MAKALAH DISKUSI 9 PNEUMOTHORAKS

download MAKALAH DISKUSI 9 PNEUMOTHORAKS

of 68

Transcript of MAKALAH DISKUSI 9 PNEUMOTHORAKS

LAPORAN KASUSI MODUL TINDAK MEDIK DAN KEPERAWATAN Seorang Laki-laki 24 Tahun Dibawa dalam Keadaan Sesak NafasKELOMPOK I

030.05.172 030.06.112 030.07.006 030.09.147 030.09.148 030.09.149 030.09.150 030.09.151 030.09.152 030.09.153 030.09.154 030.09.155 030.09.156 030.09.157

Putri Melati Herman Malondong Adisti Putri Ryanda Maya Liana Mayandra Mahendrasti Melia Indasari Melissa Rosari Hartono Melly Utami Meutia Mafira Rindra Michael Wong Michelle jansye Mochammad Rifki Maulana Mohammad Fachri Ibrahim Monica Raharjo

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

BAB I PENDAHULUANSesak napas atau dispnea ialah pernapasan yang abnormal dengan ciri pernapasan tidak menyenangkan, sukar, dan penderita menyadari akan pernapasanya. Sifat dan kualitas sesak napas yang dirasakan bisa berbeda-beda pada setiap orang tergantung dari penyebabnya. Keluhan sesak napas dapat timbul pada penderita dengan penyakit jantung, penyakit paru, maupun penyakit lainnya seperti gagal ginjal yang menyebabkan asidosis metabolik dan juga anemia yang sudah berlangsung kronis. Pada umumnya, penyakit yang dapat menyebabkan hipoksemia (kekurangan O2 di dalam darah), hiperkapnia akut (kelebihan CO2 dalam darah), dan acidemia (peningkatan kadar asam di dalam darah) dapat menstimulasi pusat pernapasan di otak melalui serabut efferen. Bila rangsangan untuk bernapas meningkat sedangkan organ yang terkait dalam proses pernapasan yaitu paru-paru, saluran pernapasan, dan otot-otot pernapasan tidak dapat mengimbangi rangsangan tersebut (misalnya paru tidak dapat berkembang dengan sempurna atau terdapat obstruksi pada saluran napas), maka dapat timbul keluhan sesak napas. Sebelum mencari penyebab pasti yang mendasari terjadinya sesak napas, sesak napas perlu diatasi terlebih dahulu untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul akibat oksigenasi yang tidak adekuat. Dalam hal ini penting dilakukan penilaian/evaluasi terhadap airway, breathing, dan circulation dan tindakan life-saving berdasarkan hal-hal yang ditemukan pada evaluasi tersebut.

BAB II2

SKENARIO KASUSLembar I Seorang laki-laki 24 tahun dibawa ke UGD rumah sakit dalam keadaan sesak napas. Penderita terlihat pucat dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah. Lembar 2 Satu jam sebelum ke UGD, penderita mengalami kecelakaan lalu lintas. Sewaktu naik sepeda motor dengan kecepatan tinggi, penderita bertabrakan dengan sepeda motor lain, sehingga dada kanan terbentur setang sepeda motor. Penderita sadar penuh dan tidak pernah pingsan, tidak mual dan tidak muntah. Penderita mengalami nyeri di dada, dada seperti ditekan, napas cepat dan dangkal. Suara napas di hemithorax dextra menghilang. Lembar 3

BAB III PEMBAHASAN3

3.1Status Pasien3.1.1 Identitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin Status Pernikahan Agama Pekerjaan Alamat Asal Pendidikan terakhir Tanggal berobat 3.1.2 Anamnesis Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan Utama Keluhan Tambahan

:: 24 tahun : Laki-laki :::::::-

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Alergi Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Pengobatan Riwayat Kebiasaan Pemeriksaan Fisik

:::::-

3.1.1

Status Generalis 1. Tanda vitala. Nadi b. Tekanan darah c. Pernapasan d. Suhu

:::::::4

1. Pengukurana. Berat badan b. Tinggi badan

1. Status mentala. Kesadaran

b. Kesan sakit c. Penampilan pasien 1. Kulit

:::

2. Kelenjar getah bening 3. Kepala dan wajaha. Kepala b. Mata c. Telinga d. Hidung e. Mulut

:::::::::-

4. Lehera. Kelenjar thyroid b. Trachea c. Tekanan vena jugularis d. Arteri carotis

5. Thorax a. Jantung b. Pulmo 6. Abdomena. Hepar b. Lien c. Bising usus d. Ascites

::::-

7. Urogenital 8. Genitalia eksterna9. Anus dan rectum

10. Ekstremitas 3.1.1 3.1.2 3.1.3 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Banding Penatalaksanaan

3.2Keluhan Utama: Sesak Napas5

3.2.1 Definisi Sesak NapasSesak napas (dispnea) merupakan keluhan subyektif (keluhan yang dirasakan oleh pasien) berupa rasa tidak nyaman, nyeri atau sensasi berat, selama proses pernapasan. Pada sesak napas, frekuensi pernapasan meningkat di atas 24 kali per menit. Oleh karena itu harus dicari penyebab awal dan segera diatasi.Macam-macam pola pernapasan serta definisinya terdapat pada tabel berikut: Pola Pernapasan Agonal Deskripsi Pernapasan yang mengenggap-enggap dengan frekuensi rendah dan jarak antara pernapasan panjang. Pola pernapasan agonal biasa didapati pada orang-orang yang akan meninggal, akibat impuls neurologis yang tidak normal. Kadang juga didapati pada pasien tanpa denyut nadi. Apneustic Ketika pusatpneumotaxicdi

otakrusak,pusatapneusticmenyebabkaninspirasiterusyang berkepanjangan. Inimerupakan pertanda burukyang menunjukkan adanyacedera otak parah. Pernapasan Biot/ Respirasidengan pola, laju, dan kedalaman yang tidak teratur. Polanya ialahapnea intermitten. Menunjukkancedera otak parahatau herniasi batang otak. Bradypnea Central neurogenic hyperventilation Pernapasan lambat yang tidak biasa. Tachypneuhiperpnea (pernapasan yang cepat dan

pernapasan ataxic

dalam)yangdisebabkanoleh tekananintrakranialmeningkat ataucedera otaklangsung.Menyebabkan penurunan kadar CO2 dan meningkatnya pH, keadaan ini disebut sebagaialkalosis respiratorik. Pernapasan periodik dimulai dengan pernapasan dangkal yang kemudian menjadi cepat dan dalam, kemudian kecepatan bernapas berkurang.

Pernapasan Cheyne-Stokes

Batuk

Ekspirasi paksa melawan glottis tertutup, merupakan suatuairwayclearing maneuver. Dapat terlihat ketika zat asing mengiritasi saluran napas. Dikendalikan oleh pusat batuk di otak.

Cegukan (hiccup)

Kontraksi spasmodikdiafragma yang menyebabkan inspirasi singkat dengan suara yang khas. Kadang-kadang dapat terlihat pada kasus iritasi diafragma (atau n. phrenicus) dari infark miokard akut, ulkus6

peptic, atau intubasi endotrakeal. Hiperpnea Pernapasan dalam yang tidak biasa. Terlihat dalam berbagai gangguan neurologis atau kimia. Obat-obatan tertentu dapat merangsang jenis pernapasan ini, terutama pada pasien yang overdosis. Pernapasan ini tidak menggambarkan laju pernapasan, hanya kedalaman pernapasan saja. Hipopnea Pernapasan Kussmaul Pernapasan dangkal yang tidak biasa. Mempunyai pola yang sama yang dengan cepat Central dan neurogenic namun

hyperventilation(pernapasan

dalam),

pernapasan ini disebabkan oleh asidosis metabolik. Mendesah (sighing) Secara periodik mengambil napas dalam-dalam (sekitar dua kali volume normal). Sambil menghela napas membuat alveoli terbuka. Biasa terjadi pada kejadian sehari-hari. Tachypnea Pernapasan cepat yang tidak biasa. Istilah ini tidak menggambarkan kedalaman respirasi, juga tidak berarti bahwa pasien hiperventilasi (Menurunkan tingkat karbon dioksida dengan bernapascepat dan dalam). Menguap Menguap tampaknya mempunyai cara yang sama dengan mendesah (sighing).

3.2.2 Penyebab Sesak NapasPenyakit penyebab sesak napas dan riwayat khas sesak napas untuk masing-masing penyakit tersebut ialah sebagai berikut: Kelainan Jantung / Cardiovaskular Kelainan jantung yang disertai keluhan sesak napas biasanya terjadi pada gagal jantung. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi pompa jantung dalam mengisi dan memompa darah dari paru, akibatnya terjadi penumpukan darah di paru (edema paru) dan menyebabkan peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru. Maka fungsi paru pun terganggu dan terjadilah sesak napas. Keluhan sesak napas ini muncul saat beraktivitas, misalnya naik tangga, yang akan membaik setelah beristirahat. Jika tidak segera diatasi, keluhan tersebut dapat terus berlanjut walau pada saat istirahat, yaitu ketika pasien tidur terlentang. Oleh karena itu pasien harus tidur dengan banyak

7

bantal menyangga kepala bahkan baru lega pada posisi setengah duduk. Keluhan lainnya yaitu kaki yang membengkak. Dypsneu tidak berhubungan dengan mengi (wheezing), inilah yang membedakan dengan PPOK (kecuali terjadi asma kardiale). Didapat juga gejala penyakit jantung sebagai penyakit yang mendasari : Padagagal jantung ringan sesak hanya terjadi saat aktivitas. Pada gagal jantung yang lebih berat sesak juga terjadi bila berbaring (orthopnea), langsung menghilang bila duduk atau berdiri ( < 5-10 menit). Bila gejala ini berat disebut dypsneu nocturnal paroksisimal. Sering disertai edema tungkai bawah, membaik pada pagi hari dan memburuk pada malam hari.1 Kelainan atau Penyakit Pada Saluran Pernapasan Sesak napas karena kelainan saluran pernapasan paling sering ditemukan pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Penyakit ini disebabkan oleh proses peradangan paru dan ditandai dengan gangguan aliran udara dalam saluran pernapasan yang bersifat irreversible (tidak dapat kembali kekeadaan semula). Gejala lain yang menyertai adalah batuk lama (kronik) yang berdahak. Sesak napas pada asma muncul saat saluran pernapasan (bronkus) mengalami peradangan dan menyempit. Gejalanya berupa sesak napas yang disertai bunyi napas tambahan yang tidak normal seperti suara bersiul yang kasar, biasa disebut mengi (wheezing). Gejala lainnya adalah batuk dan nyeri dada. Orang yang mempunyai riwayat asma dalam keluarga memiliki resiko tinggi untuk menderita penyakit ini. Penyakit infeksi saluran pernapasan seperti pneumonia dan TBCsering disertai dengan gejala sesak napas. Selain itu pasien juga akan mengalami demam, batuk, nyeri dada, dan badan lemas. Emboli Paru, penderita tiba-tiba sesak, onset mendadak, terjadi pada orang yang memiliki faktor predisposisi (imobilisasi, obesitas). Biasanya disertai nyeri pleuritik. Pneumothoraks, ditandai oleh nyeri dada yang mendadak, disertai sesak. Penyakit parenkim paru (pneumonitis/fibrosis interstisialis), ditandai oleh adanya sesak saat aktivitas dan, bila berat terjadi juga saat istirahat tanpa adanya mengi. Tidak seperti penyakit jantung, sesak tidak berhubungan dengan posisi tubuh. Lain-lain

8

Pada gangguan saluran pencernaan bagian atas yaitu Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD) dan dyspepsia, dapat terjadi keluhan sesak napas. Peningkatan asam lambung yang kemudian naik dan masuk ke esophagus (kerongkongan), menimbulkan rasa sakit dan nyeri terutama saat bernapas pada pasien penderita GERD. Sesak napas pada dyspepsia timbul karena perut yang terisi penuh oleh gas dan angin menyebabkan rasa kembung dan begah sehingga diafragma (otot pemisah antara rongga dada dan perut) terdesak ke arah rongga dada.2 Pada kelainan ginjal, sesak napas terjadi karena adanya gangguan keseimbangan asam-basa yang menyebabkan darah menjadi lebih asam (asidosis). Penggunaan obatobatan diperlukan dan dilanjutkan dengan mengurangi cairannya. Kadang pasien diharuskan pula untuk melakukan cuci darah. Pada diabetes, sesak napas terjadi karena komplikasi asidosis diabetes. Darah menjadi asam sehingga tubuh mengkompensasi dengan cara napas yang dalam dan cepat untuk mengeluarkan asam di dalam darah. Pernapasan seperti ini disebut pernapasan kussmaul. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan cairan yang cukup, memperbaiki kadar gulanya dan mengurangi kadar asam basa darah. Obesitas, apabila obesitas berat bisa menyebabkan sesak napas, baik saat aktivitas maupun saat berbaring (orthopnea, disebabkan oleh pembelatan diafragma). Emboli paru, gagal jantung, dan apnea obstruktif saat tidur lebih sering terjadi pada orang dengan obesitas. Anemia, apabila Hb kita menurun di bawah batas tertentu, tubuh kita mencoba mengatasinya dengan meningkatkan denyut jantung kita. Ketika jantung kita berdetak lebih cepat, hal ini memungkinkan lebih banyak darah dan oksigen yang dialirkan ke seluruh tubuh. Paru kita juga dapat menyebabkan kita bernapas lebih cepat untuk membawa oksigen ke tubuh kita. Pembuluh darah tertentu mengembang untuk memungkinkan lebih banyak darah yang mengandung oksigen masuk ke dalam jaringan. Pembuluh darah lain berusaha untuk menutup, untuk menyimpan oksigen. Pengalihan darah semacam ini dapat menyebabkan kulit kita tampak pucat dan dingin saat disentuh. Tetapi hal ini memungkinkan tubuh kita untuk menyediakan oksigen ke organ yang lebih penting. Dengan kegiatan yang meningkat, tubuh kita membutuhkan lebih banyak oksigen sehingga mengakitbatkan kelelahan, kelemahan, jantung berdebar, sesak napas, dan gejala lain.

9

Keracunan, setiap keadaan yang menunjukkan kelainan multisistem dengan penyebab yang tidak jelas harus dicurigai kemungkinan keracunan. Misalnya bila ditemukan penurunan tingkat kesadaran mendadak, gangguan napas (sesak napas), manifestasi berat pada pasien psikiatri, sakit dada pada anak remaja, aritmia yang mengancam nyawa, atau gejala klinis pada pekerja dengan lingkungan kerja yang mengandung bahan kimia, asidosis metabolik yang sukar dicari penyebabnya, tingkah laku aneh, atau pun kelainan neurologis dengan penyebab yang sukar diketahui.3

3.1.1 Mekanisme Sesak Napas Mekanisme Sesak Nafas Pada Gagal Jantung

Pada penderita gagal jantung, gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang menurun pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel menjadi meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh ventrikel kiri tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic Volume), maka terjadi pula peningkatan LVEDP (Left Ventricle End Diastolic Pressure), yang mana derajat peningkatannya bergantung pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastol atrium dan ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan meningkatkan LAP ( Left Atrium Pressure ), sehingga tekanan kapiler dan vena paru juga akan meningkat. Jika tekanan hidrostatik di kapiler paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut merembes ke dalam alveoli, terjadilah edema paru. Peningkatan tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan arteri paru yang disebut dengan hipertensi pulmonal, yang mana hipertensi pulmonal akan meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Bila proses yang terjadi pada jantung kiri juga terjadi pada jantung kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema. Pada gagal jantung kiri menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru (edema pulmoner), yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada awalnya sesak nafas hanya terjadi pada saat melakukan aktivitas, tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit, sesak nafas juga akan timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas.Kadang sesak nafas terjadi pada malam hari ketika penderita sedang berbaring, karena cairan bergerak kedalam paru-paru. Penderita sering terbangun dan bangkit untuk menarik nafas atau mengeluarkan bunyi mengi. Duduk menyebabkan cairan mengalir dari paru-paru

10

sehingga penderita lebih mudah bernafas. Untuk menghindari hal tersebut, sebaiknya penderita gagal jantung tidur dengan posisi setengah duduk.Pengumpulan cairan dalam paru-paru yang berat (edema pulmoner akut) merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan pertolongan segera dan bisa berakibat fatal.4-5

Mekanisme Sesak Napas Akibat Gangguan Paru

Pada gangguan paru, sesak napas bisa di akibatkan oleh 2 macam penyakit: 1. Penyakit paru obstruktif Pada penyakit ini, saluran pernapasan menjadi terganggu, gangguan ini bisa berupa akibat dari reaksi hipersensitivitas pada penyakit asma, reaksi dari hasil infeksi misalnya pada bronkitis akut. Pada tahap ini, hal-hal yang akan terjadi adalah: Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi/ memendek/ mengkerut Produksi kelenjar lendir yang berlebihan Bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas. Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi sehingga sela-sela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja keras, kesulitan berbicara karena tenaga hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih melegakan napas daripada tidur meskipun dengan bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul komplikasi yang serius.4-5 1. Penyakit paru restriktif Pada penyakit paru restriktif, dapat terjadi keterbatasan ekspansi total pada paru-paru. Volume statis paru akan berkurang dan bahkan menghilang sebagai akibat dari penurunan komplians paru atau toraks. Pasien dengan gangguan restriktif dapat menunjukkan alkalosis respiratorik akibat peningkatan kompensasi dalam frekuensi atau kecepatan pernapasan untuk mengimbangi hilangnya volume dari paru itu sendiri. Jika peningkatan frekuensi pernapasan ini tidak dapat mengkompensasi11

volume paru yang menghilang, maka akan terjadi hipoksemia (kadar oksigen yang rendah dalam darah). Pada saat ini, pasien akan menunjukkan gejala dispnea atau sesak napas.4-5 Mekanisme Sesak Nafas Pada Gagal Ginjal

Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrat rate (GFR ) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin menurunnya fungsi renal terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Terjadi penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya anemia. Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas.4-5

3.1Interpretasi Penilaian Awal Pasien Sesak napas Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernafas dan merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonal. Seseorang yang mengalami dispnea sering mengeluh nafasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif sesak nafas termasuk juga penggunaan otot-otot pernafasan tambahan yaitu otot strenocleidomastoideus, scalenus, trapezius,

12

pectoralis mayor, disertai dengan pernafasan cuping hidung, tacypnea, dan hiperventilasi. Namun yang perlu diketahui sesak nafas tidak selalu sebagai tanda dari penyakit, pada orang normal akan mengalami hal yang sama setelah melakukan aktivitas fisik dalam tingkattingkat yang berbeda. Sesak nafas merupakan gejala yang paling nyata pada penyakit yang menyerang percabangan trakeobroncial, parenkim paru, dan rongga pleura. Sesak nafas biasanya dikaitkan dengan penyakit restriktif yaitu terdapat peningkatan kerja pernafasan akibat meningkatnya resistensi elastik paru (pneumonia, atelektasis) atau pada penyakit jalan nafas obstruktif dengan meningkatnya resistensi nonelastik bronkial (asma, bronkitis). Adapun skala dispnea dari Brooks SM, chairman: ATS (American Thoracsic Society) News 1982: Tingkat 0 1 Derajat Normal Ringan Kriteria Tidak ada kesulitan bernafas kecuali dengan aktivitas berat. Terdapatkesulitan bernafas,nafas pendek ketika terburu-buru atau ketika berjalan menuju puncak landai. Berjalan lebih lambat dari kebanyak orang berusia sama 2 Sedang karena sulit bernafas atau harus berhenti berjalan untuk bernafas. 3 Berat Sangat berat Berhenti berjalan setelah 90 meter untuk bernafas atau setelah berjalan beberapa menit. Terlalu sulit untuk bernafas bila meninggalkan rumah atau sulit bernafas ketika memakai baju atau membuka baju.

4

Selain itu terdapat beberapa varian gejala umum dispnea diantaranya adalah orthopnea adalah nafas pendek yang terjadi pada posisi berbaring, penyebab tersering adalah gagal jantung kongestif akibat peningkatan volume darah di vaskularisasi sentral pada posisi berbaring. Dispnea nocturna proksimal menyatakan timbulnya dispnea pada malam hari dan memerlukan posisi duduk segera untuk bernafas, penyebabnya sama dengan orthopnea. Pada kasus ini, berdasarkan data berupa sesak nafas dapat diambil beberapa hipotesis dimana dibagi menjadi gangguan jantung berupa penyakit jantung kongestif, penyakit valvular dan gangguan pada paru seperti asma bronchial, PPOK, emboli paru, efusi pleura, pneumothoraks.

13

Pasien terlihat pucat dan kebiruan

Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami sianosis. Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tak berikatan dengan O2). Sianosis dapat tanda insufisiensi pernafasan, meskipun bukan merupakan tanda yang dapat diandalkan. Terdapat dua jenis sianosis yaitu sianosis central dan perifer. Sianosis sentral disebabkan oleh insufisiensi oksigenasi Hb dalam paru, dan paling mudah diketahui pada wajah, bibir, cuping telinga, serta bagian bawah lidah. Sianosis biasanya belum dapat diketahui sebelum jumlah absolut Hb tereduksi mencapai 5 gr per 100 ml atau lebih pada seseorang dengan konsentrasi Hb yang normal (saturasi oksigen (SaO2) kurang dari 90%). Jumlah normal Hb tereduksi dalam jaringan kapiler adalah 2,5 gr per 100 ml. Selain sianosis yang disebabkan oleh insufisiensi pernafasan (sianosis sentral), akan terjadi sianosis perifer apabila aliran darah banyak berkurang sehingga sangat menurunkan saturasi darah vena, dan akan menyebabkan suatu daerah menjadi biru. Sianosis perifer bisa terjadi akibat insufisiensi jantung, sumbatan pada aliran darah, atau vasokonstriksi pembuluh darah akibat suhu yang dingin. Sehingga pada kasus ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi sianosis, namun untuk memastikan terjadi sianosis sentral atau perifer belum dapat ditegakan karena data yang kurang jelas dimana warna biru dan pucat terlihat dan belum dapat disimpulkannya yang menjadi dasar penyebab sianosis terjadi baik penyakit paru atau jantung. Nadi teraba cepat dan lemah

Berdasarkan data ini kemungkinan terjadi sebagai akibat sesak nafas yang diderita pasien ini. Dimana pada keadaan sesak nafas terjadi akibat gangguan ventilasi dapat berupa hiperkapnia atau hipokapnia. Hiperkapnia didefinisikan sebagai peningkatan PaCo2 sampai diatas 45mmHg, sedangkan hipokapnia terjadi apabila PaCo2 kurang dari 35 mmHg. Tanda klinik yang dikaitkan dengan dengan hiperkapnia adalah kekacauan mental yang berkembang menjadi koma, sakit kepala, serta nadi yang cepat. Sehingga pada kasus ini nadi yang teraba cepat dapat dihubungkan dengan terjadinya sesak napas.6 Dada kanan terbentur setang sepeda motor

Kemungkinan adanya trauma pada paru maupun plura. Trauma ini nantinya dapat menyebabkan perdarahan pada pasien dan perdarahan akan menumpuk di dalam rongga14

pleura dan menjadi hematothorax.Namun, bisa juga trauma menyebabkan adanya suatu one way valve yang menyebabkan udara dapat masuk ke dalam rongga pleura, namun tidak bisa keluar. Penderita sadar penuh

Tidak ada trauma pada kepala, pada trauma kapitis, bisa terjadi penurunan kesadaran. Tidak pernah pingsan, tidak mual dan tidak muntah

Tidak ada trauma pada kepala, pada trauma kapitis bisa menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial yang dapat menyebabkan gejala sistemik. Nyeri di dada

Nyeri pada dada kemungkinan di karenakan oleh adanya rangsangan nyeri pada pleura parietalis, yang bisa di sebabkan oleh adanya penambahan cairan atau udara di dalam rongga pleura, pada hematothorax maupun. Dada seperti di tekan

Terjadi akibat adanya cairan ataupun udara yang berlebihan di dalam rongga pleura. Pada tension pneumothorax, gejala seperti ini dapat berlanjut secara progresif. Napas cepat dan dangkal

Pernapasan cepat adalah suatu kompensasi yang di alami oleh tubuh, akibat sesak napas yang di derita pasien setelah mengalami trauma untuk mendapatkan suplai oksigen yang tetap adekuat. Pernapasan dangkal, di karenakan adanya rangsang nyeri pada pasien dimana pernapasan dalam akan menambah rasa nyeri. Suara napas di hemithorax kanan menghilang

Dapat terjadi pada pneumothorax dan hematothorax, dimana terjadi adanya halangan yang terjadi pada pleura, berupa darah maupun udara yang menyebabkan suara napas tidak dapat di dengar pada pemeriksaan auskultasi thorax.

3.1 Tindakan:

Primary Survey and Resuscitation

Tujuan dilakukanya evaluasi secara dini pasa pasien-pasien yang datang ke IGD ialah untuk: menstabilisasi keadaan pasien, mengidentifikasi kondisi-kondisi yang dapat15

mengancam nyawa pasien, memberikan tatalaksana supportif kepada pasien, dan merencanakan tatalaksana definitif yang diperlukan oleh pasien. Bila keempat tujuan yang telah disebutkan dapat tercapai maka tingkat mortalitas pada pasien-pasien gawat darurat dapat diturunkan dan kematian dapat dicegah. Yang dimaksud dengan primary survey and resuscitation ialah melakukan penilaian terhadap airway, breathing, circulation, disability, dan exposure (ABCDE) guna menetapkan tatalaksana yang harus diutamakan, selain itu juga memberikan tatalaksana yang bersifat life-saving bila didapatkan masalah yang dapat mengancam kehidupan. Perhatian khusus perlu diberikan kepada pasien anak, wanita hamil, atau lansia karena responsnya terhadap trauma berbeda.3.1.1

A: Airway Maintenance and Cervical Spine ProtectionManajemenjalan napas(airway management) adalah masalah umumyang

dihadapisetiap haridi pada bagian kegawat daruratan (emergency department). Tujuan dari manajemen jalan napas adalah: 1.menilai jalan napas bebas atau tidak, dan 2.menilai apakah ada obstruksi atau tidak pada jalan napas.Obstruksi jalan napas, sebagai contoh sederhana ialah sepertipangkal lidah yang jatuhke dalam saluran napasatau komplikasi dari angioedema, benda asing, atauluka tembak rahang atas. Obstruksi jalan napasmenyebabkanhipoksia danhiperkapnia yang mengakibatkankematian otakjika tidak ditanganidalam waktu5menit.7, 8,9

Algoritma pada manajemen jalan napas(airway management)adalah sebagai berikut:1. Periksa atau cek respon dan kesadaran pasien:

Perlu diperiksa apakah pasien tanggap atau merespon. Memeriksa respon dapat berupa rangsang dengar dan rangsang nyeri. Rangsang dengar, yaitu dengan berbicara/bertanya kepada pasien (misalnya saja bertanya Apakah bapak /ibu baik-baik saja?). Rangsang nyeri, yaitu dengan membuat rangsang nyeri pada bagian tubuh pasien. Bila terdapat koma atau stupor, mungkin gangguan berasal dari saluran pernapasan (hiperkapnia atau hipoksemia), karena obat-obatan, atau gangguan pada sistem saraf. Penurunan kesadaran menunjukkan adanya obstruksi saluran napas, aspirasi pada saluran napas, atelektasis, atau pneumonia. Tidak adanya refleks muntah dan atau tidak dapat mengelola napas yang adekuat dapat menjadi indikasi dilakukannya intubasi. 92. Menilai jalan napas. Look, feel and listen:

Look, feel dan listen dilakukan paling lama hanya 10 detik. Adapun look, feel, dan listen adalah: Look: Lihat pergerakan dada (nafas) Listen: Dengar suara napas pasien16

Feel: Rasakan adanya udara dengan pipi Yang perlu diperhatikan pada look, listen, dan feelialah: Suara napas yang abnormal: Perlu diperhatikan apakah pasien mempunyai suara napas yang abnormal atau tidak dan ada atau tidaknya sumbatan (dapat berupa cairan atau padat).7, 8 Suara Napas Afonia Stridor Deskripsi Menunjukkan adanya obstruksi saluran napas lengkap. Suara abnormal yang bernada tinggi. Biasanya terdengar saat inspirasi. Menunjukkan adanya obstruksi terutama pada saluran napas bagian atas. Suara serak (hoarseness) Wheezing Spesifik pada laring. Berhubungan dengan edema dan disfungsi unilateral pita suara. Sebuah suara berupa siul bernada tinggi atau berdengung di paru-paru dengar selama pernapasan, lebih jelas pada saat ekpirasi daripada inspirasi; terjadi ketika ada penyempitan atau obstruksi bronkiolus. Suara dengkur (snoring) Menunjukkan adanya obstruksi faring. Contoh sederhana biasaya adalah lidah yang jatuh ke belakang dan menutup jalan napas. Crackles/rales Bunyi napas abnormal yang memiliki kualitas derak

(crackling). Terjadi ketika ada akumulasi cairan dalam alveoli. Gurgling Menunjukkan adanya cairan yang menghalangi saluran napas bagian atas Ronki Suara bernada rendah (seperti suara mendidih/ bubbling, karena akumulasi cairan dalam yang lebih besar dalam saluran napas). Kadang-kadang mengacu pada derak (crackles) bernada rendah. Ada tidaknya batuk: Batuk dapat merupakan hasil dari stimulasi termal, mekanik, maupun kimia.8 Batuk Barking cough Brassy cough Deskripsi Indikasi adanya proses patologis subglottic seperti croup. Hasil dari penyakit trakeobronkial.

17

Pemakaian otot-otot pernapasan sekunder: Pemakaian otot-otot pernapasan sekunder seperti m.sternocleidomastoideus dan m. intercostalis menunjukkan beratnya sesak napas yang diderita oleh pasien. Ada tidaknya sianosis: Sianosisterjadi ketika kadardeoksihemoglobinmencapai 5g/dL. Perlu diperhatikan pada pasien yang anemia, sianosis biasanya tidak dapat dilihat karena saturasi oksigen yang rendah dibandingkan pada polistemia dimana sedikit penurunan saturasi oksigen dapat menyebabkan sianosis. 91. Bersihkan jalan napas:

Setelah menilai jalan napas, apabila ada sumbatan, sumbatan yang ada dikeluarkan dengan tindakan-tindakan seperti tindakan jari menyapu, suction, ataupun intubasi.2. Stabilisasi posisi kepala dan leher:

Stabilisiasi

cervical

spine

atau

pemasangan collar neck harus dilakukan pada semua trauma atau injury yang tidak diketahui penyebabnya. Posisi kepala distabilkan pada posisi mengendus (sniffing position) atau posisi lateral dekubitus.Menempatkan pasien dalam posisi mengendus, atau posisi dekubitus lateral, dapat memperbaiki hambatan saluran napas bagian atas. Posisi mengendus dicapai dengan cara meregangkan tulang belakang leher sekitar 15 derajat dan memperluas sendi atlanto-occipital maksimal. Posisi ini juga dapat dicapai dengan mengangkat dagu (chin lift) dan/atau maneuver rahang-dorong (jaw thrust). Apabila curiga adanya fraktur cervical, posisi mengendus ini dapat dicapai dengan cara jaw thrust.10, 113. Jaga jalan napas tetap terbuka. 4. Mempertimbangkan membuat jalan napas buatan.

Tindakan pada pengelolaan airway Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan pada saat pengelolaan airway adalah:

Chin lift

Chin lift merupakan salah satu manuver paling dasar dan metode awal untuk membebaskan jalan napas. Manuver ini dilakukan dengan menempatkan jari di bawah mandibula. Jangan menempatkan jari pada jaringan lunak dari18

ruang submandibula, karena hal ini akan mengangkat lidah dan menyebabkan obstruksi lebih lanjut. Angkat dagu ke arah anterior dan cephalic. Kepala juga mungkin agak dimiringkan ke posterior untuk membantu dalam membuka jalan napas.

Jaw thrust

Jaw thrust juga merupakan salah satu maneuver dasar dan metode awal untuk membebaskan jalan napas. Maneuver ini dilakukan dengan teknik dua tangan. Operator diposisikan pada kepala pasien dan tempat jari-jari mereka pada sudut rahang bawah bilateral, kemudian mandibula diangkat ke arah anterior.

Pemasangan nasopharingeal tube dan oropharingeal tube

Mayoritas obstruksi jalan napas terjadi di faring. Selain posisi yang tepat, kita dapat menggunakan berbagai bantuan untuk mengatasi obstruksi pada situs ini dan memfasilitasi ventilasi efektif. Perangkat yang paling sering digunakan adalah oropharingeal tube dan nasopharingeal tube. Apapun perangkat yang dipilih, penting untuk menempatkanya pada saluran napas yang cukup besar untuk menjembatani daerah jaringan lunak pada faring. a) Nasopharingeal tube Nasofaringeal tubeadalah karet lembut atau tabung plastik yang dimasukkan melalui lubang hidung ke dalam orofaring, tepat di atas epiglottis. Saluran udara nasofaring tersedia dalam berbagai ukuran Semakin besar diameter bagian dalam, semakin panjang tabung. Setelah diposisikan, nasofaringeal tube lebih nyaman bagi pasien daripada orofaringeal tube tetapi nasofaringealtubemembawa resiko signifikan dimana penempatanya dapat mengakibatkan epistaxis.Ukuran 30 atau 32 Frenchairway yang paling sesuai untuk orang dewasa.

Nasofaringeal tube dapat dengan aman ditempatkan pada pasien sadar, setengah sadar, atau tidak sadar. Alat ini juga dapat digunakan ketika sebuah orofaringeal tube tidak dapat ditempatkan (bila terdapat trauma lisan, kawat gigi, kejang, trismus, dll). Dalam melakukan pemasangan alat ini penting untuk juga melakukan jaw thrust dan/atau chin lift untuk mencegah lidah menghalangi jalan napas. Teknik pemasangan nasofaringeal tubemerupakan proses yang cepat dan dijelaskan sebagai berikut:

19

1) Pilih ukuran yang sesuai.2) Tempatkan ujung tube yang melebar dekat ujung hidung pasien. 3) Ujung distal nasofaring tube harus pada canalis auditorius eksterna. 4) Berikanwater-soluble lubricant (pelumas) atau anestesi jelly. Jika tidak ada

kontraindikasi diberikan vasokonstriktor ke mukosa hidung pasien.5) Masukkan dengan lembut nasofaringealtubedengan ujung miring terhadap

septum hidung. Hal ini akan mencegah ujung dari alat terperangkap oleh concha media atau concha dan menyebabkan epistaksis.

6) Masukkan sepenuhnya sampai ujung tube yang melebar bertentangan dengan

lubang hidung. Putar 90 derajat nasofaringeal tube sehingga cekung ke atas. Jika ada tahanan selama penyisipan, sedikit rotasi akan memfasilitasijalan napas.7) Tambahan oksigen atau ventilasi tekanan positif dengan perangkat kantong-

katup-mask (bag-valve) dapat dimulai setelah insersi alat. Penyisipan dari nasofaringeal tube berhubungan dengan komplikasi. Jika perangkat terlalu panjang, dapat menyebabkan laryngospasm dan muntah. Dapat juga terjadi distensi lambung dan aspirasi bila penempatannya di esofagus. Mukosa hidung yang mengalami cedera pada penyisipan dapat menyebabkan epistaksis dan aspirasi darah. a) Oropharingeal tube Orofaringeal plastik tubeadalah perangkat yang setengah lingkaran

memegang lidahjauh dari dinding faring posterior. Orofaringeal tube ini lebih jarang menyebabkan trauma dan lebih mudah ditempatkan daripada nasofaring tube.Orofaringeal tubehanya digunakan pada pasien tidak sadar. Alat ini mungkin mengakibatkan laryngospasm dan muntah20

jika ditempatkan pada pasien yang sadar atau setengah sadar. Ukuran 8.0, 9.0, atau 10.0 cm dapat digunakan untuk kebanyakan orang dewasa. Penyisipan orofaringeal tube adalah prosedur cepat dan sederhana:1) Pilih ukuran yang sesuai jalan napas orofaringeal. Ukuran yang benar

diperkirakan dengan menempatkan tubedi samping mulut pasien.2) Ujung distal harus berada tepat di atas sudut mandibula. Bersihkan mulut dan

orofaring dari benda asing apapun(darah, sekret, atau muntah) dengan kateter suction Yankauer.3) Buka rahang pasien dengan tangan kiri. Pisahkan gigi dengan aksi "seperti

-gunting" ibu jari pada gigi yang lebih rendah dan indeks atau jari tengah pada gigi atas.

Pemasangan tube

orofaringeal

4) Masukkan orofaringeal tubesisi melengkung. Ujung akan bergeser di

sepanjang langit-langit mulut (palatum).5) Setelah penyisipan, putar 180 derajat, sehingga kurva dari orofaringeal

tubemengikuti kelengkungan lidah.6) Sebuah metode alternatif adalah dengan menggunakan pisau lidah/ spatel lidah

untuk menekan lidah dan kemudian memasukkan orofaringeal tube seperti di atas. Jika pisau lidah digunakan, orofaringeal tube juga dapat dimasukkan dengan sisi kurva ke atas.

21

Pemasangan dengan pisau lidah7) Tambahkan oksigen atau ventilasi tekanan positif dengan perangkat kantong-

katup-mask (bag-valve) dapat dimulai setelah insersi alat. Jika tube tidak terpasang dengan benar, bisa mendorong lidah posterior dan selanjutnya menghalangi orofaring. Jika bibir atau lidah yang terjebak di antara gigi dan orofaringeal tube, laserasi yang signifikan dapat terjadi. Jika orofaringeal tube terlalu panjang, dapat memaksa epiglotis tertutup terhadap pita suara dan menghasilkan obstruksi jalan napas lengkap. Tube yang terlalu kecil pun dapat memaksa lidah ke faring dan menghasilkan obstruksi. Pemasangan orofaringeal tube memiliki banyak kegunaan. Indikasi utama adalah untuk mempertahankan jalan napas. Alat ini akan mencegah pasien dari menggigit, occluding, dan mengoyak tabung endotrakeal. Alat inimemfasilitasi penyedotan orofaringeal dengan menghapus lidah dari jalan napas. Alat ini juga akan melindungi lidah dari gigitan selama aktivitas kejang.9, 10

Intubasi trakea (Endotracheal Intubation) Intubasiadalah carayang palingpastimengamankanjalan penyegelantabung uncuffeddalam atau

Ketika tidak mampuuntuk ventilasipasien yang tidak responsifdengan metodebasic life support,intubasidiperlukan. napaspasien. dengancuff dalam keadaan IntubasimelibatkantabungETmelaluipembukaanglotticdan inflated/terpompapadadindingtrakea,

kasusbayi. Intubasiendotrakealdiindikasikanbila adakegagalan pernapasansaat ini atauyang akan datang ataupasien tidak mampuuntuk melindungijalan nafasnyasendiri sebagaiakibat darikoma, penurunan tingkat kesadaran, atau serangan jantung. Adapun jenis intubasi adalah:a) Intubasi orotrakea dengan laringoskop: Pembukaan glotticdivisualisasikan dengan

laringoskop saatETT sedang dimasukkan. Ini adalah metode yang paling umum dilakukan.b) Intubasi nasotrakeal: Tabung ET dilewatkan ke trakea melaluinasofaring. Intubasi

dilakukan tanpa visualisasi glottis. Penggunaanya ialah pada pasien dengan gangguan pernapasan untuk mencegahmemburuknyakondisi mereka dan ketika laringoskopilangsung merupakankontraindikasi.

22

c) Digital intubation: Intubasi digital dilakukan dengan menempatkan jari-jari tangan

intubator ke mulut pasien, dalam upaya untuk memandu tabung ET ke dalam trakea.d) Teknik

transiluminasi: Metode

Teknik

ini

menggunakanstilet

serat

optikdengan perludilakukan

ujungmenyala.

inimemungkinkan

untukintubasitanpa

manipulasi padakepaladan leher. Metode ini juga memungkinkan untuk dilakukan intubasi tanpavisualisasilangsung daripita suara.7 Intubasi endotrakeal yang paling umum dipakai adalah intubasi orotrakea dengan laringoskop. Berikut persiapan alat-alatnya:1. Endotrakeal tube dalam berbagai

ukuran2. 10 mL jarum suntik

3. Larut air pelumas atau jelly anestesi4. Kawat stilet 5. Laringoskop

6. Baterai siap pakai untuk laringoskop 7. Bilah laringoskop, berbagai bentuk (melengkung/Macintosh lurus/Miller)8. Osigen dengan tabung yang tepat dan konektor 9. Nonrebreather masker oksigen, berbagai ukuran 10. Perangkat Suction 11. Yankauer kateter hisap 12. Perangkat bag-valve, ukuran: bayi, anak, orang dewasa kecil, menengah dewasa,

atau

besardewasa13. Orotracheal tube, ukuran: bayi, anak, dewasa 3 sampai 5 14. Nasotracheal tube, berbagai ukuran 15. Benzoin perekat 16. Tape 17. Pulse oksimeter 18. Monitor jantung 19. Sphygmomanometer otomatis 20. Perangkat monitoring CO2 21. Perangkat krikotirotomi 22. Obat-obatan resusitasi 23

23. Personil (teknisi pernafasan, perawat obat, in-line asisten stabilisasi, perekam) 24. Obat-obatan (premedications, induksi, anestesi)

Teknik intubasi orotrakea dengan laringoskop ialah sebagai berikut:1. Stabilisasi kepala pada posisi mengendus.

2. Pegangan laringoskop dipegang di tangan kiri sementara mulut pasien dibuka selebar mungkin. 3. Bilah laringoskop dimasukkan ke sisi kanan mulut, dorong lidah ke bagian kiri, dan masukkan bilah mencapai pangkal lidah.4. Bila memakai bilah melengkung (Macintosh) maju ke vallecula dan angkat ke atas

kearah handle pada sudut 45 derajat untuk meningkatkan epiglottis. Bila memakai bilah lurus (Miller) maju, ujung pisau diposisikan di bawah epiglottis dan angkat ke atas ke arah handle yang diterapkan dalam cara yang sama seperti dengan bilah melengkung. Area faring terekspos. Jangan memutar kembali pisau ke gigi.

24

Pemasangan bilah lengkung dan bilah lurus5. Menilai lapang pandang. Apabila ada sekret, hendaknya dihisap untuk memperluas

lapang pandang.

Lapang pandang6. Setelah

pembukaan

glottic divisualisasikan, masukkan tube sesuai dengan ukuran melalui pita suara sampai cuff tidak Kemudioan dikembangkan.7. Menentukan

terlihat. cuff bahwa atau trakea terdiri dari25

tube sudah berada di dalam belum. intubasi berhasil trakea Tanda-tanda

keberadaan CO2 pada penghembusan napas, adanya suara napas, kurangnya suara napas atas perut, kurangnya distensi lambung, dan adanya kelembaban gas pernapasan dalam tabung endotrakeal.8. Penyisipan dari tabung sampai 23 cm di gigi seri pada pria dan 21 cm pada wanita

umumnya menyediakan posisi tabung endotrakeal yang optimal. 12, 13, 14

26

Jenis intubasi Intubasi Orotrakea dengan Laringoskop Digunakan pada setiap pasien Indikasi ketika ada kebutuhan untuk jalan napas yang definitif Intubasi Nasotrakeal Digital Intubation Teknik Transiluminasi Pasien tanpa refleks muntah yang utuh Pasien yang tidak sadar

Pasien dengan refleks muntah utuh yang mengalami gangguan pernapasan

Pasien tanpa refleks muntah yang utuh Pasien yang tidak sadar

Pasien dengan: Keadaan apneic Trauma kepala Kontraindikasi Pasien yang mempunyai refleks muntah yang utuh Fraktur basis cranii Gangguan pembekuan darah Pengobatan antikoagulan Gangguan anatomi hidung (deviasi septum, polip hidung) Pengunaan kokain Pasien yang mempunyai refleks muntah yang utuh Pasien yang mempunyai refleks muntah yang utuh

27

Mampu untuk Menyediakan jalan napas Keuntungan yang pasti Mencegah terjadinya aspirasi memasukkan tabung Menyediakan jalan napas yang pasti pada pasien yang mempunyai reflek muntah utuh ET tanpa perlu untuk visualisasi langsung Berguna pada pasien dalam kasus kegagalan peralatan Sulit dilakukan pada pasien obesitas Epistaksis tak terkendali Kerusakan turbinasi hidung Aspirasi Kemungkinan intubasi Epistaksis ke esofagus Jari intubator dapat tergigit Kemungkinan intubasi ke esofagus

Mampu untuk memasukkan tabung ET tanpa perlu untuk visualisasi langsung Berguna pada pasien dalam kasus kegagalan peralatan Kemungkinan intubasi ke esofagus

Kerugian

Intubasi ke esofagus yang tidak Komplikasi diketahui dapat menyebabkan kematian

Kemungkinan intubasi ke esofagus

Gambar

28

Krikotirotomi

Sebuah insisi krikotirotomi dibuat melalui membran krikotiroid dalam usaha membuka jalan napas pasien untuk bantuan darurat dari obstruksi jalan napas atas. Ini adalah prosedur yang biasanya dilakukan sebagai upaya terakhir dalam kasus di mana saluran napas pasti yang dibutuhkan dan semua upaya lain untuk mengamankan jalan napas telah gagal. Krikotirotomi memberikan jalur langsung ke saluran napas bagian bawah. Indikasi krikotirotomi:

Mengertakkan gigi (membuat penyisipan tabung ET mustahil) Kasus tersedak yang parah, seperti obstruksi jalan napas benda asing di saluran napas bagian atas Pasien yang membutuhkan manajemen jalan napas, tetapi tidak dapat diintubasi melalui rute oral atau nasal Ketika kebutuhan untuk manajemen saluran udara ada, dan teknik dasar saluran napas tidak efektif Trauma wajah yang parah Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi landmark (membran krikotiroid) Kelainan anatomi yang mendasari (tumor) Transeksi trakea Penyakit laring akut yang disebabkan infeksi atau trauma

Kontraindikasi krikotirotomi:

Prosedur krikotirotomi: Sebuah krikotirotomi umumnya dilakukan dengan membuat sayatan pada kulit leher tepat di bawah kartilago tiroid, diikuti oleh sayatan di membran krikotiroid, yang terletak jauh dari titik ini. Tabung ET kemudian dimasukkan untuk memungkinkan ventilasi.7, 9, 15-17

29

Trakeostomi

Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior trakea untuk bernapas. Indikasi trakeostomi:

Mengatasi obstruksi laring Mengurangi ruang rugi di saluran napas bagian atas Mempermudah penghisapan sekret dari bronkus Untuk pemasangan respirator 17

Teknik Trakeostomi3.1.1

B: Breathing and VentilationPengertian manajemen fungsi pernapasan ialah usaha memperbaiki fungsi ventilasi

dengan cara memberikan pernafasan buatan untuk menjamin pertukaran udara di paru-paru terjadi secara normal. Hal ini untuk menjamin kebutuhan akan oksigen terpenuhi dan pengeluaran gas CO2 dapat berlangsung. Pada manajemen pernapasan dan ventilasi dilakukan beberapa hal yaitu: 1.memberikan oksigen melalui sungkup atau dengan ventilasi bertekanan positif setelah dilakukan intubasi; 2.melakukan penilaian terhadap pernapasan pasien dengan menila paru-paru, dinding thoraks, serta diafragma; 3.melakukan pemeriksaan fisik pada thoraks dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Tujuan pemeriksaan fisik ialah untuk mendeteksi adanya lesi yang dapat mengganggu ventilasi, seperti:18 Tension pneumothorax/ pneumothoraks: keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura Flail chest: mobilitas dinding thoraks yang abnormal/ patologik akibat patah tulang iga

30

Hemothoraks: keadaan dimana terjadi pengumpulan darah di dalam rongga pleura Luka dada terbuka Algoritma pada manajemen pernapasan ialah seperti berikut: 1. Menilai pernapasan: Pernapasan dinilai dengan metode look-listen-feel. Adapun yang dimaksud untuk masing-masing aspek look-listen-feel adalah sebagai berikut: Look (lihat): Yang diperhatikan ialah gerak dada, gerak cuping hidung (flaring nostril), dan adakah retraksi sela iga. Listen (dengar): Yang diperhatikan ialah suara napas dan adakah suara napas tambahan. Feel (rasakan): Dirasakan adakah udara pernapasan yang keluar dari hidung dan mulut. Bila pasien dapat bernapas dengan normal maka ditempatkan dalam recovery position.19

1. Melakukan pemeriksaan fisik: Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi: Inspeksi: Diperhatikan gerakan dada dan adakah bantuan otot-otot bantu pernapasan. Diperhatikan adanya tanda distress pernapasan yaitu nafas dangkal dan cepat, gerak cuping hidung (flaring nostril), tarikan sela iga (retraksi), tarikan otot leher (tracheal tug), nadi cepat, hipotensi, vena leher distensi, dan sianosis (tanda lambat). Dilakukan penilaian terhadap laju pernapasan. Palpasi: Palpasi dilakukan pada thoraks untuk mengetahui apakah gerakan dada simetris atau tidak. Perkusi: Diperhatikan suara ketukan apakah redup atau hipersonor, dan apakah suara ketuk pada kedua hemithoraks sama.31

Auskultasi: Dilakukan untuk mendengar suara napas, memastikan apakah suara napas kedua hemithoraks sama, dan adakah ronki atau wheezing.19 1. Memberikan oksigen: Oksigen diberikan untuk meningkatkan kadar oksigen dalam udara inspirasi. Oksigen diberikan menggunakan sungkup muka (masker transparan) dengan atau tanpa kantung nafas. Aliran oksigen 6-8 liter per menit akan menghasilkan kadar inspirasi 60%. Bila diperlukan kadar oksigen lebih tinggi, dapat digunakan sungkup dan kantung nafas (bag valve mask) dengan aliran 10-15 liter per menit, dimana akan menghasilkan 90% oksigen dalam udara inspirasi. Gambaran klinis pasien akan menentukan kadar oksigen yang diperlukan namun pada pasien yang sakit akut harus mendapatkan paling sedikit 60% oksigen.202. Memberikan pernapasan buatan:

Memberikan pernapasan buatan ialah suatu tindakkan memasukkan oksiden dan mengeluarkan CO2 dari paru secara aktif dengan tekanan positif berkala/ intermittent positive pressure ventilation. Pernapasan buatan diberikan pada pasien yang tidak bernapas (apnea), pasien dengan depresi pernapasan (hipoventilasi), maupun pasien dengan pola pernapasan tidak normal. 3. Melakukan pemeriksaan analisa gas darah: Pemeriksaan analisa gas darah dilakukan untuk menilai oksigenasi dan ventilasi karena dengan pemeriksaan analisa gas darah dapat diketahui konsentrasi oksigen dan karbon dioksida.20 Tindakan pada pengelolaan breathing Pemberian napas buatan Pernapasan buatan diberikan sebanyak 12-20 kali/menit sampai dada nampak terangkat dan dapat diberikan tambahan oksigen bila diperlukan. Bila udara masuk ke dalam lambung jangan dikeluarkan dengan cara menekan lambung karena dapat terjadi aspirasi. Pemberian napas buatan dilakukan dengan in-line immobilization (fiksasi kepala-leher). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemberian napas buatan ialah dengan memberikan ventilasi tekanan positif secara berkala. Adapun metode pemberian ventilasi tekanan positif ialah dengan: mouth-to-mouth, mouth-to-mask, one-person bag-mask ventilation, two-person bagmask ventilation, dan flow-restricted oxygen-powered ventilation device. Metode yang paling dianjurkan ialah metode mouth-to-mask dan two-person bag-mask ventilation. Secara garis besar metode pemberian napas buatan (diatas) dibagi menjadi tanpa alat dan dengan alat: 7, 19 a) Pemberian napas buatan tanpa alat:32

Pemberian napas buatan tanpa alat ialah dengan cara memberikan pernapasan buatan dari mulut atau dari mulut ke hidung sebanyak dua kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi. Untuk memberikan bantuan pernafasan mulut ke mulut, jalan nafas korban harus terbuka. Perhatikan kedua tangan penolong pada gambar masih tetap melakukan teknik membuka jalan nafas chin lift. Hidung korban harus ditutup bisa dengan tangan atau dengan menekankan pipi penolong pada hidung korban. Mulut penolong mencakup seluruh mulut korban. Mata penolong melihat ke arah dada korban untuk melihat pengembangan dada. Pemberian pernafasan buatan secara efektif dapat diketahui dengan melihat pengembangan dada korban. Berikan 1 kali pernafasan selama 1 detik, berikan pernafasan biasa. kemudian berikan pernafasan kedua selama 1 detik. Untuk bayi dan anak, nafas buatan yang diberikan lebih sedikit dari orang dewasa, dengan tetap melihat pengembangan dada. Usahakan hindari pemberian pernafasan yang terlalu kuat dan terlalu banyak karena dapat menyebabkan kembung dan merusak paru-paru korban. Konsentrasi oksigen melalui udara ekspirasi mulut sekitar 17 %.

Setelah nafas buatan diberikan, segera nilai sirkulasi dengan mengecek nadi arteri karotis. Nadi carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada daerah kira-kira 2 cm dari garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling dekat dengan pemeriksa. Waktu yang tersedia untuk mengukur nadi carotis sekitar 5 10 detik. Jika nadi teraba, nafas buatan diteruskan dengan kecepatan 10-12 kali/menit atau satu kali pernafasan diberikan setiap 5-6 detik disertai pemberian oksigen dan pemasangan infus. Jika perlu pemasangan ETT dan ventilator. Pemantauan/monitoring terus dilakukan. Pemeriksaan denyut nadi dilakukan setiap 2 menit sampai pasien stabil.1933

b) Pemberian napas buatan dengan alat: Alat yang digunakan untuk memberikan pernapasan buatan ialah ambu bag atau selfinflating bag yang dapat ditambahkan dengan oksigen. Penggunaan ambu bag bisa dilakukan oleh satu maupun dua orang. Selain ambu bag juga dapat digunakan ventilator mekanik/ respirator. Ambu bag terdiri dari bag yang berfungsi untuk memompa oksigen udara bebas, valve/pipa berkatup, dan masker yang menutupi mulut dan hidung penderita.

Penggunaan ambu bag atau bagging sungkup memerlukan keterampilan tersendiri. Penolong seorang diri dalam menggunakan ambu bag harus dapat mempertahankan terbukanya jalan nafas dengan mengangkat rahang bawah, menekan sungkup ke muka korban dengan kuat dan memompa udara dengan memeras bagging. Penolong harus dapat melihat dengan jelas pergerakan dada korban pada setiap pernafasan. Ambu bag digunakan dengan satu tangan penolong memegang bag sambil memompa udara sedangkan tangan lainnya memegang dan memfiksasi masker. Pada Tangan yang memegang masker, ibu jari dan jari telunjuk memegang masker membentuk huruf C sedangkan jari-jari lainnya memegang rahang bawah penderita sekaligus membuka jalan nafas penderita dengan membentuk huruf E.

Ambu bag sangat efektif bila dilakukan oleh dua orang penolong yang berpengalaman. Salah seorang penolong membuka jalan nafas dan menempelkan sungkup wajah korban dan penolong lain memeras bagging. Kedua penolong harus memperhatikan pengembangan dada korban.34

Konsentrasi oksigen yang dihasilkan dari ambu bag sekitar 20 %. Dapat ditingkatkan menjadi 100% dengan tambahan oksigen.193.1.1

C: Circulation with Haemorrhage ControlSelain jalan napas yang bersih dan pernapasan yang adekuat, oksigen bisa sampai ke

jaringan-jaringan di dalam tubuh jika sirkulasi darah yang membawa oksigen tersebut lancar. Untuk menilai sirkulasi dapat dilakukan pemeriksaan terhadapdenyut arteri carotis. Tujuan dari manajemen sirkulasi ialah untuk membantuk sirkulasi darah guna menormalkan oksigenasi jaringan. jantung. Algoritma pada manajemen sirkulasi ialah seperti berikut: 1. Melakukan pemeriksaan fisik untuk menilai sirkulasi: Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan fisik untuk menilai sirkulasi ialah denyut nadi (laju, karakteristik, dan ritme nadi), warna kulit, suhu, capillary refill, dan tekanan darah. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan fisik untuk menilai kerja dan fungsi jantung (juga dapat dilakukan pemeriksaan EKG pada jantung). Sirkulasi yang tidak adekuat ditandai oleh nadi yang lemah, warna kulit yang pucat, capillary refill yang lambat, dan hipotensi mungkin disebabkan oleh perdarahan yang tidak terkontrol ataupun kehilangan cairan yang banyak. Pada pemeriksaan fisik juga perlu diwaspadai tanda-tanda syok (tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg) yang perlu penanganan segera.202. Pasien diletakkan dalam posisi syok:

Prinsip manajemen

sirkulasi ialah: 1.menangani

perdarahan;

2.menangani hipovolemia (mencegah syok) dengan resusitasi cairan; 3.menangani henti

Bila pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda syok maka pasien diposisikan dalam posisi syok atau yang disebut sebagai posisi trendelenburg. Kedua tungkai diangkat dan diposisikan lebih tinggi daripada tubuh. Tindakan ini merupakan suatu tindakan auto-transfusi 300-500 ml dimana sirkulasi darah ke perifer/tungkai disalurkan ke sirkulasi sentral/organ-organ vital (jantung, paru, dan susunan saraf pusat).3. Menghentikan perdarahan:

Adanya perdarahan perlu dikenali dan ditangani segera. Lokasi perdarahan perlu dicari guna menghentikan perdarahan. Untuk menghentikan perdarahan yang dapat dilihat (visible bleeding) yang dilakukan ialah penekanan pada lokasi perdarahan dengan kain kasa yang tebal. Pemasangan tourniquet tidak dilakukan untuk menghentikan perdarahan karena dapat menyebabkan iskemia pada jaringan yang35

letaknya distal dari pemasangan tourniquet. Torniquet dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan pada kasus traumatic amputation. Bila perdarahan tidak dapat dihentikan dengan penekanan maka diperlukan tindakan pembedahan untuk menghentikan perdarahan.18 Perdarahan tidak terlihat (occult bleeding) kedalam rongga-rongga tubuh seperti rongga abdomen atau sekitar tulang akibat fraktur (misalnya fraktur pelvis) harus dicurigai pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap resusitasi cairan.18 4. Resusitasi cairan: Resusitasi cairan dilakukan untuk mengganti kehilangan volume darah dengan cairan (Ringer Laktat dan NaCl 0,9%) agar derajat syok hipovolemik menjadi minimal. Resusitasi cairan yang dilakukan ialah: Memasang intravenous line (IV) dengan dua kanul/jarum besar pada ekstremitas atas. Bila pasien memang syok bisa digunakan vena basilica atau vena jugularis eksterna. Kateterisasi vena sentral juga dapat dilakukan sesuai dengan keahlian orang yang melakukan. Setelah dilakukan pemasangan IV, diambil darah contoh untuk pemeriksaan laboratorium. Ini terutama berhubungan dengan pemeriksaan golongan darah dimana mungkin diperlukan transfusi darah bila terdapat indikasi. Cairan intravena diberikan dengan cepat biasanya diberikan 500mL sampai 1L bolus hangat (10-20 mL/kgBB pada anak-anak). Ringer lakat ialah solusi kritaloid pilihan untuk melakukan resusitasi cairan. Cairan glukosa dihindari karena cepat diserap oleh jaringan sehingga hidrasi menggunakan cairan glukosa tidak efektif. Biasanya diperlukan 2-3 L cairan untuk resusitasi. Monitor urin, dengan memasang kateter urin. Output urim menggambarkan perfusi ginjal. Sekresi urin yang adekuat ialah 0,5-1 mL/kgBB/jam, jika kurang kemungkinan ada perdarahan hebat atau occult bleeding. Sebelum dilakukan pemasangan kateter urin, cedera uretra harus disingkirkan dengan pemeriksaan fisik terlebih dahulu. Cedera uretra perlu dicurigai bila terdapat darah pada meatus/skrotum, terdapat fraktur pelvis, terdapat memar pada perineum. Transfusi darah bila diperlukan. Digunakan darah O negatif bila darah yang sesuai dengan pasien tidak tersedia. Biasanya diperlukan 40 mL/kgBB. Transfusi darah dilakukan bila sirkulasi tetapi tidak stabil walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan, bila terdapat perdarahan masif yang sukar berhenti, atau bila Hb < 7 gr%.36

Pada pasien dengan hipotensi yang tidak dapat dikoreksi dengan resusitasi cairan, dilakukan dapat dipertimbangkan pemasangan intra-arterial line dan vasoactive drug therapy. 18, 201. Resusitasi jantung paru:

Resusitasi jantung paru dilakukan pada pasein dengan henti nafas dan henti jantung. Bila didapatkan pasien yang tidak sadarkan diri yang harus dilakukan ialah penilaian airway, breathing, and circulation. Bila tidak didapatkan adanya denyut nadi arteri carotis maka diberikan pernapasan buatan (sudah dijelaskan) dan kompresi dada 2:30 dengan kecepatan 80-100x/menit secara teratur.21 Kompresi dada dilakukan untuk mengembalikan sirkulasi darah dimana hal ini terjadi karena dua hal yaitu 1.terjadi kompresi jantung antara tulang sternum dan tulang belakang dan 2.terjadi perubahan tekanan intratorakal secara global pada kompresi dada. Cara melakukan kompresi dada ialah sebagai berikut:1. Korban/

pasien yang

diposisikan keras.

terlentang

pada

permukaan

Penolong

berlutut

disamping korban lalu penolong meletakkan salah satu tangan di 1/3 bawah sternum korban/ pasien, lalu tangan yang lainnya diletakkan diatas tangan kanan dalam posisi terkunci.2. Lengan penolong diposisikan lurus, bahu tepat diatas sternum korban/ pasien,

berikan tekanan vertikal ke bawah dengan menggunakan berat tubuh penolong. Tekan secukupnya, sekitar 4-5cm.3. Setelah dilakukan kompresi harus ada relaksasi tanpa mengangkat tangan dari

dada korban/pasien. Dianjurkan lama kompresi sama dengan lama relaksasi.4. Bila hanya 1 orang penolong, lakukan 15 kompresi dada luar dengan laju 80-

100x/menit lalu diikuti pemberian 2 kali ventilasi dalam 2-3 kali/detik. Dalam 1 menit harus ada 4 daur kompresi dan ventilasi tersebut. Jika penolong ada dua, kompresi dada dilakukan kompresi dengan laju 80-100x/menit diikuti oleh ventilasi yang dilakukan oleh penolong kedua setelah kompresi ke 5.5. Kompresi dada dilakukan secara teratur dan berirama.22

37

3.1.1

D: Disability and DrugsSetelah dilakukan penilaian dan manajemen terhadap A, B, dan C, dilakukan

penilaian status neurologis pasien secara cepat, yaitu penilaian terhadap: Tingkat kesadaran: Penilaian tingkat kesadaran ialah menggunakan Glascow Coma Scale (GCS), sebagai berikut: Respon Membuka Mata (E) 4 : Spontan 5 : Orientasi Baik (Percakapan normal ) 3 : Dengan Rangsangan Suara 4 : Disorientasi percakapan (Berbicara kacau dan bingung) 6 : Normal (Mengikuti sesuai perintah) 5 : Pemberian stimulus berupa nyeri, dan pasien dapat melokalisir rasa nyeri dan menjauhkan stimulus tersebut (Localizes to Pain) 2 : Dengan Rangsangan Nyeri 3 : Kata perkata, namun tidak 4 : Pemberian stimulus dalam satu kalimat berupa rasa nyeri, dan pasien memindahkan ekstremitas menjauhi stimulus rangsang nyeri (Withdraws to pain) Respon Verbal (V) Respon Motorik (M)

38

1 : Tidak Ada Respon

2 : Tidak ada kata -kata, mengerang) 1 : Tidak ada respon sama sekali

3 : Adanya flexi abnormal (Decorticate Posture) 2 : Apabila diberikan rangsangan nyeri, maka pasien akan memberikan respon ekstensi abnormal (Decerebrate)

hanya suara (Suara tanpa arti/ apabila diberi rangsang nyeri.

T : Pada pasien dengan intubasi

1 : Tidak ada respon

Tiga komponen yang dinilai ialah respons membuka mata, respons verbal, dan respons motorik. Pupil: Diperiksa ukuran kedua pupil apakah kanan dan kiri simetris/ isokor atau tidak simetris (anisokor). Diperiksa juga refleks pupil yaitu refleks cahaya langsung maupun refleks cahaya tidak langsung. Tanda-tanda lateralisasi Cedera tulang belakang: Penilaian terhadap cedera tulang belakang ialah dengan memeriksa pergerakkan ekstremitas dan usaha pernafasan spontan. Dapat pula ditentukan tingkat cedera tulang belakang bila ditemukan. Pasien harus dievaluasi ulang secara berkala kerena perburukan dapat terjadi dengan cepat (seringkali didapatkan pasien dengan kesadaran penuh setelah mengalami cedera kepala yang signifikan namun selanjutnya terjadi perburukan dengan cepat). Bila ditemukan pupil yang asimetris, dilatasi pupil, refleks cahaya yang terganggu atau tidak ada sama sekali, atau hemiplegia menandakan mungkin terdapat masa intrakranial yang meluas ataupun edema otak yang difus. Hal ini memerlukan manitol (diperikan per IV), ventilasi, dan perlu segera dirujuk ke bagian bedah saraf.18 Pada kasus-kasus tertentu dibutuhkan obat-obatan dalam tindakan resusitasi awal, obat-obatannya adalah sebagai berikut: A. Epinephrine Adalah campuran antara Alpha dan Beta Agonist yang mana digunakan untuk meningkatkan tekanan diastolik aorta, tekanan perfusi coronaria, yang mana baik untuk perdarahan cerebal. Epinephrine boleh diberikan melalui endotracheal tube jika IV tidak dapat digunakan. Dosis yang digunakan 2.0 2.5 mg dalam 10cc normal saline. Dosis tinggi epinephrine pada orang dewasa sangat tidak di rekomendasikan.39

B. Vasopressin Antidiuretik hormone yang meyebabkan peripheral vasokonstriksi, seperti vasokonstriksi dari pembuluh darah koronaria, cerebral, dan pembuluh darah ginjal *renal vasculature*. C. Dopamine Merupakan neurotransmitter yang mempunyai efek Alpha dan Beta Adrenergic.Dosis yang lebih besar dari 20g/kg/menit dapat merugikan akibat efek (splachnic perfusion) dan sudah seharusnya dihindarkan. Jika hipotensi bertahan sesudah (optimization of filling pressures). Dobutamine maupun norepinephrine dapat dipertimbangkan. D. Norepinephrine Merupakan adrenergic yang mempunyai efek alpha receptor dalam pembuluh darah dan B1-receptors yang mana menyebabkan jantung vasokonstriksi perifer dan terjadi peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas. Biasanya digunakan untuk severe shock dan direkomendasikan penggunaannya untuk hipotensi ketika tekanan sistolik kurang dari 70mmHg. (The starting infsuin rate is ) 0.5 1.0 g/menit dan (titrated to effect ), dengan maksimal infusion rate 30 g/menit. E. Dobutamine Dobutamine adalah synthetic catecholamine dengan potent B1-agonist properties dengan sedikit B2- atau Alpha adrenergic efek. Contoh, dobutamine ini dapat meningkatkan kontraktilitas myocardial dan peningkatan cardiac output. Ini merupakan obat pilihan untuk pasien dengan tekanan sistolik 70 100mmHg. Biasanya dipakai infus IV 2 20 mg/kg/menit. Selain itu sering juga dipakai obat-obatan anti aritmia, seperti: a. Adenosine Adenosine merupakan terapi lini pertama untuk Takikardia Supraventrikular Paroksismal sekunder menuju (reentrant type defect conduction). Adenosine tidak harus digunakan untuk membedakan antara PSVT dengan aberrant conduction dan VT. Dosis awal yang diberikan 6mg secara bolus cepat. Apabila tidak berhasil mengobati PSVT, dosisnya dinaikan menjadi 12mg IV. Apabila tetap tidak ada response, dosisnya diulang setiap 1 2 menit. b. Amiodarone Amiodarone dominan antidisaritmia kelas III ( potassium channel blocker ), tetapi juga ada beberapa kelas lainnya, seperti antidisartimia kelas I ( sodium channel40

blockade ), antidisartimia kelas II ( B Blockade ), dan antidisartimia kelas IV ( calcium channel blockade ). Amiodarone sangat berguna untuk pengobatan supraventricular dan ventricular takidisartimia. Untuk VF dan denyut nadi melemah pada VT, dosis awalnya 300 mg IV, yang mana di lanjutkan dengan second dose 150mg apabila ada disertai aritmia. Amiodarone merupakan second line agent untuk PSVT dan dapat digunakan apabila adenosine kurang berpengaruh. c. Atropine (atropine is an anticholinergic agent useful in treatment of symptomatic bradycardias that are due to increased parasympathetic tone. Atropine tidak seharusnya digunakan untuk infranodal pathology yang diduga seperti mobitz type II AV Block. (Atropine is ineffective in the setting of previous heart transplant and may worsen ischemia during a myocardial infaction.) d. B-Adrenergic Blocker B Bloker ( Seperti Atenolo, metoprolol, esmolol ) (indicated for SVT for rate control in patients with preserved left ventricular function. )Atenolol dan metoprolol merupakan Blocking Agent B1 ( cardioselective ) yang tersedia dalam bentuk IV maupun formulasi oral. Esmolol merupakan B1 short acting ageny yang harus diberikan secara bolus dan kemudian dipertahankan dengan menggunakan infuse. Apabila respon tidak adekuat setelah 5 menit, maka dosisnya diulang dan ( the infusion rate doubled.) e. Calcium Channel Bloker Calcium Channel Bloker ( diltiazem dan verapamil ) diindikasikan untuk mengontrol SVT dan memperlambat konduksi nodul AV dan (prolong AV nodal refractory period ). Calcium channel blockers merupakan kontraindikasi dari atrial fibrilasi atau atrial flutter dengan respon ventricular yang tinggi. Diltiazem sebaiknya ditoleransi pada pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri. f. Lidocaine Lidocaine merupakan golongan IB antidiasrimia. Biasanya digunakan untuk ventricular rhythms, baik stabil maupun tidak stabil. Penggunaannya sebagian besar telah digantikan oleh amiodarone. Dosis awal untuk VF dan denyut nadi lemah pada VT ( pulseless ) adalah 1.0 1.5 mg/kg. setengah dari dosis itu boleh diulang setiap 5 10 menit, dengan total dosis maksimal 3 mg/kg.( If successful in terminating the offending rhythm, a maintenance infusion) 3-5mg/menit dapat diberika. g. Magnesium

41

Diindikasikan untuk pasien yang diketahui maupun diduga mempunyai kandungan magnesium yang rendah, disartimia ventrikel yang berulang, atau bagi mereka yang memiliki torsade de pointes. h. Procainamide Procainamide merupakan golongan IA antidisartimia, yang amna dapat menekan atrium maupun ventricular aritmia. Ini dapat digunakan untuk pengobatan atrial fibrilasi dan atrial flutter. Procainamide dapat digunakan untuk SVT saat adenosine tidak efektif. Hindari penggunaanya pada pasien dengan interval QT memanjang atau obat mempunyai efek memperpanjang interval QT seperti amiodarone.

3.1.1

E: Exposure, Evidence, and Examination/ Environmental ControlAnamnesis lanjutan mengenai riwayat pasien perlu diperoleh. Selain itu juga perlu

dilakukan pemeriksaan lanjutan secara menyeluruh. Baju serta penutup tubuh pasien dilepaskan kemudian dilakukan pemeriksaan fisik secarahead-to-toe. Hipotermia perlu dicegah, setelah dilakukan pemeriksaan fisik bisa disediakan alat-alat penghangat atau selimut hangat untuk mencegah hilangnya panas tubuh. Perlu juga dilakukan pemeriksaan terhadap kadar gula darah. Pemeriksaan fisik yang dimaksud meliputi: 18, 20

Lokasi Trachea Chest

Hal Abnormal Yang Dicari Deviasi Lateral Sign, wheezing, Creps, Dull PN

Pemeriksaan

CXR, CTPA

JVP dan HS I + II

JVP Meningkat, III + IV HS, murmur

ECG, Echocardiography

Abdomen

Distensi, Pertonism, Denyut nadi, Suara usus (Bowel Sign)

USS, AXR, CT

CNS

Pupil, Lateral Signs, Kaku Kuduk

CT

Kulit

Rashes, purpura

Kultur Darah

42

3.2Diagnosis BandingBerdasarkan data yang ada kelompok kami membagi diagnosa banding menjadi trauma dan non trauma: a. Trauma: Sumbatan jalan napas Sumbatan jalan napas dapat disebabkan oleh beberapa penyebab antara lain adalah edema jalan napas bisa akibat adanya suatu infeksi, reaksi alergi atau akibat trauma tumpul. Penyebab lain disebabkan oleh benda asing yang masuk dalam saluran nafas, selain itu bisa disebabkan karena adanya tumor pada saluran napas, atau akibat spasme laring dimana disebabkan oleh tetanus. Pada kasus ini kemungkinan terjadi akibat sumbatan benda asing, dimana benda asing yang masuk kedalam saluran nafas dan menyebabkan obstruksi pada jalan napas sehingga terjadi gangguan pada proses inspirasi dan ekspirasi normal. Akibat hal tersebut menyebabkan terjadinya usaha tubuh untuk mempertahankan pernafasan normal dengan gejala seperti sesak napas. Adapun yang dapat dilakukan pada kasus sumbatan jalan napas akibat benda asing antara lain keluarkan benda asing segera mungkin dengan heimlich manuver atau usapan jari tangan. Pneumothorax Pneumothorax adalah adanya udara dalam kavum pleura. Pneumothorax yang dimaksud dalam kasus ini adalah pneumothorax traumatik, yaitu pneumothorax yang disebabkan oleh trauma baik trauma tumpul, tajam bahkan ledakan. Dimana pada trauma thorax akan disusul dengan fraktur kosta, sehingga fragmen kosta tersebut pada gilirannya dapat menyebabkan suatu trauma tajam yang menembus pleura parietal maupun viseralis. Akibat hal ini udara akan masuk dan mengisi kavum pleura sehingga akan terjadi gangguan pegembangan paru akibat beban udara pada kavum pleura sehingga akan terjadi sesak pada pasien ini. Emboli paru Emboli paru terjadi apabila terdapat suatu embolus, biasanya merupakan bekuan darah yang terlepas dari perlengketan pada vena ekstremitas bawah biasa terjadi akibat terjadinya fraktur, lalu bersirkulasi melalui pembuluh darah dan jantung kanan sehingga akhirnya tersangkut di arteri pulmonalis utama atau salah satu percabangannya sehingga dapat menyebabkan sesak napas secara mendadak yang berat dimana akan menyababkan infark paru. Infark paru adalah istilah yang

43

digunakan untuk menggambarkan fokus nekrosis lokal yang diakibatkan oleh penyumbatan vaskular. b. Non Trauma : Efusi pleura Efusi pleura adalah terdapatnya cairan patologis pada kavum pleura. Namun tetap perlu diingat bahwa dalam keadaan normal kavum pleura juga selalu terdapat cairan yang berfungsi untuk mecegah melekatnya pleura viseralis dan pleura parietalis, sehingga dengan demikian gerakan paru berjalan dengan mulus tanpa harus adanya friksi. Cairan fisiologis ini disekresikan oleh pleura parietalis dan diabsorbsi oleh pleura viseralis. Dalam keadaan normal cairan fisiologis dalam rongga pleura ini berkisar antara 1 ml sampai 20 ml. Setiap peningkatan jumlah cairan di atas ini harus dianggap sebagai efusi pleura. Pada umumnya kelainan ini didasari oleh suatu proses peradangan dimana dapat bersifat akut ataupun kronik, selain itu juga dapat sebagai salah satu manifestasi kelainan sistemik. Akibat terdapatnya cairan patologis pada kavum pleura akan menyebabkan gangguan pengembangan paru sehingga pasien akan menderita sesak napas.

Asma bronkial Asma adalah penyakit yang ditandai dengan resistensi terhadap aliran udara intrapulmoner yang sangat variabel dalam jangka waktu yang pendek. Dimana pada asma terdapat kombinasi keluhan sesak napas, rasa dada yang terhimpit, suara napas mengi (wheezing). Adapun yang mendasari terjadinya asma adalah terpajannya sesorang oleh alergen yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi sehingga menyebabkan hipersekresi mukus, edema mukosa dan bronkospasme sehingga terjadinya obstruksi jalan nafas. Akibat obstruksi menyebabkan pasien menderita sesak napas.

Penyakit valvular Penyakit valvular yang memiliki kemungkinan besar menyebabkan sesak adalah stenosis katup mitralis. Dimana pada stenosis katup mitral terjadi penyempitan pembukaan katup mitral pada fase distolik dimana darah dipompakan dari atrium kiri menuju ventrikel kiri, namun apabila terjadi penyempitaan pada pembukaan katup mitral di fase distolik dimana lama kelamaan akan terjadi peningkatan volume pada atrium kiri dan peningkatan tekanan atrium kiri. Berjalannya waktu akan diikuti dengan peningkatan tekanan pada arteri pulmonal sehingga terjadi ekstravasasi cairan

44

ke jaringan interstisial paru. Sehingga akan terjadi gangguan pengembangan atau elastisitas paru sehingga akan diikuti dengan gejala sesak nafas. 23-26 Berdasarkan riwayat trauma pada pasien, maka kelompok kami menyingkirkan diagnosa sesak napas yang disebabkan oleh penyakit-penyakit non trauma. Diagnosis trauma meliputi efusi pleura, sumbatan jalan napas, pneumothorax, dan hematothorax. Kemudian dari data-data tambahan yang didapat, diagnosa banding yang paling mungkin adalah tension pneumothorax dan hematothorax. Tension pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura dimana terjadi kebocoran seolah-olah mempunyai mekanisme ventil yang dibentuk oleh sobekan pleura, sehingga udara dari luar bisa masuk ke dalam rongga pleura dengan inspirasi, tetapi pada ekspirasi tidak semuanya akan dapat dikeluarkan kembali, dengan demikian tekanan udara dalam ronga pleura udara tersebut akan meningkat secara terus menerus dan mediastinum dapat terdorong kesisi yang sehat. Hematothorax adalah adanya cairan patologis berupa darah dimana biasanya akibat trauma thorax atau adanya suatu tanda keganasan. Pada tension pneumothorax dan hematothorax pada prinsipnya dapat menyebabkan gangguan ekspansi paru akibat tekanan dari cairan berupa darah ataupun udara pada rongga pleura dimana gejala yang terjadi adalah sesak nafas. Adapun perbedaan dan persamaan dari hematothorax dan tension pneumothorax : Tension pneumothorax Sesak napas Sesak napas terjadi akibat Sesak napas adanya Sesak napas terjadi akibat adanya Hematothorax

gangguan pada expansi paru akibat gangguan exspansi paru karena tekanan tekanan dari udara pada rongga pleura dari cairan berupa darah pada kavum pleura Nyeri dada Nyeri dada / tidak

Nyeri dada terjadi akibat perangsangan Nyeri dada prinsipnya dapat terjadi pleura akibat trauma yang menyebabkan apabi;a terjadi perangsangan pada pleura robekan pada pleura sehingga terjadi yang biasa disebabkan oleh trauma yang nyeri pleuritik. Suara napasmelemah atau menghilang mengenai pleura parietal . Suara napas melemah atau menghilang

45

Suara adanya

napas suatu

dapat

melemah udara

akibat Suara napas melemah akibat adanya yang peredaman suara karena adanya cairan suara pada kavum pleura, semakin banyaknya

bantalan

menghambat

penghantaran

pernapasan dari dalam paru ke stetoskop. jumlah cairan berupa darah dalam rongga Apabila tekanan dalam rongga pleura pleura proses peredaman suara akan semakin meningkat sehingga dapat semakin besar sehingga suara napas akan menyebabkan kolaps paru , suara napas menghilang dapat menghilang Perkusi : timpani /hipersonor Perkusi : pekak

Pada perkusi dimana banyak terdapat Pada perkusi akan didapatkan suara udara akan didapatkan suara timpani. pekak karena adanya cairan berupa darah, semakin banyaknya cairan maka pekak akan semakin jelas. Hipotensi Hipotensi

Pada keadaan ini hipotensi terjadi akibat Pada keadaan ini hipotensi terjadi akibat pergeseran mediastnum ke sisi yang sehat perdarahan yang terjadi sehingga venous sehingga paru akan menekan vena cava return akan menurun diikuti dengan superior sehingga venous return akan cardiac output yang turun sehingga menurun dan mengakibatkan cardiac terjadi hipotensi terjadi. outpun juga akan menurun sehingga terjadi hipotensi. Elevasi JVP Elevasi JVP terjadi karena Flattening JVP adanya Hal ini terjadi karena perdarahan yang sehingga terjadi menurunan

pergeseran mediastinim ke sisi yang sehat terjadi cava superior mengakibatkan tekanan pada vena cava superior akan meningkat sehingga akan terjadi elevasi JVP. Nadi cepat

sehingga terjadi penekanan pada vena venous return.

Nadi cepat sama dengan tension

Hal ini terjadi akibat gangguan suplay Prinsipnya gangguan pada kebutuhan oksigen setiap

oksigen yang terganggu sehingga terjadi pneumothorax.

46

organ

sehingga

terjadi

mekanisme nadi untuk pada

peninggkatan memenuhi organ-organ.

frekuensi kebutuhan

oksigen

3.1Interpretasi Pemeriksaan Penunjang3.6.1 Foto thoraxPada hasil rontgen didapatkan gambaran di hemithorax kanan hiperlucent dimana kondisi tersebut terdapat udara yang banyak (air trapping). Ditemukan juga sela iga melebar, sudut sinus costophrenicus melebar, trakea tampak tergeserkarena volume udara yang banyak di paru-paru, apeks jantung tertanam karena adanya pergesaran terkena trauma. Diferensial diagnosis berupa mediastinum kontralateral dari sisi paru yang

hematothoraks dapat disingkirkan dengan jelas karena pada foto PA thorax hematothorax ditemukan densitas moderately radiopaque yang berupa cairan. cairan itu sendiri sesuai prinsip gravitasi dimana jika cairan itu berada di paru, maka cairan tersbut akan mudah awalnya ditemukan di dasar paru yang mengisi ruang sinus costophrenicus.

3.2Diagnosis Pasti dan Patofisiologi3.2.1 Diagnosis PastiBerdasarkan data yang di dapat (riwayat trauma tumpul pada dada kanan, keluhan sesak napas, nyeri dada, dada terasa ditekan, sianosis, hipotensi, suara napas menghilang pada hemithorax kanan) dan hasil gambaran rotgen foto thoraks yang telah dilakukan,

47

menunjukkan gambaran very lucent pada hemithoraks dextra maka kelompok kami menegakkan diagnosa, yaitu Tension Pneumothoraks Hemithoraks Dextra.

3.2.2 PatofisiologiTekanan di dalam rongga pleura adalah negatif dibandingkan dengan atmosfer. Hal ini disebabkan kecenderungan paru-paru untuk kolaps dan dinding dada untuk membesar. Tekanan alveolus lebih besar daripada tekanan ruang pleura karena elastisitas paru-paru. Akibatnya, jika terjadi hubungan antara ruang alveolar dan pleura, udara akan pindah ke ruang pleura sampai tekanan setara. Konsekuensi fisiologis adalah penurunan kapasitas vital dan PaO2. Hal ini dapat ditoleransi dengan baik pada orang yang sehat tetapi tidak pada pasien dengan penyakit jantung atau paru-paru. Tension pneumorothorax berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau melalui dinding dada masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one-wayvalve). Akibat udara yang masuk ke dalam rongga pleura yang tidak dapat keluar lagi, maka tekanan di intrapleural akan meninggi, paru-paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung (venous return), serta akan menekan paru kontralateral. Peningkatan tekanan intrapleural menyebabkan pasien kesulitan bernapas, napas terasa seperti ditekan, dan adanya udara dalam ruang pleura menyebabkan nyeri pleuritik. Sesak napas kemudian menyebabkan hipoksia dan sianosis. Penghambatan venous return juga bisa menyebabkan hipotensi dan muncul tanda-tanda takikardi dan denyut jantung lemah. Paru-paru yang kolaps ditandai dengan tidak terdengarnya suara napas pada hemithorax yang sakit (dalam kasus ini hemithorax dextra), kemudian penumpukan udara pada cavum pleura menyebabkan gambaran Roentgen thorax tampak lebih lucent. Pemburukan klinis dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan curah jantung. Data lain menunjukkan hipoksia dan hiperkarbia sebagai penyebab perburukan klinis.3.3 Tindakan:

Thoracentesis dan Tube Thoracostomy

3.3.1 Thoracentesisa. Indikasi

Terapeutik: Untuk melegakan sesak napas atau respiration distress yang disebabkan oleh akumulasi cairan atau udara pada ruang pleura. Diagnostik: Untuk mengambil cairan pleura untuk tes diagnostik.

48

a. Kontraindikasi Tidak ada kontraindikasi absolut pada torakocentesis. Kontraindikasi relatifnya meliputi: Penyakit koagulopatik (harus dikoreksi sebelum dilakukan torakocentesis, kecuali jika terjadi gagal napas berat yang ditentukan oleh AGD) Pasien yang tidak kooperatif. Infeksi pada tempat aspirasi.

a. Alat-alat yang dibutuhkan

Swab alkohol atau solutio povidon iodine (larutan disinfektan) Catheter-over-needle 12-16G, panjang kurang lebih 5 cm Three way stopcock Luer-Lok syringe/semprit 10 ml Kasa steril Duk steril

a. Persiapan pasien

Jelaskan prosedur, risiko, dan manfaat bagi pasien atau perwakilan mereka dan harus mendapatkan persetujuan tertulis (informed consent). Tempatkan pasien terlentang di tempat tidur, atau pasien mungkin terlentang dengan kepala tempat tidur ditinggikan sampai 30 derajat (dapat digunakan collar neck jika ada cedera servikal). Bersihkan kotoran atau puingpuing dari kulit. Mengidentifikasi tempat thoracentesis diperlukan untuk melakukan prosedur. Meskipun tidak diperlukan, dianjurkan untuk menempatkan pasien pada monitor jantung, manset tekanan darah invasif, oksimetri nadi, dan oksigen tambahan. Berikan solusio povidone iodine ke permukaan kulit dan biarkan hingga kering. Terapkan tirai steril di sekitar lokasi prosedur. Atropin harus di samping tempat tidur. Ini dapat diberikan (1,0 mg intramuskuler atau subkutan atau intravena 0,5 mg) untuk pasien yang mengalami bradikardi selama prosedur. Pendekatan yang paling umum adalah ruang intercostal kedua di linea. Tempat alternatif lain adalah ruang intercostal IV atau kelima di linea midaxillaris.

49

b. Prosedur 1. 2. 4. 5. 6. Identifikasi thorax penderita dan status respirasi Berikan oksigen dengan aliran tinggi dan ventilasi sesuai kebutuhan Asepsis dan antisepsis dada Anastesi lokal jika penderita sadar atau keadaan mengijinkan Penderita dalam keadaan posisi tegak jika fraktur servikal sudah disingkirkan secara langsung pada sela iga II, tepat di atas iga III untuk menghindari neurovaskular bundle yang terletak di bagian inferior iga II.3. Identifikasi sela iga II, di linea midklavikula di sisi tension pneumothorax

7. Pertahankan Luer-Lok syringe di ujung distal kateter, insersi jarum kateter ke kulit

Gambar 1 Jarum diinsersi tepat di atas iga III untuk menghindari neurovascular bundle

50

8. Tusuk pleura parietalis

9. Ketika udara ditemui, arahkan catheter-over-needle ke arah superior. 10. Masukan kateter sampai hub kateter menekan kulit. 11. Tarik jarum sementara kateter tetap dalam rongga pleura. Ketika jarum dicabut,

cepat tutupi kateter dengan sarung tangan. Ini akan mencegah udara sekitar dari memasuki rongga pleura.

51

12. Pasang tabung ekstensi kateter intravena ke hub kateter. Tempatkan three-way

stopcockyang menempel pada syringe 50 ml ke tabung ekstensi.13. Amankan pegangan hub kateter terhadap kulit. 14. Aspirasi udara ke dalam jarum suntik dan kemudian udara dimasukkan ke dalam

ruangan dengan mengatur three-way stopcock.15. Udara kemudian ditarik secara manual. Proses ini harus dilanjutkan sampai

resistensi dirasakan. Jika tidak ada resistensi yang dirasakan setelah 4 L aspirasi, dianggap bahwa ekspansi tidak terjadi dan kebocoran terus-menerus yang terjadi berasal dari paru-paru ke pleura, sehingga thoracostomy tabung harus dilakukan.16. Setelah tidak ada udara lebih banyak disedot, tutup stopcock dan amankan ke

dinding dada. 17. Pindahkan jarum dan ganti Luer-Lok di ujung distal kateter. Tinggalkan kateter plastik di tempatnya dan ditutup dengan plester atau kain kecil.18. Siapkan chest tube jika perlu. Hubungkan chest tube dengan WSD (tube

thoracostomy) atau katup tipe flutter dan cabut kateter thoracentesis.27 a. Teknik alternatif Tempat lain telah dijelaskan untuk melakukan thoracentesis adalah ruang intercostal IV atau V di linea midaxillaris atau ruang intercostal II di linea aksilaris anterior. Ada beberapa masalah dengan pendekatan-pendekatan alternatif. Di ruang intercostal IV atau V, tulang rusuk yang dekat, dengan jarak yang sempit membuat penempatan jarum lebih sulit. Adanya gerakan rusuk untuk pernapasan dan gerakan lengan dapat meningkatkan risiko pergeseran kateter. Pada posisi pasien terlentang, udara akan naik ke arah ventral daripada ke arah lateral.52

Penyisipan kateter di ruang intercostal II dalam garis aksilaris anterior lebih mudah dari posisi ini daripada memasukkan kateter ditempatkan lateral. Ruang intercostal IV atau V di linea midaxillaris adalah ruang yang ideal untuk tube thoracostomy. Penempatan kateter di situs-situs alternatif akan berarti harus menembus jaringan yang lebih, terutama pada pasien obesitas, membuat ruang pleura mencapai lebih sulit dan kemungkinan pergeseran dari kateter lebih mungkin terjadi. Kelemahan utama untuk menggunakan ruang intercostal IV atau V adalah risiko memasukkan catheterover-needle diafragma dan ke hepar (di sebelah kanan) atau limpa (di kiri). b. Penilaian lanjut Pelepasan tekanan dari tension pneumothorax akan menyamakan tekanan antara atmosfir dan ruang pleura. Sekarang pasien akan mengalami simple pneumothorax. Tandatanda vital akan mulai kembali normal, oksimeter nadi akan membaik, dan gagal napas membaik. Jika pasien memiliki tension pneumothorax maka dia akan membutuhkan tube thoracostomy dilanjutkan dengan roentgen thorax. Pasien mungkin akan batuk-batuk saat paru-paru kembali mengembang. Suara napas harusnya kembali ada secara bilateral saat pengembangan kembali. Jika pasien tidak membaik secara klinis setelah dekompresi jarum untuk tension pneumothorax, ada dua kemungkinan. Yang pertama, ruang pleura mungkin belum berhasil dimasuki oleh jarum. Ini mungkin terjadi pada pasien obesitas atau yang sangat berotot. Prosedur harus diulangi menggunakan jarum yang lebih panjang. Kedua, mungkin pasien tidak memiliki tension pneumothorax. Evaluasi kembali pasien melalui pemeriksaan fisik dan review foto radiologi dada untuk menentukan adanya tension pneumothorax. Jika keadaan pasien tidak membaik atau memburuk, merupakan idikasi dilakukannya tube thoracostomy. 27 c. Follow-up Lakukan foto thorax untuk melengkapi penilaian lanjutan pneumothorax. Foto thorax harus dilakukan 4-6 jam setelah prosedur untuk mencari delayed pneumothorax. Jika tidak terdapat pneumothorax dan kondisi klinisnya mencukupi, pasien bisa dipulangkan dengan follow-up yang ketat.

Daerah dilakukannya prosedur harus dievaluasi 2-3 kali per hari untuk mencari tanda-tanda infeksi. Instruksi untuk pasien meliputi: pembersihan tempat thoracentesis dengan sabun setiap hari; pakaikan ganti belat sekitar kateter dan tempelkan ke kulit; pastikan tube53

tertempel dengan mantap kepada katup untuk menghindari pergeseran; pasien dibolehkan mandi tetapi dilarang untuk berendam atau berenang. 27 a. Komplikasi

Hematom lokal Infeksi pleura empiema Pneumothorax Hematothorax, jika paru-paru, arteri intercostalis, atau arteri mamaria terobek oleh jarum. Emfisema Menusuk pembuluh darah besar atau jantung akibat posisi dimasukkannya jarum yang salah. 27

3.1.1 Tube thoracostomya. Indikasi Pneumothorax segala jenis Hematothorax Empiema Efusi pleura Pasien dengan trauma penetrasi dinding dada Orang-orang yang akan bepergian menggunakan transpor udara yang berisiko mengalami pneumothorax a. Kontraindikasi Kontraindikasi absolut untuk tube thoracostomy adalah dibutuhkannya emergency thoracotomy Kontraindikasi relatifnya adalah koagulopati; pulmonary bullae; adhesi pulmoner, pleural, atau thorax, infeksi kulit di sekitar tempat insersi jarum. a. Alat-alat yang dibutuhkan Alat-alat sterilisasi kulit dan alat-alat seperti masker, sarung tangan, dll. Lidocaine, 1% dengan syringe 1 ml dan jarum 25-22 Handuk dan penutup steril Chest tube dengan ukuran yang sesuai Pisau bedah no. 1154

Penjepit mayo Penjepit kelly Surgical silk suture (ukuran 0) dengan jarum pemotong bengkok besar Kasa yang direndam di petrolatum Kasa steril Plester Peralatan suction, 3 botol, dengan water-seal, koleksi, dan water-column sections28

a.

Posisi pasien Pasien diletakkan telentang atau dengan sudut 45 derajat. Lengan dari tempat yang

sakit harus diabduksi dan diputar ke arah luar, sehingga telapak tangan pasien berada di belakang kepalanya. Dapat ditempelkan plester untuk mengfiksasi lengan, tetapi jika ini dilakukan, harus dipastikan ini tidak menganggu aliran darah. b. Prosedur 1. 2. Resusitasi cairan melalui paling sedikit satu kateter intravena kaliber besar dan monitor tanda vital Tentukan tempat insersi, biasanya setinggi puting (sela iga V atau VI) di anterior linea midaxillaris pada area yang terkena. Chest tube kedua mungkin dipakai pada hematothorax.

55

3. 4. 5. 6. 7.

Siapkan pembedahan dan tempat insersi ditutup kain (duk) lubang steril. Anastesi lokal kulit dan periosteum iga. Insisi ransversal (horizontal) 2-3 cm pada tempat yang telah ditentukan dan diseksi tumpul melalui jaringan subkutan tepat di atas iga. Tusuk pleura parietalis dengan ujung klem dan masukkan j