yang H. pylori nya gagal dieradikasi, pasien dengan
beberapa penyakit komplikasi, dan pasien tukak dengan H.
pylorinegatif.
Tukak yang sulit disembuhkan dengan dosis obat standar PPI
(contoh: omeprazol 20 mg per hari) atau dosis tinggi H2RA
biasanya dapat disembuhkan dengan dosis PPI yang lebih tinggi
(contoh: omeprazol 40 mg per hari)
Terapi pemeliharaan dengan dosis PPI penting untuk mencegah
kekambuhan.
Kebanyakan tukak-induksi NSAID yang tidak kompleks sembuh
dengan regimen terapi standar H2RA, PPI, atau sukralfat, jika
NSAID dihentikan. Jika NSAID harus dilanjutkan, PPI merupakan
obat pilihan, karena baik untuk penekan asam yang kuat
dibutuhkan untuk mempercepat kesembuhan tukak. Jika H. pylori
ada, pengobatannya harus dimulai dengan regimen eradikasi yang
mengandung PPI. Pasien yang beresiko menderita komplikasi yang
serius sementara dia asih menggunakan NSAID harus mendapat
terapi profilaksis dengan misoprostol atau PPI.
Pasien dengan komplikasi (pendarahan saluran cerna atas,
obstruksi, perforasi, atau penetrasi) sering membutukan terapi
pembedahan atau endoskopi.
Non farmokoterapi
Pasien dengan penyakit ulkus peptikum harus mengurangi stress
fisik, merokok, dan penggunaan obat-obatan anti-inflamasi non-selektif
(NSAIDs) termasuk aspirin. Meski tak ada “diet anti-ulkus”, pasien harus
menghindari konsumsi makanan-makanan dan minuman (misalnya,
makanan pedas, kafein, dan alkohol) yang dapat menyebabkan dispepsia
atau yang dapat menimbulkan gejala ulkus. Jika dimungkinkan, media
alternatif seperti acetaminophen, nonasetil salisilat (mis. Salsalate), atau
inhibitor COX-2 dapat digunakan sebagai pereda nyeri.
Pilihan operasi untuk penyakit ulkus peptikum jarang dilakukan hari
ini karena manajemen medis sangat seperti pemberantasan HP dan
penggunanaan inhibitor asam kuat. Namun subset dari pasien mungkin
memerlukan operasi darurat untuk pendarahan, perforasi, atau obstruksi.
Dulu, prosedur pembedahan dilakukan untuk kegagalan perawatan medis
dan termasuk vagotomi dengan pyroplasty atau vagotomi dengan
antrektomi. Vagotomi menghambat stimulasi vagus pada asam lambung.
Vagotomi tidaklah diperlukan ketika antrektomi dilakukan pada
penatalaksanaan ulkus lambung. Efek pasca operasi yang karena
prosedur ini meliputi diare pasca-vagotomi, sindrom dumping, anemia,
dan kekambuhan ulkus.
Gambar 1.2. Algoritma; Panduan untuk evaluasi dan penatalaksanaan
kepada pasien yang menderita gejala-gejala dyspepsia atau ulkus.
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Lambung berupa suatu kantong yang terletak di bawah diafragma
yang berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat
dimana makanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari makanan diserap.
Lambung dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus
dan pylorus. Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni
mukosa, submukosa, muscularis, dan serosa. Kelenjar lambung
meproduksi cairan lambung, yang mengandung pepsinogen, HCl, serta
mucus. Sel-sel Chief mensekresi pepsinogen, yang berubah menjadi
enzim pepsin ketika terpapar oleh Asam Hidroklorida (HCl) yang di sekresi
oleh sel-sel Parietal.
Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa
lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel.
Etiologi penyakit ulkus peptikum, yaitu riwayat keluarga dengan
ulkus peptikum, infeksi bakteri H. pylori, obat-obatan (OAINS), asam
lambung dan pepsin, tumor (kanker, lymphoma), perokok berat, pengguna
alkohol, dan stres fisiologik.
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena
jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam atau berkenaan dengan
penurunan pertahanan normal dari mukosa.
Mekanisme klinis terjadinya ulkus peptikum lambung pencernaan
(asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan
peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, yaitu nyeri, pirosis,
muntah, konstipasi dan pendarahan.
Penatalaksanaan ulkus peptikum dapat dilakukan secara medis
(seperti antasida, Sucralfate, Antagonis H2, Omeprazole dan
Iansoprazole, Antibiotik, Misoprosto), non medis, dan intervensi bedah.
III.2 SARAN
Kami berharap presentasi dari kasus ulkus petikum ini dapat
mengalami penurunan dengan bersama-sama menjaga kesehatan
lambung dan mengetahui gejala-gaejala penyakit lambung khususnya
pada penyakit ulkus peptikum sehingga apabila kita merasakan gejalanya
maka kita dapat melakukan penaganan/pengobatan secepatnya dan
jangan menganggap sepele. Oleh karena itu, pengetahuan tentang
kesehatan sangat dibutuhkan. Pengetahuan ini bisa didapatkan melalui
pembuatan makalah, penyuluhan kesehatan, bahkan dalam dunia maya.
Jadi, janganlah malas untuk berbagi dan mencari ilmu itu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Physiology Human and Mechanism of Body Function. The Mcgraw-Hill.2001.
2. Mycek,Mary.2001.FarmakologiUlasanBergambar.Jakarta:Widya Medika
3. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 205. Patofisiologi. Jakarta: EGC
4. Robbins dan Kumar. 1995. Patologi II Ed. 4. Jakarta: EGC
5. Sukandar, Elin Yulinah et al. 2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI
6. T.JosephDiPiro,L.Robert Talbert, Gary Yee.2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. McGraw-Hill eBooks.
7. Valerie C. Scanlon.2007. Essentials of anatomy and physiology. America: United States of America.
8. Sukandar, Elin Yulinah. Iso Farmakoterapi.Jakarta :PT ISFI
9. Donald C. Rizzo.2001.Delmar’s Fundamental Anatomy and Physiology. the United States of America.
10. Burnner & Suddrath. 1997 Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
11. Snell, Richard S.2006.Anatomi Klinik.2006. Buku kedokteran EGC