MAKALAH BPH.docx

30
DAFTAR ISI Daftar Isi.....................................1 Kata Pengantar.................................2 Pendahuluan....................................3 Pembahasan.....................................4 Tinjauan pustaka ..............................8 Kesimpulan.....................................21 Daftarpustaka .................................22 1

Transcript of MAKALAH BPH.docx

Page 1: MAKALAH BPH.docx

DAFTAR ISI

Daftar Isi................................................................................................1

Kata Pengantar......................................................................................2

Pendahuluan..........................................................................................3

Pembahasan...........................................................................................4

Tinjauan pustaka ..................................................................................8

Kesimpulan............................................................................................21

Daftarpustaka .......................................................................................22

1

Page 2: MAKALAH BPH.docx

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat

dan rahmat- Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi hasil

studi kasus.

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam pembelajaran. Semoga makalah

ini dapat memberi manfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Akhir kata, Saya selaku manusia biasa hanya bisa meminta maaf, jika dalam

penulisan laporan ini terdapat kesalahan – kesalahan. Sebab, tak ada gading yang tak retak,

begitu pula makalah ini.

2

Page 3: MAKALAH BPH.docx

PENDAHULUAN

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini

di lihat dari frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerik secara umum dan di Indonesia

secara khususnya.

Di dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah 30 juta, bilangan ini hanya

pada kaum pria kerana wanita tidak mempunyai kalenjar prostat. Jika dilihat secara

epidemiologinya, di dunia, dan kita jaraskan menurut usia, maka dapat di lihat kadar insidensi

BPH, pada usia 40-an kemungkinan seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%,

dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya

meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, bisa sehingga 90% (A.K. Abbas, 2005). Akan

tetapi, jika di lihat secara histology penyakit BPH, secara umum 20% pria pada usia 40-an,

dan meningkat secara dramatis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 .

Di indonesia, BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan

jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia di atas 50

tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit

BPH ini. Selanjutnya, 5% pria Indonesia sudah masuk ke dalam lingkungan usia di atas 60

tahun. Oleh itu, jika dilihat dari 200 juta lebih bilangan rakyat indonesia, maka dapat

diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yang berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira 5

juta, maka dapat secara umumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2.5 juta pria Indonesia

menderita penyakit BPH ini.

Secara pasti, bilangan penderita BPH belum di dapat, tetapi secara prevalensi di RS,

sebagai contoh jika kita lihat di Palembang, di RS Cipto Mangunkusumo ditemukan 423

kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS

Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam periode yang sama (Ponco Birowo, 2002). Ini

dapat menunjukkan bahawa kasus BPH adalah antara kasus yang paling mudah dan banyak

ditemukan.

Setelah secara umum melihat dan mengetahui akan epidemiologi dari penyakit BPH,

penulis tertarik untuk mengetahui dengan lebih dalam lagi mengenai gambaran penyakit ini.

3

Page 4: MAKALAH BPH.docx

PEMBAHASAN

Data Pasien

Nama : Tn. Jumadi

Umur : 50 thn

Alamat : Bangka sambirombyong, kayun kidul

Pekerjaan : buruh tani

Agama : Islam

MRS : 16 jan 2012

Pemeriksaan : 16 jan 2012

Subyektif

KU : tidak bisa kencing

RPS : pasien mengeluh tidak bisa kencing, sejak setahun yang lalu pasien memakai kateter

sudah 3x, terakhir memakai kateter seminggu yang lalu sampai sekarang, tanpa kateter pasien

mengeluh kencing terasa tidak tuntas atau anyang anyangen, kadang pasien tidak bisa

menahan hasrat untuk kencing dan harus bolak balik ke kamar mandi untuk kencing tapi

keluar hanya sedikit dengan pancaran yang lemah dan menetes di akhir kencing, pasien perlu

mengejan cukup lama untuk kencing, pasien mengeluh sering terbangun malam hari untuk

kencing, kurang lebih 4 kali dalam sehari, air kencing bewarna biasa, tidak pernah keluar

darah saat kencing, nyeri di daerah suprapubik, dan terasa panas saat kencing. BAB lancar.

RPD : -

RPK : tidak ada keluarga pasien yang terkena penyakit seperti ini.

Obyektif

• Keadaan umum : tampak lemah

• Kesadaran : komposmentis

• Vital sign

Nadi : 78 x/menit

Tekanan darah : 140/80 mmHg

4

Page 5: MAKALAH BPH.docx

Suhu : 36,5 C

RR : 16 x/ menit

• Kepala : Simetris, tidak ada jejas, tidak ada benjolan, rambut putih dan tidak mudah

rontok

• Wajah: simetris, paralisis (-)

• Dahi : turgor normal

• Mata : anemis (-), ikterik (-), refleks cahaya (+), isokor, pergerakan bola mata baik

• Hidung : simetris, sekret (-), mukosa hiperemi (-), nafas cuping hidung (-)

• Telinga : simetris, tinitus(+), sekret (-), pendengaran baik

• Mulut : bibir simetris, sianosis (-), lidah simetris, pembesaran uvula (-), deviasi uvula

(-), pembesaran tonsil (-), hiperemi tonsil (-), papil lidah normal, hiperemi palatum

(-), benjolan di palatum (-), nyeri telan (-)

• Leher : simetris, deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat

• Thorak

1. Paru

– Inspeksi : Gerak nafas simetris, tidak ada retraksi, bentuk dada normal

– Palpasi : fremitus raba simetris

– Perkusi : Sonor

– Auskultasi : Rh (-/-), W (-/-), vesikuler (+/+)

2. Jantung

– Inspeksi : ictus cordi tidak tampak

– Palpasi : ictus cordis teraba

– Perkusi :batas jantug kanan (parasternal kanan), batas jantung kiri (mid

clavicula line sinistra)

5

Page 6: MAKALAH BPH.docx

– Auskultasi : S1S2 tunggal, reguller

• Abdomen

– Inspeksi : distensi (-), jejas (-), benjolan (-)

– Palpasi : supel, hepar/lien/ginjal tidak teraba, massa (-), nyeri tekan (-)

– Perkusi : tympani

– Auskultasi : BU normal

• Ekstremitas

– Akral : dingin

– Pergerakan : baik

– Oedem : ektremitas atas (-/-), ektremitas bawah (+/+)

– CRT : 2 detik

• Status lokalis

Pada rectal toucher ditemukan: tonus spincter otot baik, teraba prostat dengan

konsistensi padat kenyal, lobus simetris, tidak teraba nodul, batas atas sulit diraba,

sulcus lateralis dan medialis datar, tidak ada krepitasi. Setelah RT di ujung jari

pemeriksa didapatkan feses.

• Pemeriksaan penunjang

a. BUN: 11 mg/dl

b. Creatinin: 1,1 mg/dl

c. Ureum: 24 mg/dl

d. Hb: 12,9 gr/dl

e. Leukosit: 6,6

f. HCT: 40,5%

g. Trombosit: 293x103/ml

h. BT: 2menit

i. CT: 8menit 30detik

6

Page 7: MAKALAH BPH.docx

Assasment

Diagnosa kerja: BPH grade II dengan gejala berat

Planning

• Operasi TURP

• Medikamentosa dengan 5a reduktase inhibitor seperti : finasteride dosis 5 mg/hari

• Antibiotik profilaksis: ciprofloxasin 500mg x 3/ hari

• Analgesik: kaltroven 500mg x 3/hari

• Evaluasi: berkala tiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun untuk memantau keadaan

pasien

7

Page 8: MAKALAH BPH.docx

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,

disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan

kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.

Anatomi dan Histologi Pro

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior

buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan

uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli.

Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan

panjangnya ± 3 cm dengan lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra

pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang mencurahkan

sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada

kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari

otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa

padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli

dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan

8

Page 9: MAKALAH BPH.docx

tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal

kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan

bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan

kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid.

Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah,

bulat dan kecil.

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :

1. Lobus medius

2. Lobus lateralis (2 lobus)

3. Lobus anterior

4. Lobus posterior.

Menurut konsep terbaru kelenjar prostat merupakan suatu organ campuran terdiri

atas berbagai unsur glandular dan non glandular. Telah ditemukan lima daerah/ zona tertentu

yang berbeda secara histologi maupun biologi, yaitu:

1. Zona Anterior atau Ventral

Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular.

Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

2. Zona Perifer

Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Zona ini

rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma terbanyak.

3. Zona Sentralis.

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi

25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.

9

Page 10: MAKALAH BPH.docx

4. Zona Transisional.

Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar

preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat

melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic

hyperpiasia (BPH).

5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra

Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar

sepanjang segmen uretra proksimal.

Fisiologi

Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma (penyangga ) dan kapsul. Cairan

yang dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan dari vesikula seminalis dan kelenjar cowper

merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan semen. Bahan – bahan yang terdapat

dalam cairan semen sangat penting dalam menunjang fertilitas, memberikan lingkungan yang

nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta proteksi terhadap invasi mikroba.

Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun

yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat

kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan.

Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga

timbulnya hiperplasi prostat antara lain :

1. Dihydrotestosteron

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma

dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .

2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron

Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan

testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

10

Page 11: MAKALAH BPH.docx

3. Interaksi stroma - epitel

Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan

transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.

4. Berkurangnya sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel

dari kelenjar prostat.

5. Teori sel stem

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.

Patofisiologi

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan akan

menghambat aliran urin. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai

kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dari buli - buli

berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urin keluar. Kontraksi yang terus - menerus

menyebabkan perubahan anatomi dari buli - buli berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi,

terbentuknya selula, sakula dan difertikel buli - buli.

Perubahan struktur pada buli - buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran

kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom / LUTS (Basuki, 2000 : 76).

Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidakmampuan otot detrusor memompa

urine dan terjadi retensi urine. Retensi urin yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran

fungsi ginjal.

11

Page 12: MAKALAH BPH.docx

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain :

1). Anamnesa

Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms)

antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa

setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif berupa urgensi, frekuensi,nokturi

serta disuria.

IPSS (International Prostate Symptoms Score) adalah kumpulan pertanyaan yang

merupakan pedoman untuk mengevaluasi beratnya LUTS. Keadaan klien BPH dapat

ditentukan berdasarkan skor yang diperoleh :

Skor 0 - 7 = gejala ringan.

Skor 8 - 19 = gejala sedang.

Skor 20 – 35 = gejala berat.

Bagan IPSS

12

Page 13: MAKALAH BPH.docx

Pertanyaan ke 8 mengenai kualitas hidup sehubungan dengan gejala diatas

1. Sangat senang

2. Senang

3. Puas

4. Campuran antara puas dan tidak puas

5. Sangat tidak puas

6. Tidak bahagia

7. Buruk sekali

2). Pemeriksaan Fisik

Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat

pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta

urosepsis sampai syok - septik. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual

untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada

keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa

ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin. Penis dan uretra

juga diperiksa untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra,

karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis.

Rectal touch /pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi

sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat

diketahui derajat dari BPH, yaitu :

Derajat I = beratnya ± 20 gram.

Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.

Derajat III = beratnya > 40 gram.

Derajat BPH berdasarkan gambaran klinis

Derajat Colok Dubur Sisa volume urin

I Penonjolan prostat, batas atas

mudah diraba

<50 ml

II Penonjolan prostat jelas,

batas atas dapat dicapai

50-100 ml

13

Page 14: MAKALAH BPH.docx

III Batas atas prostat tidak dapat

diraba

>100 ml

IV Retensi urin

Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting.

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani,

reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam

rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan:

a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

b. Simetris/ asimetris

c. Adakah nodul pada prostate

d. Apakah batas atas dapat diraba

e. Sulcus medianus prostate

f. Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti

meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan

pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus

prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

3). Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan

untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien. Pemeriksaan urin lengkap dan kulturnya

juga diperlukan. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan

adanya keganasan.

14

Page 15: MAKALAH BPH.docx

4). Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif

pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian

a. Flow rate normal 10-12 ml/ dtk

b. Flow rate maksimal 20 ml / dtk = non obstruktif

c. Flow rate minimal 10 – 15 ml / dtk = border line

d. Flow rate menurun 6-8 ml/ dtk = obstruksi ringan

e. < dtk =" obstruktif.

5). Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik

a. BOF

Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.

b. USG (Ultrasonografi)

Digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli

termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra

pubik.

c. IVP (Pyelografi Intravena)

Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis. Dengan IVP, buli –

buli dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya dikosongkan. Sebelum, untuk melihat

adanya intravesikal tumor dan divertikel. Sementara (voiding cystografi), untuk melihat

adanya reflux urin. Sesudah (post evacuation), untuk melihat residual urin.

d. Pemeriksaan Panendoskop

Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.

Diagnosis banding

a. Kelemahan otot detrusor kandung kemih

Gangguan neurologis:

Kelainan medulla spinalis

Neuropati diabetes mellitus

Pascabedah radikal di pelvis

Farmakologik (obat penenang, penghambat alfa, parasimpatolitik)

15

Page 16: MAKALAH BPH.docx

b. Kekakuan leher kandung kemih: fibrosis

c. Resistensi uretra

Hipertrofi prostat ganas atau jinak

Kelainan yang menyumbat uretra

Uretralitiasis

Uretritis akut dan kronis

Penatalaksaan

Tujuan terapi :

Memperbaiki keluhan miksi

Meningkatkan kualitas hidup

Mengurangi obstruksi infravesika

Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal

Mengurangi volume residu urine setelah miksi

Mencegah progresifitas penyakit

Modalitas terapi BPH adalah :

1).Watchful (observasi)

Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun

tergantung keadaan klien. Ditujukan utnuk pasien dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluan

ringan dan tidak mengganggu aktifitas sehari hari. Hanya diberi penjelasan mengenai hal

yang mungkin memperburuk keluhannya missal jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol,

kurangi konsumsi makanan minuman yang mengiritasi buli-buli, batasi penggunaan obat-obat

influenza yang mengandung fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin dan jangan

menahan kencing terlalu lama.

2).Medikamentosa

Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai

penyulit serta indikasi terapi pembedahan tetapi masih terdapat kontraindikasi atau belum

“well motivated”.

Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa). Terdapat tiga

macam terapi dengan obat yang sampai saat ini dianggap rasional, yaitu dengan penghambat

adrenergik a-1, penghambat enzim 5a reduktase, dan fitoterapi3.

16

Page 17: MAKALAH BPH.docx

 Penghambat adrenergik a-1

Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak ditemukan pada otot polos

ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul prostat. Dengan demikian, akan terjadi

relaksasi di daerah prostat sehingga tekanan pada uretra pars prostatika menurun dan

mengurangi derajat obstruksi. Obat ini dapat memberikan perbaikan gejala obstruksi relatif

cepat.

Efek samping dari obat ini adalah penurunan tekanan darah yang dapat menimbulkan keluhan

pusing (dizziness), lelah, sumbatan hidung, dan rasa lemah (fatique).

Pengobatan dengan penghambat reseptor a-1 masih menimbulkan beberapa pertanyaan,

seperti berapa lama akan diberikan dan apakah efektivitasnya akan tetap baik mengingat

sumbatan oleh prostat makin lama akan makin berat dengan tumbuhnya volume prostat.

Contoh obat: prazosin, terazosin dosis 1 mg/hari, dan dapat dinaikkan hingga 2-4 mg/hari.

Tamsulosin dengan dosis 0.2-0.4 mg/hari2.

 Penghambat enzim 5a reduktase

Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase, sehingga testosteron tidak

diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan demikian, konsentrasi DHT dalam jaringan

prostat menurun, sehingga tidak akan terjadi sintesis protein. Obat ini baru akan memberikan

perbaikan simptom setelah 6 bulan terapi.

Salah satu efek samping obat ini adalah menurunnya libido dan kadar serum PSA2. Contoh

obat : finasteride dosis 5 mg/hari.

  Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a reduktase

Terapi kombinasi penghambat adrenergik a-1 dan penghambat enzim 5a reduktase pertama

kali dilaporkan oleh Lepor dan kawan-kawan pada 1996. Terdapat penurunan skor dan

peningkatan Qmax pada kelompok yang menggunakan penghambat adrenergik a-1. Namun,

masih terdapat keraguan mengingat prostat pada kelompok tersebut lebih kecil dibandingkan

kelompok lain. Penggunaan terapi kombinasi masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Fitoterapi

Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di Eropa dan baru-baru

ini di Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari tumbuhan sepertiHypoxis

rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal serulla, Curcubita pepo, Populus temula,

Echinacea purpurea, dan Secale cerelea. Masih diperlukan penelitian untuk mengetahui

efektivitas dan keamanannya.

17

Page 18: MAKALAH BPH.docx

3). Pembedahan

Indikasi pembedahan pada BPH adalah :

*Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.

*Klien dengan residual urin > 100 ml.

*Klien dengan penyulit.

*Terapi medikamentosa tidak berhasil.

*Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.

Pembedahan

1. PROSTATEKTOMI

a.  Prostatektomi Supra pubis.

 Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu

suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari

atas.

     b.   Prostatektomi  Perineal.

Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih

praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.

Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh

bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah

penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal

bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua dan

ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan

dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat

mungkin terjadi  dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada

rectum dan spingter eksternal serta  bidang operatif terbatas.

      c.   Prostatektomi retropubik.

Adalah suatu teknik yang lebih  umum dibanding pendekatan suprapubik

dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus

pubis  dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok

untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang keluar

18

Page 19: MAKALAH BPH.docx

dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat

cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat

mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat

pleksus venosa prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah

periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih

sedikit. 

2.   Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).

            Yaitu suatu prosedur  menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui

uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi

tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretra. Cara ini diindikasikan ketika

kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak

kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan  di klinik rawat jalan dan mempunyai angka

komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.

3. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )

        TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan

resektroskop.

         TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek

merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang

mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi

digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah

dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars

prostatika.

         Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi

balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih.

Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan

darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat

setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.

             TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang

sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani

19

Page 20: MAKALAH BPH.docx

operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau

retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura

uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak

mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun

kemudian.

Komplikasi

Komplikasi pembedahan

1. Perdarahan.

2. Pembentukan bekuan

3. Obstruksi kateter

4. Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.

5. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan

ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih

dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi mungkin dilakukan untuk mencegah

penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference dan ke dalam epidedemis.

Setelah prostatektomi total ( biasanya untuk kanker )  hampir selalu terjadi impotensi. Bagi

pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis mungkin

digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual.

6. Infeksi

7. bladder next stenosis

Komplikasi BPH

1. Retensi urin

2. Infeksi

3. Hidronefrosis

4. Gagal ginjal

20

Page 21: MAKALAH BPH.docx

KESIMPULAN

Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,

disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan

kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.

Di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an kemungkinan seseorang itu menderita

penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60

hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, bisa sehingga

90%. Akan tetapi, jika di lihat secara histology penyakit BPH, secara umum 20% pria pada

usia 40-an, dan meningkat secara dramatis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia 70.

Zona transisional bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign

prostatic hyperpiasia (BPH).

Etiologi BPH melahirkan beberapa hipotesa, antara lain : Dihydrotestosteron,

perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron, interaksi stroma – epitel,

berkurangnya sel yang mati, teori sel stem.

Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms)

antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa

setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif berupa urgensi, frekuensi,nokturi

serta disuria. IPSS (International Prostate Symptoms Score) adalah kumpulan pertanyaan

yang merupakan pedoman untuk mengevaluasi beratnya LUTS. Dimana nilai dari IPSS

tersebut menentukan penatalaksaan dari BPH.

Pemeriksaan fisik yang penting pada BPH adalah rectal toucher. Rectal toucher pada

hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung,

lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat,

konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris.

Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Diagnosis banding BPH antara lain: kelemahan otot detrusor kandung kemih,

kekakuan leher kandung kemih, resistensi uretra.

Penatalaksanaan BPH antara lain Watchful (observasi), medikamentosa, pembedahan

non invasive dan invasive.

21

Page 22: MAKALAH BPH.docx

DAFTAR PUSTAKA

De Jong, wim. 2004. Buku ajar ilmu bedah Edisi 2. Jakarta: EGC

B. Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar UROLOGI Edisi 3. Malang: Sagung Seto

22