Makalah Hutan Kelompok 2
-
Upload
yannu-lesdiyanto -
Category
Documents
-
view
112 -
download
1
Embed Size (px)
description
Transcript of Makalah Hutan Kelompok 2

MAKALAH PENGETAHUAN LINGKUNGAN
Sumber Daya Hutan
Disusun oleh :
1. Harry Purnomo Kuncoro2010710450022
2. Putro Wicaksono 20107104500243. Teddy Saputra 20107104500144. Yannu Lesdiyanto 20107104500195. Yusep Setiana 2010710450012
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS JAYABAYA
DEPOK
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

2011BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian Hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan
tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di
dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat
hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek
biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat
menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah
maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan
atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.
Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi,
tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga
berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang
dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan
kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita
berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan
lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun
berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta
beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari
hutan.
Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa
kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat
melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup
berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya
pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu
kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta
tanaman.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

BAB II
PEMBAHASAN
A. Bagian-bagian hutan
Hutan Slurup di gunung Wilis pada sisi Kabupaten Kediri, tepatnya di daerah Dolo
kecamatan Mojo. Hutan dengan banyak aliran air, berhawa dingin dan tingkat kelembaban
rendah.
Bayangkan mengiris sebuah hutan secara melintang. Hutan seakan-akan terdiri dari
tiga bagian, yaitu bagian di atas tanah, bagian di permukaan tanah, dan bagian di bawah
tanah. Jika kita menelusuri bagian di atas tanah hutan, maka akan terlihat tajuk (mahkota)
pepohonan, batang kekayuan, dan tumbuhan bawah seperti perdu dan semak belukar. Di
hutan alam, tajuk pepohonan biasanya tampak berlapis karena ada berbagai jenis pohon yang
mulai tumbuh pada saat yang berlainan.
Di bagian permukaan tanah, tampaklah berbagai macam semak belukar, rerumputan,
dan serasah. Serasah disebut pula 'lantai hutan', meskipun lebih mirip dengan permadani.
Serasah adalah guguran segala batang, cabang, daun, ranting, bunga, dan buah. Serasah
memiliki peran penting karena merupakan sumber humus, yaitu lapisan tanah teratas yang
subur. Serasah juga menjadi rumah dari serangga dan berbagai mikro organisme lain.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

Uniknya, para penghuni justru memakan serasah, rumah mereka itu; menghancurkannya
dengan bantuan air dan suhu udara sehingga tanah humus terbentuk.
Di bawah lantai hutan, kita dapat melihat akar semua tetumbuhan, baik besar
maupun kecil, dalam berbagai bentuk. Sampai kedalaman tertentu, kita juga dapat
menemukan tempat tinggal beberapa jenis binatang, seperti serangga, ular, kelinci, dan
binatang pengerat lain.
Mengapa hutan tampak tidak sama?
Iklim, tanah, dan bentuk bentang lahan di setiap daerah adalah khas. Sebuah daerah
mungkin beriklim sangat basah, sedangkan daerah lain sangat kering. Daerah A mungkin
bertanah rawa, daerah B sebaliknya bertanah kapur. Ada yang berupa gunung terjal,
sementara yang lain merupakan dataran rendah.
Semua tumbuhan dan satwa di dunia, begitupun manusia, harus menyesuaikan diri
dengan lingkungan tempat mereka berada. Jika suatu jenis tumbuhan atau satwa mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik di daerah tertentu, maka mereka akan dapat
berkembang di daerah tersebut. Jika tidak, mereka justru tersingkir dari tempat ini.
Contohnya, kita menemukan pohon bakau di daerah genangan dangkal air laut karena spesies
pohon ini tahan dengan air asin dan memiliki akar napas yang sesuai dengan sifat tanah dan
iklim panas pantai.
Sebaliknya, cara berbagai tumbuhan dan satwa bertahan hidup akan memengaruhi
lingkungan fisik mereka, terutama tanah, walaupun secara terbatas. Tumbuhan dan satwa
yang berbagi tempat hidup yang sama justru lebih banyak saling memengaruhi di antara
mereka. Agar mampu bertahan hidup di lingkungan tertentu, berbagai tumbuhan dan hewan
memang harus memilih antara bersaing dan bersekutu. Burung kuntul, misalnya,
menghinggapi punggung banteng liar untuk mendapatkan kutu sebagai makanannya.
Sebaliknya, banteng liar terbantu karena badannya terbebas dari sumber penyakit.
Jadi, hutan merupakan bentuk kehidupan yang berkembang dengan sangat khas,
rumit, dan dinamik. Pada akhirnya, cara semua penyusun hutan saling menyesuaikan diri
akan menghasilkan suatu bentuk klimaks, yaitu suatu bentuk masyarakat tumbuhan dan satwa
yang paling cocok dengan keadaan lingkungan yang tersedia. Akibatnya, kita melihat hutan
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

dalam beragam wujud klimaks, misalnya: hutan sabana, hutan meranggas, hutan hujan tropis,
dan lain-lain.
B. Macam-macam Hutan
Rimbawan berusaha menggolong-golongkan hutan sesuai dengan ketampakan khas
masing-masing. Tujuannya untuk memudahkan manusia dalam mengenali sifat khas hutan.
Dengan mengenali betul-betul sifat sebuah hutan, kita akan memperlakukan hutan secara
lebih tepat sehingga hutan dapat lestari, bahkan terus berkembang.
Ada berbagai jenis hutan. Pembedaan jenis-jenis hutan ini pun bermacam-macam pula.
Misalnya:
1. Menurut asal
Kita mengenal hutan yang berasal dari biji, tunas, serta campuran antara biji dan tunas.
Hutan yang berasal dari biji disebut juga ‘hutan tinggi’ karena pepohonan yang tumbuh dari
biji cenderung menjadi lebih tinggi dan dapat mencapai umur lebih lanjut. Hutan yang berasal
dari tunas disebut ‘hutan rendah’ dengan alasan sebaliknya. Hutan campuran, oleh karenanya,
disebut ‘hutan sedang’.
Penggolongan lain menurut asal adalah hutan perawan (hutan primer) dan hutan
sekunder. Hutan perawan merupakan hutan yang masih asli dan belum pernah dibuka oleh
manusia. Hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh kembali secara alami setelah ditebang
atau kerusakan yang cukup luas. Akibatnya, pepohonan di hutan sekunder sering terlihat
lebih pendek dan kecil. Namun jika dibiarkan tanpa gangguan untuk waktu yang panjang,
kita akan sulit membedakan hutan sekunder dari hutan primer. Di bawah kondisi yang sesuai,
hutan sekunder akan dapat pulih menjadi hutan primer setelah berusia ratusan tahun.
2. Menurut cara permudaan (tumbuh kembali)
Hutan dapat dibedakan sebagai hutan dengan permudaan alami, permudaan buatan, dan
permudaan campuran. Hutan dengan permudaan alami berarti bunga pohon diserbuk dan biji
pohon tersebar bukan oleh manusia, melainkan oleh angin, air, atau hewan. Hutan dengan
permudaan buatan berarti manusia sengaja menyerbukkan bunga serta menyebar biji untuk
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

menumbuhkan kembali hutan. Hutan dengan permudaan campuran berarti campuran kedua
jenis sebelumnya.
Di daerah beriklim sedang, perbungaan terjadi dalam waktu singkat, sering tidak
berlangsung setiap tahun, dan penyerbukannya lebih banyak melalui angin. Di daerah tropis,
perbungaan terjadi hampir sepanjang tahun dan hampir setiap tahun. Sebagai pengecualian,
perbungaan pohon-pohon dipterocarp (meranti) di Kalimantan dan Sumatera terjadi secara
berkala. Pada tahun tertentu, hutan meranti berbunga secara berbarengan, tetapi pada tahun-
tahun berikutnya meranti sama sekali tidak berbunga. Musim bunga hutan meranti
merupakan kesempatan emas untuk melihat biji-biji meranti yang memiliki sepasang sayap
melayang-layang terbawa angin.
3. Menurut susunan jenis
Berdasarkan susunan jenisnya, kita mengenal hutan sejenis dan hutan campuran.
Hutan sejenis, atau hutan murni, memiliki pepohonan yang sebagian besar berasal dari satu
jenis, walaupun ini tidak berarti hanya ada satu jenis itu. Hutan sejenis dapat tumbuh secara
alami baik karena sifat iklim dan tanah yang sulit maupun karena jenis pohon tertentu lebih
agresif. Misalnya, hutan tusam (pinus) di Aceh dan Kerinci terbentuk karena kebakaran hutan
yang luas pernah terjadi dan hanya tusam jenis pohon yang bertahan hidup. Hutan sejenis
dapat juga merupakan hutan buatan, yaitu hanya satu atau sedikit jenis pohon utama yang
sengaja ditanam seperti itu oleh manusia, seperti dilakukan di lahan-lahan HTI (hutan
tanaman industri).
Penggolongan lain berdasarkan pada susunan jenis adalah hutan daun jarum (konifer)
dan hutan daun lebar. Hutan daun jarum (seperti hutan cemara) umumnya terdapat di daerah
beriklim dingin, sedangkan hutan daun lebar (seperti hutan meranti) biasa ditemui di daerah
tropis.
4. Menurut umur
Kita dapat membedakan hutan sebagai hutan seumur (kira-kira berumur sama) dan
hutan tidak seumur. Hutan alam atau hutan permudaan alam biasanya merupakan hutan tidak
seumur. Hutan tanaman boleh jadi hutan seumur atau hutan tidak seumur.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

5. Berdasarkan letak geografisnya:
a) hutan tropika, yakni hutan-hutan di daerah khatulistiwa
b) hutan temperate , hutan-hutan di daerah empat musim (antara garis lintang 23,5º -
66º).
c) hutan boreal , hutan-hutan di daerah lingkar kutub.
6. Berdasarkan sifat-sifat musimannya:
a) hutan hujan (rainforest), dengan banyak musim hujan.
b) hutan selalu hijau (evergreen forest)
c) hutan musim atau hutan gugur daun (deciduous forest)
d) hutan sabana (savannah forest), di tempat-tempat yang musim kemaraunya
panjang. Dll.
7. Berdasarkan ketinggian tempatnya:
a) hutan pantai (beach forest)
b) hutan dataran rendah (lowland forest)
c) hutan pegunungan bawah (sub-mountain forest)
d) hutan pegunungan atas (mountain forest)
e) hutan kabut (mist forest)
f) hutan elfin (alpine forest)
8. Berdasarkan keadaan tanahnya:
a) hutan rawa air-tawar atau hutan rawa (freshwater swamp-forest)
b) hutan rawa gambut (peat swamp-forest)
c) hutan rawa bakau, atau hutan bakau (mangrove forest)
d) hutan kerangas (heath forest)
e) hutan tanah kapur (limestone forest), dan lainnya
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

9. Berdasarkan jenis pohon yang dominan:
a) hutan jati (teak forest), misalnya di Jawa Timur.
b) hutan pinus (pine forest), di Aceh.
c) hutan dipterokarpa (dipterocarp forest), di Sumatra dan Kalimantan.
d) hutan ekaliptus (eucalyptus forest) di Nusa Tenggara. Dll.
10. Berdasarkan sifat-sifat pembuatannya:
a) hutan alam (natural forest)
b) hutan buatan (man-made forest), misalnya:
o hutan rakyat (community forest)
o hutan kota (urban forest)
o hutan tanaman industri (timber estates atau timber plantation) Dll.
Hutan Kota di Singapura
11. Berdasarkan tujuan pengelolaannya:
a) hutan produksi, yang dikelola untuk menghasilkan kayu ataupun hasil hutan
bukan kayu (non-timber forest product)
b) hutan lindung , dikelola untuk melindungi tanah dan tata air
o Taman Nasional
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

c) hutan suaka alam , dikelola untuk melindungi kekayaan keanekaragaman
hayati atau keindahan alam
o Cagar alam
o Suaka alam
d) hutan konversi, yakni hutan yang dicadangkan untuk penggunaan lain, dapat
dikonversi untuk pengelolaan non-kehutanan.
Lereng gunung Arjuna di wilayah Sumberawan, kecamatan Singosari, kabupaten Malang
Dalam kenyataannya, seringkali beberapa faktor pembeda itu bergabung, dan
membangun sifat-sifat hutan yang khas. Misalnya, hutan hujan tropika dataran rendah
(lowland tropical rainforest), atau hutan dipterokarpa perbukitan (hilly dipterocarp forest).
Hutan-hutan rakyat, kerap dibangun dalam bentuk campuran antara tanaman-tanaman
kehutanan dengan tanaman pertanian jangka pendek, sehingga disebut dengan istilah
wanatani atau agroforest.
C. Jenis-jenis hutan di Indonesia
1. Berdasarkan biogeografi
Kepulauan Nusantara adalah relief alam yang terbentuk dari proses pertemuan antara
tiga lempeng bumi. Hingga hari ini pun, ketiga lempeng bumi itu masih terus saling
mendekati. Akibatnya, antara lain, gempa bumi sering terjadi di negeri kepulauan ini.
Sejarah pembentukan Kepulauan Nusantara di sabuk khatulistiwa itu menghasilkan tiga
kawasan biogeografi utama, yaitu: Paparan Sunda, Wallacea, dan Paparan Sahul. Masing-
masing kawasan biogeografi adalah cerminan dari sebaran bentuk kehidupan berdasarkan
perbedaan permukaan fisik buminya.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

Kawasan Paparan Sunda (di bagian barat)
Paparan Sunda adalah lempeng bumi yang bergerak dari Kawasan Oriental (Benua Asia)
dan berada di sisi barat Garis Wallace. Garis Wallace merupakan suatu garis khayal pembatas
antara dunia flora fauna di Paparan Sunda dan di bagian lebih timur Indonesia. Garis ini
bergerak dari utara ke selatan, antara Kalimantan dan Sulawesi, serta antara Bali dan
Lombok. Garis ini mengikuti nama biolog Alfred Russel Wallace yang, pada 1858,
memperlihatkan bahwa persebaran flora fauna di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali lebih
mirip dengan yang ada di daratan Benua Asia.
Kawasan Paparan Sahul (di bagian timur)
Paparan Sahul adalah lempeng bumi yang bergerak dari Kawasan Australesia (Benua
Australia) dan berada di sisi timur Garis Weber. Garis Weber adalah sebuah garis khayal
pembatas antara dunia flora fauna di Paparan Sahul dan di bagian lebih barat Indonesia. Garis
ini membujur dari utara ke selatan antara Kepulauan Maluku dan Papua serta antara Nusa
Tenggara Timur dan Australia. Garis ini mengikuti nama biolog Max Weber yang, sekitar
1902, memperlihatkan bahwa persebaran flora fauna di kawasan ini lebih serupa dengan yang
ada di Benua Australia.
Kawasan Wallace / Laut Dalam (di bagian tengah)
Lempeng bumi pinggiran Asia Timur ini bergerak di sela Garis Wallace dan Garis
Weber. Kawasan ini mencakup Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil (Nusa Tenggara), dan
Kepulauan Maluku. Flora fauna di kawasan ini banyak merupakan jenis-jenis endemik
(hanya ditemukan di tempat bersangkutan, tidak ditemukan di bagian lain manapun di
dunia). Namun, kawasan ini juga memiliki unsur-unsur baik dari Kawasan Oriental
maupun dari Kawasan Australesia. Wallace berpendapat bahwa laut tertutup es pada
Zaman Es sehingga tumbuhan dan satwa di Asia dan Australia dapat menyeberang dan
berkumpul di Nusantara. Walaupun jenis flora fauna Asia tetap lebih banyak terdapat di
bagian barat dan jenis flora fauna Australia di bagian timur, hal ini dikarenakan
Kawasan Wallace dulu merupakan palung laut yang sangat dalam sehingga fauna sukar
untuk melintasinya dan flora berhenti menyebar.
2. Berdasarkan iklim
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

Dari letak garis lintangnya, Indonesia memang termasuk daerah beriklim tropis. Namun,
posisinya di antara dua benua dan di antara dua samudera membuat iklim kepulauan ini lebih
beragam. Berdasarkan perbandingan jumlah bulan kering terhadap jumlah bulan basah per
tahun, Indonesia mencakup tiga daerah iklim, yaitu:
a) Daerah tipe iklim A (sangat basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara
Oktober dan Januari, kadang hingga Februari. Daerah ini mencakup Pulau Sumatera;
Kalimantan; bagian barat dan tengah Pulau Jawa; sisi barat Pulau Sulawesi.
b) Daerah tipe iklim B (basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara Mei dan Juli,
serta Agustus atau September sebagai bulan terkering. Daerah ini mencakup bagian
timur Pulau Sulawesi; Maluku; sebagian besar Papua.
c) Daerah tipe iklim C (agak kering) yang lebih sedikit jumlah curah hujannya,
sedangkan bulan terkeringnya lebih panjang. Daerah ini mencakup Jawa Timur;
sebagian Pulau Madura; Pulau Bali; Nusa Tenggara; bagian paling ujung selatan
Papua.
Berdasarkan perbedaan iklim ini, Indonesia memiliki hutan gambut, hutan hujan tropis, dan
hutan muson.
Hutan gambut ada di daerah tipe iklim A atau B, yaitu di pantai timur Sumatera, sepanjang
pantai dan sungai besar Kalimantan, dan sebagian besar pantai selatan Papua.
Hutan hujan tropis menempati daerah tipe iklim A dan B. Jenis hutan ini menutupi sebagian
besar Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, dan Papua. Di bagian barat
Indonesia, lapisan tajuk tertinggi hutan dipenuhi famili Dipterocarpaceae (terutama
genus Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops, dan Hopea). Lapisan tajuk di bawahnya
ditempati oleh famili Lauraceae, Myristicaceae, Myrtaceae, dan Guttiferaceae. Di
bagian timur, genus utamanya adalah Pometia, Instia, Palaquium, Parinari, Agathis, dan
Kalappia.
Hutan muson tumbuh di daerah tipe iklim C atau D, yaitu di Jawa Tengah, Yogyakarta,
Jawa Timur, Bali, NTB, sebagian NTT, bagian tenggara Maluku, dan sebagian pantai
selatan Irian Jaya. Spesies pohon di hutan ini seperti jati (Tectona grandis), walikukun
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

(Actinophora fragrans), ekaliptus (Eucalyptus alba), cendana (Santalum album), dan
kayuputih (Melaleuca leucadendron).
3. Berdasarkan sifat tanahnya
Berdasarkan sifat tanah, jenis hutan di Indonesia mencakup hutan pantai, hutan mangrove,
dan hutan rawa.
a) Hutan pantai terdapat sepanjang pantai yang kering, berpasir, dan tidak landai,
seperti di pantai selatan Jawa. Spesies pohonnya seperti ketapang (Terminalia
catappa), waru (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), dan
pandan (Pandanus tectorius).
b) Hutan mangrove Indonesia mencapai 776.000 ha dan tersebar di sepanjang pantai
utara Jawa, pantai timur Sumatera, sepanjang pantai Kalimantan, dan pantai selatan
Papua. Jenis-jenis pohon utamanya berasal dari genus Avicennia, Sonneratia, dan
Rhizopheria.
c) Hutan rawa terdapat di hampir semua pulau, terutama Sumatera, Kalimantan, dan
Papua. Spesies pohon rawa misalnya adalah nyatoh (Palaquium leiocarpum), kempas
(Koompassia spp), dan ramin (Gonystylus spp).
4. Berdasarkan pemanfaatan lahan
Luas hutan Indonesia terus menciut, sebagaimana diperlihatkan oleh tabel berikut: Luas
Penetapan Kawasan Hutan oleh Departemen Kehutanan Tahun Luas (Hektar) 1950
162,0 juta 1992 118,7 juta 2003 110,0 juta 2005 93,92 juta
Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit, kawasan hutan Indonesia yang mencapai 93,92 juta
hektar pada 2005 itu dapat dirinci pemanfaatannya sebagai berikut:
1. Hutan tetap : 88,27 juta ha
2. Hutan konservasi : 15,37 juta ha
3. Hutan lindung : 22,10 juta ha
4. Hutan produksi terbatas : 18,18 juta ha
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

5. Hutan produksi tetap : 20,62 juta ha
6. Hutan produksi yang dapat dikonversi : 10,69 juta ha.
7. Areal Penggunaan Lain (non-kawasan hutan) : 7,96 juta ha.
Lahan hutan terluas ada di Papua (32,36 juta ha), diikuti berturut-turut oleh Kalimantan
(28,23 juta ha), Sumatera (14,65 juta ha), Sulawesi (8,87 juta ha), Maluku dan Maluku
Utara (4,02 juta ha), Jawa (3,09 juta ha), serta Bali dan Nusa Tenggara (2,7 juta ha).
Salah satu jalan setapak untuk memasuki hutan Slurup, Kabupaten Kediri
Hutan di lereng gunung Arjuna dengan latar belakang puncak Mahameru
Catatan
Dalam bahasa-bahasa di Indonesia, pengertian hutan juga merujuk kepada aneka hal
yang bersifat liar (wild), tumbuh sendiri atau tidak dipelihara (natural), atau untuk
menekankan sifat-sifat liar dari sesuatu. Nama-nama hewan yang diimbuhi dengan kata
‘hutan’ menunjukkan pengertian tersebut, misalnya anjing hutan, ayam hutan, babi hutan,
kambing hutan, dll.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

Demikian pula, sesuatu bidang lahan yang tidak terpelihara atau kurang terpelihara
kerap disebut hutan atau menghutan. Berlawanan dengan kebun, yang dipelihara dan diakui
pemilikannya.
Hutan disebut juga dengan istilah utan (Jakarta), leuweung (Sunda), alas atau wana (Jawa),
alas (Md.), dan lain-lain.
D. MANFAAT HUTAN
Hutan sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia jaman dahulu mencari makan
dengan cara berburu dan mengumpulkan tanaman liar di hutan. Beberapa orang masih tinggal
dan hidup di dalam hutan, menjadi bagian alami dari hutan. Meskipun manusia telah
membangun pemukiman pedesaan atau perkotaan tetapi masih sering memasuki hutan untuk
berburu atau mencari kayu.
Sekarang ini orang lebih memperhatikan hutan dibanding sebelumnya terutama karena
faktor : manfaat ekonomi, manfaat bagi lingkungan, dan manfaat hiburan.
1. Manfaat ekonomi
Hutan menghasilkan beberapa produk. Kayu gelondongan dapat diolah menjadi kayu,
kayu lapis, bantalan kereta api, papan, kertas. Rotan dapat digunakan untuk furniture. Hutan
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

dapat juga menghasilkan minyak dan berbagai produk lainnya, latex dapat digunakan untuk
membuat karet, terpentin, berbagai jenis lemak, getah, minyak, dan lilin. Bagi masyarakat
pedalaman binatang dan tanaman hutan menjadi sumber makanan pokok mereka. Tidak
seperti sumber alam lainnya misal batubara, minyak, dan tambang mineral, sumber alam
yang berasal dari hutan dapat tumbuh kembali, sejauh manusia dapat memperhitungkan
pengelolaannya.
Manfaat hutan dari segi ekonomi :
Hutan beserta hasilnya merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berdasarkan bentuk/wujudnya,
manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu : manfaat tangible (langsung/nyata)
dan manfaat intangible (tidak langsung/tidak nyata). Manfaat tangible antara lain: kayu,
hasil hutan ikutan dan lain-lain. Sedangkan manfaat intangible antara lain: pengaturan
tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan lingkungan, dan lain-lain. Berdasarkan
kemampuan untuk dipasarkan, manfaat hutan juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
manfaat marketable dan manfaat non-marketable. Manfaat hutan non-marketable adalah
barang dan jasa hasil hutan yang belum dikenal nilainya atau belum ada pasarnya
seperti : beberapa jenis kayu lokal, kayu energi, binatang, dan seluruh manfaat
intangible.
Pemanfaatan hutan yang selama ini cenderung mengeksploitasi hasil hutan kayu
(manfaat tangible) ternyata membawa implikasi ekologi terhadap tingginya tingkat
deforestrasi. Hasil yang paling -berpengaruh (FAO,1990) mengungkapkan bahwa telah
terjadi penggunaan hutan di Indonesia sebesar 1 juta hektar pertahun. Di samping itu,
nilai ekonomi yang diberikan ternyata kurang memberikan keuntungan yang optimal.
Kegiatan bisnis sektor kehutanan yang secara ekonomis aktual tidak lagi
menguntungkan tersebut menuntut kita untuk melakukan reorientasi bisnis kehutanan
dengan memanfaatkan potensi sumberdaya hutan yang ada dengan teknik dan
manajemen lahan yang optimal, produktif dan kompetitif ( Hanafiah Oeliem,
A.Purwoko, P. Patana, 2000)
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka meningkat pula kebutuhan
terhadap lahan untuk berbagai kepentingan. Permintaan lahan yang meningkat ini,
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

termasuk terhadap areal hutan, cenderung merubah fungsi kawasan hutan (konversi)
dengan berbagai model pemanfaatan dan implikasinya terhadap ekosistem hutan dari
mulia tingkat gangguan rendah sampai pada tingkat mengancam keberadaan atau
kelestarian kawasan hutan tersebut.
Salah satu bentuk areal hutan yang menjadi sasaran pemanfaatan adalah kawasan
hutan konservasi. Banyak faktor yang mendorong manusia memanfaatkan kawasan
hutan konservasi. Salah satunya disebabkan karena kawasan hutan konservasi
umumnya memiliki sumberdaya hutan yang masih utuh (kualitas maupun kuantitas),
sehingga tingkat pemenuhannya terhadap kebutuhan manusia sangat mendukung,
seperti supply kayu atau pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian.
Sempitnya pemahaman yang menyeluruh tentang fungsi kawasan konservasi
baik secara ekologis maupun ekonomis, menjadi celah dalam legalisasi
pemanfaatan/eksploitasi kawasan hutan konservasi oleh pihak-pihak yang berwawasan
ekonomi sesaat. Hal ini semakin tak terbantahkan dengan adanya alternatif pemanfaatan
lain (konversi lahan) yang seolah dapat memberi nilai ekonomi secara riil yang lebih
tinggi dari sekedar perlindungan kawasan hutan konservasi, seperti konversi untuk
usaha perkebunan dan industri.
Disisi lain pemegang de jure kawasan hutan konservasi (negara) masih sangat
miskin data tentang nilai manfaat jasa kawasan hutan konservasi baik kualitaif dan
kuantitif, meskipun fakta berbicara bahwa jasa hutan itu jelas keberadaanya dan telah
dirasakan. Bila hal ini dibiarkan terus berlarut tanpa adanya upaya penelitian kearah
tersebut, dikhawatirkan hal ini menjadi disinsentif bagi upaya pelestarian kawasan
hutan konservasi.
Penilaian ekonomi kuantitatif tentang manfaat kawasan hutan konservasi secara
keseluruhan diharapkan menjadi cara yang efektif dalam mereduksi pemahaman yang
keliru tentang kecilnya nilai ekonomi kawasan hutan konservasi dibandingkan dengan
bentuk pemanfaatan lainnya. Penelitian akan dilakukan di salah satu kawasan hutan
konservasi di Sumatera Utara yaitu Cagar Alam (CA) Dolok Sibual-buali dengan fokus
penelitian nilai ekonomi hasil hutan non marketable. Penelitian dilatarbelakangi oleh
fakta bahwa masyarakat sekitar CA Dolok Sibual-buali telah banyak memanfaatkan
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

hasil hutan dari keberadaan cagar alam tersebut, namun tidak diketahui berapa nilai
ekonominya.
Kawasan Cagar Alam (CA) Dolok Sibual-buali merupakan kawasan hutan yang
keadaannya masih baik dan relatif belum terganggu. Pada kawasan ini masih ditemui
pohon berdiameter 1,4 m, berbagai jenis tumbuhan anggrek dan tumbuhan lain yang berguna,
serta jenis fauna yang bervariasi. Sampai saat ini sebagian masyarakat di sekitar CA.
Dolok Sibua-buali masih memanfaatkan hasil hutan non-marketable yang berasal dari
kawasan tersebut seperti kayu bakar, sayuran hutan, Quia aren, tanaman obat-obatan,
dan lain-lain (Affandi, 2000).
Tujuan pengelolaan sumberdaya hutan adalah untuk mendapatkan manfaat-
manfaat penting dari hutan, diantaranya sebagai penghasil kayu dan vegetasi lainnya,
satwa liar, tempat rekreasi, mencegah banjir dan erosi, mempertahankan kesuburan
tanah, dan mengatur kondisi iklim dan lingkungan hidup (Worrel, 1970).
Hutan mempunyai banyak manfaat (multiple use) yang merupakan karakteristik
sumberdaya alam ini yang berbeda dengan sumberdaya alam lainnya. Sebab selain
sebagai produksi kayu, juga mempunyai berbagai fungsi penting lainnya. Sehingga
dalam pengambilan keputusan mengenai macam penggunaan hutan, perlu diperhatikan
bahwa tidak semua lahan hutan cocok untuk semua bentuk pemanfaatan (Suparmoko,
1989).
Berdasarkan bentuk/wujudnya, manfaat hutan dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu: manfaat tangible dan manfaat intangible. Manfaat tangible antara lain:
kayu, hasil hutan ikutan, dan lain-lain. Sementara manfaat intangible antara lain:
pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, dan lain-lain (Darusman, 1990 dalam
Arifudin, 1990). Berdasarkan kemampuan untuk dipasarkan, manfaat hutan dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu : manfaat marketable dan manfaat non-marketable.
Manfaat hutan non-marketable adalah barang dan jasa hasil hutan yang belum dikenal
nilainya atau belum ada pasarnya, antara lain: beberapa jenis kayu lokal, kayu energi,
binatang, dan seluruh manfaat intangible I(Bergen dan Lowenstein, 1991).
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

Nilai merupakan penghargaan atas suatu manfaat bagi orang atau kelompok
orang pada waktu tertentu. Sedangkan penilaian merupakan penetapan atau penentuan
bobot atau manfaat suatu barang dan jasa bagi manusia. Jadi penilaian barang dan jasa
hutan merupakan penentuan bobot atau manfaat barang dan jasa hutan bagi manusia
(David dan Johnson, 1987).
Kotler (1986) mendefinisikan pasar sebagai tempat pertukaran barang atau jasa
antara pembeli dan penjual pada harga yang disetujui bersama. Selanjutnya Daivs dan
Johnson (1987) menyatakan bahwa selama terjadi informasi pasar, maka sumber
penilaian yang dianggap paling baik atau paling kuat adalah nilai pasar. Nilai pasar
adalah harga barang dan jasa yang ditetapkan oleh penjual dan pembeli tanpa intervensi
pihak lain atau dalam keadaan kompetisi sempurna.
Metode nilai relatif pada prinsipnya adalah nilai suatu barang yang belum ada
pasarnya dibandingkan dengan barang lain yang sudah diketahui harga pasarnya.
Asumsi dasar metode ini yaitu jika suatu benda yang akan dinilai ditukar dengan barang
lain yang sudah dikenal masyarakat/sudah diketahui nilai pasarnya, maka nilai benda
inipun dapat diketahui manusia (David dan Johnson, 1987).
Metode penilaian melalui biaya pengadaan hampir sama dengan penilaian melalui biaya
perjalanan. Biaya merupakan korbanan yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan.
Dengan demikian biaya pengadaan dapat diartikan sebagai korbanan yang dilakukan
sebagai usaha untuk mengadakan barang dan jasa yang akan dikonsumsi. Korbanan
tersebut dapat dijadikan pendekatan dalam menentukan nilai suatu barang atau jasa.
Metode ini didasarkan pada kesediaan membayar (willingness to pay), yang diartikan
sebagai jumlah korban yang bersedia dibayarkan konsumen untuk tiap tambahan
sesuatu yang dikonsumsi (David dan Johnson, 1987).
2. Manfaat lingkungan
Hutan membantu konservasi dan memperbaiki lingkungan hidup dalam berbagai
bentuk. Misalnya hutan membantu menahan air hujan, sehingga mencegah tanah longsor dan
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

banjir, air hujan diserap menjadi air tanah yang muncul menjadi mata air bersih yang
mengalir membentuk sungai, danau, dan untuk air sumur.
Tumbuhan hijau membantu memperbaiki lapisan atmosfir menghasilkan oksigen yang
sangat diperlukan oleh mahkluk hidup dan mengambil karbon dioksida dari udara. Jika
tumbuhan hijau tidak menghasilkan oksigen lagi, maka hampir semua kehidupan akan
berhenti. Jika karbon dioksida bertambah banyak di atmosfer hal ini dapat merubah iklim di
bumi secara drastis.
Hutan menjadi tempat tinggal beberapa jenis tanaman dan binatang tertentu yang tidak bisa
hidup di tempat lainnya. Tanpa hutan berbagai tumbuhan dan hewan langka akan
musnah.
3. Manfaat hiburan
Keindahan alam dan kedamaian di dalam hutan dapat menjadi hiburan yang sangat
luar biasa dan langka. Mengamati burung atau hewan langka menjadi kegiatan yang sangat
menarik. Beberapa hutan dapat dimanfaatkan untuk berkemah, hiking dan berburu. Banyak
juga yang hanya menikmati suasana dan bersantai di keheningan yang menyertai keindahan
alam.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

F. Penyebab Rusaknya Hutan
Penyebab terdegradasinya fungsi hutan sedkit banyak dipengaruhi oleh :
1. Pemanfaatan lahan dan pengelolaan tanah yang tidak tepat di daerah tangkapan air
menjadi salah satu sebab terjadinya percepatan erosi dan secara langsung dapat menurunkan
produktifitas tanah, menurunkan kemampuan DAS dalam penyediakan air sepanjang tahun
serta menurunkan kualitas dan kuantitas air yang mengalir di badan sungai.
2. Peningkatan jumlah penduduk dan alih fungsi lahan
Pertambahan penduduk yang semakin meningkat seiring dengan kebutuhan penduduk
akan ruang-ruang hunian dan ruang pekerjaan membuat beberapa areal lahan
mengalami perubahan fungsi secara dramatis.
Perubahan fungsi lahan yang tidak disertai dengan penataan tata ruang wilayah yang
baik ini, membuat kondisi hidrologis DAS berubah pula. Terutama hal ini berkaitan
dengan masalah konservasi daerah tangkapan air.
Peningkatan jumlah penduduk yang mengiringi peningkatan tingkat kebutuhan lahan
untuk penyokong kehidupan dan penghidupan penduduk mengakibatkan tekanan
terhadap lingkungan DAS dan telah banyak terbukti menciptakan lahan kritis baru.
3. Alih Fungsi sempadan dan bantaran sungai
Kebutuhan penataan Sempadan Sungai saat ini menjadi isu yang berkembang
di tingkat pengelola dan perencana pembangunan daerah. Melihat kondisi seperti ini
penataan sempadan sungai memang sudah perlu untuk dilakukan. Hal ini menyangkut
banyak hal, baik dari segi sosial kemasyarakatan maupun dari segi hidrologi sungai itu
sendiri, yang sedikit banyak akan mempengaruhi hidromorfologi sungai.
4.Eksploitasi Bahan Tambang
Eksploitasi bahan galian tambang (golongan C dan golongan lainnya) di
sungai yang tidak terkendali mengakibatkan degradasi lingkungan sungai.
Degradasi sungai akibat penggalian bahan tambang golongan C ini akan terus
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

berlanjut sampai pada suatu keseimbangan, besarnya angkutan sedimen rata-rata di
hilir pengambilan galian C sama dengan besarnya angkutan sedimen rata-rata dari
bagian hulu dikurangi dengan banyaknya pengambilan galian C yang dilakukan.
Untuk menjaga kondisi morfologi sungai perlu penanganan pengambilan galian C ini
secara baik dan adil antara lain perbaikan regulasi, lokasi, sistem perijinan dan
pengawasan.
Sedangkan eksploitasi tambang golongan yang lebih tinggi mempunyai
kecenderungan mengakibatkan kerusakan lingkungan DAS dan terganggunya daur
hidrologi dalam lingkup DAS tersebut. Hal ini disebabkan oleh pada umumnya
eksploitasi dilakukan dengan open pit dengan luasan yang cukup besar, sehingga jelas
arah aliran permukaan maupun aliran bawah permukaan dalam kurun waktu tertentu
akan berpindah.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

BAB III
UNDANG-UNDANG PERHUTANAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan:
1. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya
alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan
unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
2. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaannyadengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman
dan nilainya.
3. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur
dalam alam, baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan pengaruh
mempengaruhi.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

4. Tumbuhan adalah semua jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup di darat maupun
di air.
5. Satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air,
dan atau di udara.
6. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang hidup di alam bebas dan atau dipelihara, yang masih
mempunyai kemurnian jenisnya.
7. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara
yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara
oleh manusia.
8. Habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang
secara alami.
9. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di
perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem
penyangga kehidupan.
10. Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan
tunbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan
perkembangannya berlangsung secara alami.
11. Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa
keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya
dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
12. Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, ekosistem unik, dan
atau ekosistem yang telah mengalami degradasi yang keseluruhan unsur alamnya
dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan penelitian dan pendidikan.
13. Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun
di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara
lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
14. Taman nasional adalah kawasan pelesatarian alam yang mempunyai ekosistem asli,
dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
15. Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan
atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan
bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
budaya, pariwisata dan rekreasi.
16. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk
pariwisata dan rekreasi alam.
Pasal 2
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan
dan
pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang.
Pasal 3
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya
kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Pasal 4
Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan
kewajiban
Pemerintah serta masyarakat.
Pasal 5
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan:
a. perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
BAB II
PERLINDUNGAN SISTEM PENYANGGA KEHIDUPAN
Pasal 6
Sistem penyangga kehidupan merupakan satu proses alami dari berbagai unsur hayati dan
non hayati
yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk.
Pasal 7
Perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis
yang
menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia.
Pasal 8
(1) Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pemerintah
menetapkan:
a. wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;
b. pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

c. pengaturan cara pemanfaatan wilayah pelindungan sistem penyangga kehidupan.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 9
(1) Setiap pemegang hak atas tanah dan hak pengusahaan di perairan dalam wilayah sistem
penyangga
kehidupan wajib menjaga kelangsungan fungsi perlindungan wilayah tersebut.
(2) Dalam rangka pelaksanaan perlindungan sistem penyangga kehidupan, Pemerintah
mengatur serta
melakukan tindakan penertiban terhadap penggunaan dan pengelolaan tanah dan hak
pengusahaan
di perairan yang terletak dalam wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan
sebagaimana
dimaksud pada Pasal 8.
(3) Tindakan penertiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 10
Wilayah sistem penyangga kehidupan yang mengalami kerusakan secara alami dan atau oleh
karena
pemanfaatannya serta oleh sebab-sebab lainnya diikuti dengan upaya rehabilitasi secara
berencana dan
berkesinambungan.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

BAB III
PENGAWETAN KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA BESERTA
EKOSISTEMNYA
Pasal 11
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan
melalui
kegiatan:
a. pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
b. pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.
Pasal 12
Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan
dengan
menjaga keutuhan kawasan suaka alam agar tetap dalam keadaan asli.
Pasal 13
(1) Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan suaka
alam.
(2) Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di dalam kawasan suaka alam dilakukan dengan
membiarkan agar populasi semua jenis tumbuhan dan satwa tetap seimbang menurut proses
alami
di habitatnya.
(3) Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar kawasan suaka alam dilakukan dengan
menjaga dan
mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa untuk menghindari bahaya kepunahan.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

BAB IV
KAWASAN SUAKA ALAM
Pasal 14
Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 terdiri dari:
a. cagar alam;
b. suaka margasatwa.
Pasal 15
Kawasan suaka alam selain mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, juga berfungsi sebagai wilayah perlindungan
sistem
penyangga kehidupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).
Pasal 16
(1) Pengelolaan kawasan suaka alam dilaksanakan oleh Pemerintah sebagai upaya
pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

(2) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi penetapan dan pemanfaatan suatu wilayah
sebagai
kawasan suaka alam dan penetapan wilayah yang berbatasan dengannya sebagai daerah
penyangga
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1) Di dalam cagar alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan
pengembangan,
ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya.
(2) Di dalam suaka margasatwa dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan
pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas, dan kegiatan lainnya yang
menunjang budidaya.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Dalam rangka kerjasama konservasi internasional, khususnya dalam kegiatan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, kawasan suaka alam dan kawasan tertentu lainnya dapat ditetapkan
sebagai cagar biosfer.
(2) Penetapan suatu kawasan suaka alam dan kawasan tertentu lainnya sebagai cagar biosfer
diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

Pasal 19
(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap
keutuhan kawasan suaka alam.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk kegiatan pembinaan
habitat
untuk kepentingan satwa di dalam suaka margasatwa.
(3) Perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi
mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan suaka alam, serta menambah jenis
tumbuhan
dan satwa lain yang tidak asli.
BAB V
PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA
Pasal 20
(1) Tumbuhan dan satwa digolongkan dalam jenis:
a. tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
b. tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.
(2) Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
digolongkan
dalam:
a. tumbuhan dan satwa dalam bahaya kepunahan;
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

b. tumbuhan dan satwa yang populasinya jarang.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 21
(1) Setiap orang dilarang untuk :
a. mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan
memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup
atau
mati;
b. mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau
mati
dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
(2) Setiap orang dilarang untuk :
a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan
memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang
dilindungi
dalam keadaan mati;
c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di
dalam
atau di luar Indonesia;
d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa
yang
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya
dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur
dan
atau sarang satwa yang dillindungi.
Pasal 22
(1) Pengecualian dari larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 hanya dapat dilakukan
untuk
keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, dan atau penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa
yang
bersangkutan.
(2) Termasuk dalam penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pemberian
atau
penukaran jenis tumbuhan dan satwa kepada pihak lain di luar negeri dengan izin Pemerintah.
(3) Pengecualian dari larangan menangkap, melukai, dan membunuh satwa yang dilindungi
dapat pula
dilakukan dalam hal oleh karena suatu sebab satwa yang dilindungi membahayakan
kehidupan
manusia.
(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan
Peraturan Pemerintah.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

Pasal 23
(1) Apabila diperlukan, dapat dilakukan pemasukan tumbuhan dan satwa liar dari luar negeri
ke dalam
wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 24
(1) Apabila terjadi pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21,
tumbuhan
dan satwa tersebut dirampas untuk negara.
(2) Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi atau bagian-bagiannya yang dirampas untuk
negara
dikembalikan ke habitatnya atau diserahkan kepada lembaga-lembaga yang bergerak di
bidang
konservasi tumbuhan dan satwa, kecuali apabila keadaannya sudah tidak memungkinkan
untuk
dimanfaatkan sehingga dinilai lebih baik dimusnahkan.
Pasal 25
(1) Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi hanya dapat dilakukan dalam
bentuk
pemeliharaan atau pengembangbiakan oleh lembaga-lembaga yang dibentuk untuk itu.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

BAB VI
PEMANFAATAN SECARA LESTARI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN
EKOSISTEMNYA
Pasal 26
Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui
kegiatan:
a. pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam;
b. pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.
Pasal 27
Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam dilakukan dengan tetap menjaga
kelestarian fungsi kawasan.
Pasal 28
Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan
potensi,
daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

BAB VII
KAWASAN PELESTARIAN ALAM
Pasal 29
(1) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 terdiri dari:
a. taman nasional;
b. taman hutan raya;
c. taman wisata alam.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan pelestarian
alam dan
penetapan wilayah yang berbatasan dengannya sebagai daerah penyangga diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 30
Kawasan pelestarian alam mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya
alam hayati
dan ekosistemnya.
Pasal 31
(1) Di dalam taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dapat dilakukan
kegiatan
untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya,
dan
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

wisata alam.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan tanpa mengurangi fungsi
pokok
masing-masing kawasan.
Pasal 32
Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona
pemanfaatan,
dan zona lain sesuai dengan keperluan.
Pasal 33
(1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap
keutuhan zona inti taman nasional.
(2) Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1)
meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta
menambah
jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.
(3) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona
pemanfaatan dan
zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.
Pasal 34
(1) Pengelolaan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dilaksanakan oleh
Pemerintah.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

(2) Di dalam zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam
dapat
dibangun sarana kepariwisataan berdasarkan rencana pengelolaan.
(3) Untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, Pemerintah dapat memberikan hak
pengusahaan atas
zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam dengan
mengikut
sertakan rakyat.
(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
Dalam keadaan tertentu dan sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memulihkan
kelestarian
sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya, Pemerintah dapat menghentikan kegiatan
pemanfaatan dan menutup taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam sebagian
atau
seluruhnya untuk selama waktu tertentu.
BAB VIII
PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
Pasal 36
(1) Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dapat dilaksanakan dalam bentuk:
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

a. pengkajian, penelitian dan pengembangan;
b. penangkaran;
c. perburuan;
d. perdagangan;
e. peragaan;
f. pertukaran;
g. budidaya tanaman obat-obatan;
h. pemeliharaan untuk kesenangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IX
PERAN SERTA RAKYAT
Pasal 37
(1) Peran serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan
dan
digerakkan oleh Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna.
(2) Dalam mengembangkan peran serta rakyat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Pemerintah
menumbuhkan dan meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya di
kalangan rakyat melalui pendidikan dan penyuluhan.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
BAB X
PENYERAHAN URUSAN DAN TUGAS PEMBANTUAN
Pasal 38
(1) Dalam rangka pelaksanaan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,
Pemerintah
dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang tersebut kepada Pemerintah Daerah
sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
di
Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB XI
PENYIDIKAN
Pasal 39
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai
Negeri Sipil
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
pembinaan
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, diberi wewenang khusus sebagai
penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana,
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang konservasi sumber daya alam hayati
dan
ekosistemnya.
(2) Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak mengurangi
kewenangan
penyidik sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona
Ekonomi
Eksklusif Indonesia dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang untuk:
a. melakukan pemeriksanaan atas laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di
bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
b. melakukan pemeriksaaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
c. memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan suaka alam dan kawasan
pelestarian alam;
d. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

e. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak
pidana
di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
f. membuat dan menandatangani berita acara;
g. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana
di
bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan
dan
melaporkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Pejabat Penyidik
Kepolisian
Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 40
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

(2) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan
paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(4) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh
juta
rupiah).
(5) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah kejahatan dan
tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) adalah pelanggaran.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 41
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

Hutan suaka alam dan taman wisata yang telah ditunjuk dan ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebelum berlakunya Undang-undang ini dianggap telah
ditetapkan
sebagai kawasan suaka alam dan taman wisata alam berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 42
Semua peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan di bidang konservasi
sumber daya
hayati dan ekosistemnya yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang
ini,
tetap berlaku sampai dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan undang-
undang ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka:
1. Ordonansi Perburuan (Jachtordonnantie 1931 Staatsblad 1931 Nummer 133);
2. Ordonansi Perlindungan Binatang-binatang Liar (Dierenbeschermingsordonnantie 1931
Staatsblad 1931 Nummer 134);
3. Ordonansi Perburuan Jawa dan Madura (Jachtoddonnantie Java en Madoera 1940
Staatsblad
1939 Nummer 733);
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

4. Ordonansi Perlindungan Alam (Natuurbeschermingsordonnantie 1941 Staatsblad 1941
Nummer
167);
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 44
Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Konservasi Hayati.
Pasal 45
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Sasaran konservasi yang ingin dicapai menurut UU No. 5 Tahun 1990, yaitu:
1. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga
kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia
(perlindungan sistem penyangga kehidupan);
2. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya
sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang
memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya
alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah);
3. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin
kelestariannya. Akibat sampingan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang
bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum
berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat
mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik, polusi, dan penurunan potensi sumber
daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

Perlindungan hutan menurut pasal 47 UU No. 41 Tahun 1999 dirumuskan bahwa
perlindungan hutan dan kawasan hutan merupakan usaha untuk:
a. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan-kerusakan hutan dan hasil-hasil hutan
yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama,
serta penyakit; dan
b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan atas
hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan
dengan pengelolaan hutan.
Ada 3 (tiga) bentuk perlindungan terhadap hutan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan yaitu: (1) perlindungan tanah hutan, (2)
perlindungan hasil hutan, dan (3) perlindungan hasil hutan, terutama yang terkait
dengan pemanfaatan hutan dan pemungutan hasil hutan.
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

BAB IV
PENUTUP
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13

DAFTAR PUSTAKA
G. Referensi
Imatetani (Juli 2010). Inovasi Lingkungan Hidup Berbasis Pertanian Kehutanan (htm)
(dalam Bahasa Indonesia). Rilis pers. Diakses pada 22 Juli 2011
http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/2104024-penyebab-terdegradasinya-
fungsi-hutan/#ixzz1MKUAhzNK
S u m b e r d a y a h u t a n Page 13