Makalah Anfis Urinary
-
Upload
rizka-yunita -
Category
Documents
-
view
125 -
download
7
Transcript of Makalah Anfis Urinary
KLASIFIKASI GANGGUAN PADA SISTEM PERKEMIHAN
Dari hasil diskusi kelompok 1, yang menggunakan berbagai macam referensi
mengklasifikasi gangguan pada perkemihan sebagai berikut:
I. INFEKSI
Infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infeksi di dalam saluran
kemih. Akan tetapi karena adanya hubungan satu lokasi dengan lokasi lain
sering didapatkan bakteri di dua lokasi yang berbeda.
A. Infeksi Saluran Kemih
a. Infeksi saluran kemih bagian atas terdiri dari :
1. Pyelonefritis
2. Nefritis
3. Abses renal
b. Infeksi saluran kemih bagian bawah terdiri dari :
1. Sistitis
2. Uretritis
3. Prostatitis
B. Glomerulonetritis
II. OBSTRUKSI SALURAN KEMIH
Yang termasuk dalam obstruksi saluran kemih adalah penyakit Batu
Ginjal yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
III. GAGAL GINJAL
Gagal ginjal dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Gagal ginjal akut
b. Gagal ginjal kronik
IV. DISFUNGSI POLA PERKEMIHAN
Yang termasuk dalam disfungsi pola perkemihan, yaitu:
a. Retensi urine
b. Inkontinensia urine
c. Kandung kemih neurogenik
d. Striktur uretra
V. TUMOR ATAU KANKER
Tumor atau kanker dalam system perkemihan dibagi menjadi :
a. Tumor ginjal
b. Tumor pelvis renalis
c. Karsinoma prostat
d. Tumor penis
e. Tumor ureter
f. Karsinoma buli-buli
g. Tumor testis
VI. GANGGUAN VASKULAR GINJAL
Yang termasuk dalam gangguan vaskular ginjal, yaitu :
a. Stenosis arteri
b. Nefrosklerosis
Dalam makalah ini penulis menulis terkait dengan penyakit yang terkait dengan
Trigger 1 adalah :
A. Infeksi Saluran Kemih
B. Obstruksi saluran kemih
C. Disfungsi pola perkemihan
PEMBAHASAN
1. INFEKSI SALURAN KEMIH
A. Definisi
a. Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi yang terjadi akibat terbentuknya
koloni kuman di saluran kemih (Agus Tessy, Ardaya,Suwanto, 200)
b. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri
pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)
c. Infeksi saluran kemih adalah keadaan klinis akibat adanya
mikroorganisme dalam urin dan berpotensi untuk invasi ke saluran kemih
bagian atas, menginvasi mukosa pelvis ginjal, meluas ke dalam jaringan
interstisial ginjal. Dalam keadaan normal, urin juga mengandung
mikroorganisme, umumnya sekitar 102 hingga 104 bakteri/ml urin. Pasien
didiagnosis ISK bila urinnya mengandung lebih dari 105 bakteri/ml (Coyle
dan Prince, 2005)
Anlisis: ISK adalah adanya infeksi oleh mikro-organisme dalam saluran kemih,
mikroorganisme dapat berupa bakteri (paling banyak), virus maupun jamur.
Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi :
1. ISK uncomplicated (simple) ISK sederhana yang terjadi pada penderita
dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK
ini pada usia lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya
mengenai mukosa superficial kandung kemih.
2. ISK complicated Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali
kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten
terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan
shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagai berikut:
a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko
uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung
kencing menetap dan prostatitis.
b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
c. Gangguan daya tahan tubuh
d. Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp
yang memproduksi urease.
B. Epidemiologi
Angka rasio kejadian infeksi saluran kemih pada anak dilaporkan laki-laki dan
perempuan 3:1 dan 5: 1 pada awal kehidupan. Data prevalensi RSCM jakarta
dalam periode 3 tahun (1993-1995) didapatkan 212 kasus UTI, dengan rata-rata 70
kasus baru per tahun. Angka kekambuhan cukup tinggi yaitu pada anak perempuan
30% pada tahun pertama dan 50% dalam 5 tahun ke depan. Sedangkan laki-laki
angka kekambuhan sekitar 15-20% pada tahun pertama. UTI yang terjadi
nosokomial di RS dilaporkan sebanyak 14,2% per 1000 penderita anak, hal ini
terjadi akibat pemakaian kateter urin jangka panjang.
Analisis: ISK tidak pandang bulu, dapat menimpa semua umur, pria maupun wanita.
Angka kesakitan pada wanita lebih banyak dibanding pria. Proporsinya variatif, tidak
ada angka pasti yang menyatakan perbandingan antara wanita dan pria selain
disebutkan bahwa wanita lebih banyak menderita ISK daripada pria.
Hal ini dapat dipahami mengingat saluran kencing wanita bagian bawah dihuni
bakteri yang makin kurang jumlahnya ke arah kandung kemi
C. Patofisiologi
Etiologi :
Mik. Uretra masuk ke vesika urinaria
Drainase kurang baik pada kateterisasi
Invasi mikroorganisme
Pada umunya, mikroorganisme dapat masuk ke dalam saluran kemih melalui
tiga jalur, yaitu infeksi Ascending, descending dan limfatik (Coyle dan Prince, 2005;
Schaeffer, 1994):
a) Ascending
Mikroorganisme masuk lewat uretra. Cara inilah yang paling sering terjadi.
Biasanya terjadi pada aktivitas seksual, kebiasaan toilet yang buruk, dan kontrol
kemih yang buruk pada manula. Dekatnya uretra maupun lubang anal serta saluran
uretra yang pendek pada wanita meningkatkan terjadinya ISK. Pengosongan
kandung kemih yang tidak lancar atau tidak sempurnanya proses pembuangan urin
dapat menyebabkan bakteri yang ada di dalam saluran kemih tidak dapat terbuang
sempurna. Mekanisme pengeluaran kemih normal terbukti menghilangkan lebih dari
99% organisme. Bakteri yang tidak dapat dikeluarkan ini kemudian dapat
berkembang biak kembali dengan cepat.
b) Hematogenesis (descending)
Organisme masuk melalui sistem limfatik yang menghubungkan kandung
kemih dengan ginjal. Organisme dapat pula menyebar melalui perluasan langsung
dari flora usus ke dalam kandung kemih. Penggunaan kateter seringkali
menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam kandung kemih, hal ini biasanya
ISK BAWAH
Melalui ureter, darah, aliran getah bening
Menuju ke ginjal
ISK ATAS
Penggunaan analgesic kronik, penyakit ginjal,
penyakit metabolik
imun
Invasi mikroorganisme
Obstruksi aliran urine
tekanan dlm pelvis & ginjal
Atrofi parenkim ginjal
Masuk ke uretra
Penimbunan cairan
disebabkan kurang higienisnya alat ataupun tenaga kesehatan yang memasukkan
kateter. Orang lanjut usia yang sukar buang air kecil umumnya menggunakan
kateter untuk memudahkan pengeluaran urin, itulah sebabnya mengapa penderita
ISK cenderung meningkat pada rentang usia ini (Romac, 1992)
Analisis: Bagaimana mikro-organisme masuk ke saluran kencing sehingga dapat
menimbulkan infeksi ? Kadang penderita ISK merasa heran, mengapa bisa terjangkit
padahal dirinya bukan tipe jorok. mikro-organisme masuk ke saluran kencing melalui
beberapa cara, yakni:
Penyebaran langsung dari tempat infeksi terdekat.
Penyebaran mikro-organisme melalui aliran darah (hematogen)
Penyebaran mikro-organisme melalui saluran getah bening
Dari luar, misalnya karena pemakaian kateter, dan lain-lain.
D. Etiologi
Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan UTI, antara lain:
a. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
b. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
c. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
Prevalensi penyebab UTI pada usia lanjut, antara lain:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan
kandung kemih yang kurang efektif
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang sering kurang baik
d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
e. Adanya hambatan pada aliran urin
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostate
Analisis: Kendati ISK disyaratkan adanya bakteri dalam urine dalam jumlah
bermakna, tidak menutup kemungkinan tanpa bakteri dalam urine. Hal ini dapat
terjadi pada keadaan sebagai berikut:
Tempat infeksi tidak dilalui urine sehingga bakteri tidak ditemukan dalam
urine
Adanya bendungan pada saluran yang terinfeksi
Pemberian antibiotika, sehingga bakteri dalam urine tersamarkan.
Kondisi lain yang patut diperhatikan dan beberapa istilah yang juga digunakan
dalam klinik antara lain:
Asymptomatik Significant Bacteriuria, yakni ISK dengan bakteri dalam urine
bermakna tanpa disertai gejala.
Bacterial cystitis, yakni suatu kumpulan gejala yang terdiri dari: sakit waktu
kencing dan sering kencing.
Abacterial cystitis (urethra syndrome), yakni suatu kumpulan gejala yang
terdiri dari: sakit waktu kencing dan sering kencing tanpa disertai bakteri
dalam kandung kemih.
E. Faktor Resiko
a. Ketidakmampuan bladder untuk mengosongkan isinya secara lengkap
b. Penurunan mekanisme pertahanan alamiah
c. Peralatan yang dipasang pada urinary tract
d. Pasien Diabetes Militus
e. Kehamilan
f. Lansia
g. Wanita lebih tinggi factor resikonya disbanding laki-laki
h. Abnormalitas struktural dan fungsional
i. Penyakit kronis
j. Obstruksi
F. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda ISK tidak khas, sebagian diantaranya bahkan tanpa gejala.
Biasanya, keluhan yang sering dijumpai antara lain:
Nyeri saat kencing (disuria)
Kencing sedikit-sedikit dan sering (polakisuria) *bhs jawa: anyang-anyangen*
Nyeri di atas tulang kemaluan atau perut bagian bawah (suprapubik)
Tanda dan gejala UTI bagian bawah:
• Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
• Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis
• Hematuria
• Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala UTI bagian atas:
• Demam
• Menggigil
• Nyeri panggul dan pinggung
• Nyeri ketika berkemih
• Malaise
• Pusing
• Mual dan muntah
Analisis: Tanda-tanda tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan bagian saluran
kencing yang terinfeksi.
1. ISK bagian bawah: biasanya ditandai dengan keluhan nyeri atau rasa panas
saat kencing, kencing sedikit-sedikit dan sering, rasa tidak nyaman di atas
tulang kemaluan (suprapubik)
2. ISK bagian atas: ditandai dengan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman di
pinggang, mual, muntah, lemah, demam, menggigil, sakit kepala.
Catatan :
Biasanya kalau membaca tanda atau gejala penyakit, seseorang akan memiliki
kecenderungan untuk mencocok-cocokkan. Hal ini tidak salah, sebagai salah satu
langkah waspada. Di sisi lain tidak perlu terlalu risau jika mendapati ada salah satu
gejala yang kebetulan dialami. Tidak lantas berpikiran “jangan-jangan” menderita ini
dan itu. Adanya tanda yang ada bukan merupakan kepastian terhadap penyakit
yang diderita seseorang. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan yang lebih lanjut
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pengambilan sampel dan Pemeriksaan Laboratorium
Cara Pengambilan Sampel
Bahan urin untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari.
Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic
puncture=spp), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urin
yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang ditampung dalam wadah
bermulut lebar dan steril.1
Punksi Suprapubik
Pengambilan urin dengan punksi suprapubik dilakukan pengambilan urin
langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding perut dengan semprit dan
jarum steril. Yang penting pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis
yang baik pada daerah yang akan ditusuk, anestesi lokal pada daerah yang akan
ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Bila keadaan asepsis baik, maka
bakteri apapun dan berapapun jumlah koloni yang tumbuh pada biakan, dapat
dipastikan merupakan penyebab ISK.1
Kateter
Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan semprit yang steril.
Pada cara ini juga penting tindakan antisepsis pada daerah kateter yang akan
ditusuk dan keadaan asepsis harus elalu dijaga. Tempat penusukan kateter
sebaiknya sedekat mungkin dengan ujung kateter yang berada di dalam kandung
kemih (ujung distal). Penilaian urin yang diperoleh dari kateter sama dengan hasil
biakan urin yang diperoleh dari punksi suprapubik.1
Urin Porsi Tengah
Urin porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis merupakan teknik
pengambilan yang paling sering dilakukan dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan
pada penderita. Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan pengambilan cukup
besar. Tidak boleh menggunakan antiseptik untuk persiapan pasien karena dapat
mengkontaminasi sampel dan menyebabkan kultur false-negative.
Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada wanita :
1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah vagina
dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong
kasa steril dibasahi air atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam
keadaan kering. Jangan memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah
tersebut. Siapkan pula wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum
pembersihan daerah vagina selesai.
2. Dengan 2 jari pisahkan kedua labia dan bersihkan daerah vagina dengan
potongan kasa steril yang mengandung sabun. Arah pembersihan dari depan ke
belakang. Kemudian buang kasa yang telah dipakai ke tempat sampah.
3. Bilas daerah tersebut dari arah depan ke belakang dengan potongan kasa
yang dibasahi dengan air atau salin hangat. Selama pembilasan tetap pisahkan
kedua labia dengan 2 jari dan jangan biarkan labia menyentuh muara uretra.
Lakukan pembilasan sekali lagi, kemudian keringkan daerah tersebut dengan
potongan kasa steril yang kering. Buang kasa yang telah dipakai ke tempat
sampah.
4. Dengan tetap memisahkan kedua labia, mulailah berkemih. Buang beberapa
mililiter urin yang mula-mula keluar. Kemudian tampung aliran urin selanjutnya ke
dalam wadah steril sampai kurang lebih sepertiga atau setengah wadah terisi.
5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan
dinding luar wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada
wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium.
Cara pengambilan dan penampungan urin porsi tengah pada pria :
1. Siapkan beberapa potongan kasa steril untuk membersihkan daerah penis
dan muara uretra. Satu potong kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong
kasa steril dibasahi dengan air sabun, dua potong kasa steril dibasahi dengan air
atau salin hangat dan sepotong lagi dibiarkan dalam keadaan kering. Jangan
memakai larutan antiseptik untuk membersihkan daerah tersebut. Siapkan pula
wadah steril dan jangan buka tutupnya sebelum pembersihan selesai.
2. Tarik prepusium ke belakang dengan satu tangan dan bersihkan daerah
ujung penis dengan kasa yang dibasahi air sabun. Buang kasa yang telah
dipakai ke tempat sampah.
3. Bilas ujung penis dengan kasa yang dibasahi air atau salin hangat. Ulangi
sekali lagi, lalu keringkan daerah tersebut dengan potongan kasa steril yang
kering. Buang kasa yang telah dipakai ke dalam tempat sampah.
4. Dengan tetap menahan prepusium ke belakang, mulailah berkemih. Buang
beberapa mililiter urin yang keluar, kemudian tampung urin yang keluar
berikutnya ke dalam wadah steril sampai terisi sepertiga sampai setengahnya.
5. Setelah selesai, tutup kembali wadah urin dengan rapat dan bersihkan
dinding luar wadah dari urin yang tertumpah. Tuliskan identitas penderita pada
wadah tersebut dan kirim segera ke laboratorium.
Bahan urin harus segera dikirim ke laboratorium, karena penundaan akan
menyebabkan bakteri yang terdapat dalam urin berkembang biak dan penghitungan
koloni yang tumbuh pada biakan menunjukkan jumlah bakteri sebenarnya yang
terdapat dalam urin pada saat pengambilan. Sampel harus diterima maksimun 1 jam
setelah penampungan.2 Sampel harus sudah diperiksa dalam waktu 2 jam. Setiap
sampel yang diterima lebih dari 2 jam setelah pengambilan tanpa bukti telah
disimpan dalam kulkas, seharusnya tidak dikultur dan sebaiknya dimintakan sampel
baru. Bila pengiriman terpaksa ditunda, bahan urin harus disimpan pada suhu 4oC
selama tidak lebih dari 24 jam.
Pemeriksaan Urin Empat Porsi (Meares Stamey)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk penderita prostatitis. Pemeriksaan ini terdiri dari
urin empat porsi yaitu :
1. Porsi pertama (VB1) : 10 ml pertama urin, menunjukkan kondisi uretra,
2. Porsi kedua (VB2) : sama dengan urin porsi tengah, menunjukkan
kondisi buli-buli,
3. Porsi ketiga (EPS) : sekret yang didapatkan setelah masase prostat,
4. Porsi keempat (VB4) : urin setelah masase prostat.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk menentukan dua parameter penting
ISK yaitu leukosit dan bakteri. Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi warna,
berat jenis dan pH, konsentrasi glukosa, protein, keton, darah dan bilirubin tetap
dilakukan.
Pemeriksaan Dipstik
Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif pemeriksaan
leukosit dan bakteri di urin dengan cepat. Untuk mengetahui leukosituri, dipstik akan
bereaksi dengan leucocyte esterase (suatu enzim yang terdapat dalam granul primer
netrofil). Sedangkan untuk mengetahui bakteri, dipstik akan bereaksi dengan nitrit
(yang merupakan hasil perubahan nitrat oleh enzym nitrate reductase pada bakteri).
Penentuan nitrit sering memberikan hasil false-negative karena tidak semua bakteri
patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat atau kadar nitrat dalam urin menurun
akibat obat diuretik. Kedua pemeriksaan ini memiliki angka sensitifitas 60-80% dan
spesifisitas 70 – 98 %. Sedangkan nilai positive predictive value kurang dari 80 %
dan negative predictive value mencapai 95%. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak lebih
baik dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik urin dan kultur urin.
Pemeriksaan dipstik digunakan pada kasus skrining follow up. Apabila kedua hasil
menunjukkan hasil negatif, maka urin tidak perlu dilakukan kultur.
Pemeriksaan Mikroskopik Urin
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan untuk menentukan jumlah leukosit dan
bakteri dalam urin. Jumlah leukosit yang dianggap bermakna adalah > 10 / lapang
pandang besar (LPB). Apabila didapat leukosituri yang bermakna, perlu dilanjutkan
dengan pemeriksaan kultur.
Pemeriksaan langsung kuman patogen dalam urin sangat tergantung kepada
pemeriksa. Apabila ditemukan satu atau lebih kuman pada pemeriksan langsung,
perlu dilakukan pemeriksaan kultur.
Pemeriksaan Kultur Urin
Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur
urin masih merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila jumlah koloni yang
tumbuh > 105 koloni/ml urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh
merupakan penyebab ISK. Sedangkan bila hanya tumbuh koloni dengan jumlah <
103 koloni / ml urin, maka bakteri yang tumbuh kemungkinan besar hanya
merupakan kontaminasi flora normal dari muara uretra. Jika diperoleh jumlah koloni
antara 103 - 105 koloni / ml urin, kemungkinan kontaminasi belum dapat disingkirkan
dan sebaiknya dilakukan biakan ulang dengan bahan urin yang baru. Faktor yang
dapat mempengaruhi jumlah kuman adalah kondisi hidrasi pasien, frekuensi
berkemih dan pemberian antibiotika sebelumnya.
Perlu diperhatikan pula banyaknya jenis bakteri yang tumbuh. Bila > 3 jenis
bakteri yang terisolasi, maka kemungkinan besar bahan urin yang diperiksa telah
terkontaminasi.
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan:
a. Urinalisis
leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting adanya
UTI. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit sediment air
kemih
Hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh kerusakan glomerulus atau urolitiasis
b. Bakteriologis
Mikroskopik
Biakan bakteri
c. Kultur urine
Untuk mengidentifikasi adanya mikroorganisme spesifik
d. Hitung koloni
Hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran
tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama
adanya infeksi.
e. Metode tes
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase leukosit) dan nitrit (tes
Griess untuk pengurangan nitrat).
Tes esterase leukosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes
pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi
nitrat urin normal menjadi nitrit.
Tes Penyakit Menular Seksual (PMS)
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual, misal: klamidia
trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek.
Tes- tes tambahan
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi
dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas
traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau
hiperplasie prostate.
Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur
urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya
infeksi yang resisten.
Diagram: Dianosa Medis pada ISK Atas
H. Penatalaksanaan Medis
Prinsip pengobatan adalah memberantas (eradikasi) bakteri dengan antibiotika
dan koreksi terhadap kelainan organ.
Tujuan pengobatan:
Menghilangkan bakteri penyebab ISK
Menanggulangi keluhan (gejala)
Mencegah kemungkinan gangguan organ (terutama ginjal)
Upaya di atas dilakukan dengan menggunakan obat yang sensitif, murah,
aman, dan efek samping minimal
Tatacara pengobatan:
Menggunakan pengobatan dosis tunggal
Menggunakan pengobatan jangka pendek antara 10-14 hari
Menggunakan pengobatan jangka panjang, 4-6 minggu
Menggunakan pengobatan pencegahan (profilaksis) dosis rendah
Menggunakan pengobatan supresif, yakni pengobatan lanjutan jika
pemberantasan (eradikasi) bakteri belum memberikan hasil, terutama pada
kasus ISK yang disertai dengan sumbatan (obstruksi) saluran kencing.
Penatalaksanaan UTI adalah sebagai berikut:
a. Agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus
urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina
b. Pemakaian antimikrobial menurunkan resiko kekambuhan infeksi
c. Penggunaan medikasi yang umum mencakup:
• Sulfisoxazole (gastrisin)
• Trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP, bactrim, septra)
• Ampicillin atau amoxicillin
• Pyridium, suatu analgesic urinarius digunakan untuk ketidaknyamanan
akibat infeksi
Untuk memilih antibiotik perlu dipertimbangkan tiga faktor utama, yaitu
(Juwono dan Prayitno, 2003)
1) Kuman penyebab. Hal ini tergantung dari gejala-gejala klinis yang dikenali
dan diperkuat oleh hasil pemeriksaan laboratorium. Seringkali pemilihan
antibiotic hanya didasarkan pada diagnosis klinis saja, namun dengan
pengalaman klinis dan pengetahuan tentang pemilihan obat yang tepat akan
memudahkan dokter untuk memilih jenis antibiotik yang sesuai untuk setiap
kasus infeksi.
2) Faktor infeksi. Fakto-faktor tersebut mencakup beratnya infeksi, status
kekebalan tubuh, riwayat penyakit, status alergi, faktor farmakokinetik, dan
bahkan adanya sifat genetik tertentu akan sangat mempengaruhi terapi yang
akan diberikan.
3) Faktor antibiotik. Mencakup spektrum kepekaan kuman, ada tidaknya
interaksi obat, dan efek samping yang berat, serta dosis maupun rute
pemberiannya.
Analisis: Keberhasilan penatalaksanaan ISK bergantung kepada pemeriksaan dini
para penderita, penilaian laboratorium, ketepatan pemilihan jenis antimikroba
(termasuk dosis dan lama pemberian), faktor kondisi penderita dan follow up selama
masa pengobatan.
I. Klasifikasi
Sebagian besar pustaka membedakan ISK menjadi ISK bagian bawah, meliputi
uretra hingga kandung kemih dan prostat, atau disebut sistitis, dan ISK bagian atas,
meliputi radang pada ginjal atau disebut pielonefritis (Schaeffer, 1994)
Guideline WHO sendiri menyebutkan bahwa ISK diklasifikasikan menjadi ISK
pada wanita tanpa komplikasi, ISK pada wanita terkomplikasi, ISK pada pria, ISK
pada anak-anak, prostatitis, dan pielonefritis akut (Pambudi, 2005)
Klasifikasi mempermudah identifikasi penderita dan merasionalkan
Pengobatan penderita ISK. Infeksi saluran kemih dibagi menjadi 3 golongan
(Schaeffer, 1994):
1) Infeksi pertama
Sekitar 80 % infeksi pertama disebabkan oleh Escherichia coli, sangat sensitif
terhadap banyak agen antimikroba. Infeksi ini mudah disembuhkan sehingga
bisa disembuhkan dengan terapi oral (Schaeffer, 1994).
2) Bakteriuria tidak sembuh
Keadaan ini menunjukkan kegagalan mensterilisasi urin walaupun diberi terapi
antibiotik. Penyebab tersering adalah adanya mikroorganisme yang pada
mulanya resisten atau yang menjadi resisten terhadap antibiotik. Penyebab lain
adalah kegagalan untuk mencapai kadar hambat minimal agen antimikroba yang
diberikan pada pasien yang biasa terjadi pada pasien gangguan ginjal dan pada
jumlah bakteri yang terlau banyak (Schaeffer, 1994).
3) Bakteriuria kambuh
Jenis klasifikasi ini dinyatakan bila bakteriuria telah dinyatakan sembuh tetapi
kembali terjadi infeksi setelah penghentian terapi antibiotik. Keadaan ini
disebabkan oleh dua hal. Pertama, menetapkan bakteri dalam saluran kemih
(misalnya dalam batu ginjal atau prostatitis bakteri) dapat menimbulkan infeksi
kambuh dengan spesies yang sama. Biasanya diperlukan pembedahan untuk
menghilangkan sumber bakteri untuk mengobati infeksi yang sering kambuh.
Kedua, reinfeksi yang disebabkan oleh pemasukan kembali bermacam-macam
bakteri dari lingkungan di luar saluran kemih. Kebanyakan infeksi kambuh pada
wanita adalah reinfeksi dan memerlukan profilaksis antimikroba (Schaeffer,1994).
Dibawah ini akan dijelaskan mengenai beberapa penyakit ISK yang biasanya
dialami oleh masyarakat secara umum.
Infeksi saluran kemih bagian atas
1. Pielonefritis
Merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus dan jaringan intertisial dari
salah satu atau kedua ginjal. Pielonefritis terjadi pada 2% kehamilan
terutama pada trimester III.
Manifestasi Klinis dari pielonefritis akut :
demam
menggigil
nyeri pinggang
disuria
Manifestasi Klinis Pielonefritis Kronik :
keletihan
sakit kepala
nafsu makan rendah
poliuria
haus yang berlebihan
penurunan BB
tanpa infeksi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada Pielonefritis Kronik) ialah:
Pemeriksaan IVP
Memperlihatkan pembengkakan tabuh (clubbing) pada kaliks,korteks
menipis,dan ginjal mengecil,bentuknya tidak teratur, tidak simetris.
Luas penyakit dikaji melalui urogram intravena, pengukuran BUN, kadar
kreatinin, dan klirens kreatinin.
Pemeriksaan yang dilakukan pada pielonefritis akut ialah:
a. Urogram intravena dan ultrasound
untuk mengetahui lokasi obstruksi di traktus urinarius, menghilangkan
obstruksi adalah penting untuk menghilangkan kehancuran pada ginjal
b. Kultur urin dan tes sensitivitas
untuk menentukan organisme penyebab sehingga agens antimicrobial
yang tepat dapat diresepkan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pielonefritis akut:
a. Terapi antimikrobial
terapi parenteral diberikan selama 24-48 jam sampai pasien afebril.
Untuk mencegah berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka
pengobatan pielonefritis akut lebih lama daripada sistitis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pielonefritis kronis:
a. Terapi antimikrobial
jika bakteri tidak hilang dari urin, kombinasi sulfametaxazole dan
trimethoprim dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri.
2. Abses Renal
Merupakan infeksi lokal di korteks ginjal. Hal ini berkaitan dengan pielonefritis
atau UTI akibat enterobactiaceaeu atau berasal dari infeksi hematogen
Tanda dan gejala mencakup:
• demam
• malaise
• Nyeri tumpul di area ginjal
• Anoreksia
• kehilangan berat badan
• kelemahan
Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan adalah Lekositosis dan urin
steril. Pada abses renal tidak terdapat mikroorganisme dalam urin karena
infeksi tidak menyebar ke sistem duktus kolektikus.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan, yaitu :
a. Terapi antibiotik
b. Insisi dan drainase abses jika diperlukan
Infeksi Saluran Kemih bagian bawah
1. Sistitis
Merupakan inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh
menyebarnya infeksi dari uretra. Gangguan penyakit ini terutama dialami oleh
wanita (usia 40-50 tahun), namun juga dapat menyerang segala usia, ras.
Lebih dari 450.000 orang di AS diperkiraan telah terkena penyakit ini
Tanda dan gejala pada penyakit ini:
• Demam
• Gejala berkemih iritabel (sering berkemih, nokturia, rasa tertekan pada
area suprapubis)
• Hilangnya kapasitas kandung kemih
• Nyeri pada abdomen atau perineum atau menyebar ke pangkal paha.
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan, antara lain:
a. Pemeriksaan melalui biopsi dan radiografik seperti urografi, sistografi,
sinar x terhadap pelvis dan skeletal, ultrasound, dan pemindaian CT
b. Sistoskopi dilakukan dan cairan dimasukkan ke dalam kandung kemih
dengan tekanan air sampai 80 cm selama 1 menit dibawah anestesi.
Kandung kemih berdistensi untuk meningkatkan kapasitasnya dan
cairan kemudian dialirkan ke luar, bagian terakhir cairan akan tercemar
oleh darah
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan, ialah:
a. Penggunaan antidepresan trisiklik yang melalui kerja antikolinergik
perifer dan sentral dapat menurunkan peka rangsang otot polos
kandung kemih.
b. Pemasukan berbagai cairan (nitrat perak, dimetil sulfoksida, klorpaktin)
ke dalam kandung kemih digunakan untuk mengatasi nyeri
c. Laser fotoradiasi: untuk menghancurkan ulkus
d. Pengangkatan kandung kemih
e. Pemberian heparin subkutan: penstabil sel mast, antagonis histamin,
bradikinin, E prostaglandin dan penghambat sistem komplemen dan
kerja agens inflamasi
f. Nalmefene (menghentikan pelepasan histamin oleh kandung kemih
melalui sel mast
2. Uretritis
Merupakan suatu inflamasi uretra. Uretritis adalah suatu infeksi yang
menyebar naik yang digolongkan sebagai gonoreal atau nongonoreal.
Klasifikasi uretritis:
a. Uretritis gonoreal
• Disebabkan oleh neisseria gonorrhoeae dan ditularkan melalui
kontak seksual
• Pada pria, inflamasi terjadi disertai rasa terbakar ketika urinasi
• Pada wanita, rabas uretral tidak selalu muncul dan penyakit
asimptomatik
• Pada pria, infeksi melibatkan jaringan disekitar uretra, menyebabkan
prostatitis, striktura uretra, epididimitis
b. Uretritis Nongonoreal
• merupakan uretritis yang disebabkan oleh klomida trakomatik atau
ureaplasma urelytikum
• Uretritis nongonoreal memerlukan penanganan antimikrobial
menggunakan tetrasiklin atau doksisiklin
• Pada pasien yang tidak berespons terhadap tetrasiklin, eritromisin
digunakan sebagai penggantinya.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terapi berdasarkan panduan The Center for Disease Control and
Prevention. Antibiotika yang direkomendasikan untuk N. gonnorrheae
– Cefixime 400 mg oral
– Ceftriaxone 250 mg IM
– Ciprofloxacine 500 mg oral
– Ofloxacin 400 mg oral
Keempat antibiotika diatas diberikan dalam dosis tunggal.
Infeksi gonorrheae sering diikuti dengan infeksi chlamydia. Oleh karena itu perlu
ditambahkan antibiotika anti-chlamydial :
– Azithromycin, 1 gr oral (dosis tunggal)
– Doxycycline 100 mg oral 2 kali sehari selama 7 hari
– Erythromycine 500 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari
– Ofloxacin 200 mg oral 2 kali sehati slama 7 hari
Seperti pada penyakit menular seksual lainnya, penatalaksanaan terhadap
pasangan seksual perlu diberikan.
a. Uretritis gonoreal
Seftriakson (siprofloksasin/oflaksasin dengan dioksisiklin)
b. Uretritis nongonoreal
Tetrasiklin/doksisiklin
3. Prostatitis
Merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh
bakteri maupun non bakteri.
Penyakit ini dibagi menjadi 4 kategori:
a. Prostatitis bakterial akut (kategori I)
Demam
Menggigil
Rasa sakit di daerah perineal
Mengeluh adanya gangguan miksi
Pemeriksaan fisik:
prostat teraba membengkak
Hangat
nyeri
b. Prostatitis bakterial kronis (kategori II)
• Disuria
• Urgensi
• Frekuensi
• Nyeri perineal
• Nyeri pada saat ejakulasi atau hematospermi
c. Prostatitis non bakterial (kategori III)
• III A: tidak tampak adanya kelainan pemeriksaan fisik, hanya saja
pada EPS terlihat banyak leukosit
• III B: nyeri pada pelvis yang tidak berhubungan dengan keluhan
miksi sering terjadi pada usia 20-45 tahun
d. Prostatitis inflamasi asimptomatik (kategori IV)
Secara klinis tidak menunjukkan adanya keluhan maupun tanda dari
suatu prostatitis. Adanya proses inflamasi pada prostat diketahui dari
spesimen yang didapatkan dari cairan semen pada saat analisis
semen dan jaringan prostat yang didapatkan pada biopsi maupun
yang didapat pada saat operasi prostat.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan:
a. Kategori I
antibiotika gol.fluroquinolone, trimetoprim- sulfametoksazol dan
gol.aminoglikosida
b. Kategori II
antimikroba gol.trimetoprim-sulfametoksazol, deksisiklin, minosiklin,
karbenisilin, fluroquinolone
c. Kategori III
antibiotika: minosiklin, doksisiklin, eritromisin
d. Kategori IV
antibiotika
2. OBSTRUKSI SALURAN KEMIH
Urolitiasis
A. Definisi
Merupakan penyakit dimana didapatkan batu di dalam saluran kemih. Batu
dibentuk dalam pelviks ginjal, menetap dan menjadi lebih besar, bergerak
turun sepanjang ureter ke dalam kandung kemih dan kemudian keluar
bersama kemih. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan
menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang asimptomatik.
B. Epidemiologi
Penelitian Tarihoran YM pada tahun 2001-2002 di RSUP. H. Adam Malik
Medan terdapat 105 pasien urolitiasis dengan kelompok umur terbanyak 30-
50 tahun yaitu sebesar 46,6% dan jenis kelamin pria lebih banyak daripada
wanita dengan proporsi 64,8%.
C. Patofisiologi
Diet Geografis Iklim dan temperatur
Infeksi Bakteri
Enzim Urease
Amonia dan Karbonat
pH urine dan CO2
Fosfat ammonium magnesium
(Batu Struvit)
Purin, ksalat, kalsium
Kandungan air, Ca, dan
kapur
Intake cairan <<
Subtansi pembentuk
batu
Gagal mencukupi kebutuhan air
tubuh
Vol. urine pekat+rendah
TersaturasiLarutan
pembentuk batu
Batu Saluran Kemih
Obstruksi partial Obstruksi total
Obstruksi Partial
Tekanan hidrostatik
Batu berpindah
Radang/Iritasi Hematuria
Retensi Urine
Statis urin
Resiko Infeksi
Demam
Infeksi
Nyeri
Obstruksi Total
Anuria
Aliran Balik urine
Hidronefrosis
PeningkatanTekanan
Ginjal
Iskemia arteri
Obstruksi kedua
Gagal ginjal
Mendesak lambung
Reflek renointestinal
Mual dan muntah
Beberapa teori terbentuknya urolitiasis, yaitu :
1. Teori Supersaturasi/Kristalisasi
Urin mempunyai kemampuan melarutkan lebih banyak zat yang
terlarut bila dibandingkan dengan air biasa. Dengan adanya molekul zat
organik seperti urea, asam urat, sitrat dan mukoprotein, juga akan
mempengaruhi kelarutan zat-zat lain. Bila konsentrasi zat-zat yang relatif
tidak larut dalam urin (kalsium, oksalat, fosfat) makin meningkat, maka
akan terbentuk kristalisasi zat tersebut. Bila air kemih menjadi asam (pH
turun) maka beberapa zat seperti asam urat akan mengkristal. Sebaliknya
bila air kemih menjadi basa (pH naik) maka beberapa zat seperti kalsium
fosfat akan mengkristal. Dengan demikian, pembentukan batu pada
saluran kemih terjadi bila keadaan urin kurang dari atau melebihi batas pH
normal sesuai dengan jenis zat pembentuk batu dalam saluran kemih.
Batasan pH urin normal antara 4,5-8.
2. Teori Nukleasi adanya nidus
Nidus atau nukleus yang terbentuk, akan menjadi inti presipitasi yang
kemudian terjadi. Zat/keadaan yang dapat bersifat sebagai nidus adalah
ulserasi mukosa, gumpalan darah, tumpukan sel epitel, bahkan juga
bakteri, jaringan nekrotik iskemi yang berasal dari neoplasma atau infeksi
dan benda asing.
3. Teori Tidak Adanya Inhibitor
Supersaturasi kalsium, oksalat dan asam urat dalam urin dipengaruhi
oleh adanya inhibitor kristalisasi. Terbentuk atau tidaknya batu di dalam
saluran kemih ditentukan oleh adanya keseimbangan antara zat-zat
pembentuk batu dan penghambat (inhibitor). Pada penderita batu saluran
kemih, tidak didapatkan zat yang bersifat sebagai inhibitor dalam
pembentukan batu. Magnesium, sitrat dan pirofosfat telah diketahui dapat
menghambat pembentukan nukleasi (inti batu) spontan kristal kalsium. Zat
lain yang mempunyai peranan inhibitor, antara lain: asam ribonukleat,
asam amino terutama alanin, sulfat, fluorida, dan seng.
4. Teori Epitaksi
Epitaksi adalah peristiwa pengendapan suatu kristal di atas permukaan
kristal lain. Bila pada penderita ini, oleh suatu sebab terjadi peningkatan
masukan kalsium dan oksalat, maka akan terbentuk kristal kalsium
oksalat. Kristal ini kemudian akan menempel di permukaan kristal asam
urat yang telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak jarang ditemukan
batu saluran kemih yang intinya terjadi atas asam urat yang dilapisi oleh
kalsium oksalat di bagian luarnya.
5. Teori Kombinasi
Teori Kombinasi adalah gabungan dari berbagai teori disebut dengan
teori kombinasi.
Terbentuknya batu sal.kemih dalam teori kombinasi adalah :
a. fungsi ginjal harus cukup baik untuk mengekskresi zat yang dapat
membentuk kristal secara berlebihan.
b. ginjal harus dapat menghasilkan urin dengan pH yang sesuai untuk
kristalisasi.
Dari kedua hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ginjal harus
mampu melakukan ekskresi suatu zat secara berlebihan dengan pH urin
yang sesuai sehingga terjadi presipitasi zat-zat tersebut.
c. urin harus tidak mengandung sebagian atau seluruh inhibitor
kristalisasi.
d. kristal yang telah terbentuk harus berada cukup lama dalam urin,
untuk dapat saling beragregasi membentuk nukleus, selanjutnya
akan mengganggu aliran urin. Statis urin yang terjadi kemudian,
memegang peranan penting dalam pembentukan batu saluran
kemih, sehingga nukleus yang telah terbentuk dapat tumbuh.
Sedangkan klasifikasi batu saluran kemih yaitu:
1) Batu Kalsium
• Batu jenis ini adalah jenis batu yang paling banyak ditemukan,
yaitu 70-80% dari jumlah pasien urolitiasis.
• Ditemukan lebih banyak pada laki-laki, rasio pasien laki- laki
dibanding wanita adalah 3:1, dan paling sering ditemui pada usia
20-50 tahun.
• Kandungan batu ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau
campuran dari keduanya.
• Kelebihan kalsium dalam darah secara normal akan dikeluarkan
oleh ginjal melalui urin.
• Penyebab tingginya kalsium dalam urin antara lain:
a) Peningkatan penyerapan kalsium oleh usus, gangguan
kemampuan penyerapan kalsium oleh ginjal
b) peningkatan penyerapan kalsium tulang
2) Batu Infeksi/Struvit
Batu struvit disebut batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih.
Adanya infeksi saluran kemih dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan bahan kimia dalam urin.
Bakteri dalam saluran kemih mengeluarkan bahan yang dapat
menetralisir asam dalam urin sehingga bakteri berkembang biak
lebih cepat dan mengubah urin menjadi bersuasana basa.
Suasana basa memudahkan garam-garam magnesium,
ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium
ammonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.
Terdapat pada sekitar 10-15% dari jumlah pasien urolitiasis. Lebih
banyak pada wanita, dengan rasio laki-laki dibanding wanita yaitu
1:5.
Batu struvit biasanya menjadi batu yang besar dengan bentuk
seperti tanduk (staghorn)
3) Batu Asam Urat
• Ditemukan 5-10% pada penderita urolitiasis.
• Rasio laki-laki dibanding wanita adalah 3:1.
• Sebagian dari pasien jenis batu ini menderita Gout, yaitu suatu
kumpulan penyakit yang berhubungan dengan meningginya atau
menumpuknya asam urat.
• Pada penyakit jenis batu ini gejala dapat timbul dini karena
endapan/kristal asam urat (sludge) dapat menyebabkan keluhan
berupa nyeri hebat (colic), karena endapan tersebut menyumbat
saluran kencing.
• Batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga sering kali
keluar spontan.
• Batu asam urat tidak tampak pada foto polos.
4) Batu Sistin
• Jarang ditemukan, terdapat pada sekitar 1-3% pasien urolitiasis.
• Penyakit batu jenis ini adalah suatu penyakit yang diturunkan.
• Batu ini berwarna kuning jeruk dan berkilau.
• Rasio laki-laki dibanding wanita adalah 1:1.
• Batu lain yang juga jarang yaitu Batu Silica dan Batu Xanthine
Analisis: Dari jenis batu yang menyebabkan seseorang menderita obstruksi saluran
kemih, batu yang paling berpengaruh adalah batu kalsium. Hal ini lebih beresiko
terhadap orang yang inaktif, karena penumpukan kalsium yang terdapat dalam
tubuh. Selain itu pertumbuhan tulang yang tidak efektif serta penggunaan kalsium
yang tidak optimal dan kalsium merupakan salah satu zat yang tidak dapat disimpan
dalam tubuh. Oleh karena itu, pengeluaran kalsium lebih banyak melewati system
urinarius.
D. Faktor Resiko
Faktor yang mempengaruhi terbentuknya urolitiasis, yaitu:
1. Usia
Lebih sering ditemukan pada usia 30-50 tahun
2. Jenis kelamin
Jumlah penderita laki-laki lebih banyak tiga kali dibandingkan
perempuan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur anatomi saluran
kemih antara laki-laki dan perempuan serta faktor hormone estrogen yang
mencegah terjadinya agregasi garam kalsium.
3. Pekerjaan
Pekerja-pekerja keras yang banyak bergerak, misalnya buruh dan
petani akan mengurangi terjadinya batu sal. kemih bila dibandingkan
dengan pekerja-pekerja yang lebih banyak duduk.
4. Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi
terbentuknya batu, sedangkan bila kurang minum menyebabkan kadar
semua substansi dalam urin akan meningkat dan akan mempermudah
pembentukan batu. Kejenuhan air yang diminum sesuai dengan kadar
mineralnya terutama kalsium diperkirakan mempengaruhi terbentuknya
batu sal. kemih
5. Makanan
Konsumsi makanan tinggi protein yang berlebihan dan garam akan
meningkatkan pembentukan batu sal. kemih. Diet banyak purin (kerang-
kerangan, anggur), oksalat (teh, kopi, cokelat, minuman soda, bayam),
kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin dan jeroan) mempermudah
terjadinya penyakit ini. Makan-makanan yang banyak mengandung serat
dan protein nabati mengurangi risiko batu sal. kemih dan makanan yang
mengandung lemak dan protein hewani akan meningkatkan risiko batu
sal. kemih.
6. Riwayat Keluarga/keturunan
Riwayat anggota keluarga yang pernah menderita batu sal. kemih akan
memberikan resiko lebih besar timbulnya penyakit ini. 30-40% penderita
kalsium oksalat mempunyai riwayat keluarga yang positif menderita batu
sal. kemih
7. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
akan menjadi inti pembentukan batu sal.kemih. Infeksi oleh bakteri yang
memecah ureum dan membentuk amonium akan mengubah pH urin
menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-garam fosfat sehingga
akan mempercepat pembentukan batu
8. Iklim dan temperatur/suhu
Individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan sinar
ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan
produksi vitamin D (memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat),
sehingga insiden batu saluran kemih akan meningkat. Tempat yang
bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat, mengurangi
produksi urin dan mempermudah pembentukan batu saluran kemih.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala urolitiasis, antara lain:
1. Nyeri
tergantung dari letak batu
2. Demam
Demam ialah tanda adanya kuman yang beredar di dalam darah. selain
demam adalah jantung berdebar-debar, tekanan darah rendah dan
pelebaran pembuluh darah di kulit. Demam akibat obstruksi saluran kemih
memerlukan dekompresi secepatnya
3. Hematuria dan Kristaluria
Hematuria adalah adanya darah yang keluar bersama urin. Kristaluria
adalah urin yang disertai dengan pasir atau batu.
4. Nausea dan Vomiting
Obstruksi saluran kemih bagian atas sering menimbulkan mual dan
muntah.
5. Pembengkakkan daerah punggung bawah
Penyumbatan saluran kemih bagian atas yang akut ditandai rasa sakit
punggung bagian bawah.
6. Infeksi
Ditandai gejala menggigil, demam, nyeri pinggang, nausea serta muntah
dan disuria. Secara umum infeksi pada batu struvit (batu infeksi)
berhubungan dengan infeksi dari Proteus sp, Pseudomonas sp, Klebsiella
sp
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Fisik
a) Kadang-kadang teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstruktif.
b) Nyeri tekan pada pinggang.
c) Batu uretra anterior bisa di raba.
d) Pada keadaan akut paling sering ditemukan kelembutan di daerah
pinggul (flank tenderness), ini disebabkan oleh hidronefrosis akibat
obstruksi yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung kemih.
Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan sedimen urin, jenis kristal yang ditemukan dapat memberi
petunjuk jenis batu. Pemeriksaan pH urin < 5 menyokong suatu batu
asam urat, sedangkan peningkatan pH (≥7) menyokong adanya
organisme pemecah urea seperti Proteus sp, Klebsiella sp,
Pseudomonas sp dan batu struvit.
b) Urine kultur: mikroorganisme
Untuk mengidentifikasi faktor pencetus terbentuknya urolitiasis
Pemeriksaan Radiologis
a) Foto polos abdomen
Menentukan besar, macam dan lokasi batu radiopaque. Batu jenis
kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radiopaque sedangkan batu
asam urat bersifat radiolusen
b) Intravenous Pyelogram (IVP)
IVP dapat menentukan letak batu, terutama batu yang radiolusen dan
untuk melihat fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu
semi opaque ataupun batu non opaque yang tidak dapat terlihat oleh
foto polos abdomen.
c) CT Scan (Computerized Tomography)
CT Scan adalah tipe diagnosis sinar X yang dapat membedakan batu
dari tulang atau bahan radiopaque lain.
d) Retrograte Pielografi (RPG)
Dilakukan bila pada kasus di mana IVP tidak jelas, alergi zat kontras,
dan IVP tidak mungkin dilakukan.
e) USG
Cara terbaik untuk mendeteksi urolitiasis ialah dengan kombinasi USG
dan foto polos abdomen. USG dapat melihat bayangan batu baik di
ginjal maupun di dalam kandung kemih dan adanya tanda-tanda
obstruksi urin.
f) Radioisotop
Untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu persatu, sekaligus adanya
sumbatan pada gagal ginjal.
G. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi Konservatif
• menunggu sampai batu dapat keluar dengan sendiri.
• Pasien diberikan air minum minimal 2-3 liter per hari.
• diet kalsium, oksalat, natrium, fosfat dan protein tergantung pada
penyebab batu
2) Pemberian obat-obatan
Bertujuan mengurangi rasa sakit, mengusahakan agar batu keluar
spontan, disolusi batu dan mencegah kambuhnya batu.
Beberapa jenis obat yang diberikan antara lain : spasmolitika yang
dicampur dengan analgesik untuk mengatasi nyeri, kalium sitrat untuk
meningkatkan pH urin, selulosa fosfat untuk menghambat absorbsi usus,
antibiotika untuk mencegah infeksi, tiazid untuk diuresis
3) Penatalaksanaan Tanpa Operasi
a) Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang
dari 5mm, karena batu dapat keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian
diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar
dari saluran kemih
b) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
ESWL adalah alat yang dapat memecah batu ginjal, batu ureter
proksimal atau batu kandung kemih tanpa melalui tindakan invasif
dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. batu yang keluar
menimbulkan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria. Persyaratan
dilakukan ESWL :
• Batu ginjal berukuran mulai dari 5 mm hingga 20 mm.
• Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.
• Fungsi ginjal masih baik.
• Tidak ada sumbatan distal dari batu.
c) Endourologi
Endourologi adalah tindakan invasif untuk memecah batu, dan
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan
langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra
atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu
dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidroulik,
energi gelombang suara atau energi laser. Proses ini dilakukan
dibawah anestesi lokal
4) Tindakan Operasi
a. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu sal.kemih.
Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
b. Bedah Terbuka
Pembedahan terbuka itu antara lain:
pielolitomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran
ginjal
ureterolitotomi untuk batu di ureter.
nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak
berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah
sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat batu sal.kemih
yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.
3. DISFUNGSI POLA PERKEMIHAN
Retensi Urin
A. Definisi
Retensi urin adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun
terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner &
Suddarth).
Retensi urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi
secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995)
B. Epidemiologi
Perubahan fisiologis pada kandung kemih yang terjadi saat kehamilan
berlangsung merupakan predisposisi terjadinya retensi urine satu jam
pertama sampai beberapa hari post partum. Insiden terjadinya retensi urine
post partum berkisar 1,7% sapai 17,9%.
C. Patofisiologi
Proses berkemih melibatkan 2 proses yaitu pengisian dan penyimpanan
urine dan pengosongan kandung kemih. Aktivitas otot-otot kandung kemih
Kegagalan dalam fase
Pengisian Urine Faktor buli-buli Faktor uretra
Pengeluaran Urine Faktor buli-buli Faktor uretra
Inkontinensia Urine Retensi
dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf
otonom dan somatik.
¤ Fase pengisian:
• Pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi
bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih.
• Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis
dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan
peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal
uretra.
• Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang
simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini
dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai
neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen kolinergik.
• Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf
sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan
informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak
menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal.
¤ Fase pengosongan pada kandung kemih, hambatan pada aliran
parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi
pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus
pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter
eksterna. Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang
minimal.
D. Faktor Resiko
Faktor resiko retensi urine meliputi:
Adanya gangguan otot detrusor atau ganglion parasimpatis pada dinding
kandung kemih
Adanya trauma traktus genitalia
Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2-
S4 setinggi T12-L1. Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis, misal:
kelainan medulla spinalis
Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur,
batu kecil, tumor pada leher vesika
Dapat disebabkan oleh kecemasan, kelainan patologi urethra (infeksi,
tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala retensi urine, meliputi:
• Diawali dengan urine mengalir lambat.
• pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus; ada rasa tidak puas
• terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien.
• Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
• Terasa ada tekanan pada saat berkemih, kadang terasa nyeri dan merasa
ingin BAK.
• Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada retensi urine adalah:
• Pemeriksaan specimen urine.
• Pengambilan: steril, random, midstream.
• Pengambilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit.
• Sistoskopi, IVP.
• uroflowmetry : untuk mengetahui fungsi berkemih
• voiding cystourethrography: untuk mengetahui tekanan saat berkemih
G. Penatalaksanaan
Kateterisasi,
Kateter Foley ditinggal dalam kandung kemih selama 24-48 jam untuk
menjaga kandung kemih tetap kosong dan kandung kemih menemukan
kembali tonus normal dan sensasi. Bila kateter dilepas, pasien harus dapat
berkemih secara spontan dalam waktu 4 jam. Setelah berkemih secara
spontan, kandung kemih harus dikateter kembali untuk memastikan bahwa
residu urine minimal. Bila kandung kemih mengandung lebih dari 100 ml
urine, drainase kandung kemih dilanjutkan lagi.
Analisis: Wanita dengan inkontinensia dan gejala gangguan kandung kemih yang
lain meningkatkan resiko terjadinya kesulitan berkemih dan dan retensi. Akibat dari
retensi adalah timbulnya infeksi traktus urinarius yang rekuren dengan kemungkinan
gangguan pada traktus urinarius bagian atas. Pendeteksian terhadap kondisi
tersebut merupakan hal yang penting dalam penanganan farmakologi dan
pembedahan pada wanita dengan inkontinensia urine yang cenderung menjadi
eksaserbasi kesulitan berkemih dan retensi kronik. clinical
Inkontinensia Urin
A. Definisi
Inkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan
dan atau sosial. Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya
beberapa tetes urin saja.
B. Faktor resiko
• Usia: 50 tahun ke atas
• Menurunnya hormon estrogen
• Perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain:
melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan
mengejan yang salah, atau batuk kronis.
• Infeksi: Gangguan saluran kemih bagian bawah
• gangguan metabolik: seperti diabetes melitus
• Kafein dan alcohol: bersifat diuretika
• Obesitas
C. Patofisiologi
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor
bila batuk atau bersin. Bisa juga disebabkan oleh kelainan di sekeliling
daerah saluran kencing.
Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi
kandung kemih.
Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung
kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas
berlebihan.
D. PENATALAKSANAAN
Manifestasi dan penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi
Ada beberapa pembagian inkontinensia urin:
a) Stress urinary incontinence
Terjadi apabila urin tidak terkontrol keluar akibat peningkatan tekanan di
dalam perut. Hal ini, tekanan di dalam kandung kencing menjadi lebih
besar daripada tekanan pada urethra.
Gejala: kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau
hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut.
Pengobatan dapat dilakukan secara tanpa operasi(misalnya dengan
Kegel exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun dengan
operasi.
b) Urge incontinence
Timbul pada keadaan otot detrusor yang tidak stabil, di mana otot ini
bereaksi secara berlebihan.
Gejalanya antara lain perasaan ingin kencing yang mendadak, kencing
berulang kali, kencing malam hari, dan inkontinensia.
Pengobatannya dilakukan dengan pemberian obat-obatan dan beberapa
latihan.
c) Total incontinence
Di mana kencing mengalir ke luar sepanjang waktu pada segala posisi
tubuh, disebabkan oleh adanya fistula (saluran abnormal yang
menghubungkan suatu organ dalam tubuh ke organ lain atau ke luar
tubuh), misal: fistula vesikovaginalis (terbentuk saluran antara kandung
kencing dengan vagina), fistula urethrovaginalis (saluran antara urethra
dengan vagina). Bila ini dijumpai,dapat ditangani dengan tindakan
operasi.
d) Overflow incontinence
Adalah urin yang mengalir keluar akibat isinya yang sudah terlalu banyak
di dalam kandung kencing akibat otot detrusor yang lemah. Biasanya
dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes, cedera pada
sumsum tulang belakang, atau saluran kencing yang tersumbat.
Gejala: rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin masih tersisa di
dalam kandung kencing), urin yang keluar sedikit dan pancarannya
lemah.
Penanganan Konservatif
Pada umumnya terapi inkontinensia urine adalah dengan cara operasi. Akan
tetapi pada kasus ringan ataupun sedang, bisa dicoba dengan terapi konservatif.
Latihan otot dasar panggul adalah terapi non operatif yang paling populer, selain
itu juga dipakai obat-obatan, stimulasi dan pemakaian alat mekanis.
1. Latihan Otot Dasar Pinggul (‘Pelvic Floor Exercises)
Kontinensia dipengaruhi oleh aktifitas otot lurik urethra dan dasar pelvis.
Fisioterapi meningkatkan efektifitas otot ini. Otot dasar panggul membantu
penutupan urethra pada keadaan yang membutuhkan ketahanan urethra
misalnya pada waktu batuk. Juga dapat mengangkat sambungan
urethrovesikal kedalam daerah yang ditransmisi tekanan abdomen dan
berkontraksi secara reflek dengan peningkatan tekanan intraabdominal,
perubahan posisi dan pengisian kandug kemih.
Pada inkompeten sfingter uretra, terdapat hilangnya transmisi tekanan
abdominal pada uretra proksimal. Fisio terapi membantu meningkatkan tonus
dan kekuatan otot lurik uretra dan periuretra.
Pada kandung kemih neurogrik, latihan kandung kemih (bladder training)
telah menunjukan hasil yang efektif. Latihan kandung kemih adalah upaya
melatih kandung kemih dengan cara konservatif, sehingga secara fungsional
kandung kemih tersebut kembali normal dari keadaannya yang abnormal.
Langkah-langkah LKK (Latihan kandung kecing) :
- Tentukan tipe kandung kemih neurogenik
- Tiap waktu miksi dimulai dengan stimulasi :
Tipe UMN : Menepuk paha dalam, menarik rambut daerah pubis,
masukkan jari pada rektum.
Tipe LMN : Metode Crade atau manuver valsava.
- Kateterisasi : kateter menetap atau berkala.
2. Obat-obatan
a. Alfa Adrenergik Agonis
Otot leher vesika dan uretha proksimal megandung alfa adrenoseptor yang
menghasilkan kontraksi otot polos dan peningkatan tekanan penutupan
urethra obat aktif agonis alfa-reseptor bisa menghasilkan tipe stmulasi ini
dengan efek samping relatif ringan..
b. Efedrin
Efek langsung merangsang alfa sebaik beta-adrenoseptor dan juga
melepaskan noradrenalin dari saraf terminal obat ini juga dilaporkan efektif
pada inkotinensia stres.Efek samping menigkatkan tekanan darah,
kecemasan dan insomnia oleh karena stimulasi SSP
c. Phenylpropanololamine
PPA (Phenylpropanololamine) efek stimulasi perifer sebanding dengan
efedrin, akan tetapi dengan efek CNS yang terkecil. PPA adalah komponen
utama obat influensa dalam kombinasi dengan antihistamin dan
anthikholinergik. Dosis 50 mg dua kali sehari. Efek samping minimal.
Didapatkan 59 % penderita inkontinensia stres mengalami perbaikan.
d. Estrogen
Penggunaannya masih kontroversi. Beberapa penelitian menunjukkan efek
meningkatkan transmisi tekanan intra abdominal pada uretra dengan
estrogen dosis tinggi oral dan intravaginal. Estrogen biasanya diberikan
setelah tindakan bedah pada inkontinensia dengan tujuan untuk
memperbaiki vaskularisasi dan penyembuhan jaringan urogential,
walaupun belum ada data yang akurat.
Analisis: Hal yang penting dalam menilai wanita dengan inkontinensia urine
adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Pemeriksaan
awal tidak selalu diagnostik, tetapi informasi yang didapat akan menuntun klinisi
dalm memilih test diagnostik yang diperlukan. Pada umumnya keluhan penderita
yaitu:
- Kencing keluar pada waktu batuk, tertawa, bersin dan latihan.
- Keluarnya kencing tidak dapat ditahan.
- Kencing keluar menetes pada keadaan kandung kencing penuh.
Pemeriksaan fisik yang lengkap meliputi pemeriksaan abdomen, vaginal,
pelvis, rektal dan penilaian neurologis. Pada pemeriksaan abdomen bisa
didapatkan distensi kandung kemih, yang menunjukkan suatu inkontinensia
luapan, dan dikonfirmasi dengan kateterisasi. Inspekulo bisa tampak prolaps
genital, sistokel dan rektokel. Adanya urine dalam vagina terutama pasca
histerektomi mungkin mengetahui adanya massa pelvis.16
Test sederhana dapat dikerjakan setelah pemeriksaan fisik untuk membantu
dalam menentukan tindakan selanjutnya. Test Q-tip (‘the cotton swab test’)16,
merupakan test sederhana untuk menunjukan adanya inkontinensia stres sejati.
Penderita disuruh mengosongkan kandung kemihnya, urine ditampung. Kemudian
spesimen urine diambil dengan kateterisasi. Jumlah urine dari kencing dan kateter
merupakan volume kandung kemih. Volume residual menguatkan diagnosis
inkontinensia luapan. Spesimen urine dikirim ke laboratorium.
Test diagnostik lanjut yaitu sistourethroskopi dan diagnostik imaging.
Sistourethroskopi dikerjakan dengan anestesi umum maupun tanpa anestesi,
dapat dilihat keadaan patologi seperti fistula, ureter ektopik maupun divertikulum.
Test urodinamik meliputi uroflowmetri dan sistometri. Sistometri merupakan test
yang paling penting, karena dapat menunjukan keadaan kandung kemih yang
hiperaktif, normal maupun hipoaktif. Diagnostik imaging meliputi USG, CT scan
dan IVP yang digunakan untuk mengidentifikasi kelainan patologi (seperti
fistel/tumor) dan kelainan anatomi (ureter ektopik).
Test tambahan yang diperlukan untuk evaluasi diagnostik yaitu ‘Pessary Pad
Test’. Penderita minum 500 ml air selama 15 menit untuk mengisi kandung kemih.
Setelah ½ jam, penderita melakukan latihan selama 45 menit dengan cara :
berdiri dari duduk (10 kali), batuk (10 kali), joging di tempat (11 kali), mengambil
benda dari lantai (5 kali), dan mencuci tangan dari air mengalir selama 1 menit.
Test positif bila berat Pad sama atau lebih besar dari 1g. Test ini dapat
menunjukan adanya inkontinesia stres hanya bila tidak didapatkan kandung kemih
yang tidak stabil.23
3. Stimulasi Elektrik
Metode ini paling sedikit diterima dalam terapi walaupun sudah rutin digunakan
selama 2 dekade. Prinsip stimulasi elektrik adalah menghasilkan kontraksi otot
lurik uretra dan parauretra dengan memakai implant/non-implant (anal atau
vaginal) elektrode untuk meningkatkan tekanan uretra. Aplikasi stimulasi
dengan kekuatan rendah selama beberapa jam per hari selama beberapa
bulan. Terdapat 64 % perbaikan penderita dengan cara implant, tapi metode
ini tidak populer karena sering terjadi efek mekanis dan morbiditas karena
infeksi. Sedang stimulasi non-implant terdiri dari generator mini yang
digerakkan dengan baterai dan dapat dibawa dalam pakaian penderita dan
dihubungkan dengan elektrode anal/vaginal. Bentuk elektrode vaginal : ring,
Hodge pessary, silindris.
4. Alat Mekanis (‘Mechanical Devices’)
Tampon : Tampon dapat membantu pada inkontinensia stres terutama bila
kebocoran hanya terjadi intermitten misal pada waktu latihan. Penggunaan
terus menerus dapat menyebabkan vagina kering/luka.
Edward Spring : Dipasang intravagina. Terdapat 70 % perbaikan pada
penderita dg inkontinensia stres dengan pengobatan 5 bulan. Kerugian terjadi
ulserasi vagina.
Bonnas’s Device: Terbuat dari bahan lateks yang dapat ditiup. Bila ditiup dapat
mengangkat sambungan urethrovesikal dan urethra proksimal.
Penanganan OPeratif
Penatalaksanaan stres inkontinensia urine secara operatif dapat dilakukan
dengan beberapa cara meliputi :
1. Kolporafi anterior
2. Uretropeksi retropubik 3. Prosedur jarum
4. Prosedur sling pu
5. Periuretral bulking agent 6. Tension vaginal tape (TVT)
Tindakan operatif sangat membutuhkan informed consent yang cermat dan
baik pada penderita dan keluarganya karena angka kegagalan maupun rekurensi
tindakan ini tetap ada.
KOLPORAPHY ANTERIOR
Kolporaphy anterior apakah dilakukan sebagai prosedur yang terpisah
atau bersamaan dengan pembedahan ginekologi yang lain umumnya
merupakan operasi ginekologi. Operasi ini merupakan operasi definitif untuk
mengkoreksi stes inkontinensia. Bagaimanapun selama dua dekade teknik
operasi ini telah teruji secara cermat dan terbukti lebih spesifik untuk
menangani kasus ini.
Gambaran klasik telah dipublikasikan oleh Kelly (1913). Teknik operasi
termasuk penjahitan pada robekan fascia dari uretra dan kandung kemih
yang kemudian dimodifikasi oleh Kennedy (1937). Selanjutnya sejumlah
modifikasi minor telah dilakukan.
Melakukan kolporaphy anterior memerlukan pemahaman tepat tentang
anatomi dan fisiologi struktur dasar panggul. Beberapa hal yang harus
diidentifikasi adalah :
1. Mukosa vagina
2. Peritoneum vesikouterina
3. Fascia pubovesikalis-servikalis
4. Uretrovesical junction
5. Uretra
6. Vena-vena pleksus uterovaginal
Analisis: Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan kencing. Anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang baik, dengan beberapa prosedur diagnostik yang
diperlukan mempunyai hasil yang baik untuk menegakkan diagnosis gangguan ini.
Jenis inkontinensia urine yang utama yaitu inkontinensia stres, desakan, luapan dan
fistula urine. Penatalaksanaan konservatif dilakukan pada kasus inkompetem
sfingter uretra sebelum terapi bedah. Bila dasar inkontinensia neurogen atau mental
maka pengobatan disesuaikan dengan faktor penyebab.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.
Mansyoer Arif, dkk. 2001. Kapita selekta kedokteran Jilid 1 Edisi ke tiga. Jakarta: Media Aesculapius.
Depkes RI Pusdiknakes. 1995. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan dan Penyakit Urogenital. Jakarta: Depkes RI.
Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan KeperawatanNugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.
Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC
Shultz, Jean. “Urinary Incontinence: Solving a Secret Problem.” Nursing 2002(November 2002): 53-5
Coyle & Prince, 2005, Urinary Tract Infection, in Dipiro J.T., et al, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 6th , Apleton & Lange, Stamford.
R. Morton and J.W.L.Wilson. Urolithiasis (2001). (diakses tanggal 4 juni 2010) (http://meds.queensu.ca/medicine/urology/education/lectures/urolithiasis_2001.html)
B. Purnomo, Basuki. 2005. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto
Purnomo, Dasar-dasar Urologi. FK Brawijaya, Malang 2003; 106-119.
Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika