Makalah Im Deadline Mepet

18
5/21/2018 MakalahImDeadlineMepet-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/makalah-im-deadline-mepet 1/18 1 BAB 1 Pendahuluan 1.1  Latar belakang Pengetahuan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk perbaiki gigi geligi yang hilang atau rusak sudah mulai dikenal dan dicoba sejak dahulu kala, sebagai contoh orang-orang Phoians dan Etruscans telah menggunakan Old bands dan Wires’ untuk mengkonstruksi suatu gigi tiruan yang dipakai menggantikan gigi-gigi mereka yang hilang. Sedangkan untuk memperbaiki gigi-gigi yang telah rusak digunakan  bahan dari Gold foil. Perkembangan ilmu kedokteran gigi yang lebih maju dimulai sejak tahun 1728 yaitu pada waktu Fauchard memperkenalkan beberapa type dan cara untuk memperbaiki gigi-gigi termasuk metode-metode untuk pembuatan konstruksi gigi tiruan dari bahan gading. Pada tahun 1756, Pfaf untuk pertama kalinya memperkenalkan metode mencetak mulut dengan menggunakan bahan lilin atau wax dimana hasil cetakan ini kemudian dapat dibuat menjadi model reproduksi dari  jaringan mulut tersebut dengan mengunan gips (plaster of Paris). Pada tahun 1792 de Chamant menemukan proses untuk pembuatan gigi tiruan dari bahan porselain dan  permulaan abad berikutnya diperkenalkan suatu cara pembetulan gigi yang disebut inlay dengan bahan porselin ini. Pada pertengahan abad ke 19 yang merupakan suatu masa yang penting dalam dunia kedokteran gigi yaitu ketika dimulainya penyelidikan bahan amalgam yang akhirnya digunakan sebagai bahan untuk tumpatan gigi dan tetap digunakan sampai saat ini. Pada masa yang sama juga telah dilaporkan hasil-hasil penelitian lebih lanjut dari bahan porselain dan gold foil di dalam bacaan-bacaan ilmiah. Pelopor kemajuan ini adalah G.V. Black yang telah memulainya sejak tahun 1895. Selanjutnya kemajuan-kemajuan yang lebih besar tentang pengetahuan mengenai material gigi (dental materials) terlihat pada tahun 1919 sampai 1920. pada tahun ini biro standar nasional Amerika Serikat telah menetapkan spesifikasi dari derajat-derajat tingkatan suatu amalgam gigi yang akan digunakan. Logam tempa dan emas coran serta bahan-  bahan lainnya yang berhubungan dengan pengecoran logam telah diteliti oleh R.L.

description

im

Transcript of Makalah Im Deadline Mepet

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    1/18

    1

    BAB 1

    Pendahuluan

    1.1Latar belakangPengetahuan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk perbaiki gigi geligi

    yang hilang atau rusak sudah mulai dikenal dan dicoba sejak dahulu kala, sebagai

    contoh orang-orang Phoians dan Etruscans telah menggunakan Old bands dan Wires

    untuk mengkonstruksi suatu gigi tiruan yang dipakai menggantikan gigi-gigi mereka

    yang hilang. Sedangkan untuk memperbaiki gigi-gigi yang telah rusak digunakan

    bahan dari Gold foil. Perkembangan ilmu kedokteran gigi yang lebih maju dimulai

    sejak tahun 1728 yaitu pada waktu Fauchard memperkenalkan beberapa type dan carauntuk memperbaiki gigi-gigi termasuk metode-metode untuk pembuatan konstruksi

    gigi tiruan dari bahan gading. Pada tahun 1756, Pfaf untuk pertama kalinya

    memperkenalkan metode mencetak mulut dengan menggunakan bahan lilin atau wax

    dimana hasil cetakan ini kemudian dapat dibuat menjadi model reproduksi dari

    jaringan mulut tersebut dengan mengunan gips (plaster of Paris). Pada tahun 1792 de

    Chamant menemukan proses untuk pembuatan gigi tiruan dari bahan porselain dan

    permulaan abad berikutnya diperkenalkan suatu cara pembetulan gigi yang disebut

    inlay dengan bahan porselin ini.

    Pada pertengahan abad ke 19 yang merupakan suatu masa yang penting dalam

    dunia kedokteran gigi yaitu ketika dimulainya penyelidikan bahan amalgam yang

    akhirnya digunakan sebagai bahan untuk tumpatan gigi dan tetap digunakan sampai

    saat ini. Pada masa yang sama juga telah dilaporkan hasil-hasil penelitian lebih lanjut

    dari bahan porselain dan gold foil di dalam bacaan-bacaan ilmiah. Pelopor kemajuan

    ini adalah G.V. Black yang telah memulainya sejak tahun 1895. Selanjutnya

    kemajuan-kemajuan yang lebih besar tentang pengetahuan mengenai material gigi

    (dental materials) terlihat pada tahun 1919 sampai 1920. pada tahun ini biro standar

    nasional Amerika Serikat telah menetapkan spesifikasi dari derajat-derajat tingkatan

    suatu amalgam gigi yang akan digunakan. Logam tempa dan emas coran serta bahan-

    bahan lainnya yang berhubungan dengan pengecoran logam telah diteliti oleh R.L.

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    2/18

    2

    Choleman, W.L Swanger dan W.A. Poppe yang dipimpin oleh dokter Sauder. Pada

    tahun 1928 beberapa orang peneliti bidang kedokteran gigi amerika serikat telah

    bekerja sama dan membentuk suatu ikatan yang kemudian dikenal sebagai The

    American Dental Assosiation Research Assosiated. Nama-nama seperti Wilmwer

    Sauder, Willian T. Sweeney dan George C. Paffenberger merupakan pelopor-pelopor

    peneliti terhadap produk-produk dental materials.

    Macam-macam material yang dapat digunakan dalam kedokteran gigi,

    digolong-golongkan sesuai dengan sifat-sifat fisik dan kimianyaserta kegunaannya

    oleh The American Dental Assosiation Divition. Hingga tahun 1965 obyektif utama

    The American Dental Assosiation in health merumuskan standar atau spesifikasi dari

    macam material gigi tersebut serta memberikan pengetahuan bagi hasil produk barisuatu material gigi yang telah diuji, diberi nama dagang dan nama pabrik sert alabl

    hasil uji/pengakuan dari A.D.A. dan selanjutnya dapat dipublik melalui Journal of

    The American Dental Asosiation.

    1.2Tujuan1. Untuk memahami biokompatibilitas2. Untuk mengetahui pentingnya biokompatibilitas dalam kedokteran gigi3. Untuk mengetahui cara melakukan uji biokompatibilitas4. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan apabila biokompatibilitas tidakterpenuhi

    1.3Manfaat1. Dapat memahami biokompatibilitas2. Dapat mengetahui pentingnya biokompatibilitas dalam kedokteran gigi3. Dapat mengetahui cara melakukan uji biokompatibilitas4. Dapat mengetahui dampak yang ditimbulkan apabila biokompatibilitas tidak

    terpenuhi

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    3/18

    3

    BAB 2

    Tinjauan Pustaka

    2.1Definisi BiokompatibilitasKetika biomaterial ditempatkan berkontak dengan jaringan dan cairan tubuh

    manusia, maka akan ada interaksi antara material dan lingkungan biologi. Interaksi

    ini adalah subjek dari biokompatibilitas. Material dapat dikatakan biokompatibel jika

    memiliki kualitas yang tidak merusak atau mengganggu lingkungan biologi. Selain

    itu, Interaksi tersebut harus menguntungkan pada pasien dan semua pasien harus

    aman terhadap reaksi-reaksi yang ditimbulkan. jadi dapat dikatakan,biokompatibilitas

    adalah Kehidupan harmonis antara material dan lingkungan yang tidak mempunyaipengaruh tosik terhadap fungsi biologi (Elvier S, 2003).

    Biokompatibilitas dari material sebagian besar ditentukan oleh pelepasan

    substansi tersebut melewati sesuai solubilitas atau korosi. Substansi-substansi

    tersebut dapat merusak sel-sel atau dengan menstimulasi sintesis seluller dari

    beberapa protein. (mediator proinflamasi seperti interleukin 1 dan Interleukin

    VI),memicu inflamasi. Demikian juga,Permukaan absorbsi atau akumulasi protein

    atau interaksi interaksi material dengan matriks ekstraselulller penting untuk sifat

    biologis dari material tersebut (sebagai contoh: penempelaan sel atau bakteri

    permukaan material). Penempelan protein (pembentukan felikel oleh protein saliva)

    dipengaruhi oleh bahan property material kimia seperti karakteristik (contoh: surface

    energy permukaan dan kemampuan pembasahan).

    2.1.1 Syarat Biokompatibilitas Material Kedokteran Gigi1. Bahan tersebut tidak boleh membahayakan pulpa dan jaringan lunak.2. Tidak boleh mengandung substansi toksik yang larut dalam air, yang dapat

    dilepaskan dan diserap kedalam sistem sirkulasi sehingga menyebabkan respons

    toksik sistemik.

    3. Harus bebas dari bahan yang berpotensi menimbulkan sensitivitas yang dapatmenyebabkan suatu respons alergi.

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    4/18

    4

    4. Harus tidak memiliki potensi karsinogenik.(Wahyudi T, 2008)

    2.1.2 Tissue EngineeringPenyusunan jaringan adalah sedikit area baru dari aplikasi biomaterial. Hal itu

    adalah science dari desain dan manufaktur dari jaringan baru sebagai restorasi

    fungsional dari jaringan dan organ (kedokteran regenerative atau kedokteran gigi).

    Biomaterial yang tidak dapat terdegradasi dan sebagian besar terdegradasi berfungsi

    sebagai tempat penggantungan untuk memberikan sinyal pada molekul-molekul pada

    sel-sel atau keduanya dan biomaterial tersebut didesain untuk secara aktif

    mencampuri sel-sel tubuh yang berdekatan.

    2.1.3 KeamananKeamanan yang berhubungan dengan evaluasi dari dental biomaterial berarti

    kebebasan dari resiko yang tidak dapat diterima. Demikian, keamanan tidak

    bergantung dengan kekurangan resiko yang lengkap. (seperti definisi biokompabilitas

    itu sendiri)

    2.1.4 Efek sampingEfek samping dari biomaterial didefinisikan sebagai penggaruh bahwa, selain

    fungsi utamanya dimaksudkan, juga karakteristik biomaterial ini tetapi tidak ingin.

    Sebuah istilah sinonim digunakan adalah "efek samping."

    2.1.5 ToksisitasToksisitas material menggambarkan kemampuan untuk merusak sistem

    biologi dengan cara kimia. Dalam organ yang lebih tinggi (hewan, manusia),

    toksisitas lokal - yaitu, efek samping yang muncul di situs aplikasi - adalah dibedakan

    dari toksisitas sistemik, di mana merugikan Reaksi muncul di daerah yang jauh dari

    aplikasi situs. Dalam kedokteran gigi, reaksi lokal terutama terjadi pada pulpa,

    periodonsium periapikal, dan gingiva atau mukosa mulut.

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    5/18

    5

    2.1.6 ImmunotoxicityImunotoksisitas material menjelaskan efek samping pada struktur dan fungsi

    sistem kekebalan tubuh, misalnya pada sel yang relevan seperti monosit. Maskapai

    efek merusak pertahanan tuan rumah (misalnya, melawan infeksi) atau dapat

    menyebabkan kerusakan jaringan, misaln.ya dengan flamasi in kronis (Schmalz G,

    2009).

    Bidang kedokteran gigi sangat berhubungan dengan biokompatibilitas bahan,

    dan hal ini melibatkan pemahaman dari lain bidang di luar ilmu kedokteran, misalnya

    ilmu bahan, biokimia, biologi molekuler dan bioteknik. Sehingga biokompatibilitas

    path dasarnya merupakan suatu ilmu lintas bidang. Dalam perkembangannya, saat iniuntuk menentukan pemakaian suatu bahan, faktor yang mutlak dipertimbangkan,

    termasuk juga biokompatibilitas, dan tidak hanya faktor kekuatan , estetika, atau

    fungsional bahan saja. Bisa diartikan pertimbangan akan biokompatibilitas bahan

    penting difahami oleh para produsen, praktisi, ilmuwan dan pasien sendiri (Elvier S,

    2003).

    2.2 Efek Material Kedokteran GigiMaterial pada kedokteran gigi memiliki kemungkinan menghasilkan reaksi

    biologi. Meskipun tidak semua dari semua material memiliki respon biologi.

    Umumnya material tersebut dapat menyebabkan Toksik, Imflamasi, Alergi, dan

    reaksi mutagenic. Pembagian reaksi tersebut berdasarkan sejarah tradisional dan

    analisis penyakit dari jaringan. Dari beberapa macam respon biologi dari material,

    toksisitas adalah respon yang lebih dulu ditemukan dan dipelajari. Material mungkin

    mampu melepaskan zat kimia kedalam tubuh manusia. Hampir semua material

    memungkinkan menyebabkan toksisitas yang jelas sehingga tidak dapat digunakan

    dalam jangka waktu yang panjang dibidang kedokteran gigi (Annusavice, 2003).

    Inflamasi, inflamasi adalah respon kedua dari tipe respon biologi dari

    material. Respon imflamasi adalah respon yang kompleks tetapi dapat membawa

    aktivasi dari sel host sistem imun untuk untuk menghindari dari ancaman. Inflamasi

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    6/18

    6

    mungkin juga diakibatkan dari toksisitas atau alergi, namun lebih sering diakibatkan

    oleh tossisitas (Annusavice, 2003).

    Respon alergi, meskipun respon alergi banyak yang menganggap biasa

    dikalangan kaum awam, namun tidak sesederhana itu jika ditetapkan dalam praktek.

    Secara sederhana, reaksi alergi terjadi saat tubuh mengenali material sebagai benda

    asing dan reaksi dengan ketidakseimbangan diantara pemberian material tersebut.

    Reaksi tersebut secara khusus membawa sistem limfosit T dan B serta makrofag atau

    monosit. Beberapa material yang dapat menghasilkan alergi seperti latex, (selipin

    disini alergi) (Annusavice, 2003).

    2.2.1

    Efek Lokal dan Efek Sistemik dari MaterialMaterial yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi memungkinkan juga

    memiliki efek local dan efek biologi sistemik. Efek ini diatur terutama oleh zat kimia

    yang dikeluarkan atau dilepaskan dari material tersebut dan respon biologi terhadap

    zat kimia tersebut. Sifat dasarnya, kekerasannya dan lokasi dari efek tersebut

    ditentukan oleh penyaluran pelepasan zat kimia tersebut. Pada material kedokteran

    gigi terjadi dalam pulpa gigi, atau dekat dengna jaringan oral seperti mucosa buccal

    atau lidah. Efek local adalah fungsi dari kemampuan zat kimia untuk penyaluran,

    konsentrasi, dan waktu pencahayaan dari beberapa waktu sampai beberapa tahun.

    Efek sistemik dari material kedokteran gigi juga fungsi dari penyaluran pelepasan zat

    kimia dari material tersebut (Annusavice, 2003).

    2.2.2Respon Biologi dalam Lingkungan Kedokteran GigiBeberapa aspek dari pengaruh anatomi oral biokompatibilitas dari material

    restorasi. Efek sepenuhnya anatomi oral dari biokompatibilitas belum diketahui,

    namun efek tersebut akan menjadi fokus dalam penelitian beberapa tahun yang akan

    datang. Lingkungan Enamel, dentin dan pulpa merupakan simbiosis yang unik dari

    jaringan mineralisasi dan sel. gigi enamel adalah bahan anorganik hampir semua

    diatur dalam array kristal yang disebut batang enamel. meskipun enamel adalah

    permeabel terhadap beberapa substansi, seperti peroksida dalam zat pemutih,

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    7/18

    7

    umumnya tidak permeabel terhadap komponen material, bakteri, atau produk bakteri

    (Joon B, 2003).

    2.3Uji BiokompatibilitasUmumnya, tidak ada tes tunggal yang digunakan untuk mengevaluasi

    biokompatibilitas bahan baru. lebih tepatnya, in vitro, hewan, dan tes penggunaan

    digunakan bersama. Namun, peran masing-masing tes dasar dalam skema pengujian

    keseluruhan kontroversial dan masih envolving. ada fase umumnya dalam pengujian

    biomaterial baru: Primer, sekunder dan klinis.

    Tes primer (in vitro) sedian awalnya dalam pengujian bahan baru. tes ini

    sering in vitro di alam. misalnya, tes primer pertama sering dilakukan untukmengevaluasi sitoksisitas paduan casting alloy baru dan mutagenisitas. tetapi tes

    utama juga mencakup beberapa tes hewan untuk mengukur toksisitas sistemik

    (Schmalz G, 2009).

    Pemeriksaan in vitro dibandingkan dengan jenis pemeriksaan

    biokompatibilitas lainnya, adalah sebagai berikut:

    a. Membutuhkan waktu yang relatif singkat

    b. Membutuhkan biaya yang relatif sedikit

    c. Dapat dilakukan standarisasi

    d. Bisa dilakukan kontrol

    Sebaliknya, kerugian dari pemeriksaan in vitro adalah, karena tidak adanya

    relevansinya dengan kegunaannya secara in vivo di kemudian hari. Selain itu,

    kerugian lainnya adalah tidak adanya mekanisme inflamasi dalam kondisi in vitro.

    Hal yang penting diketahui adalah bahwa dari hasil pemeriksaan in vitro saja jarang

    bisa untuk mengetahui biokompatibilitas suatu bahan. (Anonim, 2003).

    Tes sekunder,(in vivo) hampir selalu dilakukan pada hewan. misalnya tes

    untuk mengukur iritasi kulit, keracunan kronis, atau respon terhadap radang dipilih

    untuk mengamati respon imun. tes sekunder menjelajahi luar racun atau

    mutagenisitas terhadap isu-isu seperti alergi, peradangan, dan subletal lainnya dan

    respon biologis kronis. Namun, tes in vitro sedang dikembangkan untuk peradangan,

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    8/18

    8

    estrogenicity, efek permukaan yang juga sekunder di alam. tahap penggunaan

    pengujian sebagian besar sama seperti yang dijelaskan sebelumnya karena bahan

    harus diuji dalam situasi klinis yang relevan (Annusavice, 2003).

    Beberapa pemeiksaan in vivo yang biasa dilakukan, yaitu :

    a. Pemeriksaan iritasi.

    Untuk mengetahui apakah suatu material dapat menimbulkan inflamasi pada

    mukosa atau pada kulit. Metode yang dilakukan biasanya dengan menggunakan

    kelompok kontrol dan perlakuan, bahan dikontakkan pada mukosa mulut hamster

    atau marmot.Selang beberapa minggu, baik kontrol maupun perlakuan diperiksa.

    Hewan coba dibunuh untuk dibuat sediaan histologis, untuk selanjutnya dilakukan

    pemeriksaan terhadap kemungkinan terjadinya inflamasi.b. Pemeriksaan implant/ tes implantasi

    Untuk mengevaluasi bahan yang dikontakkan dengan tulang atau jaringan

    subkutan. Biasanya bahan dikontakkan antara satu sampai sebelas minggu. Pada

    waktu yang telah ditentukan, respon jaringan dapat dievaluasi dengan pemeriksaan

    histologik, biokimiawi atau imunohistokimiawi.

    Pemeriksaan implan juga dapat dilakukan untuk mengetahui kemungkinan

    terjadinya inflamasi kronis atau pembentukan tumor. Pada pemeriksaan ini material

    dikontakkan untuk waktu yang lebih lama, yaitu antara satu sampai dengan dua tahun

    (Schmalz G, 2009).

    Gambar1. (a) Pembentukan abses pada antarmuka antara material dan jaringan ikat. (b)

    Irisan histologis mengungkapkan peradangan parah pada antarmuka antara materi dan jaringan ikat,

    tapi tidak ada reaksi pada bidang kontak dengan teflon ( Annusavice,2003).

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    9/18

    9

    Tes Klinis, tes primer adalah tes yang dilakukan pertama kali pada material.

    Hanya material yang dapat melewati tes primer yang akan berlanjut pada tes

    sekunder. Begitu juga selanjutnya, hanya material yang dapat melewati tes sekunder

    yang akan berlanjut pada tes klinis. Ini seperti skema diagram segitiga yang terlihat

    pada gambar (Annusavice, 2003).

    Gambar 2. Strategi untuk memilih metode uji yang diperlukan berdasarkan atau resiko

    assesment / manajemen (Annusavice, 2003).

    Tes klinis

    1. Tes Penggunaan Pulpa dan DentinPerlu dilakukan tes penggunaan pulpa karena penyebab kerusakan pulpa

    akibat prosedur restoratif (selain persiapan rongga) adalah sebagai berikut:

    Zat beracun dilepaskan dari materi

    Bakteri dan racun antara material dan rongga pulpa dapat bereaksi terhadap iritasi

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    10/18

    10

    Peradangan yang berdasarkan tingkat iritasi, dapat bersifat reversibel (dengan

    penyembuhan berikutnya) atau ireversibel (dengan pembentukan abses pulpa dan

    nekrosis berikutnya)

    Pembentukan dentin tersier; iritasi ringan bisa merangsang odontoblasts hadir untuk

    membentuk tersier dentin ("dentin reaktif") dalam pulpa gabungan dengan

    pemusnahan tubulus dentin (dentin sclerosis). Rangsangan lebih jelas akan

    menghasilkan degenerasi odontoblasts asli, yang akan digantikan oleh "sekunder"

    odontoblasts karena diferensiasi pulp (stem/progenitor) sel. Odontoblasts sekunder

    juga dapat membentuk tersier, atau regeneratif, dentin, tetapi dapat mengungkapkan

    struktur yang lebih teratur dan void (Schmalz G, 2009).

    Gambar 3.(a) Tidak ada reaksi pada pulpa sesudah aplikasi zinc oxide and eugenol cement.

    (b) Reaksi pulpa setelah penerapan semen ionomer kaca, kemungkinan disebabkan oleh lapisan bakteri

    di lantai rongga (Annusavice, 2003).

    2. Tes Penggunaan mukosaBerbagai kultur sel dan model hewan telah dijelaskan dalam literatur untuk

    pengujian kompatibilitas mukosa (uji mukosa mulut). Sebuah model yang relatif baru

    terdiri dari in vitro setara kulit dewasa dan sudah diterapkan untuk tujuan pengujian

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    11/18

    11

    dalam industri kosmetik. Misalnya, in vitro budaya yang tumbuh yang terdiri dari

    fibroblas kulit dan keratinosit. Sebagian atau seluruhnya berbeda, berlapis-lapis, sel-

    sel epitel seperti yang digunakan dalam model lain, dan sejumlah model kulit /

    mukosa baru saat ini sedang dikembangkan. Karena keterbatasan teknis mereka, tes

    mukosa mulut tidak banyak dipertimbangkan nasional dan standar internasional,

    sehingga jumlah publikasi yang relevan relatif kecil. Atau, metode uji lainnya (kultur

    sel, implantasi tes) dapat digunakan untuk menentukan potensi kerusakan dari

    mukosa. Berdasarkan pengalaman dari kosmetik industri, in vitro tumbuh setara

    mukosa mungkin menawarkan perspektif yang menarik, tapi pengalaman dengan gigi

    bahan yang masih kecil (Schmalz G, 2009).

    3. Kerusakan jaringan periapikal dan uji penggunaan endodontikLiteratur mencakup deskripsi dari model hewan (misalnya, primata, anjing)

    yang memungkinkan penerapan mengingat bahan ke dalam saluran akar sesuai

    dengan teknik endodontik setelah preparasi saluran akar biasa. Kompatibilitas dinilai

    oleh evaluasi histologis jaringan periapikal. Hal ini juga memungkinkan untuk

    menginduksi pulpa sebagai model penyakit pada hewan percobaan dan untuk

    melakukan pengobatan yang tepat. klasik tes penggunaan endodontik sangat rumit

    dan mencakup sama antara teknis dan etika masalah sebagai uji pulpa / dentin

    menggunakan hewan percobaan besar . sedikit penelitian relative menggunakan tes

    ini Metode yang tersedia dalam literatur. yang disajikan Temuan, bagaimanapun,

    mendokumentasikan korelasi yang baik dengan pengamatan klinis. Secara khusus,

    efek stimulasi pada sel-sel khusus dapat ditentukan, seperti pengaruh senyawa

    kalsium hidroksida pada periapikal cementoblasts . Jika tidak, tes implantasi, di mana

    tabung Teflon diisi dengan eksperimental material dan selanjutnya ditanamkan, dapat

    digunakan sebagai alterrnatif (Schmalz G, 2009).

    a) Hubungan Pemeriksaan In Vitro, In Vivo Dan KlinisDalam bidang biokompatibilitas, ada beberapa ilmuwan yang

    mempertanyakan kegunaan pemeriksaan in vitro dan in vivo dalam kaitannya

    terhadap pemeriksaan klinis. Pada akhirnya diakui oleh para ilmuwan serta para

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    12/18

    12

    industriawan bahwa ternyata cara yang paling tepat dan tinggi tingkat akurasinya,

    dalam meneliti biokompatibilitas bahan Baru, adalah dengan meneliti dengan cara in

    vitro, in vivo, dan juga secara klinis (Anonim, 2003).

    2.4 Respons Alergi terhadap Bahan Kedokteran Gigi2.4.1 Alergi Dermatitis Kontak (Kelainan Kulit).

    Efek tersebut sering kali dialami ditempat kerja kenyataannya alergi

    dermatitis berada dalam urutan penyakit yang paling berhubungan dengan tempat

    kerja. Kelainan kulit ini seringkali dirancukan dengan dermatitis iritan primer yang

    disebabkan oleh gangguan kimia oleh kulit. Tenaga kesehatan dan pasien yang

    melakukan atau menerima perawatan ortodonsi dan restorasi operatif pediatrimempunyai insiden efek samping tertinggi yaitu samapai 50% bagi tenaga kesehatan

    dan 1 % bagi pasien. Alergi dermatitis kontak yang menyertai monomer bahan

    perekat bonding seringkali mengenai distal dan bagian telapak ujung jari. Kasus-

    kasus alergi dermatitis kontak yang serupa ditemukan juga pada bidang industri.

    Disini para pekerja terlibat dalam tugas memasang komponen-komponen elektronik

    yang menggunakan polietilen gilikol dimetakrilat sebagai perekat anaerob. Keadaan

    yang serupa dapat terjadi akibat kuteks kuku akrilik buatan dan komponen akrilik dari

    semen kedokteran yang dikenal sebagai penyebab alergi kontak.

    2.4.2 Alergi terhadap produk lateksDalam lingkungan modern kita terdapat banyak sumber pemajaman lateks

    sehari-hari termasuk balon mainan, kondom, kacamata renang, sarung tangan pencuci

    piring, elastik pengikat rambut dan lain-lain sebagainya. Reaksi alergi sistemis yang

    paling serius terjadi bila produk mengandung lateks seperti sarung tangan dan isolator

    karet ( Rubber dam) berkontak dengan membran mukosa.

    2.4.3 Alergi Stomatitis KontakAlergi stomatitis kontak sejauh ini merupakan reaksi negatif yang paling

    sering terjadi terhadap bahan kedokteran gigi. Reaksi negatif terlihat berupa lesi lokal

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    13/18

    13

    atau lesi jenis kontak. Reaksi alergi yang berkaitan dengan bahan yang berbasis resin

    mempengaruhi tidak hanya pasien tetapi juga tenaga kedokteran gigi yang bekerja

    dengan bahan-bahan tersebut. Bahan komposit berbasis resin mengandung bahan

    pengisi bahan organik, umumnya kuarsa atau kaca dan matriks organik yang terutama

    terdiri atas dimetakrilat polimerik.

    2.4.4 Toksisitas terhadap merkuriSejak awal pemakaian, efek samping dari merkuri dipertanyakan. Kadang-

    kadang masih ada anggapan bahwa toksisitas merkuri dari restorasi gigi merupakan

    penyebab beberapa penyakit yang tidak terdiagnosa, dan bahwa ada bahaya yang

    nyata bagi dokter gigi maupun asistennya jika menghirup uap merkuri selamamengaduk, karena bisa terjadi efek toksik kumulatif. Kepedulian ini muncul kembali

    dengan makin banyaknya kepedulian terhadap polusi merkuri pada lingkungan.

    Tidak diragukan lagi, merkuri dapat berpenetrasi dari restorasi kedalam

    struktur gigi. Sebuah analisa yang dilakukan pada dentin dibawah restorasi amalgam

    menunjukkan keberadaan merkuri yang menyebabkan diskolorasi dari gigi.

    Penggunaan merkuri radioaktif dalam amalgam perak juga menunjukkan bahwa

    sebagian merkuri masuk ke pulpa gigi. Sebagian kecil merkuri dilepaskan pada saat

    mengunyah makanan. Bagaimanapun juga kemungkinan reaksi toksik pada pasien

    dari penetrasi merkuri gigi atau alergi terhadap garam-garam merkuri yang

    dilepaskan dari permukaan amalgam belum jelas. Bahaya telah dievaluasi dalam

    banyak studi dan penelitian, bahwa kontak pasien dengan uap merkuri selama

    pengisian tambalan adalah begitu singkat dan jumlahnya begitu kecil untuk bisa

    membahayakan. Perkiraan yang paling bisa diandalkan adalah bahwa merkuri dari

    tambalan amalgam tidak cukup signifikan untuk dapat meracuni pasien. Namun

    dalam persentase kecil ada orang yang sensitif terhadap merkuri seperti halnya benda-

    benda yang lain. Bila sensitifitas ini bisa didokumentasi oleh dermatologis/alergis

    yang terlatih sangat jelas bahwa tambalan alternatif (misal, komposit dan emas)

    harus digunakan.

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    14/18

    14

    Kapsul yang bisa dipakai ulang dengan amalgamator mekanis harus

    dilengkapi dengan tutup yang kencan agar tidak ada kebocoran merkuri. Bagian

    penting dari program penanganan bahan toksik adalah secara periodik memonitor

    ambang merkuri dalam kamar praktek. Prosedur ini dilakukan setiap tahun sekali.

    2.5 Respon Pulpa terhadap Bahan Kedokteran Gigi2.5.1 Amalgam

    Restorasi amalgam konvensional umumnya dianggap bisa mengiritpulpa baik

    secara lambat atau ringan. Merkuri bila berdiri sendiri tidak nampak memicu responpulpa apapun. Swerdlow dan Stanley (1962) melaporkan hasil penelitian pada

    manusia dengan kondensasi gam menggunakan tangan atau alat ondensasi mekanis

    berkecepatan rendah.

    Soremak, dkk (1968) menunjuahbahwa merkuri radioaktif mencapai pulpa

    manusia setelah 6 (enam) hari, bila tidak digunakan pelapik kavitas. Mereka

    menemukan bahwa daerah dentin dekat amalgam mempunyai kandungan merkuri

    yang tinggi dan bahwa kecepatan difusi ke dalam email dan dentin secara terbalik

    berhubungan dengan derajat mineralisasi.

    Kurosaki dan Fusayama (1973) menunjukkan bahwa merkuri dari restorasi

    amalgam padnusia dan aning tidak mencapai pulpa. Sebenarnya mri tidak menembus

    dentin yang telah dimineralisasi secara sengaja sebelum dimasukkannya tumpatan

    amalgam. Mereka juga menyatakan bahwa perubahan warna gigi disebabkan oleh

    ion, bukan merkuri di amalgam.

    2.5.2 Resin Komposit1) Resin komposit dengan pengerasan secara kimia

    Tambalan mineral pengisi padada tambalan langsung, resin komposit dengan

    pengerasan secara kimia di tahun 1960 an dan 1970 an tidak mengurangi potensinya

    untuk menimbulkan respon pulpa yang parah. Resin komposit pada tahap ini, bila

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    15/18

    15

    tidak dilapisi tepat, tetap dapat menyebabkan pulpitis kronis yang menetap sampai

    waktu yang tidak tentu bahkan pada kaviitas dengan kedalaman biasa (ketebalan

    dentin 1 mm). komposit jenis ini tetap berpotensi mengiritasi pulpa karena masih

    memerlukan penggunaan matriks tekan untuk meningkatkan adaptasinya dengan

    dinding kavitas selama polimerasi.

    2) Resin komposit dengan pengerasan sinarAmatlah penting untuk memperoleh polimerasi sesempurna mungkin pada

    seluruh restorasi komposit untuk meminimalkan respon pulpa. Tingkat respon

    terhadap restorasi resin komposit khususnya diperhebat pada preparasi kavitas dalam.

    Resin yang tidak sempurna mengeras membuat semakin tingginya konsentrasi residumonomer yang tidak terpolimerisasi untuk mencapai pulpa.

    Semen Zinc PhospatBila digunakan sebagai basis, yaitu sebagai masa yang tebal bersifat

    dempul, semen seng phospat bukanlah merupakan substansi beracun dibandingkan

    dengan secara kimia, namun untuk prosedur sementasi, situasi yang berbeda dapat

    terjadi. Sedikit tanda peradangan pulpa terjadi bahkota sementara disemen dengan

    semen jenis Zinc Oxide Eugenol, setelah preparasi mahkota menggunakan teknik

    kecepatan tinggi dengan semprotan air-udara. Meskipun demikian, bila digunakan

    campuran tipis dari semen seng phospat bukan seng phospat eugenol untuk sementasi

    mahkota tiruan cekat (inlay) respon yang berbeda akan terjadi.

    Semen Ionomer Kaca (GIC)Ketika semen ionomer kaca pertama kali diperkenalkan sebagai suatu bahan

    restorasi, respons pulpa diklasifikasikan sebagai ringan, sedang dan kurang

    mengiritasi diandingkan dengan semen silikat, semen seng phospat dan secaraara

    kimia. Namun beberapa peneliti yang menyarankan penggunaan CH (Calsium

    Hidroksida) pada tempat yang berdekatan dengan pulpa.

    Semen Komposit Berbasis Resin (pengerasan ganda).Semen berbasis resin diindikasikan untuk semua mahkota keramik, logam

    keramik, vinir keramik, dan inlay porselain. Karena viskositas resin relatif rendah,

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    16/18

    16

    penempatan restorasi yang tepat dengan sedikit tekanan mengurangi kemungkinan

    kosongnya semen di bawah daerah yang menerima tekanan, ditempat dimana fraktur

    sering terjadii. Karena potensi adesi serta bondingnya, bahan sementasi komposit

    berbasis resin nampaknya dapat meningkatkan ketahanan fraktur untuk semua

    mahkota keramik sebesar 100% dibandingkan dengan tradisional.

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    17/18

    17

    BAB 3

    Penutup

    3.1KesimpulanBiomaterial harus memiliki biokompatibilitas yang baik, karena biomaterial

    akan berinteraksi langsung dengan jaringan tubuh atau darah pasien, sehingga

    memiliki kemungkinan besar untuk terjadi degradasi biomaterial oleh sistem imun

    tubuh manusia atau berlaku sebaliknya, yaitu kerusakan jangka panjang dalam tubuh

    hospes akibat biomaterial yang ditanamkan. Bahan biomaterial terbuat dari berbagai

    jenis, baik itu komposisi tunggal atau campuran dengan bahan lain. Sebagai contoh

    yang sudah lazim, pembuatan biomaterial dari bahan besi, keramik, polimer. Atauyang sudah dikombinasi atau dimodifikasi seperti baja tahan karat sebagai modifikasi

    besi atau logam, lalu konsep polimer bioaktif pada biomaterial berbahan polimer

    yang dikembangkan untuk memperoleh interaksi spesifik antara biomaterial dengan

    diferensiasi dan produksi sel, serta penyusunan matriks ekstraselular (ECM). Konsep

    ini juga berfungsi untuk mengaktifkan gen-gen yang menstimulasi regenerasi dari sel-

    sel yang berlokasi didaerah penanaman biomaterial. Yang kesemua itu ditujukan agar

    terjadi peningkatan biokompatibilitas pada biomaterial yang ditanamkan. Untuk itu

    pula, ISO menetapkan langkah-langkah standarisasi yang harus dilakukan oleh

    biomaterial sebelum layak disebarluaskan dalam penggunaan medis. Peraturan

    tersebut tercantum dengan kode ISO 10993 sedangkan untuk perangkat kedokteran

    gigi pada ISO 7405. Selain ISO beberapa negara juga mempunya regulasi sendiri

    untuk perangkat biomaterial seperti negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa,

    Amerika Serikat, Jepang, Inggris. Meskipun begitu standarisasi yang dibuat ISO tetap

    diterima secara luas.

    Biomaterial yang ditanamkan dengan sifat biokompatibilitas yang buruk akan

    menyebabkan respon yang buruk untuk pasien. Pengaktifan reaksi imun terhadap

    biomaterial akan menyebabkan reaksi inflamasi akut disekitar lokasi pemasangan,

    apabila kerusakan berlanjut akan menyebabkan inflamasi kronik yang berujung pada

    kematian sel-sel sekitar, perubahan histopatologi atau perusakan sendiri pada

  • 5/21/2018 Makalah Im Deadline Mepet

    18/18

    18

    biomaterial tersebut. Sehingga dapat menyebabkan kegagalan pengobatan atau

    memperparah kondisi pasien.

    3.2 Saran1. Bagi pasien yang ingin menggunakan biomaterial diharapkan berkonsultasi

    kepada dokter untuk pemasangan biomaterial yang mempunyai tingkat keamanan

    yang baik, sehingga proses pengobatan dapat berjalan sesuai dengan harapan.

    2. Seorang dokter, dokter gigi, maupun praktisi kesehatan lainnya wajib mengetahuitentang biokompatibilitas material yang akan digunakan serta mengetahui dampak

    yang akan terjadi apabila syarat biokompatibilitas tersebut tidak terpenuhi.