Makalah Kasus Nilai Tukar Tetap

39
KASUS NILAI TUKAR TETAP MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Ekonomi Makro Lanjut Yang dibina oleh Bapak Dr. Sugeng Hadi Utomo, M. Ec Oleh : Dea Isalia NIM 120432400579 Oky Cahyaning R.S NIM 120432426866 Riska Trisnawati NIM 120432426930 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS EKONOMI

description

NILAI TUKAR TETAP

Transcript of Makalah Kasus Nilai Tukar Tetap

KASUS NILAI TUKAR TETAP

MAKALAHUNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAHEkonomi Makro LanjutYang dibina oleh Bapak Dr. Sugeng Hadi Utomo, M. Ec

Oleh :

Dea IsaliaNIM120432400579Oky Cahyaning R.SNIM120432426866Riska TrisnawatiNIM 120432426930

UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS EKONOMIJURUSAN EKONOMI PEMBANGUNANApril 20142

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat serta karunia-Nya yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelasaikan penyusunan makalah yang berjudul Kasus Nilai Tukar Tetap dengan lancar dan tepat waktu tanpa ada halangan apapun.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ekonomi politik pada jurusan ekonomi pembangunan Universitas Negeri Malang.Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini yakni kepada :1. Bapak Dr. Sugeng Hadi Utomo, M.Ec selaku Pembina mata kuliah Ekonomi Makro Lanjut.2. Semua pihak yang telah membantu hingga terwujudnya makalah ini.Demikian penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini sangat jauh dari sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan guna menyempurnakan makalah ini.Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan kami mengucapkan terima kasih.

20 April 2014

Penyusun

i

DAFTAR ISI

AbstrakKata PengantariDaftar IsiiiBAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang11.2 Rumusan Masalah11.3 Tujuan Penulisan Makalah1BAB II PEMBAHASAN2.1 Sistem Nilai Tukar Tetap32.2 Permasalahan Pada Nilai Tukar Tetap52.3 Kasus Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate) Negara China10BAB III PENUTUP3.1 Kesimpulan21DAFTAR PUSTAKA

22

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangBerbagai negara di dunia telah mencoba berbagai sistem moneter Internasional yang berlainan. Tak satu sistem pun yang benar-benar memuaskan. Periode krisis dan periode stabilitas silih berganti mewarnai perekonomian. Abad dua puluh dimulai dengan sistem dengan sistem nilai tukar yang berdasarkan standar emas. Meskipun sistem ini mengalami krisis periodik semasa tahun-tahunan sesudah perang dunia 1, namun sistem ini kemudian berakhir dengan adanya perang dunia 2, ketika banyak pemerintah beralih menganut sistem nilai tukar tetap (Fixed Exchange Rate System). Pada tahun 1944, nilai tukar tetap diresmian dengan persetujuan Internasional dalam dalam suatu konferensi di Bretton Woods, New hampshire. Sistem Bretton Woods berlangsung selama lebih seperempat abad, namuin kelemahan dan masa-masa krisis yang ditimbukan akhirnya mengalahkan kekyuatan di masa-masa stabilitas yang dihasilkannya. Setelah dilakukan beberapsa usaha untuk menolongnya pada tahun 1970-an, sistem ini akhirnya runtuh dan secara bertahap ditingalkan ketika banyak negara satu demi satu beralih ke sistem nilai tukar fleksibel yang ditetukan oleh pasar.1.2Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, dalam pembahasan makalah ini akan membahas permasalahan antara lain:1. Bagaimanakah system nilai tukar tetap?2. Apa saja permasalahan pada nilai tukar tetap?3. Bagaimana kasus nilai tukar tetap (fixed exchange rate) negara China?1.3Tujuan PenulisanSetelah pembahasan makalah ini, maka akan diketahui tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:1. Untuk mengetahui system nilai tukar tetap2. Untuk mengetahui permasalahan pada nilai tukar tetap3. Untuk mengetahui nilai tukar (fixed exchange rate) negara ChinaBAB IIPEMBAHASAN2.1. Sistem Nilai Tukar TetapDalam sistem nilai tukar tetap, bank sentral setiap negara melakukan intervensi pada bursa valuta asing untuk mencegah penyimpangan nilai tukar dari nilai nominal yang telah ditetapkan.Sistem ini menimbulkan kesulitan langsung bagi negara lain yang harus mengambil peran pasif terhadap nilai tukar mata uangnya. Hal ini karena, jumlah mata uang yang nilai tukarnya ditetapkan, lebih sedikit daripada banyaknya negara. Jadi, dalam dunia yang kita andaikan hanya terdiri dari dua negara saja, Jepang dan Amerika misalnya, bila Bank of Japan menetapkan nilai tukarnya sebesar 150 yen untuk setiap dolar, U.S. Federal Reserve (bank sentral Amerika) tidak dapat menetapkan nilai tukar tetap yang berlainan, katakan saja 200 yen per dolarnya. Dalam sistem Bretton Woods, semua negara di luar Amerika menetapkan nilai tukar mata uang mereka terhadap dolar Amerika. Bank Sentral Amerika memainkan peran pasif; inilah satu-satunya bank sentral di dunia yang tidak harus melakukan campur tangan untuk mendukung nilai tukar tertentu dari mata uangnya.Dengan mematokkan nilai tukar mata uangnya pada mata uang tertentu, dolar Amerika misalnya, setiap bank sentral negara harus mengatur segalanya, sehingga nilai tukar yang dipilih dapat benar-benar dipertahankan. Bank harus siap menutup ketidakseimbangan permintaan dan penawaran, karena penjualan dan pembelian valuta asing yang dilakukan pemerintah. Dalam menghadapi fluktuasi jangka pendek pada permintaan dan penawaran pasar, setiap bank sentral dapat mempertahankan nilai tukar tetapnya dengan cara memasuki pasar dan membeli serta menjual sebanyak yang diperlukan.Untuk itu, bank sentral harus menahan cadangan valuta asing. Bila terdapat permintaan yang sangat rendah terhadap mata uang suatu negara, maka bank sentral negara tersebut mempertahankan mata uangnya agar jangan terjadi depresiasi dengan jalan menjual mata uang asing, dan membeli mata uangnya sendiri. Tindakan ini akan mengurangi cadangan valuta asingnya. Bila suatu saat terjadi lonjakan permintaan yang luar biasa terhadap mata uang sendiri dalam bursa valuta asing, bank sentral mencegah apresiasi mata uangnya dengan jalan menjual mata uangnya, untuk ditukar dengan mata uang asing. Tindakan ini akan menambah cadangan valuta asingnya.Sepanjang bank sentral berusaha mempertahankan nilai tukarnya pada tingkat yang menyeimbangkan permintaan dan penawaran mata uangnya secara rata-rata, kebijakan seperti ini bisa berhasil. Terkadang bank sentral membeli dan di lain waktu menjual, namun cadangannya akan berfluktuasi kurang lebih konstan di sekitar jumlah rata-rata.Akan tetapi, bila terjadi pergeseran permintaan atau penawaran mata uang negara secara permanen dalam bursa valuta asing, tingkat ekuilibrium jangka panjang akan bergerak jauh dari tingkat patokannya, yaitu nilai parinya. Maka akan sulitlah upaya mempertahankan nilai patokan. Sebagai contoh, bila terjadi laju inflasi tinggi di Perancis, sementara harga-harga di Amerika stabil, nilai ekuilibrium franc akan mengalami depresiasi dan dolar Amerika apresiasi. Walaupun demikian, nilai tukar tetap bukanlah nilai tukar yang ditetapkan oleh pasar. Bila Bank of France terus berusaha mempertahankan nilai tukarnya semula, ia akan menghadapi kelebihan permintaan dolar Amerika dengan jalan menjual cadangannya. Kebijakan ini dapat bertahan hanya selama bank sentral memiliki cadangan yang cukup besar untuk menjaga nilai franc yang kelihatannya tinggi. Walaupun demikian, bank sentral tidak dapat bertindak seperti ini terus-menerus. Cepat atau lambat cadangan yang dimiliki maupun yang diperoleh dari pinjaman akan habis.Pengelolaan nilai tukar tetap ini dilukiskan dalam Gambar 40-1. Contoh yang digunakan adalah usaha yang dilakukan oleh Bank of England untuk mempertahankan nilai tukar tetap antara pound-sterling dan dolar Amerika.Bila nilai tukar tetap tidak bisa mendekati tingkat ekuilibrium menurut pasar bebas, pengendalian dengan berbagai bentuk bisa mulai diperkenalkan. Tindakan ini dilakukan untuk menggeser kurva permintaan valuta asing sehingga dapat memotong kurva penawaran pada tingkat yang dekat dengan nilai tukar tetap. Hal ini biasanya dilakukan dengan menghambat impor barang dan jasa, atau dengan menghalangi terjadinya ekspor modal. Bila bank sentral tidak mampu menggeser permintaan dan penawaran untuk mempertahankan tingkat ekuilibrium yang kurang lebih sama dengan nilai tukar tetap, tidak ada pilihan lain lagi selain melakukan devaluasi atas mata uangnya.Gambar 40-1 Nilai Tukar Tetap

Bila suatu nilai tukar ditetapkan pada tingkat tertentu selain tingkat ekuilibrium, maka akan terjadi kelebihan permintaan atau kelebihan penawaran. Dimisalkan kurva permintaan dan kurva penawaran dolar, tanpa campur tangan pengendalian pemerintah, adalah D0 dan S; keadaan ekuilibrium berada pada titik E0, dengan harga 0,82 per dolar. Harga ekuilibrium pound-sterling adalah $l,22. Kemudian pemerintah Inggeris mematok nilai pound-sterling pada tingkat $1,25; dengan kata lain mereka menetapkan harga dolar pada 0,80. Mereka menilai pound-sterling terlalu tinggi dan menilai dolar terlalu rendah. Akibatnya terjadi kelebihan dolar yang diminta sebesar q0q1 Untuk mempertahankan sistem nilai tukar tetap, perlu menggeser kurva permintaan. atau kurva penawaran (atau keduanya), sehingga keduanya saling berpotongan pada tingkat nilai tukar tertentu yang tetap. Misalnya, permintaan dapat saja bergeser ke D1, karena batasan impor pemerintah Inggris. Bila kurva-kurva tersebut tidak bergeser, nilai tukar tetap harus dibantu oleh tindakan pemerintah Inggris dengan menambah penawaran dolar sejumlah qoq1, per periode; ini harus diambil dari cadangan pemerintah.2.2 Permasalahan Pada Nilai Tukar TetapAda tiga masalah yang umumnya muncul pada sistem nilai tukar tetap, yaitu (1) penyediaan cadangan yang cukup, (2) penyesuaian pada kecenderungan jangka panjang, dan (3) berhubungan dengan krisis spekulatif.Cadangan. Cadangan diperlukan untuk mengakomodasi fluktuasi neraca pembayaran jangka pendek, yang muncul dari transaksi berjalan dan neraca modal. Pada transaksi berjalan, perdagangan merupakan sasaran banyak fluktuasi jangka pendek, yang sebagian bersifat sistematik dan sebagian lagi acak. Ini berarti bahwa sekalipun nilai impor sama dengan nilai ekspor secara rata-rata selama beberapa tahun, dapat saja terjadi ketidakseimbangan dalam jangka yang lebih pendek.Dalam sistem nilai tukar yang ditentukan pasar, fluktuasi pembayaran pada transaksi berjalan dan neraca modal akan menyebabkan nilai tukar berfluktuasi. Untuk mencegah fluktuasi yang terjadi pada sistem nilai tukar tetap, otoritas moneter membeli dan menjual valuta asing sesuai dengan yang dibutuhkan. Tindakan ini menuntut otoritas moneter untuk menyimpan cadangan valuta asing. Bila mereka kehabisan cadangan, mereka tidak dapat lagi bertahan dengan nilai tukar tetap.Sistem Bretton Woods mengalami kesulitan dalan penyediaan cadangan yang cukup besar, ini disebabkan karena cadangan akhir berupa emas-tidak cukup banyak tersedia. Sebagai akibatnya, bank-bank sentral di seluruh dunia, menyimpan sebagian besar cadangan mereka dalam bentuk uang dolar Amerika dan pound-sterling Inggris. Jenis mata uang yang banyak disimpan dengan tujuan ini dinamakan mata uang cadangan (reserve currency).Sistem ini berjalan baik selama mata uang cadangan memiliki nilai yang stabil. Akan tetapi, pada pertengahan tahun 1960-an, kekhawatiran devaluasi pada masa yang akan datang atas pound-sterling muncul, dan pada awal 1970-an kekhawatiran serupa terhadap uang dolar juga muncul. Kedua kekhawatiran ini ternyata benar-benar terjadi: pound-sterling didevaluasi pada akhir tahun 1967, dan dolar didevaluasi pada tahun 1971 dan sekali lagi pada tahun 1973.Devaluasi terhadap mata uang cadangan mengurangi nilai cadangan mata uang tersebut, yang disimpan oleh bank-bank sentral di sebagian penjuru dunia. Kekhawatiran terjadinya devaluasi akan mengurangi kadar kemampuan mata uang tertentu untuk disimpan sebagai cadangan. Masalah penyediaan cadangan, betapa pun seriusnya tapi haruslah dapat diatasi pada setiap sistem nilai tukar tetap di masa mendatang. Bagaimanapun juga, suatu portofolio berimbang yang terdiri dari sejumlah mata uang yang berbeda, sebaiknya disimpan sebagai cadangan. Kebijakan ini akan mengurangi risiko cadangan, karena bila nilai mata uang tertentu turun terhadap mata uang kedua, nilai mata uang kedua jelas naik terhadap yang pertama.Disekuilibrium jangka panjang. Dengan berikutnya sistem nilai tukar tetap, disekuilibrium jangka panjang diperkirakan akan terus berkembang, karena terus bergesernya permintaan dan penawaran valuta asing. Ada tiga penyebab utama pergeseran ini. Yang pertama, berbagai negara yang melakukan perdagangan mengalami jumlah laju yang berbeda. Bab 39 telah menegaskan bagaimana laju inflasi yang berbeda dapat mengakibatkan perubahan nilai tukar ekuilibrium bila nilai tukar tetap, ini akan menyebkan kelebihan penawaran atau kelebihan permintaan di setiap bursa valuta asing di negara mana pun. Kedua, perubahan permintaan dan penawaran impor dan ekspor dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Karena perekonomian di berbagai negara tumbuh dengan kecepatan yang berlainan, permintaan impor dan penawaran ekspor mereka terkirakan akan bergeser dengan laju yang berbeda pula. Ketiga, perubahan struktural, seperti inovasi baru besar-besaran atau perubahan harga minyak, akan mengakibatkan perubahan impor dan ekspor.Dalam pergeseran permintaan dan penawaran valuta asing tersirat tidak ada alasan kuat untuk yakin bahwa nilai tukar yang sejalan dengan tingkat ekuilibrium di bursa valuta asing tidak akan berubah.Nilai tukar yang sejalan dengan ekuilibrium neraca pembayaran akan berubah sepanjang waktu; dalam satu dasawarsa, perubahan ini bisa berskala besar.Pemerintah barangkali akan mengadakan reaksi terhadap disekuilibrium jangka panjang, sekurang-kurangnya dengan tiga cara.1. Nilai tukar dapat diubah, bila defisit atau surplus neraca pembayaran merupakan akibat pergeseran permintaan dan penawaran jangka panjang yang terjadi dalam bursa valuta asing, dan bukannya akibat dari faktor sementara.2. Tingkat harga domestik dapat dibiarkan berubah untuk membuat nilai tukar tetap yang sekarang menjadi tingkat ekuilibrium. Untuk mengembalikan ekuilibrium, negara-negara yang mata uangnya dinilai terlalu tinggi memerlukan deflasi, dan negara-negara yang mata uangnya dinilai terlalu rendah memerlukan inflasi. Namun perubahan tingkat harga-harga domestik membawa berbagai macam akibat. Deflasi adalah sulit dan sangat mahal (misalnya, turunnya permintaan agregat yang mengarah ke penurunan tingkat harga dapat meningkatkan tingkat pengangguran), dan acapkali sasaran eksplisit kebijakan pemerintah adalah mencegah inflasi. Orang dapat mengharapkan pemerintah agar lebih bersedia mengubah nilai tukar daripada mengubah tingkat harga.3. Restriksi atau hambatan dapat diterapkan pada perdagangan dan pembayaran luar negeri. Impor dan pengeluaran luar negeri para wisatawan dan pemerintah bisa dikenakan restriksi, dan ekspor modal dapat diperlambat atau bahkan dihentikan. Negara-negara yang mengalami surplus seringkali cepat mengkritik restriksi terhadap perdagangan dan pembayaran intemasional semacam ini. Akan tetapi, selama nilai tukar diberlakukan tetap dan tingkat harga terbukti suht dimanipulasi, negara-negara yang mengalami defisit memiliki pilihan yang terbatas selain memberlakukan restriksi terhadap jumlah nilai tukar yang boleh dipegang penduduknya.Restriksi terhadap perdagangan dan pembayaran luar negeri, pada hakikatnya tidak diinginkan dalam perekonomian dunia yang memiliki ciri perdagangan intemasional dan investasi luar negeri dalam skala besar; selain itu, deflasi terhadap tingkat harga sulit dan mahal untuk dilakukan. Karena dua alasan ini, sebagian besar negara ingin menjaga kemungkinan mengubah nilai tukar mereka, sekalipun nilai tukar tetap merupakan pedoman pokok.Dalam sistem Bretton Woods, meskipun kebanyakan negara mempertahankan nilai tukar mereka dalam menghadapi krisis, masih ada saja penyesuaian nilai tukar yang cukup berarti. Karena nilai tukar mau tidak mau harus diubah dari waktu ke waktu, sistem nilai tukar tetap dalam persetujuan Bretton woods dinamakan sistem patok yang masih bisa diubah (adjust-able peg system).Menanggulangi krisis spekulasi. Bila cukup banyak masyarakat yang mulai meragukan kemampuan pemerintah untuk mempertahankan nilai tukar yang sedang berlaku, krisis spekulasi pun berkembang. Alasan kuat yang mendasari krisis semacam ini adalah bahwa sepanjang waktu nilai tukar ekuilibrium makin lama makin menjauh dari tingkat nilai tukar tetap. Bila disekuilibrium menjadi semakin jelas, para pedagang dan spekulan menjadi yakin bahwa tibalah saatnya dilakukan pembenahan kembali nilai tukar. Orang berbondong-bondong membeli mata uang yang diperkirakan akan direvaluasi dan berduyun-duyun menjual mata uang yang diperkirakan akan didevaluasi. Sekalipun otoritas moneter mengambil langkah drastis untuk menghapus defisit pembayaran, masih ada keraguan apakah tindakan ini mampu berfungsi sebelum cadangan valuta asing menyusut. Arus dana spekulatif dapat menyita bagian besar, dan mungkin sulit mencegah berubahnya nilai tukar dalam tekanan berat seperti ini.Dalam sistem patok yang masih bisa diubah, peluang seringkali muncul bagi para spekulan untuk mengeruk keuntungan besar; peristiwa ini terjadi bila setiap orang mengetahui arah perubahan nilai tukar, kalau memang harus diubah sama sekali.Begitu nilai ekuilibrium mata uang suatu negara berubah barangkali karena laju inflasi yang tinggi tampak jelas bahwa bank sentral menghadapi kesulitan yang makin besar untuk mempertahankan nilai tukar yang terpatok. Maka begitu krisis muncul, para spekulan mulai menjual mata uang negara itu. Bila mata uang tersebut didevaluasi, mereka akan mampu membelinya kembali dengan harga yang lebih murah dan mengeruk keuntungan. Bila tidak didevaluasi, mereka dapat membelinya kembali dengan harga yang sama dengan pada waktu mereka jual, dan hanya kehilangan biaya komisi Ketidakimbangan ini, yaitu bahwa spekulator memiliki peluang memperoleh keuntungan tinggi dengan risiko yang kecil saja, akhimya menghancurkan sistem Bretton Woods.Selama masa berlakunya sistem Bretton Woods, banyak pemerintah cenderung menolak untuk mengubah nilai tukar mereka, sampai suatu saat mereka tidak memiliki altematif lain lagi. Ini mengakibatkan timbulnya situasi yang begitu jelas di mana para spekulan hampir tidak menanggung rugi, dan tindakan mereka ini meletakkan dasar krisis akhir yang memaksa dilakukannya penyesuaian kembali nilai tukar. Bila perubahan nilai tukar dapat dilakukan lebih sering dan sebelum gejala-gejala tampak jelas, kadar krisis spekulatif bisa lenyap, dan sistem nilai tukar tetap bisa lebih bergairah. Meskipun demikian, perubahan semacam itu akan menghapus kepastian harian; dan perlu diingat bahwa kepastian merupakan manfaat yang terdapat pada sistem ini. Apalagi, perubahan mendadak bisa membawa kecurigaan bahwa devaluasi dilakukan untuk memperoleh keunggulan kompetitif bagi ekspor daripada mengikis disekuilibrium yang mendasar. Kendati demikian, pemerintah tidak diharapkan untuk melakukan devaluasi dalam sistem terpatok yang masih bisa disesuaikan ini, sampai tampak jelas bahwa mereka dihadapkan pada disekuilibrium fundamental. Bila hal ini jelas, akan jelas juga bagi para pedagang biasa dan para spekulan.2.3 Kasus Nilai Tukar Tetap Negara China

2.3.1 Latar Belakang China Menggunakan Fixed Exchange Rate Munculnya China sebagai kekuatan ekonomi dunia baru tidak terlepas dari sejarah panjang China yang juga sempat mengalami keterpurukan perekonomian yakni krisis ekonomi pada tahun 1988. Kesuksesan revormasi ekonomi China pada masa itu terletak pada kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh presiden Deng Xiaoping. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemajuan perekonomina China berawal dari peran Deng Xiaoping dengan memberlakukan reformasi perekonomian secara hati-hati, bertahap, pragmatis dan penuh kesabaran, dengan menerapkan kebijakan perekonomian atas peran pemerintah yang tetap memegang kendali penuh atas sektor fiskal dan moneter dengan sistem politik otoriter namun juga menitik beratkan kepada promosi dan dukungan yang besar terhadap investasi asing. Sejak saat itulah kongres nasional partai komunis China menetapkan bahwa China menganut system ekonomi pasar sosialis dengan reformasi disektor investasi, keuangan, serta perdagangan.Pada tahun 1980, China mengatur sistem nilai tukar ganda yakni pada saat china menggunakan kebijakan ekonomi gaige kaifang (kebijakan membuka diri) dengan menggunakan strategi gradualisme. Saat itu pemerintah China menetapkan dua tingkat nilai tukar (dual exchange rate mechanism) yang memungkinkan investor bisa menukarkan mata uangnya dengan Yuan pada kurs yang lebih tinggi dibandingkan kurs resmi. Dengan mekanisme seperti itu, Yuan mengalami devaluasi untuk mencapai keseimbangan pasar (market equilibrium). Para investor mulai tertarik untuk melakukan investasi dan pada gilirannya cadangan devisa China meningkat secara drastis. Dengan kekuatan cadangan devisa, mulai tahun 1994, mekanisme dua tingkat kurs mata uangnya dihapus dan diberlakukannya hanya satu kurs resmi yakni menjadi sistem fixed exchange rate. Kurs resmi Yuan ketika tahun 1978 adalah 1.68 Yuan/1 Dollar AS,dan terus melemah menjadi 8.321 Yuan/ 1 Dollar AS hingga tahun 1995. Pada perkembangannya dengan system fixed exchange rate, China menggunakan dua kali perubahan nilai tukar Yuan, yakni pada tingkat awal 8.70 Yuan terhadap 1 Dollar, yang akhirnya pada tahun 1997 direvaluasi dan dipatok pada tingka 1 Dollar AS sebesar 8.28 Yuan dan kemudian disimpan relatif konstan sampai pada Juli 2005.Perekonomian China yang maju dengan begitu pesat mampu membawa China sebagai negara perekonomian besar yang baru yang dianggap mampu menyaingi perekonomian Amerika Serikat. Kebijakan-kebijakan tepat yang diambil oleh pemerintah China berkenaan dengan kebijakan makroekonominya telah mampu membuat China muncul sebagai negara perekonomian yang kuat dengan mampu bertahan dalam krisis ekonomi global 2008. China melakukan berbagai ekspansi-ekspansi perdagangan yang diproyeksikan dalam bentuk kerjasama-kerjasama perdagangan dalam bentuk Free Trade Area (FTA) dengan berbagai negara, menanamkan berbagai investasi di banyak negara seperti Asia, Eropa, Amerika, bahkan Afrika. Reformasi ekonomi dan perdagangan yang dimulai China sejak tahun 1978, telah merubah China menjadi salah satu negara dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi tercepat di dunia. Pertumbuhan ekonomi China dan liberalisasi perdagangan, termasuk komitmen perdagangan komprehensif yang dilakukan China saat memasuki WTO pada tahun 2001, telah menyebabkan ekspansi tajam pada hubungan komersial di antara China dengan Amerika Serikat. Tidak seperti kebanyakan negara maju lainya (seperti Amerika Serikat), China tidak mengambangkan nilai tukar mata uangnya berdasarkan pasar (float exchange rate). China menggunakan sistem fixed exchange rate sejak tahun 1994 dan selama tahun 1994 hingga Juli 2005, China mematok nilai Yuan, terhadap dollar Amerika Serikat pada kisaran sekitar 8.28 Yuan terhadap 1 Dollar AS.53 Dalam rangka mempertahankan target tingkat nilai tukar Yuan dengan Dollar ataupun mata uang lainya, pemerintah China memberlakukan pembatasan dan kontrol atas transaksi modal dan juga melakukan pembelian besar-besaran atas Dollar AS dan aset-aset berharga lainya dalam bentuk Dollar.54 Terhitung sejak 21 Juli 2005 dalam rangka mengakomodir tekanan Amerika Serikat, China menentukan kebijakan perubahan dari kurs tetap menjadi kurs mengambang. Dengan penentuan kurs mengambang, maka besarnya kurs akan tergantung dari permintaan dan penawaran terhadap mata uang tersebut. Namun demikian China menentukan kurs mengambang terkendali dengan menemukan batas toleransi kenaikan dan penurunan terhadap kurs harian yang ditetapkan.Berdasarkan data dari Bank of China, dari bulan Juli 2005 hingga Juli 2009, nilai Yuan terhadap Dollar naik dari 8.28 per 1 Dollar AS ke 6.88 per 1 Dollar AS, ini berarti China telah merevaluasi nilai Yuan terhadap dolar sebesar 21%. Namun, setelah dampak krisis keuangan global 2008, pemerintah China menghentikan revaluasi atas Yuan dan kemudian menyimpan nilai tukar Yuan terhadap Dollar kedalam nilai yang relatif konstan yakni tetap pada 6.83 Yuan per 1 Dollar AS dari Juli 2009 sampai dengan Juni 2010 dengan alasan dari pihak pemerintahan China untuk membantu melindungi dan membatasi dampak dari penurunan tajam akibat krisis dalam permintaan global untuk produk-produk China. Dari 18 Juni sampai 24 Desember 2010, China merevaluasi nilai tukar Yuan terhadap Dollar sekitar 2.9% secara keseluruhan. Namun para pejabat Amerika Serikat tetap mengkritik China atas lambatnya penguatan nilai Yuan, terutama mengingat pesatnya pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh China dalam ekspor dan surplus perdagangan, sehingga pemerintah Amerika Serikat terus mendesak China untuk mempercepat laju reformasi mata uang dan fleksibilitasnya. Banyak anggota Kongres Amerika Serikat telah mendesak Pemerintahan Obama untuk mengambil sikap lebih agresif terhadap China atas kebijakan mata uangnya, termasuk menunjuk China sebagai manipulator mata uang. China telah menyatakan oposisi yang kuat terhadap tekanan luar terhadap kebijakan mata uangnya, dan menyebutnya sebagai bentuk proteksionisme dan campur tangan pemerintah dalam kebijakan ekonomi dalam negeri China. Disamping itu, krisis global membuat pemerintah China mengerem penguatan nilai Yuan yang sebelumnya sempat direvaluasi sebesar 2% guna menjaga mata uangnya tetap stabil atas greenback demi menjaga daya saing produk China di tengah anjloknya permintaan global.Nilai Tukar Yuan Terhadap Dolar

Dari grafik diatas maka dapat kita lihat bahwa nilai tukar Yuan sejak tahun 1995 relatif stabil dari kenaikan hingga penurunan nilai Yuan terhadap Dollar. Namun sejak 21 juli 2005 hingga saat ini terjadi penguatan nilai Yuan akibat dari revaluasi secara gradual melalui pegging oleh Bank Sentral China untuk menanggapi tuntuan dari negara-negara mitra dagangnya, terutama Amerika Serikat yang terus meminta China untuk merevaluasi nilai Yuan agar disesuaikan dengan kemajuan pesat ekonomi yang dialami China. Nilai kurs Yuan pada akhir tahun 2006 adalah 7.69 Yuan/ 1 Dollar AS, kemudian akhir tahun 2007 adalah 7.27 Yuan/1 Dollar AS. Selanjutnya pada April 2008 adalah 6.992 Yuan/ 1 Dollar AS. Sedangkan pada akhir tahun 2009 hingga sekarang adalah 6.82 Yuan/ 1 Dollar AS. Pada tanggal 19 Juni 2010, bank sentral China yakni the Peoples Bank of China (PBOC), menyatakan bahwa berdasarkan kondisi ekonomi saat ini, untuk lebih lanjut China telah memutuskan untuk terus mereformasi nilai tukar Yuan untuk meningkatkan fleksibilitas nilai tukar mata uangnya tersebut.

2.3.2 Politik Moneter China dalam Penggunaan Fixed Exchange Rate China dikenal memiliki sistem pemerintahan tertutup, yang merupakan salah satu dari tradisi China sejak masa kaisar jaman dahulu. Banyak peristiwa-peristiwa yang terjadi di balik layar pemerintahan, yang tidak pernah diberitakan kepada rakyat secara terbuka, karena kebebasan merupakan satu istilah yang tidak pernah dikenal, dan dinilai sebagai satu kegiatan yang membuat buruk wibawa pemerintah yang berwenang di China. The People's Bank of China adalah bank sirkulasi dari Peoples Republic of China yang sekaligus merupakan satu institusi yang mengkontrol politik moneter China. Gubernur bank sentral China adalah Zhou Xiaochuan. Sekalipun dikenal sebagai "China's most able technocrat" namun gubernur dari The People's Bank of China adalah anggota partai Komunis China. Pengangkatan demikian hanya mungkin atas tunjukan partai Komunis China lewat National Peoples Congress, kongres nasional rakyat semacam parlemen. Hal ini menunjukkan bahwa politik moneter yang diambil tidak mungkin independence dan akan bertentangan dengan kurs dari partai. Dengan kata lain, partai Komunis yang menentukan kurs negara, pemerintahan dan politik moneter, dan bukan bank sentral (sirkulasi) yang otonom sepenuhnya seperti dikenal di dunia moneter pada umumnya. Dalam penggunaan system fixed exchange rate, The People's Bank of China menggunakan system currency boards seperti yang digunakan Argentina pada tahun 1990-an. Currency boards sendiri merupakan aturan dimana bank sentral memegang mata uang asing yang cukup untuk mendukung setiap unit mata uang domestic. Dengan kata lain pemerintah China harus memiliki cadangan devisa yang kuat untuk menetapkan penggunaan system fixed exchange rate. Sebagai contoh, bank sentral China akan memegang 1 Dollar (atau 1 Dollar yang diinvestasikan dalam obligasi pemerintah AS) untuk setiap Yuan. Sehingga, tidak perduli berapa banyak Yuan yang ditukarkan ke bank sentral China, bank sentral tidak pernah akan kehabisan Dollar. Implikasi dari system currency boards yang digunakan oleh China terhadap perekonomian Amerika Serikat adalah dengan system ini maka pemerintah China dapat terus mematok dan mengontrol nilai setiap satuan mata uang Yuan terhadap Dollar AS dengan cara terus membeli Dollar AS untuk membuat nilai Yuan tetap stabil terhadap Dollar. Sehingga seberapa banyak pun jumlah Dollar yang dicetak oleh bank sentral AS untuk mendepresiasi nilai Dollar terhadap Yuan, nilai Dollar tetap akan relatif lebih tinggi dari pada nilai Yuan. Analisis rezim kurs pada kesimpulan yang sederhana adalah mustahil bagi sebuah negara untuk sekaligus menggunakan rezim aliran modal bebas, kurs tetap, dan kebijakan moneter independen. Istilah seperti ini sering disebut dengan trinitas yang mustahil (impossible trinity) seperti yang dapat digambarkan pada gambar berikut:

Pada pilihan pertama adalah menggunakan aliran modal bebas dan juga kebijakan moneter independen seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Dalam hal ini, mustahil untuk menetapkan fixed exchange rate, melainkan harus mengambangkan kurs untuk menyeimbangkan pasar valuta. Pilihan kedua adalah dengan menerapkan aliran modal bebas dan kurs tetap, seperti yang dilakukan oleh Hong Kong. Pada kasus ini, negara tersebut tidak dapat menjalankan kebijakan moneter independenya. Jumlah uang yang beredar harus menyesuaikan untuk menjaga kurs pada tingkat yang telah ditentukan. Pilihan ketiga adalah dengan membatasi aliran modal asing, baik masuk maupun keluar, seperti yang dilakukan oleh China. Pada kasus ini exchange rate tidak lagi tetap terhadap tingkat bunga dunia namun ditentukan oleh kekuatan domestic seperti yang terjadi pada kasus perekonomian tertutup. Karena itu suatu negara biasa menggunakan fixed exchange rate dan kebijakan moneter independen. Oleh sebab itu dalam impossible trinity mustahil bagi sebuah negara untuk menerapkan sekaligus aliran modal bebas, kurs tetap, dan kebijakan moneter independen, oleh karena suatu negara harus memilih salah satu dari sisi segitiga, dan melupakan pilihan kedua sisi lainnya. Penetapan sistem fixed exchange rate yang dilakukan oleh China merupakan suatu bentuk dari politik moneter China. Penggunaan fixed exchange rate yang ditujukan China untuk menekan nilai kurs mata uang mereka agar menjaga kestabilan perekonomian serta kontrol pemerintah terhadap perkembangan perekonomian dalam negeri, serta sebagai strategi untuk memajukan perdagangan China, mengingat bahwa China merupakan negara yang mengandalkan besarnya ekspor sebagai penyokong utama perekonomian negara. Dengan nilai kurs Yuan yang rendah maka akan menyebabkan harga-harga barang produksi yang dihasilkan China yang nantinya akan diekspor ke luar negeri menjadi lebih murah harganya. Politik moneter pada dasarnya merupakan suatu proses timbal balik yang terjadi antara ekonomistik dan politik yang melahirkan kepada pembuatan suatu kebijakan-kebijakan moneter. Pandangan-pandangan politik seringkali membentuk kebijakan ekonomi, oleh sebab kebijakan ekonomi pada umumnya didikte oleh kepentingan-kepentingan politik yang dapat mempengaruhi hasil ekonomi. Penetapan fixed exchange rate oleh China dapat dapat dijelaskan lebih ringkas dalam gambar diagram berikut:

Implikasi hubungan antara politik moneter china dengan ekonomi internasional/negara tertentu (Amerika Serikat)Dampak kekuatan pasar China yang beroperasi dalam ekonomi internasional terhadap domestik negara-negara tertentuIntervensi pemerintah (berupa kebijakan/sikap politik moneter) negaranya dengan negara lainImplikasi Efek perubahan yang terjadi sebagai akibat dari target/sasaran kebijakan

Dalam penetapan nilai kurs, para pembuat kebijakan moneter China tetap memegang kendali atas kurs Yuan dengan tidak mau tunduk ataupun menyerah pada tekanan politis dari Amerika Serikat. Penetapan fixed exchange rate Yuan telah menjadi isu politik ekonomi yang banyak dan telah lama diperbincangkan di Amerika Serikat, para produsen Amerika Serikat harus berkompetisi dengan produk-produk murah China yang membanjiri pasar Amerika. Menanggapi hal tersebut, Amerika Serikat ingin penyesuaian jangka pendek melalui tingkat harga dan nilai exchange rate Yuan, dan ini berarti Amerika Serikat menginginkan adanya revaluasi mata uang Yuan hingga dapat memperbaiki ketidak seimbangan perdagangan agar dilakukan secara cepat. Namun, dari sudut pandang China, penekanan lebih pada perubahan struktural dan institusional jangka menengah dan jangka panjang. Bagi China, tidak mudah berperannya tingkat nilai mata uang melalui mekanisme pasar untuk memperbaiki keseimbangan perdagangan. Sebab, melepaskan sepenuhnya terhedap penentuan kurs mata uang Yuan ke pasar akan membawa implikasi yang luas bagi perekonomian China, dan apabila China terus menerima tekanan pihak Amerika dan membiarkan nilai Yuan mengalami penguatan, maka hal ini justru menjurus pada membesarnya cadangan mata uang asing, dan adanya kemungkinan serbuan dunia memegang mata uang Yuan. Sedangkan dari pihak Amerika Serikat terus menganggap bahwa pemerintah terlalu China mengintervensi nilai mata uang mereka sehingga nilainya relatif selalu melemah terhadap dollar Amerika. Hal ini tentu saja melemahkan kondisi perekonomian Amerika Serikat. Sejak 1978 hingga sekarang ini Bank Sentral China tidak pernah lepas kendali atas sumber daya keuangan, terutama saat dipatoknya nilai tukar tetap Yuan dari tahun 1994 sampai dengan 2005. Pemerintah China tetap mengendalikan hampir semua sumber daya finansial dan dengan efektif mengalokasi ke semua sektor yang membutuhkannya. Semua bank di China diarahkan oleh Bank Sentral China agar bagi pelaku ekonomi yang dinilai layak kredit (credit worthy) dengan manajemen profesional dan diberi fasilitasi kredit dengan bunga yang sekitar 5-6%.68 Sejak 1978 China telah berkembang menjadi negara dengan perekonomian yang sangat maju, dan hingga saat ini kinerja ekonomi China telah memberi dampak yang kuat pada perekonomi global.2.3.3 Strategi Politik Luar Negeri China Politik luar negeri China erat kaitannya dengan tujuan China menjadi salah satu negara besar dalam politik dan ekonomi internasional. Politik luar negeri China juga tidak terlepas dari proses interaksi China dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Meskipun kekayaan harta dan cadangan devisa yang dimiliki China saat ini begitu besar, dalam bidang politik luar negeri China tetap tidak mengenal adanya bantuan luar negeri. Bantuan dalam bidang ini hanya diberikan bilamana China sendiri dapat mengambil keuntungan untuk ekonomi negara, dengan memberi bantuan membangun infrastruktur jalan-jalan di Afrika, karena memungkinkan pengangkutan kebutuhan bahan baku industri China, terutama tambang minyak atau lainnya seperti biji besi, tembaga. China saat ini adalah negara kedua di dunia yang terbesar dalam mengkonsumsi minyak, tetapi tidak banyak mengambil hasil pertambangan sendiri. Itulah sebabnya akibat dari permintaan yang berlebihan ini menyebabkan harga pasaran minyak di dunia begitu tinggi. Meskipun China sendiri sangat kaya akan minyak, tetapi China masih belum mau mengolah cadangan minyaknya sendiri secara maksimal guna menjaga situasi apabila cadangan minyak dunia mulai menipis. Besarnya kelebihan devisa yang diperoleh dari besarnya surplus perdagangan yang diperoleh China, membuat China menanamkan surplus ini kedalam perluasan investasi-investasi di negara-negara Afrika dan juga mengubah surplus tersebut dalam bentuk pembelian dan penyimpanan emas, sehingga pasaran emas di dunia begitu naik dan harga emas di pasaran dunia sudah melonjak mencapai sekitari US $ 1,200 /troy ounce nya.Nigeria dan Angola adalah dua negara produsen minyak terbesar di benua Afrika, dan selama telah puluhan tahun berhubungan dengan perusahaan-perusahaan besar dari negara-negara barat dalam melakukan perdagangan energi minyak. China kemudian ikut mengembangkan strategi dua cabang ke arah investasi energi di negara-negara benua Afrika tersebut. Pertama, China melakukan kesepakatan eksplorasi dan produksi dalam jumlah yang relatif kecil, melalui visibilitas negara-negara seperti Gabon, Guinea Khatulistiwa, dan Republik Kongo. Kemudian pada tahap kedua, China beralih ke negara-negara produsen minyak terbesar di Afrika seperti Nigeria dan Angola, dengan menawarkan paket-paket terpadu bantuan luar negeri berupa investasi-investasi eksplorasi dan pembangunan infrastruktur untuk memperlancar penyaluran barang serta energy dan sumber daya alam lainnya ke China.Beberapa ahli ekonomi Amerika Serikat mengatakan bahwa kebutuhan untuk mengamankan sumber daya alam yakni berupa minyak, logam, ataupun kayu merupakan komponen penggerak kebijakan luar negeri China terhadap investasi yang dilakukan China di Afrika maupun diseluruh negara dunia lainnya. Sektor manufaktur China telah menciptakan permintaan yang sangat besar untuk pasokan aluminium, tembaga, nikel, bijih besi, dan minyak. Kecenderungan seperti ini telah berlangsung sejak tahun 2005, yakni setahun sebelum China berada pada peringkat teratas sebagai negara dengan pencapaian cadangan devisa terbesar di dunia. David Zweig dan Bi Jianhai menulis dalam buku Foreign Affairs bahwa China telah mampu mengadaptasikan politik kebijakan luar negerinya kedalam strategi pembangunan nasionalnya ke sebuah level yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan mendorong negara atas kontrol dikendalikan oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri untuk mencari eksplorasi dan pasokan sumber daya alam baru melalui kontrak dengan negara-negara yang menghasilkan minyak, gas, dan sumber daya lainnya. Pada saat yang sama, secara terang-terangan dengan melalui jalan diplomasi, China melakukan pengendalian atas pemerintah negara-negara tersebut yang setuju melakukan perjanjian atau kesepakatan dengan China, melalui transaksi perdagangan, penghapusan utang, dan paket bantuan. Berkaitan dengan dana bantuan yang juga diberikan China kepada Amerika Serikat pada saat terjadinya krisis global, China juga meletakan kepentingan atas kendali perekonomian terhadap Amerika Serikat. Sejumlah dana bantuan yang diberikan kepada Amerika Serikat oleh China dalam bentuk pembelian obligasi sekuritas Amerika Serikat membuat nilai hutang federal Amerika kepada China semakin tinggi yakni sebesar 9 trilliun Dollar AS pada September 2007. Menurut data terakhir yang ada pada Treasury Department Amerika, saat ini kepemilikan jumlah hutang Amerika Serikat terhadap China menjadi semakin besar, yakni mencapai $1.16 triliun USD.76 Rendahnya cadangan tunai yang dimiliki oleh Amerika Serikat untuk membiayai deficit perdagangannya membuat Amerika Serikat harus menjual obligasi mereka. Sedangkan untuk saat ini, pembeli utama dari obligasi Amerika Serikat adalah China. Keuntungan dari pembelian obligasi Amerika Serikat membuat China memiliki pendapatan yang tetap atas bunga tetap yang didapat dari obligasi serta membuat China memiliki pengaruh yang besar terhadap berjalannya sistem perekonomian Amerika Serikat.

BAB IIIPENUTUP2.4 KesimpulanDalam sistem nilai tukar tetap, bank sentral setiap negara melakukan intervensi pada bursa valuta asing untuk mencegah penyimpangan nilai tukar dari nilai nominal yang telah ditetapkan.Dalam sistem Bretton Woods, semua negara di luar Amerika menetapkan nilai tukar mata uang mereka terhadap dolar Amerika. Bank Sentral Amerika memainkan peran pasif; inilah satu-satunya bank sentral di dunia yang tidak harus melakukan campur tangan untuk mendukung nilai tukar tertentu dari mata uangnya.Ada tiga masalah yang umumnya muncul pada sistem nilai tukar tetap, yaitu (1) penyediaan cadangan yang cukup, (2) penyesuaian pada kecenderungan jangka panjang, dan (3) berhubungan dengan krisis spekulatif.China adalah Negara yang menggunakan system nilai tukar tetap. Pada tahun 1980, China mengatur sistem nilai tukar ganda yakni pada saat china menggunakan kebijakan ekonomi gaige kaifang (kebijakan membuka diri) dengan menggunakan strategi gradualisme. Saat itu pemerintah China menetapkan dua tingkat nilai tukar (dual exchange rate mechanism) yang memungkinkan investor bisa menukarkan mata uangnya dengan Yuan pada kurs yang lebih tinggi dibandingkan kurs resmi. Dengan mekanisme seperti itu, Yuan mengalami devaluasi untuk mencapai keseimbangan pasar (market equilibrium).Para investor mulai tertarik untuk melakukan investasi dan pada gilirannya cadangan devisa China meningkat secara drastis. Dengan kekuatan cadangan devisa, mulai tahun 1994, mekanisme dua tingkat kurs mata uangnya dihapus dan diberlakukannya hanya satu kurs resmi yakni menjadi sistem fixed exchange rate.

DAFTAR PUSTAKALipsey, Richard G, Peter O Steiner, Doudglas.1992.Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta : Erlangga.