Penentuan Peramalan Nilai Tukar
description
Transcript of Penentuan Peramalan Nilai Tukar
PENENTUAN DAN PERAMALAN NILAI TUKARMANAJEMEN KEUANGAN LANJUTAN
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Perkuliahan Pendidikan Profesi Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi
Universitas Widyatama
DISUSUN OLEH :
YUDI KRISTIANTO 151502054YUNI TRISNAENI S 151502058WULAN PRYMARANTI 151502067
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMABANDUNG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu indikator terpenting dalam suatu perekonomian suatu negara
adalah nilai tukar mata uang. Nilai tukar memiliki implikasi yang luas, baik dalam
konteks ekonomi domestik maupun international, mengingat hampir semua
negara di dunia melakukan transaksi international. Valuta asing yang sering juga
disebut dengan Valas pada dasarnya adalah mata uang asing (Foreign currencies).
Persoalan yang sangat penting diperhatikan dalam masalah valuta asing adalah
Kurs (exchange rate). Semua negara tidak dapat mencukupi semua kebutuhan
konsumsinya dari hasil produksi sendiri, meskipun ada pula beberapa komoditi
yang hasilnya melebihi kebutuhan dalam negri sehingga dapat diexspor. Oleh
karena itu suatu bangsa pasti memerlukan mata uang asing dalam transaksi
internationalnya. Kebutuhan akan mata uang asing yang kemudian disebut valas
ini akan menimbulkan persoalan yang cukup pelik yaitu menentukan seberapa
besar nilai tukar dari mata uang satu negara terhadap mata uang negara lain.
Meramal valas (Kuncoro dan Inayah, 2003) merupakan strategi yang
sangat penting bagi suksesnya perusahaan multinasional. Karena hampir
sebahagian besar operasi sebuah perusahaan multinasional dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan nilai tukar. Keputusan meng-hedge hutang-piutang valas
masa depan, keputusan pembiayaan jangka pendek, keputusan investasi jangka
pendek, keputusan penganggaran modal, keputusan pembiayaan jangka panjang
dan penilaian laba, adalah merupakan aktivitas operasional pada perusahaan
multinasional dimana semua keputusan tersebut dipengaruhi oleh perubahan nilai
tukar (Madura, 2004).
Peramalan merupakan upaya memperkirakan apa yang terjadi pada masa
mendatang berdasarkan data pada masa lalu, berbasis pada metode ilmiah dan
kualitatif yang dilakukan secara sistematis. Selama ini banyak peramalan
dilakukan secara intuitif menggunakan metode-metode statistika seperti metode
smoothing, Box-Jenkins, ekonometri, regresi dan sebagainya. Pemilihan metode
tersebut tergantung pada berbagai aspek, yaitu aspek waktu, pola data, tipe model
sistem yang diamati, tingkat keakuratan ramalan yang diinginkan dan sebagainya.
Seiring perkembangan teknologi yang semakin maju, peramalan data time
series telah banyak dikembangkan pada bidang kecerdasan buatan seperti Jaringan
Syaraf Tiruan. Jaringan syaraf tiruan adalah suatu system pengolahan informasi
yang memiliki karakter dan konsep seperti jaringan syaraf biologi, yaitu jaringan
otak manusia yang dapat dilatih sehingga dapat mengambil keputusan sesuai
dengan yang dilakukan oleh otak manusia. Jaringan syaraf tiruan dapat
mengidentifikasi pola data dari sistem peramalan kurs rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat dapat dilakukan dengan metode pendekatan pelatihan (training).
Berdasarkan kemampuan belajar (learning) yang dimilikinya, maka jaringan
syaraf tiruan dapat dilatih untuk mempelajari dan menganalisis pola data masa
lalu dan berusaha mencari suatu formula atau fungsi yang akan menghubungkan
pola data masa lalu dengan keluaran yang diinginkan. Fungsi jaringan tersebut
menggambarkan ketergantungan nilai data saat ini terhadap nilai data sebelumnya.
Kurs adalah perbandingan nilai tukar mata uang suatu negara dengan mata
uang negara asing atau perbandingan nilai tukar valuta antarnegara. Kurs juga
merupakan salah satu variabel ekonomi makro yang sangat penting, karena kurs
mata uang dapat menjaga stabilitas ekonomi di suatu kawasan atau negara.
Kegiatan tukar menukar valuta asing (foreign exchange) atau disingkat dengan
forex sering dilakukan oleh semua orang di dunia, seperti berpergian ke negara
lain, pelaku bisnis dan masyarakat umum yang memperjual belikan dollar untuk
memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Contoh lain akibat dari kegiatan
ekspor impor, kebutuhan pasar serta institusi bank, pasti melakukan kegiatan
tukar-menukar mata uang. Informasi seperti ini sangat membantu para pelaku
bisnis untuk mengambil keputusan dalam berivestasi dan memperjualbelikan
uangnya guna untuk memperoleh keuntungan yang besar. Kebutuhan informasi
seperti ini menjadikan peramalan (forecasting) sebagai salah satu cara yang bisa
membantu para pelaku bisnis dalam mengambil keputusan yang lebih bijak untuk
memperjual belikan dollar mereka.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penentuan nilai tukar theoretical thread?
2. Bagaimana pendekatan asset pasar untuk peramalan nilai tukar?
3. Bagaimana ketidakseimbangan nilai tukar di Negara berkembang?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penentuan Nilai Tukar
Terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai tukar
(exchange rate) yaitu pendekatan moneter (monetary approach) dan pendekatan
pasar asset (asset market approach). Pada pendekatan moneter, nilai tukar
didefinisikan sebagai harga dimana mata uang asing (foreign currency/foreign
money) dijual belikan terhadap mata uang domestik (domestic currency/domestic
money) dan harga tersebut berhubungan dengan penawaran dan permintaan uang.
Kontribusi perubahan nilai tukar terhadap keseimbangan penawaran dan
permintaan uang digunakan hubungan absolute purchasing power parity (PPP)
yang merupakan keseimbangan antara harga domestik P dan konversi kurs valuta
asing ke dalam mata 25 uang domestik eP* dengan rumus P = eP* atau e = P/P*.
Ada beberapa faktor penentu yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar,
yaitu (Madura, 1993):
1. Faktor Fundamental
Faktor fundamental berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi,
suku bunga,perbedaan relatif pendapatan antar negara, ekspektasi pasar dan
intervensi bank sentral.
2. Faktor Teknis
Faktor teknis berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran devisa
pada saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap,
maka harga valuta asing akan terapresiasi, sebaliknya apabila ada kekurangan
permintaan, sementara penawaran tetap maka nilai tukar valuta asing akan
terdepresiasi.
3. Sentimen Pasar
Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita politik
yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valuta asing naik atau atau
turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita sudah berlalu,
maka nilai tukar akan kembali normal.
Nilai tukar mata uang
Nilai tukar mata uang dibagi menjadi dua yaitu :
Nilai tukar nominal, adalah nilai tukar yang ditulis dengan angka nominal.
Misalnya US$ 1,00=Rp10.000. kurs antara dua Negara adalah yang
dinamakan kurs nominal.
Nilai tukar Riil atau kurs riil (riil exchange rate) adalah harga relative dari
barang-barang kedua Negara yang menyatakan tingkat dimanakita dapat
memperdagangkan barang-barang dari suatu Negara untuk barang-barang dari
suatu Negara untuk barang-barang Negara lain. Oleh karena itu nilai tukar riil
juga disebut terms of trade.
Secara umum dapat dituliskan
= Nilai tukar nominal x Harga barang domestic
Harga barang luar negeri
Nilai tukar riil diantara kedua Negara dihitung dari nilai tukar nominal dan
tingkat harga di kedua Negara.Jika nilai tukar riil adalah tinggi, berarti harga
barang-barang luar negeri relative murah, dan harga barang-barang domestic
relatif mahal. Dan sebaliknya, jika nilai tukar riil rendah, berarti harga barang-
barang luar negeri relative mahal, dan harga-harga barang domestic relative murah
2.2 Pendekatan Niai Pasar Untuk Peramalan Nilai Tukar
Proses membuat peramalan dari indicator pasar, yang dikenal dengan
peramalan berbasis pasar (market based forecasting), dikembangkan berdasarkan
(1) kurs spot dan (2) kurs forward.
Kegunaan Kurs Spot.
Kurs spot saat ini dapat digunakan sebagai taksiran atas kurs spot
di masa depan. Untuk melihat mengapa kurs spot dapat digunakan dalam
peramalan berbasis pasar, asumsikan bahwa poundsterling inggris
diperkirakan akan mengalami apresiasi terhadap dolar dalam jangka
wakyu dekat. Perkiraan ini akan mendorong spekulan untuk membeli
poundstreling dengan menggunakan dolar AS saat ini untuk
mengantisipasi apresiasi poundsterling dan pembelian ini dapat
mendorong naik nilai poundsterling. Sebaliknya jika poundsterling
diperkirakan akan mengalami depresiasi terhadap dolar, spekulan akan
menjual poundsterling sekarang, dengan harapan dapat membeli
poundsterling kembali dengan harga yang lebih murah setelah nilainya
turun.tindakan tersebut dapat membuat depresiasi poundsterling langsung
terjadi. Karenanya nilai poundsterling saat ini seharusnya mencerminkan
perkiraan nilai poudsterling dalam jangka waktu dekat. Perusahaan dapat
menggunakan kurs spot dalam peramalan, karena kurs ini mencerminkan
perkiraan pasar atas kurs spot dalam jangka waktu dekat.
Kegunaan Kurs Forward
Kurs Forward untuk tanggal tertentu di masa depan biasanya
digunakan sebagai perkiraan kurs spot di masa depan. Atau kurs forward
berjangka 30 hari merupakan perkiraan kurs spot 30 hari mendatang, kurs
forward berjangka 90 hari merupakan perkiraan kurs spot 90 hari
mendatang, dan seterusnya. Kurs forward dihitung sebagai berikut :
F = S ( 1 + p )
Di mana p mencerminkan premi forward. Karena p mencerminkan selisih
kurs forward terhadap kurs spot, maka p dapat digunakan sebagai
perkiraan persentase perubahan kurs
E ( e ) = P
= ( F/S ) – 1
Contoh
Jika kurs forward dolar Australia berjangka satu tahun adalah $ 0,63, sementara
kurs spot adalah $ 0,60, maka perkiraan persentase perubahan dolar australia
adalah :
E ( e ) = p
= ( F/S ) – 1
= ( 0,63 / 0,60 ) -1
= 0,05 atau 5 %
2.3 Ketidakseimbangan Nilai Tukar Di Negara Berkembang
Ketidakseimbangan global terjadi karena di satu pihak ada negara-negara
(seperti Jerman dan China) yang mengalami surplus anggaran negara ataupun
neraca pembayaran luar negeri, di lain pihak ada negara-negara (seperti Amerika
Serikat dan Inggris) mengalami defisit pada keduanya. Dalam sistem keuangan
global yang berlaku dewasa ini, hanya negara-negara yang mengalami defisit yang
wajib melakukan penyesuaian untuk meniadakan kedua defisit tersebut. Negara-
negara yang mengalami surplus tak perlu berbuat apa-apa. Karena itu, China tidak
mau menguatkan nilai tukar mata uangnya (renmimbi) yang dianggap terlalu
rendah, sekitar 20-25 persen. Nilai uang yang terlalu rendah bagaikan
memberikan subsidi pada ekspor negara itu, sekaligus mengenakan tarif bea
masuk pada impornya. Di lain pihak, untuk mendorong pertumbuhan
ekonominya, AS menjalankan kebijakan moneter Quantitative Easing (QE)
dengan mencetak uang baru untuk membeli obligasi jangka panjang negaranya.
Ekspansi moneter seperti itu akan tetap mempertahankan tingkat suku bunga yang
sudah mendekati nol dewasa ini. Pada gilirannya, tingkat suku bunga yang rendah
diharapkan mendorong peningkatan pengeluaran konsumsi dan investasi
masyarakat guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta menciptakan
lapangan kerja. QE diintroduksi The Fed (Bank Sentral AS) karena lembaga
perwakilan rakyat di negara itu enggan melakukan ekspansi fiskal karena stok
utang negaranya sudah di atas nilai produk domestik bruto (PDB)-nya.
Indonesia dan negara ASEAN lain terkena dampak negatif mata uang
renmimbi yang terlalu rendah. Pada 2005, ASEAN dan China menandatangani
perjanjian perdagangan bebas (ACFTA). ACFTA kian menurunkan tarif bea
masuk dan meniadakan hambatan perdagangan nontarif (NTB). Dengan adanya
kebijakan yang melemahkan nilai tukar renmimbi, ternyata China telah
menggantikan penurunan tarif bea masuk dan NTB dengan kebijakan mata uang
yang terlalu rendah sebagai instrumen proteksi perdagangan. Karena kombinasi
antara penurunan tarif bea masuk serta NTB dan nilai tukar renmimbi yang terlalu
rendah itu, ASEAN tak mampu bersaing dengan produk pertanian serta industri
manufaktur China, baik di pasar dalam negeri masing-masing maupun di pasar
dunia, seperti di AS dan Uni Eropa, yang dewasa ini melemah karena resesi
ekonomi. Penurunan ekspor industri manufaktur karena kalah bersaing dari China
sedikit dikompensasi kenaikan ekspor bahan mentah, seperti energi (migas dan
batu bara), minyak kelapa sawit, serta hasil tambang dan hasil pertanian lain ke
China dan India. Korban kebijakan AS Indonesia sekaligus korban QE. Tingkat
suku bunga yang rendah di negara-negara maju meningkatkan disparitas suku
bunga di negara-negara berkembang dan di negara-negara maju. Dewasa ini, balas
jasa obligasi negara jangka panjang di AS di bawah 3 persen setahun, sedangkan
di Indonesia di atas 6,5 persen. Pada gilirannya, disparitas suku bunga yang tinggi
telah mendorong derasnya aliran modal swasta berjangka pendek dari negara-
negara maju ke negara-negara berkembang. Bursa saham dan obligasi kita yang
masih sempit dan dangkal jadi lebih bergairah, stabil, serta likuid. Di lain pihak,
gabungan antara peningkatan ekspor bahan mentah dan pemasukan modal jangka
pendek yang terlalu besar telah menyebabkan nilai tukar rupiah jadi menguat,
meningkatkan inflasi serta menurunkan tingkat suku bunga. Penguatan rupiah
mendatangkan berbagai penyakit (the Dutch disease) pada perekonomian
Indonesia. Pertama, kurs rupiah yang menguat itu bagaikan pajak bagi ekspor
sehingga jadi kian kurang mampu bersaing di pasar dunia dan subsidi bagi barang
impor sehingga harganya semakin murah menyaingi produksi dalam negeri.
Karena terbatasnya tenaga kerja terampil dan yang memiliki pendidikan,
Indonesia tak mampu beralih pada industri manufaktur yang menghasilkan nilai
tambah lebih tinggi. Sebagian besar hasil bumi yang kita ekspor belum diolah.
Kurs rupiah yang menguat sekaligus menurunkan efisiensi perekonomian
nasional karena mendorong realokasi faktor produksi dari sektor traded yang lebih
produktif ke sektor non-traded yang kurang produktif. Sektor traded menghasilkan
barang dan jasa yang diekspor dan diimpor. Sektor non-traded menghasillkan
komoditas yang dikonsumsi di pasar lokal, seperti real estate termasuk
perumahan, mal, dan lapangan golf. The Dutch disease sekaligus menimbulkan
ketimpangan regional karena bahan mentah yang sedang naik daun (boom) itu
diproduksi di luar Jawa. Pertambangan perlu teknologi padat modal yang kurang
memerlukan tenaga kerja. Di lain pihak, hasil pertanian dan industri manufaktur
yang kalah bersaing dengan impor terutama diproduksi di Jawa yang sangat padat
penduduknya. Pemasukan modal asing jangka pendek juga dapat meningkatkan
inefisiensi industri perbankan Indonesia jika sumber dana mereka kian bergantung
pada pinjaman luar negeri.
Biaya moneter
Kemampuan BI sangat terbatas, baik untuk membatasi pemasukan modal
jangka pendek maupun menyerap pemasukan modal asing jangka pendek yang
besar tersebut guna memupuk cadangan luar negerinya. Sejak awal 1970-an,
Indonesia sudah menjalankan sistem devisa bebas dan meninggalkan kontrol
administratif lalu lintas devisa yang diintroduksi di era Orde Lama. Selain
menimbulkan distorsi, kontrol devisa ketat rawan korupsi. Dalam sistem devisa
bebas, kontrol devisa dilakukan secara tidak langsung melalui instrumen pasar.
Termasuk penggunaan aturan prudensial perbankan, seperti giro wajib minimum
(GWM), posisi devisa neto (PDN), rasio kredit terhadap simpanan (LDR) maupun
batas minimum pemberian kredit (BMPK) kepada pihak terkait. Dewasa ini, BI
mensyaratkan masa penahanan investasi portepel (holding period) di Indonesia,
minimum 1 bulan, tidak menerbitkan SBI berjangka 1 dan 3 bulan. Berbeda
dengan negara lain, pemerintah belum membatasi akses investor asing pada pasar
sekuritas ataupun memajaki pendapatan investasinya. Sementara itu, biaya operasi
moneter untuk menyerap modal asing jangka pendek yang masuk sangat mahal,
baik bagi neraca BI maupun bagi perekonomian nasional secara keseluruhan.
Biaya bagi perekonomian nasional diukur berdasarkan biaya oportunitas
pemupukan cadangan luar negeri dengan penggunaannya untuk proyek-proyek
pembangunan ataupun menambah infrastruktur yang merupakan faktor
penghambat kegiatan perekonomian kita dewasa ini. Untuk membeli mata uang
asing, BI membayarnya dengan mengkreditkan rekening bank komersial
penjualnya yang ada di BI ataupun dengan mencetak uang baru. Untuk mencegah
terjadinya pertambahan uang yang menyebabkan kenaikan tingkat inflasi, BI
menyerap kembali tambahan rekening bank komersial serta tambahan uang yang
diedarkannya itu. Di negara-negara lain, biaya operasi moneter ditanggung
pemerintah dan menggunakan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) atau T-bills
berjangka pendek sebagai instrumennya.
Di Indonesia, SPN mulai diterbitkan 2008, tetapi jumlahnya baru sedikit
dan belum cukup berarti untuk digunakan sebagai instrumen moneter. Hingga saat
ini instrumen operasi moneter BI baru terbatas pada surat utang yang
diterbitkannya sendiri, berupa SBI konvensional maupun SBI syariah, dengan
jangka waktu bervariasi antara 1 bulan hingga 1 tahun. Instrumen lain adalah
FASBI dan FTO (fine tuning operation). Seperti SBI, FASBI maupun dana milik
bank, pemerintah, dan dunia usaha yang disimpan di BI adalah kewajiban BI yang
diberikan balas jasa bunga, walaupun lebih rendah daripada bunga yang berlaku di
pasar. Ini berbeda dengan pengedaran uang yang merupakan kewajiban moneter
BI tanpa membayar bunga. Sebaliknya, BI mendapatkan keuntungan dari
pengedaran uang tersebut, berupa seigniorage, yakni perbedaan nilai nominal
uang dengan ongkos pencetakannya. Dengan demikian, beban bunga BI jadi
semakin besar dengan bertambahnya SBI yang diterbitkan dan dana perbankan
maupun dana pemerintah yang diserapnya. Sementara itu, BI juga merugi dari
transaksi valuta asing karena menjualnya pada tingkat kurs lebih rendah.
Penerimaan dari balas jasa penempatan cadangan di luar negeri (umumnya berupa
obligasi negara di AS, Eropa, dan Jepang) sangat rendah. Semua itu
menunjukkan, dengan memupuk cadangan devisa, BI kian menambah aset yang
memberikan balas jasa rendah yang dibelinya dengan menerbitkan SBI dan
FASBI yang memberikan suku bunga jauh lebih tinggi. Apresiasi kurs sekaligus
menyebabkan kerugian kurs bagi BI. Kerugian ini mengganggu kesehatan neraca
atau keuangan BI dan menimbulkan erosi pada modal dasar BI sebesar Rp 2
triliun dewasa ini. Rekapitalisasi atau penambahan modal akan mengganggu
reputasi atau independensinya. Dalam 10 tahun terakhir, nilai nominal cadangan
luar negeri BI naik tiga kali lipat lebih, dari 29 miliar dollar AS (2000) menjadi di
atas 90 miliar dollar AS dewasa ini. Namun, sebagai persentase terhadap PDB
turun dari 24,9 persen jadi sekitar 12 persen. Seharusnya, sistem kurs
mengambang tak lagi perlu cadangan besar untuk memelihara stabilitas kurs
secara berlebihan. Keperluan memupuk sendiri cadangan devisa juga kian
berkurang dengan kian tersedianya kredit dari IMF, Chiang Mai Initiative di
lingkungan ASEAN+3, ataupun fasilitas imbal beli mata uang antarbank sentral.
2.4 Jenis-Jenis Exposure Valuta Asing
Valuta asing atau biasa disebut juga dengan kata lain seperti valas,
FOREIGN EXCHANGE, forex atau juga fx adalah mata uang yang di keluarkan
sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain, pasar valuta asing sendiri
mengalami pertumbuhan yang pesat pada awal decade 70’an. Valuta Asing yang
biasa disingkat Valas atau dalam bahasa inggris dikenal sebagai forex ( singkatan
dari Foreign Exchange ), yang berarti pertukaran uang dari nilai mata uang yang
berbeda, pasar valuta asing ini menyediakan pasar sarana fisik maupun dalam
pasar kelembagaan untuk melakukan perdagangan mata uang asing, menentukan
nilai tukar mata uang asing, dan menerapkan managemen mata uang asing.
2.5 Mengapa Dilakukan Nilai lindung
Pertama, dengan melakukan hedging maka ini merupakan salah satu bentuk
perencanaan arus kas, dimana risiko variasi arus kas jadi berkurang
Kedua, manajemen mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan dengan
investor individual mengenai risiko mata uang asing yang dihadapi oleh
perusahaan
Ketiga, pasar biasanya dalam kondisi disequillibrium disebabkan
ketidaksempurnaannya baik secara struktural maupun institusional. Sehingga,
pasar umumnya selalu bergerak, dan ini mengakibatkan ketidakpastian.
Exposure pertama yang dihadapi perusahaan adalah transaction exposure,
yakni risiko yang dihadapi oleh perusahaan ketika melakukan transaksi dengan
pihak lain dan terkait dengan valas. Sehingga, perusahaan yang terlibat transaksi
ini terekspos terhadap risiko perubahan nilai valas di masa depan.
Beberapa aktivitas yang dapat mengakibatkan suatu transaction exposure
diantaranya adalah:
1. Membeli/menjual dalam kredit dengan harga dalam valas
2. Meminjam/ memberi pinjaman, dengan sistem pelunasan menggunakan
valas
3. Masuk ke dalam kontrak forward valas
4. Memperoleh asset atau liabilities dalam valas
Seperti yang telah diungkapkan diatas, ketika perusahaan menghadapi
transaction exposure, ia mempunyai dua opsi, yakni hedging atau tidak.
Seandainya perusahaan tidak mau melakukan hedging, maka opsi yang
dimilikinya untuk meminimalisir risiko valas adalah:
1. Mentransfer risiko tersebut terhadap pihak lain. Misalnya, perusahaan
Indonesia mengenakan harga jual produk ekspornya ke AS dalam
Rupiah, bukannya Dollar. Sehingga, pihak lawan (importir AS) yang
terekspos terhadap pergerakan mata uang Rupiah.
2. Meminta pelunasan cepat. Risiko mata uang asing dapat diminimalisir
jika perusahaan meminta pelunasan secepatnya, sehingga bisa
menggunakan nilai mata uang spot.
3. Melakukan netting. Ini biasanya dilakukan oleh perusahaan MNC yang
punya banyak cabang dan melakukan banyak transaksi valas. Yang
dilakukan adalah mengkonsolidasikan seluruh posisi mata uang asing
dalam satu negara, dan dihitung net-nya dari transaksi-transaksi yang
terjadi dengan pihak lain.
2.6 Praktik Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam
mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman. Manajemen risiko
keuangan terfokus pada risiko yang dapat dikelola dengan menggunakan
instrumen-instrumen keuangan. Tujuan utama manajemen risiko keuangan adalah
untuk meminimalkan potensi kerugian yang timbul dari perubahan tak terduga
dalam harga mata uang, kredit, komoditas, dan ekuitas.
Para pelaku pasar cenderung tidak berani mengambil risiko. Perantara jasa
keuangan dan pencipta pasar memberikan respons dengan menciptakan produk
keuangan yang memungkinkan seorang pelaku pasar untuk mengalihkan risiko
perubahan harga tak terduga kepada orang lain-pihak lawan.
Komponen Utama Risiko Mata Uang Asing
Untuk meminimalkan eksposur yang dihadapi atas volatilitas kurs valuta
asing, harga komoditas, tingkat suku bunga, dan harga sekuritas, industri jasa
keuangan banyak menawarkan produk lindung nilai keuangan, seperti swap, suku
bunga, dan juga opsi. Kebanyakan instrument keuangan tersebut diperlakukan
sebagai pos-pos di luar neraca oleh sejumlah perusahaan yang melakukan
pelaporan keuangan secara internasional. Akibatnya, risiko-risiko yang terkait
dengan penggunaan instrument ini sering kali tertutupi, dan sampai sekarang
pembuat standar akuntansi dunia melakukan pembahasan atas prinsip pengukuran
dan pelaporan yang tepat untuk produk-produk keuangan ini. Materi pembahasan
ini salah satunya adalah membahas pelaporan internal dan masalah pengendalian
yang terkait dengan masalah yang sangat penting
Ada beberapa komponen utama dalam risiko mata uang asing, yaitu:
a. Accounting risk (risiko akuntansi): Risiko bahwa perlakuan akuntansi yang
lebih disukai atas suatu transaksi tidak tersedia.
b. Balance sheet hedge (lindung nilai neraca) : Mengurangi eksposur valuta asing
yang dihadapi dengan membedakan berbagai aktiva dan kewajiban luar negeri
suatu perusahaan.
c. Counterparty (pihak lawan) : Individu/lembaga yang terpengaruh dengan
suatu transaksi.
d. Credit risk (risiko kredit) : Risiko bahwa pihak lawan mengalami gagal bayar
atas kewajibannya.
e. Derivatif : Perjanjian kontraktual yang menimbulkan hak atau kewajiban
khusus dengan nilai yang berasal dari instrument atau komoditas keuangan
lainnya.
f. Economic exposure (eksposur ekonomi) : Pengaruh perubahan kurs valuta
asing terhadap biaya dan pendapatan perusahaan di masa depan.
g. Exposure management (manajemen eksposur) : Penyusunan strukturdalam
perusahaan untuk meminimalkan pengaruh buruk perubahan kursterhadap
laba.
h. Foreign currency commitment (komitmen mata uang asing) : Komitmen
penjualan/pembelian perusahaan yang berdenominasi dalam mata uang asing.
i. Inflation differential (perbedaan inflasi): Perbedaan dalam laju inflasi antar
dua negara atau lebih.
j. Liquidity risk (risiko likuiditas) : Ketidakmampuan untuk melakukan
perdagangan suatu instrument keuangan dengan tepat waktu.
k. Market discontinuities (diskontinuitas pasar) : Perubahan nilai pasar secara
mendadak dan signifikan.
l. Market risk (risiko pasar) : Risiko kerugian akibat perubahan tak terduga
dalam harga valuta asing, kredit komoditas, dan ekuitas.
m. Net exposed asset position (risiko potensial posisi aktiva bersih) : Kelebihan
posisi aktiva terhadap posisi kewajiban (juga disebut sebagai posisi positif).
n. Net exposed liability position (risiko potensial posisi kewajiban bersih) :
Kelebihan posisi kewajiban terhadap posisi aktiva (juga disebut sebagai posisi
negatif).
o. Net investment (investasi bersih) : Suatu posisi aktiva atau kewajiban bersih
yang terjadi pada suatu perusahaan.
p. National amount (jumlah nasional) : Jumlah pokok yang dinyatakan dalam
kontrak untuk menentukan penyelesaian.
q. Operational hedge (lindung nilai operasional) : Perlindungan risiko
valutaasing yang memfokuskan pada variabel yang mempengaruhi
pendapatandan beban suatu perusahaan dalam mata uang asing.
r. Option (opsi) : Hak (bukan kewajiban) untuk membeli atau menjual suatu
kontrak keuangan sebesar harga yang ditentukan sebelum atau pada saat
tanggal tertentu di masa datang.
s. Regulatory risk (risiko regulator) : Risiko bahwa suatu undang-undang public
akan membatasi maksud penggunaan suatu produk keuangan.
t. Risk mapping (pemetaan risiko) : Mengamati hubungan temporal berbagai
risiko pasar dengan berbagai variabel laporan keuangan yang mempengaruhi
nilai perusahaan dan menganalisis kemungkinan terjadinya.
u. Structural hedges (lindung nilai struktural) : Pemilihan atau relokasi operasi
untuk mengurangi keseluruhan eksposur valuta asing suatu perusahaan.
v. Tax risk (risiko pajak) : Risiko bahwa tidak adanya perlakuan pajak yang
diinginkan.
w. Translation exposure (eksposur translasi) : Mengukur pengaruh dalam mata
uang induk perusahaan atas perubahan valuta asing terhadap aktiva,
kewajiban, pendapatan, dan beban dalam mata uang asing.
x. Transaction potential risk (risiko potensial transaksi) : Keuntungan
ataukerugian valuta asing yang timbul dari penyelesaian atau
konversitransaksi dalam mata uang asing.
y. Value at risk (nilai atas risiko) : Risiko kerugian atas portofolio perdagangan
suatu perusahaan yang disebabkan oleh perubahan dalam kondisi pasar.
z. Value driver (pemicu nilai) : Akun-akun neraca dan laporan laba rugi
yangmempengaruhi nilai perusahaan.