Makalah Hepatobilier
-
Upload
mariapriscilla -
Category
Documents
-
view
138 -
download
3
description
Transcript of Makalah Hepatobilier
Makalah PBL
Ikterus Fisiologis pada Bayi
Jessica Lawrence
102010227
C1
11 Juni 2012
Semester 4 blok 17
2012/2013
Fakultas Kedokteran Ukrida
Jl. Arjuna utara no.6 - Jakarta Barat
PENDAHULUAN
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran
mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat
konsentasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin
hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.1
1
PEMBAHASAN
Rumusan masalah
Bayi kuning setelah 48 jam dilahirkan.
Hipotesis
Bayi aktif menyusu dengan baik tampak kuning setelah 48 jam dilahirkan menderita ikterus
fisiologis.
Anamnesis
1. Identitas Pasien
Menanyakan kepada pasien atau orang tua dari anak, meliputi:
- Nama lengkap pasien
- Umur pasien
- Tanggal lahir
- Jenis kelamin
- Agama
- Alamat
- Umur (orang tua)
- Pendidikan dan pekerjaan (orang tua)
- Suku bangsa
2. Keluhan Utama
Menanyakan keluhan utama pasien yaitu : bayi tampak kuning
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan kepada pasien atau orang tua sebagai wali :
- Sejak kapan kuningnya?
- Menanyakan riwayat kehamilan.
- Berapa berat badan sebelum sakit ? adakah penurunan berat badan?
4. Riwayat Penyakit Dahulu
- Apakah pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya ? jika ya, apakah
sudah berobat ke dokter dan apa diagnosisnya serta pengobatan yang
diberikan ?
5. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga.
2
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit kronis seperti hipertensi, asma,
DM, penyakit menular dan penyakit lainnya selain itu juga perlu ditanyakan apa ada
keturunan kembar.
6. Riwayat Status Sosial Ekonomi
Keluarga ini termasuk berkecukupan atau tidak. Dari sini adapt diperkirakan apakah
pasien tinggal ditempat yang cukup memadai dan kondisi lingkungan rumah yang
cukup higienis
7. Riwayat Pengobatan
Obat apa saja yang sudah diminum pasien untuk mengatasi kuning pada bayi.2
Pemeriksaan Fisik
1. Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll)
2. Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan
dilakukan pada pencahayaan yang memadai.
3. Berdasarkan Kramer dibagi :3
Derajat
ikterusDaerah ikterus
Perkiraan kadar
bilirubin
I Kepala dan leher 5,0 mg%
II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%
III
Sampai badan bawah (di bawah
umbilikus) hingga tungkai atas (di atas
lutut)
11,4 mg/dl
IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl
V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl
Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran bilirubin darah direk dan indirek
3
Penggolongan darah
Uji Coombs
Darah perifer lengkap
DPL menunjukan peningkatan hitung sel darah putih (SDP) dengan peningkatan
neutrofil immatur yang menyatakan adanya infeksi.
Apus darah untuk morfologi darah tepi
Konsentrasi G6PD
Albumin serum.4,5
Working diagnosis
Diagnosis kerja yang diambil adalah ikterus fisiologis.
Differential Diagnose
Ikterus ec inkompatibilitas golongan darah
Percepatan destruksi sel darah merah pada janin dan neonatus paling sering
disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah Rh dan ABO dengan golongan
darah ibu (eritoblastosis fetalis). Konsentrasi bilirubin serum hanya sedikit meningkat
di darah tali pusat bayi yang terkena, tetapi dapat meningkat pesat setelah pemisahan
plasenta saat persalinan.6
Ikterus patologis ec infeksi
Sebagian kecil bayi yang tampak ikterik saat lahir, menderita suatu infeksi kongenital
yangdapat melewati plasenta dan mungkin dapat menyebabkan kerusakan serius pada
janin. Infeksi kongenital tersebut adalah toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus,
virus herpes, dan sifilis. Ikterus akibat infeksi kongenital ini biasanya merupakan
gabungan bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi. Bayi memperlihatkan
tanda-tanda infeksi lainnya yang abnormal.7
Etiologi
Ikterus fisiologis disebabkan oleh banyak faktor yang merupakan sifat fisiologis
normal bayi baru lahir; peningkatan produksi bilirubin akibat peningkatan massa eritrosit,
pemendekan rentang hidup eritrosit,dan imaturitas ligandin dan glukuronil transferase hati.4,5
Epidemiologi
4
Ikterus fisiologis dijumpai pada sekitar 60% bayi cukup bulan dan lebih dari 80%
bayi prematur. Bilirubin serum mencapai kadar maksimum sebesar 6 mg/dL antara hari ke-2
dan ke-4 pada bayi cukup bulan dan 10-12 mg/dL pada hari ke-5 sampai ke-7 pada bayi
prematur.6
Patofisiologi
Penyakit hemolitik bayi baru lahir merupakan penyebab umum ikterus neonatus.
Meskipun demikian, karena imaturitas metabolisme bilirubin, banyak bayi baru lahir menjadi
ikterus tanpa adanya hemolisis. Bilirubin dihasilkan pada katabolisme hemoglobin dalam
sistem retikuloendotelial. Cincin tetrapirol heme dipecah oleh heme oksigenase membentuk
biliverdin dan karbon monoksida dengan jumlah yang sama. Karena tidak ada sumber
biologis lain untuk karbon monoksida, ekskresi gas ini secara stoikiometrik identik dengan
produksi bilirubin oleh biliverdin reduktase. Satu gram hemoglobin menghasilkan 35 mg
bilirubin. Sumber bilirubin selain dari hemoglobin dalam sirkulasi mewakili 20% produksi
bilirubin; sumber ini meliputi produksi hemoglobin inefisien dan lisis sel prekursor dalam
sumsum tulang. Dibandingkan dengan dewasa, bayi baru lahir mempunyai kecepatan
produksi bilirubin dua sampai tiga kali lebih besar. Ini sebagian disebabkan oleh peningkatan
massa eritrosit (hematokrit lebih tinggi) dan pemendekan rentang usia eritrosit 70-90 hari,
dibandingkan dengan 120 hari rentang usia eritrosit dewasa.4,8
Gambaran Klinis
Gambaran klinis ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan meliputi puncak kadar
bilirubin indirek tidak lebih dari 12 mg/dL pada usia hari ketiga. Pada bayi prematur
puncaknya lebih tinggi (15 mg/dL) dan terjadi lebih lambat (hari kelima).4,6
Penatalaksanaan
Fototerapi
Bilirubin, yang bersifat fotolabil, mengalami beberapa fotoreaksi apabila terpajan ke
sinar dalam rentang cahaya tampak, terutama sinar biru (panjang gelombang 420
sampai 470 nm); hal ini menyebabkan fotoisomerasi bilirubin. Turunan bilirubin yang
dibentuk oleh sinar bersifat polar, dengan demikian turunan tersebut lebih larut dalam
air daripada bilirubin asli, dan lebih mudah diekskresikan di urin. Bentuk isometrik
bilirubin yang utuh diekskresikan dalam empedu dalam keadaan tidak terkonjugasi,
secara spontan direkonversi menjadi bilirubin tidak terkonjugasi di lumen usus, dan
5
diserap secara parsial di usus halus. Bilirubin, dalam jumlah jumlah yang lebih kecil,
juga secara ireversibel dipecahkan oleh oksigen yang sangat reaktif yang diaktifkan
oleh sinar. Produk foto-oksidasi ini juga diekskresikan di urin dan empedu. Fototrapi
harus dilakukan sebelum bilirubin mencapai konsentrasi “kritis”, penurunan
konsentrasi serum mungkin belum tampak selama 12 sampai 24 jam. Fototerapi harus
dilanjutkan sampai konsentrasi bilirubin serum tetap dibawah 10 mg/dL.
Transfusi tukar
Transfusi tukar digunakan untuk menurunkan secara bermakna kadar bilirubin tidak
terkonjugasi yang meningkat yang tidak responsif terhadap terapi standar.
Rekomendasi sebelumnya untuk transfusi tukar adalah jika kadar serum >20 mg/dL
dengan adanya hemolisis dengan ambang yang lebih rendah untuk bayi dengan berat
lahir rendah/prematur dan dengan penyakit lain.
Obat pengikat bilirubin
Pemberian oral arang aktif atau agar menurunkan secara bermakna kadar bilirubin
rata-rata selama 5 hari pertama setelah bayi lahir pada bayi sehat, tetapi potensi
terapeutik modalitas ini belum diteliti secara ekstensif.
Blokade perubahan hem menjadi bilirubin
Inhibisi kompetitif hem oksigenase akan akan menghambat penguraian hem.
Metaloporfirin sintetik, seperti portoporfirin timah terbukti menghambat hem
oksigenase, mengurangi kadar bilirubin serum, dan meningkatkan ekskresi hem yang
tidak dimetabolisasi melalui empedu. Karena potensi toksisitasnya belum diketahui,
obat-obat ini belum digunakan secara klinis untuk anak.4,6
Komplikasi
Kernikterus (Enselofati Bilirubin)
Fraksi bilirubin direk, tidak terkonjugasi, dan larut lemak bersifat toksis terhadap
perkembangan sistem saraf pusat, terutama bila konsentrasi bilirubin indirek tinggi dan
melebihi kapasitas pengikatan albumin. Kernikterus terjadi bila bilirubin indirek diendapkan
dalam sel otak serta menganggu metabolisme dan fungsi neuron, terutama pada ganglia
basalis. Bilirubin indirek dapat melewati sawar darah-otak karena kelarutannya dalam lemak.
Teori lain menunjukkan bahwa gangguan sawar darah-otak memungkinkan masuknya
bilirubin-albumin atau kompleks bilirubin bebas-asam lemak.
6
Kernikterus biasanya ditemukan bila kadar bilirubin terlalu tinggi menurut usia
kehamilan. Kernikterus bisanya tidak terjadi pada bayi cukup bulan bila kadar bilirubin di
bawah 20-25 mg/dL. Insidensi kernikterus meingkat ketika kadar bilirubin serum meningkat
di atas 25 mg/dL. Kernikterus dapat ditemukan pada kadar bilirubin di bawah 20 mg/dL bila
ada sepsis, meningitis, hemolisis, asfiksia, hipoksia, hipotermia, hipoglikemia, obat pemindah
bilirubin, dan prematuritas.
Secara klinis, kernikterus pada neonatus memperlihatkan spektrum gejala dan tanda
yang cepat berkembang menjadi penyakit yang destruktif dan biasanya fatal. Tidak nafsu
makan, rigiditas, opistotonus, menangis bernada tinggi, demam, dan kejang, yang muncul
secara berurutan, adalah gejala yang paling sering dijumpai.4,6
Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
1. Pengawasan antenatal yang baik.
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan
dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-lain.
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.
6. Pemberian makanan yang dini.
7. Pencegahan infeksi.9
Prognosis
Baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2010. h.634-5.
7
2. Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta :Erlangga;
2007.h.1-17.
3. Hidayat AAA. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.66.
4. Mutaqqin H, Dany F, Dwijayanthi L, Wulandari N, Darmaniah N, editors. Essensi
pediatri nelson. Edisi ke-4. Jakarta:EGC; 2010.h.213-47.
5. Safitri A, editor. At a glance neonatologi. Jakarta: Erlangga; 2009.h.96-9.
6. Appleton, Lange. Rudolph’s pediatrics. 20th ed. Jakarta:EGC; 2007.h.1249-52.
7. Yusna d, hartanto h, editors. Dasar-dasar pediatri. edisi ke-3. Jakarta:EGC; 2008.h.62.
8. Hassan R, Alatas H. Editors. Ilmu kesehatan anak. Jilid ke-2. Jakarta: fakultas
kedokteran UI; 2007.h.519-22.
9. Prawirohartono EP, Sunarto, editors. Ikterus dalam pedoman tata laksana medik anak
RSUP. Edisi ke-2, Cetakan ke-2. Yogyakarta: Medika FK UGM; 2000.h.37-43.
8