MAKALAH

30
MAKALAH STRUKTUR ELEKTRONIK ZAT PADAT Tentang Optimalisasi Gliserol dengan Menambahkan Katalis Asam Sulfat untuk Menghasilkan Triacetin sebagai Bahan Aroma pada Permen, Minuman dari Susu, Minuman dan Permen Karet dengan menggunakan Software Chemoffice Oleh : VERA FIRMANSARI 1201457/2012 FISIKA Dosen Pembimbing : Hj. Ratnawulan, M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2014

description

SEZP

Transcript of MAKALAH

Page 1: MAKALAH

MAKALAH STRUKTUR ELEKTRONIK ZAT PADAT

Tentang

Optimalisasi Gliserol dengan Menambahkan Katalis Asam Sulfat untuk Menghasilkan

Triacetin sebagai Bahan Aroma pada Permen, Minuman dari Susu, Minuman dan

Permen Karet dengan menggunakan Software Chemoffice

Oleh :

VERA FIRMANSARI

1201457/2012

FISIKA

Dosen Pembimbing : Hj. Ratnawulan, M.Si

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2014

Page 2: MAKALAH

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur Syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis untuk menyelesaikan makalah dengan

judul:“ Optimalisasi gliserol dengan menambahkan katalis Asam Sulfat untuk menghasilkan triacetin

sebagai bahan aroma pada permen (gula-gula), minuman dari susu, minuman ringan dan

permen karet”.

Terwujudnya makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan semangat dari berbagai

pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada:

1. Ibu Hj. Ratnawulan, MSi selaku dosen pembimbing mata kuliah STRUKTUR

ELETRONIK ZAT PADAT yang telah membimbing penulis dalam penyusunan

makalah.

2. Semua pihak yang terkait yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, semoga

Allah membalas semua kebaikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan

makalah yang akan datang.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pendidikan dan pengajaran

serta menjadi amal ibadah di sisiNya, amien.

Padang, Desember 2014

Penulis,

Page 3: MAKALAH

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………. i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………. 3

A. Latar Belakang……………………………………………………………… 4

B. Perumusan Masalah……………….................................... .......................... 4

C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………. 6

A. Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar …………………………………………… 6

B. Gliserol ............................................................................................................

C. Tingkat Energi Elektronik Molekul……………………………………….. 9

D. Energi Aktivasi……………………………………………………………. 20

BAB III PEMBAHASAN ..........................................................................................

A. Mekanisme energi dalam pembentukan triacetin dengan mereaksikan

gliserol dengan asam asetat menggunakan katalis asam sulfat .............................

B. jarak efektif antar molekul agar proses reaksi pembentukan

tracetin……………………………………………. 19

C. Bentuk grafik dari energi dan muatan dalam pembentukan triacetin ...................

D. Besar energi aktivasi yang dihasilkan dari reaksi menggunakan chemoffice ...... 22

E. Mengetahui Atom dari molekul gliserol dan asam astet yang

berfungsi sebagai akseptor dan sebagai donor ..................................................... 26

BAB V PENUTUP…………………………………………………………………. 27

A. KESIMPULAN……………………………………………………………… 27

B. SARAN…………………………………………………………………….... 27

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: MAKALAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jenis sumber energi baru dan terbarukan (EBT) yang menjadi perhatian dewasa ini

adalah biofuel, termasuk biodiesel, bioetanol, dan bio-oil). Biodiesel merupakan salah

satu bahan bakar alternatif yang terbuat dari minyak nabati dengan alkohol. Pada

pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar akan diperoleh hasil samping berupa

gliserol. Jika pembuatan biodiesel meningkat, maka secara ekivalensi hasil samping

gliserol juga akan meningkat. Untuk itu usaha pengolahan gliserol menjadi produk lain

harus dilakukan.

Gliserol bila diesterifikasi dengan asam asetat akan membentuk triacetin. Kegunaan

triacetin sangat banyak baik untuk keperluan bahan makanan maupun non makanan.

Untuk bahan makanan, triacetin dapat digunakan sebagai bahan aroma pada permen

(gula-gula), minuman dari susu, minuman ringan dan permen karet. Sedangkan untuk

bahan non makanan triacetin dapat digunakan untuk pelarut pada parfum, tinta cetak,

pelarut pada aroma, plastisizer untuk resin selulosa, polimer dan ko-polimer, bahkan

dapat digunakan sebagai bahan aditif bahan bakar untuk mengurangi knocking pada

mesin mobil. Produk samping berupa gliserol selama ini menjadi kendala yang cukup

berarti pada pembuatan biodiesel.

Untuk itu, perlu adanya usaha untuk mengatasi masalah tesebut yang dapat

memberikan nilai tambah. Salah satunya dengan mengolahnya menjadi triacetin.

Pembuatan triacetin dilakukan dengan mereaksikan gliserol dan asam asetat dengan

menggunakan katalisator padat Pengunaan katalisator padat dimaksudkan agar

memudahkan dalam pemisahan hasil.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mereaksikan gliserol dengan asam asetat

menggunakan katalisator asam sulfat menggunakan Software Chemoffice dan

Winmopeac setelah itu dibandingkan secara teori.

Page 5: MAKALAH

5

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme energi dalam pembentukan triacetin dengan mereaksikan

gliserol dengan asam asetat menggunakan katalis asam sulfat?

2. Berapakah jarak efektif antar molekul agar proses reaksi pembentukan

tracetindapat berlangsung ?

3. Bagaimana bentuk grafik dari energi dan muatan dalam pembentukan triacetin?

4. Berapakah besar energi aktivasi yang dihasilkan dari reaksi menggunakan

chemoffice ?

5. Atom apa saja dari molekul gliserol dan asam astet yang berfungsi sebagai

akseptor dan sebagai donor?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui mekanisme energi dalam pembentukan triacetin dengan mereaksikan

gliserol dengan asam asetat menggunakan katalis asam sulfat?

2. Mengetahui jarak efektif antar molekul agar proses reaksi pembentukan tracetin

dapat berlangsung

3. Mengetahui bentuk grafik dari energi dan muatan dalam pembentukan triacetin

4. Mengetahui besar energi aktivasi yang dihasilkan dari reaksi menggunakan

chemoffice

5. Mengetahui Atom dari molekul gliserol dan asam astet yang berfungsi sebagai

akseptor dan sebagai donor

Page 6: MAKALAH

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Minyak Jarak Pagar

Gliserol yang didapatkan salah satunya bisa diambil pada hasil biodiesel dari

minyak jarak pagar. Minyak jarak pagar dihasilkan dari bagian daging biji tanaman

jarak pagar. Kandungan rata-rata minyak yang terdapat dalam biji berkisar antara

20 sampai 35% dari berat kering biji. Beberapa faktor yang menentukan rendemen

minyak jarak pagar adalah varietas, kualitas benih, agroklimat, tingkat kesuburan

tanah dan metode pemeliharaan yang dilakukan. Minyak jarak pagar termasuk

minyak nabati yang tersusun atas molekul trigliserida yang merupakan hasil

persenyawaan gliserol dengan asam lemak (Hambali et al. 2006) Sifat fisikokimia

minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 1.

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa komposisi terbesar penyusun minyak jarak pagar

adalah asam oleat (43,1%), kemudian asam linoleat (34,3%) dan asam palmitat

(14,2%). Asam oleat merupakan asam lemak yang terdiri dari rantai C16 dengan

satu ikatan rangkap. Menurut Ketaren (1996), banyaknya jumlah atom C dan ikatan

rangkap dalam asam lemak menentukan sifat fisikokimia dari asam lemak tersebut

Page 7: MAKALAH

7

B. Gliserol

Gliserol merupakan salah satu hasil samping produksi biodiesel yang

mempunyai jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan hasil samping lainnya.

Jumlah gliserol yang dihasilkan pada Minyak jarak pagar dari setiap produksi

biodiesel kurang lebih 10 % dari total produksi biodiesel (Dasari et al. 2005).

Selama ini gliserol hasil samping produksi biodiesel masih bernilai ekonomis

rendah, karena kemurniannya masih belum memenuhi standar. Gliserol hasil

samping produksi biodiesel belum dapat dimanfaatkan, baik dalam bidang farmasi

maupun makanan sebagaimana lazimnya gliserol paling banyak digunakan. Pachauri

dan He (2006) melaporkan berbagai penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan

nilai tambah gliserol hasil samping produksi biodiesel menjadi beberapa produk

turunan seperti 1-3 propanadiol, 1-2 propanadiol, dihidroksiaseton, asam suksinat,

hidrogen, poligliserol, poliester dan polihidroksialkonat.

Tabel 2. Karakteristik gliserol

Paramater Nilai/karakteristik

Nomor registrasi CAS 56-81-5

Rumus formula

Bobot molekul(𝑚𝑜𝑙−1 92,1

Fasa Cair

Warna Tidak berwarna

Proses pemurnian gliserol harus dilakukan untuk meningkatkan derajat

kemurnian gliserol sebelum digunakan. Yong et al. (2001) melakukan pemurnian

gliserol yang diperoleh dari industri metil ester minyak inti sawit melalui proses

Page 8: MAKALAH

destilasi sederhana pada suhu 120oC – 126oC, tekanan 4,0 x 10-1 - 4.0 x 10-2 mbar

dan kemudian didinginkan pada suhu 8oC. Proses pemurnian ini berhasil

meningkatkan kemurnian gliserol dari 50,4% menjadi 96,6%. Adanya penggunaan

panas pada proses destilasi metode tersebut menyebabkan meningkatnya biaya

pemurnian gliserol yang tidak sebanding dengan nilai ekonomi yang diperoleh.

Proses peningkatan kemurnian gliserol yang lebih sederhana dan relatif lebih murah

dilakukan oleh Farobie (2009) dengan cara mereaksikan gliserol kasar dengan

sejumlah asam fosfat sampai terbentuk endapan garam kalium fosfat. Tujuan utama

proses ini adalah untuk menetralkan sisa katalis basa (KOH) dengan asam fosfat.

Proses ini berhasil meningkatkan kemurnian gliserol dari 50% menjadi 80%. Proses

ini juga menghasilkan produk samping berupa garam kalium fosfat yang dapat

digunakan sebagai pupuk. Selain garam kalium fosfat, produk lain yang dihasilkan

pada saat pemurnian gliserol dengan menggunakan metode ini adalah asam lemak.

Selain diproduksi melalui transesterifikasi minyak dan lemak, gliserol juga

diproduksi melalui proses produksi dari alil klorida, propene oksida, proses

fermentasi dari gula dan proses hidrogenasi karbohidrat. Beberapa proses non

komersial lainnya yang memungkinkan terbentuknya gliserol adalah

photoproduction dari biomassa, sintetis hidrogenasi katalitik karbon dioksida, serta

proses produksi gliserol sintetis dari molase yang terhenti sejak tahun 1969. Gliserol

yang dihasilkan baik dari proses transesterifikasi minyak dan lemak maupun yang

disintesis dengan berbagai proses tersebut di atas merupakan bahan baku utama dan

pendukung yang digunakan dalam berbagai industri. National Biodiesel Board

(2010) menyatakan bahwa gliserol paling banyak digunakan di enam bidang industri

yaitu industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetika, rokok, kertas dan

percetakan serta industri tekstil. Gliserol digunakan baik sebagai bahan baku proses,

bahan antara dan sebagai bahan tambahan yang berfungsi untuk meningkatkan

kualitas suatu produk.

Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang terbuat dari minyak nabati

dengan alkohol. Pada pembuatan biodiesel akan diperoleh hasil samping berupa gliserol. Jika

pembuatan biodiesel meningkat, maka secara ekivalensi hasil samping gliserol juga akan

meningkat. Untuk itu usaha pengolahan gliserol menjadi produk lain harus dilakukan.

Page 9: MAKALAH

9

Gliserol bila diesterifikasi dengan asam asetat akan membentuk triacetin. Kegunaan

triacetin sangat banyak baik untuk keperluan bahan makanan maupun non makanan. Untuk

bahan makanan, triacetin dapat digunakan sebagai bahan aroma pada permen (gula-gula),

minuman dari susu, minuman ringan dan permen karet. Sedangkan untuk bahan non makanan

triacetin dapat digunakan untuk pelarut pada parfum, tinta cetak, pelarut pada aroma,

plastisizer untuk resin selulosa, polimer dan ko-polimer, bahkan dapat digunakan sebagai

bahan aditif bahan bakar untuk mengurangi knocking pada mesin mobil

(www.wikipedia.com).

Mekanisme reaksi esterifikasi gliserol dan asam asetat menjadi triacetin sebagai berikut:

Pembuatan triacetin antara gliserol dan asam asetat telah dilakukan oleh peneliti

sebelumnya, baik dengan katalisator fase cair dan fase padat. Anindito (2008) telah

melakukan pembuatan triacetin antara gliserol dan asam asetat dengan katalisator asam

sulfat, konversi tertinggi diperoleh pada perbandingan pereaksi 6 gmol asam asetat/gmol

gliserol, konsentrasi katalisator 0,67% berat gliserol, dan konversi 85%.

A. Tingkat Energi Elektronik Molekul

1. Keadaan Eksitasi

Molekul merupakan ikatan dari beberapa molekul-molekul yang saling

berinteraksi atau berikatan karena adanya gaya listrik. Molekul dapat juga

digambarkan sebagai kumpulan dari inti yang pergerakannya lambat dan memiliki

elektron yang menempati orbital mengelilingi inti. Sesuai dengan kaidah mekanika

Page 10: MAKALAH

kuantum, energi elektronik di dalam molekul adalah diskrit membentuk beberapa

tingkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat seperti Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Energi Molekul Prinsip Frank-Condon

(http://en.wikipedia.org/wiki/Franck%E2%80%93Condon_principle)

Molekul awalnya berada dalam keadaan dasar bersifat stabil atau singlet, yang

mana elektronnya berpasangan (spin up dan spin down). Jika molekul mendapat

energi yang cukup misalnya dari absorbsi foton, absorbsi termal, ataureaksi kimia,

maka elektron di dalam molekul dapat meloncat ke keadaan berikutnya. Keadaan

tersebut dinamakan keadaan eksitasi. Keadaan eksitasi adalah keadaan yang harus

dilewati oleh molekul-moleku yang bereaksi untuk menuju ke keadaan akhir

(produk). Hal ini terjadi sesuai dengan prinsip Frank-Condon yang menyatakan

bahwa molekul-molekul umumnya memasukai keadaan tereksitasi setelah adanya

penyerapan elektronik seperti yang tergambar pada Gambar 4. Untuk transisisi vibrasi

suatu molekul pada awalnya v = 0 tinggkat vibrasi dari keadaan dasar dan ketika

Page 11: MAKALAH

11

mendapatkan energi yang cukup, mengakibatkan terjadinya suatu transisi elektronik

ke v = 1.

2. Spektrum Elektronik Molekul

Pada Gambar 5, ”a” merupakan garis absorbsi, garis ini merupakan selisih

energi antara dua keadaan molekul yang melakukan absorbsi anergi. Molekul dalam

keadaan tereksitasi mengalami transisi spektrum dan apabila pada panjang

gelombang tunggal molekul mengabsorbsi energi maka spektrum akan terdiri dari

garis-garis tunggal seperti pada spektrum emisi molekul-molekul.

Gambar 5. Diagram Jablonski untuk Molekul (Ratnawulan, 2008).

Emisi radiasi yang dihasilkan akibat peralihan molekul dari keadaan dasar

tanpa mengalami perubahan dalam kelipatgandaan juga terjadi akibat proses transisi,

hal ini ditandai dengan huruf ”b” pada Gambar 5. Elektron apabila tereksitasi akan

kehilangan energi karena molekul memberikan energi vibrasinya ketika bertumbukan

dengan molekul lain dan kembali kekeadaan dasar, saat itu terjadilah emisi radiasi

maka proses ini dikenal dengan fluoresensi.

Page 12: MAKALAH

Proses transisi juga mempengaruhi terjadinya persilangan antar sistem yang

menyangkut perubahan spin dan ditandai dengan huruf ”c” pada Gambar 5. Dalam

proses fotokimia, persilangan antar sistem dari singlet tereksitasi terendah ke triplet

terendah adalah suatu hal yang penting karena mempunyai waktu hidup yang panjang.

Huruf ”d” pada Gambar 5 menandakan proses fosforesensi yang merupakan

proses akibat transisi karena adanya kemungkinan kehilangan energi karena

perpindahan triplet terendah kekeadaan dasar yang disebabkan oleh proses radiatif.

Gambar 5 menggambarkan molekul organik mempunyai tingkat dasar tunggal

(singlet), yang dinyatakan dengan S0. Keadaan tunggal tereksitasi yang dinyatakan

sebagai S 1 , S 2 dan seterusnya berdasarkan tingkat kenaikan energi dan keadaan

triganda (triplet) yang dinyatakan dengan T 1 , T 2 dan seterusnya. Biasanya molekul

organik yang telah menyerap energi cenderung menempati keadaan tereksitasi singlet

daripada keadaan triplet karena peralihan S 0 → T 1 . Hal ini menyangkut perubahan

kelipat gandaan spin yang terlarang keras.

Adanya dua keadaan singlet dan triplet yang disebabkan elektron-elektron

yang berpasangan pada keadaan dasar S 0 yakni sepasang untuk tiap orbital. Pada saat

tereksitasi, salah satu elektron pindah kepada orbital yang mempunyai energi yang

lebih tinggi. Kedua spin pada salah satu elektron dalam keadaan tereksitasi dapat

sama yakni keduanya +1/2 atau -1/2, atau kedua elektron itu mempunyai spin yang

berlawanan yakni +1/2 dan -1/2.

Kelipatgandaan suatu keadaan adalah sama dengan 2 S + 1 dimana S adalah

jumlah bilangan spin, baik +1/2 maupun -1/2. Bila kedua elektron mempunyai spin

yang sama maka S =1 dan kelipatgandaan 2 S +1=3 sehingga diperoleh keadaan

Page 13: MAKALAH

13

triplet. Bila elektron-elektron mempunyai spin berlawanan maka S=0 dan

kelipatgandaan 2 S +1=1 sehingga diperoleh keadaan singlet (S1).

3. Eksitasi Molekul Akibat Reaksi Kimia

Pada reaksi kimia juga terjadi eksitasi molekul, hal ini sesuai dengan teori

keadaan transisi atau teori laju reaksi absolut. Teori ini menyatakan bahwa ada suatu

keadaan yang harus dilewati oleh molekul-molekul yang bereaksi dalam tujuannya

menuju ke keadaan akhir atau produk. Eksitasi molekul mentransfer energinya ke

molekul lain yang berikatan kemudian kembali ke keadaan dasar, sambil

memancarkan radiasi elektromagnetik (Rahmi, 2008).

Ada tiga kondisi yang diperlukan untuk reaksi yang dibangkitkan secara kimia

(Ratnawulan, 2005). Kondisi pertama adalah reaksi kimia harus eksoterm dengan ∆E

< 0 untuk membebaskan energi yang cukup dalam membentuk molekul kekeadaan

tereksitasi. Contoh reaksi eksoterm yaitu :

NO2(g) + CO(g) NO(g) + CO2(g)

Pada reaksi ini terjadi eksitasi molekul untuk menuju ke keadaan akhir, hal ini dapat

terlihat pada diagram koordinat reaksi eksoterm dan molekul teraktifkan dari reaksi

ini pada Gambar 6.

Page 14: MAKALAH

Gambar 6. Koordinat Reaksi Eksoterm dan Molekul Teraktif

(www.kinetika _kimia.com)

Kondisi kedua adalah reaksi kimia harus mampu menyokong terbentuknya

molekul ke keadaan eksitasi. Sedangkan kondisi ketiga adalah molekul keadaan

eksitasi harus mampu memancarkan gelombang elektromagnetik atau menstransfer

energinya ke molekul lain untuk memancarkan gelombang elektromagnetik.

Secara umum, reaksi yang dibangkitkan secara kimia (kemilunilasensi) dapat

dihasilkan oleh dua mekanisme dasar. Mekanisme pertama adalah langsung yang

melibatkan dua reaktan bereaksi untuk membentuk sebuah produk keadaan tereksitasi

elektronik. Produk tersebut kemudian mengalami relaksasi ke keadaan dasar sambil

memancarkan sebuah foton. Reaksi langsung dapat dinyatakan sebagai berikut:

C* + D A+B

C*

C + hv

A dan B adalah reaktan dan C* adalah produk tereksitasi. Ilustrasi proses

energi eksitasi untuk reaksi langsung kemiluminisensi ditunjukkan pada gambar 7.

Gambar 7. Proses Energi pada Reaksi Kemiluminisensi / Bioluminisensi untuk Reaksi:

A + B → C* + D → C + hv (Ratnawulan, 2008)

Page 15: MAKALAH

15

Gambar 7 di atas memperlihatkan proses energi untuk reaksi kemiluminisensi dimana

∆HA adalah energi entalpi yang tersimpan dalam reaktan dan ∆HA* adalah energi

enthalpi aktivasi pada keadaan eksitasi yang selanjutnya relaksasi kekeadaan dasar

sambil memancarkan cahaya tampak. Proses reaksi kemiluminisensi dapat terjadi

jika ∆HA*

< ∆HA. Karena pada proses kemiluminisensi mensyaratkan energi yang

terlibat harus eksoterm maka reaksi terbatas hanya pada reaksi redoks yang

menggunakan oksigen dan hidrogen peroxida atau oksidan potensial lainnya.

Proses transisi elektronik untuk reaksi kemiluminisensi digambarkan pada

Page 16: MAKALAH

Gambar 8 di bawah ini:

E(eV)

Gambar 8. Diagram Keadaan Transisi

Pada Gambar 8 terlihat bahwa pada awalnya dimulai dari penyerapan energi oleh

molekul yang digunakan untuk bertransisi ke tingkat energi elektronik yang lebih

tinggi atau ke keadaan eksitasi, setelah mencapai eksitasi molekul akan kembali ke

tingkat energi yang lebih rendah (produk). Untuk memahami tingkatan energi

elektronik di dalam molekul, dapat menggunakan model molekul model molekul Bohr

yang merupakan model paling sederhana. Setiap molekul terdiri dari sejumlah kulit

elektron n (n=1,2,3...) yang energinya meningkat dengan bertambahnya nilai n.

Bertambahnya nilai n berarti bertambah jarak elektron terhadap inti. Elektron pada

kulit elektron dengan tingkat energi tertentu (Ei) diperbolehkan melompat ke kulit

elektron lain dengan tingkat energi yang lebih tinggi (Ef) yang masih kosong dengan

menyerap energi cahaya foton. Besar energi cahaya/foton tersebut (Efoton) haruslah

sama dengan selisih beda energi kedua kulit elektron tersebut. Sesuai dengan

persamaan :

∆E = Ef - Ei ...................................................................... (1)

Mekanisme kedua adalah reaksi tidak langsung yang didasarkan atas transfer

energi dari molekul tereksitasi ke molekul lain untuk memancarkan cahaya. Reaksi

tidak langsung, dapat dinyatakan sebagai berikut:

Page 17: MAKALAH

17

A+B P* + D

P* +F P + F

*

F* F + hv

Untuk transfer energi antar molekul yang berikatan dari reaksi tidak langsung

dipengaruhi oleh perubahan jarak antar molekul, dalam hal ini Sugimoto (1996)

memiliki tiga skenario pada Gambar 9.

Gambar 9. Skema Energi yang Berpola

Kurva energi yang berpola up menunjukkan bahwa reaksi sukar terjadi. Kurva

energi yang berpola barrier dengan energi barrier aktivasi (energi aktivasi) Ea

menunjukkan bahwa reaksi dapat terjadi karena energi pengaktifan (Ea) merupakan

energi keadaan awal sampai dengan energi keadaan transisi. Hal tersebut berarti

bahwa molekul-molekul pereaksi harus memiliki energi paling sedikit sebesar energi

pengaktifan (Ea) agar dapat mencapai keadaan transisi dan kemudian menjadi hasil

reaksi. Sedangkan kurva energi yang berpola down menunjukkan bahwa reaksi

spontan terjadi.

Supaya reaksi dapat terjadi maka skenario energi yang dipilih berdasarkan

Gambar 9 adalah skenario adanya energi barrier aktivasi (Ea) atau berpola down.

Tetapi bila terjadi energi barrier aktivasi pada semua reaksi maka skenario yang

Page 18: MAKALAH

dipilih adalah reaksi dengan energi barrier minimum. Hal ini didasarkan atas asumsi

bahwa energi barrier minimum akan mempercepat laju reaksi.

4. Energi Potensial Molekul

Energi potensial adalah perbedaan antara energi molekul dan penjumlahan

energi kompleks molekul yang terpisah. Sesuai dengan persamaan:

.....................................................................(2)

Dimana k = 1/4 πε0 229 /109 CmN adalah konstan

e = muatan electron = 1,6021 x 10-19

coulomb

R adalah jarak dua molekul berikatan yang terpisah dengan limit pemisahan R

menuju jarak yang lebih pendek antar dua buah molekul dan akibat perubahan jarak

antar molekul, molekul akan mencapai suatu jarak kesetimbangan R0. Pada jarak R0

energi bernilai minimum, yang terlihat dengan menurunnya energi karena kedua

molekul mengalami tarik menarik, dan untuk jarak yang dekat energi meningkat

secara tepat. Energi potensial tersebut dapat digambarkan seperti Gambar 10 di

bawah ini.

R

e

R

ekREp

0

22

4)(

Page 19: MAKALAH

19

Gambar 10. Diagram Energi Potensial

Seperti yang terdapat pada Gambar 10 energi potensial bernilai nol, pada saat pemisah

tak terhingga (Ep(~)). Ketika dua molekul saling mendekati satu sama lain, energi

molekul mulai menjadi negatif dan mencapai keadaan kesetimbangan jika

mempunyai energi potensial terendah (Ep(R0)).

B. Energi aktivasi

Menurut (Sukri : 12a) ”Energi aktivasi (energi pengaktifan) adalah jumlah

energi yang diperlukan molekul agar dapat bereaksi.” Energi aktivasi diperoleh

dengan menggunakan persamaan dibawah ini :

E = hυ =hc

λ ..................................................................................(4)

Dimana :

E = Energi aktivasi (eV)

h = Konstanta Planck (6.6 x 10-34

js)

c = Kecepatan Cahaya (3 x 108

m/s)

𝜆 = Panjang gelombang (nm)

Rumus pada persamaan 4 dapat juga dipakai sebagai energi foton, karena

dalam rekayasa optik foton dilambangkan oleh hv, energi foton, h adalah Konstanta

Page 20: MAKALAH

Planck dan abjad yunani v adalah frekuensi foton. Foton memiliki massa nol,

sehingga ia berjalan (dalam vakum) pada laju cahaya, c. Foton menunjukkan

fenomena seperti gelombang, seperti pembiasan dengan lensa dan interferensi

destruktif saat gelombang-gelombang saling bertabrakan.

Foton dapat berinteraksi dengan materi lewat mengirimkan sejumlah energi :

E =hc

λ . Dimana h adalah tetapan planck, c adalah laju cahaya, dan 𝜆 adalah

panjang gelombang.

Page 21: MAKALAH

21

BAB III

PEMBAHASAN

A. Mekanisme energi dalam pembentukan triacetin dengan mereaksikan gliserol

dengan asam asetat menggunakan katalis asam sulfat

Mekanisme reaksi esterifikasi gliserol dan asam asetat menjadi triacetin sebagai

berikut:

1. Pembentukan triacetin menggunakan Chemoffice

a. Struktur Molekul Gliserol

Struktur geometri dari molekul gliserol menggunakan software chemoffice.

Struktur geometri ditunjukkan pada gambar

Gambar 1. Struktur molekul gliserol

Page 22: MAKALAH

b. Struktur Molekul Asam Asetat

Gambar 2. Struktur molekul Asam Asetat

c. Struktur Molekul katalis Asam Sulfat

Gambar 3. Struktur Molekul Asam Sulfat

2. Pembentukan Triacetin dengan mereaksikan Giserol dengan Asam Asetat

Gambar 4. Struktur molekul gliserol direaksikan dengan Asam asetat

Page 23: MAKALAH

23

Pembentukan Triacetin dengan menggunakan software Chemoffice mulanya

dilakukan dengan mereaksikan gliserol dengan asam asetat. Gambar 4 merupakan struktur

geometri Gliserol yang berikatan dengan Asam Asetat. Molekul yang diikatkan adalah atom

H7 pada molekul Gliserol ( 𝐶3𝐻5(𝑂𝐻)3) dengan atom H21 pada molekul Asam

Asetat(𝐶𝐻3COOH). Dari data software chemoffice dan winmopac didapatkan energi awal

sebelum direaksikan -1360.95633 eV dan jarak molekul 4,122 Å. Pada reaksi gliserol dengan

Asam Asetat didapatkan Hubungan jarak dengan muatan dan jarak antar perbedaan

energinya.

Berikut ini grafik hubungan antara jarak dengan muatan :

Grafik hubungan antara jarak dengan muatan

Jarak(𝐴°)

Pada grafik terlihat Q(H7) pada gliserol 𝐶3𝐻5(𝑂𝐻)3sebagai donor dan Q(H21) sebagai

akseptor pada Asam asetat 𝐶𝐻3COOH. Pada jarak 2.748 𝐴° terjadi serah terima

elektron.

-1.2

-1

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

0.6

0 2 4 6

muatan (Q) Q(H7)

Q(H21)

Page 24: MAKALAH

Pada tabel dapat dilihat besar jarak dengan muatan :

Grafik Hubungan antara jarak dengan energy

Berdasarkan data energi total pada tabel 2, dilakukan perhitungan perbedaan

nilai energi menggunakan rumus ΔE = |E0 - E1|. Hasil perhitungan tersebut dapat

ditampilkan dalam bentuk tabel, yaitu pada tabel 2.

Jarak(𝐴°)

0

2

4

6

8

10

0 1 2 3 4 5

Energi (eV)

R(𝐴°) Q(𝐻7) Q(H21)

4,122 0,4525 -0,9725

3,999 0,0619 0,0879

3,734 0,0566 0,0935

3,407 0,4578 -0,9728

2,868 0,058 0,0725

2,828 0,0671 0,0773

2,748 0,0611 0,0772

2,648 0,0615 0,0722

2,568 0,0612 0,0789

2,548 0,0619 0,0869

2,525 0,0596 0,0755

2,485 0,0649 0,0619

2,299 0,0525 0,0644

2,088 0,0617 0,0835

1,816 0 ,0640 0,1217

Page 25: MAKALAH

25

Tabel 2. Hubungan jarak dengan perbedaan energi total

3. Mereaksikan gliserol dengan asam asetat menggunakan katalis asam sulfat

Gambar 5. Struktur reaksikan gliserol dengan asam asetat menggunakan katalis

asam sulfat

jarak(𝐴°) ΔE(eV)

4,122 0

3,999 7,597274

3,734 8,243717

3,407 0,01275

2,868 7,624363

2,828 7,621925

2,748 7,598679

2,648 7,598283

2,568 7,599189

2,548 7,597513

2,525 7,618529

2,485 7,765646

2,299 7,606896

2,088 7,597723

1,816 7,598418

Page 26: MAKALAH

Tabel 3. Hubungan antara Jarak dengan Muatan

Grafik Hubungan Antara Jarak dengan Muatan pada reaksi gliserol dengan asam

asetat menggunakan katalis asam sulfat.

-1

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

0 1 2 3 4 5

Muatan(Q)

Jarak (Å)

Hubungan Jarak dengan Muatan

Q(H)21))

Q(O(25))

R(𝐴°) Q(H)21)) Q(O(25))

4,114 0,0961 -0,8954

3,996 0,0907 -0,8629

3,791 0,0853 -0,9027

3,569 0,0903 -0,8739

3,355 0,0911 -0,8692

3,182 0,0738 -0,8586

2,96 0,0946 -0,8797

2,785 0 ,0942 -0,8396

2,563 0,2248 -0,9409

2,395 0,0827 -0,8381

2,117 0,0895 -0,8419

1,985 0 ,3357 -0,9104

Page 27: MAKALAH

27

Tabel 4. Hubungan Jarak dengan Perbedaan Energi total

R(𝐴°) ∆E(eV)

4,114 0

3,996 0,106320

3,791 0,251710

3,569 0,086410

3,355 0,076790

3,182 0,097780

2,96 0,036880

2,785 1,270870

2,563 1,2105750

2,395 0,926250

2,117 1,152190

1,985 1,228950

Grafik Hubungan Antara Jarak dengan Muatan pada reaksi gliserol dengan asam

asetat menggunakan katalis asam sulfat.

Pada grafik ini, yang direaksikan adalah atom H₂1 pada molekul Gliserol, dengan

atom O25 pada molekul Asam Sulfat. Pada jarak 2,785 Å terjadi serah terima muatan.

atom H₂1 Molekul Gliserol sebagai donor dan atom O25 molekul Asam Sulfat sebagai

akseptor.

Pada gambar 3.5 diatas terjadi lonjakan energi pada jarak 2,785 Å. Artinya, pada

jarak ini kedua molekul terjadi serah terima elektron yang menyebabkan kedua molekul

bereaksi dengan baik. Serah terima elektron antar molekul menyebabkan lonjakan energi.

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

0 1 2 3 4 5

Perbedaan Energi(eV)

Jarak (Å)

Grafik Hubungan anatara jarak dengan perbedaan energi

Page 28: MAKALAH

Dari grafik diatas juga dapat kita lihat bahwa perubahan energi maksimum atau lonjakan

pada reaksi adalah 1,270870 eV.

Pembahasan

Molekul-molekul pembentuk triacetin dari pembentukan triacetin dari reaksi gliserol

dengan asam setat menggunakan katalis Asam Sulfat ini pada awalnya berada pada tingkat

dasar, setelah berikatan molekul-molekul tersebut mengalami eksitasi ke keadaan singlet

tereksitasi. Molekul pembentukan triacetin dari reaksi gliserol dengan asam setat

menggunakan katalis Asam Sulfat ini mengalami eksitasi karena absorbsi energi dari

penambahan molekul lain. Hal ini sesuai dengan diagram jablonski, yang menyatakan

bahwa absorbsi merupakan selisih antara dua molekul.

Gambar 3.6 Diagram energi pada reaksi pembentukan triacetin dari reaksi gliserol

dengan asam setat menggunakan katalis Asam Sulfat

Kesalahan relatif untuk energi pembentukan asam oksalat dari sabut siwalan adalah :

• % kesalahan = ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 −ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑒𝑘𝑠𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑛

ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖x 100 %

• % kesalahan = 5286,2456−5186,62259

5086,2456 x 100%

= 1.95%

Page 29: MAKALAH

29

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mekanisme terjadinya reaksi dalam pembentukan asam oksalat dari sabut

siwalan yaitu :

katalis

𝐶3𝐻5(𝑂𝐻)3 + 3 𝐶𝐻3COOH 𝐶3𝐻5 𝐶𝑂𝑂𝐶𝐻3 + 3𝐻2O

2. Dari grafik jarak dengan perubahan energi dapat kita lihat bahwa jarak

efektif terjadinya reaksi pada pembentukan asam oksalat dari sabut siwalan ini

adalah pada jarak 2,785 Å.

3. Energi aktivasi pada reaksi pembentukan asam oksalat dari sabut siwalan ini

adalah sebesar 5186,62259eV dengan menggunakan software chemoffice dan

winmopac.

4. Dari grafik jarak dengan muatan, dapat kita lihat terjadinya serah terima

elektron pada jarak 2,785 Å. Yang mana atom donor (pemberi) adalah O21

merupakan molekul Gliserol, dan atom akseptor (penerima) adalah atom H₂₇

merupakan molekul Asam Sulfat.

Page 30: MAKALAH

DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Martini.2005. Teknologi Proses Pembuatan Biodisel . Unand : Padang

Bunyamin,anas. 2011.Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodesel Jarak

Pagar.IPB : Bandung

Nuryoto.2010. Uji Performa Katalisator Asam Sulfat untuk glisero sebagai hasil

samping pembuatan biodiesel menjadi triacetin.UGM : Yogyakarta

Ratnawulan.2008. Pengantar Struktur Elektronik Zat Padat.UNP : Padang