MAKALAH FILPEN PERENIALISME

download MAKALAH FILPEN PERENIALISME

of 6

description

kelompok 8 Anis Marsela, Gita Sintia Riani, Nurhalimah & Resha Nursetiawati (PGSD 1-B UPI BUMSIL 2011)

Transcript of MAKALAH FILPEN PERENIALISME

BAB 1

1.1 Latar Belakang Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennis (bahasa Latin) atau perennial (bahasa Inggris) yang berarti tumbuh terus di dalam waktu, hidup terus dari waktu ke waktu, atau abadi. Penganut Perenialisme percaya mengenai adanya nilai-nilai, norma-norma yang bersifat abadi dalam kehidupan ini. Atas dasar itu, penganut Perenialisme memandang pola perkembangan kebudayaan sepanjang zaman adalah pengulangan dari yang pernah ada sebelumnya. Perenialisme muncul atau berkembang sebagai suatu reaksi dan solusi yang diajukan atas terjadinya suatu keadaan yang mereka sebut sebagai krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Seperti dikutip oleh Mohammad Noor Syam (1984), Brameld menyatakan ...kaum Perenialisme mereaksi dan melawan kegagalan-kegagalan dan tragedi-tragedi dalam abad modern ini dengan mundur kembali kepada kepercayaankepercayaan yang aksiomatik, yang telah teruji tangguh, baik mengenai hakikat realitas, hakikat pengetahuan maupun hakikat nilai, yang telah memberi dasar fundamental bagi abad-abad sebelumnya. Perenialisme mempunya kesamaan dengan Essensialisme dalam hal menentang Progresivisme, tetapi Perenialisme berbeda dengan Essensialisme, antara lain dalam hal prinsip perennialist yang religius (Theologis), yang agama oriented. Dikatakan demikan sebab sekalipun ada perenialist yang sekular, namun mereka merupakan minoritas Perenialisme. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.

1.2 Filsafat Pendukung atau yang Melandasi Gagasan-gagasan Perenialisme merupakan integritas antara asas-asas filosofis Yunani Klasik dengan asas-asas religius Kristen yang berkembang pada abad pertengahan. Perenialisme dilandasi atau didukung oleh filsuf Yunani Klasik, yaitu Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Adapun pada abad kedua puluh Perenialisme dipengaruhi dan didukung oleh filsafat Humanisme Rasional dan Supernaturalisme Thomas Aquinas. Tokoh-tokoh seperti Rober M. Hutchins, Mortimer J. Adler, dll. mempunya reputasi internasional sebagai Perennialist.

1.3 Pandangan Filsafat Umum yang Melandasinya 1.3.1 Pandangan Ontologi Menurut Perenialisme, manusia terutama membutuhkan jaminan bahwa realitas bersifat universal realitas itu ada di mana pun dan sama di setiap waktu. Realitas bersumber dan bertujuan akhir kepada realita Supernatural/Tuhan (asas supernatural). Realitas mempunyai watak bertujuan (asas teologis). Substansi realitas adalah bentuk dan materi (hylermorhisme). Dalam pengalaman, kita menemukan individual thing. Contoh : batu, rumput, orang, sapi, dll. Dalam bentuk, ukuran, warna, dan aktivitas tetentu. Di dalam individual thing tersebut, kita menemukan hal-hal yang kebetulan (accident). Contoh : batu yang kasar atau halus, sapi yang gemuk, orang berbakat olahraga, dsb. Tetapi, di dalam realitas tersebut terdapat sifat asasi sebagai identitasnya (essensi), yaitu wujud hakiki suatu realita yang membedakan jenis yang lainnya. Contoh : orang atau Ahmad adalah makhluk berpikir. Esensi tersebut membedakan Ahmad sebagai manusia dari benda-benda, tumbuhan dan hewan. Inlah yang universal di mana pun ada dan sama setiap waktu.

1.3.2 Pandangan Epistemologi Sebagai makhluk berpikir, manusia akan dapat memperoleh pengetahuan tentang diri kita dan dunia sebagaimana adanya. Memang Perenialisme mengakui bahwa impresi atau kesan melalui pengamatan tentang individual thing adalah pangkal pengertian tentang kebenaran. Tetapi manusia akan memperoleh tahu (pengetahuan) lebih tepat jika bersandar pada asas-asas kepercayaan dan bantuan wahyu; dan itulah tahu dalam makna

tertinggi, yang ideal. Prinsip self-evidence amat penting dalam Perenialisme, sebab selfevidence itu merupakan asas bagi suatu kebenaran dan untuk membuktikan kebenaran. Berpikir dalam langkah memperoleh pengetahuan yang benar hanya mungkin atas dasar hukum-hukum berpikir secara deduktif (syllogisme). Tetapi hukum berpikir induktif pun digunakan, hal ini sesuai dengan pandangan ontologisnya mengenai individual thing. Deduktif digunakan dalam berfilsafat, yaitu dalam rangka melakukan analisis ontologis untuk mendapatkan kebenaran self-evidence, universal hakiki. Sedangkan induktif digunakan science dalam melakukan analisis pengalaman empiris untuk mendapatkan kebenaran, tetapi dengan demikian kebenarannya terbatas dan bersifat relatif. Perenialisme mengakui adanya hubungan antara science dengan filsafat, tetapi filsafat mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada science. Science mempunyai ketergantungan kepada filsafat untuk mendapatkan asas-asas mendasar yang

diperlukannya, contohnya tentang the first principle dan kausalitas.

1.3.3 Pandangan Aksiologi Pandangan tentang hakikat nilai menurut Perenialisme adalah pandangan mengenai hal-hal yang bersifat spiritual. Yang Absolut atau ideal (Tuhan) adalah sumber nilai dan oleh karena itu nilai selalu bersifat teologis (Imam Barnadib, 1984). Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sedangkan perbuatan manusia merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan. Secara teologis, manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yaitu nilai yang merupakan suatu kesatuan dengan Tuhan. Untuk dapat sampai kesana manusia harus berusaha dengan bantuan akal rationya yang berarti mengandung nilai kepraktisan. Menurut Aristoteles, kebajikan dapat dibedakan: yaitu yang moral dan yang intelektual. Kebajikan moral adalah kebajikan yang merupakan pembentukan kebiasaan, yang merupakan dasar dari kebajikan intelektual. Jadi, kebajikan intelektual dibentuk oleh pendidikan dan pengajaran. Kebajikan intelektual didasari oleh pertimbangan dan pengawasan akal. Oleh Perenialisme estetika digolongkan kedalam filsafat praktis. Kesenian sebagai salah satu sumber kenikmatan keindahan adalah suatu kebajikan intelektual yang bersifat praktis filosofis. Hal ini berarti bahwa di dalam mempersoalkan masalah keindahan harus berakar pada dasar-dasar teologis, ketuhanan.

1.4 Konsep Pendidikan 1.4.1 Definisi Pendidikan Pendidikan. Perenialisme memandang education as cultural regression : pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang pasti, absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang dipandang sebagai kebudayaan ideal tersebut. Sejalan dengan hal di atas, penganut Perenialisme percaya bahwa prinsip-prinsip pendidikan juga bersifat universal dan abadi. Robert M. Hutchins mengemukakan: Pendidikan mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran mengimplikasikan pengetahuan. Pengetahuan dalah kebenaran. Kebenaran di mana pun dan kapan pun adalah sama. Karena itu kapan pun dan di mana pun pendidikan adalah sama. Selain itu pendidikan dipandang sebagai suatu persiapan untuk hidup, bukan hidup itu sendiri. (Madjid Noor, dkk, 1987)

1.4.2 Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan. Bagi penganut Perenialisme, bahwa nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan abadi, inilah yang harus menjadi tujuan pendidikan yang sejati. Sebab itu, pendidikannya adalah membantu peserta didik menyingkapkan dan menginternalisasikan nilai-nilai kebenaran yang abadi agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup. Sekolah. Sekolah merupakan lembaga tempat latihan elite intelektual yang mengetahui kebenaran, dan yang pada suatu waktu akan meneruskannya kepada generasi pelajar yang baru. Sekolah adalah lembaga yang berperan mempersiapkan peserta didik atau orang muda untuk terjun ke dalam kehidupan. Sekolah bagi perenialist merupakan peraturan-peraturan yang artificial dimana peserta didik berkenalan dengan hasil yang paling baik dari warisan social budaya.

1.4.3 Kurikulum Kurikulum pendidikan bersifat subject centered atau berpusat pada materi pelajaran. Materi pelajaran harus bersifat uniform, universal dan abadi. Selain itu, materi pelajaran terutama harus terarah kepada pembentukan rasionalitas manusia atau kemampuan berpikir, sebab demikianlah hakikat manusia. Mata pelajaran yang

mempunyai status tertinggi adalah mata pelajaran yang mempunyai rational content yang lebih besar. Karena itu, titik berat isi kurikulum diletakkan pada pelajaran sastra, matematika, bahasa, dan humaniora termasuk sejarah (liberal arts). Adapun sumber dan cara mempelajari liberal arts tersebut adalah dengan cara mempelajari The Great Books.

1.4.4 Metode Metode pendidikan atau metode belajar utama yang digunakan oleh penganut Perenialisme adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan mendiskusikan karyakarya besar yang tertuang dalam The Great Books . Hal ini dipandang baik dalam rangka latihan untuk mendisiplinkan pikiran para peserta didik. Penganut Perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berpikir (mental discipline) adalah salah satu kewajiban tertinggi dari belajar. Sebab itu, dapat kita pahami apabila teori dan program pendidikan Perenialisme pada umumnya dipusatkan pada pembinaan kemampuan berpikir.

1.4.5 Peranan Pendidik dan Peserta Didik Peranan guru bukan sebagai perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan mengembangkan potensi-potensi self-discovery; dan ia melakukan moral authority (otoritas moral) atas murid-muridnya, karena ia seorang professional yang qualified dan superior dibandingkan muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih, dan mempunyai perfect knowledge (Mohammad Nor Syam, 1984:328)

DAFTAR PUSTAKAPutro Wicoksono. (2009). Macam-macam Teori Filsafat Pendidikan Filsafat Perenialisme. [online]. Tersedia: http://pendidikan-info.blogspot.com/2009/03/macam-macam-teorifilsafatpendidikan.htmlB.S.Pd di 00.56

Syaripudin, Tatang dan Kurniasih.2008. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Percikan Ilmu