MAKALAH-APENDISITIS.doc

27
BAB I PENDAHULUAN A. PENGERTIAN Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Pada masyarakat umum,sering juga disebut dengan istilah radang usus buntu. Akan tetapi, istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Sedangkan apendiks atau yang sering disebut juga dengan umbai cacing adalah organ tambahan pada usus buntu. Umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. B. ANATOMI Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan pada orang dewasa umbai cacing berukuran sekitar 10 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap yaitu berpangkal di sekum, lokasi ujung 1

Transcript of MAKALAH-APENDISITIS.doc

Page 1: MAKALAH-APENDISITIS.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,

dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Pada masyarakat

umum,sering juga disebut dengan istilah radang usus buntu. Akan tetapi, istilah

usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat,

karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum).

Sedangkan apendiks atau yang sering disebut juga dengan umbai cacing

adalah organ tambahan pada usus buntu. Umbai cacing atau dalam bahasa

Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung

yang menyambung dengan caecum.

B. ANATOMI

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Apendiks

merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-

kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan pada orang dewasa umbai cacing berukuran

sekitar 10 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap yaitu berpangkal di

sekum, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda-beda, yaitu di retrocaecal atau

di pinggang (pelvis) yang pasti tetap terletak di peritoneum.

Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan melebar pada

bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan

sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam

retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks terdapat 3 tanea

coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam

menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak

adalah Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%),

Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).

1

Page 2: MAKALAH-APENDISITIS.doc

Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari

bagian bawah arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk arteri akhir atau

ujung. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks

menuju ke nodus limfe ileocaecal.

C. FUNGSI APENDIKS

Organ apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang

tidak mempunyai fungsi. Tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks

adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi

immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh). Immunoglobulin sekretoal

merupakan zat pelindung yang efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem

imun). Dan immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah

Ig-A. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak

mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang

terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada

saluran cerna lain.

Selain itu, apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari. Lendir itu

secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum.

Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut merupakan salah satu penyebab

timbulnya appendisitis.

Fungsi appendiks masih mengalami banyak perdebatan, namun para ahli

meyakini antara lain sebagai berikut :

1. Berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh

Antara lain menghasilkan Immunoglobulin A (IgA) seperti halnya

bagian lain dari usus. IgA merupakan salah satu immunoglobulin

(antibodi) yang sangat efektif melindungi tubuh dari infeksi kuman

penyakit. Loren G. Martin, professor fisiologi dari Oklahoma State

University, berpendapat bahwa appendiks memiliki fungsi pada fetus dan

dewasa. Telah ditemukan sel endokrinpada appendiks dari fetus umur 11

2

Page 3: MAKALAH-APENDISITIS.doc

minggu yang berperanan dalam mekanisme kontrol biologis (homeostasis).

Pada dewasa, Martin berpendapat bahwa appendiks sebagai organ limfatik.

Dalam penelitiannya terbukti appendiks kaya akan sel limfoid, yang

menunjukkan bahwa appendiks mungkin memainkan peranan pada sistem

imun. Pada dekade terakhir para ahli bedah berhenti mengangkat

appendiks saat melakukan prosedur pembedahan lainnya sebagai suatu

tindakan pencegahan rutin, pengangkatan appendiks hanya dilakukan

dengan indikasi yang kuat, oleh karena pada kelainan saluran kencing

tertentu yang membutuhkan kemampuan menahan kencing yang baik

(kontinen), apendiks telah terbukti berhasil ditransplantasikan kedalam

saluran kencing yang menghubungkan buli (kandung kencing) dengan

perut sehingga menghasilkan saluran yang kontinen dan dapat

mengembalikan fungsional dari buli.

2. Apendiks dianggap sebagai struktur vestigial (sisihan) yang tidak memiliki

fungsi apapun bagi tubuh.

Dalam teori evolusi, Joseph McCabe mengatakan:

The vermiform appendage—in which some recent medical writers have

vainly endeavoured to find a utility—is the shrunken remainder of a large

and normal intestine of a remote ancestor. This interpretation of it would

stand even if it were found to have a certain use in the human body.

Vestigial organs are sometimes pressed into a secondary use when their

original function has been lost.

Menurut Darwin, Appendiks dulunya berguna dalam mencerna

dedaunan seperti halnya pada primata. Sejalan dengan waktu, kita

memakan lebih sedikit sayuran dan mulai mengalami evolusi, selama

ratusan tahun, organ ini menjadi semakin kecil untuk memberi ruang bagi

perkembangan lambung. appendiks kemungkinan merupakan organ

vestigial dari manusia prasejarahyang mengalami degradasi dan hampir

3

Page 4: MAKALAH-APENDISITIS.doc

menghilang dalam evolusinya. Bukti dapat ditemukan pada hewan

herbivora seperti halnya Koala. Sekum dari koala melekat pada perbatasan

antara usus besar dan halus seperti halnya manusia, namun sangat panjang,

memungkinkan baginya untuk menjadi tempat bagi bakteria spesifik untuk

pemecahan selulosa. Sejalan dengan manusia yang semakin banyak

memakan makanan yang mudah dicerna, mereka semakin sedikit

memakan tanaman yang tinggi selulosa sebagai energi. Sekum menjadi

semakin tidak berguna bagi pencernaan hal ini menyebabkan sebagian dari

sekum semakin mengecil dan terbentuklah appendiks.

Teori evolusi menjelaskan seleksi natural bagi appendiks yang lebih

besar oleh karena appendiks yang lebih kecil dan tipis akan lebih baik bagi

inflamasi dan penyakit.

3. Menjaga Flora Usus

William Parker, Randy Bollinger, and colleagues at Duke University

mengajukan teori bahwa appendiks menjadi surga bagi bakteri yang

berguna, saat penyakit menghilangkan semua bakteria tersebut dari seluruh

usus. Teori ini berdasarkan pada pemahaman baru bagaimana sistem imun

mendukung pertumbuhan dari bakteri usus yang berguna. Terdapat bukti

bahwa appendiks sebagai alat yang berfungsi dalam memulihkan bakteri

yang berguna setelah menderita diare.

Pada akhirnya semua makhluk yang diciptakan Allah adalah dengan

maksud dan tujuan tertentu. Kita harus menghargai setiap spesies dan

organ yang ada padanya sebagai sesuatu yang memiliki fungsi dan

kegunaannya masing-masing.

4

Page 5: MAKALAH-APENDISITIS.doc

D. KLASIFIKASI APENDISITIS

Klasifikasi Apendisitis ada 2, yaitu :

1. Apendisitis Akut, dibagi atas :

a. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan

timbul striktur lokal.

b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

Appendisitis akut dalam 48 jam dapat menjadi :

a. Sembuh

b. Kronik

c. Perforasi

d. Infiltrat

2. Apendisitis Kronis, dibagi atas :

a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, yaitu setelah sembuh akan

timbul striktur lokal.

b. Apendisitis kronis obliteritiva, yaitu appendiks miring dimana

biasanya ditemukan pada usia tua.

5

Page 6: MAKALAH-APENDISITIS.doc

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENYEBAB

Kita sering mengasumsikan bahwa apendisitis berkaitan dengan makan

biji cabai. Hal ini tidak sepenuhnya salah. Namun yang mendasari terjadinya

apendisitis adalah adanya sumbatan pada saluran apendiks. Yang menjadi

penyebab tersering terjadinya sumbatan tersebut adalah fekalit. Fekalit

terbentuk dari feses yang terperangkap di dalam saluran apendiks. Selain

fekalit, yang dapat menyebabkan terjadinya sumbatan adalah cacing atau benda

asing yang tertelan. Beberapa penelitian menunjukkan peran kebiasaan makan

makanan rendah serat terhadap timbulnya apendisitis. Kebiasaan makan

makanan rendah serat dapat mengakibatkan kesulitan dalam buang air besar,

sehingga akan meningkatkan tekanan di dalam rongga usus yang pada akhirnya

akan menyebabkan sumbatan pada saluran apendiks.

Selain penyebab di atas apendisitis ini pada umumnya karena infeksi

bakteri atau kuman. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli

dan streptococcus. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah

ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica.

Berbagai hal berperan sebagai faktor penyebab terjadinya apendisitis.

Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini

biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),

hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam

tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan.

Apendisitis merupakan salah satu penyakit patologis.

Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar

ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks

menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi

6

Page 7: MAKALAH-APENDISITIS.doc

menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi

terhambat. Makin lama mukus makin bertambah  banyak dan kemudian

terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan

elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya

peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan 

menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya

edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi

apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar

umbilikus.

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus

meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema

bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang

timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga

menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan

apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan

terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren.

Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks

yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam

keadaan perforasi.

Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi

proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan

omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang

secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi

nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika

tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan

menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.

B. GEJALA

Gejala utama terjadinya apendisitis adalah adanya nyeri perut. Nyeri perut

yang klasik pada apendisitis adalah nyeri yang dimulai dari ulu hati, lalu

7

Page 8: MAKALAH-APENDISITIS.doc

setelah 4-6 jam akan dirasakan berpindah ke daerah perut kanan bawah (sesuai

lokasi apendiks). Namun pada beberapa keadaan tertentu (bentuk apendiks

yang lainnya), nyeri dapat dirasakan di daerah lain (sesuai posisi apendiks).

Ujung apendiks yang panjang dapat berada pada daerah perut kiri bawah,

punggung, atau di bawah pusar. Anoreksia (penurunan nafsu makan) biasanya

selalu menyertai apendisitis. Mual dan muntah dapat terjadi, tetapi gejala ini

tidak menonjol atau berlangsung cukup lama, kebanyakan pasien hanya

muntah satu atau dua kali. Dapat juga dirasakan keinginan untuk buang air

besar atau buang angin. Demam juga dapat timbul, tetapi biasanya kenaikan

suhu tubuh yang terjadi tidak lebih dari 1 C (37,8 – 38,8 C). Jika terjadi

peningkatan suhu yang melebihi 38,8 C. Maka kemungkinan besar sudah

terjadi peradangan yang lebih luas di daerah perut (peritonitis). Pada bayi dan

anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang

tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri

tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila apendiks pecah, nyeri dan demam bisa

menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

Ada beberapa hal yang penting dalam gejala penyakit apendisitis yaitu:

1. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu

kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Nyeri berhubungan dengan

anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi.

2. Muntah dan mual oleh karena nyeri viseral. Nutrisi kurang dan volume

cairan yang kurang dari kebutuhan juga berpengaruh dengan terjadinya

mual dan muntah.

3. Suhu tubuh meningkat dan nadi cepat (karena kuman yang menetap di

dinding usus).

4. Rasa sakit hilang timbul

5. Diare atau konstipasi

8

Page 9: MAKALAH-APENDISITIS.doc

6. Tungkai kanan tidak dapat atau terasa sakit jika diluruskan

7. Perut kembung

8. Hasil pemeriksaan leukosit meningkat 10.000 - 12.000 /ui dan 13.000/ui

bila sudah terjadi perforasi

9. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita

nampak sakit, menghindarkan pergerakan.

Selain gejala tersebut masih ada beberapa gejala lain yang dapat timbul

sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak

apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.

1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum

(terlindung oleh sekum). Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas

dan tidak ada tanda  rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut

kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,

bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya

kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis

a. Bila apendiks terletak di dekat  atau menempel pada rektum, akan

timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis

meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan

berulang-ulang (diare).

b. Bila apendiks  terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih,

dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya

dindingnya.

Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit

dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada

waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut

beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.

9

Page 10: MAKALAH-APENDISITIS.doc

1. Pada anak-anak

Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali

anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian

akan terjadi muntah-muntah dan anak menjadi lemah. Karena

ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi.

Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi

perforasi.

2. Pada orang tua berusia lanjut

Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh

penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.

3. Pada wanita

Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang

gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses

ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya.

Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis

berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa

yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan

lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan

tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih  ke regio lumbal kanan.

C. PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi, pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal

swelling,  sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi

perut.

b. Palpasi, pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa

nyeri.  Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan

perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada

penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan

bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan

10

Page 11: MAKALAH-APENDISITIS.doc

di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan

bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).

c. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini juga

dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas

dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi

panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha

kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas

mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan

pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi

panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak

dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil,

maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan

pada apendisitis pelvika.

d. Pemeriksaan colok dubur, pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis,

untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika

saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan

apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini

merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein

reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah

leukosit antara 10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas

75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.

b. Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada

pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat

yang  terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan

CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta

perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya

pelebaran sekum.

11

Page 12: MAKALAH-APENDISITIS.doc

D. DIAGNOSIS

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis

klinis apendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan

diagnosis lebih sering terjadi ada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat

disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering

mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia

interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik

lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis meragukan,

sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan

setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dan

laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.

Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang

paling tepat adalah segera dilakukan apendektomi. Apendektomi dapat

dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila

apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka

tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik

kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif

terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8

minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang

ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan

sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila

ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta

pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah

dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan

tindakan bedah.

E. PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN

12

Page 13: MAKALAH-APENDISITIS.doc

Penatalaksanaan standar untuk apendisitis adalah operasi. Pernah dicoba

pengobatan dengan antibiotik, walaupun sembuh namun tingkat

kekambuhannya mencapai 35 %. Pembedahan dapat dilakukan secara terbuka

atau semi-tertutup (laparoskopi). Setelah dilakukan pembedahan atau

apendektomi, harus diberikan antibiotika selama 7 – 10 hari.

Pembedahan segera dilakukan, untuk mencegah terjadinya ruptur (pecah),

terbentuknya abses atau peradangan pada selaput rongga perut (peritonitis).

Pada hampir 15% pembedahan apendiks, apendiksnya ditemukan normal.

Tetapi penundaan pembedahan sampai ditemukan penyebab nyeri perutnya,

dapat berakibat fatal. Apendiks yang terinfeksi bisa pecah dalam waktu kurang

dari 24 jam setelah gejalanya timbul. Bahkan meskipun apendisitis bukan

penyebabnya, apendiks tetap diangkat. Lalu dokter bedah akan memeriksa

perut dan mencoba menentukan penyebab nyeri yang sebenarnya.

Pembedahan yang segera dilakukan bisa mengurangi angka kematian pada

apendisitis. Penderita dapat pulang dari rumah sakit dalam waktu 2-3 hari dan

penyembuhan biasanya cepat dan sempurna. Apendiks yang pecah,

prognosisnya lebih serius. 50 tahun yang lalu, kasus yang ruptur sering

berakhir fatal. Dengan pemberian antibiotik, angka kematian mendekati nol.

F. KOMPLIKASI

Pada kebanyakan kasus, peradangan dan infeksi apendiks mungkin

didahului oleh adanya penyumbatan di dalam apendiks. Bila peradangan

berlanjut tanpa pengobatan, apendiks bisa pecah. Apendiks yang pecah bisa

menyebabkan :

1. Perforasi dengan pembentukan abses.

2. Peritonitis generalisata, masuknya kuman usus ke dalam perut,

menyebabkan peritonitis, yang bisa berakibat fatal.

13

Page 14: MAKALAH-APENDISITIS.doc

3. Masuknya kuman ke dalam pembuluh darah (septikemia), yang bisa

berakibat fatal.

4. Pada wanita, indung telur dan salurannya bisa terinfeksi dan menyebabkan

penyumbatan pada saluran indung telur yang bisa menyebabkan

kemandulan.

5. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang terjadi.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,

dan bukan peradangan usus buntu. apendiks atau yang sering disebut juga

dengan umbai cacing adalah organ tambahan pada usus buntu. fungsi apendiks

adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi

immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh).

Apendisitis ada 2 macam, yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronis.

Yang mendasari terjadinya apendisitis adalah adanya sumbatan pada saluran

apendiks. Selain penyebab di atas apendisitis ini pada umumnya karena infeksi

bakteri atau kuman. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli

dan streptococcus. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah

ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica.

Ada beberapa hal yang penting dalam gejala penyakit apendisitis, yaitu

nyeri, muntah dan mual, suhu tubuh meningkat, nadi cepat, sasa sakit hilang

timbul, diare atau konstipasi, tungkai kanan tidak dapat atau terasa sakit jika

diluruskan, perut kembung, hasil leukosit meningkat. Gejala lain adalah badan

14

Page 15: MAKALAH-APENDISITIS.doc

lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan

pergerakan.

Pemeriksaan apendisitis dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik yaitu

inspeksi, palpasi, pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan colok

dubur. Selain pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu

pemeriksaan laboratorium dan radiologi.

Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi ada perempuan dibanding laki-

laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih

muda sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Bila dari hasil

diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah

segera dilakukan apendektomi. Pembedahan segera dilakukan, untuk mencegah

terjadinya ruptur (pecah), terbentuknya abses atau peradangan pada selaput

rongga perut (peritonitis). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan

antibiotika selama 7 – 10 hari.

Pada komplikasi apendiks yang pecah bisa menyebabkan, perforasi,

peritonitis, septikemia, pada wanita terjadi penyumbatan pada saluran indung

telur yang bisa menyebabkan kemandulan serta terjadi pieloflebitis dan abses

hati, tapi jarang terjadi.

.

15

Page 16: MAKALAH-APENDISITIS.doc

DAFTAR PUSTAKA

Anita, Tengku, S.Ked. 2008. http://www.wordpress.com/tanya_jawab_apendicitis

(diunduh tanggal 28 Maret 2010 pkl. 09.11).

Anonim.http://www.wikipedia_bahasa_Indonesia_ensiklopedia_bebas/

apendisitis.html (diunduh tanggal 28 Maret 2010 pkl. 08.20).

Anonim. http://www.wordpress.com/askep_apendisitis (diunduh tanggal 28 Maret

2010 pkl 09.25).

Anonim. http://www.medicastore.com/apendisitis (diunduh tanggal 28 Maret

2010 pkl. 09.36).

Erik, Prabowo. 2009. http://www.bedah.info/bedah_digestif/usus_buntu_

_apendiks_tercipta_bagi_ahli_bedah/ (diunduh tangal 28 Maret 2010 pkl

10.05).

Guyton, Arthur C. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.

Jakarta:EGC (Penerbit Buku Kedokteran).

Soleman, Sani Rachman. 2009. http://www.apendicitis_welcome_to_Sani_

Rachman's_house/Appendicitis_Akut_dan_Appendicitis_Infiltrat.html

(diunduh tanggal 28 Maret 2010 pkl. 08.48).

Syamsuri, Istamar. 2004. Biologi Jilid 2A Untuk SMA kelas XI. Jakarta:Erlangga.

16

Page 17: MAKALAH-APENDISITIS.doc

LAMPIRAN

17

Page 18: MAKALAH-APENDISITIS.doc

18

Page 19: MAKALAH-APENDISITIS.doc

19