MAKALAH ETIKA PROFESI
-
Upload
anna-nur-hidayati -
Category
Documents
-
view
388 -
download
11
Transcript of MAKALAH ETIKA PROFESI
MAKALAH ETIKA PROFESI PESTISIDA
OLEH:
ROUDLATUL FANANI (115100100111034)ANNA NUR HIDAYATI (115100100111054)
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
2012
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat berlimpah. Hal tersebut
dikarenakan Indonesia memiliki dua musim yaitu musim hujan dan kemarau dan
curah hujan yang cukup tinggi. Selain itu, Indonesia dilalui garis khatulistiwa maka
wilayah Indonesia mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun.
Keadaan itu tentu sangat berpengaruh terutama dalam bidang pertanian selain
ditunjang juga oleh tanahnya yang subur. Sehingga hal tersebut menyebabkan
penduduk Indonesia yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Dari
dulu sampai sekarang sektor pertanian masih merupakan sektor perekonomian yang
paling banyak menyerap tenaga kerja.
Pestisida adalah bahan kimia yang umumnya disemprotkan untuk mencegah
hewan (hama) yang merusak bagian tanaman, hasil pertanian, memberantas jasad-
jasad renik dalam rumah tangga, memberantas hewan-hewan yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang.
Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan
untuk mengendalikan jasad pengganggu yang merugikan manusia. Dalam sejarah
peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan terutama di bidang
pertanian (pengelolaan tanaman) dan kesehatan (bidang permukiman dan rumah
tangga) (Kementerian Pertanian,2012).
Kemudahan untuk mendapatkan pestisida dan perkembangan teknologi yang
menciptakan pestisida-pestisida sintetis yang harganya relatif terjangkau dan hasil
yang menakjubkan dalam membasmi hama-hama membuat petani tergantung dengan
adanya pestisida. Dengan berkurangnya hama-hama yang menyerang tanaman, tingkat
produksi hasil pertanian meningkat. Namun efek pestisida mulai terasa, hasil evaluasi
memperlihatkan timbul kerugian yang sebelumnya tidak diperkirakan. Beberapa
kerugian yang muncul akibat pengendalian organisma pengganggu tanaman yang
semata-mata mengandalkan pestisida, antara lain menimbulkan kekebalan (resistensi)
hama, terbunuhnya musuh alami dan jasad non target, serta dapat menyebabkan
terjadinya ledakan populasi hama sekunder.
Hama-hama kecil yang awalnya menjadi target utama dapat dibasmi dengan
mudah, namun hama-hama yang telah resisten terhadap pestisida dan ledakan
populasi hama-hama sekunder membuat petani menggunakan pestisida melebihi
jumlah yang dianjurkan. Hal tersebut memberikan dampak bagi kesehatan. Secara
tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui mulut,
kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk ke
dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan
mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita keracunan kronis,
ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau bertahun. Keracunan
kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat bersifat
karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik
untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacat dari ibu yang
keracunan).
Selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi
kesehatan konsumen. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun (residu)
pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang dikonsumsi manusia
sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, tanpa sadar
telah kemasukan racun pestisida melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap
hari. Apabila jenis pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka
akan membahayakan manusia atau ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut.
Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi konsumen (Girsang,2009).
Pestisida sebagai bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang berbahaya
bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida
menyebar melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang
dikenainya. Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk
beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun. Dari
beberapa hasil monitoring residu yang dilaksanakan, diketahui bahwa saat ini residu
pestisida hampir ditemukan di setiap tempat lingkungan sekitar kita. Kondisi ini
secara tidak langsung dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap organisma
bukan sasaran. Oleh karena sifatnya yang beracun serta relatif persisten di lingkungan,
maka residu yang ditinggalkan pada lingkungan menjadi masalah (Girsang,2009).
Residu pestisida telah diketemukan di dalam tanah, ada di air minum, air
sungai, air sumur, maupun di udara. Dan yang paling berbahaya racun pestisida
kemungkinan terdapat di dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari, seperti
sayuran dan buah-buahan (Girsang,2009).
Belakangan ini, masalah residu pestisida pada produk pertanian dijadikan
pertimbangan untuk diterima atau ditolak negara importir. Negara maju umumnya
tidak mentolerir adanya residu pestisida pada bahan makanan yang masuk ke
negaranya. Belakangan ini produk pertanian Indonesia sering ditolak di luar negeri
karena residu pestisida yang berlebihan. Media massa pernah memberitakan, ekspor
cabai Indonesia ke Singapura tidak dapat diterima dan akhirnya dimusnahkan karena
residu pestisida yang melebihi ambang batas. Demikian juga pruduksi sayur mayur
dari Sumatera Utara, pada tahun 80-an masih diterima pasar luar negeri. Tetapi
kurun waktu belakangan ini, seiring dengan perkembangan kesadaran peningkatan
kesehatan, sayur mayur dari Sumatera Utara ditolak konsumen luar negeri, dengan
alasan kandungan residu pestisida yang tidak dapat ditoleransi karena melampaui
ambang batas (Girsang,2009).
1.2 Rumusan Masalah
1) Apakah pestisida itu?
2) Apakah dampak pestisida bagi kesehatan dan lingkungan?
3) Apa solusi untuk mengurangi dampak penggunaan pestisida?
1.3 Tujuan
1) Mengetahui pengertian pestisida, jenis-jenis pestisida dan penggunaannya.
2) Mengetahui dampak pestisida bagi kesehatan dan lingkungan.
3) Mengetahui solusi untuk mengurangi dampak penggunaan pestisida.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berasal dari
kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diarkitak secara sederhana sebagai
pembunuh hama. Secara umum pestisida dapat didefinisikan sebagai bahan yang
digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai hama yang
secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia
(Sartono,2011). USEPA dalam Soemirat (2005) menyatakan pestisida sebagai zat atau
campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau
memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme pengganggu.
Pengertian pestisida menurut Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1973 dalam
Kementrian Pertanian (2011) dan Pemenkes RI No.258/Menkes/Per/III/1992 adalah
semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-
bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan
3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan
4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak
5. Memberantas atau mencegah hama-hama air
6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
bangunan rumah tangga alat angkutan, dan alat-alat pertanian.
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan tanaman,
tanah dan air.
Menurut PP RI No.6 Tahun 1995 dalam Soemirat (2005), pestisida juga
didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang
tubuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk
perlindungan tanaman.
Sementara itu, The United States Environmental Control Act dalam Runia
(2008) mendefinisikan sebagai berikut:
1. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusu digunakan untuk
mengendalikan, mencegah atau menagkis gangguan serangga, binatang pengerat,
nematoda, gulma, virus, bakteri, atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan
dan manusia.
2. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur
pertumbuhan atau mengeringkan tanaman.
Menurut Depkes (2004) dalam Rustia (2009), pestisida kesehatan mayarakat
Menurut Watterson (1988), ada banyak penggolongan/jenis-jenis pestisida
yang beredar di pasaran dan senantiasa digunakan baik yang ditujukan kepada
hewan,tumbuhan maupun jazad renik, yang mengendalikan jenis serangga maupun
hewan yang berpotensi sebagai organisme pengganggu tananam (OPT) adalah
insektisida, rodentisida, molusisida, avisida, dan mitisida. Sedangkan yang
mengendalikan jazad renik antara lain bakterisida, fungisida, algisida. Selain dari pada
itu terdapat senyawa kimia yang sifatnya hanya sebagai pengusir serangga (insect
repellent), dan sebaliknya ada pula yang justru menarik serangga untuk datang (insect
attractant) serta ada yang dapat memandulkan serangga. Sedangkan menurut sifat
pestisida yang membahayakan dibagi menjadi :
1. Bersifat Carsinogic Agent : Senyawa-senyawa pestisida yang telah diteliti dapat
menyebabkan atau menjadi pemicu timbulnya penyakit kanker adalah ada sekitat
51 buah termasuk diantaranya yang sudah dikenal masyarakat seperti aldrin,
carbaryl, DDT, dieldrin, endosulfan, formaldehyde, lindane, MPCA, parathion dan
2,4-D.
2. Bersifat Mutagenic Agent : Senyawa-senyawa pestisida yang bersifat mutagenic
agent (penyebab mutasi genentik) ada sekitar 80 buah. Yang sudah dikenal oleh
masyarakat umum hanya sedikit antara lain captan, carbaryl, carbofuran,
chlorfirifos, DDT, dicrotovos, fenitrithion, monocrotophos, dan MPCA, selebihnya
masih kurang dikenal.
3. Bersifat Alergent dan Irritant Senyawa-senyawa pestisida yang dapat menjadi
penyebab penyakit radang kulit dan penyakit kulit lainnya yang dapat
menyebabakan peradangan dan iritasi ada sekitar ada 51 buah. Yang sudah dikenal
oleh masyarakat antara lain endosulfan, glyphosate, lindane, malathion, mancozeb,
parathion dan sulphur (Tabel 3), selebihnya masih terlalu asing buat masyarakat
pada umumnya.
Jenis pestisida yang paling beracun adalah yang mirip dengan gas syaraf, yaitu
jenis Organofosfat dan Metilcarbamat. Pestisida jenis ini sangat berbahaya karena
mereka menyerang cholinesterase, suatu bahan yang diperlukan oleh sistem syaraf
kita agar dapat berfungsi dengan normal. Pestisida jenis ini menurunkan kadar
cholinesterase dan hal inilah yang memunculkan gejala-gejala keracunan. Pestisida
gas syaraf menyebabkan kematian yang paling banyak di seluruh dunia dibanding
pestisida jenis lain (Quijano, 1999).
Pestisida dibuat dalam berbagai bentuk: bentuk tepung untuk dicampur dengan
air dan disemprotkan, bentuk butiran dan bubuk untuk ditaburkan, bentuk cair untuk
disemprotkan atau dilumuri sebagai pelindung benih. Bentuk pelet untuk membasmi
binatang pengeret, dan bentuk lainnya. Obat nyamuk bakar dan racun tikus umum
digunakan untuk membunuh hama di rumah.
Mengapa menggunakan pestisida? Pestisida sering digunakan bersamaan
dengan mesin-mesin pertanian, sistem pengairan yang luas, mudah pemakaiannya.
Pestisida dapat membasmi hama yang sekiranya dapat mengurangi hasil pertanian
atau yang sekiranya membuat pangan nampak kurang menarik, sehingga perusahaan
pertanian besar menggunakannya agar penjualan produksi pangan meningkat.
2.2 Dampak Penggunaan Pestisida
Dampak aplikasi suatu pestisida dapat berakibat timbulnya beberapa penyakit
berbahaya pada manusia. Menurut Watterson (1988), kurang lebih ada sekitar 13 jenis
penyakit penting yang telah diteliti dapat terbukti berakibat fatal atau sebagai
faktor pemicu timbulnya penyakit tersebut. Penyakit-penyakit tersebut antara lain
Leukemia (kanker darah), myeloma ganda, lymphomas, sarcomas jaringan lunak,
kanker prostat, kanker perut, melanoma, penyakit otak, penyakit hati, kanker kulit,
kanker paru, tumor, syaraf dan neoplasma indung telur.
Pestisida meracuni tanah saat disemprotkan untuk membunuh serangga, ulat,
jamur, dan bakteri yang sebenarnya menciptakan unsur hara dan membuat tanah tetap
hidup dan subur. Pestisida meracuni air melalui aliran air menuju ke sungai,
membunuh ikan dan meracuni binatang dan manusia yang minum air tersebut.
Pestisida meracuni udara ketika menyebar bersama angin, dapat berpindah sekian
kilometer jauhnya dari tempat digunakan. Pestisida juga dapat meracuni hewan dan
tumbuhan sekitar.
2.3 Contoh kasus
Terhadap Hewan Vertebrata
Moore (1974) mengemukakan bahwa burung pemangsa tikus Falcon
tininuculus dan Tyto alba banyak yang terkontaminasi oleh pestisida akibat
memangsa tikus yang telah memakan umpan biji-bijian yang dicampur dieldrin. Di
Indonesia, dampak pengaruh samping dari aplikasi DDT dan metabolit DDE
menunjukkan adanya korelasi negatif antara residu DDT pada telur bebek dan
tebalnya kulit telur. Ini menunjukkan bahwa pada saat dilakukan pengukuran, efek
residu pestisida tersebut belum significant mencemari bebek yang ada di Indonesia
(Koeman, 1974).
Terhadap Hewan Invertebrata
Palpp (1976) mengemukakan bahwa pengaruh samping dari pada penggunaan
pestisida terhadap hewan inveterbrata dapat berupa timbulnya pembentukan
kekebalan (resistensi) ataupun resurgensi. Pembentukan kekebalan terjadi melalui
beberapa mekanisme seperti perubahan asetilkolines-trase, menurunnya penyerapan,
kekebalan terhadap pengatur pertumbuhan (growth regulator), kekebalan terhadap
piretroid, kekebalan metabolisme terhadap organofosfat dan karbamat serta kekebalan
terhadap senyawa pestisida berklor. Kasus yang ditemukan bahwa fungisida dengan
sodium metan dan formaldehida yang digunakan terhadap permukaan atau yang
diinjeksikan mempunyai pengaruh tajam dan akan membunuh binatang-binatang
tanah yang terkena sampai pada ke dalaman 15 cm. Jenis pestisida yang paling besar
pengaruhnya terhadap musnahnya faunah tanah adalah insektisida di banding
pestisida lain seperti herbisida dan fungisida. Insektisida-insektisida tersebut yang
paling banyak digunakan adalah hidrokarbon berklor dan organofosfat. Senyawa
hidrokarbon berklor dapat menjadi penyebab berkurangnya populasi tungau pemangsa
colembola sehingga populasi colembola berkembang, sebaliknya senyawa dari jenis
aldrin dan derivatnya pengaruhnya tidak terlalu significant menurunkan populasi
tungau (Sheals, 1956).
Terhadap Kehidupan Perairan
Sumber pencemaran perairan oleh pestisida ialah adanya aliran air dari daerah
pertanian terutama selama musim hujan. Pada kadar yang tinggi pestisida dapat
membunuh jazad yang hidup di dalam air. Pestisida-pestisida yang persistensinya
tinggi seperti golongan organoklorin meskipun dengan kosentrasi rendah dapat masuk
dalam rantai makanan dan mengalamai proses peningkatan kadar (biological
magnification) sampai pada derajat yang mematikan (Coutney et.al.,1973). Daya
meracun berbagai pestisida khususnya herbisida terhadap kehidupan ikan telah
banyak diteliti. Misalnya kemampuan meracuni kehidupan ikan, jenis insektisida
nampak lebih kuat dibanding herbisida. Akan tetapi karena pemakaian herbisida
sebagai pengendali gulma intensitas pemakaiannya lebih tinggi, maka dampak
kerusakannya lebih nampak. Nilai toksisitas akut herbisida terhadap ikan umumnya
jauh lebih tinggi dari pada konsentrasi yang dibutuhkan untuk mengendalikan gulma.
Sebagai contoh, herbisida paraquat pada kadar aplikasi 1,14 ppm dapat mematikan
ikan lele, dan ikan salmon 3 hari setelah aplikasi (Duursma and Marchand, 1974).
Terhadap Tumbuhan
Aplikasi pestisida pada kadar rendah (sublethal) dapat memberi pengaruh
resisten terhadap tumbuhan pengganggu., oleh karena itu penyemprotan yang tak
sempurna dapat menimbulkan pengaruh jangka panjang yang tak terduga. Di samping
itu secara tidak langsung penggunaan pestisida (herbisida) akan merangsang
tumbuhan pengganggu lain yang bukan sasaran justru menjadi dominan. Sebagai
contoh pertumbuhan alang-alang Imperata cylindrica dapat ditekan dengan
penggunaan herbisida, akan tetapi di sisi lain rumput Mikinia micranta justru akan
tumbuh subur dan merajalela di tempat itu karena persaingannya dengan alang-alang
sudah tidak ada lagi. Demikian juga dengan jenis rumput Pennisetum polystachion
yang mempunyai tingkat kepadatan biji yang sangat banyak (300.000 – 370.000
biji/tanaman) tidak dapat tumbuh pada kondisi gelap (di bawah naungan alang-alang),
tetapi pada saat alang-alang dibasmi, maka rumput ini akan tumbuh dominan
(Soedarsan dan Amir, 1975).
Terhadap Kesehatan Manusia
Menurut Watterson (1988) secara umum telah banyak sekali bukti-bukti yang
ditemukan pengaruh samping senyawa kimia pestisida terhadap kesehatan manusia.
Beberapa jenis penyakit yang telah diteliti dapat diakibatkan oleh pengaruh samping
penggunaan senyawa pestisida antara lain leukemia, myaloma ganda, lymphomas,
sarcomas jaringan lunak, kanker prostae, kanker kulit, kanker perut, melanoma,
penyakit otak, penyakit hati, kanker paru, tumor syaraf dan neoplasma indung telur.
Selain dari pada itu, beberapa senyawa pestisida telah terbukti dapat menjadi faktor
"carsinogenic agent" baik pada hewan dan manusia, yakni tercatat ada 47 jenis bahan
aktif pestisida ditemukan terbukti sebagai carsinogenic agent pada hewan, dan 12
jenis lagi terbuti sebagai carsinogenic agent pada manusia (Gosselin, 1984: IARC,
1978: Saleh, 1980)
2.4 Analisa dan Pembahasan
Dari data diatas dapat kita lihat bahwa pestisida memiliki lebih banyak
dampak negatif daripada dampak positif. Sehingga lebih baik jika pestisida
ditinggalkan dan beralih ke pertanian organik.
Pada tahun 2010 pemerintah mulai menggalakkan pertanian organik, yaitu
pertanian tanpa menggunakan pupuk kimia, insektisida, fungisida, herbisida dan
perangsang pertumbuhan kimia, tidak menggunakan hewan dan tumbuhan hasil
rekayasa genetika, dan menggunakan pupuk organik (berasal dari kotoran hewan).
Pertanian organik didasarkan beberapa prinsip. Yaitu prinsip kesehatan, prinsip
ekologi, prinsip keadilan, dan prinsip perlindungan.
Prinsip Kesehatan
Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tak dapat
dipisahkan dari kesehatan ekosistem; tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman
sehat yang dapat mendukung kesehatan hewan dan manusia. Kesehatan merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari sistem kehidupan. Hal ini tidak saja sekedar bebas
dari penyakit, tetapi juga dengan memelihara kesejahteraan fisik, mental, sosial dan
ekologi. Ketahanan tubuh, keceriaan dan pembaharuan diri merupakan hal
mendasar untuk menuju sehat. Peran pertanian organik baik dalam produksi,
pengolahan, distribusi dan konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan
meningkatkan kesehatan ekosistem dan organisme, dari yang terkecil yang berada
di dalam tanah hingga manusia. Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan
untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung
pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan. Mengingat hal tersebut, maka harus
dihindari penggunaan pupuk, pestisida, obat-obatan bagi hewan dan bahan aditif
makanan yang dapat berefek merugikan kesehatan.
Prinsip Ekologi
Prinsip ekologi meletakkan pertanian organik dalam sistem ekologi kehidupan.
Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang
ekologis. Makanan dan kesejahteraan diperoleh melalui ekologi suatu lingkungan
produksi yang khusus; sebagai contoh, tanaman membutuhkan tanah yang subur,
hewan membutuhkan ekosistem peternakan, ikan dan organisme laut membutuhkan
lingkungan perairan. Budidaya pertanian, peternakan dan pemanenan produk liar
organik haruslah sesuai dengan siklus dan keseimbangan ekologi di alam. Siklus-
siklus ini bersifat universal tetapi pengoperasiannya bersifat spesifik-lokal.
Pengelolaan organik harus disesuaikan dengan kondisi, ekologi, budaya dan skala
lokal. Bahan-bahan asupan sebaiknya dikurangi dengan cara dipakai kembali,
didaur ulang dan dengan pengelolaan bahan-bahan dan energi secara efisien guna
memelihara, meningkatkan kualitas dan melindungi sumber daya alam. Pertanian
organik dapat mencapai keseimbangan ekologis melalui pola sistem pertanian,
membangun habitat, pemeliharaan keragaman genetika dan pertanian. Mereka yang
menghasilkan, memproses, memasarkan atau mengkonsumsi produk-produk
organik harus melindungi dan memberikan keuntungan bagi lingkungan secara
umum, termasuk di dalamnya tanah, iklim, habitat, keragaman hayati, udara dan
air.
Prinsip Keadilan
Keadilan dicirikan dengan kesetaraan, saling menghormati, berkeadilan dan
pengelolaan dunia secara bersama, baik antar manusia dan dalam hubungannya
dengan makhluk hidup yang lain. Prinsip ini menekankan bahwa mereka yang
terlibat dalam pertanian organik harus membangun hubungan yang manusiawi
untuk memastikan adanya keadilan bagi semua pihak di segala tingkatan; seperti
petani, pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen. Pertanian organik
harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat,
menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan. Pertanian
organik bertujuan untuk menghasilkan kecukupan dan ketersediaan pangan maupun
produk lainnya dengan kualitas yang baik. Prinsip keadilan juga menekankan
bahwa ternak harus dipelihara dalam kondisi dan habitat yang sesuai dengan sifat-
sifat fisik, alamiah dan terjamin kesejahteraannya. Sumber daya alam dan
lingkungan yang digunakan untuk produksi dan konsumsi harus dikelola dengan
cara yang adil secara sosial dan ekologis, dan dipelihara untuk generasi mendatang.
Keadilan memerlukan sistem produksi, distribusi dan perdagangan yang terbuka,
adil, dan mempertimbangkan biaya sosial dan lingkungan yang sebenarnya.
Prinsip Perlindungan
Pertanian organik merupakan suatu sistem yang hidup dan dinamis yang menjawab
tuntutan dan kondisi yang bersifat internal maupun eksternal. Para pelaku pertanian
organik didorong meningkatkan efisiensi dan produktifitas, tetapi tidak boleh
membahayakan kesehatan dan kesejahteraannya. Karenanya, teknologi baru dan
metode-metode yang sudah ada perlu dikaji dan ditinjau ulang. Maka, harus ada
penanganan atas pemahaman ekosistem dan pertanian yang tidak utuh. Prinsip ini
menyatakan bahwa pencegahan dan tanggung jawab merupakan hal mendasar
dalam pengelolaan, pengembangan dan pemilihan teknologi di pertanian organik.
Ilmu pengetahuan diperlukan untuk menjamin bahwa pertanian organik bersifat
menyehatkan, aman dan ramah lingkungan. Tetapi pengetahuan ilmiah saja
tidaklah cukup. Seiring waktu, pengalaman praktis yang dipadukan dengan
kebijakan dan kearifan tradisional menjadi solusi tepat. Pertanian organik harus
mampu mencegah terjadinya resiko merugikan dengan menerapkan teknologi tepat
guna dan menolak teknologi yang tak dapat diramalkan akibatnya, seperti rekayasa
genetika (genetic engineering). Segala keputusan harus mempertimbangkan nilai-
nilai dan kebutuhan dari semua aspek yang mungkin dapat terkena dampaknya,
melalui proses-proses yang transparan dan partisipatif.
Jika penggunaan pestisida tidak bisa ditinggalkan, berikut adalah praktek-
praktek makanan sehat yang secara signifikan mengurangi jumlah pestisida yang bisa
didapatkan dari makanan menurut Yusuf (2012) :
1. Mencuci : Cuci dan gosok semua buah-buahan segar dan sayuran di bawah air
mengalir untuk menghilangkan bahan kimia, bakteri, dan kotoran. Beberapa pestisida
dapat menembus ke dalam daging, namun mencuci tidak dapat menghapus semua
residu pestisida.
2. Mengupas : Kupas semua kulit buah dan sayuran lainnya sebelum Anda
mengonsumsinya. Buang daun bagian luar selada dan sayuran berdaun lainnya. Ketika
memasak daging atau unggas, buanglah bagian lemak atau kulitnya untuk
memberikan perlindungan ganda. Cara ini cukup efektif dalam menghilangkan residu
pestisida yang mengumpul dilemak, dan mengurangi asupan kolesterol dan lemak
jenuh.
3. Variasi : Makanlah berbagai jenis makanan dari berbagai sumber untuk membantu
mengurangi kemungkinan paparan pestisida yang tinggal sekaligus mendapatkan
campuran nutrisi yang sehat. Untuk mengurangi dari bahaya pestisida bagi para
pekerja di perkebunan adalah :
- Menggunakan pestisida hanya untuk tanaman yang dimaksud
- Menggunakan dengan dosis sekecil mungkin
- Jangan mencampur dua pestisida yang berbeda
- Menjauhkan pestisida dari sumber air
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pestisida adalah bahan kimia yang umumnya disemprotkan untuk mencegah
hewan (hama) yang merusak bagian tanaman, hasil pertanian, memberantas jasad-
jasad renik dalam rumah tangga, memberantas hewan-hewan yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang.
Dampak aplikasi suatu pestisida dapat berakibat timbulnya beberapa penyakit
berbahaya pada manusia. Pestisida meracuni tanah saat disemprotkan untuk
membunuh serangga, ulat, jamur, dan bakteri yang sebenarnya menciptakan unsur
hara dan membuat tanah tetap hidup dan subur. Pestisida meracuni air melalui aliran
air menuju ke sungai, membunuh ikan dan meracuni binatang dan manusia yang
minum air tersebut. Pestisida meracuni udara ketika menyebar bersama angin, dapat
berpindah sekian kilometer jauhnya dari tempat digunakan. Pestisida juga dapat
meracuni hewan dan tumbuhan sekitar.
Dalam mengurangi dampak pestisida kita dapat melakukan beberapa cara
yaitu dengan cara mencuci produk hasil pertanian, mengupas, mengolah, dan
mengkonsumsi berbagai macam produk hasil pertanian. Pengurangan penggunaan
pestisida dan menjauhkan pestisida dari sumber air. Dan menggalakkan pertanian
organik.
3.2 Saran
Akan lebih baik jika semua pihak yang terkait seperti pemerintah, petani,
buruh tani, pengusaha, serta masyarakat awam dapat menerima dan turut serta
memajukan pertanian organic.
DAFTAR PUSTAKA
Courtney, W. R., Jr., and M. H. Robert, Jr. 1973. Environmental Effect on Toxaphene
Toxicity to Selected Fishes and Crustaceans. Ecol. Res. series. United Stated
Environmental Protection Agency. Wasihington D.C.
Duursma, E.K. & M. Marchand. 1974. Aspects of Organic Marine Pollution. Oceanogr.
USA
Girsang, Warlinson. 2009. Dampak Negatif pestisida. Universitas Simalungun.
Pematangsiantar
Gosselin, R.E. 1984. Clinical Toxicology of Commercial Products. William and Wilkin.
Baltimore
Koeman, J.H., J.H. Pennings, R. Rosanto, O. Soemarwoto, P.S.Tjide, S. Blkae, S.
Kusudinata, R. Dja-jodiredjo. 1974. Metals and Chlorinated Hydrocarbon
Pesticide in Samples of Fish, Sawah Duck Eggs, Crustaceans and Molluscs
Collected in West and Central Java. Indonesia
Moore,N.W. 1974. Toxic Chemical and Wildlife Section. Dalam Monk Wood Experiment
Station. New York
Palpp, F.W. 1976. Biochemical Genetics of Insecticide Resistance. Ann.Rev Publisher.
Philadelphia
Quijano, Romeo. 1999. Pestisida Berbahaya Bagi Kesehatan. Yayasan Duta Awam. Solo.
Rustia, Hana. 2009. Skripsi: Pengaruh pajanan pestisida terhadap Petani di Tangerang.
Universitas Indonesia. Depok
Saleh,M.A. 1980. Mutagenic and Carsinogenic Effects of Pesticides. Environ. Queensland
Sartono. 2001. Racun dan Keracunan. Widya Medika. Jakarta.
Sheals,S.G. 1956. Soil Population Studies I.The effectsof Cultivation and Teatment with
Insecticides. Wiley Company. USA
Soedarsan, A. dan J. Amir.1975. Beberapa Catatan tentang Pennisetum polystechium
(L) Schult, Sejenis Tumbuhan Pengganggu Diperkebunan. Menara Perkebunan.
Jogja
Soemirat, J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Watterson, A..1988. Pesticides Users’ Health and Safety Handbook. An International
Guide. Gower Technical Publishing Company Limites. England
Yusuf, M. 2012. Cara Mengurangi Efek Pestisida Pada Bahan Makanan.
http://muhammadyusuf123.blogdetik.com/2012/07/20/cara-mengurangi-efek-
pestisida-pada-bahan-makanan/