Makalah Belum Fix (1)

55
LAPORAN HASIL DISKUSI MODUL ORGAN NEPHRO UROLOGY “Seorang anak laki-laki 10 tahun dengan bengkak seluruh tubuh” KELOMPOK I 030.07.282 Yusmiati Tomalima 030.08.237 T.Rini Puspasari 030.09.029 Arini Damayanti 030.09.031 Aryanto Krisnandanu 030.09.049 Brilli Bagus Dipo 030.09.068 Dhika Claresta 030.09.079 Erwin James Sagala 030.09.147 Margo Sebastian Chandra 030.09.159 Muhamad Aries Fitrian 030.09.165 Nadya Anggun Mowlina 030.10.004 Adhi Rizky Putra

description

hhh

Transcript of Makalah Belum Fix (1)

Page 1: Makalah Belum Fix (1)

LAPORAN HASIL DISKUSI

MODUL ORGAN NEPHRO UROLOGY

“Seorang anak laki-laki 10 tahun dengan bengkak seluruh tubuh”

KELOMPOK I

030.07.282 Yusmiati Tomalima

030.08.237 T.Rini Puspasari

030.09.029 Arini Damayanti

030.09.031 Aryanto Krisnandanu

030.09.049 Brilli Bagus Dipo

030.09.068 Dhika Claresta

030.09.079 Erwin James Sagala

030.09.147 Margo Sebastian Chandra

030.09.159 Muhamad Aries Fitrian

030.09.165 Nadya Anggun Mowlina

030.10.004 Adhi Rizky Putra

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA, 19 APRIL 2013

Page 2: Makalah Belum Fix (1)

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan

suatu kumpulan gejala gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia,

hiperkolestrolemia serta edema. Yang dimaksud proteinuria masif adalahapabila didapatkan

proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalamdarah biasanya

menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas,kadang-kadang

dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.

Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik ( SNI ). Kelainan

histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit perubahan

yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik

Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana lain menyebut NIL (Nothing In LightMicroscopy).

Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada usia 2-7 tahun

dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa rasio ini berkisar 1:1.

Page 3: Makalah Belum Fix (1)

Kasus 3 sesi 1

Seorang anak laki-laki, 10 tahun, dibawa ke RS Budhi Asih karena bengkak seluruh tubuh sejak

3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Disertai dengan sembab pada kelopak mata setiap habis

bangun tidur pagi. Jumlah kencing sedikit.

Pemeriksaan fisik : nadi: 110x/menit, suhu: 36,4, respirasi: 30x/menit, tekanan darah: 120/80

mmHg, BB: 35 kg.

Mata: edema palpebra (+/+), jantung dan paru normal, abdomen: buncit (+), kedua tungkai

edema (+/+), region scrotalis (+/+).

Pertanyaan:

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik apa saja yang ditemukan?

2. Anamnesis tambahan dan pemeriksaan fisik apa yang diperlukan untuk mendukung

diagnosis?

3. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisikitu apa diagnosa kerjadan diagnosa banding

saudara? (disertai dengan alasan)

4. Jelaskan patofisiologi terjadinya edema pada diagnosa kerja saudara?

5. Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan?

6. Dari pemeriksaan penunjang laboratorium, hasil apa yang saudara harapkan?

Kasus 3 sesi 2

Hasil pemeriksaan penunjang :

Darah perifer :

Leukosit : 7000/uL

Eritrosit : 4,5 juta/uL

Hb : 13,2g/dL

Page 4: Makalah Belum Fix (1)

Trombosit : 200.000

Urin Lengkap :

Warna kuning

Kejernihan : keruh

Glukosa (-)

Keton (-)

Bilirubin (-)

BJ : 1025

PH : 6,5

Nitrit (-)

Protein (+3)

Fungsi ginjal :

Ureum : 42 mg/dl

Kreatinin : 1,4 mg/dl

Fungsi hati :

Albumin : 1,2 g/dl

Globulin : 2,7 g/dl

Page 5: Makalah Belum Fix (1)

Lemak :

Kolestrol total : 653 mg/dl

Pertanyaan

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang ini. Apa diagnosa kerja anda sekarang?

2. Apa kemungkinan etiologi pada pasien ini?

3. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini?

4. Apa komplikasinya?

5. Bagaimana prognosisnya?

Page 6: Makalah Belum Fix (1)

BAB II

Pembahasan

2.1 interpretasi masalah pasien

Daftar masalah Hipotesis Interpretasi

Bengkak seluruh tubuh sudah

3 minggu

Oedem anasarka Edema yang mulai banyak mulai

muncul di tungkai dan seluruh

tubuh.

Bengkak pada mata dipagi

hari

Edema palpebra Edema biasanya menyerang

jaringan ikat jarang terlebih

dahulu.

Jumlah kencing sedikit Oliguri ??

Warna urin kuning, keruh proteinuria Ada kerusakan pada glomerulus

menyebabkan albumin banyak

keluar di urin.

Protein (+3)

Albumin 1,2 g/dl Hipoalbuminemia - Dikatakan hipoalbuminemia

bila kadar albumin serum

<2,5g/dl.

- Ada kerusakan pada

glomerulus menyebabkan

albumin banyak keluar di

urin.

TD : 120/80 mmHg Hipertensi - Systole dan diastole >90

Region scrotalis (+/+) Edema scrotum Asites berat menyebabkan

hernia umbilikalis dan prolaps

ani (MASIH KURANG

NGERTI NIH)

Kolesterol total 653mg/dl Hiperkolesterolemia - Kadar normal

>250mg/100ml

- Akibat hipoalbuminemia,

sel-sel hepar terpacu unutk

Page 7: Makalah Belum Fix (1)

membuat albumin sebanyak-

banyaknya. Bersamaan

dengan sintetis albumin ini,

sel-sel hepar juga akan

membuat VLDL. Dalam

keadaan normal VLDL

diubah menjadi LDL oleh

lipoprotein lipase. Tetapi

pada SN, aktivitas enzim ini

terhambat dengan adanya

hipoalbuminemia dan

tingginya kadar asam lemak

bebas. Disamping itu

menurunnya aktivitas

lipoprotein lipase ini

disebabkan oleh rendahnya

kadar apolipoprotein plasma

sebagai akibat keluarganya

protein dalam urin. Jadi

hiperkolestrolemia ini tidak

hanya disebabkan oleh

produksi yang berlebihan,

tetapi juga akibat gangguan

katabolisme fosfolipid.

2.2 Anamensis tambahan

Anamnesis Interpretasi

Riwayat penyakit sekarang

- Sejak kapan edema muncul?

- apakah edema dimulai di tempat-tempat

- Untuk mengetahui sudah berapa lama

perjalanan penyakit.

- Pada SN biasanya edema pertama kali

Page 8: Makalah Belum Fix (1)

tertentu (kelopak mata, pergelangan

kaki) ?

- Apakah edema menjalar ke seluruh

tubuh?

- Edema biasanya muncul kapan saja?

Apakah ada waktu-waktu tertentu

(pagi, siang, sore, malam, atau

sepanjang hari) ?

- Frekuensi edemanya bagaimana?

- Apakah ada batuk?

- Apakah ada demam?

- Apakah ada sesak napas?

- Bagaimana warna urin?

- Apakah urin berbusa?

- Apakah ada oliguri?

- Apak kencing berdarah?

- Apakah ada diare?

muncul di palpebra pada pagi hari.

Edema yang sedikit memang cenderung

tampak di daerah dengan jaringan ikat

jarang seperti palpebra, scrotum, labia.

Bila edema lebih banyak, akan menjadi

di tungkai, menyeluruh dan masif

(anasarka)

- Dikhawatirkan ada infeksi.

- Sesak juga bisa disebabkan oleh

penumpukan cairan di sekitar paru-paru

(berhubungan dengan edema anasarka)

- Urin berwarna keruh dan berbusa

karena mengandung urin

- Pada SN kadang mengalami hematuria.

- Edema menyebabkan edema mukosa

usus pula.

Riwayat penyakit dahulu

- Apakah edema muncul setiap habis

mengkonsumsi makanan/minuman

tertentu?

- Apakah pernah menderita malaria?

- Apakah anak menderita DM?

- Untuk memastikan ada alergi atau

tidak, dan memastikan riwayat penyakit

sistemik.

Riwayat kelahiran

- Bagaimana masa kehamilannya?

(cukup bulan, kurang bukan, lewat

bulan) ?

- Berat dan badan panjang sahat

??

Page 9: Makalah Belum Fix (1)

kelahiran? BBLR atau bagaimana?

- Riwayat imunisasi?

Riwayat penggunaan obat

- Pernah mengkonsumsi obat apa

sebelumnya?

??

Riwayat peyakit keluarga

- Apakah ada keluarga yang pernah

menderita penyakit yang sama?

- Dari segi usia, sindrom nefrotik yang

menyerang anak dibagi menjadi :

sindrom nefrotik infantile (terjadi

setelah umur 3 bulan sampai 12 bulan )

sedangkan sindrom nefrotik

congenital (terjadi dalam 3 bulan

pertama kehidupan yang didasari

kelainan genetik).

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum :

1. Kesadaran : -

2. Tanda vital

a. Nadi : 110x/menit

b. Tekanan darah : 120/80 mmHg hipertensi

c. Pernapasan : 30x/menit

d. Suhu : 36,4 ºC

3. Antropometri

a. Berat Badan : 35 kg

Status lokalis

1. Kulit : -

2. Kepala dan wajah

Page 10: Makalah Belum Fix (1)

b. Kepala : -

c. Mata : edema palpebra

d. Telinga : -

e. Hidung : -

f. Mulut : -

3. Leher

g. Kelenjar Tiroid : -

h. Kelenjar getah bening leher : -

4. Thorax

a. Jantung : Normal

b. Pulmo : Normal

5. Abdomen : buncit (+) ascites

a. Nyeri tekan : -

b. Bising usus : -

c. Shifting dulness : -

d. Hepar : -

e. Lien : -

6. Genitalia : -

a. Region scrotalis : (+/+) edema pada skrotum

7. Anus dan rectum : -

8. Ekstremitas : tungkai edema

2.4 Tabel Tekanan Darah

Umur Sistolik (2 SD) mmHg Diastolik (2 SD) mmHg

Neonatal 80 (16) 45 (15)

6-12 bulan 90 (30) 60 (10)

1-5 tahun 90 (25) 65 (20)

5-10 tahun 100 (15) 60 (10)

Page 11: Makalah Belum Fix (1)

10-15 tahun 115 (17) 60 (10)

2.5 pemeriksaan penunjang (binguuuuuung)

Jenis pemeriksaan Hasil Interpretasi

- Darah lengkap

- Peeriksaan urin - Periksa albumin

- ASTO

- Dipstick

- Radiologi - untuk melihat ada oedem

atau tidak

- PST

(Protein Selective Test)

- USG - Untuk melihat ada

pembesaran ginjal atau tidak

- Foto thorax - Untuk melihat ada efusi

pleura atau tidak

2.6 DIAGNOSIS

Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang didapat,kami

mendapatkan diagnosis kerja kami yaitu sindroma nefrotik jenis Minimal changes disease

(MCD). Seperti yang diketahui, diagnosis kami berdasarkan teori yang kami dapat bahwa

Sindroma Nefrotik bisa ditegakkan dengan melihat pemeriksaan fisik yang kami temukan yaitu

sebagai berikut:

1. Edema anasarka

2.

Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang kami temukan yaitu sebagai berikut:

Page 12: Makalah Belum Fix (1)

3. Proteinuria >+2

4. Hypoalbunimia <2,5g/dl

5. Hypercholesterolemia

Pada pasien ini ditemukan kadar ureum dan kreatinin masih dalam batas normal. Ureun dan

kreatinin dalam batas normal menandakan bahwa tidak terjadi gagal ginjal.

Diagnosis Banding

o Sindroma nefrotik GN membranosa

o Glomerulonephritis pasca streptokokus

Untuk menentukan diagnosis pasti, kami masih membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk

menemukan apakah ada hilangnya foot processes,adakah endapan IgG subepitelial, Vakuolisasi

dan hyperplasia sitoplasma podosit.

2.7 Patofisiologi

2.8 penatalaksanaan

Non-medikamentosa :

1. Pasien di rawat inap karena adanya resiko gagal jantung pada kasus ini, dan untuk

memantau cairan.

2. Edukasikan kepada orang tua tentang penyakit yang diderita oleh pasien, dan

edukasikan tentang steroid yang akan di berikan.

3. Diet protein (2 mg/kgBB) juga harus dilakukan karena pada pasien ini didapatkan

hipoalbumin,

4. Diet rendah kolesterol dan rendah garam juga harus dilakukan mengingat adanya

hiperlipidemia dan edema pada pasien.

Medikamentosa :

Pemberian steroid : Prednisone

Page 13: Makalah Belum Fix (1)

Cara pemberian:

1. Inisial treatment : pemberian prednisone 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu

2. Maintenance : pemberian prednisone 2/3 dosis dari inisal treatment, dapat diberikan

dengan cara intermitten dimana hanya diberikan 3 hari/ minggu, atau dengan cara

alternating day, yaitu pemberian secara selang seling.

3. Trapping off : diturunkan dosis secara perlahan-lahan selama 2-3 bulan.

2.9 komplikasi & prognosis

Pada kasus ini, berikut ini adalah komplikasi dari sindroma nefritis pada anak

1. Infeksi kulit

Disebabkan karena sepsis

2. Hipovolemik

3. Hipokalsemi

4. Hiperlipidem

5. Peritonitis

6. Growth delay development

Prognosis

Bab III

Page 14: Makalah Belum Fix (1)

Tinjauan pustaka

Anatomi ginjal dan saluran kemih

Ginjal melakukan fungsi vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah (dan

lingkungan dalam tubuh) dengan meneksresikan solut dan air secara selektif.

Saluran kemih

Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus-menerus membentuk kemih, dan berbagai saluran

dan reservoar yang dibutuhkan untuk membawa kemih keluar tubuh.

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terletak di kedua sisi kolumna

vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke

bawah oleh hati. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi kosta ke 12. Sedangkan kutub atas

ginjal kiri terletak setinggi kosta 11.

Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya 10 sampai 12 inci, terbentang dari ginjal

sampai kandung kemih. Fungsi satu-satunya adalah menyalurkan kemih ke kandung kemih.

Kandung kemih adalah satu kantung berotot yang dapat mengempis, terletak di belakang simfisis

pubis. Kandung kemih mempunyai 3 muara : 2 muara ureter dan satu muara uretra. Dua fungsi

kandung kemih adalah 1) sebagai tempat penyimpanan kemih sebelum meninggalkan tubuh dan

2) dibantu oleh uretra, kandung kemih berfungsi mendorong kemih keluar tubuh.

Hubungan anatomis ginjal

Ginjal terletak di belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, di depan dua kosta terakhir

dan tiga otot-otot besar : tranversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor. Ginjal

dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal terletak di

atas kutup masing-masing ginjal.

Struktur anatomi ginjal

Page 15: Makalah Belum Fix (1)

Pada orang dewasa ginjal panjangnya 12 – 13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya antara 120-150

gram, ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh. Permukaan anterior dan

posterior kutub atas dan bawah serta pinggir lateral ginjal berbentuk konveks sedangkan pinggir

medialnya berbentuk konkaf karena adanya hilus. Ada beberapa struktur yang masuk atau keluar

dari ginjal melalui hilus antara lain arteria dan vena renalis, saraf dan pembuluh getah bening.

Ginjal diliputi oleh suatu kapsula fibrosa tipis, mengkilat, yang berikatan longgar dengan

jaringan dibwahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal.

Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda yaitu korteks di bagian

laur dan medula di bagian dalam. Medula terbai-bagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid.

Piramid-piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolom bertini. Piramid-

piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus

pengumpul nefron. Papila(apeks) dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang

terbentuk dari persatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul. Setiap duktus papilaris

masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal berbentuk sperti cawan yang disebut kaliks

minor. Beberapa kaliks minor bersatu membentuk kaliks mayor, yang selanjutnya bersatu

sehingga membentuk pelvis ginjal.

Pembuluh darah ginjal

Arteria renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Karena

aorta terletak di sebelah kiri garis tengah, maka arteria renalis kanan lebih panjang dari arteria

renalis kiri. Setiap arteria renalis bercabang waktu masuk ke dalam hilus ginjal.

Vena renalis menyalurkan darah ke dalam vena kava inferior yang terletak di sebelah kanan garis

tengah. Akibatnya vena renalis kiri kira-kira dua kali lebih panjang dari vena renalis kanan.

Saat arteria renalis masuk ke dalam hilus, arteria tersebut bercabang menjadi arteria interlobaris

yang berjalan di antara piramid, selanjutnya membentuk arteri arkuata yang melengkung

melintasi basis piramid-piramid tersebut. Arteri arkuata kemudian membentuk arteriola-arteriola

interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteriola interlobularis ini selanjutnya

membentuk arteriola aferen. Arteriola aferen akan berakhir pada rumbai-rumbai kapiler yang

Page 16: Makalah Belum Fix (1)

disebut glomerulus, rumbai-rumbai kapiler atau glomeruli bersatu membentuk arteriola eferen

yang kemudian bercabang-cabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus

dan kadang-kandang disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini

akan dialirkan ke dalam jalinan vena, selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuata, vena

interlobaris dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena kava inferior.

Struktur mikroskopik ginjal

Nefron

Nefron adalah unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdapat sekita 1 juta nefron yang pada

dasarnya mempunyai struktur dn fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman,

yang mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan

tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul.

Korpuskulus ginjal

Korpuskulus ginjal terdiri dari kapsula bowman dan rumbai kapiler glomerulus, istilah

glomerulus seringkali digunakan juga untuk menyatakan korpuskulus ginjal.

Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal. Terdapat ruang yang

mengandung kemih antara rumbaui kapiler dan kapsula bowman, dan ruang yang mengandung

kemih ini dikenal dengan nama ruang bowman atau ruang kapsular.

Kapsula bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel-sel epitel parietal berbentuk gepeng dan

membentuk bagian terluar dari kapsula. Sedangkan sel-sel epitel viseral jauh lebih besar dan

membentuk bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel-sel

viseral membentuk tonjolan-tonjolan atau kaki-kaki yang dikenal sebagai podosit, yang

bersinggungan dengan membrana basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga terdapat daerah-

daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah-daerah yang terdapat di antara podosit

biasanya disebut celah pori-pori, lebarnya sekitar 400 A (unit angstrom = seperseratus juta

sentimeter).

Page 17: Makalah Belum Fix (1)

Membrana basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler, terjepit di antara sel-sel epitel

pada satu sisi dan sel-sel endotel pada sisi yang lain. membrana basalis kapiler kontinu dengan

membrana basalis tubulus.

Sel-sel endotel membentuk bagian terdalam dari rumbai kapiler. Sel-sel endotel, membrana

basalis dansel-sel epitel viseral merupakan tiga lapisan yang membentuk membrana filtrasi

glomerulus.

Apparatus jukstaglomerulus

Dari tiap nefron, bagian pertama dari tubulus distal berasal dari medula sehingga terletak di

dalam sudut yang terbentuk antara arteriol aferen dan eferen dari glomerulus nefron yang

bersangkutan. Pada lokasi ini sel-sel jukstaglomerulus dinding arteriol aferen mengandung

granula sekresi yang diduga mengeluarkan renin. Sel-sel tubulus distal yang mengadakan kontak

erat dengan sel-sel granular tersebut dikenal dengan nama makula densa karena intinya yang

mencolok. Kelompok sel-sel khusus (termasuk juga beberapa sel jaringan penyambung) di dekat

kutub vaskular setiap glomerulus ini dikenal dengan nama aparatus jukstaglomerulus (JG).

Sindroma nefrotik

Angka kejadian

Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindrom nefrotik primer.

Apabila penyakit ini timbul sebagai bagian daripada penyakit sistemik atau berhubungan dengan

obat atau toksin maka disebut sindrom nefrotik sekunder. Insiden penyakit sindrom nefrotik

primer ini 2 kasus per tahun tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka

prevalensi kumulatif 16 tiap 100.000 anak. Insidens di indonesia diperkirakan 6 kasus per tahun

tiap 100.000 anak berumur kurang dari 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan perempuan pada

anak sekitar 2 : 1.

Pasien sindroma nefrotik primer secara klinis dapat dibagi dalam 3 kelompok :

Page 18: Makalah Belum Fix (1)

1. Kongenital

2. Respons steroid

3. Resisten steroid

Patofisiologi

Proteinuria

Proteinuria umumnya diterima sebagai kelainan utama pada SN, sedangkan gejal klinis lainnya

dianggap sebagai manifestasi sekunder. Proteinuria dinyatakan berat untuk membedakan dengan

proteinuria yang lebih ringan pada pasien yang bukan sindrom nefrotik. Eksresi protein sama

atau lebih besar dari 40 mg/jam/m2 luas permukaaan badan, dianggap proteinuria berat.

Selektivitas protein

Jenis protein yang keluar pada sindroma nefrotik bervariasi bergantung pada kelainan dasar

glomerulus. Pada SNKM protein yang keluar hampir seluruhnya terdiri dari albumin dan disebut

sebagai proteinuria selektiv. Pada SN dengan kelainan glomerulus yang lain, keluarnya protein

terdiri atas campuran albumin dan protein dengan berat molekul besar, dan jenis proteinuria ini

disebut proteinuria non selektif. Derajat selektivitas proteinuria dapat ditetapkan secara

sederhana dengan membagi rasio IgG urin terhadap plasma (BM 150.000) dengan rasio urin

plasma transferin (BM 88.000). rasio yang kurang dari 0,2 menunjukkan adanya proteinuria

selektif.

Perubahan pada filter glomerulus

Umumnya karakteristik perubahan permeabilitas membran basal bergantung pada tipe kelainan

glomerulus pada SN. Pada SNKM terdapat penurunan klirens protein netral dengan semua berat

molekul molekul, namun terdapat peningkatan klirens protein bermuatan negatif seperti albumin.

Page 19: Makalah Belum Fix (1)

Keadaan ini menunjukkan bahwa kelainan utama pada SNKM ini ialah hilangnya sawar muatan

negatif selektif. Namun pada SN dengan glomerulonefritis proliferatif klirens molekul kecil

menurun dan yang bermolekul besar meningkat. Keadaan ini menunjukkan bahwa disamping

hilangnya sawar muatan negatif juga terdapat perubahan pada sawar ukuran celah pori atau

kelainan pada kedua-keduanya.

Proteoglikan sulfah heparan yang menimbulkan muatan negatif pada lamina rara interna dan

eksterna merupakan sawar utama penghambat keluarnya molekul muatan negatif, seperti

albumin. Dihilangkannya proteoglikan sulfat heparan dengan heparitinase mengakibatkan

timbulnya albuminuria.

Di samping itu sialoprotein yaitu suatu polianion yang terdapat pada tonjolan kaki sel epitel,

tampaknya berperan sebagai muatan negatif di daerah ini yang penting untuk mengatur sel

viseral epitel dan pemisahan tonjolan-tonjolan kaki sel epitel.

Hipoalbuminemia

Jumlah albumin di dalam badan ditentukan oleh masukkan dan sintesis hepar dan pengeluaran

akibat degradasi metabolik, eksresi renal dan gastrointestinal dalam keadaan seimbang, laju

sintesis albumin, degradasi dan hilangnya dari badan adalah seimbang. Pada anak dengan SN

terdapat hubungan terbalik antara laju eksresi protein urin dan derajat hipoalbuminemia. Namun

hal ini bukan merupakan kolerasi yang ketat, terutama pada anak dengan proteinuria yang

menetap lama dan tidak responsif steroid, albumin serumnya dapat kembali normal atau hampir

normal dengan atau tanpa perubahan pada laju eksresi protein. Laju sintesis albumin pada SN

dalam keadaan seimbang ternyata tidak menurun, bahkan meningkat atau normal. Penelitian

pada anak ditemukan kenaikan laju sintesis 2 kali pada SN (dan pada anak dengan

hipoalbuminemia dengan penyebab non hepatik lainnya) menunjukkan bahwa kapasitas

meningkatkan sintesis hati terhadap albumin tidak cukup untuk mengkompensasi laju kehilangan

albumin yang abnormal.

Kelainan metabolisme lipid

Page 20: Makalah Belum Fix (1)

Pada pasien SN primer timbul hiperkolesterolemia dan hiperlipidemia dan kenaikan ini tampak

lebih nyata pada pasien dengan KM. Umumnya terdapat kolerasi terbalik antara konsentrasi

albumin serum dan kolestrol. Kadar trigliserida lebih bervariasi dan bahkan dapat normal pada

pasien dengan hipoalbuminemia ringan. Pada pasien SN konsentrasi lipoprotein densitas sangat

rendah (VLDL) dan lipoprotein densitas rendah (LDL) meningkat dan kadang-kadang sangat

mencolok. Lipoprotein densitas tinggi (HDL) umumnya normal atau meningkat pada anak-anak

dengan SN walaupun ratio kolestrol HDL terhadap kolestrol total tetap rendah. Seperti pada

hipoalbuminemia, hiperlipidemia dapat disebabkan oleh sintesis yang meningkat atau karena

degradasi yang menurun. Meningkatnya produksi lipoprotein di hati, diikuti dengan

meningkatnya sintesis albumin dan sekunder terhadap lipoprotein, melalui jalur yang berdekatan.

Namun meningkatnya kadar lipid dapat pula terjadi pada laju sintesis albumin yang normal.

Menurunnya degradsi ini berpengaruh terhadap hiperlipidemia karena menurunnya aktivitas

lipase lipoprotein. Menurunnya aktivitas ini mungkin sekunder akibat hilangnya α glikoprotein

asam sebagai perangsang lipase. Apabila albumin serum kembali normal, baik secara spontan

ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kelainan lipid ini menjadi normal

kembali.

Edema

Keterangan klinik pembentukan edema pada sindroma nefrotik sudah dianggap jelas dan secara

fisiologik memuaskan, namun beberapa data menunjukkan bahwa mekanisme hipotesis ini tidak

dapat memberikan penjelasan yang lengkap. Teori klasik mengenai pembentukan edema ini

(underfilled theory) adalah menurunnya tekanan onkotik intravaskular yang menyebabkan cairan

merembes ke ruang interstisial. Dengan meningkatnya permeabilitas kapiler glomerulus, albumin

keluar menimbulkan albuminuria dan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia menyebabkan

menurunnya tekanan onkotik koloid plasma intravaskular. Keadaan ini menyebabkan

meningkatnya cairan transudat melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruag

intertisial yang menyebabkan terbentuknya edema.

Kelainan glomerulus albuminuria hipoalbuminemia tekanan onkotik koloid plasma

volume plasma meningkat retensi Na renal sekunder meningkat edema

Page 21: Makalah Belum Fix (1)

(terbentuknya edema menurut teori underfilled)

Sebagai akibat pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri dalam

peredaran menurun dibanding dengan volume sirkulasi efektif. Menurunnya volume plasma atau

volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi

natrium dan air timbul sebagai usaha badan untuk menjaga volume dan tekanan intrvaskular agar

tetap normal dan dapat dianggap sebagai peristiwa kompensasi sekunder. Retensi cairan yang

secara terus-menerus menjaga volume plasma, selanjutnya akan mengencerkan protein plasma

dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma dan akhirnya mempercepat gerak

cairan masuk ke ruang intertisial. Keadaan ini jelas memperberat edema sampai terdapat

keseimbangan hingga edema stabil.

Dengan teori underfilled ini diduga terjadi kenaikan kadar renin plasma dan aldosteron sekunder

terhadap adanya hipovolemia. Hal ini tidak ditemukan pada semua pasien dengan SN. Beberapa

pasien SN menunjukkan meningkatnya volume plasma dengan tertekannya aktivitas renin

plasma dan kadar aldosteron. Sehingga timbul konsep teori overfilled. Menurut teori ini retensi

natrium renal dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada

stimulasi sistem perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma

dan cairan ekstraselular. Pembentukaan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam

ruang interstisial. Teori overfilled ini dapat menerangkan adanya volume plasma yang tinggi

dengan kadar renin plasma dan aldosteron menurun sekunder terhadap hipovolemia.

Kelainan glomerulus (albuminuria, hipoalbuminemia) retensi Na renal primer volume

plasma meningkat edema

(terjadinya edema menurut teori overfilled)

Pembentukan edema pada SN merupakan suatu proses yang dinamis dan mungkin saja kedua

proses underfilled dan overfilled berlangsung bersamaan pada waktu berlainan pada individu

yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin suatu kombinasi rangsangan yang

lebih dari satu dan ini dapat menimbulkan gambaran nefrotik.

Manifestasi klinik

Page 22: Makalah Belum Fix (1)

Di masa lalu orang tua menganggap penyakit SN adalah edema. Nafsu makan yang kurang,

mudah terangsang, adanya gangguan gastrointestinal dan sering terkena infeksi berat merupakan

keadaan yang sangat erat hubungannya dengan edema, sehingga gejala-gejala ini dianggap

sebagai akibat edema. Nmun dengan pengobatan kortikosteroid telah mengubah perjalanan

klinik SN secara drastis dan dapat dikatakan bahwa baik oleh anak, orang tua dan dokter SN

buka lagi merupakan masalah edema, tapi masalah salah satu efek samping obat terutama bagi

anak-anak yang tidak responsif terhadap pengobatan steroid.

Walaupun proteinuria kembali kambuh pada hampir 2/3 kasus kambuhnya edema dapat dicegah

pada umumnya dengan pengobatan segera. Namun edema persisten dengan komplikasi yang

menganggu merupakan masalah klinik utama. edema pada umumnya terlihat pada kelopak mata.

Edema minimal terlihat oleh orang tua atau anak yang besar sebelum dokter melihat pasien untuk

pertama kali dan memastikan kelainan ini. Edema dapat menetap atau bertambah baik lambat

atau cepat atau dapat menghilang dan timbul kembali. Selama periode ini edema periorbital

sering disebabkan oleh cuaca dingin atau alergi. Lambat laun edema menjadi menyeluruh, yaitu

ke pinggang, perut dan tungkai bawah sehingga penyakit yang sebenarnya menjadi tambah

nyata. Sebelum mencapai keadaan ini orang tua pasien sering mengeluh berat badan anak tidak

mau naik, namun kemudian mendadak berat badan bertambah dan terjadinya pertambahan ini

tidak diikuti oleh nafsu makan yang meningkat. Timbulnya edema pada anak dengan SN

disebutkan bersifat perlahan-lahan, tanpa mnyebut kelainan glomerulusnya. Pada anak dengan

SNKM edema timbul secara lebih cepat dan progresif dalam beberapa hari atau minggu dan

lebih perlahan dan intermitten pada kelainan glomerulus jenis lainnya, terutama pada GN

membrano-proliferatif (GNMP). Edema berpindah dengan perubahan posisi dan akan lebih jelas

di kelopak mata dan muka sesudah tidur sedangkan pada tungkai tampak selama dalam posisi

berdiri. Edema pada anak pada awal perjalanan penyakit SN umunya dinyatakan sebagai lembek

dan pitting. Pada edema ringan dapat dirasakan pada pemakaian baju dan kaos kaki yang

menyempit. Kadang pada edema yang masif terjadi robekan pada kulit secara spontan dengan

keluarnya cairan. Pada keadaan ini, edema telah mengenai semua jaringan dan menimbulkan

asites, pembengkakan skrotum atau labia bahkan efui pleura. Muka dan tungkai pada pasien ini

mungkin bebas dari edema dan memperlihatkan jaringan seperti malnutrisi sebagai tanda adanya

edema menyeluruh sebelumnya.

Page 23: Makalah Belum Fix (1)

Gangguan gastrointestinal

Gangguan ini sering ditemukan dalam perjalanan penyakit SN. Diare sering dialami pasien

dalam keadaan edema yang masif dan keadaan ini rupanya tidak berkaitan dengan infeksi namun

diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus. Hepatomegali dapat ditemukan pada

pemeriksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau

keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri di perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada

keadaan SN yang kambuh. Kemungkinan adanya abdomen akut atau peritonitis harus

disingkirkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lainnya. Bila komplikasi ini tidka ada,

kemungkinan penyebab nyeri tidak diketahui namun dapat disebabkan karena edema dinding

perut atau pembengkakan hati. Kadang nyeri dirasakan terbatas pada daerah kuadran kanan atas

abdomen. Nafsu makan kurang berhubungan erat dengan adanya edema yang diduga sebagai

akibatnya. Anoreksia dan hilangnya protein di dalam urin mengakibatkan malnutrisi berat yang

kadang ditemukan pada pasien SN non-responsif steroid dan persisten. Pada keadaan asites berat

dapat terjadi hernia umbilikalis dan prolaps ani.

Gangguan pernapasan

Oleh karena adanya distensi abdomen dengan atau tanpa efusi pleura maka pernapasan sering

terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian

infus albumin dan obat furosemid.

Gangguan fungsi psikososial

Keadaan ini sering ditemukan pada pasien SN, seperti halnya paa penyakit berat umumnya yang

merupakan stress non spesifik terhadp anak yang sedang berkembang dan keluarganya.

Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien,

namun juga dialami oleh anak sendiri. Perkembangan dunia sosial anak menjadi terbatas. Anak

dengan SN ini akhirnya menimbulkan beban pikiran karena akan membentuk pengertian dan

bayangan yang salah mengenai penyakitnya.

Page 24: Makalah Belum Fix (1)

Klasifikasi histopatologis

Klasifikasi berlainan histopatologis glomerulus pada SN yang digunakan sesuai dengan

rekomendasi komisi internasional (1982). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan

dengan pemeriksaana mikroskop cahaya, ditambah dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan

imunofluoresensi. Pada tabel dibawah inidipakai istilah atau terminologi yang sesuai dengan

laporan ISKDC (1970) dan Habib dan Kleinknecht (1971)

Klasifikasi kelainan glomerulus pada SN primer

Kelainan minimal (KM)

Glomerulosklerosis

Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif

Glomerulonefritis kresentik (GNK)

Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

GNMP tipe II dengan deposit intramembran

GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial

Glomerulopati membranos (GM)

Glomerulopati kronik lanjut (GNKL)

Morfologi kelainan glomerulus primer

A. Penyakit kelainan miniml (KM)

Mikroskop cahaya (MC)

Kadang-kadang glomerulus obsolesen (sampai 10% pada anak), tanpa disertai atrofi

tubular, penebalan mesangium ringan ( sampai 2 kali lebar normal) dan peningkatan

selularitas ringan ( sampai 3 sel per daerah mesangial). Sel epitel viseral tampak bengkak

Page 25: Makalah Belum Fix (1)

dan dapat mengandung butir protein di dalam sitoplasma yang dengan pewarnaan PAS

positif.

Tubulus proksimal umumnya mengandung protein dan butir-butir lipid di dalam

sitoplasma, silinder hialin di dalam lumen dan kadang-kadang ditemukan daerah-daerah

kecil dengan kalsifikasi.

Mikroskop elektron (ME)

Perubahan paling jelas adalah hilangnya tonjolan kaki sel epitel viseral, sehingga badan

sel berhubungan dengan membran basal lebih erat. Beratnya proteinuria dan hilangnya

tonjolan kaki mempunyai hubungan langsung pada anak dengan KM. Sel podosit ini

membengkak dan bervakuola, mengandung butir-butir protein dan lipid yang diabsorbsi,

dan sering ditemukan mikrovili yang halus menonjol di permukaan yang menghadap

ruang bowman.

B. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

Penyakit glomerulus fokal merupakan suatu proses penyakit yang mengenai hanya

beberapa glomerulus, sedang yang lainnya tampak normal. Penyakit glomerular

segmental menyatakan beberapa lobus glomerulus terkena, sedangkan yang lain masih

normal. Kelainan ini dapat dijumpai pada beberapa kelainan glomerulus atau bahkan

pada kelainan tubulointerstisial. Namun kelainan ini ditemuka tersendiri pada pasien

dengan SN.

Mikroskop cahaya

Kelainan khas pada GSFS terdiri atas daerah perpadatan di dalam glomerulus terdapat

beberapa kapiler kolaps, pertambahan matriks mesangial, mungkin terdapat pertambahan

sel mesangial, dan endapan sejumlah hialin di dalam mesangium atau lumen kapiler.

Pada kelainan yang lanjut, sel mengandung butir-butir lemak terlihat sebagai sel busa

(foam cells).

Mikroskop elektron

Page 26: Makalah Belum Fix (1)

Terdapat perpaduan podosit dan kelainan mesangial. Rich yang pertama menaruh

perhatian pada SN dengan GSFS, melihat kenyataan bahwa skelrosis glomerulus

umumnya mulai di daerah jukstamedula ginjal. Progresivitas sklerosis fokal ditandai

dengan terkenanya lebih banyak glomerulus dan segmen glomerulus yang lebih besar,

sampai proses ini hampir menjadi difus.

Mikroskop imunofluoresensi

Pada MI, pada daerah hialin segmental tampak endapan imunoglobulin, terutama IgM

dan C3, Tetapi kadang-kadang juga IgG, C1q dan fibrin. Deposit mesangial IgM granular

halus walaupun jarang ditemukan juga pada glomerulus yang tidak sklerotik. Namun

pada banyak kasus tidak ditemukan deposit. Lapisan sel podosit bila dipulas dengan besi

koloid, menunjukkan pulasan warna yang berkurang di daerah sklerosis fokal.

C. Glomerulonefritis proliferatif mesangial (GNPM)

Secara histologis kelainan ini menunjukkan pembesaran merata dan pertambahan

selularitas di daerah mesangial yang mengandung masing-masing 4 sel.

Mikroskop cahaya

Terdapat peningkatan matriks mesangial, lumen kapiler tetap utuh, sedangkan dinding

kapiler tipis dan halus. Pada tingkat lanjut mungkin terdapat sklerosis mesangial, disertai

kadang-kadang perlengketan kapsul dan beberapa daerah sklerosis segmental. Tubulus

menunjukkan kelainan pada SN pada umunya dan jaringan interstisial dapat mengandung

sel busa (foam cells), tidak terdapat kelainan vaskular spesifik.

Mikroskop elektron

Pada umumnya ditemukan pertambahan sel mesangial dan matriks. Disamping itu

ditemukan di dalam mesangium, pre mesangium dan kaang-kadang di daerah subepitel

deposit padat kecil-kecil bertaburan.

Mikroskop imunofluoresensi

Page 27: Makalah Belum Fix (1)

Ditemukan endapan IgM difus di dalam mesangium. Imunoglubulin lain dan komplemen

dapat juga ditemukan pada GNPM.

D. Glomerulonefritis membranoploriferatif (GNMP)

Dikenal 3 sub tipe pada kelainan ini yaitu tipe 1 yang merupakan tipe klasik dan tipe III

yang erat hubungannya, hanya berbeda pada letak deposit imunnya. Sedang tipe II, atau

penyakit depost padat (dense deposit disease) walaupun klinis hampir serupa, namun

menunjukkan kelainan morfologis dan imunologis yang sangat berbeda, sehingga

merupakan suatu penyakit yang berbeda.

Mikroskop cahaya

GNMP disebut juga sebagai glomerulonefritis mesangiokapiler yang pada mikroskop

cahaya

Menunjukkan kelainan pada mesangium dan kapiler. Glomerulus tampak besar karena

proliferasi sel mesangium dan pertambahan matriks mesangial, sehingga menyebabkan

meluasnya daerah mesangial dan terbentuk gambaran lobulasi glomerulus (lobular

pattern). Pada saat bersamaan mesangium yang berploriferasi melingkari gelung kapiler

di antara sel endotel dan membran basal, sehingga terjadi duplikasi membran basal

(double track).

Mikroskop elektron

Struktur halus dinding kapiler tampak jelas. Sel mesangial dikelilingi oleh matriks

mesangial ada di antara membran basal dan sel endotel. Gambaran double track tampak

karena pemutaran bersamaan antara matriks mesangial dan membran basal kapiler, yang

kedua-duanya melingkari dinding kapiler.

Mikroskop imunofluoresensi

GNMP tipe I selalu menunjukkan deposit C3 di pinggir lobulus dan di dalam mesangium.

Penyakit deposit padat (dense deposit disease)

Page 28: Makalah Belum Fix (1)

Mikroskop cahaya

GNMP tipe II pada mikroskop cahaya ditandai dengan kurangnya derajat pelebaran

mesangial dengan pertambahan sel mesangial dan matriks yang sedang. Umumnya

dinding kapiler tidak menunjukkan interposisi mesangial sebaliknya membran basal

tampak menebal dan dipulas kuat dengan eosin atau PAS.

Mikroskop imunofluoresensi

GNMP tipe II dengan MI dibedakan terutama dengan adanya deposit C3 di mesangium

dan sepanjang dinding kapiler.

E. Glomerulopati membranosa (GM)

Dibedakan 2 jeni bentuk klinik yaitu idiopatik dan sekunder. Penyakit GM ditandai

dengan kelainan dinding kapiler glomerulus yang progresif dan kompleks. Berdasarkan

ME, kelainan ini terdiri atas deposit pada elektron dan spikes yang tampak menonjol dari

membran basal. Deposit ini homogen, berdekatan dan dipisahkan oleh spikes.

Dengan pemeriksaan MI ditemukan deposit glanural IgG dan C3 dan kadang-kadang

IgA, IgM atau komponen awal komplemen (Ciq, C4).

komplikasi pada SN

Komplikasi pada SN dapat terjadi sebagai bagian dari penyakitnya sendiri atau sebagai akibat

pengobatan

1. kelainan koagulasi dan timbulnya trombosit

secara ringkas, kelainan hemostatik pada SN dapat timbul dari dua mekanisme yang

berbeda.

1. Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan : a) meningkatnya degradasi

renal dan hilangnya protein di dalm urin seperti antritrombin III, protein S bebas,

plasminogen dan α antiplasmin. b) hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit

lewat tromboksan A2, meningkatnya sintesis protein prokoagulan karena hipoksia

dan tertekannya fibrinolisis.

Page 29: Makalah Belum Fix (1)

2. Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit

dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerulus yang selanjutnya

mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.

2. Perubahan hormon dan mineral

Pada pasien SN berbagai gangguan hormon timbul karena protein pengikat hormon

hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada bebrapa

pasien SN dan laju eksresi globulin umumnya berkaitan dengan bertanya proteinuria.

Pada SN penelitian mengenai fungsi tiroid menunjukkan nilai dalam batas normal namun

nilai mean T3 dan TBG, lebih rendah dari kontrol. Terdapat juga peningkatan eksresi T3

urin T4.

Hipokalsemia pada SN disebabkan oleh albumin serum yang rendah, dan berakibat

menurunnya kalsium terikat, tetapi fraksi yang terionisasi normal dan menetap. Di

samping itu sering terdapat hipokalsiuria, yang kemabli menjadi normal dengan

membaiknya proteinuria. Juga terdapat absorbsi kalsium gastrointestinal yang menurun.

Hubungan antara hipokalsemia, hipokalsiuria dan menurunnya absorbsi kalsium dalam

gastrointestinal menunjukkan kemungkinan adanya kelainan metabolisme vitamin D.

3. Pertumbuhan abnormal dan nutrisi

Telah diketahui sejak lama bahwa pertumbuhan badan sangat menurun dan terhenti sama

sekali pada anak dengan SN yang tidak dikontrol.

Penyebab utama retardasi pertumbuhan pada pasien dengan SN tanpa diberikan

kortikosteroid adalah malnutrisi protein, kalori, kurang nafsu makan sekunder, hilangnya

protein dalam urin, dan malabsorbsi karena edema saluran gastrointestinal. Sekarang

penyebab utama dalah karena pengobatan dengan kortikosteroid. Pengobatan

kortikosteroid dosis tinggi dan waktu lama dapat memperlambat maturasi tulang dan

terhentinya pertumbuhan linier.

4. Infeksi

Page 30: Makalah Belum Fix (1)

Meningkatnya kerentanan terhadap infeksi adalah biasa pada anak dengan SN yang

relaps. sebelum ditemukan obat antibiotik, kebanyakan kematian disebabkan oleh infeksi,

sering mengenai paru-paru dan peritoneum. Dengan ditemukan pengobatan antibiotik dan

pengenalan infeksi berat dan cepat, maka mortalitas sangat berkurang, walaupun

kematian karena infeksi masih terjadi.

Beberpaa sebab meningkatnya kerentanan terhadap infeksi adalah :

- Kadar imunoglobulin yang rendah

- Defisiensi protein secara umum

- Gangguan opsonisasi terhadap bakteri

- Hipofungsi limpa

- Dan akibat pengobatan imunosupresif

5. Peritonitis

Laporan oleh Krensky dkk. Ada tahun 1982 menunjukkan pada 351 anak dengan SN

terdapat 24 kali peritonitis pada 19 anak, yang merupakan angka kejadian 5%.

Streptokokus pneumonia merupakan penyebab pada sebagian pasien dan seperempat

lainnya oleh kuman e.coli, pada penelitian lain streptokokus pneumonia merupakan

patogen utama yaitu 38% dan 27% lainnya menunjukan kultur negatif pada biakan cairan

peritoneum namun memberi respon klinik dengan penisilin.

6. Infeksi kulit

Erupsi erisipeloid pada kulit perut atau paha sering ditemukan. Pinggiran kelainan kulit

ini berbatas tegas, tetapi kurang menonjol seperti pada erisipelas dan biasanya tidak

ditemukan organisme apabila kelainan kulit ini dibiak.

7. Anemia

Anemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada SN. Anemianya hipokrom

mikrositik, karena defisiensi besi yang tipikal, namun resisten terhadap pengobatan besi.

Pada pasien dengan volume vaskular yang bertambah anemianya terjadi karena

Page 31: Makalah Belum Fix (1)

pengenceran. Pada beberapa pasien terdapat transferin serum yang sangat menurun,

karena hialngnya protein ini di urin dalam jumlah besar.

8. Gangguan tubulus renal

Hiponatremia sering ditemukan pada anak dengan SN. Keadaan ini sering disebabkan

oleh retensi air daripada kekurangan natrium. Walaupun telah dibuktikan adanya

gangguan pada klirens air bebas pada pasien SN, yang mungkin disebabkan oleh

meningkatnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya hantaran

natrium dan air ke ansa henle tebal. Gangguan pengasaman urin ditandai oleh

ketidakmampuan menurunkan pH urin sesudah pemberian beban asam. Pengamatan

menunjukkan bahwa kelainan bagian distal ini disebabkan oleh oleh menurunnya

hantaran natrium ke arah asifidikasi distal. Keadaan ini diperbaiki dengan pemberian

furosemid yang meningkatkan hantaran ke tubulus distal dan menimbulkan lingkaran

intraluminal yang negatif yang diperlukan untuk sekresi ion hidrogen maksimal.

Pengobatan SN

Pengobatan imunosupresif

Beberapa obat-obat imunosupresif seperti kortikosteroid, obat sitotoksik dan sikloporin, dapat

menimbulkan remisi proteinuria dan melindungi fungsi gijal paling tidak pada beberapa jenis

glomerulonefritis primer. Agak disayangkan semua obat-obatan ini mempunyai indeks terapeutik

yang rendah. Dalam menentukan kapan dan bagaimana obat-obatan ini digunakan haruslah

mengetahui efek samping yang ditimbulkan dan hasil yang mungkin diperoleh pada berbagai sub

golongan sindrom nefrotik ini dan mengatur strategi untuk meningkatkan secara maksimal

indeks terapeutiknya.

Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)

Page 32: Makalah Belum Fix (1)

SNKM merupakan kelompok yang terbesar meliputi 70-80% kasus dengan SN pada anak.

Menurut Brodehl ada 3 tujuan utama pengobatan pada KM adalah :

1. Membuat SN ini dalam keadaan remisi secepat mungkin untuk mencegah komplikasi

2. Mencegah relaps, dan

3. Mencegah efek samping iatrogenik pada penyakit yag kambuh berulang dalam waktu

lama

Kortikosteroid merupakan pengobatan awal SNKM. Proteinuria menghilang 90% pada

anak selama pengobatan 8 minggu dengan prednison, dengan dosis 60 mg/m2/hari untuk

4 minggu, diikuti dengan 40 mg/m2/48 jam untuk 4 minggu berikutnya. Setengah dari

pasien ini remisinya terjadi dalam minggu pertama dan kebanyakan pasien lainnya terjadi

remisi dalam 4 minggu berikutnya. Namun sayangnya banyak pasien kambuh setelah

remisi. Laju relaps rupanya dipengaruhi oleh lamanya pengobatan awal. Kira-kira 80%

anak relaps dalam 1 tahun apabila prednison diberikan dalam 4 minggu, 60 % relaps

sesudah pengobatan 8 minggu, dan hanya 36 % relaps apabila prednison diberikan

selama 12 minggu. Pada anak lamanya pengobatan awal mempengaruhi resiko relaps.

Untuk mengurani resiko relaps pengobatan awal harus diperpanjang. Disamping itu

prednison dosisnya diturunkan secara perlahan, tidak mendadak untuk mencegah efek

rebound yang dapat menimbulkan relaps. Dianjurkan pemberian prednison dosis 60

mg/m2/hari sampaiproteinuria hilang untuk 3 hari berturut-turut. Kemudian pengobatan

dilanjutkan dengan prednison selang sehari dengan dosis 40 mg/m2/48 jam untuk

sekurangnya 12 minggu dengan penurunan prednison selanjutnya dengan 5-10 mg/m2/48

jam tiap bulan.

Umumnya kebanyakan anak memberikan respons dalam 4 minggu pertama, namun pada

beberapa pasien responnya dapat tertunda. Jadi pemberian prednison diperpanjang untuk

8-12 minggu sebelum seorang anak dianggap resisten steroid. Pengobatan baku ISKDC

pada anak terdiri atas 60 mg/m2/hari ( dengan maksimum 80 mg/hari) dan dosis ini

diberikan sampai urin bebas protein 3 hari berturut-turut. Kemudian prednison dapat

diberikan selang sehari selama 4 minggu dengan dosis 40 mg/m2/48 jam. Pemberian

prednison maksimum pada pasien yang tidak responsif dini harus sama dengan episode

Page 33: Makalah Belum Fix (1)

pertama. Pasien dengan relaps dua kali atau lebih atau lebih dalam 6 bulan sesudah

episode pertama atau empat kali atau lebih dalam 12 bulan disebut relaps frekuen. Pasien

yang relaps dalam 14 hari sesudah steroid dihentikan atau relaps bila dosis dikurangi

disebut dependen steroid.

Siklosporin-A (Cy-A) merupakan obat alternatif lain daripada steroid. Kebanyakan

pasien dependen steroid remisi dipertahankan dengan CyA, yang diberikan sesudah

terjadi remisi dengan steroid. Sesudah obat ini dihentikan relaps dini terjadi, namun tidak

pada semua pasien. Relaps ini tampaknya tidak akan terjadi jika CyA diberikan dalam

jangka waktu lama dan dosisnya diturunkan dalam waktu perlahan-lahan.

Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

GSFS merupakan penyakit klinikopatologis yang heterogen yang merupakan komplikasi

beberapa penyakit. Dalam bentuk idiopatik, GSFS umunya dikaitkan dengan SN.

Kebanyakan pasien nefrotik dengan GSFS berlanjut menjadi gagal ginjal kronik terminal

dalam 10 tahun sesudah awitan klinis. Nasib kelainan ginjal GSFS pada anak dan orang

dewasa adalah sama, walaupun anak kadang-kadang menunjukkan respons lebih baik

terhadap pengobatan. Kebanyakan pasien dengan GSFS mencapai remisi komplit dengan

prednison dosis tinggi dalam pemberian jangka pendek.

CyA juga mulai dipakai untuk mengobati GSFS. Dari kepustakaan dilaporkan 40%

pasien dipertahankan tanpa SN dengan pengobatan CyA.

Glomerulonefritis membranoploriferatif (GNMP)

GNMP merupakan penyakit yang jarang pada anak. Umumnya penyakit terjadi pada

semua umur tetapi sering terjadi pada umur 8-30 tahun. GNMP dibagi dalam tipe I, II dan

III atas dasar gambaran yang berbeda di bawah mikroskop cahaya, imunofluoresensi dan

mikroskop elektron, tetapi prognosis dan perjalanan penyakit dari ke tiga tipe ini sama.

Prognosisnya sering kurang baik terhadap pasien dengan insufisiensi ginjal.

Sebagai ringkasan pengobatan terhadap GNMP masih belum jelas. Pengobatan

simptomatik dan pengawasan yang baik terhadap tekanan darah merupakan hal yang

penting. Pada kasus SN yang mempunyai prognosis ginjal yang buruk, pengobatan

Page 34: Makalah Belum Fix (1)

dengan steroid dapat dicoba. Dianjurkan pengobatan dengan prednison selang sehari

dengan dosis 2.0 mg/kgBB/48 jam untuk 2 bulan, dengan penurunan dosis secara

berangsur pada periode berikutnya. Apabila tidak terdapat respons dalam waktu 4-6

bulan, obat steroid harus dihentikan.

Glomerulopati membranosa (GM)

Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang dewasa. Prognosisnya sulit diduga

sebelumnya, karena kadang-kadang fungsi ginjal tetap normal dan bahkan dapat terjadi

remisi spontan. Sedangkan 30-50 % berlanjut menjadi gagal ginjal terminal dalam waktu

10 tahun sejak awitan klinis. Proteinuria berat yang menetap dan adanya kelainan

tubulointerstisial pada biopsi awal merupakan faktor yang berhubungan dengan

menurunnya fungsi ginjal secara progresif. Sebaliknya pasien dengan remisi proteinuria

komplit mempunyai prognosis lebih baik walaupun dalam jangka lama.

Hasil pengobatan dengan kortikosteroid pada GM masih bertentangan. Penelitian dengan

kontrol menggunakan obat sitotoksik juga memberikan hasil yang bertentangan walaupun

menunjukkan efek perbaikan terhadap proteinurianya. Ada anggapan bahwa GM secara

alamiah mempunyai perjalanan penyakit yang lebih baik dan diberikan pengobatan

simptomatik saja. Yang lain mengkhawatirkan terhadap toksisitas potensial dan lebih

suka memakai kortikosteroid saja, sedang yang lain meggunakan kombinasi

kortikosteroid dan obat alkil.

Kapan pengobatan dimulai masih merupakan masalah yang diperdebatkan. Beberapa ahli

klinik menganjurkan untuk menunggu satu atau dua tahun sesudah tmbulnya gejala klinik

SN untuk mencegah pengobatan bagi pasien yang mungkin timbul remisi spontan.

Pengobatan suportif

Dalam penanganan pasien SN harus diperhatikan tidak saja pendekatan farmakologis

khusus terhadap penyakit glomerular yang mendasarinya tetapi juga tindakan yang

ditujukan terhadap pencegahan dan pengobatan sekuele klinis oleh proteinuria yang

masif.

Page 35: Makalah Belum Fix (1)

Pengobatan diitetik

Masukan natrium harus dibatasi ± 2 gram/hari untuk mengurangi keseimbangan natrium

yang positif. Dari sudut praktis umumnya cukup dengan menganjurkan tidak

menambahkan garam ke dalam makanan. Pembatasan garam yang tepat hanya diberikan

terhadap pasien yang tidak memberi respons terhadap diuretika. Dahulu masukan protein

tinggi dianjurkan untuk mengimbangi keluarnya protein dalam urin. Namun cara ini akan

meningkatkan permeabilitas glomerulus terhadap makromolekul yang berakibat

peningkatan proteinuria lebih lanjut sedangkan keseimbangan protein tetap negatif dan

kadar albumin serum yang rendah akan menetap.

Pemberian diit protein tinggi pada SN dicegah dan menganjurkan diit yang mengandung

protein 2gram/KgBB/hari. Diit penuruna lipid (<200 mg/hari kolesterol, jumlah lemak

<30% dari kalori total dan asam lemak tidak jenuh 10% dari jumlah seluruh kalori).

Edema

Apabila edema tidak memberikan respon dengan membatasi pemasukan garam dalam

makanan, maka sering diperlukan pemberian diuretika. Langkah pertama dapat diberikan

obat tiazid, sebaiknya dikombinasikan dengan obat penahan kalium, seperti sprinolakton

atau triamteren. Namun banyak pasien terutama dengan anasarka, volume berlebih, atau

dengan kongersti paru-paru tidak memberikan respons terhadap obat tiazid. Untuk

keadaan ini diperlukan pemberian furosemid, asam etakrin atau bumetamid. Di antara

obat-obatan ini furosemid yang paling sering dipakai karena toleransi yang baik bahkan

dengan dosis yang snagat tinggi furosemid dapat diberikan baik secara intravena ataupun

orl, dengan dosis berkisar antara 25-1000 mg/hari, bergantung pada berat edema dan

rspons pengobatan.

Proteinuria dan hipoalbuminemia

Pemberian albumin per intravena kepada pasien nefrotik merupakan prosedur yang mahal

dan meningkatkan klirens albumin ginjal dan menaikkan konsentrasi albumin plasma

hanya sedikit dan bersifat sementara. Infus albumin hanya diberikan untuk pasien dengan

deplesi volume plasma simptomatik dengan hipotensi. Bebrapa obat dapat mengurangi

keluarnya protein di dalam urin antara lain ACE Inhibitor mempunyai efek

Page 36: Makalah Belum Fix (1)

antiproteinuria yang penting, walaupun ACE Inhibitor secara teoritis menurunkan

tekanan darah dan vasodilatasi pascaglomerulus dapat memberi efek antiproteinuria

namun efek ini mungkin berkaitan dengan adanya perubahan pad permeabilitas

glomerulus terhadap makromolekul. Efek antiproteinuria ini bergantung pada dosis, lama

pengobatan dan masukan natrium. Pengobatan dengan ACE Inhibitor umumnya dapat

ditoleransi oleh beberapa pasien namun dapat timbul anemia, hipotensi atau batuk kering.

Dalam praktek untuk mendapatkan efek antiproteinuria yang maksimal pasien diminta

untuk mengikuti diet rendah garam. Pemberian ACE inhibitor dimulai dengan dosis

rendah untuk menguji toleransinya, kemudian dosis dinaikkan secara progresif sampai

dosis toleransi maksimal. Pengobatan diperpanjang beberapa minggu sebelum dinilai

hasilnya.

Hiperlipidemia

Pada kebanyakan pasien SN, diet saja tidak cukup menurunkan hiperlipidemia. Berbagai

obat penurun lipid seperti probukol, asam nikotinat, resin, derivat asam fibrik, dan akhir-

akhir ini hidroksimetil glutaril ko-enzim A (HGM-A) penghambat reduktase, telah

digunakan pada SN.

Pada saat ini, penghambat HMG-CoA , seperti lovastatin, pravastatin dan simvastatin

merupakan obat pilihan untuk mengoati hiperlipidemia pada SN. Obat- obat ini

menghambat enzim dalam biosintesis kolesterol.

Hiperkoagulabilitas

Tromboemboli merupakan komplikasi yang serius dan sering dijumpai pada SN. Obat-

obat koagulan dapat menurunkan terjadinya resiko trombosis namun mengandung resiko

timbulnya komplikasi perdarahan. Pemakaiannya terbatas pada keadaan terjadinya resiko

trombosis seperti pada tirah baring yang lama, pembedahan saat dehidrasi atau saat

pemberian kortikosteroid i.v dosis tinggi. Namun sekarang keuntungan pemberian

antikoagulan profilaktik lebih besar pada pasien GM daripada resiko trombosis

intravaskular. Kapan obat diberikan masih belum jelas. Oleh karena itu resiko trombosis

masih tetap tinggi selama SN menetap maka secara teoritis pemberian antikoagulan

diteruskan sampai remisi atau diberikan seumur hidup. Pemberian antikoagulan jangka

Page 37: Makalah Belum Fix (1)

lama ini merupakan keharusan untuk pasien yang mengalami dua atau lebih episode

trombosis atau satu episode yang mengancam kehidupannya.

Page 38: Makalah Belum Fix (1)

KESIMPULAN

Demikian hasil diskusi kelompok kami yang telah kami sajikan dalam bentuk makalah

ini. Kesimpulan kelompok kami, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboratorium yang di dapat, kami mendiagnosis anak laki- laki ini menderita Sindrom Nefrotik

Primer, dikarenakan pada pasien ini ditemukannya gejala-gejala khas pada sindrom nefrotik

seperti oedem anasarka, urin yang berwarna keruh, proteinuria, hipoalbuminemia dan

hiperkolesterolemia.

ini gua dapat patof tadi, terserah mau dipake atau ga

http://www.scribd.com/doc/106694572/WOC-Sindrom-Nefrotik