MAKALAH BIOLUMINENSI

15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa hewan laut seperti beberapa jenis cumi-cumi dan ubur-ubur menghasilkan pendaran cahaya dari organ cahaya di tubuhnya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat banyak bakteri dalam organ yang yang mengeluarkan cahaya tersebut. Sehingga disimpulkan terdapat simbiosis antara bakteri dan hewan laut tersebut. Bakteri tersebut mengalami bioluminesensi. Bioluminesensi adalah emisi cahaya yang dihasilkan oleh makhluk hidup karena adanya reaksi kimia tertentu.Hingga saat ini, bioluminesensi telah ditemukan secara alami pada berbagai macam makhluk hidup seperti cendawan, bakteri, dan organisme di perairan, namun tidak ditemukan pada tanaman berbunga, hewan vertebrata terestrial, amfibi, dan mamalia. Pada bioluminensi terdapat reaksi kimia tertentu yang mampu menghasilkan emisi cahaya. Emisi berupa cahaya tersebut dapat bermanfaat bagi kehidupan organism itu sendiri maupun bersimbiosis dengan organism lain sehingga organism lain memperoleh manfaatnya. Dengan pemyusunan makalah ini akan lebih menambah wawasan tentang bioluminensi serta dapat memanfaatkan bagi kehidupan manunia. 1

description

bioluminensi

Transcript of MAKALAH BIOLUMINENSI

Page 1: MAKALAH BIOLUMINENSI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa hewan laut seperti beberapa jenis cumi-cumi dan ubur-ubur

menghasilkan pendaran cahaya dari organ cahaya di tubuhnya. Dari hasil

penelitian diketahui bahwa terdapat banyak bakteri dalam organ yang

yang mengeluarkan cahaya tersebut. Sehingga disimpulkan terdapat

simbiosis antara bakteri dan hewan laut tersebut. Bakteri tersebut

mengalami bioluminesensi. Bioluminesensi adalah emisi cahaya yang

dihasilkan oleh makhluk hidup karena adanya reaksi kimia tertentu.Hingga

saat ini, bioluminesensi telah ditemukan secara alami pada berbagai

macam makhluk hidup seperti cendawan, bakteri, dan organisme di

perairan, namun tidak ditemukan pada tanaman berbunga, hewan

vertebrata terestrial, amfibi, dan mamalia.

Pada bioluminensi terdapat reaksi kimia tertentu yang mampu

menghasilkan emisi cahaya. Emisi berupa cahaya tersebut dapat

bermanfaat bagi kehidupan organism itu sendiri maupun bersimbiosis

dengan organism lain sehingga organism lain memperoleh manfaatnya.

Dengan pemyusunan makalah ini akan lebih menambah wawasan

tentang bioluminensi serta dapat memanfaatkan bagi kehidupan manunia.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian bioluminesensi?

2. Bagaimanakah habitat dan taksonomi bakteri bioluminesensi?

3. Bagaimanakah reaksi bioluminesensi pada bakteri?

4. Apakah aplikasi pemanfaatan bioluminesensi bagi kehidupan?

C. Tujuan

1. Memahami pengertian bioluminesensi

2. Mengetahui habitat dan taksonomi bakteri bioluminesensi

3. Memahami reaksi bioluminesensi yang terjadi pada bakteri

4. Dapat memanfaatkan bioluminesensi bagi kehidupan.

1

Page 2: MAKALAH BIOLUMINENSI

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bioluminesensi

Bioluminesens berasal dari kata bio (hidup) dan luminesence (emisi cahaya).

Bioluminesensi merupakan emisi cahaya yang dihasilkan oleh makhluk hidup karena

adanya reaksi kimia tertentu. Bioluminesensi adalah bentuk alami dari

chemiluminescence dimana energi dilepaskan oleh reaksi kimia dalam bentuk

emisi cahaya. Hingga saat ini, bioluminesensi telah ditemukan secara alami pada

berbagai macam makhluk hidup seperti cendawan, bakteri, dan organisme di perairan,

namun tidak ditemukan pada tanaman berbunga, hewan vertebrata terestrial, amfibi, dan

mamalia. Sebagian besar plankton memiliki kemampuan menghasilkan pendaran,

terutama plankton yang hidup di perairan laut dalam. Pada mikroba, bioluminesensi yang

dihasilkan belum diketahui manfaatnya, sedangkan pada hewan umumnya digunakan

sebagai sinyal kawin, predasi, dan perlindungan terhadap pemangsa.

B. Habitat dan Taksonomi Bakteri Bioluminesensi

Banyak bakteri yang dapat menghasilkan bioluminesensi dan terdapat dalam tubuh

organisme laut dan beberapa diantaranya hidup di perairan tawar dan tanah (terestrial).

Bakteri ini mampu hidup bebas, mayoritas ditemukan di alam dan bersimbiosis

dengan inangnya diantaranya ikan, cumi-cumi, kepiting, nematoda, dan

sebagainya. Bakteri dalam tubuh inang memanfaatkan nutrisi inang untuk proses

pertumbuhannya sedangkan organisme inang memanfaatkan cahaya yang

dihasilkan bakteri yang dipakai untuk berkomunikasi, untuk menarik mangsa, dan

untuk menyamarkan diri dari predator. Contohnya ikan Angel memanfaatkan

cahaya bakteri yang berpendar ini untuk menarik mangsa.

Ada spesies tertentu dari bakteri yang menghasilkan bioluminesensi ini, yaitu

bakteri obligat, memerlukan suplemen gizi khusus, yang hanya disediakan oleh

tubuh inangnya. Meskipun kehadiran bakteri obligat telah terdeteksi, namun tidak

dapat dipisahkan dari organisme inangnya, oleh karena itu tidak dapat

dibudidayakan di laboratorium untuk studi lanjut.

Bakteri bioluminesensi digolongkan menjadi tiga genus yaitu Photobacterium,

Vibrio, dan Photorhabdus. Spesies yang ada di lingkungan laut digolongkan ke

2

Page 3: MAKALAH BIOLUMINENSI

dalam Photobacterium dan Vibrio, dan spesies yang hidup di darat digolongkan

ke dalam Photorhabdus (sebelumnya ditetapkan sebagai Xenorhabdus). Spesies

dalam genus Photobacterium umumnya bersimbiosis di dalam organ tubuh yang

menghasilkan cahaya pada hewan laut, sedangkan spesies Vibrio hidup bebas di

laut. Beberapa bakteri ini bersifat parasit, diantaranya Photobacterium dan Vibrio

menginfeksi crustacea laut, dan Photorhabdus menginfeksi serangga, seperti ulat,

dengan nematoda sebagai inang perantara untuk bakteri. Selain itu, bakteri yang

hidup bebas dan tersebar di lautan sering ditemukan di saluran usus dan

permukaan kulit di hampir semua hewan laut sebagai parasit non-spesifik.

Setiap spesies bakteri bioluminesensi ini berbeda satu dengan yang lainnya,

termasuk kondisi pertumbuhannya (kebutuhan gizi dan suhu pertumbuhan), dan

reaksi kinetik dari luciferase yang terlibat dalam menghasilkan cahaya. Semua

bakteri ini berbentuk batang, mikroorganisme gram negatif yang bergerak dengan

flagel. Bakteri ini juga bersifat anaerob fakultatif yang mampu tumbuh ketika

pasokan oksigen terbatas. Luciferase adalah enzim yang mengkatalisis emisi

cahaya di jantung bakteri luminesens. Namun, yang terlibat dalam produksi

cahaya pada bakteri yang berpendar ini tidak hanya mencakup luciferase, tetapi

juga enzim yang memasok dan regenerasi substrat luciferase dari bakteri.

Contoh bakteri penghasil bioluminesensi yang telah diteliti adalah genus Vibrio (V.

harveyi, V. fischeri, V. cholera), Photobacterium (P. phosphoreum, P. leiognathi),

Xenorhabdus (X. luminescens), Alteromonas (A. haneda), dan Shewanella. Sementara

itu, hanya sedikit cendawan yang diketahui dapat menghasilkan bioluminesensi, di

antaranya adalah Armillaria mellea, Panellus Stipticus, Omphalotus nidiformis, dan

Mycena spp.

C. Reaksi Bioluminesensi Bakteri

Secara umum, reaksi bioluminesensi melibatkan enzim lusiferase dan substrat

lusiferin yang strukturnya dapat berbeda antara organisme yang satu dengan

lainnya. Berikut ini adalah beberapa jenis lusiferin yang telah diketahui

mekanisme dan strukturnya.

1. Bakteri

Reaksi yang menyebabkan terjadinya pendaran pada bakteri adalah

sebagai berikut:

3

Page 4: MAKALAH BIOLUMINENSI

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik dan merupakan oksidasi senyawa

riboflavin fosfat (FMNH2) (lusiferin bakteri) serta rantai panjang aldehida

lemak hingga menghasilkan emisi cahaya hijau-biru yang dikatalisis oleh

enzim lusiferase. Enzim luciferase pertama kali dimurnikan oleh McElroy

dan Green. Luciferase adalah suatu enzim heterodimer berukuran 77 kDa

yang terdiri dari dua subunit, yaitu subunit alfa (α) dan subunit beta (β).

Subunit α (~40 kDa) disandikan oleh gen luxA, sedangkan subunit β (~37

kDa) disandikan oleh gen luxB. Selain luciferase, masih terdapat beberapa

enzim lain yang terlibat dalam keseluruhan reaksi ini dan ekspresi enzim-

enzim tersebut diatur oleh suatu operon yang disebut operon lux. Enzim

lusiferase akan mempergunakan substrat senyawa aldehida yang disintesis di

dalam sel dengan bantuan multienzim yang disebut kompleks enzim aldehida

lemak reduktase (fatty aldehyde reductase complex). Kompleks enzim ini

terdiri dari tiga subunit enzim yaitu redutase, transferase, dan sintetase yang

masing-masing disandikan oleh gen luxC, luxD, dan luxE. Subunit transferase

akan mengkatalisis pemindahan grup lemak asil yang teraktivasi ke air,

oksigen, dan akseptor tiol. Kedua subunit lainnya, yaitu reduktase (~54 kDa)

dan sintetase (~42 kDa) akan mengkatalisis reduksi senyawa asam lemak

menjadi aldehida dengan reaksi sebagai berikut :

RCOOH + NADPH + ATP --> RCHO + NADP + AMP + PPi

Komponen sistem bioluminesensi lainnya adalah flavoprotein yang

disandikan oleh gen luxF. Protein ini hanya ditemukan pada Photobacterium

dan fungsinya belum diketahui tetapi dari sekuens asam aminonya, diketahui

bahwa protein ini homolog dengan luciferase. Pada bakteri juga ditemukan

luxG yang diduga memiliki peranan dalam reaksi bioluminesensi untuk

bakteri yang hidup di lingkungan perairan. Khusus untuk V. harveyi, juga

ditemukan luxH yang berperan dalam sistem luminesensinya. Operon lux

4

Page 5: MAKALAH BIOLUMINENSI

bekerja dibawah pengaruh protein regulator yang berupa protein reseptor

(luxR) dan autoinduser (luxI).

Selain protein-protein yang disandikan oleh operon lux, masih terdapat 4

protein lain yang mempengaruhi reaksi bioluminesensi, yaitu lumazine,

protein fluoresensi kuning, flavin reduktase, dan aldehida dehidrogenase.

Lumazine yang ditemukan pada Photobacterium dan Vibrio berfungsi

memperpendek panjang gelombang yang dihasilkan dari emisi cahaya (<490

nm), sedangkan protein fluoresensi kuning berfungsi mengubah panjang

gelombang cahaya menjadi 540 nm pada V. fischeri sehingga cahaya yang

diemisikan mengalami perubahan warna. Flavin reduktase dapat

mengkatalisis reduksi FMN menjadi FMNH2 sehingga substrat tersedia terus-

menerus karena diregenerasi. Yang terakhir adalah enzim aldehida

dehidrogenase yang berperan dalam degradasi senyawa aldehida.

D. Fungsi Bioluminesensi

Boiluminesensi pada makhluk hidup memiliki beberapa fungsi diantaranya

adalah :

1. Pertahanan diri

Setiap makhluk hidup yang mampu menghasilkan luminesensi untuk tujuan

atau fungsi yang berbeda-beda. Sebagian makhluk hidup memanfaatkannya untuk

pertahanan diri, seperti yang dilakukan kelompok dinoflagelata, ubur-ubur, dan

beberapa jenis cumi-cumi yang berpendar untuk mengejutkan predator yang

mendekatinya sehingga memberikan kesempatan kepadanya untuk melarikan diri

dari predator. Beberapa jenis dekapoda, sefalopoda, dan ikan menggunakan

pendaran untuk melakukan kamuflase dalam menghindari predator. Mekanisme

pertahanan seperti ini disebut dengan penyamaran dengan sinar (kontrailuminasi)

yang membuat suatu makhluk hidup tidak terlihat atau tersamarkan di antara sinar

lain di lingkungan perairan. Pada spesies bintang ular laut, cacing laut, dan

organisme bioluminesensi di daratan, mereka memiliki mekanisme pertahanan yang

disebut aposematisme, yaitu menghasilkan pendaran untuk menandakan bahwa

makhluk tersebut memiliki toksik (beracun) atau tidak enak dimakan sehingga

predator akan menghindarinya. Pendaran pada larva kunang-kunang juga merupakan

salah satu bentuk aposematisme yang melindunginya dari predator karena akan

dikenali sebagai makanan yang tidak enak atau tidak menguntungkan. Beberapa

5

Page 6: MAKALAH BIOLUMINENSI

organisme di laut takut untuk memakan zooplankton karena sebagian besar

zooplankton memiliki pendaran yang tetap dapat terlihat saat mereka berada di

dalam perut pemangsanya. Akibatnya organisme yang memakan zooplankton

tampak berpendar dan ini membuatnya mudah dikenali dan diburu oleh predator

yang lebih tinggi tingkatannya. Fenomena ini terlihat pada peristiwa dinoflagelata

yang menjadi makanan udang misid. Udang tersebut akan tampak berluminesensi

karena di dalam tubuhnya terdapat dinoflagelata berpendar sehingga ikan Porichthys

notatus dapat lebih mudah memburu dan memakan udang itu.

2. Predasi

Selain sebagai mekanisme pertahanan, bioluminesensi pada makhluk

hidup juga banyak dimanfaatkan untuk memburu mangsa (predasi), di

antaranya adalah ikan angel dan hiu Isistius brasiliensis yang menggunakan

luminesensi untuk menarik mangsa mendekat. Hiu I. brasiliensis memiliki

bagian bawah rahang yang berpendar dan tampak seperti siluet yang

dihasilkan dari penyamaran dengan sinar, akibatnya cumi dan ikan akan

mendekat karena mengira siluet tersebut merupakan penyamaran dari mangsa

mereka. Setelah cumi atau ikan mendekati rahangnya, akan lebih mudah

untuk hiu ini dalam menangkap makanannya. Hal serupa juga dilakukan oleh

paus sperma (Physeter macrocephalus) yang secara intensif menghasilkan

pendaran saat berburu mangsa di perairan laut dalam yang gelap. Mangsa

yang berupa cumi-cumi akan datang mendekati bagian mulut paus sperma

yang berpendar dan saat itulah paus ini menangkap mangsanya.

3. Sinyal kawin

Berbagai spesies kunang-kunang memanfaatkan bioluminesensi sebagai

sinyal kawin. Setiap spesies memiliki pola dan warna pendaran yang berbeda.

Umumnya, kunang-kunang jantan yang terbang rendah akan memulai

memancarkan pendaran untuk menarik perhatian lawan jenisnya. Selanjutnya,

dalam kurun waktu tertentu kunang-kunang betina akan membalas sinyal

tersebut dengan pola pendaran spesifik yang berbeda. Salah satu kunang-

kunang dari genus Photuris dapat meniru dan menghasilkan pendaran yang

sama seperti yang dimiliki spesies kunang-kunang lainnya. Akibatnya

pejantan atau betina dari spesies lain dapat salah mengenali dan mendekati

Photuris. Hal ini dimanfaatkan Photuris untuk memangsa spesies kunang-

6

Page 7: MAKALAH BIOLUMINENSI

kunang lainnya. Seperti halnya kunang-kunang, sejenis cacing di lautan

Bermuda yang disebut Odontosyllis enopla juga menggunakan

bioluminesensi untuk menarik pasangannya. Cacing betina akan

mengeluarkan lendir berpendar untuk menarik pejantan. Ketika cacing jantan

datang, cacing betina akan mengeluarkan telur dan jantannya akan

mengeluarkan sperma untuk melakukan fertilisasi.

E. Aplikasi bioluminesensi

Adanya penemuan tentang bioluminesensi telah dimanfaatkan manusia di

dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang medis. Di bidang tersebut

bioluminesensi dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan sel kanker dalam

tubuh secara lebih cepat melalui suatu teknologi baru yang disebut

bioluminescence imaging (BLI). Dengan BLI, ukuran dan lokasi sel kanker dalam

tubuh dapat diketahui sehingga tindakan perawatan yang tepat dapat ditentukan.

Temuan ini juga dapat mempermudah riset mengenai perawatan atau obat kanker

yang efektif dapat mengatasi penyakit tersebut karena perkembangan sel tumor

dapat dipantau dengan lebih mudah.

Selain itu, bioluminesensi juga telah dimanfaatkan sebagai gen pelapor untuk

melihat perkembangan atau ploriferasi sel punca manusia. Penggunaan

bioluminesensi sebagai gen pelapor juga telah diaplikasikan pada tanaman

transgenik hasil rekayasa genetika. Salah satu penelitian yang telah dilakukan

adalah penggunaan gen dari kunang-kunang pada tanaman tembakau transgenik

yang diinfeksi dengan Agrobacterium tumefaciens untuk mengamati ekspresi dari

gen yang dimasukkan ke tanaman tembakau tersebut. Dalam bidang ekologi,

mikroorganisme penghasil luminesensi juga dapat digunakan untuk pembuatan

biosensor untuk mendeteksi keberadaan polutan atau kontaminan tertentu di

lingkungan. Salah satu contoh yang telah diaplikasikan adalah pembuatan

biosensor untuk deteksi senyawa ekotoksik organotin. Dalam industri makanan,

bioluminesensi yang memanfaakan penggunaan ATP juga telah dimanfaatkan

untuk mendeteksi mikroba patogen yang terkandung di dalam makanan.

7

Page 8: MAKALAH BIOLUMINENSI

DAFTAR PUSTAKA

Lin, Leo Yen-Cheng dan Edward A. Meighen. 2001. Bacterial Bioluminescence

(Biochemistry and Molecular Biology). www.photobiology.info/Lin.html.

Diakses pada Tanggal 21 September 2012.

Nunes-Halldorson, Vânia da Silva dan Norma Letícia Duran. 2003.

Bioluminescent Bacteria: Lux Genes as Environmental Biosensors.

http://www.scielo.br. Diakses pada Tanggal 21 September 2012.

Wikipedia. 2009. Bioluminensi. http://id.wikipedia.org. Diakses pada Tanggal 21

September 2012.

8

Page 9: MAKALAH BIOLUMINENSI

9

Page 10: MAKALAH BIOLUMINENSI

10