MAKALAH KASUS 5

57
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal setidaknya selama tiga bulan atau lebih, yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang bermanifestasi sebagai kelainan patologis atau kerusakan ginjal; termasuk ketidakseimbangan komposisi zat di dalam darah atau urine serta ada tidaknya gangguan hasil pemeriksaan pencitraan (Konsensus Dialisis, 2003). Terdapat pergeseran penyabab penyakit ginjal kronis dari infeksi ke diabetes dan darah tinggi, penyebab yang erat kaitannya dengan gaya hidup dan diet. Diabetes dan darah tinggi grafiknya cenderung meningkat sedangkan infeksi menurun. Berikut ini data penyebab penyakit ginjal tahap akhir di mana terlihat tendensi peningkatan dan penurunan pada penyebab-penyebab tertentu. Glomerulonefritis sebagai 60% penyebab gagal ginjal kronis lebih banyak diderita pada kelompok usia 20-40 tahun dan pria (Sukandar, 2005). Salah satu pengobatan yang digunakan adalah dialisis. Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju kompartemen cairan lainnya. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita gagal ginjal 1

Transcript of MAKALAH KASUS 5

Page 1: MAKALAH KASUS 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal setidaknya selama tiga bulan atau

lebih, yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktural atau fungsional ginjal, dengan atau

tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang bermanifestasi sebagai kelainan

patologis atau kerusakan ginjal; termasuk ketidakseimbangan komposisi zat di dalam darah

atau urine serta ada tidaknya gangguan hasil pemeriksaan pencitraan (Konsensus Dialisis,

2003).

Terdapat pergeseran penyabab penyakit ginjal kronis dari infeksi ke diabetes dan

darah tinggi, penyebab yang erat kaitannya dengan gaya hidup dan diet.  Diabetes dan darah

tinggi grafiknya cenderung meningkat sedangkan infeksi menurun.  Berikut ini data penyebab

penyakit ginjal tahap akhir di mana terlihat tendensi peningkatan dan penurunan pada

penyebab-penyebab tertentu. Glomerulonefritis sebagai 60% penyebab gagal ginjal kronis

lebih banyak diderita pada kelompok usia 20-40 tahun dan pria (Sukandar, 2005).

Salah satu pengobatan yang digunakan adalah dialisis. Dialisis adalah suatu proses

difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen

cair menuju kompartemen cairan lainnya. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan

penderita gagal ginjal kronis dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal.

Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja

sempurna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya.

Dialisis diperlukan apabila sudah sampai pada tahap akhir kerusakan ginjal atau gagal ginjal

terminal (End Stage Renal Disease). Biasanya terjadi apabila kerusakan ginjal sudah

mencapai 85 – 90 persen.

1

Page 2: MAKALAH KASUS 5

1.2 Pembahasan Kasus

Chair : Djoko Permadi

Scriber 1 : Hanna Khoirotunnisa

Scriber 2 : M. Zaenudin Wasilah

Kasus 5

Tn. K, berusia 45 tahun datang ke unit hemodialisis (HD) untuk melakukan HD

rutinnya yang biasa dia lakukan 2 kali/minggu, tetapi 1 minggu yang lalu klien tidak

mengikuti jadwal hemodialisa dikarenakan sakit flu. Saat datang muka klien tampak pucat,

oedema anasarka dan mengeluh lemas. Saat dikaji oleh perawat : klien mengeluh cepat cape

dan nafasnya terasa sesak saat aktivitas dan diikuti dengan tremor, gatal - gatal di seluruh

tubuhnya, kadang – kadang suka keluar darah dari hidungnya, kulit tampak kering dan

banyak yang mengelupas , rambut tampak kusam dan kemerahan. Dari pemeriksaan

didapatkan hasil: BB 56 Kg TB 152 cm, BP 170/100 mmHg, HR 96 x/mnt, RR 24 x/ menit,

lab : Hb 8.00 gr%,ureum 312, kreatinin 3.1.Dari riwayat sebelumnya Tn.K bekerja di ruangan

ber AC dan minum kurang 4 gelas/hari mempunyai riwayat penyakit hipertensi 15 tahun

yang lalu dan tidak terkontrol dan dia telah melakukan HD sejak 2 tahun yang lalu.

Saat akan dilakukan HD Tn.K mengatakan kepada dokter dan perawat bahwa ini HD

terakhir yang akan ia lakukan karena merasa benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup

seperti itu terus – menerus. Dia juga mengatakan bahwa dia mengerti bahwa hidupnya

tergantung pada dialysis. Dia berencana ke Cina untuk mencari alternatif penanganan

penyakitnya

Terapi : direncanakan tranfusi PRC 2 labu, diet rendah garam, rendah protein dan

rendah kolesterol, Hemapo 50iu/kg IV

Step 1

1) Evi: hemapo? Wiwi: Obat yang dimasukan kedalam darah(IV)

Step 2

1) Endah: kenapa saat flu tidak dilakukan HD?

2) Sonya: tindakan perawat ketika klien menolak HD?

3) Aisyah: kenapa rambut klien kusam?

2

Page 3: MAKALAH KASUS 5

4) Iswari: penyebab manfes keluar?

5) Evi: tindakan selain HD?

6) Fabian: jika tidak di HD akan sembuh tidak?

7) Wiwi: dampak tidak HD rutin?

8) Anisa: hubungan hipertensi dengan gagal ginjal kronis (mekanisme)?

9) Sonya: apakah kerja di ruangan berAC berisiko gagal ginjal kronis?

10) Ratih: kenapa klien datang dengan wajah pucat dan edema anasarka?

11) Aisyah: efek samping HD?

12) Fabian: prosedur HD?

13) Iswari: kriteria tindakan HD?

14) Wiwi: umur dan jenis keluarga yang resiko terkena penyakit ini?

15) Ratih: jika tidak ditangani apa komplikasinya?

16) Evi: penyebab gatal-gatal dan keluar darah dari hidung?

17) Sonya: persiapan HD, kenpa jika hipertensi tidak boleh?

18) Ratih: pencegahan?

19) Iswari: kenapa harus dilakukan terapi lain selain HD?

20) Anisa: prognosis?

21) Ratih: diagnosa keperawatan dan prioritasnya?

22) Iswari: waktu dilakukan HD berapa lama prosesnya, skalanya dan kenapa skalanya

segitu?

23) Fabian: kriteria yang termasuk gagal ginjal kronis?

24) Djoko: kenapa pasien berencana berobat ke cina?

25) Hana: TTV dan pemeriksaan lab normal pada klien?

Step 3

1. wiwi: flu-imun turun (tidak fit)

2. ratih: penkes jika tidak dilakkan HD (komplikasinya)

wiwi: penkes keluarga/dukungan psikososial

3. wiwi: klien kurang minum (asupan cairan)

sonya: akibat HD

hana: darah kotor akibat dari HD

4. LO

5. endah: transplantasi ginjal

3

Page 4: MAKALAH KASUS 5

6. wiwi: tidak akan sembuh, akan terdeteksi jika sudah parah atau kronis (lama). HD

hanya untuk memperpanjang hidup

djoko: yang di HD saja banyak yang gagal apalagi tidak

7. ratih: kulit pucat, edema anasarka, lemas,cape

8. fabian: naiknya pembuluh darah-kerja ginjal naik-asupan nutrisi ginjal turun-gagal

ginjal

9. aisyah: banyak duduk-kurang minum-batu ginjal-gagal ginjal kronis

10. aisyah: pucat-gagal ginjal-hb berkurang-darah merah kurang-hipoksia-peredaran

darah berkurang-pucat

evi: edema anasarka-penumpukan cairan di seluruh tubuh

fabian: gagal ginjal-gagal menyaring protein-takanan osmotik-shift cairan-edema

anasarka (dilihat dari pemerksaan Ht)

11. sonya: kulit hitam penumpukan zat besi

12. LO

13. LO

14. ratih: umur, siapa saja bisa kena dan riwayat hipertensi

fabian: orang tua lebih berisiko karena degenerasi

15. sonya: ginjal tidak berfungsi baik, darah mengandung racun

16. iswari: darah tidak tersaring-uremia-masuk ke otak sebagai toksik hana: gatal-gatal-

darah kotor

keluar darah dari hidung-hipertensi-pecahpembuluh darah

17. wiwi: TTV harus normal,inform consent, persiapan mental

18. wiwi: makan teratur, minum sesuai kebutuhan, olahraga, lingkungan, dll

endah: kontrol hipertensi

19. Sonya: jika sering HD maka akan terjadi penumpukan protein

20. LO

21. anisa: Gangguan perfusi jaringan, gangguan pola nafas, gangguan integritas kulit

22. evi: 6 jam dalam satu kali tindakan, 2-3x tiap minggu

23. LO

24. wiwi: di indonesia transplantasi ginjal masih dilarang, sehinggga pergi ke cina

aisyah: di cina terkenal dengan pengobatan herbalnya

25. anisa: BP: 120/80, RR: 16-20, HR: 60-100, HB: 13,5-18, kreatinin: 0,5-1,5

4

Page 5: MAKALAH KASUS 5

Step 4

Pengelompokan data

1. Data Objektif

BB : 56 kg ureum : 312

TB : 152 cm kreatinin : 3,1

BP : 170/100 pucat

HR : 96 edema anasarka

RR : 24 kulit tampak kering

Hb : 8 rambut kusam dan kemerahan

2. Data Subjektif

cepat capek mengeluh lemas

nafas sesak saat aktivitas kerja di ruang AC

tremor jarang minum

gatal-gatal seluruh tubuh riwayat hipertensi 15 tahun yang lalu

kadang keluar darah dari hidung merasa benci proses HD

Hipertensi

Kerja ginjal naik

Asupan nutrisi ginjal turun

Gagal ginjal akut edema anasarka

Gagal ginjal kronis terapi hemapo 50 iu/kg iv, transfusi PRC 2 labu, Hb 8 gr %

diet rendah protein & kolesterol

asuhan keperawatan sesak

5

Page 6: MAKALAH KASUS 5

Ureumia prosedur indikasi

Toksin di darah hemodialisa ketergantungan benci HD

Ureum 312, kreatinin 3,1 efek samping

gatal-gatal, rambut kusam, kemerahan

Step 5

1. Prosedur HD

2. Kriteria HD

3. Kriteria gagal ginjal kronis

4. Peran perawat

Step 6

Self Study

Step 7

Reporting

6

Page 7: MAKALAH KASUS 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel

dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan

fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth,

2001; 1448)

Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi

ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal

yang tetap, berupa dialisis atau tranpalantasi ginjal. (Sudoyo, 2006: 570)

Gagal ginjal (chronic renal failure, CRF) adalah terjadinya kedua ginjal yang sudah

tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan

hidup. (Baradero, dkk, 2009: 124)

Adapun pengertian dari gagal ginjal kronis adalah ketidakmampuan ginjal untuk

mempertahankan keseimbangan dan integritas tubuh yang muncul secara bertahap

sebelum terjun ke fase penurunan faal ginjal tahap akhir. Definisi lain menyebutkan

bahwa gagal ginjal kronis adalah penurunan semua faal ginjal secara bertahap diikuti

penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit. (Nefrologi Klinik, 2006).

7

Page 8: MAKALAH KASUS 5

2.2 Etiologi

Glomerulonefritis, nefropati analgesik, nefrotipati refluks, ginjal polikistik,

nefropati diabetik, penyebab lainya hipertensi, obtruksi, gout, dan tidak diketahui.

( Mansjoer 2001, 532)

Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :

1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)

2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)

3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)

4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)

5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus

ginjal)

6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)

7. Nefropati toksik

Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)

Penyebab Penyakit Ginjal Tahap Akhir

Penyakit Ginjal 1989 1996 2000

Glomerulonefritis 40,12% 46,39% 39,64%

Nefropati Obstruktif 36,07% 12,85% 13,44%

Nefropati Diabetik 6,13% 18,65% 17,54%

Nefropati Lupus 4,17% 0,16% 0,23%

Ginjal Polikistik 2,21% 1,41% 2,51%

Hipertensi 2,09% 8,46% 15,72%

Tidak diketahui 9,32% 15,20% 10,93%

Sumber: Nefrologi Klinik 2006

2.3 Manifestasi Klinis

Pada gagal ginjal kronik setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka

pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala keparahan tanda dan gejala

bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi pasien yang mendasari dan

usia pasien.

8

Page 9: MAKALAH KASUS 5

Tanda dan gejala pada penderita gagal ginjal kronik:

1. Kardiovaskuler

Hipertensi, gagal jantung kongestif, perikarditis, edema periorbital, friction rub

pericardial, pembesaran vena leher dan edema pulmoner.

2. Hermatologi

Rasa gatal yang parah (pruritus), butiran uremik.

Pruritus dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang membuat penderitanya

mempunyai keinginan untuk menggaruk. Mekanisme dasar pruritus belum dipahami

sepenuhnya, teori terakhir meliputi hiperparatiroidisme sekunder, kelainan divalent-

ion, histamine, sensitisasi alergi, proliferasi (hiperplasi) dari sel mast di kulit, anemia

defisiensi besi, peningkatan vitamin A, xerosis, polineuropati peripheral dan

berubahnya sistem saraf, keterlibatan sistem opioid, sitokin, serum asam empedu,

nitrat oksida atau beberapa kombinasi ini. Beberapa penulis mengemukakan bahwa

meningkatnya magnesium dalam serum, fosfor dan kalsium telah terlibat pada uremik

pruritus yang merupakan peranan penting penyebab pruritus.

3. Dermatologi

Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis

dan rapuh, rambut tipis dan kasar.

Kuku menjadi tipis, rapuh, bergerigi, memperlihatkan garis-garis terang dan

kemerahan berselang-seling. Perubahan pada kuku ini merupakan ciri khas kehilangan

protein kronik, biasanya didapatkan pada pasien dengan kadar serum albumin rendah

dan akan menghilang apabila kadar serum kembali normal (garis Muehrcke).

Perubahan kuku lainnya adalah ujud kuku half-and-half, yaitu warna kuku bagian

proksimal putih (50 persen) dan bagian distal berwarna merah muda (50 persen)

dengan batas yang tegas. Bentuk kuku Terry (Terry’s nails) adalah istilah ujud kuku

yang digunakan dimana hanya 20 persen bagian distal kuku yang normal (berwarna

merah muda).

Gagal ginjal dapat menyebabkan perubahan pada kelenjar keringat dan kelenjar

minyak yang menyebabkan kulit menjadi kering. Kondisi kulit kering ini dapat juga

disebabkan dari perubahan metabolisme vitamin A pada gagal ginjal kronik, yang

saling berkaitan dengan perubahan volume cairan dari pasien yang menjalani dialisis.

Kulit kering akan menyebabkan infeksi dan apabila terluka akan membuat proses

9

Page 10: MAKALAH KASUS 5

penyembuhannya menjadi lebih lambat. Selain itu kulit kering dapat juga menjadi

penyebab gatal – gatal (pruritus).

4. Gastrointestinal

Mual, muntah, cegukan, nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan mulut,

konstipasi dan diare, perdaragan saluran cerna.

5. Perubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu

berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang.

6. Muskuloskeletal

Kram otot, kekuatan otot hilang, kelemahan pada tungkai, fraktur tulang, dan foot

drop.

7. Reproduktif

Amenore, atrofi testekuler.

(Smeltzer& Bare, 2001)

2.4 Klasifikasi

Klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan sindrom klinis yang disebabkan karena

penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang dan tahp akhir. Klasifikasi tersebut

diantaranya :

1. Tahap pertama (stage 1)

Merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG (>90

mL/menit/1.73 m2) atau LFG normal

2. Tahap kedua (stage 2)

Reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 mL/menit/1.73 m2

3. Tahap ketiga (Stage 3)

Reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59

mL/menit/1.73 m2

4. Tahap keempat (stage 4)

Reduksi FG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/menit/1.73 m2

5. Tahap kelima (Stage 5)

Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu < 15 mL/menit/1.73 m2

2.5 Komplikasi

10

Page 11: MAKALAH KASUS 5

Menurut Smeltzer (2000), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang memerlukan

pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :

1) Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan

masukan diet berlebih.

2) Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah

uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin, angiotensin,

aldosteron.

4) Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,

perdarahan gastro intestinal.

5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat.

2.6 Pemeriksaan

2.6.1 Laboratorium

Urin:

Volume: biasanya berkurang dari 400ml/24jam (oliguria) atau urin tak ada

(anuria).

Warna: secara abnormal urin keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri,

lemak, partikel koloid, fosfat, atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan,

menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.

Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan

ginjal berat).

Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,dan

rasio urin/ serum sering 1:1.

Klirens kreatinin: agak menurun

Natrium: meningkat, lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu

mereabsorpsi natrium.

Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan

glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

Darah:

11

Page 12: MAKALAH KASUS 5

BUN/ kreatinin: meningkat, > 100 mg sehubungan dengan sindrom uremik.

Kadar kreatinin 10 mg/dL atau lebih besar mengindikasikan sindrom uremik.

Hitung darah lengkap: Ht menurun pada adanya anemia, Hb biasanya kurang

dari 7-8 g/dL.

SDM: waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti pada

azotemia.

GDA: menunjukkan asidosis metabolic (pH < 7,2) terjadi karena kehilangan

kemampuan ginjal untuk mengekskresi hydrogen dan ammonia atau hasil

akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun. PCO2 menurun.

Natrium serum: mungkin rendah (bila ginjal “kehabisan natrium”) atau

normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).

Kalium: meningkat sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan

selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap

akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau

lebih besar.

Magnesium/fosfat: meningkat.

Kalsium: menurun.

Osmolaritas serum: menunjukkan > 285 mOsm/kg.

Protein (khususnya albumin): kadar serum menurun dapat menunjukkan

kehilangan protein melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan,

atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.

2.6.2 Diagnostik

a. EKG : melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia dan hipokalsemia)

b. Ultrasonografi (USG) renogram : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal orteks

ginjal, kepadatan parenkim gnjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter

proksimal, kandung kemih, serta prostat. Untuk melihat adanya obstruksi

akibat batu atau massa tumor

c. Foto polos abdomen : menilai bentuk dan besar ginjal. Dan apakah terdapat

batu atau obstruksi lain. Foto polos disertai tomogram memberi keterangan

yang lebih baik. Dilarang berpuasa.

d. Biopsy ginjal : pada klien dengan gagal ginjal tahap awal, yang masih bisa

diiobati.

12

Page 13: MAKALAH KASUS 5

e. Pemeriksaan foto dada : dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat

kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali, dan efusi pericardial.

Tak jarang di temukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang

menurun

f. Pemeriksaan radiografi tulang : melihat adanya osteodistrofi

g. Pielografi intravena: menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter

h. Pielografi retrograde: dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible

i. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskuler, massa.

j. KUB foto: menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih dan adanya

obstruksi.

k. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan: dapat menunjukkan

demineralisasi, kalsifikasi.

Karsinoma kandung kemih perlu dibedakan dari tumor ureter yang menonjol dalam

kandung kemih, karsinoma prostat,dan hipertrofi prostat lobus median prostat. Untuk

membedakan kelainan ini dibutuhkan endoskopi dan biopsi, urografi atau IVP, CT

Scan, USG dan sitoscopy.

1. Pemeriksaan Urografi (IVP)

Menggunakan sinar –x untuk mengevaluasi sistem saluran kemih.

2. CT scan/MRI

Merupakan teknik non invasive yang akan memberikan gambar penampang ginjal

serta salurah kemih sangat jelas. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang

luasnya lesi invasive pada ginjal.Untuk menentukan diagnosis dan stadium karsinoma

sel ginjal. CT urogram menyediakan pemandangan tiga dimensi ginjal dan sistem

urin. Selain itu dapat melihat organ-organ lain, seperti hati atau kelenjar getah bening,

untuk memastikan bahwa tumor dari kandung kemih belum menyebar ke organ

lainnya.

3. Ultrasonografi (USG)

Test ini mengunakan alat yang dipegang dan diletakkan di atas permukaan kulit untuk

memeriksa kandung kemih dan struktur di pelvis dengan bantuan gelombang suara.

Test ini menunjukan hubungan tumor dan penyebaran tumor.

4. Endoskopi

13

Page 14: MAKALAH KASUS 5

Dilakukan untuk melihat bentuk dan besar tumor.

5. Sistokopi

Adalah pemeriksaan pada kandung kemih dan prostat dengan menggunakan alat yang

dinamakan sistoskop, untuk mendeteksi penyebab sumbatan pada kandung kemih.

6. Systoreustroskopi

Dilakukan untuk melihat posisi tumor.

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan

homeostatis selama mungkin. Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi

dua tahap. Tahap pertama terdiri dari tindakan konservatif yang ditujukan untuk

meredakan atau memperlambat perburukan progresif gangguan fungsi ginjal.

Tindakan konservatif dimulai bila penderita mengalami azotemia. Tahap kedua

pengobatan dimulai kertika tindakan konservatif tidak lagi efektif dalam

mempertahankan kehidupan.

2.7.1 Penatalaksanaan Konservatif

Prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif sangat sederhana dan

didasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas eksresi yang dapat dicapai oleh

ginjal yang terganggu. Selain itu, terapi di arahkan pada pencegahan dan pengobatan

komplikasi yang terjadi.

2.7.2 Pengaturan Diet Protein

Penderita azotemia biasanya dibatasi asupan proteinnya meskipun masih

diperdebatkan seberapa jauh pembatasan harus dilakukan. Protein dibatsi karena urea,

asam urat, dan asam organic-hasil pemecahan makanan dan protein jaringan-akan

menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal.

Protein yang dikonsumsi harus memi;liki nilai biologis tinggi (produk susu, telur,

daging). Protein yang mengandung nilai biologis yang tinggi adalah substansi protein

lengkap dan menyuplai asam amino utama yang diperlukan untuk penambahan dan

perbaikan sel.

Jumlah protein yang diperbolehkan adalah 0,6 g/kg/hari untuk pasien gagal

ginjal berat pradialisis yang stabil (GFR< 24ml/menit). Sedangkan jumlah protein

14

Page 15: MAKALAH KASUS 5

yang diperbolehkan untuk pasien yang menerima dialysis yang teratur dapat

dibebaskan hingga 1g/kg/hari.

Selain itu, suplemen karbohidrat dapat diberikan untuk memastikan kalori

yang memedai untuk mencegah pemecahan protein tubuh. Suplemen vitamin B

kompleks, piridoksin, dan asam askorbat harus diberikan bersama regimen ini. Oleh

karena itu, status nutrisi pasien harus dipantua untuk memastikan bahwa berat bdan

dan indicator lainnyan seperti albumin serum tetap stabil (≥3 g/dL).

2.7.3 Pengaturan Diet Kalium

Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40-80 mEq/hari. Tindakan yang

harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau maaknan yang

tinggi kandungan kalium seperti tambahan garam (yang mengandung ammonium

klorida dan kalium klorida), ekspektoran, kaloium sitrat, dan makanan sup, pisang,

dan jus buah murni.

2.7.4 Pengaturan Diet Natrium dan Cairan

Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g

natrium), tetapi asupan natrium yuang optimal harus ditentukan secara individual

pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik. Asupan yang terlalu

bebas dapat menyebabkan terjadinya retensi cairan, edema perifer, edema paru,

hipertensi, dan gagal jantung kongestif.

Asupan cairan membantu regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal lanjut,

karena haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini mengenai keadaan

hidrasi pasien. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban

sirkulasi, edem, dan intoksitasi cairan. Sedangkan asupan yang kurang dari optimal

dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan pemburukan fungsi ginjal. Biasanya

cairan yang diperbolehkan adalah 500-600ml untuk 24 jam.

2.7.5 Pencegahan dan Pengobatan Komplikasi

15

Page 16: MAKALAH KASUS 5

Hipertensi

Ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif kontrol volume

intravaskuler. Obat penghambat ACE (missal, kaptopril) dapat bermanfaat untuk

pasien hipertensi esensial. Obat tersebut juga dapat menurunkan proteinuria, tekanan

intraglomerulus dan memperlambat perkembangan gagal ginjal kronis

Bila penderita sedang menjalani hemodialisis, maka perlu menghentikan

pemberian obat antihipetensi sebelum pengobatan untuk mencegah hipotensi dan syok

dengan keluarnya cairan intravaskuler melalui vasoknstriksi vascular yang normal.

Penambahan obat antihipertensi lain seperti penyekat kanal kalsium atau

minoksidil (Linoten) biasanya dapat mengontrol tekanan darah. Bila semua cara

gagal, masih dapat dipertimbangkan nefrektomi bilateral sebagai saran terakhir.

Namun, tindakan tersebut dapat memperberat anemia karena ginjal stadium akhir

masih memproduksi sedikit eritropoetin.

Akhirnya, penatalaksanaan yang paling efektif yaitu dengan mengatur asupan

natrium dan cairan serta dialysis intermiten, karena hipertensi pada kebanyakan

pasien uremia disebebkan oleh kelebihan beban cairan.

Hiperkalemia

Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialysis yangadekuat

disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan

kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien diharuskan diet rendah

kalium. Kadang-kadang Kayexelate, perlu diberikan secara oral.

Anemia

Anemia pada gagal ginjal ditangani dengan Epogen (Eritropoetin manusia

rekombinana, EPO). Terapi epogen diberikan utnuk memperoleh nilai hematokrit

sebesar 33-38%, yang biasanya memulihkan gejala anemia. Epogen diberikan secara

intravena atau subkutan (25-125 U/kgBB) tiga kali seminggu. Naiknya hemtokrit

memerlukan waktu 2-6minggu, sehingga Epogen tidak diindiaksikan untuk pasien

yang memerlukan koreksi anemia dengan segera.

16

Page 17: MAKALAH KASUS 5

Efek samping terapi ini mencakup hipertensi (terutama tahap awal

penanganan), peningkatan bekuan pada tempat akses vaskuler, kejang dan penipisan

cadangan besi tubuh.

Asidosis

Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronis biasanya tanpa gejala dan tidak

memerlukan penanganan; namun demikian, suplemen natrium bikarbonat atau dialisis

mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini menimbulkan gejala.

Asidosis metabolik kronik yang ringan pada penderita uremia biasanya akan menjadi

stabil pada kadar bikarbonat plasma 16-20 mEq/l.

Osteodistrofi ginjal

Untuk mencegah timbulnya hiperparatiroidisme sekunder dan segala

akibatnya adalah dengan diet rendah fosfat dengan pemberian agen yang dapat

mengikat fosfat dalam usus. Diet rendah protein biasanya juga rendah fosfat.dahulu,

gel antasida alumunium sering digunakan untuk pengobatan. Namun demikian,

sekarang diketahui bahwa regimen ini dapat menimbulkan intoksikasi aluminium

akibat penimbunan bertahap aluminium dalam jaringan, dengan gejala neurologis dan

osteomalasia. Sehingga diganti dengan pemberian natrium karbonat dosis tinggi.

Antasid mengandung magnesium juga harus dihindari untuk mencegah toksisitas

magnesium.

Kalsium karbonat (1-2g) dan antasid pengikat fosfat harus diminum bersama

dengan makanan agar efektif. Komplikasi utama pada pasien yang meminum kalsium

karbonat sebagi pengikat fosfat adalah timbulnya hiperkalsemia. Sehingga kadar

fosfat serum harus dipantau setidaknya setiap bulan untuk memastikan bahwa hasil

akhir kalsium fofat dalam rentang normal (<60) untuk menghindari kalsifikasi

metastatik.

Apabila terjadi keterlibatan rangka yang parah akibat kurangnya atau

walaupun terapi preventif dengan agen pengikat fosfat, maka diindikasikan terapi

vitamin D atau partiroidektomi subtotal.

Hiperurisemia

17

Page 18: MAKALAH KASUS 5

Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada gagal ginjal lanjut biasanya

adalah alopurinol, yang mengurangi kadar asam urat dengan menghambat biosintesis

sebagian asam urat total yang dihasilkan oleh tubuh.

I.7.6 Terapi Penggantian Ginjal

Dialisis

Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif melalui

suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju kompartemen cairan

lainnya. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam keadaan

klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal.

Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi

bekerja purnawaktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis

lainnya. Dialisis diperlukan apabila sudah sampai pada tahap akhir kerusakan ginjal

atau gagal ginjal terminal (End Stage Renal Disease). Biasanya terjadi apabila

kerusakan ginjal sudah mencapai 85 – 90 persen.

Ada dua teknik utama yang digunakan dalam dialisis, yaitu Hemodialisis dan

dialisis peritoneal. Prinsip dasar kedua teknik itu sama yaitu difusi zat terlarut dan air

dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap perbedaan konsentrasi atau

tekanan tertentu.

Hemodialisis

Hemodialisa berasal dari kata: "hemo" = darah"dialisis" = proses pemisahan.

Jadi, hemodialisis adalah proses pemisahan zat-zat tertentu dari darah melalui

membran semipermiabel.

Pada hemodialisis, sebuah ginjal buatan (dialyzer) digunakan untuk menyaring

dan membuang sisa metabolisme dan kelebihan cairan maupun unsur kimiawi lainnya

dari dalam darah. Untuk mengalirkan darah penderita ke dialyzer, diperlukan

semacam akses ke pembuluh darah yang dapat dilakukan dengan cara bedah minor di

tangan maupun paha.

Prinsip-prinsip hemodialisis:

Proses difusi

18

Page 19: MAKALAH KASUS 5

Yaitu proses pengeluaran solut dan solvent karena perbedaan konsentrasi dari

konsentrasi yang tinggike konsentrasi yang rendah. Perpindahan molekul terjadi dari

zat yang berkonsentrasi tinggi ke yang berkonsentrasi lebih rendah. Pada HD

pergerakan molekul / zat ini melalui suatu membrane semi permeable yang

membatasi kompartemen darah dan kompartemen dialisat.

Proses difusi dipengaruhi oleh:

Perbedaan konsentrasi

Berat molekul (makin kecil BM suatu zat, makin cepat zat itu keluar)

QB (Blood Pump)

Luas permukaan membrane

Temperatur cairan

Proses konvektik

Tahanan / resistensi membrane

Besar dan banyaknya pori pada membrane

Ketebalan / permeabilitas dari membrane

Proses osmosis

yaitu proses perpindahan air dari zat dengan konsentrasi tinggi ke zat dengan

konsentrasi rendah. Proses osmosis ini lebih banyak ditemukan pada

peritoneal dialysis.

Proses ultrafiltrasi

yaitu proses perpindahan solvent,terjadi karena adanya perbedaan tekanan

hidrostatik. Tekanan hidrostatik / ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar

dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat. Besar tekanan ini

ditentukan oleh tekanan positif dalam kompartemen darah (positive pressure)

dan tekanan negative dalam kompartemen dialisat (negative pressure) yang

disebut TMP (trans membrane pressure) dalam mmHg.

Perpindahan & kecepatan berpindahnya dipengaruhi oleh:

TMP

Luas permukaan membrane

Koefisien Ultra Filtrasi (KUF)

Qd & Qb

19

Page 20: MAKALAH KASUS 5

tekanan osmotic

TMP=

Pbi : Tekanan di blood inlet

Pdi : Tekanan di dialisat inlet

Pbo : Tekanan di blood outlet

Pdo : Tekanan di dialisat outlet

KUF (koefisien ultra filtrasi) dalam ml/jam /mmHg merupakan karakteristik dari

dializer yang menyatakan kemampuan atau koefisien untuk mengeluarkan air dan luas

permukaan dializer.

Biasanya hemodialisis dilakukan 2-3 kali seminggu selama masing-masing 4-5

jam per tindakan. Namun beberapa petimbangan turut berkontribusi terhadap waktu

yang dibutuhkan untuk tindakan hemodialisa yaitu :

Berapa baik ginjal penderita bekerja

Berapa berat kenaikan tubuh penderita diantara dua tindakan hemodialisa 

Berapa banyak racun yang ada dalam tubuh pasien 

Berapa besar tubuh penderita 

Tipe dialyzer yang digunakan

Indikasi hemodialisis:

Segera

Encephalopathy, pericarditis, neouropati perifer, hiperkalemi dan asidosis metabolic,

hipertensi maligna, edema paru, oligouri berat atau anuri.

Dini atau profilaksis

Sindroma uremia, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan.

Laboratoriun abnormal : asidosis metabolic, azotemia (kreatinin 8 – 12 mg%, BUN

100 – 120 mg%, CCT kurang dari 5 – 10 mL.menit)

Dialisat

Yaitu cairan yang digunakan dalam hemodialisis,terdiri dari campuran air dan

elektrolit yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai serum normal.

20

Page 21: MAKALAH KASUS 5

Fungsi dialisat:

Membuang zat-zat sisa dan cairan yang keluar dari penderita seperti

ureum,kreatinin,elektrolit danlain-lain.

Untuk menjaga keseimbangan elektrolit

Mencegah penurunan air yang sangat berlebihan

Komposisi dialist:

Dialisat dibuat dari konsentrat dan air. Kosentrat adalah larutan yang mengandung

elektrolit dalam konsentrasi tertentu. Sumber air untuk hemodialisis berasal dari air

ledeng,dan air sumur. Air ini secara idealis harus

dilakukan water treatment lebih dulu.

Komposisi elektrolit dalam dialisat standar adalah:

Na: 132-135 meq/L

K: 2-3 meq/L

Cl: 100-110 meq/L

Ca: 3.5 meq/L

Mg: 1.5 meq/L

Asetat: 35-45 meq/L

Proses pelaksanaan hemodialisa:

Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi

Untuk menghubungkan sirkulasi darah dari mesin dengan sirkulasi sistemik

dilakukan dengan :

Cara Sementara

Yaitu punksi V femoralis untuk inlet dan untuk outlet dapat dipilih salah satu vena di

tangan.

Cara permanent

Yaitu dengan membuat shunt antara lain:

cimino shunt

21

Page 22: MAKALAH KASUS 5

seribner shunt

Antikoagulansia

Yaitu obat yang diperlukan untuk mencega pembekuan darah selama HD. Obat yang

digunakan adalah heparin.

Pemakaian heparin :

Intermiten : diberikan selama 1 jam

Continous : terus-terusan selama HD berjalan

Minimal : diberikan pada waktu menyiapkan sirkulasi darah

Regional : pada ABL diberikan heparin pada BL diberikan protamin

Dosis heparin : 1000 unit / jam

Dosis awal : diberikan pada waktu punksi ke sirkulasi sisemik dan pada waktu

darah mulai ditarik.

Dosis selanjutnya diberikan ke sirkulasi ekstra corporeal

2.8 Konsep Teori Hemodialisa

2.8.1 Pengertian

Menurut Price dan Wilson (1995) dialisa adalah suatu proses dimana solute

dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari

kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal

merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua

teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai

respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.

Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan

sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran

semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk

memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui

ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma

(dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan

masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan

efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal

ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997).

22

Page 23: MAKALAH KASUS 5

Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang

dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk

membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam

sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah,

maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)

melalui pembedahan (NKF, 2006).

2.8.2 Indikasi

Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas

berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus

dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan

penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan

biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu,

menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan

biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria ,

4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit.

Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit

berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.

Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003)

secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit,

LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari

5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut

juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti

oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.

Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya

dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding

dengan kadar kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia

dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan

hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi

relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin

yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia,

hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem

pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.

23

Page 24: MAKALAH KASUS 5

2.8.3 Kontra Indikasi

Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah

hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan

sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari

hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses

vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa

yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom

hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI,

2003).

2.8.4 Tujuan

Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :

Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa

metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang

lain.

Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang

seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.

Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.

Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

2.8.5 Proses Hemodialisa

Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu

saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring

dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang

tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses

vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin

hemodialisa (NKF, 2006).

Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar

tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter

masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran

semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah

dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah

darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh

melalui arterio venosa shunt (AV-shunt).

24

Page 25: MAKALAH KASUS 5

Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan

dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam dengan frekuensi 2

kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15 jam/minggu dengan QB 200–

300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3

– 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara

hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa

ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam

proses hemodialisa.

2.8.6 Komplikasi Hemodialisa

Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama

tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain:

Kram otot

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai

mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada

ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.

Hipotensi

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya

dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan

tambahan berat cairan.

Aritmia

Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,

magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia

pada pasien hemodialisa.

Sindrom ketidakseimbangan dialisa

Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari

osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari

darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-

kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak

yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada

pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.

Hipoksemia

Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada

pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.

25

Page 26: MAKALAH KASUS 5

Perdarahan

Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai

dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga

merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.

Ganguan pencernaan

Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan

karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.

1. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.

2. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak

adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

26

Page 27: MAKALAH KASUS 5

2.8.7 Dialisis peritoneal

Peritoneal dialisis merupakan salah satu tipe dialisis, dimana darah dibersihkan

di dalam tubuh. Dokter akan melakukan pembedahan untuk memasang akses berupa

catheter di dalam abdomen penderita. Pada saat tindakan, area abdominal pasien akan

secara perlahan diisi oleh cairan dialisat melalui catheter. Ada dua macam peritoneal

dialysis yaitu continous peritoneal dialysis (CAPD) dan Continonus Cycling

Peritoneal Dialysis (CCPD). Untuk Indonesia CAPD lebih lazim digunakan daripada

CCPD. Pada CAPD penderita melakukan sendiri tindakan medis tanap bantuan mesin

dan biasanya berlangsung 4 kali sehari masing – masing selama 30 menit.

27

Page 28: MAKALAH KASUS 5

2.8.8 Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjaladalah terapi penggantian ginjal yang melibatkan

pencangkokan ginjal dari orang hidup atau mati kepada orang yang membutuhkan.

Transplantasi ginjal menjadi terapi pilihan untuk sebagian besar pasien dengan gagal

ginjal dan penyakit ginjal stadium akhir. Transplantasi ginjal menjadi pilihan untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien.

Ginjal transplan biasanya tidak ditempatkan di tempat asli ginjal yang sudah

rusak, kebanyakan difossa iliaka, sehingga diperlukan pasokan darah yang berbeda,

seperti arteri renalis yang dihubungkan ke arteri iliaka eksterna dan vena renalis yang

dihubungkan ke vena iliaka eksterna.

Terdapat sejumlah komplikasi (penyulit) setelah transplantasi, seperti rejeksi

(penolakan), infeksi,sepsis, gangguan proliferasi limfa pasca-transplantasi,

ketidakseimbangan elektrolit, dsb.

28

Page 29: MAKALAH KASUS 5

2.8.9 Donor Ginjal

Untuk transplantasi ginjal, ada dua jenis donor yaitu donor yang masih hidup

dan donor yang sudah meninggal. Donor yang masih hidup biasanya berasal dari

anggota keluarga atau teman dekat. Sedangkan ginjal dari donor yang sudah

meninggal berasal dari seseorang yang sudah meninggal namun memiliki ginjal yang

sehat. Untuk ginjal yang berasal dari donor yang sudah meninggal biasanya akan ada

daftar tunggu karena lebih banyak pasien yang membutuhkan daripada ginjal yang

tersedia.

2.8.10 Kecocokan

Meskipun sudah ada ginjal yang berasal dari donor baik yang masih hidup

atau sudah meninggal, namun masih diperlukan kecocokan antara pasien dan donor.

Ginjal donor harus cocok dengan jenis darah dan jaringan tubuh penerima ginjal

(pasien). Beberapa tes dan pemeriksaan kesehatan harus dilakukan baik pada pasien

maupun donor potensial untuk menentukan apakah ginjal akan cocok atau tidak.

Gambar: Ginjal donor biasanya ditempatkan lebih rendah daripada lokasi

anatomisnya yang normal.

29

Page 30: MAKALAH KASUS 5

2.9 prognosis

2.9.1 Prognosis dari penyakit ginjal kronik

Tergantung pada seberapa cepat upaya deteksi dan penanganan dini, serta penyakit

penyebab.Semakin dini upaya deteksi dan penanganannya, hasilnya akan lebih

baik.Beberapa jenis kondisi/penyakit, akan tetap progresif. Misalnya: dampak diabetes

pada ginjal dapat dibuat berjalan lebih lambat dengan upaya kendali diabetes. Pada

kebanyakan kasus, penyakit ginjal kronik progresif bisa menjadi gagal ginjal kronik.

Kematian pada penyakit ginjal kronik tertinggi adalah karena komplikasi jantung, dapat

terjadi sebelum maupun sesudah gagal ginjal.

2.9.2 Prognosis gagal ginjal

Menurut kepustakaan, di Amerika kematian pasien dialisis tertinggi 6 bulan pertama

paska dialisis, 35% nya bisa bertahan lebih dari 5 tahun, bila disertai diabetes lebih kecil

lagi yaitu 25%.Pasien gagal ginjal tanpa upaya dialisis akan berakhir dengan

kematian.Penyebab kematian pada gagal ginjal kronik, terbesar adalah karena komplikasi

jantung (45%), akibat infeksi (15%), komplikasi uremia pada otak (6%), dan keganasan

(4%).

2.10 Pencegahan

2.10.1 Perubahan gaya hidup dapat menjaga ginjal Anda sehat

Membuat pilihan gaya hidup sehat dapat membantu untuk menjaga ginjal Anda

berfungsi dengan baik seperti:

Makan banyak buah dan sayuran, termasuk kacang-kacangan (kacang polong

atau kacang) dan makanan berbasis gandum seperti roti, pasta, mie dan nasi.

Makan daging tanpa lemak seperti ayam dan ikan setiap minggu.

Makan hanya sejumlah kecil makanan asin atau berlemak.

Minum banyak air daripada minuman lain. Meminimalkan konsumsi minuman

ringan bergula.

Menjaga berat badan yang sehat.

30

Page 31: MAKALAH KASUS 5

Tetap fit. Lakukan minimal 30 menit aktivitas fisik yang meningkatkan denyut

jantung Anda pada lima atau lebih hari dalam seminggu, termasuk berjalan,

memotong rumput, naik sepeda, berenang atau aerobik lembut.

Jika Anda tidak merokok, jangan mulai. Jika Anda melakukannya, berhenti

Batasi alkohol Anda untuk dua minuman kecil per hari jika Anda laki-laki atau

satu gelas kecil per hari jika Anda adalah perempuan.

Memiliki tekanan darah Anda diperiksa secara teratur.

Lakukan hal-hal yang membantu Anda rileks dan mengurangi tingkat stres

Anda.

2.10.2 Screening

Kidney Early Evalution Program (KEEP)

Merupakan program screening yang ditawarkan oleh National Kidney Foundation

(NKF) untuk seseorang yang memiliki resiko tinggi terhadap kidney disease.

a. Tekanan darah, tinggi badan, berat badan, pengukuran lingkar pinggang.

b. Cek Hemoglobin darah

c. Albumin untuk mengukur rasio creatinin dalam urin

d. Serum creatinin diperiksa untuk mengukur GFR

e. Menghitung GFR

f. Kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida

Calcium, phosphorus, PTH dan atau Hemoglobin A1c

2.11 Rencana Asuhan Keperawatan

2.11.1 Pengkajian

1) Identitas Klien

a. Nama : Tn. K

b. Umur : 45 Tahun

c. Pekerjaan : Bekerja di ruang ber-AC

d. Jenis Kelamin : Laki-laki

e. Alamat : -

f. Agama : -

31

Page 32: MAKALAH KASUS 5

g. Suku Bangsa : -

h. Status pernikahan : -

i. Diagnosa Medis : Gagal Ginjal Kronik

2) Keluhan Utama

Klien mengeluh lemas.

3) Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien mengeluh cepat capek dan napas terasa sesak saat aktifitas dan diikuti

dengan tremor, gatal-gatal diseluruh tubuh, kadang keluar darah dari hidung, kulit

tampak kering dan mengelupas, rambut r=tampak kusam dan kemerahan.

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Tn. K bekerja di ruangan AC dan minum kurang dari 4 gelas. Riwayat hipertensi 5

tahun yang lalu.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

( perlu dikaji)

d. Riwayat pengobatan

HD rutin 2x seminggu sejal 2 tahun yang lalu.

e. Riwayat Psikososial

Klien mengatakan kepada dokter dan perawat, ini HD terakhir yang akan dilakukan

karena merasa benci dengan proses HD dan tidak ingin hidup seperti ini terus-

menerus. Dia juga mengatakan bahwa dia mengerti bahwa hidupnya tergantung

pada dialisis. Dia berencana ke Cina untuk mencari alternatif penanganan

penyakitnya.

4) Kebutuhan Dasar

a. Pola makan : - (perlu dikaji)

b. Pola napas : terasa sesak saat aktivitas, RR 24x/mt

c. Pola eliminasi : - (perlu dikaji)

d. Aktivitas : lemas, cepat capek, napas terasa sesak saat aktivitas

e. Pola tidur : - (perlu dikaji)

5) Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum, Antropometr

Compos mentis

BB : 56 kg

TB : 152 cm

32

Page 33: MAKALAH KASUS 5

b. TTV

RR : 24 x/mt

TD : 170/100 mmHg

HR : 96 x/mt

Suhu : -

c. Pemeriksaan Persistem

Sistem Respirasi

Napas terasa sesak saat aktivitas, RR 24 x/mt.

Sistem Kardiovaskular

Inspeksi : muka tampak pucat, edema-anasarka.

BP : 170/100 mmHg, HR : 96 x/mt.

Sistem Neurobehaviour

Inspeksi : Tremor

Sistem Imun dan Hematologi

Inspeksi : kadang keluar darah dari hidung

Sistem Digestive

(perlu dikaji)

Sistem Persepsi Sensori

(perlu dikaji)

Sistem Muskuloskeletal

(perlu dikaji)

Sistem Integumen

Inspeksi : Gatal-gatal diseluruh tubuh, kulit tampak kering dan mengelupas,

rambut tampak kusam dan kemerahan.

Sistem Endokrin

(perlu dikaji)

Sistem Urinari

(perlu dikaji)

Sistem Reproduksi

(perlu dikaji)

6) Pemeriksaan Diagnostik

Hb 8 gr %

Ureum 312

Kreatinin 3,1

33

Page 34: MAKALAH KASUS 5

7) Terapi

Direncanakan transfusi PRC 2 labu, diet rendah garam, rendah protein, diet rendah

kolesterol, hemapo 50 IU/mg IV.

2.11.2 Analisa data

No. Data Etiologi Masalah

1. DS: -

DO: klien edema anasarka

Penurunan fungsi absorpsi &

eksresi elektrolit (sodium,

potassium, magnesium)

Hipernatremia

Sodium di darah meningkat

Retensi air

Edema

Gangguan volume cairan >>

kebutuhan

Gangguan volume

cairan lebih dari

kebutuhan

2. DS: klien mengeluh gatal-

gatal di seluruh tubuhnya

DO: rambut klien tampak

kusam dan kemerahan. Kulit

tampak kering dan banyak

yang mengelupas.

Hiperpospatemia

Deposit dikulit

Fungsi kelenjar minyak &

keringat

Kulit kering

Mengelupas

Gatal-gatal

Gangguan integritas kulit

Gangguan

integritas kulit

3. DS: klien mengeluh lemah

dan mudah cepat lelah, nafas

Produksi RBC di bone narrow Intoleran aktivitas

34

Page 35: MAKALAH KASUS 5

terasa sesak saat aktivitas.

DO: muka klien pucat,

RR=24x/menit, Hb=8 gr%

Anemia normotik

Hb

Mudah lelah

Intoleran aktivitas

2.11.3 Diagnosa dan Intervensi

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. Kelebihan volume

cairan

berhubungan

dengan retensi air

dan Na ditandai

dengan edema

anasarka

Tupan:

keseimbangan

cairan tubuh

klien tercapai.

Tupen: dalam

2x24 jam,

edema klien

berkurang.

1. Observasi status

cairan klien:

distensi JVP,

turgor kulit, BB

klien,

keseimbangan

masukan dan

haluaran cairan

klien.

2. Batasi masukan

cairan.

3. Identifikasi sumber

potensial cairan,

seperti medikasi

dan makanan.

4. Jelaskan pada klien

1. Untuk memantau

adanya perubahan

dan mengevaluasi

intervensi.

2. Pembatasan cairan

akan menentukan

berat tubuh ideal,

haluaran urin, dan

respons terhadap

terapi.

3. Untuk

mengidentifikasi

adanya sumber

masukan cairan

yang tidak

diketahui.

4. Meningkatkan

35

Page 36: MAKALAH KASUS 5

dan keluarga

rasional dari

pembatasan.

5. Bantu klien dalam

menghadapi

ketidaknyamanan

akibat pembatasan

cairan.

6. Tingkatkan dan

dorong hygien oral

dengan sering.

7. Diet rendah

natrium, kalium,

potassium

8. Kolaborasi:

diuretic, dialysis

kerjasama klien

dan keluarga

dalam pembatasan

cairan.

5. Kenyamanan

klien dapat

meningkatkan

kepatuhan

terhadap

pembatasan diet.

6. Mengurangi

kekeringan

membran mukosa

mulut.

7. Karena klien

mengalami

kelebihan

natrium, kalium di

dalam darah.

8. Membantu untuk

pengeluaran

kelebihan cairan

di dalam tubuh.

2. Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan anemia

ditandai dengan

muka tampak

pucat, Hb rendah,

mudah lelah

Tupan: klien

toleransi

terhadap

aktivitas.

Tupen: 3x24

jam klien dapat

melakukan

aktivitas

perawatan diri

secara mandiri,

1. Observasi faktor

yang menimbulkan

keletihan: anemia,

retensi produk

sampah, depresi,

ketidakseimbangan

cairan dan

elektrolit.

2. Tingkatkan

kemandirian dalam

aktivitas perawatan

1. Mengetahui

indikasi tingkat

keletihan.

2. Meningkatkan

aktivitas

ringan/sedang dan

36

Page 37: MAKALAH KASUS 5

muka klien tidak

pucat, Hb klien

normal (N=12-

16 gr %)

diri yang dapat

ditoleransi, bantu

jika keletihan

terjadi.

3. Anjurkan aktivitas

alternatif sambil

istirahat.

4. Anjurkan untuk

beristirahat setelah

dialisis.

5. Berikan makanan

tinggi asam folat.

Zat besi, tinggi

kalori

6. Kolaborasi:

hemapo, transfuse

darah

memperbaiki

harga diri.

3. Mendorong

latihan aktivitas

dalam batas-batas

yang dapat

ditoleransi dan

istirahat yang

adekuat.

4. Program dialisis

membuat klien

keletihan.

5. Untuk

memperpanjang

masa hidup RBC.

6. Untuk mengatasi

masalah anemia.

3. Gangguan

integritas kulit

berhubungan

dengan

penumpukkan

ureum ditandai

dengan kulit

kering,

mengelupas,

gatal-gatal

Tupan:

integritas kulit

klien terjaga.

Tupen: dalam

2x24 jam kulit

klien tidak

mengalami

pengelupasan

dan selalu

lembab.

1. Observasi kondisi

kulit (turgor,

kemerahan,

bengkak).

2. Pertahankan

permukaan kulit

bersih.

3. Kompres air

hangat. Tidak

menggunakan

sabun yang

mengandung soda.

1. Untuk

menentukan

intervensi

selanjutnya yang

efektif.

2. Menghindari

terjadinya infeksi.

3. Air hangat

membuka pori-

pori kulit dan

menghindari kulit

37

Page 38: MAKALAH KASUS 5

4. Berikan perawatan

kulit (lotion).

5. Pertahankan kuku

tetap pendek.

6. Gunakan pakaian

yang longgar

kering.

4. Menjaga

kelembaban kulit.

5. Agar tidak

mengiritasi kulit

ketika menggaruk

kulit.

6. Menjaga kulit dari

gesekan antara

kulit dan pakaian.

2.12 Patofisiologi (lampiran)

BAB III

38

Page 39: MAKALAH KASUS 5

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal setidaknya selama tiga bulan atau

lebih, yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktural atau fungsional ginjal,

dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang bermanifestasi

sebagai kelainan patologis atau kerusakan ginjal; termasuk ketidakseimbangan

komposisi zat di dalam darah atau urine serta ada tidaknya gangguan hasil

pemeriksaan pencitraan (Konsensus Dialisis, 2003).

Penyebab gagal ginjal kronik diantaranya glomerolonefritis, nefropati analgesik,

nefrotipati refluks, ginjal polikistik, nefropati diabetik, penyebab lainya hipertensi,

obtruksi, gout, dan tidak diketahui.( Mansjoer 2001, 532)

Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama

terdiri dari tindakan konservatif yang ditujukan untuk meredakan atau memperlambat

perburukan progresif gangguan fungsi ginjal. Tindakan konservatif dimulai bila

penderita mengalami azotemia. Tahap kedua pengobatan dimulai kertika tindakan

konservatif tidak lagi efektif dalam mempertahankan kehidupan.

3.2 Saran

Kita sebagai perawat hendaknya memberikan penyuluhan dan informasi yang

adekuat kepada masyarakat tentang penyakit gagal ginjal kronik ini, sehingga

masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup. Selain itupun hendaknya kita bisa

memberi contoh terkait pola hidup dan gaya hidup sehat, sehingga semua lapisan

masyarakat bisa meniru dan pada akhirnya dapat meminimalisir resiko terkena

penyakit ini.

DAFTAR PUSTAKA

39

Page 40: MAKALAH KASUS 5

Smeltzer, Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah Brunner & Suddart, Vol 2.

Jakarta : EGC

Price, Wilson. 2006. Petofisiologi : Konsep Klinis dan Proses Penyakit, Edisi 6 Vol 2.

Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

FKUI. Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid 1 Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:

Balai Penerbit FKUI Nefrologi Klinik.2006.

Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan)

3. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

http://www.kidney.org

http://www.betterhealth.vic.gov.au

40