Makalah Courtroom Procedure

6
Prosedur di Ruang Sidang Bukti saksi mata memerankan peran yang signifikan di lebih dari 75.000 kasus setiap tahunnya di US tetapi terdapat sekitar 4500 identifikasi yang keliru setiap tahunnya. Jumlah ini mengejutkan dan menggarisbawahi pentingnya bukti saksi mata dalam sistem peradilan pidana kita. Kita tahu dari penelitian bahwa kemungkinan vonis bersalah jauh lebih besar ketika ada seorang saksi mata daripada ketika tidak ada. Selain itu, tampak bahwa juri begitu terpengaruh oleh bukti saksi mata, bahkan informasi yang menunjukkan bahwa seorang saksi mata tidak melihat pelaku dalam kondisi yang memadai tidak mengubah peluang keyakinan secara signifikan. Loftus (1979) menyajikan tiga kelompok juri dengan bukti dari kasus pidana. Kelompok pertama mendengar bukti saja; kelompok kedua mendengar bukti ditambah identifikasi dari saksi mata; dan kelompok ketiga mendengar bukti, identifikasi saksi mata, serta bukti-bukti mengenai fakta bahwa saksi mata memiliki penglihatan yang sangat buruk dan tidak memakai kacamata pada hari kejahatan terjadi. Dari kelompok pertama, 18% memilih untuk menghukum terdakwa; dari kelompok kedua, 72% memilih untuk menghukum terdakwa; dan kelompok ketiga, 68% memilih untuk menghukum terdakwa. Dengan demikian, para juri tampaknya telah sangat dipengaruhi oleh kesaksian saksi mata, terlepas dari kredibilitas saksi mata. Penelitian tentang identifikasi saksi mata juga menunjukkan rasa percaya diri saksi mata adalah salah satu variabel yang paling penting yang digunakan untuk menentukan apakah saksi mata yang berkata jujur (Cutler, Penrod, & Stuve, 1988). Namun, tingkat percaya diri saksi mata tidak menentukan akurasi (Penrod & Cutler, 1995). Selain itu, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kesalahan identifikasi saksi mata, termasuk stres, waktu seorang saksi mata harus mengamati kejadian, lingkungan, tenggang waktu antara kejadian dan identifikasi, serta cara bagaimana pertanyaan

description

Psychology, Forensic, Courtroom Procedure, Witness

Transcript of Makalah Courtroom Procedure

Page 1: Makalah Courtroom Procedure

Prosedur di Ruang Sidang

Bukti saksi mata memerankan peran yang signifikan di lebih dari 75.000 kasus setiap tahunnya di US tetapi terdapat sekitar 4500 identifikasi yang keliru setiap tahunnya. Jumlah ini mengejutkan dan menggarisbawahi pentingnya bukti saksi mata dalam sistem peradilan pidana kita. Kita tahu dari penelitian bahwa kemungkinan vonis bersalah jauh lebih besar ketika ada seorang saksi mata daripada ketika tidak ada. Selain itu, tampak bahwa juri begitu terpengaruh oleh bukti saksi mata, bahkan informasi yang menunjukkan bahwa seorang saksi mata tidak melihat pelaku dalam kondisi yang memadai tidak mengubah peluang keyakinan secara signifikan.

Loftus (1979) menyajikan tiga kelompok juri dengan bukti dari kasus pidana. Kelompok pertama mendengar bukti saja; kelompok kedua mendengar bukti ditambah identifikasi dari saksi mata; dan kelompok ketiga mendengar bukti, identifikasi saksi mata, serta bukti-bukti mengenai fakta bahwa saksi mata memiliki penglihatan yang sangat buruk dan tidak memakai kacamata pada hari kejahatan terjadi. Dari kelompok pertama, 18% memilih untuk menghukum terdakwa; dari kelompok kedua, 72% memilih untuk menghukum terdakwa; dan kelompok ketiga, 68% memilih untuk menghukum terdakwa. Dengan demikian, para juri tampaknya telah sangat dipengaruhi oleh kesaksian saksi mata, terlepas dari kredibilitas saksi mata.

Penelitian tentang identifikasi saksi mata juga menunjukkan rasa percaya diri saksi mata adalah salah satu variabel yang paling penting yang digunakan untuk menentukan apakah saksi mata yang berkata jujur (Cutler, Penrod, & Stuve, 1988). Namun, tingkat percaya diri saksi mata tidak menentukan akurasi (Penrod & Cutler, 1995). Selain itu, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kesalahan identifikasi saksi mata, termasuk stres, waktu seorang saksi mata harus mengamati kejadian, lingkungan, tenggang waktu antara kejadian dan identifikasi, serta cara bagaimana pertanyaan dilontarkan, dan informasi yang diberikan kepada saksi mata setelah kejadian tersebut. Dengan demikian, salah satu tantangan bagi pembela di persidangan adalah mencoba untuk mendidik juri tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keakuratan identifikasi saksi mata. Selain lintas-pemeriksaan saksi mata dalam upaya untuk memperjelas adanya kemungkinan kelemahan dalam identifikasi terdakwa, mengedukasi juri tentang beberapa faktor-faktor ini dapat dilakukan dengan dua cara lain: kesaksian ahli tentang identifikasi saksi mata dan instruksi yudisial (judicial instruction).

Expert Testimony (Kesaksian Ahli)

Psikolog dapat disebut sebagai ahli untuk bersaksi tentang identifikasi saksi mata. Secara umum, jenis kesaksian ini berfokus pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keakuratan identifikasi saksi mata dalam upaya untuk mengedukasi juri tentang kemungkinan identifikasi yang palsu atau keliru. Psikolog akan menjelaskan penelitiannya mengenai identifikasi saksi mata pada juri, tetapi tidak akan mengomentari karakteristik tertentu dari saksi mata dalam kasus ini atau apakah saksi mata itu keliru dalam identifikasinya terhadap pelaku.

Page 2: Makalah Courtroom Procedure

Dalam banyak kasus, hakim enggan mengizinkan kesaksian ahli untuk identifikasi saksi mata karena khawatir sidang dapat berubah menjadi pertempuran para ahli, atau percaya bahwa kebanyakan informasi yang diberikan ahli merupakan pengetahuan umum bagi orang awam (yang bertindak sebagai juri) atau bahwa penelitian di bidang ini belum cukup mapan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa juri tiruan (awam) tidak sensitif terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan kekeliruan dalam identifikasi saksi mata (Cutler, Penrod, & Dexter, 1990a). Selain itu, banyak temuan dari penelitian di bidang ini telah cukup mapan (lihat Kotak 5.4). Dalam beberapa tahun terakhir, pengadilan telah menjadi lebih terbuka untuk memungkinkan kesaksian ahli untuk identifikasi saksi mata ketika bukti sangat bergantung pada kesaksian seorang saksi mata tunggal.

Kotak 5.4 Konsensus diantara Saksi Ahli

Kassin, Ellsworth, dan Smith (1989) melakukan survei terhadap para peneliti terkemuka mengenai identifikasi saksi mata untuk menentukan derajat konsensus di antara para ahli mengenai apakah berbagai temuan penelitian telah cukup handal untuk dijadikan sebagai dasar untuk kesaksian ahli dalam mengidentifikasi saksi mata.

Tingkat tertinggi kesepakatan di antara para ahli (96,8%) terkait dengan temuan bahwa recall saksi mata peristiwa dapat dipengaruhi oleh pengkalimatan dari pertanyaan. Hal ini diikuti oleh temuan bahwa instruksi polisi selama lineup dapat mempengaruhi kesediaan atau kemungkinan saksi mata untuk membuat identifikasi (95,1%).

Lebih dari 80% ahli sepakat bahwa temuan berikut telah cukup handal untuk dimasukkan sebagai kesaksian ahli saksi mata di pengadilan:

- Informasi pasca acara tercermin dalam bagaimana saksi mata me-recall peristiwa (87,1%).

- Kepercayaan diri saksi tidak memprediksikan akurasi saksi mata (87.1%).- Sikap saksi mata dan ekspektasi dapat mempengaruhi recall dari suatu peristiwa

(86,9%).- Daya ingat saksi mata dipengaruhi oleh waktu paparan; semakin sedikit waktu saksi

mata mengamati suatu peristiwa, semakin kurang akurat ingatannya terhadap peristiwa tersebut (84,7%).

- Transferensi bawah sadar dapat mempengaruhi recall saksi mata sehingga saksi mata mungkin mengidentifikasikan seseorang dari situasi atau konteks lain sebagai pelaku (84,5%).

- Show ups (yaitu, ketika satu orang ditunjukkan pada saksi mata daripada lineup penuh) meningkatkan peluang kekeliruan dalam identifikasi (83,1%).

Page 3: Makalah Courtroom Procedure

- Melupakan mengikuti sebuah kurva; tingkat terbesar lupa terjadi segera setelah kejadian dan tingkatannya menurun dari waktu ke waktu (82,5%).

Lebih dari 70% ahli sepakat bahwa temuan berikut telah cukup handal untuk dimasukkan sebagai kesaksian ahli saksi mata di pengadilan:

- Saksi mata berkulit putih lebih baik dalam mengidentifikasi pelaku berkulit putih daripada mengidentifikasi pelaku berkulit hitam (79,4%).

- Kemungkinan meningkatnya keakuratan identifikasi saksi mata adalah ketika anggota dari lineup menyerupai pelaku (77,2%).

- Saksi mata cenderung untuk melebih-lebihkan durasi kejadian yang singkat (74,5%).- Akurasi saksi mata berkurang ketika saksi mata mengalami tingkat stres yang tinggi

selama kejadian (70,5%).

Cutler dkk. (1990b) melakukan serangkaian penelitian untuk menguji dampak dari kesaksian ahli. Dalam salah satu kondisi, sebagai bagian dari penyajian bukti persidangan, beberapa partisipan mendengar kesaksian ahli mengenai keterbatasan dari identifikasi saksi mata sementara partisipan lain tidak disajikan dengan kesaksian ahli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyajian kesaksian ahli di pengadilan menyebabkan partisipan kurang mengutamakan kepercayaan diri saksi mata sebagai indikator akurasi dan peserta peka terhadap pentingnya mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mengurangi atau meningkatkan akurasi saksi mata. Partisipan yang tidak disajikan kesaksian ahli pada identifikasi saksi mata di persidangan lebih cenderung menggunakan kepercayaan diri sebagai indikator akurasi dan tidak menganggap faktor-faktor yang diketahui dapat mengurangi akurasi (Cutler, Penrod, & Dexter, 1990b). Dengan demikian, tampak bahwa penyajian kesaksian ahli di pengadilan dapat berfungsi untuk mengedukasi juri tentang faktor-faktor yang relevan untuk mengevaluasi kesaksian saksi mata.

Judicial Instruction (Instruksi Yudisial)

Sebuah alternatif dari kesaksian ahli adalah hakim memberikan instruksi kepada juri yang mengingatkan mereka terhadap beberapa keterbatasan dari identifikasi yang diberikan oleh saksi mata. Sementara alternatif ini dapat menghindari kekhawatiran bahwa persidangan akan berubah menjadi pertempuran para ahli, penelitian mengenai instruksi peradilan telah menunjukkan bahwa juri sering kesulitan memahami dan menerapkan petunjuk. Seringkali, petunjuk yang cukup panjang dibacakan kepada juri dan para juri tidak diberikan salinan instruksi untuk mereka baca sendiri. Selain itu, meskipun pembela biasanya akan meminta hakim untuk memberikan instruksi kepada juri mengenai keterbatasan dari identifikasi yang diberikan oleh saksi mata, hakim tidak selalu memenuhi permintaan pembela.

Page 4: Makalah Courtroom Procedure

Pada tahun 1972, pengadilan di Neil v Biggers menetapkan lima kriteria yang harus dipertimbangkan ketika mempertimbangkan akurasi identifikasi saksi mata; lima kriteria tersebut disetujui lima tahun kemudian di Manson v. Braithwaite. Kriterianya adalah sebagai berikut:

1. Kesempatan saksi mata untuk mengamati pelaku.2. Tingkat perhatian saksi mata.3. Keakuratan deskripsi pelaku yang sebelumnya disampaikan oleh saksi mata.4. Derajat kepastian yang ditampilkan oleh saksi.5. Jangka waktu antara menyaksikan kejadian tersebut dan memberikan identifikasi.

Kelima kriteria tersebut telah mendapat banyak kritik oleh para peneliti di lapangan. Wells dkk. (1998) menunjukkan bahwa kriteria ini bermasalah karena penelitian telah menunjukkan bahwa setidaknya tiga dari mereka (laporan saksi mata akan kepastian mereka, perhatian, dan kesempatan untuk melihat) dipengaruhi oleh prosedur yang sugestif. Kepercayaan diri saksi mata atau kepastian dapat dipengaruhi oleh instruksi yang digunakan dalam prosedur lineup atau photospread, struktur lineup, atau saran atau informasi mengenai yang mana diantara lineup atau photospread tersebut yang merupakan tersangka. Dengan demikian, Wells dkk. (1998) berpendapat, "itu adalah ironis, karena itu, meningkatnya kepastian saksi mata yang dihasilkan dari prosedur yang sugestif kemudian harus digunakan untuk mengabaikan prosedur yang sugestif dengan alasan bahwa saksi menampilkan kepastian yang tinggi" (hal. 631).

Catatan

Federalevidence.com >> judicial instruction