Tugas Makalah Kelompok 2

55
LAPORAN OBSERVASI UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN MASYARAKAT BADUY (KANEKES) Diajukan untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Matakuliah Kebudayaan Daerah Jurusan Teknologi Pangan Disusun oleh : Kelompok 2 TP’11 C Ahmad Fadil Hilmi NRP. 113020079 Muhammad Fakhmi NRP. 113020078 Nafisah Amira NRP. 113020073 Nazir Siddiq NRP. 113020080

Transcript of Tugas Makalah Kelompok 2

Page 1: Tugas Makalah Kelompok 2

LAPORAN OBSERVASI

UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN

MASYARAKAT BADUY (KANEKES)

Diajukan untuk Memenuhi Syarat KelulusanMatakuliah Kebudayaan Daerah Jurusan Teknologi Pangan

Disusun oleh :

Kelompok 2TP’11 C

Ahmad Fadil Hilmi NRP. 113020079Muhammad Fakhmi NRP. 113020078Nafisah Amira NRP. 113020073Nazir Siddiq NRP. 113020080

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG

2012

Page 2: Tugas Makalah Kelompok 2

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah

memberikan kekuatan, kesehatan dan kenikmatan yang tidak terhingga sehingga

penulis dapat menyelesaikan laporan observasi ini. Shalawat dan salam selalu

tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umat

manusia dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang.

Laporan ini berjudul Unsur-Unsur Kebudayaan Masyarakat Baduy (Kanekes)

merupakan salah satu syarat kelulusan dari matakuliah Kebudayaan Daerah,

Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan Bandung.

Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis banyak memperoleh saran, nasehat

serta bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun material maka dalam

kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih.

Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam penyusunan laporan ini.

Oleh karena itu kritik, saran dan masukkan sangat penulis harapkan.

Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi

penulis pada khususnya dan umumnya bagi semua pihak yang membaca dan

menggunakan laporan ini.

Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kalimat-kalimat

yang kurang berkenan untuk dibaca. Terima kasih.

Bandung, Mei 2012

Penulis

i

Page 3: Tugas Makalah Kelompok 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2

1.3 Maksud dan Tujuan ............................................................................... 2

1.4 Sistematika Penulisan Laporan ............................................................. 2

BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................. 4

2.1 Unsur-Unsur Kebudayaan ..................................................................... 4

2.2 Masyarakat Baduy (Kanekes) ............................................................... 6

2.2.1 Sejarah Baduy (Kanekes) ............................................................ 6

2.2.2 Asal Usul Masyarakat Baduy (Kanekes) .................................... 6

2.2.3 Wilayah Masyarakat Baduy (Kanekes) ...................................... 7

2.2.4 Kepercayaan Masyarakat Baduy (Kanekes) ............................... 8

2.2.5 Kelompok dalam Masyarakat Baduy (Kanekes) ........................ 8

2.2.6 Pemerintahan Masyarakat Baduy (Kanekes) .............................. 9

2.2.7 Sistem Pengetahuan Masyarakat Baduy (Kanekes) .................... 10

2.2.8 Bahasa Masyarakat Baduy (Kanekes) ........................................ 10

2.2.9 Kesenian Masyarakat Baduy (Kanekes) ..................................... 10

2.2.10 Mata Pencaharian Masyarakat Baduy (Kanekes) ..................... 11

2.2.11 Peralatan dan Teknologi Masyarakat Baduy (Kanekes) ........... 11

2.2.12 Interaksi Masyarakat Baduy (Kanekes) dengan Masyarakat Luar 11

ii

Page 4: Tugas Makalah Kelompok 2

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 12

3.1 Pelaksanaan Observasi .......................................................................... 12

3.2 Hasil Observasi ..................................................................................... 12

BAB IV KESIMPULAN ................................................................................. 18

4.1 Kesimpulan ........................................................................................... 18

4.2 Saran ...................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 19

LAMPIRAN

iii

Page 5: Tugas Makalah Kelompok 2

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan globalisasi dan modernisasi yang sangat pesat

membawa pengaruh besar bagi kehidupan manusia sehari-hari. Pola pikir

dan sikap manusia diubah sesuai dengan perkembangan zaman. Secara

tidak sadar, manusia membentuk kebiasaan-kebiasaan yang cenderung

melihat dan meniru kebudayaan-kebudayaan asing yang masuk.

Sebagian besar masyarakat Sunda pun telah terpengaruh oleh

globalisasi dan modernisasi. Akan tetapi hal ini berbeda dengan

Masyarakat Baduy (Kanekes) di Provinsi Banten yang masih

mempertahankan kebudayaan asli mereka khususnya Masyarakat Baduy

Dalam. Mereka masih memegang erat tradisi yang telah diturunkan oleh

nenek moyang mereka. Bahasa, pakaian, tempat tinggal, dan perilaku

mereka pun masih bersifat tradisional sehingga nilai-nilai budaya masih

tertanam dan terlihat dengan jelas. Namun, keberadaan mereka kini kurang

diperhatikan dan dilestarikan oleh generasi penerus bangsa yang

cenderung hidup modern, bersifat individu, egois, dan acuh terhadap

budayanya sendiri.

Solusi dari masalah ini yaitu setiap manusia/individu generasi penerus

bangsa seharusnya lebih selektif terhadap budaya asing yang masuk

sehingga tidak mudah terpengaruh. Selain itu, mereka harus lebih

mencintai, melestarikan, mempelajari, dan mempertahankan nilai-nilai

budaya asli termasuk dalam hal etika, moral, dan tatakrama dalam

1

Page 6: Tugas Makalah Kelompok 2

kehidupan sehari-hari mulai dari membiasakan dan menerapkannya pada

diri sendiri, keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan lingkungan

masyarakat luas.

1.2 Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang timbul dengan adanya arus globalisasi dan

modernisasi yang pesat membuat perubahan pola pikir dan pola perilaku

manusia. Akan tetapi berbeda dengan Masyarakat Baduy (Kanekes) yang

masih mempertahankan kebudayaan asli mereka khususnya Masyarakat

Baduy Dalam.

1. Bagaimanakah unsur-unsur kebudayaan masyarakat Baduy (Kanekes) jika

dikaitkan dengan 7 unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat?

2. Bagaimanakah peran kita sebagai generasi penerus bangsa peduli terhadap

budaya asli negeri kita sendiri?

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dengan disusunnya laporan ini supaya generasi muda

mengetahui unsur-unsur kebudayaan masyarakat Baduy (Kanekes) dan mereka

akan lebih mencintai budaya asli negerinya dibandingkan dengan budaya asing.

1.4 Sistematika Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, maksud dan tujuan serta

sistematika penulisan laporan.

BAB II KAJIAN TEORI

Bab ini berisi unsur-unsur kebudayaan dan masyarakat Baduy

(Kanekes) yang menguraikan sejarah, asal usul, wilayah, kepercayaan,

2

Page 7: Tugas Makalah Kelompok 2

kelompok, pemerintahan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, mata

pencaharian, peralatan dan teknologi serta interaksi masyarakat Baduy

(Kanekes) dengan masyarakat luar.

BAB III PEMBAHASAN

Bab ini berisi pelaksanaan observasi, hasil observasi dan pembahasan

masalah.

BAB IV KESIMPULAN

Bab ini berisi kesimpulan dan saran.

3

Page 8: Tugas Makalah Kelompok 2

BAB IIKAJIAN TEORI

2.1 Unsur-Unsur Kebudayaan

Kebudayaan umat manusia mempunyai unsur-unsur yang bersifat universal.

Unsur-unsur kebudayaan tersebut dianggap universal karena dapat ditemukan

pada semua kebudayaan bangsa-bangsa di dunia.

Menurut Koentjaraningrat ada tujuh unsur kebudayaan sebagai cultural

universal (Anonim, 2010), yaitu :

1. Sistem religi, yang meliputi :

sistem kepercayaan

sistem nilai dan pandangan hidup

komunikasi keagamaan

upacara keagamaan

2. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial, yang meliputi :

kekerabatan

asosiasi dan perkumpulan

sistem kenegaraan

sistem kesatuan hidup

perkumpulan

3. Sistem pengetahuan, meliputi pengetahuan tentang :

flora dan fauna

waktu, ruang dan bilangan

tubuh manusia dan perilaku antar sesama manusia

4

Page 9: Tugas Makalah Kelompok 2

4. Bahasa, yaitu alat untuk berkomunikasi yang berbentuk :

lisan

tulisan

5. Kesenian yang meliputi:

seni patung/pahat

relief

lukis dan gambar

rias

vokal

musik

bangunan

kesusastraan

drama

6. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi, yang meliputi :

berburu dan mengumpulkan makanan

bercocok tanam

peternakan

perikanan

perdagangan

7. Sistem peralatan hidup atau teknologi, yang meliputi :

produksi, distribusi, transportasi

peralatan komunikasi

peralatan konsumsi dalam bentuk wadah

pakaian dan perhiasan

5

Page 10: Tugas Makalah Kelompok 2

tempat berlindung dan perumahan

senjata.

2.2 Masyarakat Baduy (Kanekes)

2.2.1 Sejarah Baduy (Kanekes)

Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat

Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan “Baduy” merupakan sebutan

yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut,

berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka

dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-

pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan

Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri

lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau “orang Kanekes” sesuai

dengan nama wilayah mereka atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung

mereka seperti urang Cibeo (Garna, 1993).

2.2.2 Asal Usul Masyarakat Baduy (Kanekes)

Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan

dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal

usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang

pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga

Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk  menjaga

harmoni dunia.

6

Page 11: Tugas Makalah Kelompok 2

Namun versi lain mengatakan bahwa masyarakat Kanekes dikaitkan dengan

Kerajaan Sunda wilayah ujung barat Pulau Jawa ini merupakan bagian penting

dari Kerajaan Sunda. Dimana Banten merupakan pelabuhan dagang yang besar

dengan Sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu dan ramai digunakan

untuk pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian

penguasa wilayah tersebut yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umun

menganggap bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu

diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga

dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng

tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut tampaknya

menjadi cikal bakal masyarakat Baduy yang sampai sekarang masih mendiami

wilayah hulu sungai Ciujung di Gunung kendeng tersebut (Adimiharja, 2000).

2.2.3 Wilayah Masyarakat Baduy (Kanekes)

Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat

6°27’27″-6°30’0″ LS dan 108°3’9″-106°4’55″ BT tepat di kaki pegunungan

Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak berjarak

sekitar 38 km dari kota Rangkasbitung. Luas areal sekitar 5.101 hektar,

Pegunungan Kendeng memiliki ketinggian 300-600 meter di atas permukaan laut

(DPL) dengan topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah

rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah

endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). Suhu rata-

rata 20°C. Panorama alam yang indah dan dikelilinginya sungai yang jernih

dengan dihiasi hamparan hutan tropis adalah nuansa alam eksotis di Baduy,

rumah-rumah asli kampung masih bergaya arsitektur tradisional yang berjajar rapi

7

Page 12: Tugas Makalah Kelompok 2

mencerminkan bahwa masyarakat Baduy hidup harmonis dengan alam dan

lingkungannya.

2.2.4 Kepercayaan Masyarakat Baduy (Kanekes)

Kepercayaan masyarakat Kanekes disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar

pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada

perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan Islam.

Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat

mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993).

Isi terpenting dari ‘pikukuh’ (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep

“tanpa perubahan apapun” atau perubahan sesedikit mungkin. Objek kepercayaan

terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas yang lokasinya

dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi

tesebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada Bulan Kalima, yang pada

tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli. Hanya puun yang merupakan ketua adat

tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti

rombongan pemujaan tersebut.

2.2.5 Kelompok dalam Masyarakat Baduy (Kanekes)

Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu

tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001).

1. Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Baduy Dalam, yang

paling ketat mengikuti adat yaitu warga yang tinggal di tiga kampung : Cibeo,

Cikartawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya

berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih.

8

Page 13: Tugas Makalah Kelompok 2

2. Kelompok masyarakat panamping adalah mereka yang dikenal sebagai Baduy

Luar, yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah

Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketug, kaduolot, Gajeboh, Cisagu, dan

lain sebagainya. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian

dan ikat kepala berwarna hitam.

3. Kelompok masyarakat dangka adalah masyarakat yang tinggal di luar wilayah

Kanekes dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras

(Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut

berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar.

2.2.6 Pemerintahan Masyarakat Baduy (Kanekes)

Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu :

1. Sistem nasional, dimana sistem pemerintahan ini mengikuti aturan Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

2. Sistem adat, dimana sistem yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya

masyarakat.

Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa

sehingga tidak terjadi perbenturan. Secara nasional penduduk Kanekes dipimpin

oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat,

sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu

puun.

9

Page 14: Tugas Makalah Kelompok 2

2.2.7 Sistem Pengetahuan Masyarakat Baduy (Kanekes)

Sistem pengetahuan orang Baduy adalah Pikukuh yaitu memegang teguh

segala perangkat peraturan yang diturunkan oleh leluhurnya. Dalam hal

pengetahuan ini, orang Baduy memiliki tingkat toleransi, tata krama, jiwa sosial,

dan teknik bertani yang diwariskan oleh leluhurnya. Dalam pendidikan modern

orang Baduy masih tertinggal jauh namun mereka belajar secara otodidak. Jadi

sebetulnya orang Baduy sangat informasional sekali sebetulnya, tahu banyak

informasi. Hal ini ditunjang karena kegemaran sebagai orang rawayan

(pengembara).

2.2.8 Bahasa Masyarakat Baduy (Kanekes)

Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda-Banten.

Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa

Indonesia walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari

sekolah. Orang Kanekes ‘dalam’ tidak mengenal budaya tulis sehingga adat

istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam

tuturan lisan saja.

2.2.9 Kesenian Masyarakat Baduy (Kanekes)

Dalam melaksanakan upacara tertentu, masyarakat Baduy menggunakan

kesenian untuk memeriahkannya. Adapun keseniannya yaitu seni musik

(lagu daerah yaitu Cikarileu dan kidung (pantun) yang digunakan dalam acara

pernikahan), alat musik (angklung buhun dalam acara menanam padi dan alat

musik kecapi), dan seni ukir batik.

10

Page 15: Tugas Makalah Kelompok 2

2.2.10 Mata Pencaharian Masyarakat Baduy (Kanekes)

Mata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma.

Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-

buahan yang didapat di hutan seperti durian dan asam keranji serta madu hutan.

2.2.11 Peralatan dan Teknologi Masyarakat Baduy (Kanekes)

Kehidupan orang Baduy berpusat pada daur pertanian yang diolah dengan

menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana. Dalam adat Baduy

terutama Baduy Dalam, masyarakat tidak boleh menggunakan peralatan yang

sudah modern. Mereka mengandalkan peralatan yang masih sangat primitif seperti

bedog, kampak, cangkul, dll.

2.2.12 Interaksi Masyarakat Baduy (Kanekes) dengan Masyarakat Luar

Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang ini ketat mengikuti adat istiadat

bukan merupakan masyarakat terasing, terpencil, ataupun masyarakat yang

terisolasi dari perkembangan dunia luar. Perdagangan yang pada waktu yang

lampau dilakukan secara barter, sekarang ini telah mempergunakan mata uang

rupiah biasa terkecuali Baduy Dalam.

Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes

secara rutin melaksanakan seba ke Kesultanan Banten. Sampai sekarang, upacara

seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi

(padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten. Pada umumnya mereka

pergi dalam rombongan kecil yang terdiri dari 3 sampai 5 orang, berkunjung ke

rumah kenalan yang pernah datang ke Baduy sambil menjual madu dan hasil

kerajinan tangan (DISBUDPAR Banten, 2012).

11

Page 16: Tugas Makalah Kelompok 2

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Pelaksanaan Observasi

Tanggal Observasi : Minggu, 13 Mei 2012

Waktu Observasi : Pukul 10.00-16.00 WIB.

Tempat Observasi : Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,

Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

3.2 Hasil Observasi

1. Bagaimanakah unsur-unsur kebudayaan masyarakat Baduy (Kanekes) jika

dikaitkan dengan 7 unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat?

Unsur-unsur kebudayaan masyarakat Baduy (Kanekes) memenuhi kriteria

7 unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat, yaitu :

1. Sistem Religi

Masyarakat Baduy (Kanekes) mengakui kepercayaannya yaitu Sunda

Wiwitan, yang mana kepercayaan ini meyakini akan adanya Allah sebagai

“Guriang Mangtua” atau disebut Pencipta Alam Semesta dan

melaksanakan kehidupan sesuai ajaran Nabi Adam sebagai leluhur yang

mewarisi kepercayaan turunan ini.

Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy menurut

kepercayaan Sunda Wiwitan :

a. Upacara Kawalu yaitu upacara yang dilakukan dalam rangka

menyambut Bulan Kawalu yang dianggap suci dimana pada Bulan

Kawalu masyarakat Baduy melaksanakan ibadah puasa selama

3 bulan yaitu bulan Kasa, Karo, dan Katiga.

12

Page 17: Tugas Makalah Kelompok 2

b. Upacara Ngalaksa yaitu upacara besar yang dilakukan sebagai ucapan

syukur atas terlewatinya Bulan-Bulan Kawalu, setelah melaksanakan

puasa selama 3 bulan.

c. Seba yaitu berkunjung ke pemerintahan daerah atau pusat yang

bertujuan merapatkan tali silaturahmi antara masyarakat Baduy

dengan pemerintah, dan bentuk penghargaan dari masyarakat Baduy.

d. Upacara menanam padi, dilakukan dengan diiringi angklung buhun

sebagai penghormatan kepada Dewi Sri lambang kemakmuran.

e. Kelahiran, yang dilakukan melalui urutan kegiatan yaitu :

Kendit yaitu upacara 7 bulanan ibu yang sedang hamil.

Saat bayi itu lahir akan dibawa ke dukun atau paraji untuk

dijampi-jampi.

Setelah 7 hari setelah kelahiran maka akan diadakan acara

perehan atau selametan.

Upacara angiran yang dilakukan pada hari ke 40 setelah

kelahiran.

Akikah yaitu dilakukannya cukuran, khitanan dan pemberian

nama oleh dukun (kokolot) yang didapat dari bermimpi dengan

mengorbankan ayam.

f. Perkawinan, dilakukan berdasarkan perjodohan dan dilakukan oleh

dukun atau kokolot menurut lembaga adat (tangkesan) sedangkan naib

sebagai penghulunya. Adapun mengenai mahar atau seserahan yaitu

sirih, uang semampunya, dan kain poleng.

13

Page 18: Tugas Makalah Kelompok 2

2. Sistem Kemasyarakatan atau Organisasi Sosial

Pelaksana sehari-hari masyarakat Baduy (Kanekes) pemerintahan

adat kapuunan dilaksanakan oleh jaro, yang dibagi ke dalam empat

jabatan, yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro

pamarentah.

Struktur Pemerintahan Adat Kapuunan :

Jaro

tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada

warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya.

 Jaro dangka bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah

titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar Kanekes. 

Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3

orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro

duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan.

14

Page 19: Tugas Makalah Kelompok 2

Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung

antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam

tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua

kampung.

3. Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan masyarakat Baduy (Kanekes) adalah pikukuh

yaitu memegang teguh segala perangkat peraturan yang diturunkan oleh

leluhurnya.

4. Bahasa

Bahasa masyarakat Baduy (Kanekes) adalah Bahasa Sunda dialek

Sunda–Banten. Mereka tidak mengenal budaya tulis sehingga adat istiadat,

kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam

tuturan lisan saja. Namun mereka tak menutup diri untuk terus

mempelajari bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia. Terbukti, tidak

sedikit masyarakat Baduy yang dapat berbahasa Indonesia.

5. Kesenian

Dalam melaksanakan upacara tertentu, masyarakat Baduy (Kanekes)

menggunakan kesenian untuk memeriahkannya. Adapun keseniannya

yaitu :

Seni Musik (Lagu daerah yaitu Cikarileu dan kidung ( pantun)).

Alat musik (angklung buhun dan alat musik kecapi).

Seni Ukir Batik.

6. Mata Pencaharian

15

Page 20: Tugas Makalah Kelompok 2

Masyarakat Baduy (Kanekes) dalam memenuhi kebutuhan hidupnya

sehari-hari belum pernah mengharapkan bantuan dari luar. Mereka secara

mandiri dengan cara bercocok tanam dan berladang. Selain itu mereka

menjual hasil kerajinan seperti koja dan jarog (tas yang terbuat dari kulit

kayu), tenunan berupa selendang, baju, celana, ikat kepala, sarung, golok,

parang dan berburu.

7. Peralatan dan Teknologi

Masyarakat Baduy (Kanekes) masih setia dengan kesederhanaan dan

hidup menggunakan penerangan lilin atau lampu teplok. Kemana-mana

mereka berjalan kaki dan tidak ada telepon. Segala sesuatuanya dipenuhi

sendiri dari sumber daya alam yang mereka miliki, seperti kebutuhan

makan, pakaian, dan rumah. 

2. Bagaimanakah peran kita sebagai generasi penerus bangsa peduli terhadap

budaya asli negeri kita sendiri?

Kita selaku generasi muda harus lebih mencintai budaya asli negeri kita

dibandingkan dengan budaya asing. Budaya asli negeri merupakan warisan yang

ditinggalkan oleh nenek moyang kita yang harus kita jaga, pertahankan, dan

dilestarikan. Beberapa cara untuk mencintai budaya asli negeri, antara lain :

1. Membaca buku-buku yang berkaitan dengan tradisi dan nilai-nilai budaya asli

negeri ini,

2. Membiasakan berbicara dengan mengunakan bahasa daerah sehari-hari,

3. Mendengarkan musik-musik khas budaya asli Indonesia,

4. Melestarikan tarian-tarian khas budaya asli Indonesia,

5. Memakan makanan dan minuman khas budaya asli Indonesia, dan

16

Page 21: Tugas Makalah Kelompok 2

6. Membaca dan mempelajari karya-karya budaya asli Indonesia.

Oleh karena itu, marilah kita mulai dari saat ini, mulai dari diri sendiri, dan

mulai dari hal yang terkecil untuk membiasakan mengenali, mempelajari,

mengaji, dan melestarikan budaya-budaya asli Indonesia sehingga budaya-budaya

asli negeri ini tidak akan hilang seiring berkembangnya zaman dan tidak akan

kalah bersaing dengan budaya-budaya asing.

17

Page 22: Tugas Makalah Kelompok 2

BAB IVKESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari laporan ini yaitu Masyarakat Baduy (Kanekes) di

Provinsi Banten merupakan salah satu masyarakat tradisional Indonesia yang

masih berpegang teguh pada nilai-nilai budaya dan adat istiadat nenek

moyangnya, memiliki unsur-unsur kebudayaan yang unik serta mempunyai ciri

khas tersendiri.

4.2 Saran

Saran dari kami untuk semua pihak, khususnya mahasiswa sebagai Agent of

Change untuk memulai kebiasaan-kebiasaan mengenali, mempelajari, mengaji,

dan melestarikan budaya-budaya asli Indonesia sesuai dengan matakuliah yang

telah didapatkan selama perkuliahan sehingga budaya-budaya asli negeri ini tidak

akan hilang seiring berkembangnya zaman dan tidak akan kalah bersaing dengan

budaya-budaya asing yang ada.

18

Page 23: Tugas Makalah Kelompok 2

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Unsur-Unsur Kebudayaan. http://black59.blogspot.com/2010/02/7-unsur-unsur-kebudayaan.html.Accessed : 28 Mei 2012.

Anonim. 2012. Orang Kanekes. http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Kanekes. Accessed : 28 Mei 2012.

Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten . 2012. Histografi Kebudayaan Suku Baduy. http://bantenculturetourism.com/?p=2380. Accessed : 28 Mei 2012.

19

Page 24: Tugas Makalah Kelompok 2

LAMPIRAN

7 unsur-unsur kebudayaanUnsur-unsur kebudayaanKebudayaan umat manusia mempunyai unsur-unsur yang bersifat universal. Unsur-unsur kebudayaan tersebut dianggap universal karena dapat ditemukan pada semua kebudayaan bangsa-bangsa di dunia.Menurut Koentjaraningrat ada tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu:

1. Sistem religi yang meliputi: sistem kepercayaan sistem nilai dan pandangan hidup komunikasi keagamaan upacara keagamaan

2. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang meliputi: Kekerabatan asosiasi dan perkumpulan sistem kenegaraan dan sistem kesatuan hidup perkumpulan

3. Sistem pengetahuan meliputi pengetahuan tentang: flora dan fauna waktu, ruang dan bilangan tubuh manusia dan perilaku antar sesama manusia

4. Bahasa yaitu alat untuk berkomunikasi berbentuk: Lisan tulisan

5. Kesenian yang meliputi: seni patung/pahat relief lukis dan gambar rias vokal musik bangunan kesusastraan drama

6. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi yang meliputi: berburu dan mengumpulkan makanan bercocok tanam peternakan perikanan perdagangan

7. Sistem peralatan hidup atau teknologi yang meliputi: produksi, distribusi, transportasi peralatan komunikasi peralatan konsumsi dalam bentuk wadah pakaian dan perhiasan tempat berlindung dan perumahan senjata

Page 25: Tugas Makalah Kelompok 2

Unsur-unsur budaya tersebut bersifat universal dan untuk memudahkan dapat Anda amati pada gambar 1 Lingkaran kebudayaan berikut ini. 

Sumber : http://black59.blogspot.com/2010/02/7-unsur-unsur-kebudayaan.html

Page 26: Tugas Makalah Kelompok 2

Orang KanekesOrang Kanekes atau orang Baduy/Badui adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Populasi mereka sekitar 5.000 hingga 8.000 orang, dan mereka merupakan salah satu suku yang menerapkan isolasi dari dunia luar. Selain itu mereka juga memiliki keyakinan tabu untuk difoto.Etimologi

Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para penelitiBelanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).

Wilayah

Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS dan 108°3’9” – 106°4’55” BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20 °C.

Tiga desa utama orang Kanekes Dalam adalah Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo.

Bahasa

Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.

Orang Kanekes tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal berlawanan dengan adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka. Bahkan hingga hari ini, walaupun sejak era Suharto pemerintah telah berusaha memaksa mereka untuk mengubah cara hidupmereka dan membangun fasilitas sekolah modern di wilayah mereka, orang Kanekes masih menolak usaha pemerintah tersebut. Akibatnya, mayoritas orang Kanekes tidak dapat membaca atau menulis menggambar.

Orang Kanekes masih memiliki hubungan sejarah dengan orang Sunda. Penampilan fisik dan bahasa mereka mirip dengan orang-orang Sunda pada umumnya. Satu-satunya perbedaan adalah kepercayaan dan cara hidup mereka. Orang Kanekes menutup diri dari pengaruh dunia luar dan secara ketat menjaga

Page 27: Tugas Makalah Kelompok 2

cara hidup mereka yang tradisional, sedangkan orang Sunda lebih terbuka kepada pengaruh asing dan mayoritas memeluk Islam.

Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001).

Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Kanekes Dalam (Baduy Dalam), yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di tiga kampung: Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Kanekes Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Mereka dilarang secara adat untuk bertemu dengan orang asing (non WNI)

Kanekes Dalam adalah bagian dari keseluruhan orang Kanekes. Tidak seperti Kanekes Luar, warga Kanekes Dalam masih memegang teguh adat-istiadat nenek moyang mereka.

Sebagian peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara lain: Tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi Tidak diperkenankan menggunakan alas kaki Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah

sang Pu'un atau ketua adat) Larangan menggunakan alat elektronik (teknologi) Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan

dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.

Kelompok masyarakat kedua yang disebut panamping adalah mereka yang dikenal sebagai Kanekes Luar (Baduy Luar), yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Kanekes Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Kanekes Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam.

Kanekes Luar merupakan orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Kanekes Dalam. Ada beberapa hal yang menyebabkan dikeluarkannya warga Kanekes Dalam ke Kanekes Luar: Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam. Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam Menikah dengan anggota Kanekes Luar

Ciri-ciri masyarakat orang Kanekes Luar Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik, meskipun

penggunaannya tetap merupakan larangan untuk setiap warga Kanekes, termasuk warga Kanekes Luar. Mereka menggunakan peralatan tersebut dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan pengawas dari Kanekes Dalam.

Proses pembangunan rumah penduduk Kanekes Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Kanekes Dalam.

Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.

Menggunakan peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal, piring & gelas kaca & plastik.

Page 28: Tugas Makalah Kelompok 2

Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam.

Apabila Kanekes Dalam dan Kanekes Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka "Kanekes Dangka" tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana, 2001).

Asal-usul

Delegasi Kanekes sekitar tahun 1920

Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.

Pendapat mengenai asal-usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Tiongkok, serta cerita rakyat mengenai 'Tatar Sunda' yang cukup minim keberadaannya. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda yang sebelum keruntuhannya padaabad ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang). Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah ujung barat pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda. Banten merupakan pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah tersebut, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umum menganggap bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut (Adimihardja, 2000). Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa pada masa yang lalu, identitas dan kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi komunitas Kanekes sendiri dari serangan musuh-musuh Pajajaran.

Van Tricht, seorang dokter yang pernah melakukan riset kesehatan pada tahun 1928, menyangkal teori tersebut. Menurut dia, orang Kanekes adalah penduduk asli daerah tersebut yang mempunyai daya tolak kuat terhadap pengaruh luar (Garna, 1993b: 146). Orang Kanekes sendiri pun menolak jika dikatakan bahwa mereka berasal dari orang-orang pelarian dari Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda. Menurut Danasasmita dan Djatisunda (1986: 4-5) orang Baduy merupakan penduduk setempat yang dijadikan mandala' (kawasan suci) secara resmi oleh raja, karena penduduknya berkewajiban memelihara kabuyutan (tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang), bukan agama Hindu atau Budha. Kebuyutan di daerah ini dikenal dengan kabuyutan Jati Sunda atau 'Sunda Asli' atau Sunda

Page 29: Tugas Makalah Kelompok 2

Wiwitan (wiwitan=asli, asal, pokok, jati). Oleh karena itulah agama asli mereka pun diberi nama Sunda Wiwitan. Raja yang menjadikan wilayah Baduy sebagai mandala adalah Rakeyan Darmasiksa.

Kepercayaan

Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Buddha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apa pun", atau perubahan sesedikit mungkin:

Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.

(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)

Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara harafiah. Di bidang pertanian, bentuk pikukuh tersebut adalah dengan tidak mengubah kontur lahan bagi ladang, sehingga cara berladangnya sangat sederhana, tidak mengolah lahan dengan bajak, tidak membuat terasering, hanya menanam dengan tugal, yaitu sepotong bambu yang diruncingkan. Pada pembangunan rumah juga kontur permukaan tanah dibiarkan apa adanya, sehingga tiang penyangga rumah Kanekes seringkali tidak sama panjang. Perkataan dan tindakan mereka pun jujur, polos, tanpa basa-basi, bahkan dalam berdagang mereka tidak melakukan tawar-menawar.

Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli. Hanya Pu'un atau ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan. Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen (Permana, 2003a).

Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam.

Pemerintahan

Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem nasional, yang mengikuti aturan negara Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan. Secara nasional,

Page 30: Tugas Makalah Kelompok 2

penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu "Pu'un".

Struktur pemerintahan Kanekes

Pemimpin adat tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah "Pu'un" yang ada di tiga kampung tangtu. Jabatan tersebut berlangsung turun-temurun, namun tidak otomatis dari bapak ke anak, melainkan dapat juga kerabat lainnya. Jangka waktu jabatan Pu'un tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut.

Pelaksana sehari-hari pemerintahan adat kapu'unan (kepu'unan) dilaksanakan oleh jaro, yang dibagi ke dalam empat jabatan, yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampung (Makmur, 2001).

Mata pencaharian

Sebagaimana yang telah terjadi selama ratusan tahun, maka mata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan.

Interaksi dengan masyarakat luar

Masyarakat Kanekes yang sampai sekarang ini ketat mengikuti adat-istiadat bukan merupakan masyarakat terasing, terpencil, ataupun masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar. Berdirinya Kesultanan Banten yang secara otomatis memasukkan Kanekes ke dalam wilayah kekuasaannya pun tidak lepas dari kesadaran mereka. Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba ke Kesultanan

Page 31: Tugas Makalah Kelompok 2

Banten (Garna, 1993). Sampai sekarang, upacara seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten (sebelumnya ke Gubernur Jawa Barat), melalui bupati Kabupaten Lebak. Di bidang pertanian, penduduk Kanekes Luar berinteraksi erat dengan masyarakat luar, misalnya dalam sewa-menyewa tanah, dan tenaga buruh.

Perdagangan yang pada waktu yang lampau dilakukan secara barter, sekarang ini telah mempergunakan mata uang rupiah biasa. Orang Kanekes menjual hasil buah-buahan, madu, dan gula kawung/aren melalui para tengkulak. Mereka juga membeli kebutuhan hidup yang tidak diproduksi sendiri di pasar. Pasar bagi orang Kanekes terletak di luar wilayah Kanekes seperti pasar Kroya, Cibengkung, dan Ciboleger.

Pada saat ini orang luar yang mengunjungi wilayah Kanekes semakin meningkat sampai dengan ratusan orang per kali kunjungan, biasanya merupakan remaja dari sekolah, mahasiswa, dan juga para pengunjung dewasa lainnya. Mereka menerima para pengunjung tersebut, bahkan untuk menginap satu malam, dengan ketentuan bahwa pengunjung menuruti adat-istiadat yang berlaku di sana. Aturan adat tersebut antara lain tidak boleh berfoto di wilayah Kanekes Dalam, tidak menggunakan sabun atau odol di sungai. Namun demikian, wilayah Kanekes tetap terlarang bagi orang asing (non-WNI). Beberapa wartawan asing yang mencoba masuk sampai sekarang selalu ditolak masuk.

Pada saat pekerjaan di ladang tidak terlalu banyak, orang Kanekes juga senang berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan syarat harus berjalan kaki. Pada umumnya mereka pergi dalam rombongan kecil yang terdiri dari 3 sampai 5 orang, berkunjung ke rumah kenalan yang pernah datang ke Kanekes sambil menjual madu dan hasil kerajinan tangan. Dalam kunjungan tersebut biasanya mereka mendapatkan tambahan uang untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Halaman ini terakhir diubah pada 18.08, 21 Mei 2012.

Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Kanekes

Page 32: Tugas Makalah Kelompok 2

Histografi Kebudayaan Suku BaduyWRITTEN BY DISBUDPAR BANTEN  ON MAY 1ST, 2012.

PENGERTIANHistogrfi dapat diartikan sebagai sejarah intelektual atau mentalitas. Histografi juga mengajarkan untuk mencari sebuah pemikiran seorang penulis sejarah. Dalam hal ini sejarawan akan mengalami proses pemahaman untuk mengerti subjektivitas penulis sejarah. Penulis sejarah akan selalu aktif melakukan seleksi terhadap gejala yang diamatinya. Gejala yang diamati akan menjadi titik pendirian masa kini yang dijadikan faktor penentu perhatian seseorang terhadap gejala masa lampau.

SEJARAH BADUYOrang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan “Baduy” merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau “orang Kanekes” sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).

WILAYAHWilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27″-6°30’0″ LS dan 108°3’9″-106°4’55″ BT tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak berjarak sekitar 38 km dari kota Rangkasbitung. Luas areal sekitar 5.101 hektar, Pegunungan Kendeng memiliki ketinggian 300-600 meter di atas permukaan laut (DPL) dengan topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). Suhu rata-rata 20°C.Panorama alam yang indah dan dikelilinginya sungai yang jernih dengan dihiasi hamparan hutan tropis adalah nuansa alam eksotis di Baduy, rumah-rumah asli kampung masih bergaya arsitektur tradisional yang berjajar rapi mencerminkan bahwa masyarakat Baduy hidup harmonis dengan alam dan lingkungannya.

BAHASABahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda-Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes ‘dalam’ tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.

Page 33: Tugas Makalah Kelompok 2

ASAL-USULMenurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk  menjaga harmoni dunia. Namun versi lain mengatakan bahwa masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda wilayah ujung barat Pulau Jawa ini merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda. Dimana Banten merupakan pelabuhan dagang yang besar dengan Sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah tersebut yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umun menganggap bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal masyarakat Baduy yang sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu sungai Ciujung di Gunung kendeng tersebut (Adimiharja, 2000).

KEPERCAYAANKepercayaan masyarakat Kanekes disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting dari ‘pikukuh’ (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep “tanpa perubahan apapun”, atau perubahan sesedikit mungkin.Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tesebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang pada tahun 2003 bertepatan dengan bulan Juli. hanya puun yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut.

KELOMPOK DALAM MASYARAKAT KANEKESMasyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001):1. Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Baduy Dalam, yang

paling ketat mengikuti adat yaitu warga yang tinggal di tiga kampung: Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih.

2. Kelompok masyarakat panamping adalah mereka yang dikenal sebagai baduy Luar, yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketug, kaduolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. masyarakat baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam.

Page 34: Tugas Makalah Kelompok 2

3. Kelompok masyarakat dangka adalah masyarakat yang tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar.

PEMERINTAHANMasyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan:1. Sistem nasional, dimana sistem pemerintahan ini mengikuti aturan Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).2. Sistem adat, dimana sistem yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya

masyarakat.Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan sedemikianrupa sehingga tidak terjadi perbenturan. Secara nasional penduduk Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagai jaro pamarentah, yang ada di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu “Puun”.

MATA PENCAHARIANMata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan.

INTERAKSI DENGAN MASYARAKAT LUARMasyarakat Kanekes yang sampai sekarang ini ketat mengikuti adat istiadat bukan merupakan masyarakat terasing, terpencil, ataupun masyarakat yang terisolasi dari perkembangan dunia luar. Perdagangan yang pada waktu yang lampau dilakukan secara barter, sekarang ini telah mempergunakan mata uang rupiah biasa terkecuali Baduy Dalam.Sebagai tanda kepatuhan/ pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba ke Kesultanan Banten. Sampai sekarang, upacara seba tersebut terus dilangsungkan setahun sekali, berupa menghantar hasil bumi (padi, palawija, buah-buahan) kepada Gubernur Banten. Pada umumnya mereka pergi dalam rombongan kecil yang terdiri dari 3 sampai 5 orang, berkunjung ke rumah kenalan yang pernah datang ke Baduy sambil menjual madu dan hasil kerajinan tangan.

KESENIANDalam melaksanakan upacara tertentu, masyarakat Baduy menggunakan kesenian untuk memeriahkannya. Adapun keseniannya yaitu Seni Musi (lagu daerah yaitu Cikarileu dan Kidung (pantun) yang digunakan dalam acara pernikahan). Alat musik (angklung Buhun dalam acara menanam padi dan alat musik kecapi). Dan seni Ukir Batik.

PERALATAN DAN TEKNOLOGIKehidupan orang Baduy berpusat pada daur pertanian yang diolah dengan menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana. Dalam adat Baduy terutama Baduy Dalam, masyarakat tidak boleh menggunakan peralatan yang

Page 35: Tugas Makalah Kelompok 2

sudah modern. Mereka mengandalkan peralatan yang masih sangat primitive seperti bedog, kampak, cangkul dan lain-lain.

SISTEM PENGETAHUANSistem pengetahuan orang Baduy adalah Pikukuh yaitu memegang teguh segala perangkat peraturan yang diturunkan oleh leluhurnya. Dalam hal pengetahuan ini, orang Baduy memiliki tingkat toleransi, tata krama, jiwa sosial, dan teknik bertani yang diwariskan oleh leluhurnya. Dalam pendidikan modern orang Baduy masih tertinggal jauh namun mereka belajar secara otodidak. Jadi sebetulnya orang Baduy sangat informasional sekali sebetulnya, tahu banyak informasi. Hal ini ditunjang karena kegemaran sebagai orang rawayan (pengembara). sumber: Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten

Sumber :http://bantenculturetourism.com/?p=2380

Page 36: Tugas Makalah Kelompok 2

Foto-Foto Hasil Observasi

Page 37: Tugas Makalah Kelompok 2

Persiapan memasuki kawasan Baduy Papan Peraturan memasuki Baduy

Pintu Masuk Baduy Luar Rumah Masyarakat Baduy LuarKerajinan Tangan Masyarakat Baduy

Perjalanan menuju Perkampungan Baduy

Page 38: Tugas Makalah Kelompok 2

Perjalanan menuju Perkampungan Baduy

Sesi tanya jawab bersama jaro dari Baduy

Dalam