Makalah kandidiasis

33
Makalah kandidiasis Andreas yoga kharisma 102009002 Faklutas kedokteran ukrida ETIOLOGI Yang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal. Sebagai penyebab endokarditis kandidiasis ialah C. parapsilosis dan penyebab kandidiasis septicemia adalah C. tropikalis. Candida sp adalah jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval. Jumlahnya sekitar 80 spesies dan 17 diantaranya ditemukan pada manusia. Dari semua spesies yang ditemukan pada manusia, C.albicans lah yang paling pathogen. Candida sp. memperbanyak diri dengan membentuk blastospora (budding cell). Blastospora akan saling bersambung dan bertambah panjang sehingga membentuk pseudohifa. Bentuk pseudohifa lebih virulen dan invasif dari pada spora. Hal itu dikarenakan pseudohifa berukuran lebih besar sehingga lebih sulit difagositosis oleh makrofag. Selain itu, pseudohifa mempunyai titik-titik blastokonidia multipel pada satu filamennya sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih besar. Jamur kandida dapat hidup sebagai saprofit tanpa menyebabkan kelainan apapun di dalam berbagai alat tubuh baik manusia maupun hewan.

Transcript of Makalah kandidiasis

Page 1: Makalah kandidiasis

Makalah kandidiasisAndreas yoga kharisma

102009002

Faklutas kedokteran ukrida

ETIOLOGI

Yang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal. Sebagai penyebab endokarditis kandidiasis ialah C. parapsilosis dan penyebab kandidiasis septicemia adalah C. tropikalis.

Candida sp adalah jamur sel tunggal, berbentuk bulat sampai oval. Jumlahnya sekitar 80 spesies dan 17 diantaranya ditemukan pada manusia. Dari semua spesies yang ditemukan pada manusia, C.albicans lah yang paling pathogen. Candida sp. memperbanyak diri dengan membentuk blastospora (budding cell). Blastospora akan saling bersambung dan bertambah panjang sehingga membentuk pseudohifa. Bentuk pseudohifa lebih virulen dan invasif dari pada spora. Hal itu dikarenakan pseudohifa berukuran lebih besar sehingga lebih sulit difagositosis oleh makrofag. Selain itu, pseudohifa mempunyai titik-titik blastokonidia multipel pada satu filamennya sehingga jumlah elemen infeksius yang ada lebih besar.Jamur kandida dapat hidup sebagai saprofit tanpa menyebabkan kelainan apapun di dalam berbagai alat tubuh baik manusia maupun hewan.

C. albicans merupakan spesies jamur kandida yang paling sering menyebabkan kandidiasis pada manusia, baik kandidiasis superfisialis maupun sistemik. Pada media agar khusus akan terlihat struktur hyphae, pseudohyphae dan ragi.

Page 2: Makalah kandidiasis

Candida albicans

PATOGENESIS

Kandida di dalam tubuh manusia dapat bersifat 2 macam. Kandida sebagai saprofit terdapat dalam

tubuh manusia tanpa menimbulkan gejala apapun, baik subyektif maupun

Page 3: Makalah kandidiasis

obyektif. Dapat dijumpai di kulit, selaput lendir mulut, saluran pencernaan, saluran pernafasan, vagina dan kuku. Kandida sebagai jamur dapat menimbulkan infeksi primer maupun sekunder dari kelainan yang telah ada. Beberapa faktor predisposisi dapat mengubah sifat saprofit kandida menjadi patogen.

Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen maupun eksogen.

Faktor endogen:

1. Perubahan fisiologik: · Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina

Kondisi vagina selama masa kehamilan menunjukkan kepekaan yang tinggi terhadap infeksi kandida, hal ini tampak dengan ditemukannya kolonisasi candida spp yang tinggi pada masa ini sejalan dengan tingginya simtomatik vaginitis. Keluhan ini paling sering timbul pada usia kehamilan trimester ketiga. Bagaimana mekanisme hormon-hormon reproduksi dapat meningkatkan kepekaan vagina terhadap infeksi kandida masih belum jelas.

· Kegemukan, karena banyak keringat · Debilitas · Iatrogenik · Endokrinopati, gangguan gula darah pada kulit

Pada penderita diabetes mellitus juga ditemukan kolonisasi candida spp dalam vagina mungkin karena peningkatan kadar glukosa dalam darah, jaringan dan urin. Akan tetapi mekanismenya juga tidak diketahui.

· Penyakit kronik: tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang buruk.

2. Umur: orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status imunologiknya tidak sempurna.

3. Imunologik: penyakit genetik.

Faktor eksogen:

1. Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat. 2. Kebersihan kulit 3. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan

memudahkan masuknya jamur. 4. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.

GEJALA KLINIS

Kandidiasis selaput lendir

i. Thrush

Page 4: Makalah kandidiasis

Biasanya mengenai bayi, tampak pseudomembran putih coklat muda kelabu yang menutup lidah, palatum mole, pipi bagian dalam, dan permukaan rongga mulut yang lain. Lesi dapat terpisah-pisah, dan tampak seperti kepala susu pada rongga mulut. Bila pseudomembran terlepas dari dasarnya tampak daerah yang basah dan merah.

Pada glositis kronik, lidah tampak halus dengan papila yang atrofik atau lesi berwarna putih di tepi atau di bawah permukaan lidah. Bercak putih tidak tampak jelas bila penderita sering merokok.

Thrush

ii. Perleche Lesi berupa fisur pada sudut mulut; lesi ini mengalami maserasi, erosi, basah, dan

dasarnya eritematosa. Faktor predisposisnya ialah defisiensi riboflavin.

Perleche

iii. Vulvovaginitis Biasanya sering terdapat pada penderita diabetes mellitus karena kadar gula darah dan urin yang tinggi dan pada wanita hamil karena penimbunan glikogen dalam epitel vagina.

Keluhan yang paling sering adalah rasa gatal pada daerah vulva dan adanya duh tubuh.

Sifat duh tubuh bervariasi dari yang cair seperti air sampai tebal dan

Page 5: Makalah kandidiasis

homogen dengan noda seperti keju. Kadang-kadang sekret tampak seperti susu yang disertai

gumpalan- gumpalan putih sehingga tampak seperti susu basi/pecah dan tidak berbau. Akan

tetapi lebih sering sekret hanya minimal saja. Pada yang berat terdapat pula rasa panas, nyeri

sesudah miksi, dan dispaneuria.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan eritema dan pembengkakan pada labia dan vulva, juga dapat ditemukan lesi papulopustular di sekitarnya. Pada pemeriksaan yang ringan tampak hiperemia di labia menora, introitus vagina, dan vagina terutamanya 1/3 bagian bawah. Servik tampak normal sedangkan mukosa vagina tampak kemerahan. Sering pula terdapat kelainan yang khas bercak-bercak putih kekuningan. Bila ditemukan keluhan dan tanda-tanda vaginitis serta pH vagina < 4,5 dapat diduga adanya infeksi kandida.

Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia menora dan ulkus-ulkus yang dangkal pada labia menora dan sekitar introitus vaginal.

Fluor albus pada kandidosis vagina bewarna kekuningan. Tanda yang khas ialah disertai gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu bewarna putih kekuningan. Gumpalan tersebut berasal dari massa yang terlepas dari dinding vulva atau vagina terdiri atas bahan nekrotik, sel-sel epitel, dan jamur.

vulvovaginitis

iv. Balanitis atau balanopostitis Penderita mendapat infeksi karena kontak seksual dengan wanitanya yang menderita vulvovaginitis, lesi berupa erosi, pustula dengan dindingnya yang tipis, terdapat pada glans penis dan sulkus koronarius glandis.

Page 6: Makalah kandidiasis

Balanitis

v. Kandidiasis mukokutan kronik Penyakit ini timbul karena adanya kekurangan fungsi leukosit atau sistem hormonal, biasanya terdapat pada penderita dengan bermacam-macam defisiensi yang bersifat genetik, umumnya terdapat pada anak-anak. Gambaran klinisnya mirip penderita dengan defek poliendokrin.

Kandidiasis kutis

i. Kandidiasis intertriginosa Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis, dan umbilikus, berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah dan eritematosa.

Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.

Kandidiasis intertriginosa

ii. Kandidiasis perianal Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini menimbulkan pruritus ani.

Page 7: Makalah kandidiasis

Kandidiasis perianal

iii. Kandidiasis kutis generalisata Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat payudara, intergluteal, dan

umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis, dan paronikia.

Lesi berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidosis vagina atau mungkin karena gangguan imunologik.

iv. Paronikia dan Onikomikosis Sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaanya berhubungan dengan air, bentuk ini tersering didapat. Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah, kuku menjadi tebal, mengeras dan berlekuk-lekuk, kadang-kadang bewarna kecoklatan, tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat sisa jaringan di bawah kuku seperti pada tinea unguium.

v. Diaper-rash Sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti yang dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita neonatus sebagai gejala sisa dermatisis oral dan perianal.

Diaper-rash

Page 8: Makalah kandidiasis

vi. Kandidiasis granulomatosa HOUSER dan ROTHMAN melaporkan bahawa penyakit ini sering menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta tebal bewarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti tanduk sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku, badan, tungkai dan farings.

Kandidiasis sistemik

i. Endokarditis Sering terdapat pada penderita morfinis sebagai akibat komplikasi penyuntikan yang dilakukan sendiri, juga dapat diderita oleh penderita sesudah operasi jantung.

ii. Meningitis Terjadi karena penyebaran hematogen jamur, gejalanya sama dengan meningitis tuberkulosis atau karena bakteri lain.

Reaksi id (kandidid)

Reaksi terjadi karena adanya metabolit kandida, klinisnya berupa vesikel-vesikel yang bergerombol, terdapat pada sela jari tangan atau bagian badan yang lain, mirip dermatofitid.

Di tempat tersebut tidak ada elemen jamur. Bila lesi kandidosis diobati, kandidid akan menyembuh. Jika dilakukan uji kulit dengan kandidin (antigen kandida) memberi hasil positif.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis klinis kandidiasis dibuat berdasarkan keluhan penderita, pemeriksaan klinis, pemeriksaan

laboratorium berupa sediaan basah maupun gram dan pemeriksaan biakan jamur, selain itu juga

pemeriksaan pH cairan vagina untuk kandidiasis vulvovaginalis.

1. Pemeriksaan langsung

Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10% atau

dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.

2. Pemeriksaan biakan

Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud, dapat pula

agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk mencegah

Page 9: Makalah kandidiasis

pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37°C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi Candida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal agar.

3. Pemeriksaan pH vagina

Pada kandidiasis vulvovaginalis pH vagina normal berkisar antara 4,0-4,5 bila ditemukan pH vagina lebih tinggi dari 4,5 menunjukkan adanya bakterial vaginosis, trikhomoniasis atau adanya infeksi campuran.

DIAGNOSIS BANDING

Kandidiasis kutis lokalisata dengan:

a. Eritrasma : lesi di lipatan, lesi lebih merah, batas tegas, kering tidak ada satelit, pemeriksaan dengan sinar Wood positif bewarna merah bata.

b. Dermatitis intertriginosa c. Dermatofitosis (tinea)

Kandidiasis kuku dengan tinea unguium

Kandidiasis vulvovaginitis dengan :a. Trikomonas vaginalis b. Gonore akut c. Leukoplakia d. Liken planus

PENATALAKSANAAN

Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk pemakaian secara topikal maupun oral sistemik untuk terapi kandidiasis akut maupun kronik. Kecenderungan saat ini adalah pemakaian regimen antimikosis oral maupun lokal jangka pendek dengan dosis tinggi. Antimikosis untuk pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk, misalnya krim, lotion, vaginal tablet dan suppositoria. Tidak ada indikasi khusus dalam pemilihan bentuk obat topikal. Untuk itu perlu ditawarkan dan dibicarakan dengan penderita sebelum memilih bentuk yang lebih nyaman untuk pasien. Untuk keradangan pada vulva yang ekstensi mungkin lebih baik dipilih aplikasi lokal bentuk krim.

Hendaklah mengingatkan pasien untuk menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.

Pengobatan:

Page 10: Makalah kandidiasis

1. Topikal: · Larutan ungu gentian ½ - 1 % untuk selaput lendir, 1-2 % untuk kulit,

dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari. · Nistatin: berupa krim, salap, emulsi · Amfoterisin B · Grup azol antara lain:

i. Mikonazol 2% berupa krim atau bedak ii. Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim

iii. Tiokonazol, bufonazol, isokonazol iv. Siklopiroksolamin 1% larutan, krim v. Antimikotik yang lain yang berspektrum luas

2. Sistemik · Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna,

obat ini tidak diserap usus. · Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik · Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per

vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.

· Itrakonazol: bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk orang dewasa 2 x 100 mg sehari, selama 3 hari.

Penggolongan obat antimikotik

Polyenes

Antimikotik golongan polyenes ditemukan pada awal tahun 1950-an. Golongan polyenes efektif untuk melawan semua spesies ragi karena berikatan dengan membran sel jamur. Efek pengrusakan membran sel tergantung kuatnya ikatan antara polyenes dengan sterol khususnya ergosterol yang banyak dikandung oleh dinding sel jamur, sedangkan dinding sel manusia banyak mengandung kolesterol.

Golongan polyenes yang paling banyak dipakai adalah nystatin. Obat ini juga aman diberikan pada wanita hamil. Pemberian peroral tidak dapat diserap oleh usus dan hanya diberikan peroral untuk mengobati kandidiasis gastrointestinal saja. Golongan polyenes yang lain adalah amphoterisin B. Golongan polyenes bekerja dengan cara merusak membran sel eukariota dan menimbulkan efek toksik pada membran jamur. Efek kerusakan membran tersebut karena polyenes mempunyai daya ikat yang tinggi dengan ergosterol yang membentuk membran sel jamur.

Azol

Golongan azol dikembangkan sekitar akhir tahun 1960-an dan tersedia dalam bentuk sediaan topikal dan sistemik.

Page 11: Makalah kandidiasis

· Imidazol

Imidazol merupakan generasi pertama kelompok azol. Mikonazol adalah imidazol yang pertama di pasaran, yang lainnya adalah: klotrimazol, ekonazol, ketokonazol, isokonazol, omokonazol, oksikonazol, fentikonazol dan tiokonazol. Dari semua imidazol hanya ketokonazol yang mempunyai bentuk oral dan sistemik.

Cara kerja azol termasuk di sini derivat imidazol maupun triazol adalah melakukan penghambatan 14a-demethylase, suatu enzim dependent cytochrom p 450 yang sangat diperlukan untuk sintesa ergosterol. Golongan imidazol mempunyai efek penyembuhan klinis dan mikologis sebesar 85-95%. Pemakaian yang hanya satu kali perhari dan lama pemakaian hanya 1 sampai 7 hari yang dirasakan lebih nyaman untuk penderita maka banyak dipakai sehingga menggeser pemakaian nystatin.

Berbagai macam derivat imidazol digunakan secara topikal, berbagai penelitian yang telah dilakukan tidak membuktikan bahwa obat yang satu lebih superior dari yang lainnya. Semuanya menunjukkan efektifitas yang sama bila diberikan secara topikal, serta bebas dari efek samping sistemik.

Sejak imidazol topikal pertama diperkenalkan, klotrimazol 100 mg selama 6 hari, merupakan terapi jangka panjang. Selanjutnya kecenderungan terapi diarahkan menjadi jangka pendek, klotrimazol 200 mg diberikan selama 3 hari. Akhir-akhir ini dosis tinggi lokal yang diberikan hanya 1 kali menjadi lebih disukai (klotrimazol 500 mg) dibandingkan dengan dosis tunggal peroral dari azol generasi yang berikutnya. Ketokonazol adalah satu-satunya imidazol yang dapat diberikan peroral dan sekarang mulai digeser pemakaiannya dengan azol yang lainnya.

· Triazol

Azol generasi ketiga adalah goongan triazol yang dikembangkan pada tahun 1980. Derivat triazol yang pertama adalah itrakonazol, dan yang lainnya adalah flukonazol dan terkonazol.

Efek terapi itrakonazol dosis tunggal yang diteliti pada tikus percobaan menunjukkan dalam waktu 24 jam obat telah mempengaruhi perubahan ultrastruktur dinding sel dan dalam waktu 3 hari jamur tereradikasi sempurna dari epitel vagina. Penelitian lanjutan terhadap jaringan vagina manusia menunjukkan 200 mg dosis tunggal itrakonazol peroral memberikan efek penghambatan dalam waktu 3 hari. Pemanjangan efek itrakonazol diakibatkan karena adanya kemampuan lipofilik obat tersebut. Akhirnya angka penyembuhan klinis dan mikologis tidak berbeda untuk terapi jangka pendek peroral dari itrakonazol dengan pemakaian topikal golongan imidazol.

Page 12: Makalah kandidiasis

Efek samping pemberian obat antimikotik golongan azol umumnya adalah rasa tidak nyaman pada daerah gastrointestinal, dapat terjadi gejala hepatotoksis pada pemberian ketokonazol (jarang), sedangkan reaksi anafilaksis sangat jarang terjadi. Flukonazol secara umum dapat ditoleransi dengan baik walaupun mempunyai efek gastro intestinal (mual, muntah).

Triazol yang ketiga adalah terkonazol. Terkonazol adalah satu-satunya triazol yang tersedia dalam bentuk topikal, dengan efektifitas yang sama dengan triazol bentuk oral. Di Amerika, terkonazol tersedia dalam bentuk krim 0,4 untuk regimen 7 hari dan 0,8% untuk regimen 3 hari, selain itu tersedia juga bentuk supossitoria vagina 80 mg untuk regimen 3 hari. Derivat triazol ini mempunyai spektrum aktivitas yang luas, awal kerja yang lebih cepat, lebih efektif dan lebih kecil efek sampingnya. Pada saat ini terkonazol belum tersedia di Indonesia.

PROGNOSIS

Umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi.

Page 13: Makalah kandidiasis

Daftar pustaka

1. Unandar B. Kandidosis. dalam Djuanda, A., Hamzah, M. dan Aisah, S. (eds),

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 5th ed, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta.2007: 106-9.

2. Siregar, R.S. Kandidiasis. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta. 2005 : 31 – 4.

3. Madani, F. Infeksi Jamur Kulit, dalam Harahap, M. (ed), Ilmu Penyakit Kulit,

Penerbit Hipokrates, Jakarta.2000: 73 – 87.

4. Kandidiasis vulvovaginal. Edisi 2010. Diunduh dari

http://www.scribd.com/doc/34699247/Kandidiasis-Vulvovagina-, 03 Agustus 2010.

5. Setiabudy R, Bahry B. Obat jamur. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2007: 571-83.