Makalah AMDAL (Teluk Meksiko)
-
Upload
rosyiana-muchlis -
Category
Documents
-
view
220 -
download
32
description
Transcript of Makalah AMDAL (Teluk Meksiko)
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan populasi manusia yang cepat dan besarnya pengembangan
wilayah kota ke arah pesisir menyebabkan terjadinya pembukaan wilayah pantai
untuk berbagai aktivitas industri dan pemukiman yang memicu terjadinya
pencemaran laut akibat aktivitas anthropogenik (Ashley 2005). Pencemaran laut
diartikan sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau
komponen lain ke lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi
dengan baku mutu dan/atau fungsinya (PP No.19/1999).
Pencemaran laut dapat memberikan pengaruh yang membahayakan terhadap
kehidupan biota, sumberdaya dan kenyamanan ekosistem laut, kesehatan manusia dan
nilai guna lainnya dari ekosistem laut (Clark 2003). Salah satu polutan yang
berpotensi mencemari laut adalah minyak. Pencemaran minyak dapat membahayakan
ekosistem laut karena ekosistem dan biota perairan sangat rentan terhadap minyak
(Mukhtasor 2007).
Hampir setiap kegiatan membutuhkan peran hukum sebagai salah satu
aktivitas dalam rangka memastikan kegiatan tersebut. Demikian juga halnya dengan
kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, maka peran hukum lingkungan
menjadi sangat penting untuk memperjelas dan memastikan kegiatan tersebut.
Hukum lingkungan mencakup berbagai hal seperti asas-asas hukum
lingkungan, perencanaan dan pembuatan peraturan perundang-undangan, evaluasi
atas undang-undang yang dilaksanakan, penegakan hukum lingkungan, pertanggung
jawaban hukum, perangkat pencegahan dan pengendalian, sanksi 1hukum, dan lain-
lain.
2
Terkait dengan pelaksanaan dari 2hukum lingkungan melalui undang-undang,
maka saat ini berlaku Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan hidup.
Hingga memasuki 2milenium kedua, nampaknya masalah lingkungan hidup
tidak semakin membaik. Beberapa laporan dari Bank Dunia, UNDP bahkan United
Nations Environmental Programme (UNEP) sendiri menunjukan kecenderung bahwa
kondisi lingkungan hidup global semakin parah. Hal ini disebabkan karena semakin
kompleksnya persoalan yang dihadapi. Tidak hanya pencemaran, namun masalah-
masalah lain seperti perdagangan illegal limbah B3, penggunaan bioteknologi,
penipisan sumberdaya alam, meningkatnya kebutuhan 2energy, jumlah penduduk
serta distribusi yang tidak merata merupakan persoalan-persoalan yang tidak dapat
diselesaikan dalam jangka waktu yang cepat .
3
BAB II
ANALISA MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
2.1 Pengertian Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.
Kedudukan manusia terhadap lingkungan :
- Manusia bagian dari alam
- Mausia adalah segala-galanya sehingga dapt menggunakan Sumber Daya
Alam sesukanya.
Menurut Hardjasoemantri (1988), Pemanfaatan Sumber Daya Alam tanpa
memperhatikan konservasi dapat mengakibatkan pengurasan Sumber Daya Alam
yangg mengakibatkan pengurasan Sumber Daya Alam mengakibatkan
terganggunya keanekaragaman jenis flora dan fauna.
Permasalahan lingkungan dibagi menjadi 4 :
1. Ledakan penduduk
2. Limbah bahan berbahaya beracun cth : pestisida dan sampah radioaktif
3. Pergeseran lokasi sumber dan penyebaran penyemaran dari Negara industry
ke Negara berkembang.
4. Menyebarnya dampak local menjadi global.
4
2.1.1 Pencemaran Lingkungan
Pencemaran Lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat energy dan komponen lain kedalam lingkungan dan berbahaya bagi
tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses - proses alam sehingga
kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu sehingga lingkungan tidak
berfungsi sesuai peruntukkannya.
Pencemaran Lingkungan meliputi :
Pencemaran oleh makhluk hidup yakni makhluk hidup itu sendiri menjadi
agen pencemar bagi lingkungannya, contohnya adalah enceng gondok.
Pencemaran oleh zat yakni Suatu unsure kimia yang terlarut didalam air,
cairan lain dalam bentuk ion-ion terutama ion logam, misalnya metal merkuri
dapat merusak system saraf manusia.
Pencemaran air dapat diketahui dari Perubahan ph konsentrasi ion hydrogen,
Kesadahan, Perubahan warna, bau dan rasa, adanya endapan atau koloid, serta
Oksigen terlarut. Komponen pencemaran air antara lain Limbah zat kimia,
Limbah padat, Limbah bahan makanan, Limbah organic, dan Limbah
anorganik.
Pengelolaan lingkungan yaitu seluruh aspek kegiatan yangg terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pengawasan, pengendalian dan pemulihan
kualitas lingkungan.
2.1.2 Dampak Pencemaran Lingkungan
Ada beberapa tahapan untuk mengetahui dampak lingkungan yang terjadi, yaitu :
• Identifikasi ( Pengenalan )
Uraian Rona Lingkungan, menentukan komponen kegiatan dan komponen
lingkungan yang berubah akibat aktifitas.
5
• Prediksi ( Pendugaan )
Menentukan komponen lingkungan, komponen terkena dampak, perkiraan
perubahan lingkungan dan dampak.
• Evaluasi ( Penilaian )
Determinasi dampak positif dan negatif, dampak besar dan kecil.
2.1.2.1 Metode Dan Teknik Prakiraan Dampak
Teknik memprediksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
Teknik sederhana
Pada cara ini dikenal berbagai teknik seperti intuitive, ad hock, analogi dan
delphi.
Teknik pemodelan
Pada cara ini dikenal berbagai teknik seperti matematis, statistik hubungan
regresi, statistik korelasi dan grafis.
Teknik eksperimental
Pada cara ini dikenal dengan teknik penelitian laboratoris.
Teknik pertimbangan keahlian profesi (Professional judgment)
Cara ini sebenarnya merupakan cara kombinasi antara ke 3 cara di atas yang
dilakukan oleh pakar bidang tertentu terhadap suatu komponen lingkungan
tertentu. Dengan pengalaman yang dimiliki dan pengetahuan yang dikuasai
oleh seorang pakar maka prakiraan dampak sesuatu komponen lingkungan
akan dapat ditentukan dengan tepat.
Dari berbagai model ini maka yang paling banyak dipergunakan adalah
model sederhana, sebab cara ini akan lebih mudah diketahui dan dipelajari. Untuk
seluruh komponen lingkungan dan seluruh aktivitas pembangunan yang diduga
menimbulkan dampak dapat dipergunakan metoda prediksi checklist, matrik
6
interaksi, flowchart atau overlay. Namun banyak dipergunakan karena
pertimbangan mudah dilakukan adalah metoda matrik, interaksi dan checklist.
2.1.3 Baku Mutu
Untuk mengatakan atau menilai lingkungan telah rusak atau tercemar
dipakai Baku Mutu Lingkungan. Batas kadar makluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain yang ada atau harus ada (unsur pencemar) yang ditenggang
adanya dalam sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
Ada dua macam baku mutu air dari sumber air, yaitu:
1. STREAM STANDART
Persyaratan mutu air bagi sumber air seperti sungai, danau, rawa, air tanah
yang disusun dengan mempertimbangkan pemanfaatan sumber tersebut.
Kemungkinan mengencerkannya dan membersihkan diri terhadap beban
pencemaran dan faktor ekonomi
2. EFLUENT STANDART
Persyaratan mutu air limbah yang dialirkan ke sumber air, sawah, tanah dan
tempat lain dengan mempertimbangkan pemanfaatan sumber air tersebut dan
faktor ekonomi pengelolaan air buangan.
2.2 Sejarah Perundang-Undangan Lingkungan Hidup Di Indonesia
Titik tolak pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia sebagai
manifestasi konkrit dari upaya-upaya sadar, bijaksana dan berencana dimulai
pada tahun 1982 dengan dikeluarkannya UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebelum lahirnya undang-
undang ini, berbagai peraturan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan
hidup masih bersifat parsial-sektoral dimana masing-masing materi ketentuannya
mengacu kepada pengaturan masalah tertentu secara khusus. Dengan demikian,
7
beberapa ketentuan acapkali dirasakan tumpang tindih satu sama lain sehingga
membawa implikasi yang luas di bidang kelembagaan dan kewenangan
pengaturannya. (Soetaryono:2000:1)
2.2.1 Peraturan Perundang-Undangan
Salah satu fungsi negara hukum adalah membentuk berbagai peraturan
perundang-undangan. Menurut Attamimi (1987) wawasan negara yang
berdasarkan atas hukum menempatkan perundang-undangan dalam kedudukan
yang sentral. Sedangkan proses pembentukan perundang-undangan adalah produk
dari berbagai ahli baik hukum maupun non-hukum (ekonomi, sosial, fisika,
biologi dsb) melalui proses penyusunan rancangan perundang-undangan.
Sehingga dalam suatu konsep naskah akademis yang bahasanya masih sangat
teknis dan seringkali bersifat ilmiah, maka diperlukan rumusan ketentuan umum
yang menerjemahkan pengertian teknis dan ilmiah ini ke dalam bahasa hukum
baku atau bahasa hukum baru. Bahasa hukum baru ini tergantung pada materi
hukum yang diaturnya misalnya baku mutu emisi. (Silalahi:1995:2)
2.2.2 Perundang-Undangan Amdal
• AMDAL DALAM UU NO. 32 TAHUN 2009
Dalam UU No 32 Tahun 2009, AMDAL mendapat porsi yang cukup banyak
dibandingkan instrumen lingkungan lainnya, dari 127 pasal yang ada, 23 pasal
diantaranya mengatur tentang AMDAL. Tetapi pengertian AMDAL pada UU
No. 32 Tahun 2009 berbeda dengan UU No. 23 Tahun 1997, yaitu hilangnya
“dampak besar”. Jika dalam UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa
“AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup ......”, pada UU No.
32 Tahun 2009 disebutkan bahwa “ AMDAL adalah kajian mengenai dampak
penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan .....”.
8
Dari ke 23 pasal tersebut, ada pasal-pasal penting yang sebelumnya tidak
termuat dalam UU No. 23 Tahun 1997 maupun PP No.27 Tahun 1999 dan
memberikan implikasi yang besar bagi para pelaku AMDAL, termasuk
pejabat pemberi ijin.
2.2.3 Hal-hal penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam
UU No. 32 Tahun 2009
• AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
• Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun
dokumen AMDAL;
• Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki
lisensi AMDAL;
• Amdal dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin
lingkungan;
• Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai
kewenangannya.
Selain ke - 5 hal tersebut , ada pengaturan yang tegas yang diamanatkan dalam
UU No. 32 Tahu 2009, yaitu dikenakannya sanksi pidana dan perdata terkait
pelanggaran bidang AMDAL. Pasal-pasal yang mengatur tentang sanksi-sanksi
tersebut, yaitu:
• Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan;
• Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki
sertifikat kompetensi;
9
• Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa
dilengkapi dengan dokumen AMDAl atau UKL-UPL.
Kaitan UU No. 32 Tahun 209 dengan Peraturan Menteri LH No. 11 Tahun
2008:
Sebelum disahkannya UU No. 32 Tahun 2009, KLH sudah menerbitkan peraturan
menteri yang mengatur tentang Persyaratan Kompetensi Penyusun Dokumen
AMDAL (Permen. LH No. 11 Tahun 2008). Pada Pasal 4 Permen. LH No. 11
Tahun 2008 disebutkan bahwa persyaratan minimal untuk menyusun suatu
dokumen AMDAL adalah 3 (tiga) orang dengan kualifikasi 1 orang Ketua Tim
dan 2 orang Anggota Tim yang kesemuanya sudah memiliki sertifikat
kompetensi. Sementara amanat dalam UU No. 32 Tahun 2009 yang tertuang
dalam Pasal 28 adalah ”Penyusun dokumen sebagaimana ... wajib memiliki
sertifikat penyusun dokumen AMDAL". Jika yang dimaksud "penyusun
dokumen AMDAL" pada undang-undang lingkungan yang baru adalah seluruh
tim yang ada dalam suatu proses penyusunan dokumen AMDAL, maka dengan
demikian Permen. LH No. 11 Tahun 2008 Pasal 4 sudah tidak berlaku lagi.
Implikasinya selanjutnya adalah masa berlakunya persyaratan tersebut harus
mundur sampai ada peraturan menteri yang secara rinci mengatur tentang hal itu
sesuai amanat dalam Pasal 28 Ayat (4) yang memberikan kewenangan kepada
KLH untuk membuat peraturan yang mengatur lebih rinci hal tersebut.
Kaitan dengan Peraturan Menteri No. 06 Tahun 2008:
Sama seperti Permen. LH No. 11 Tahun 2008, ada perbedaan pengaturan yang
diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun 2009 dengan Permen. LH No. 06 Tahun
2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL yang berlaku efektif
pada tanggal 16 Juli 2009. Dalam peraturan ini persyaratan lisensi komisi penilai
diberikan kepada komisi penilai AMDAL kabupaten atau kota dan yang
menerbitkan lisensi tersebut adalah instansi lingkungan hidup propinsi. Sementara
10
dalam UU No. 32 Tahun 2009, komisi penilai AMDAL yang harus
dilisensi selain komisi penilai AMDAL kabupaten atau kota, tetapi juga terhadap
komisi penilai AMDAL pusat dan propinsi yang bukti lisensinya diberikan oleh
masing-masing pejabatnya (Menteri, gubernur, bupati dan walikota). Yang
menjadi pertanyaan adalah bagaimana bentuk pengawasan terhadap pemberian
lisensi tersebut jika masing-masing pejabat berhak mengeluarkan bukti lisensi
terhadap komisi penilainya. Maka dalam perubahan Permen No. 06 Tahun 2008,
KLH harus mengetatkan persyaratan penerbitan lisensi untuk komisi penilai
masing-masing daerah termasuk untuk komisi penilai penilai pusat.
11
BAB III
STUDI KASUS
Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil eksplorasi
produksi minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan,
pemrosesan, dan tangki penyimpanan minyak pada kapal laut. Limbah minyak
bersifat mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan
infeksi, dan bersifat korosif. Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan
beracun (B3), karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya dapat
mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, serta kelangsungan hidup
manusia dan mahluk hidup lainnya.
3.1 Pengeboran di laut
Pada umumnya, pengeboran minyak bumi di laut menyebabkan terjadinya
peledakan (blow aut) di sumur minyak. Ledakan ini mengakibatkan semburan
minyak ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan pencemaran. Contohnya,
ledakan anjungan minyak yang terjadi di teluk meksiko sekitar 80 kilometer dari
Pantai Louisiana pada 22 April 2010. Pencemaran laut yang diakibatkan oleh
pengeboran minyak di lepas pantai itu dikelola perusahaan minyak British
Petroleum (BP). Ledakan itu memompa minyak mentah 8.000 barel atau 336.000
galon minyak ke perairan di sekitarnya.
3.2 Tumpahan minyak
Tumpahan minyak di laut berasal dari kecelakaan kapal tanker.Contohnya
tumpahan minyak terbesar yang terjadi pada tahun 2006 di lepas pantai Libanon.
Selain itu, terjadi kecelakaan Prestige pada tahun 2002 di lepas pantai Spanyol.
Bencana alam seperti badai atau banjir juga dapat menyebabkan tumpahan
12
minyak. Sebagai contoh pada tahun 2007, banjir di Kansas menyebabkan lebih
dari 40.000 galon minyak mentah dari kilang tumpah ke perairan itu.
3.3 Efek yang ditimbulkan akibat pencemaran minyak bumi dilaut
Akibat yang ditimbulkan dari terjadinya pencemaran minyak bumi di laut adalah:
Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu berwarna
gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir, tumbuhan dan
hewan. Gumpalan tar yang terbentuk dalam proses pelapukan minyak akan
hanyut dan terdampar di pantai.
Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal
yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses sel
ataupun subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya kematian.
Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku namun
tidak mengakibatkan kematian secara langsung. Terumbu karang akan
mengalami efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan waktu
lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya.
Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan senyawa
beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun yang terbentuk
dari proses biodegradasi. Jika jumlah pitoplankton menurun, maka populasi
ikan, udang, dan kerang juga akan menurun. Padahal hewan-hewan tersebut
dibutuhkan manusia karena memiliki nilai ekonomi dan kandungan protein
yang tinggi.
Penurunan populasi alga dan protozoa akibat kontak dengan racun slick
(lapisan minyak di permukaan air). Selain itu, terjadi kematian burung-burung
laut. Hal ini dikarenakan slick membuat permukaan laut lebih tenang dan
menarik burung untuk hinggap di atasnya ataupun menyelam mencari
makanan. Saat kontak dengan minyak, terjadi peresapan minyak ke dalam
13
bulu dan merusak sistem kekedapan air dan isolasi, sehingga burung akan
kedinginan yang pada akhirnya mati.
3.4 Penanganan di laut
3.4.1 Pemantauan
Tindakan pertama yang dilakukan dalam mengatasi tumpahan minyak
yaitu dengan melakukan pemantauan banyaknya minyak yang mencemari laut
dan kondisi tumpahan. Ada 2 jenis pemantauan yang dilakukan yaitu dengan
pengamatan secara visual dan penginderaan jauh (remote sensing).
3.4.1.1 Pengamatan secara visual
Pengamatan secara visual merupakan pengamatan yang menggunakan
pesawat. Teknik ini melibatkan banyak pengamat, sehingga laporan yang
diberikan sangat bervariasi. Pada umumnya, pemantauan dengan teknik ini
kurang dapat dipercaya. Sebagai contoh, pada tumpahan jenis minyak yang ringan
akan mengalami penyebaran (spreading), sehingga menjadi lapisan sangat tipis di
laut. Pada kondisi pencahayaan ideal akan terlihat warna terang. Namun,
penampakan lapisan ini sangat bervariasi tergantung jumlah cahaya matahari,
sudut pengamatan dan permukaan laut, sehingga laporannya tidak dapat
dipercaya.
3.4.1.2 Pengamatan penginderaan jauh
Metode penginderaan jarak jauh dilakukan dengan berbagai macam
teknik, seperti Side-looking Airborne Radar (SLAR). SLAR dapat dioperasikan
setiap waktu dan cuaca, sehingga menjangkau wilayah yang lebih luas dengan
hasil penginderaan lebih detail. Namun,teknik ini hanya bisa mendeteksi lapisan
minyak yang tebal. Teknik ini tidak bisa mendeteksi minyak yang berada dibawah
air dalam kondisi laut yang tenang. Selain SLAR digunakan juga teknik
14
Micowave Radiometer, Infrared-ultraviolet Line Scanner, dan Landsat Satellite
System. Berbagai teknik ini digunakan untuk menghasilkan informasi yang cepat
dan akurat.
3.5 Penanggulangan
• Booms digunakan untuk menghambat perluasan limbah minyak di laut.
• Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya in-situ
burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent,
penggunaan bahan kimia dispersan, dan washing oil.
• In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan laut, sehingga
mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut, penyimpanan
dan pewadahan minyak serta air laut yang terasosiasi. Teknik ini
membutuhkan booms (pembatas untuk mencegah penyebaran minyak) atau
barrier yang tahan api. Namun, pada peristiwa tumpahan minyak dalam
jumlah besar sulit untuk mengumpulkan minyak yang dibakar. Selain itu,
penyebaran api sering tidak terkontrol.
• Bioremediasi yaitu proses pendaurulangan seluruh material organik. Bakteri
pengurai spesifik dapat diisolasi dengan menebarkannya pada daerah yang
terkontaminasi. Selain itu, teknik bioremediasi dapat menambahkan nutrisi
dan oksigen, sehingga mempercepat penurunan polutan.
• Penggunaan sorbent dilakukan dengan menyisihkan minyak melalui
mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pad permukaan sorbent) dan
absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi
mengubah fase minyak dari cair menjadi padat, sehingga mudah dikumpulkan
dan disisihkan. Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik, oleofobik,
mudah disebarkan di permukaan minyak, dapat diambil kembali dan
digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu organik alami (kapas, jerami,
15
rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir)
dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon).
• Dispersan kimiawi merupakan teknik memecah lapisan minyak menjadi
tetesan kecil (droplet), sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya
hewan ke dalam tumpahan minyak. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia
dengan zat aktif yang disebut surfaktan.
• Washing oil yaitu kegiatan membersihkan minyak dari pantai.
Gambar 3.1
Penanggulangan Booms digunakan untuk menghambat perluasan limbah minyak di laut
3.5.1 Peralatan
• Pembersihan limbah minyak di kawasan pantai.
• Alat-alat yang digunakan untuk membersihkan tumpahan minyak
• Booms merupakan alat untuk menghambat perluasan hambatan minyak.
• Skimmers yaitu kapal yang mengangkat minyak dari permukaan air.
• Sorbent merupakan spons besar yang digunakan untuk menyerap minyak.
16
• Vacuums yang khusus untuk mengangkat minyak berlumpur dari pantai atau
permukaan laut.
• Sekop yang khusus digunakan untuk memindahkan pasir dan kerikil dari
minyak di pantai.
Gambar 3.2
Pembersihan limbah minyak di kawasan pantai
17
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
1. AMDAL harus diletakkan sebagai bagian dari studi kelayakan karena untuk
keperluan pengambilan keputusan & mendatangkan manfaat yang lebih besar
kepada pemrakarsa.
2. Penilai AMDAL harus memahami konsekuensi dari AMDAL sebagai bagian dari
studi kelayakan.
3. Terkait dengan pelaksanaan dari 17hukum lingkungan melalui undang-undang,
maka saat ini berlaku Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup.
18
DAFTAR PUSTAKA
• Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Elqodar. Diakses pada 15 Desember
2013.
• Ginting, Pedana, Ir., Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri
(2007) Jakarta. MS.CV YRAMA WIDYA. Hal 17-18.
• http://amdal-indonesia.blogspot.com/ Diakses pada 15 Desember 2013
• ^ a
b
c
d
e (Inggris) Pencemaran Laut Timor versus Meksiko,
www.sinarharapan.co.id. Diakses pada 15 Desember 2013.
• ^ a
b
c
d
e (Inggris) Oil Spilss, www.enviroliteracy.org. Diakses pada 15
Desember 2013.
• ^ a b
c
d (Inggris) Oil, Water and Chocolate Mousse.(1994). Ottawa, Ontario:
Environment Canada. Pages 22-24.
• Saktiyono. IPA BIOLOGI, Jilid 1. Jakarta, ESIS. ISBN 979-734-523-8,
9789797345235. Hal 159.