Makalah Mikoplasma (Kelompok 2)
-
Upload
iffanz-alifz-trdyam-sllu -
Category
Documents
-
view
234 -
download
39
Embed Size (px)
description
Transcript of Makalah Mikoplasma (Kelompok 2)

Karakteristik dan Infeksi Mycoplasma pneumoniae
MAKALAH
Oleh :
Tu’thi Alawiyyah 24020113120046
Dhita Gustiani 24020113120050
Lutfiyatul Khusni 24020113120052
Ikhsanti Maliya 24020113120053
Faza Laili Husna 24020113120054
Jefri Aji Saputro 24020113120061
Alfisa Devi Anggraeni 24020113140065
Hawari Rosdiana M. 24020113140071
M. Adnan Jafar Alfian 24020113130072
Nabiila Kaltsum Ulayya 24020113130073
Yanty Yosephin Sitompul 24020113130081
Yahya Barita 24020113130091
Fetryani S. Manurung 24020113130096
KELAS B JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

Kata Pengantar
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat
dan hidayah-Nya lah penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Karakteristik
dan Infeksi Mycoplasma pneumoniae” ini dengan lancar dan tepat pada waktunya.
Makalah ini berisi penjelasan mengenai karakteristik Mycoplasma pneumoniae serta
infeksinya di dalam tubuh manusia. Mycoplasma pneumoniae merupakan salah satu
bakteri yang menyerang saluran respiratori dan menyebabkan infeksi saluran napas akut
(ISNA). Bagaimana cara ia menyerang, dampak yang akan ditimbulkan terhadap sistem di
dalam tubuh serta diagnosa dan pengotannya dibahas dalam makalah ini. Penyusunan
makalah ini tentunya melibatkan banyak pihak, karena itu penyusun ingin menyampaikan
terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada :
1. Bapak Drs. Agung Suprihadi, M. Si, selaku dosen pengampu mata kuliah
Mikrobiologi yang telah memberikan pengarahan dan membimbing kami.
2. Orangtua penyusun yang selalu memberikan do’a dan dukungannya setiap waktu.
3. Teman-teman Kelas B yang selalu memberi semangat kepada penyusun.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Karenanya, saran dan kritik yang mebangun sangat penyusun harapkan agar penyusun
lebih kompeten dana penyusunan makalah-makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat dinilai dan digunakan sebagai mana mestinya, dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan sehingga menambah wawasan siapapun yang membacanya.
Semarang, 22 September 2014
Penyusun
i

Daftar Isi
Kata Pengantar....................................................................................................................... iDaftar Isi................................................................................................................................iiBAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1B. Rumusan masalah...................................................................................................... 2C. Tujuan...................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3A. Pengertian Mikoplasma..............................................................................................3B. Epidemiologi Mycoplasma pneumoniae....................................................................3C. Patologi Mycoplasma pneumoniae............................................................................ 3D. Patogenese..................................................................................................................
4E. Manifestasi Klinik......................................................................................................4F. Komplikasi.................................................................................................................6G. Gastrointestinal.......................................................................................................... 6H. Kulit........................................................................................................................... 6I. Darah..........................................................................................................................7J. Neurologi................................................................................................................... 7K. Kardiovaskuler...........................................................................................................7L. Muskuloskeletal......................................................................................................... 7M. Diagnosa.................................................................................................................... 8N. Pengobatan.................................................................................................................9O. Prognosa...................................................................................................................10
BAB III PENUTUP............................................................................................................11DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................12
ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikoplasma adalah mikroorganisme unisel yang sangat mirip
kerjanya dengan bakteri kecuali ukurannya yang lebih kecil dan tidak
memiliki dindinng sel peptidoglikan. Contoh penyakit pada manusia yang
disebabkan oleh mikoplasma adalah mikoplasma pneumonia.
Mycoplasma pneumoniae merupakan salah satu penyebab infeksi
saluran nafas akut (ISNA) yang sering terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda. Di negara berkembang termasuk Indonesia penyebab pneumonia yang
paling sering ditemui yang disebabkan oleh bakteri, sedangkan di negara
maju seringkali disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae. Sekitar 30% dan
semua pneumonia pada penduduk secara umum disebabkan oleh M.
pneumoniae. Di negara kita laporan mengenai infeksi M.pneumonia sebagai
salah satu penyebab infeksi saluran nafas akut masih sangat jarang. Ini
mungkin karena kita masih terlalu disibukkan oleh tugas penanggulangan
penyakit infeksi bakterial.
Pada akhir tahun 1930 ditemui adanya grup pneumonia yang
digambarkan tidak menyerupai bakteri tipikal dari pneumonia, karena
penyebab dari pneumonia ini tidak diketahui. Gambaran radiologis paru yang
tidak spesifik dan angka mortalitas yang rendah, membedakan kasus ini dari
pneumonia bakterial sehingga disebut Pneumonia Atypical Primer (PAP.).
Pada dekade lanjut setelah obat sulfa dan penisilin digunakan sebagai
pengobatan. terhadap pneumonia bakterial, ternyata pneumonia atipikal ini
kurang respon terhadap obat tersebut. Baru pada tahun 1940 terungkaplah
penyebab dari pneumonia atipikal ini, setelah diisolasi oleh Eaton dkk,
ditemukannya kesamaan dengan yang menyebabkan Pneuropneumonia pada
ternak. Maka sejak saat itu disebut namanya Eaton Agent atau Pleuro
Pneumonia Like Organisme. Chanock dkk tahun 1969 berhasil mengisolasi
penyebab pneumonia ini yang menunjukkan bahwa mikro organisme ini
termasuk famili Mycoplasmatacea dari Class Mollicutes dan sejak saat itu
1

disebut Mycoplasma Pneumonia (Baum, 1985). Ada dua jenis Mycoplasma
yang menyebabkan penyakit pada manusia yaitu Mycoplasma pneumonia
yang menyebabkan penyakit pada saluran nafas dan Mycoplasma urealyticum
yang menyebabkan infeksi pada saluran genitalia (Mansel, 1989).
2

3
Mycoplasma mempunyai struktur yang sangat primitif, yang dapat
berobah bentuk dari bulat yang berdiameter 125-150 nm sampai bentuk
filamen kecil dengan panjang antara beberapa nm sampai 850 nm. Tidak
mempunyai dinding sel dan merupakan organisme yang terkecil yang terkenal
hidup di alam bebas. Mycoplasma ini mempunyai afinitas selektif untuk sel
epitel saluran nafas misalnya bronkus, bronkiolus, alveoli yang akan
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2). Akibat terbentuknya H2O2 pada
metabolismenya, menyebabkan kerusakan pada lapisan mukosa saluran nafas,
misalnya, terjadi deskuarnasi dan ulserasi lapisan mukosa, edema pada
dinding bronkus dan timbulnya sekret yang memenuhi saluran nafas dan
alveoli. Kerusakan ini timbul dalam waktu yang singkat, antara 24-48 jam
dan dapat terjadi pada bagian paru yang luas.4 H2O2 juga dapat
menyebabkan kerusakan pada membran eritrosit, secara invitro kerusakan ini
menyebabkan hemolisa yang dapat merubah antigen eritrosit sehingga
menstimulasi Cold Aglutinin atau Aglutinin dingin (Denny,1984).
Insidensnya sering ditemui pada anak-anak dan dewasa muda. Puncak
insiden menurut para ahli tidak banyak berbeda, ada yang mengatakan antara
usia 5-20 tahun,7 usia 5-15 tahun 6,11 dan usia 10-15 tahun (Denny,1984).
Penulisan ini makalah ini bertujuan agar pembaca mengetahui tentang
Pneumonia mikoplasma, mengenal epidemiologi, patologi, patogenese,
manifestasi klinik, komplikasi, diagnosis, pengobatan dan prognosisnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengajukan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah itu Mycoplasma pneumoniae?
2. Bagaimanakah diagnosis, pengobatan dan prognosis Mycoplasma
pneumoniae?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan makalah ini:
1. Menjelaskan pengertian Mycoplasma pneumoniae.
2. Menjelaskan diagnosis, pengobatan dan prognosis Mycoplasma
pneumoniae.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mikoplasma
Mikoplasma adalah mikroorganisme unisel yang sangat mirip
kerjanya dengan bakteri kecuali ukurannya yang lebih kecil dan tidak
memiliki dindinng sel peptidoglikan. Contoh penyakit pada manusia yang
disebabkan oleh mikoplasma adalah mikoplasma pneumonia (Hata, 1990).
B. Epidemiologi Mycoplasma pneumoniae
Infeksi M.pneumonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat
endemik. Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada
musim panas sampai ke awal musim gugur yang dapat berlangsung satu
sampai dua tahun. Infeksi tersebar luas dan satu orang ke orang lain dengan
percikan air liur (droplet) sewaktu batuk. itulah sebabnya infeksi kelihatan
menyebar lebih mudah antara populasi yang padat manusianya misalnya di
sekolah, asrama, pemukiman yang padat dan kemp militer (Witjodiarjo,
1988).
Laporan kasus Singer dkk menemukan dalam satu keluarga 3 anak
berturut-turut masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan gejala respiratorik yang
mana sebelum masuk RS telah mendapat pengobatan Ampisilin tapi tidak
menunjukkan adanya perbaikan. Setelah pemeriksaan serologik ditemui
kenaikan 4 kali atau lebih titer antibodi fiksasi (Singer, 1987).
Komplemen untuk Mycoplasma Pneumoniae pada ketiga anak
tersebut. Masa inkubasi penyakit ini relatif lama kira-kira 2-3 minggu, itulah
sebabnya biasanya dalam beberapa anggota keluarga tidak terjadi sakit dalam
waktu yang bersamaan. Biasanya penyakit ini akan memakan waktu beberapa
lama untuk menyebar dalam rumah tangga tersebut (Warren, 1978).
M.pneumonia yang sudah lama berada pada host yang telah terinfeksi
ini mungkin merupakan suatu faktor penting juga dalam penyakit epidemik
yang disebabkan oleh organisme ini (Denny, 1984).
C. Patologi Mycoplasma pneumoniae
4

Baru sedikit informasi yang diperoleh mengenai gambaran
histopatologi infeksi M. pneumonia ini pada manusia, penyakit ini jarang
menyebabkan kematian. Pada beberapa kematian yang telah pernah
dilaporkan ditemui gambaran interstitial pneumonia dan bronkiolitis yaitu
penebalan dinding bronkus karena edema, penyempitan pembuluh darah dan
infiltrat dari sel mononuklear (Knight, 1980).
5

6
Adanya hiperemis pada cabang trakeobronkial dan paru pada
umumnya dan pada trakea terlihat penurunan yang jelas dari aksi cilia dan
diikuti dengan hilangnya cilia dan kemudian terkelupasnya sel epitelnya
(Baum, 1985).
D. Patogenese
Peranan imunitas (kekebalan) tubuh manusia pada patogenese
Pneumonia mikoplasma masih banyak yang belum jelas. Beberapa penelitian
te1ah mernperlihatkan bahwa anak yang kecil mungkin telah pernah
terinfeksi M. pneumoniae, tapi menunjukkan gejala klinis. Ini oleh karena
antigen antibodi yang menimbulkan infiltrat kurang intensitasnya, sehingga
kalau reaksi yang sangat lemah ini tidak menimbulkan gejala klinik. Tetapi
apabila terjadi infeksi yang berulang akan menyebabkan akumulasi imunitas
yang sehingga gejala klinis akan nampak jelas (Wirjodiarjo, 1988).
Perawatan di Chapel Hill membuktikan bahwa anak yang lebih kecil
dari 5 tahun Apabila terinfeksi M. pneumoniae jarang menimbulkan gejala
klinis walaupun mempunyai antibodi yang beredar, tapi limfosit yang beredar
itu tidak dapat distimulir oleh antigen M. pneumoniae, sebaliknya anak umur
5 lebih selain mempunyai beredar, juga mempunyai limfosit yang respon
terhadap antigen M. pneumoniae spesifik (Denny, 1984).
Respon imun yang khas ditimbulkan yakni respon imun yang spesifik
dan non spesifik. Respon imun yang non spesifik yaitu Antibodi Aglutinin
dingin, antibodi fiksasi komplemen, dan respon imun yang spesifik yaitu
pembentukan respon imun humoral dan respon imun selular. Teknik
diagnostik secara serologik pada umumnya terjadinya respon imun non
spesifik (Denny, 1984).
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis infeksi M. pneumonia sangat bervariasi dari yang
ringan sampai berat bahkan ada yang dapat menimbulkan kematian
(Witjodiarjo , 1989) tapi hal ini sangat jarang terjadi. Infeksi M.pneumonia
yang sangat ringan atau sub klinis biasannya manifestasi klinik apapun.
Sedangkan infeksi yang berat dapat menimbulkan bermacam manifestasi atau
komplikasi baik respiratorik maupun non respiratorik. Diantara yang terkena

7
infeksi M. pneumonia hanya kira-kira 5-10% yang perlu rawat mondok
(Mansel, 1989) paru adalah merupakan tempat infeksi yang terutama (Denny,
1984). Penyakit ini termasuk Self limited, tapi pada keadaan tertentu atau
adanya immunodefisiensi dapat mengalami komplikasi yang berat (Mansel,
1989) tanpa adanya pengobatan, ISNA berakhir (sembuh) 1-3 minggu dan
Pneumonia dapat menetap sampai 4-6 minggu. Tapi dengan pengobatan yang
cepat dan tepat dapat memperpendek manifestasi klinik, kira- kira setengah
kali lebih cepat (Baum, 1985) gejala yang umum pada infeksi M. Pneumonia
dan yang kepala, malaise (Murray, 1988). Demam merupakan manifestasi
100% (Wirjodiarjo, 1988) Penderita mengalami demam, tapi biasanya jarang
lebih dari 39,5 (Murray, 1988) batuk juga diyemu hampir 100% pada
penderita M. Pnemonia (Wirjodiarjo, 1988) yang bersifat paroxismal dan
non produktif dan biasanya menjadi prominen 2 atau 3 hari setelah demam.
Keadaan ini sering memerlukan obat batuk untuk menekan batuknya. Batuk
ini dapat mengeluarkan sputum yang encer berwarna putih, tapi jarang terjadi
sputum yang purulent (Murray, 1988). Malaise kira-kira 75% dari penderita
dan sakit kepala sering terjadi mengawali dari gejala. Beberapa pasien juga
ada yang mengeluh sakit dada, pilek, serak, gemetar (Wirjodiarjo, 1988).
Infeksi saluran nafas atas juga dapat menyertai infeksi M.Pneumonia yaitu
Faringitis hampir 50% dari penderita (Wirjodiarjo, 1988) infeksi telinga kira-
kira 20% terdiri dari otitis media, otitis externa dan bullous myringitis, semua
keadaan ini telah pernah dijumpai berhubungan dengan infeksi M.pneumonia
(Denny, 1984) Atau kira-kira 1/4 – 1/2 dari pasien yang menderita
M.pneumonia akan selalu mcnderita demam ditambah infeksi saluran nafas
atas disertai myringitis, faringitis, bronkitis atau kombinasi ketiganya
(Mansel, 1989). Pada pemeriksaan fisik (auskultasi) ditemui ronki basah
hampir pada 75% dari kasus yang biasanya di sebelah bawah paru kanan
(Har, 1985). Har dkk menemui ronki 66% dari kasus. Laporan beberapa kasus
dengan gejala yang tidak spesifik yang diduga mempunyai latar belakang
infeksi M.pneutnonia yaitu penyakit paru destruktif yang kronik (COPD) dan
bronkitis (Wirjodiarjo, 1989) dimana gambaran radiologik paru tidak sesuai
dengan gambaran klinik yang ada, dan ditemuinya peninggian titer Antibodi

8
terhadap M. pneumonia. Insidens asma yang meningkat pada infeksi
M.pneumonia diduga bahwa M.pneumonia berpengaruh terhadap tonus
bronkus yang menyebabkan bronkokonstriksi(Witjodiarjo, 1989) jadi
dengan seringnya infeksi yang berulang dari M.pneumonia ada kemungkinan
bahwa organisme ini dapat berperan dalam menimbulkan problem baru yang
kronis (Denny, 1984).
F. Komplikasi
Penyebaran dari infeksi di dalam paru-paru adalah Pleural effusi
ringan merupakan komplikasi pulmonaI yang paling sering (Baum, 1985).
Komplikasi yang berat dapat terjadi pada keadaan tertentu tapi jarang,
misalnya SwyerJames Syndrom atau Mc Leod Syndrom, ( Witjodiarjo, 1988)
massive pleural effusi, Pulmonari fibrosis, Bronkiolitis obliterans dan
Respiratori distress syndrom pada dewasa (Mansel, 1989) yang dapat
menyebabkan kematian. Komplikasi extra pulmonal biasanya terjadi sebagai
komplikasi dan penyakit pulmonal, tapi pada beberapa kasus tidak ditemui
gejala pneumonia. Di Sini diagnosa ditegakkan hanya dengan pemeriksaan
kultur yang positif dari M.pneumonia (Baum, 1985) atau adanya kenaikan
empat kali atau lebih dari titer antibodi komplemen fiksasi terhadap
M.pneumonia (Chusid, 1973).
G. Gastrointestinal
Komplikasi gastrointestinal jarang, gejala yang ringan dapat berupa
diare, mual, muntah dan anoreksia (Witjodiarjo, 1989) Mansel dkk pernah
menemui kasus dengan hepatomegali dan hepatosplenomegali pada
penelitiannya (Mansel, 1989).
H. Kulit
Komplikasi pada kulit jarang, (Hata, 1990) dan biasanya bersifat
sementara terlihat rash yang bervariasi dari makular, vesikular sampai eritema
multiforme mayor (Stevens Johnson Syndorm). Beberapa pasien dengan
M.pneumonia mendapat lesi yang melepuh pada mulut, mata, kulit,7 laporan
kasus adanya dijumpai lest bullous pada seluruh muka, telapak tangan dan
kaki, bibir yang edema dan pecah-pecah yang berdiameter antara 3 mm.-4
cm.l,l7 Umumnya, lesi ini akan sembuh sempurna tanpa meninggalkan cacat

9
apabila diobati dengan baik, 1,7 tapi apabila lesi sudah mengenai cornea
dapat menyebabkan kebutaan (Baum, 1985). Stevens-Johnson Syndrom
sering disebabkan oleh reaksi allergi obat, akan tetapi apabila hal ini terjadi
pada anak-anak dan dewasa muda yang manifestasi kliniknya menunjukkan
pneumonia, maka hal ini dapat menolong mengkonfirmasi diagnosa klinis
M.pneumonia (Baum, 1985). Raynold phenomenon dapat terjadi pada
penderita M.pneumonia. hipotesa yang mengatakan bahwa titer, yang tinggi
dari Aglutinin dingin dapat menyebabkan trombus pada mikro sirkulasi dari
ujung jari ketika terkena dengan udara dingin, sehingga menimbulkan warna
pucat dan terasa sakit pada ujung jari tersebut (Baum, 1985).
I. Darah
Hemolitik anemi dapat terjadi pada pasien yang mempunyai titer
Aglutinin dingin yang sangat tinggi, yang menyebabkan hemolisa yang cepat
dan berat, (Baum, 1985). Penurunan angka hematokrit sampai 50%, keadaan
ini dapat terjadi pada minggu ke 2-3 dari perjalanan penyakitnya (Baum,
1985). Chusid dkk menemui S.C.Haemoglobinopathy pada pasien M.
pneumonia yang berat bersamaan dengan erupsi vesicula (Chusid, 1973).
J. Neurologi
Aseptik meningitis, meningoencephalitis, Guillen Barre Syndrom
(Baum, 1985) tapi komplikasi ini jarang ditemui. Warren melaporkan kasus
Poliomyelitis dengan adanya peninggian titer Aglutinin dingin dan Antibodi
komplemen fiksasi terhadap M.pneumonia (Warren, 1978) Ataksia cerebellar
yang berat pernah dijumpai pada M.pneumonia (Mansel, 1989).
K. Kardiovaskular
Komplikasi kardiovaskular jarang dijumpai, tapi perikarditis,
miokarditis, rheumatic fever-like syndrom pernah dijumpai (Denny, 1980)
tapi biasanya dapat sembuh tanpa menimbulkan sequele (Baum, 1985).
L. Muskuloskeletal
Artralgia merupakan komplikasi yang sering pada Muskulosketal,
sedangkan artritis adalah kompIikasi yang paling jarang terjadi. Apabila
keadaan ini terjadi maka artritis. akan berlanjut lebih lama, sedangkan
manifestasi klinik yang lain sudah menghilang (Baum, 1985).

10
M. Diagnosa
Secara umum kita akan curiga adanya infeksi M. pneumoniae apabila
ditemui : Pneumonia pada anak usia sekolah dan dewasa muda terutama
dengan batuk paroximal sebagai gejala awal (Baum, 1985).
- Penderita dengan gejala klinik sesuai dengan Pneumonia tapi tidak
memberi respon terhadap pemberian antibiotika golongan
enicillin.
- Pneumonia interstisial yang terjadi pada dewasa muda
- Gejala klinis sesuai dengan gejala Pneumonia, tapi pemeriksaan
darah hitung leukosit normal.
Gambaran radiologik paru tidak dapat dibuat sebagai patokan
diagnosa, oleh karena tidak adanya kelainan yang patognomonik tapi apabila
dijumpai infiltrat pada lobus bawah paru kita dapat curiga suatu infeksi
M.Pneumonia (Baum, 1985). Mansel dkk menjumpai adanya infiltrat pada
lobus bawah paru sekitar 66%,5 Bertentangan dengan gejala klinik yang tidak
begitu menonjol dibandingkan dengan gambaran radiologisnya, tapi
gambaran radiologis ini akan cepat membaik dalam waktu yang relatif
singkat kurang dari seminggu.4 Pemeriksaan laboratorium, hitung leukosit
biasanya dalam batas normal atau sedikit meninggi (Denny, 1984) Kultur dari
sputum atau hapusan tenggorokan, dengan menemukan M.pneumonia adalah
merupakan diagnosa pasti, tapi hal ini tidak dapat dilakukan secara rutin oleh
karena memakan waktu yang lama, 2-3 minggu baru ada pertumbuhan
kuman, sehingga tidak dapat dipakai sebagai diagnosa untuk membenkan
terapi inisial (Baum, 1985). Beberapa peneliti mengatakan bahwa
pemeriksaan serologik lebih unggul dibandingkan dengan pemeriksaan isolasi
atau kultur. Jadi, untuk menegakkan diagnosa M, pneumonia dibuat
berdasarkan kombinasi gejala klinis dikonfirmasi radiologi ditambah dengan
pemeriksaan serologik (Wirjodiarjo, 1988). Pemeriksaan serologik dengan
cara mengukur titer antibodi spesifik terhadap M.pneumonia dalam serum
penderita merupakan diagnostik yang cukup sensitif dan spesifik (Baum,
1985). Pemeriksaan serologik yang umum dipakai saat ini adalah

11
pemeriksaan terhadap antibodi IgM spesifik. Antibodi Ig G spesifik, Antibodi
f1uoresense, Inhibisi pertumbuhan, fiksasi komplemen dan Aglutinin dingin
(Baum, 1985). Metode yang dipakai untuk pemeriksaan serologik ialah Efisa
(Enzym linked immunosorbent assay) atau EIA (Enzym immuno assay).4,18
Kriteria diagnosa serologik adalah :
1. Peningkatan empat kali lipat atau lebih dari titer antibodi fikasasi
komplemen terhadap M.pneumnioa (Williams, 1982)
2. Titer tunggal sama atau lebih besar dari 1: 160 ( Har, 1985)
3. Pemeriksaan titer serum biasa digunakan sepasang serum, dimana
serum pertama diambil pada fase akut dan serum kedua pada fase konvalesent
(Wirjodiarjo, 1988) diagnosa ditegakkan jika titer serum kedua sedikitnya
naik dua kali lipat titer serum pertama. Beberapa peneliti mendapatkan
kenaikan titer serum kedua 4 kali lipat dan titer serum pertama (Chusid, 1973)
Mansel dkk menjumpai Antibodi IgM spesifik terhadap M.Pneumonia positif
pada 93% infeksi yang aktif (Mansel, 1989). Jika dijumpai peningkatan titer
Aglutinin dingin sama atau lebih besar dari 1 : 64 dapat menyokong
diagnosa, lebih kurang 50% dari pasien M.Pneumonia akan mengalami
kenaikan titer Aglutinin dingin (Witjodiarjo, 1989). Har dkk menjumpai
kenaikan titer Aglutinin sampai 78% ( Har, 1985). Tapi Aglutinin dingin ini
tidak spesifik untuk M.Pneumonia karena dapat positif juga. pada penyakit
lain, misalnya pada penyakit hemolitik anemi, penyakit liver dan virus
lainnya (Witjodiarjo, 1989) Diagnosa cepat untuk M.Pneumonia saat
sekarang ini yaitu dengan DNA probe test Hata dkk menemui nilai khusus
untuk mendeteki infeksi M.Pneumonia. DNA probe test mempunyai
sensitivitas 76% dan sensitivitas 91,7% dibandingkan dengan kultur (Hata,
1990).
N. Pengobatan
1. Antibiotik
Ampisilin tidak sensitif terhadap infeksi M.Pneumonia ini, karena
memperlihatkan sensitivitas terhadap Eritromisin dan Tetrasiklin (Baum,
1985) obat ini merupakan drug of choice untuk M.Pneumonia.16 Pada anak
yang lebih kecil dari 10 tahun obat pilihan adalah eritromisin, sedangkan

12
Tetrasiklin dianjurkan oleh karena adanya efek samping terhadap anak. 7,9
obat ini diberi dengan dosis penuh yaitu 250-500 mg 4 kali sehari selama 7-
10 hari.7,2 Knight memperinci dosis:
Dewasa dengan BB ≥ 26 kg : Tetrasiklin 1000 mg/hari dibagi 4 dosis
Eritromisin 1500 mg/hari dibagi 4 dosis
Anak-anak BB ≤ 25 kg : Tetrasiklin 25 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis
Eritromisin 30-50 mg/kg BB/hari Diberi selama
2 - 3 minggu.15
Dengan pemberian obat ini dalam jangka waktu pendek menunjukkan hasil
yang baik dengan menghilangnya manifestasi klinik secara cepat, tapi
mikrorganisme ini bisa tidak segera hilang dari sputum atau hapusan
tenggorokan (Denny, 1984) sehingga dapat mempengaruhi fungsi paru
dikemudian hari (Williams, 1982). Obat baru saat sekarang ini yang banyak
dipakai adalah Roxytromycin yaitu Antibiotik dari golongan Makrolide
ternyata cukup efektif terhadap M.pneumonia dengan efek samping yang
sedikit dengan pemberian yang sederhana dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 dosis diberi per ora1, diberikan selama 7-14 hari (Williams,
1982) Steroid dapat diberi bila ditemui komplikasi Stevens-Johnson Syndrom
(Stutman, 1987).
II. Simptomatik, yaitu :
- Istirahat
- analgetik/antipiretik
- Antitussive
- Asupan cairan
O. Prognosa
Infeksi M. pneumonia pada umunya baik, tetapi beberapa laporan
kasus ada yang fatal dengan adanya immunodefisiensi.

BAB III
PENUTUP
Mikoplasma adalah mikroorganisme unisel yang sangat mirip kerjanya
dengan bakteri kecuali ukurannya yang lebih kecil dan tidak memiliki dindinng
sel peptidoglikan. Contoh penyakit pada manusia yang disebabkan oleh
mikoplasma adalah mikoplasma pneumonia.
M. pneumonia merupakan salah satu penyebab infeksi saluran nafas akut
dan penyebab pneumonia yang paling sering dijumpai pada usia sekolah dan
dewasa muda. Diagnosa ditegakkan dengan kombinasi manifestasi klinik,
radiologik dan pemeriksaan serologik. Pengobatan memberi hasil yang cukup baik
dengan Eritromisin, Tetrasiklin dan Roxitromycin. Pneumonia merupakan
penyakit yang Self limited, tetapi pada keadaan tertentu dapat menyebabkan
komplikasi yang berat dan Prognosa pada umumnya baik.
13

DAFTAR PUSTAKA
Chusid, MJ, Lachman BS, Lazerson,J : Severe mycoplasmapneumonia and vesicular eruption, in SC hemoglobinopathy. J. Pediatrics 93 : pp 449-451,1973
Murray JF. : Atypical pneumonia syndrome, in Murray J.F, MadelJ.A.Text Book of Respiratory medicine. WB.Saunders Company, Philadelphia pp :837-839, 1988
Witjodiarjo, M.; Ghazali M.V., Said M, ; Boediman,I, ; Rahajoe,N.N.: Pengalaman tentang pemakaian Roxitromycin untuk ISNA bagian bawah pada anak. Simposium Infeksi Saluran nafas Akut, Beberapa segi kIinis praktis penanggulangannya, Jakarta 18 February 1989. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Wirjodiarjo M.; Sigarlaki JM., Boediman L, Rahajoe,N.N.; Mycoplasma sebagai penyebab infeksi saluran nafas akut (ISNA) pada anak . MKI 38, hal 518-522, 1988
Mansel JK., Rosenow E.C., Smith F.T. and Martin, .J.W. : Mycoplasma pneumoniac, Chest 95 :pp 639-646, 1989
Williams, H.E. : Mycoplasma pneumoniae pneumonia, in Phelan,P.D.,Court D, Respiratory illness in children. Blackwell scientific Publications Oxford, pp :53-54,1982
Baum,S.G.: Mycoplasmal infections in, Wyngarden JB.Smith L.H.Cecil Text Book of Medicine 17th Ed. WB. Saunders Company, Philadelphia, pp:1505-1509, 1985
Kenny ,G.B. : Mycoplasma in Sonnenwirth a.c, Jarret L,Gradwohl's Clinical laboratory methods and diagnosis, 8th Ed. The CV. Mosby Company, pp: 1870-1877,1980
Denny,F.W. : Infections of the respiratory tract due to mycoplasmapnemnonia, in Kendig JR EL, Chernick V, Disorder of respository tract in children 4th Ed.WB.Saunders Company, PhiJadelphia pp.338-345, 1984
Hata D, Kuze.F. , Mochizuki Y., Mikawa It : Evaluation of DNAProbe test for rapid diagnosis of mycoplasma pneumoniae infection. J.Pediatrics 116, pp :273-276, 1990.
Denny,F.W.: Mycoplasmal infection in Behrman RE,Vaughan,V.C., Neison,W.E.: Nelson Text Book of Pediatrics, 13rd Ed. W.B.Saunders Company, Philadelphia, pp : 654-655, 1987.
Har,M.Y.,Ma,C.H., Har M.H, Fan S.Y.: Mycoplasma pneumonia. The Hongkong J.Pediatrics 2, pp 8-13, 1985.
Singer,J.I., DeVoe W.M.: Severe mycoplasma pneumoniaeinfection in Otherwise healthy siblings. J.Pediatrics 95, pp 999-1001, 1987.
14

Warren P., Fischbein C., Mascoli,N., Rudolph J, Hodder ,D.H.: Poliomyelitis..like syndrome caused by mycoplasma pneumoniae. J.Pediatrics 93, pp 451-452, 1978.
Knight V.: Mycoplasma pneumoniae infection, in Fishman AP.:Pulmonary diseases and disorders. Mc Graw-Hill Book Company, New York, pp 1118-1120,1980.
Netter, F.H.: Mycoplasmal pneumonia, in Divertie M.B., Brass A.The Ciba collection of medical illustration, Respiratory system, 7 pp 186-187, 1979.
Stutman,AR.: Stevens-Johnson Syndrome and MycoplasmaPneumonine. Evidence for cutaneous infection. J.Pediatrics III, pp 845-847, 1987.
Kenny G.E.: Serologic test for diagnosi of mycoplasmic infections,In Sonnenwirth A.C., Jarett L, Gradwohl's clinical laboratory methods; and diagnosis. 8th Ed. The C.V.Mosby Company, pp 2327-2331,1980.
15