Makalah Campak
-
Upload
gautama-airlangga -
Category
Documents
-
view
1.103 -
download
0
Transcript of Makalah Campak
LAPORAN KASUS : SEORANG ANAK LAKI-LAKI DENGAN GEJALA PANAS 4 HARI
KELOMPOK III
Boby Seftian Eka Putra
(030.10.059)
Camila Kamal
(030.10.061)
Chrisendy Hakim
(030.10.063)
Cinta Ayuningtyas
(030.10.065)
Clavi Hanum Pratama
(030.10.067)
Cynthia Ayuningtyas
(030.10.069)
Dela Asrivia Buana
(030.10.071)
Denia Mariella Chantika
(030.10.073)
Desira Anggitania
(030.10.075)
Devi Yuliana
(030.10.077)
Devina Pangastuti
(030.10.079)
Diani Adita
(030.10.081)
Widya Ilmiaty Kamrul
(030.10.083)
Dira Megiani Rosti
(030.10.085)
Al Adip Indra Mustafa
(030.09.007)
Jakarta2 Mei 2011
PENDAHULUAN
Pada seorang pasien, terutama pasien anak, sebagian besar data yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis diperoleh dari anamnesis. Berdasarkan anamnesis sering dapat
ditentukan sifat dan beratnya penyakit dan terdapatnya faktor-faktor yang mungkin menjadi
latar belakang penyakit, yang semuanya berguna dalam menentukan sikap untuk
penatalaksanaan selanjutnya. Anamnesis merupakan bagian yang sangat penting dan sangat
menentukan dalam pemeriksaan klinis.1
STUDI KASUS
Seorang anak laki-laki bernama Agung, berusia 2 tahun, diantar ibunya berobat ke RS
Budhi Asih, dengan keluhan panas sejak 4 hari yang lalu, disertai batuk dan terlihat sesak.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan bintik/bercak merah pada kulit, dan di dalam rongga mulut
terdapat luka kecil.
Pada pemeriksaan lebih lanjut, ternyata menurut ibu pasien, anaknya tersebut
mengalami kejang dan badan makin panas.
Pemeriksaan penunjang :
- Pemeriksaan darah : Hemoglobin 12 gr/dl, leukosit 4500, trombosit 200.000,
hematokrit 35%
- Torak foto : DBN
PEMBAHASAN
Berdasarkan laporan kasus di atas, Agung mempunyai beberapa masalah seperti panas
sejak 4 hari yang lalu, disertai batuk dan terlihat sesak. Pada pemeriksaan fisik didapat
bintik/bercak merah pada kulit dan terdapat luka kecil di rongga mulutnya. Diagnosis kerja
yang dapat ditegakkan adalah anak ini menderita penyakit campak. Penyakit ini didahului
dengan demam tinggi selama 4 hari, kemudian dilanjutkan dengan munculnya ruam merah
pada kulit. Selain demam dan ruam, campak juga disertai dengan gejala berupa batuk-pilek
dan stomatitis.
Kemudian masalah baru yang diderita anak ini adalah dia mengalami kejang dan
badan semakin panas. Dari hasil pemeriksaan darah didapatkan:
1. Hb 12 gr/dl : (N: 9-15 gram/dL)
2. Leukosit 4500 : (menurun) Normalnya pada anak-anak 9.000-12.000
3. Trombosit 200.000 : (N: 150.000-450.000)
4. Hematokrit 35% : (N: 33-38 pada anak-anak)
Anamnesis
Sebagian besar informasi yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa penyakit pada
anak diperoleh dengan melakukan anamnesis, terutama untuk mengetahui riwayat perjalanan
penyakit. Riwayat perjalanan penyakit perlu disusun cerita yang kronologis mengenai
keadaan kesehatan pasien yang bersangkutan sebelum ia terdapat keluhan sampai ia dibawa
berobat. Untuk memperoleh informasi mengenai riwayat penyakit pasien, diperlukan
beberapa pertanyaan untuk mengetahui secara lebih mendetail tentang keadaan sakit dari anak
yang bersangkutan. Informasi yang perlu digali lebih dalam adalah sebagai berikut:
a) Riwayat Imunisasi
Imunisasi campak sangat dibutuhkan bagi usia dini karena untuk kekebalan tubuh
sebagai antisipasi pada penyakit-penyakit di usia dewasa, sebagai anamnesis status imunisasi
pasien baik imunisasi dasar maupun imunisasi ulangan (booster) harus secara rutin
ditanyakan, khususnya imunisasi BCG, DPT, polio, campak, hepatitis B. Bila mungkin
dilengkapi dengan tanggal imunisasi dan tempat imunisasi diberikan, hal-hal tersebut
disamping diperlukan sebagai status perlindungan pediatri yang diperoleh mungkin dapat
membantu diagnosis pada beberapa keadaan tertentu.
b) Gejala Batuk dan Sesak Nafas
Sifat batuk juga diteliti, apakah batuk bersifat spasmodik, kering atau
produktif/banyak dahak. Dirinci pula sifat dahaknya:
Keluhan batuk juga sering dikemukakan orang tua pasien. Perlu diketahui berapa lama
batuk berlangsung, juga apakah batuk sering berulang atau kambuh. Sifat-sifat batuk juga
perlu diteliti, apakah spasmodic, kering atau produktif/banyak dahak. Apabila batuk berdahak,
perlu dirinci tentang spesifikasi dahaknya, seperti kekentalan, warna, bau, serta ada nya darah
pada dahak.
Keluhan batuk biasanya juga disertai dengan sesak nafas. Normal atau tidaknya
pernafasan juga penting untuk ditanyakan. Apakah saat bernafas terdapat bunyi sengau
(wheezing), dan juga terdapat kesulitan bernafas. Juga apakah sesak nafas itu timbul
berulang–ulang atau baru pertama kali dan bahkan ditanyakan sesak nafas timbul malam hari
dan saat bangun tidur.
c) Ruam atau bercak
Ruam, ataupun bercak-bercak merah yang muncul selama perjalanan penyakit juga
perlu diketahui bagaimana timbulnya, terutama berkaitan dengan waktu munculnya, apakah
bercak itu muncul sebelum atau sesudah demam. Perlu juga diketahui apakah bercak yang
timbul tersebut muncul pada kulit secara bersamaan, atau timbul secara bertahap dari satu
daerah ke daerah tubuh lainnya.
e) Demam
Demam adalah salah satu keluhan yang paling sering dikemukakan, yang terdapat
pada berbagai penyakit baik infeksi dan non infeksi. Pada tiap keluhan demam, perlu
ditanyakan sudah berapa lama demam berlangsung. Karakteristik demam juga perlu
ditanyakan, apakah timbulnya mendadak, remiten, intermiten, kontinyu. Waktu munculnya
demam juga perlu ditanyakan, serta gejala-gejala lain yang menyertai timbulnya demam.
Salah satu gejala yang dialami oleh pasien ini adalah kejang. Kejang adalah suatu
gerakan involunter yang disebabkan oleh lepas muatan hipersinkron abnormal dari suatu
kumpulan neuron SSP yang menyebabkan perubahan tingkat kesadaran dan gangguan dalam
fungsi motorik, sensorik dan autonom. Pada setiap kejang, harus diperhatikan jenisnya (klonik
atau tonik), bagian tubuh yang terkena (fokal atau umum), lamanya kejang berlangsung,
frekuensinya, interval, keadaan saat kejang dan setelah kejang, disertai demam atau tidak, dan
apakah pernah kejang sebelumnya.
Kejang demam sangat sering dijumpai pada bayi dan anak. Perlu dibedakan apakah
kejang demam tersebut merupakan kejang demam sederhana, atau epilepsi yang dibangkitkan
serangannya oleh demam. Keduanya dibedakan melalui modifikasi kriteria Livingstone :
1. Kejang terjadi pada umur 6 bulan sampai 4 tahun
2. Kejang harus terjadi dalam 16 jam setelah anak demam
3. Kejang bersifat umum, meski seringkali diawali oleh kejang fokal
4. Frekuensi kejang tidak lebih dari 4 kali dalam setahun
5. Lama setiap kali kejang tidak lebih dari 15 menit
6. Tidak terdapat kelainan neurologis sebelum dan setelah kejang
7. EEG normal (dibuat >1 minggu setelah bebas demam)
Bila memenuhi kriteria yang telah disebutkan maka bisa disebut sebagai kejang
demam sederhana, bila tidak dianggap sebagai epilepsi.
Namun saat ini dalam penatalaksanaannya lebih sering menganut Konsensus 1980;
yaitu perlu diperhatikan apakah terdapat gangguan perkembangan neurologis, riwayat kejang
tanpa demam, epilepsi pada keluarga, kejang fokal, kejang lama (lebih dari 15 menit), kejang
pertama pada usia kurang dari 12 bulan, dan kejang demam multiple.1
Dalam anamnesis perlu ditanyakan lebih lanjut apakah bercak-bercak kemerahan pada
kulit pasien memiliki banyak kemungkinan, antara lain eksantema, yakni kelainan pada kulit
yang timbul serentak dalam waktu singkat, dan tidak berlangsung lama, serta didahului oleh
demam. Papula menjadi kemungkinan berikutnya, dengan bentuk padat dan berwarna
kemerahan, yang dapat diperiksa dengan metode palpasi. Eritema adalah lesi berwarna
kemerahan yang disebabkan melebarnya pembuluh kapiler yang reversibel.2
Pada penyakit campak, Terjadinya eritema berbentuk makula-papula disertai
menaiknya suhu badan. Suhu naik mendadak ketika ruam muncul dan sering mencapai 40-
40,5 °C. Penderita saat ini mungkin tampak sangat sakit, tetapi dalam 24 jam sesudah suhu
turun mereka pada dasarnya tampak baik. Selain itu, batuk dan diare menjadi bertambah parah
sehingga anak bisa mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Ketika ruam mencapai kaki pada
hari ke 2-3, ruam ini mulai menghilang dari muka. Hilangnya ruam menuju ke bawah pada
urutan yang sama dengan ketika ruam muncul. Ruam kulit menjadi kehitaman dan
mengelupas (hiperpigmentasi) yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.3,4
Kelainan kulit yang terjadi pada pasien ini adalah eksantema mobiliform. Eksantema
mobiliform adalah erupsi berbentuk eritema yang rentikuler. Efloresensi lain yang mungkin
pada kelainan kulit ini adalah2 :
1. Papul : Penonjolan diatas permukaan kulit, sirkumskrip, berdiameter lebih kecil
dari ½ cm, dan berisikan zat padat.
2. Macula : Kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan warna semata.
3. Eksantema : Kelainan kulit yang timbul serentak dalam waktu singkat, dan tidak
berlangsung lama, umumnya didahului oleh demam.
Pada pemeriksaan rongga mulut ditemukan adanya bercak koplik. Bercak koplik yaitu
bercak putih keabu-abuan yang dikelilingi daerah berwarna merah. Terdapat di mukosa
buccal dekat dengan gigi molar sebesar biji gandum, letaknya tepat di bawah mukosa. Bercak
koplik ini juga merupakan tanda stadium prodormal campak.1
Pemeriksaan Fisik1,2
Tanda fisik yang didapat pada pemeriksaan fisik adalah bintik-bintik merah. Tanda
fisik yang pertama muncul adalah lesi pada mulut. Setelah lesi hilang, baru muncul ruam
disekitar telinga, dan yang terakhir adalah munculnya bintik-bintik di seluruh tubuh.
Bercak atau bintik merah yang ditemukan pada kulit dapat berupa :
Makula: kelainan kulit berbatas tegas dan merupakan perubahan warna semata,
perubahan warna tersebut dapat berupa hipopigmentasi (warna lesi lebih muda dari
warna kulit) atau hiperpigmentasi (warna lesi lebih tua dari warna kulit).
Eritema: kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh darah kapiler
yang reversible, sebagai contoh adalah lesi bekas gigitan nyamuk.
Eksantema: kelainan pada kulit yang timbul serentak dalam waktu singkatdan tidak
berlangsung lama, umumnya disertai demam; dapat berupa:
a. Eksantema skarlatiniformis: erupsi yang difus dapat generalisata atau lokalisata,
berbentuk eritema numuler.
b. Eksantema morbiliformis: erupsi berbentuk eritema yang lentikuler.
c. Roseola: eksantema yang lentikuler berwarna merah tembaga pada sifilis dan
frambusia.
Telangiektasis: pelebaran kapiler yang menetap pada kulit, ireversible.
Lesi pada rongga mulut regio buccal jika muncul sebelum kejang dengan bentuk
eritema dengan kelim merah, seperti butir-butir garam yang menempel pada regio buccal,
maka kemungkinan bahwa lesi tersebut adalah “Koplik Spot” yang merupakan ciri khas pada
penyakit kulit rubeolla. Bila lesi tersebut muncul setelah kejang maka besar kemungkinannya
bahwa lesi tersebut muncul akibat luka bekas gigitan dan dapat disebut ulkus traumatikum.
Karena pada kasus terjadi kejang, maka pemeriksaan neurologis yang harus dilakukan
adalah rangsang meningeal. Rangsang meningeal terdiri dari Brudzinski I dan II, kaku kuduk,
Kernig, dan Laseque. Jika setelah pemeriksaan rangsang meningeal hasilnya negatif semua,
maka kemungkinannya itu hanya kejang demam.
Kaku Kuduk : Pasien dalam posisi terlentang, bila lehernya ditekuk secara pasif terdapat
tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada, maka dikatakan
kaku kuduk positif. Tahanan juga dapat terasa bila leher dibuat hiperekstensi,
diputar, atau digerakkan kesamping.
Brudzinski I : Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien yang telentang, dan
tangan lain diletakkan di dada pasien untuk mencegah agar badan tidak
terangkat, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif (jangan
dipaksa). Bila terdapat rangsang meningeal maka kedua tungkai bawah akan
fleksi.
Brudzinski II : Pada pasien yang telentang, fleksi pasif tungkai atas pada sendi panggul akan
diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan sendi lutut.
Kernig : Pada pasien dalam posisi telentang dilakukan fleksi tungkai atas tegak lurus ,
kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Dalam
keadaan normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135⁰ terhadap tungkai atas.
Laseque : Pada keadaan normal tungkai bawah dapat membentuk sudut 60⁰-70⁰ terhadap tungkai atas.
Pemeriksaan Penunjang/Laboratorium
Pemeriksaan penunjang/laboratorium yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
ini adalah tes darah rutin dan tes respons imun. Pemeriksaan antibodi IgM merupakan cara
tercepat untuk memastikan adanya infeksi campak akut.
Selain itu perlu dilakukan juga EEG atau electroencephalogram. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui penyebab kejang yang dialami oleh pasien, apakah kejang
disebabkan oleh demam atau merupakan epilepsi. EEG adalah tes untuk mendeteksi masalah
pada aktivitas listrik otak. Sel-sel otak berkomunikasi satu sama lain dengan menghasilkan
impuls listrik kecil. Dalam EEG, kegiatan listrik samar diukur dengan meletakkan elektroda
pada kulit kepala dan dilakukan dalam keadaan berbaring telentang di tempat tidur. Elektroda
dihubungkan dengan kabel ke amplifier dan mesin rekaman. Mesin rekaman mengubah
impuls listrik menjadi pola yang bisa dilihat di layar komputer, serta disimpan pada disk
komputer dan kemudian dicetak di atas kertas.5
Penatalaksanaan6
Penatalaksanaan yang diberikan adalah penatalaksanaan sesuai dengan diagnosis
kerja, yakni penatalaksanaan untuk penyakit campak.
Pasien dirawat di rumah sakit untuk mencegah penularan.
Penatalaksanaan simptomatik yaitu antipiretika (contohnya Ibuprofen) bila suhu
tinggi, obat batuk, dan memperbaiki keadaan umum. Pemberian cairan yang cukup
diperlukan untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang karena panas dan
berkeringat ketika demam. Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi sekunder,
serta antikonvulsi (contohnya Karbamazepin, Valproat) apabila terjadi kejang.
Istirahat yang cukup juga sangat dianjurkan.
Rawat inap diperlukan apabila hiperpirexia (suhu >39 °C), kejang, asupan oral sulit,
atau adanya komplikasi.
Prognosis
Prognosis pada penyakit campak dapat berupa dubia ad bonam jika keadaan umumnya
baik (anak yang sehat dan kondisi gizinya cukup) atau dubia ad malam jika keadaan
umumnya buruk/terjadi komplikasi. Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak yaitu
infeksi bakteri (pneumonia atau infeksi telinga tengah), trombositopenia (penurunan jumlah
trombosit) sehingga penderita mudah memar dan mudah mengalami perdarahan, atau
ensefalitis (inteksi otak). Pada kasus ini, prognosis campak yang diderita oleh Agung baik ad
vitam (kehidupan), ad functionam (fungsi organ), dan ad sanationam (bisa kambuh lagi atau
tidak) adalah dubia ad bonam karena ia tidak mengalami komplikasi dari penyakit ini dan
seseorang yang sudah pernah terkena campak tidak akan terkena lagi.
KESIMPULAN
Pasien ini menunjukkan gejala-gejala yang mengarah pada diagnosis penyakit
campak. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan timbulnya demam tinggi yang diikuti dengan
ruam kemerahan yang menjalar pada tubuh. Untuk memastikan diagnosis penyakit campak,
dapat dilakukan pemeriksaan kadar leukosit untuk mengetahui adanya invasi serangan bakteri
dan tes respon imun terhadap virus campak.
MANFAAT PRAKTIS
Manfaat praktis yang didapat dari pembuatan makalah ini adalah kita menjadi tahu
tentang tanda-tanda penyakit, kelainan-kelainan fisik penderita serta penyebabnya dan juga
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang/laboratorium dan neurologis apa yang dibutuhkan untuk
penderita campak. Serta kita juga dapat mengetahui tanda-tanda penyakit lain yang mirip
dengan campak sehingga dapat dibedakan dengan penyakit lainnya. Selain itu kita juga
menjadi tahu apa rencana penatalaksanaan pada pasien ini. Semua itu agar nantinya kita di
masa depan dan dalam praktek sebenarnya dapat mengaplikasikan ilmu yang kita dapat
dengan baik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, orang tua kami,
dosen-dosen Modul Pengantar 7 yang telah membimbing kami, teman-teman satu kelas yang
telah mendukung kami, dan semua orang yang telah membantu kami membuat makalah ini
yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH,
dkk. Anamnesis. In: Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S, Editors. Diagnosis
Fisis pada Anak. Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto;2009.
2. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu
Kesehatan Anak 2. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1985.
4. SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair. Pedoman Diagnosis & Terapi. Surabaya:
Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo. 2006.
5. Staff of US National Insitute of Health. EEG. [Updated: 2011 Mar 28]. Available at:
http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en|id&u=http://
www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/
003931.htm&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhjodSwE0eHSJAs6LDQ05UDx
65OLBA. Accessed on 2011 Apr 29.
6. Chernecky CC, Berger BJ. Laboratory Tests and Diagnostic Procedures. 5 th ed.
Philadelphia: Saunders Elseivier;2008.