MAKALAH ABSES HEPAR

download MAKALAH ABSES HEPAR

of 10

description

Medical Faculty

Transcript of MAKALAH ABSES HEPAR

Abses Hati Amebik (AHA)Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Abses hepar masih merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara berkembang. Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi yang rendah, serta gizi yang buruk.

Secara umum abses hepar terdiri atas dua jenis, yaitu : abses hepar amebik (AHA) dan abses hepar piogenik (AHP). Abses hepar amebik merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yangpaling sering dijumpai di daerah tropis/subtropik termasuk di Indonesia. Abses hepar amebik lebih sering terjadi di daerah endemik negara berkembang dibandingkan abses hepar piogenik. Abses hepar amebik terutama disebabkan oleh Entamoeba Histolytica, sedangkan abses hepar piogenik paling banyak disebabkan oleh bakteri gram negatif, yang terbanyak yaitu Escherichia coli, Klebsiella Pnemoniae, juga terjadi akibat komplikasi apendisitis ataupun dari sistem billiaris.Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini agar dapat mengetahui lebih lanjut mengenai abses hepar mulai dari etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosa, komplikasi dan juga pengobatan maupun pencegahannya.AnamnesisAnamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamanesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis).Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).

Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua atau suami atau isteri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi memang benar pasien yang dimaksud. Selain itu, identitas ini juga perlu untuk data penelitian, asuransi, dan lain sebagainya. Dari skenario, diperoleh identitas laki-laki berusia 38 tahun.Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang pergi ke dokter. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Dari skenario, keluhan utamanya adalah nyeri perut kanan atas sejak 1 hari yang lalu.

Riwayat penyakit sekarang yang merupakan cerita yang kronologi, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Riwayat perjalanan penyakit disusun dalam Bahasa Indonesia yang baik sesuai dengan apa yang diceritakan oleh pasien.Dalam melakukan anamnesis, harus diusahakan mendapat data-data seperti sejak kapan nyerinya, nyerinya menetap atau hilang-timbul, lokasi nyerinya dan penyebarannya (menjalar atau menetap), hubungannya dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang atau sore, atau sebaliknya, atau terus menerus tidak mengenal waktu, hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat bila melakukan aktivitas atau bertambah ringan bila melakukan istirahat, keluhan-keluhan yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului serangan, atau keluhan lain yang bersamaan dengan serangan, keluhannya baru pertama kali atau sudah berulang, faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau meringankan serangan, apakah ada saudara atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama, riwayat perjalanan ke daerah yang endemis untuk penyakit tertentu, perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi, dan upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang diminum oleh pasien, juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita Selain itu, pertanyaan lain yang perlu ditanyakan yang berhubungan dengan kasus adalah seperti bagaimana dengan urinnya, apakah warnanya seperti teh, ada kuning atau tidak (di sklera, kulit), fesesnya bagaimana (darah, lendir), dan sebagainya. Dari skenario diperoleh RPS keluhan nyeri pada sisi kanan dibawah dada dan nyei memburuk saat tidur terlentang dan berkurang bila kaki ditekuk atau agak membungkuk.Riwayat penyakit dahulu, menanyakan apakan pasien sebelumnya sudah pernah sakit seperti ini karena akan sangat bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.1Pemeriksaan Fisik

Tanda fisik umum dilihat keadaannya sadar, mengantuk atau tampak kesakitan. Kemudian tanda-tanda vital (TTV) yang terdiri dari suhu, tekanan darah, frekuensi nadi dan pernapasan. Dari kasus diperoleh suhu 36,5oC, TD: 100/60, FN: 86x/menit, FP: 19x/menit.Pemeriksaan fisik abdomen yang dilakukan meliputi inspeksi, melihat distensi, benjolan, asites, dan vena kolateral. Setelah inspeksi maka dilakukan palpasi untuk meraba perbesaran hepar ataupun lien dan untuk mengidentifikasi adanya rasa nyeri pada penekanan, perkusi untuk meneteksi adanya asites dan juga untuk mengkonfirmasi pembesaran hati ataupun lien (hepatomegali dan splenomegali), dan yang terakhir adalah auskultasi dapat mendeteksi bruit dari hepatoma. Dari kasus diperoleh nyeri tekan abdomen kanan atas.2Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan lab: leukositosis, anemia, peningkatakn laju endap darah.b. Pemeriksaan fungsi hati: peningkatan alkali fosfatase, peningkatan enzim transaminase. Peningkatan bilirubin serum, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP. Alfa feto protein (AFP pada hepatoma akan mencapai kadar >500 ng/ml).c. USG, sukar membedakan antara abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP), struktur hipoekoik sampai cairan (anekoik) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik di dalamnya. Tepinya tegas, ireguler yang makin lama makin bertambah tebal. Sedangkan hasil USG pada hepatoma adalah lesiya bisa soliter maupun multiple, relatif hipoekoik dengan adanya area-area anekoik (cairan) sebagai akibat nekrosis dan terdapat permukaan hati yang bergelombang (humps sign).d. CT Scan, pada abses hepar lebih sering terjadi pada lobus kanan dan pada CT Scan tampak sebagai lesi densitas rendah dan seringkali menunjukan penguatan yang menyerupai cincin di bagian perifer setelah penyuntikan kontras intravena. Kadang-kadang, gas terlihat di bagian sentral dari lesi hati memastikan diagnosis abses. e. Foto toraks dan foto polos abdomen pada abses hepar maka didapatkan gambaran diafragma kanan meninggi, efusi pleura, atelektasis basiler, empiema atau abses paru.f. Punksi hepar.g. Tes serologi ameba (AHA), Kultur darah (AHP). 1,4,5Diagnosis Bandinga. Abses hati piogenik (AHP). Abses hati merupakan infeksi pada hati yang disebabkan oleh infeksi bakteri, parasit, jamur, yang berasal dari sistem gastrointestinal dan bilier yang ditandai dengan proses supurasi dengan pembentukan pus, yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel inflamasi, dan sel darah dalam parenkim hati.

AHP biasanya terjadi pada usia yang lebih tua dibanding AHA dan lebih sering menyerang pria. Abses hepar piogenik paling banyak disebabkan oleh bakteri gram negatif, yang terbanyak yaitu Escherichia coli, Klebsiella Pnemoniae, juga terjadi akibat komplikasi apendisitis ataupun dari sistem billiarisManifestasi klinis AHP biasanya lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama dengan tipe remiten, intermiten atau febris kontinu, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (68 %), mual dan muntah (39%), berat badan menurun (46%). Setelah pemakain antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan, kelemahan badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil berwarna gelap. Pemeriksaan fisik yang didapatkan febris biasa hingga demam/panas tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat dengan adanya pergerakan abdomen, splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik, selain itu bisa didapatkan asites, ikterus serta tanda-tanda hipertensi portal. Adanya ikterus pada 24-52 % kasus biasanya menunjukkan adanya penyakit sistem bilier yang disertai kolangitis dengan prognosis yang buruk. Diagnosis AHP berdasarkan penyebab yang artinya dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi dan ini merupakan standar emas untuk diagnosis. 1,2b. Hepatoma. Merupakan tumor ganas primer yang berasal dari hepatosit. Di Indonesia HCC dtemukan tersering pada usia tua sekitar umur 50-60 tahun dengan predominasi pada laki-laki. Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Hepatoma mempunyai faktor resiko seperti pada penderita sirosis hati, hepatitis B dan C, diabetes melitus, obesitas, NASH (Non-Alcoholic steato-hepatitis), penyakit hati autoimun seperti hepatitis autoimun, dan sebagainya. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari asimptomatik hingga yang gejala dan tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan atas abdomen atau teraba pembengkakan lokal di hepar patut dicurigai menderita HCC. Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung, konstipasi atau diare. Sesak napas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan diafragma atau karena sudah ada metastasis di paru. Sebagian pasien HCC sudah menderita sirosis hati, baik yang masih dalam stadium kompensasi, maupun yang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal hati seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. Temuan fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali (dengan/tanpa bruit hepatik), splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar AFP serum >500 ng/mL disertai dengan pemeriksaan USG abdomen yang menunjang adanya karsinoma hepar dan CT atau MRI yang menunjukkan daerah hipervaskularisasi arterial dari nodul.1Diagnosis KerjaAbses hati amebik (AHA). Abses hati amebik (AHA) merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal yangpaling sering dijumpai di daerah tropis/subtropik termasuk di Indonesia. Abses hepar amebik lebih sering terjadi di daerah endemik negara berkembang dibandingkan abses hepar piogenik. Abses hepar amebik terutama disebabkan oleh Entamoeba Histolytica, yang merupakan komensal di lumen usus besar. AHA lebih sering menyerang pada usia yang lebih muda dibanding AHP dan sering juga menyerang laki-laki dibandingkan perempuan. Umumnya gejalanya sama dengan AHP akan tetapi tidak seberat seperti pada AHP. Pada AHA demamnya tidak terlalu tinggi dan leukositosis ringan. Pada AHA umumnya absesnya soliter tetapi pada AHP absesnya multiple. Untuk memastikannya juga dapat dilakukan tes serologi ameba.6,7Etiologi Abses hati amebik (AHA) merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal, paling sering terjadi di daerah tropis/subtropis. AHA lebih sering terjadi endemik di negara berkembang dibandingkan dengan AHP. AHA terutama disebabkan oleh Entamoeba histolytica yang merupakan komensal di lumen usus besar.7EpidemiologiAbses hati pada umumnya lebih sering pada pria dibandingkan wanita dan berhubungan dengan sanitasi yang jelek, status ekonomi rendah dan gizi buruk. Pada negara berkembang, abses hati amebik (AHA) didapatkan secara endemik dibandingkan AHP. AHA biasanya menyerang usia yang lebih muda dibandingkan AHP. Dan penularannya melalui fekal-oral ataupun lewat vekor.6,7PatofisiologiPenularan abses hepar amebik terjadi secara fekal-oral, dengan masuknya kista infektif bersama makanan atau minuman yang tercemar tinja penderita atau tinja karier amebiasis.Di dalam usus, oleh pengaruh enzim tripsin dinding kista pecah dan keluarlah trofozoit. Bentuk trofozoit dapat menginvasi jaringan, amoeba dapat menjadi patogen dengan mensekresi enzim cysteine protease, sehingga dapat melisiskan jaringan maupun eritrosit dan menyebar ke seluruh organ secara hematogen.

Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati Entamoeba Histolytica mensekresi enzim proteolitik yang melisiskan jaringan hati dan membentuk abses. Didaerah sentral dari abses terjadi pencairan yang berwarna coklat kemerahan, yang disebut anchovy sauce yang terdiri dari jaringan hati nekrotik dan berdegenerasi. Amoebanya dapat ditemukan pada dinding abses dan sangat jarang ditemukan di dalam cairan di bagian sentral abses. Kira-kira 25 % abses hati amoebik mengalami infeksi sekunder sehingga cairan absesnya menjadi purulen dan berbau busuk.7Manifestasi KlinisKeluhan yang timbul dapat bermacam-macam. Gejala dapat timbul secara mendadak (bentuk akut), atau secara perlahan-lahan (bentuk kronik). Dapat timbul bersamaan dengan stadium akut dari amebiasis intestinal atau berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah keluhan intestinal sembuh.Pada bentuk akut, gejalanya lebih nyata dan biasanya timbul dalam masa kurang dari 3 minggu. Keluhan yang sering diajukan yaitu rasa nyeri di perut kanan atas. Rasa nyeri terasa seperti tertusuk tusuk dan panas, demikian nyerinya sampai ke perut kanan. Dapat juga timbul rasa nyeri di dada kanan bawah, yang mungkin disebabkan karena iritasi pada pleura diafragmatika. Pada akhirnya dapat timbul tanda tanda pleuritis. Rasa nyeri pleuropulmonal lebih sering timbul pada abses hepatis jika dibandingkan dengan hepatitis. Rasa nyeri tersebut dapat menjalar ke punggung atau skapula kanan. Pada saat timbul rasa nyeri di dada dapat timbul batuk batuk. Keadaan serupa ini timbul pada waktu terjadinya perforasi abses hepatis ke paru paru. Sebagian penderita mengeluh diare. Hal seperti itu memperkuat diagnosis yang dibuat.Gejala demam merupakan tanda yang paling sering ditemukan pada abses hepar. Gejala yang non spesifik seperti menggigil, anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Lebih dari 90 % didapatkan hepatomegali yang teraba nyeri tekan. Hati akan membesar kearah kaudal atau kranial dan mungkin mendesak kearah perut atau ruang interkostal. Pada perkusi diatas daerah hepar akan terasa nyeri. Konsistensi biasanya kistik, tetapi bisa pula agak keras seperti pada keganasan. Pada tempat abses teraba lembek dan nyeri tekan. Dibagian yang ditekan dengan satu jari terasa nyeri, berarti tempat tersebutlah tempatnya abses. Abses yang besar tampak sebagai massa yang membenjol didaerah dada kanan bawah. Batas paru-paru hepar meninggi. Ikterus jarang terjadi, kalau ada biasanya ringan. Gambaran klinik abses hati amebik mempunyai spektrum yang luas dan sangat bervariasi, hal ini disebabkan lokasi abses, perjalanan penyakit dan penyulit yang terjadi.1Penatalaksanaana. MedikamentosaMetronidazole adalah amebisid jaringan yang saat ini merupakan pilihan pertama. Dosisnya bervariasi antara 3x750 mg hingga 3x800 mg per-hari selama 10 hari. Amebisid jaringan lainnya ialah klorokuin. Dosis yang diberikan 600 mg klorokuin basa (4 tablet), lalu 6 jam kemudian 300 mg (2 tablet) selanjutnya 2x150 mg/hari selama 28 hari. Cara lain adalah klorokuin 1 gr/hari (4 tablet) selama 2 hari, diteruskan 500 mg/hari (2 tablet) sampai 21 hari.b. Aspirasi terapeutik dilakukan dengan tuntunan USGIndikasi: Abses yang dikhawatirkan akan pecah; Dalam 48-72 jam tidak respons terhadap terapi medikamentosa; Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikardium atau peritoneum; Abses dengan serologi ameba negative; Abses multiplec. Tindakan pembedahan jarang dilakukan karena mortalitas tinggiIndikasi: Abses yang sangat besar dan menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal; Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil; Ruptur abses ke dalam rongga pleura/ intraperitoneal/ prekardial.Faktor yang mempengaruhi penyembuhan adalah seperti ukuran abses, hipoalbuminemia dan juga anemia.7Komplikasi

Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5-5,6%. Ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal, atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard atau retroperitoneum. Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktivasi abses.7PrognosisMortalitas abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16%. Prognosis buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain.7Kesimpulan

Laki-laki berusia 38 tahun tersebut menderita abses hati amebik (AHA). Terdapat nyeri tekan pada sisi kanan atas dibawah dada. Tanda spesifik pada abses hati adalah orang tersebut mengeluh nyeri saat tidur terlentang dan membaik sat membungkuk, dimana meupakan tanda spesifik dari abses hati sehingga apabila orang tersebut berjalan maka agak sedikit membungkuk dan memegang daerah yang sakit tersebut. Pada pemeriksaan fisik tidak terdapat demam sedangkan pada abses hati piogenik justru terdapar demam dan leukositosis. Akan tetapi pada AHA tidak separah AHP. Sedangkan terdapat nyeri tekan pada sisi kanan atas dibawah dada. Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed 5 (1). Jakarta: Interna Publishing; 2010. h. 25-7, 685-94.2. Bickley LS. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Ed 8. Jakarta: EGC; 2009. h. 344-7.3. Sutarto AS, dkk. Radiologi diagnostik. Ed 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005. h. 469. 4. Halim SL, Iskandar I, Edward H, Kosasih R,, Sudiono H. Patologi klinik kimia klinik. Jakarta: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013. h. 120.5. Patel PR. Radiologi. Ed 2. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. h. 144-6.6. Sulaiman A, Akbar N, Lesmana LA, Noer MS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Ed 1. Jakarta: Jayabadi; 2007. h. 487-92.7. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013. h. 181-5.10