Makalah

18
OTONOMI DAERAH DAN PERMASALAHANNYA D i s u s u n O L E H Kelompok FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DWIJENDRA DENPASAR BALI

Transcript of Makalah

Page 1: Makalah

OTONOMI DAERAH DAN PERMASALAHANNYA

D i s u s u n

O

L

E

H

Kelompok

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DWIJENDRA DENPASAR

BALI

Page 2: Makalah

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan, karena berkat-Nya kami

dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Otonomi Daerah dan

Permasalahannya”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen pembimbing, sehingga makalah

ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari

kesempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bisa

memberikan informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu

pengetahuan bagi sesama mahasiswa semua.

Denpasar, 25 Desember 2014

Kelompok Penyusun

Page 3: Makalah

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Maksud dan Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Otonomi Daerah

2.2 Latar Belakang Timbulnya Otonomi Daerah di Indonesia

2.3 Permasalahan Yang Muncul dari Otonomi Daerah

2.4 Kasus Penyalahgunaan Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah

2.5 Antisipasi Problem Yang Terjadi Akibat Otonomi Daerah

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Makalah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara demokrasi. Demokrasi adalah prinsip bangsa atau

negara ini dalam menjalankan pemerintahannya. Semenjak awal bergulirnya era

reformasi, demokrasi kian marak menjadi perbincangan seluruh lapisan bangsa

ini. Demokrasi menjadi kosa kata umum yang digunakan masyarakat untuk

mengemukakan pendapatnya. Hal ini didasarkan pada pengertian demokrasi

menurut Abraham Lincoln. Demokrasi menurut Abraham Lincoln adalah

pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Salah satu perwujudan dari sistem demokrasi di Indonesia adalah otonomi

daerah. Otonomi daerah adalah hal, wewenang dan kewajiban daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal ini otonomi daerah diatur menurut UU No. 32 Tahun 2004,

peraturan ini merupakan revisi dari peraturan sebelumnya tentang otonomi daerah.

Dengan demikian, masyarakat suatu daerah memperoleh kebebasan dalam

mengatur dan membangun daerahnya. Dengan adanya otonomi daerah,

pemerintahan indonesia di era reformasi ini berbanding terbalik dengan orde baru.

Jika orde baru menerapkan sistem pemerintahannya secara sentralisasi kepada

pemerintah pusat, maka pada era reformasi ini dengan adanya otonomi daerah,

sistem pemerintahannya menjadi desentralisasi. Tujuan diberlakukannya otonomi

daerah secara umum yakni agar pembangunan dan pembagian kekayaan alam di

Page 5: Makalah

setiap daerah merata,kesenjangan sosial antar daerah tidak mencolok, dan tidak

adanya ketimpangan sosial.

Otonomi daerah dipandang perlu dalam menghadapi perkembangan keadaan,

baik dalam dan luar negeri, serta tantangan persaingan global. Otonomi daerah

memberikan kewenangan yang luas dan nyata, bertanggung jawab kepada daerah

secara proposional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan

kemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan

daerah. Itu semua harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran

masyarakat, pemerataan, keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah yang

dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

Penyelenggaraan Otonomi di daerah didasarkan pada isi dan jiwa yang

terkandung dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya.

Menurut Hukum Tata Pemerintahan Negara atau Hukum Administrasi Negara

Otonomi Daerah merupakan suatu kewenangan daerah untuk menjalankan

pengaturan, penetapan, penyelenggaraan, pengawasan, pertanggungjawaban

Hukum dan Moral dan Penegakan Hukum Administrasi di daerah untuk

terciptanya pemerintahan yang taat hukum, jujur, bersih, dan berwibawa

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Otonomi daerah sebagai

suatu kebijakan Desentralisasi ini diberlakukan dikarenakan Otonomi Daerah

diharapkan dapat menjadi solusi terhadap problema ketimpangan pusat dan

daerah, disintegrasi nasional, serta minimnya penyaluran aspirasi masyarakat

local. Otonomi merupakan solusi terpenting untuk menepis disintegrasi.

Page 6: Makalah

Otonomi untuk daerah propinsi diberikan secara terbatas yang meliputi

kewenangan lintas kabupaten dan kota, dan kewenangan yang tidak atau belum

dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota, serta kewenangan bidang

pemerintahan tertentu lainnya. Mengapa propinsi mendapat kedudukan sebagai

daerah otonom dan sekaligus sebagai wilayah administrasi? Ada beberapa

pertimbangan yang mendasarinya, yaitu: Pertama; Untuk memelihara hubungan

yang serasi antara pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Kedua; Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang bersifat lintas

daerah kabupaten dan daerah kota serta melaksanakan kewenangan Otonomi

Daerah yang belum dapat dilaksanakan untuk daerah kabupaten dan daerah kota.

Ketiga; Untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu yang dilimpahkan

dalam rangka pelaksanaan Asas Dekonsentrasi.

Dari uraian diatas, saat ini yang menjadi permasalahannya adalah ;

“Siapkah sumber daya manusia di daerah dalam menerima otonomi ?”

1.2. RUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang akan kita bahas dalam makalah ini, meliputi beberapa hal:

1. Penyebab timbulnya otonomi daerah

2. Permasalahan-permasalahan yang timbul akibat otonomi daerah.

3. Antisipasi terhadap problem yang terjadi akibat pemberlakuan Otoda.

1.3. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:

· Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai otonomi daerah

· Membahas permasalahan-permasalahan yang timbul akibat otonomi daerah

Page 7: Makalah

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Otonomi Daerah

Istilah otonomi daerah berasal dari bahasa Yunani yaitu autos yang berarti

berdiri sendiri, dan nomos yang berarti peraturan. Oleh karena itu secara harfiah

otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri yang selanjutnya

berkembang menjadi pemerintahan sendiri. Otonomi Daerah adalah suatu

pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam penyelenggaraan

pemerintahan. Kewenangan tersebut diberikan secara proposional yang

diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya

nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai

dengan ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998.

Menurut Wayong, “otonomi daerah sebenarnya merupakan bagian dari

pendewasaan politik rakyat di tingkat lokal dan proses mensejahterakan

rakyat”, Menurut UU No. 32/2004 Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Terdapat dua komponen utama pengertian otonomi, yaitu

pertama komponen wewenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan sebagai

komponen yang mengacu pada konsep “pemerintahan” yang terdapat dalam

pengertian otonomi.

Page 8: Makalah

2.2. Latar Belakang Timbulnya Otonomi Daerah di Indonesia

Otonomi daerah muncul sebagai bentuk veta comply terhadap sentralisasi

yang sangat kuat di masa orde baru. Berpuluh tahun sentralisasi pada era orde

baru tidak membawa perubahan dalam pengembangan kreativitas daerah, baik

pemerintah maupun masyarakat daerah. Ketergantungan pemerintah daerah

kepada pemerintah pusat sangat tinggi sehingga sama sekali tidak ada

kemandirian perencanaan pemerintah daerah saat itu. Di masa orde baru

semuanya bergantung ke Jakarta dan diharuskan semua meminta uang ke Jakarta.

Tidak ada perencanaan murni dari daerah karena Pendapatan Asli Daerah (PAD)

tidak mencukupi.

Ketika Indonesia dihantam krisis ekonomi tahun 1997 dan tidak bisa cepat

bangkit, menunjukan sistem pemerintahan nasional Indonesia gagal dalam

mengatasi berbagai persoalan yang ada. Ini dikarenakan aparat pemerintah pusat

semua sibuk mengurusi daerah secara berlebih-lebihan. Semua pejabat Jakarta

sibuk melakukan perjalanan dan mengurusi proyek di daerah. Dari proyek yang

ada ketika itu, ada arus balik antara 10 sampai 20 persen uang kembali ke Jakarta

dalam bentuk komisi, sogokan, penanganan proyek yang keuntungan itu dinikmati

ke Jakarta lagi. Terjadi penggerogotan uang ke dalam dan diikuti dengan

kebijakan untuk mengambil hutang secara terus menerus. Akibat perilaku buruk

aparat pemerintah pusat ini, disinyalir terjadi kebocoran 20 sampai 30 persen dari

APBN.

Akibat lebih lanjut, adalah adanya ketergantungan daerah kepada pemerintah

pusat yang sangat besar. Dan otonomi daerah adalah jawaban terhadap persoalan

Page 9: Makalah

sentralisasi yang terlalu kuat di masa orde baru. Caranya adalah mengalihkan

kewenangan ke daerah. Ini berdasarkan paradigma, hakikatnya daerah sudah ada

sebelum Republik Indonesia (RI) berdiri.Prinsipnya, daerah itu bukan bentukan

pemerintah pusat, tapi sudah ada sebelum RI berdiri. Karena itu, pada dasarnya

kewenangan pemerintahan itu ada pada daerah, kecuali yang dikuatkan oleh UUD

menjadi kewenangan nasional. Semua yang bukan kewenangan pemerintah pusat,

asumsinya menjadi kewenangan pemerintah daerah.Maka, tidak ada penyerahan

kewenangan dalam konteks pemberlakuan kebijakan otonomi daerah. Tapi,

pengakuan kewenangan.

Tahun 1999 menjadi titik awal terpenting dari sejarah desentralisasi di

Indonesia. Pada masa pemerintahan Presiden Habibie melalui kesepakatan para

anggota Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilu 1999 ditetapkan Undang-Undang

Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor

25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah untuk mengoreksi UU

No.5/1974 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan prinsip penyelenggaraan

pemerintahan dan perkembangan keadaan.Kedua Undang-Undang tersebut

merupakan skema otonomi daerah yang diterapkan mulai tahun 2001. Undang-

undang ini diciptakan untuk menciptakan pola hubungan yang demokratis antara

pusat dan daerah,Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-

Undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap

tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan

penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk

menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri

Page 10: Makalah

mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. Diharapkan dengan adanya kewenangan di pemerintah daerah maka akan

membuat proses pembangunan, pemberdayaan dan pelayanan yang signifikan.

Prakarsa dan kreativitasnya terpacu karena telah diberikan kewenangan untuk

mengurusi daerahnya. Sementara di sisi lain, pemerintah pusat tidak lagi terlalu

sibuk dengan urusan-urusan domestik. Ini agar pusat bisa lebih berkonsentrasi

pada perumusan kebijakan makro strategis serta lebih punya waktu untuk

mempelajari, memahami, merespons, berbagai kecenderungan global dan

mengambil manfaat darinya.

2.3. Permasalahan Yang Muncul dari Otonomi Daerah

Implementasi Otonomi daerah bukan tanpa masalah. Ia melahirkan banyak

persoalan ketika diterjemahkan di lapangan. Banyaknya permasalahan yang

muncul menunjukan implementasi kebijakan ini menemui kendala-kendala yang

harus selalu dievakuasi dan selanjutnya disempurnakan agar tujuannya tercapai.

Beberapa persoalan itu adalah:

1. Kewenangan yang tumpang tindih

Pelaksanaan otonomi daerah masih kental diwarnai oleh kewenangan

yang tumpang tindih antar institusi pemerintahan dan aturan yang berlaku, baik

antara aturan yang lebih tinggi atau aturan yang lebih rendah. Peletakan

kewenangan juga masih menjadi pekerjaan rumah dalam kebijakan ini. Apakah

kewenangan itu ada di kabupaten kota atau provinsi. Dengan pemberlakuan

otonomi daerah yang mendadak mengejutkan pihak-pihak daerah yang tidak

memiliki sumber daya manusia kualitatif.Terjadilah artikulasi otonomi daerah

Page 11: Makalah

kepada aspek-aspek finansial tanpa pemahaman substatife yang cukup terhadap

hakekat otonomi itu sendiri.

2. Anggaran

Banyak terjadi keuangan daerah tidak mencukupi sehingga menghambat

pembangunan. Sementara pemerintah daerah lemah dalam kebijakan menarik

investasi di daerah. Di sisi yang lain juga banyak terjadi persoalan kurangnya

transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan APBD yang merugikan

rakyat. Dalam otonomi daerah, paradigma anggaran telah bergeser ke arah apa

yang disebut dengan anggaran partisipatif. Tapi dalam prakteknya, keinginan

masyarakat akan selalu bertabrakan dengan kepentingan elit sehingga dalam

penetapan anggaran belanja daerah, lebih cenderung mencerminkan

kepentingan elit daripada kepentingan masyarakat.

3. Pelayanan Publik

Masih rendahnya pelayanan publik kepada masyarakat. Ini disebabkan

rendahnya kompetensi PNS daerah dan tidak jelasnya standar pelayanan yang

diberikan. Belum lagi rendahnya akuntabilitas pelayanan yang membuat

pelayanan tidak prima. Banyak terjadi juga Pemerintah daerah mengalami

kelebihan PNS dengan kompetensi tidak memadai dan kekurangan PNS

dengan kualifikasi terbaik. Di sisi yang lain tidak sedikit juga gejala

mengedepankan ”Putra Asli Daerah” untuk menduduki jabatan strategis dan

mengabaikan profesionalitas jabatan.

4. Politik Identitas Diri

Page 12: Makalah

Menguatnya politik identitas diri selama pelaksanaan otonomi daerah

yang mendorong satu daerah berusaha melepaskan diri dari induknya yang

sebelumnya menyatu. Otonomi daerah dibayang-bayangi oleh potensi konflik

horizontal yang bernuansa etnis. Atau dapat dikatakan Bangkitnya

egiosemtrisme ditiap daerah.

5. Orientasi Kekuasaan

Otonomi daerah masih menjadi isu pergeseran kekuasaan di kalangan elit

daripada isu untuk melayani masyarakat secara lebih efektif. Otonomi daerah

diwarnai oleh kepentingan elit lokal yang mencoba memanfaatkan otonomi

daerah sebagai momentum untuk mencapai kepentingan politiknya dengan cara

memobilisasi massa dan mengembangkan sentimen kedaerahan seperti ”putra

daerah” dalam pemilihan kepala daerah.

6. Lembaga Perwakilan

Meningkatnya kewenangan DPRD ternyata tidak diikuti dengan

terserapnya aspirasi masyarakat oleh lembaga perwakilan rakyat. Ini

disebabkan oleh kurangnya kompetensi anggota DPRD, termasuk kurangnya

pemahaman terhadap peraturan perundangan. Akibatnya meski kewenangan itu

ada, tidak berefek terhadap kebijakan yang hadir untuk menguntungkan publik.

Persoalan lain juga adalah banyak terjadi campur tangan DPRD dalam

penentuan karir pegawai di daerah.

7. Pemekaran Wilayah

Pemekaran wilayah menjadi masalah sebab ternyata ini tidak dilakukan

dengan grand desain dari pemerintah pusat. Semestinya desain itu dengan

Page 13: Makalah

pertimbangan utama guna menjamin kepentingan nasional secara keseluruhan.

Jadi prakarsa pemekaran itu harus muncul dari pusat. Tapi yang terjadi adalah

prakarsa dan inisiatif pemekaran itu berasal dari masyarakat di daerah. Ini

menimbulkan problem sebab pemekaran lebih didominasi oleh kepentingan elit

daerah dan tidak mempertimbangkan kepentingan nasional secara

keseluruhan.

8. Pilkada Langsung

Pemilihan kepala daerah secara langsung di daerah ternyata

menimbulkan banyak persoalan. Pilkada langsung sebenarnya tidak diatur di

UUD, sebab yang diatur untuk pemilihan langsung hanyalah presiden. Pilkada

langsung menimbulkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk

pelaksanaan suksesi kepemimpinan ini. Padahal kondisi sosial masyarakat

masih terjebak kemiskinan. Disamping itu, pilkada langsung juga telah

menimbulkan moral hazard yang luas di masyarakat akibat politik uang yang

beredar. Tidak hanya itu pilkada langsung juga tidak menjamin hadirnya

kepala daerah yang lebih bagus dari sebelumnya.

2.4. Kasus Penyalahgunaan Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah

Dalam kenyataannya, otonomi daerah yang dalam hakikatnya merupakan

suatu tujuan yang sangat baik bagi kemajuan bangsa ini, justru banyak sekali

terjadi penyalahgunaan dalam pelaksanaannya, tidak hanya di tingkat pemerintah

pusat melainkan di tingkat pemerintah daerah hingga unsur pelaksana lainnya

dalam pelaksanaan otonomi daerah ini. Walaupun pemerintah sering menyuarakan

program otonomi daerah ini di setiap sudut wilayah negara, namun pada

Page 14: Makalah

kenyataannya pembangunan masih belum merata di setiap daerah di Indonesia.

Berbagai cara dilakukan demi meratanya pembangunan dan kesejahteraan bangsa

ini yang pada kenyataannya mendapatkan hasil yang kurang memuaskan bahkan

nihil. Lalu, apakah ada yang salah dalam konteks otonomi daerah ini?

Pelaksanaan otonomi daerah yang tidak pada mestinya mengakibatkan

kekecewaan masyarakat daerah setempat karena adanya penyalahgunaan

wewenang yang dilakukan oleh para Pejabat daerah, sehingga asas Otonomi

daerah dengan tujuan agar daerah-daerah dapat mengelola secara mandiri segala

sumberdaya, keuangan, maupun sumber-sumber lain sebagai pendapatan bagi

daerah tidak berjalan sesuai dengan tujuan dan harapan masyarakat.

Antusias yang tinggi “untuk meningkatkan kemajuan daerah” terlihat dari

banyaknya daerah-daerah yang meminta dimekarkan sehingga terjadi pemekaran

daerah besar-besaran di seluruh wilayah Indonesia. Yang menarik dari “proses

mekarnya suatu daerah” ini adalah menjamurnya praktik korupsi yang dilakukan

oleh oknum yang bernama pemimpin/petinggi di daerah. Banyak contoh kasus

yang dapat memperlihatkan hal ini.

Berbagai kasus korupsi dilakukan pejabat daerah memperlihatkan kepada kita

bahwa korupsi benar-benar berada pada kawasan elit pemerintah. Jika fenomena

tersebut dapat dibongkar secara lebih besar, tentu kita akan melihat kenyataan

yang sangat mecengangkan. Hal ini diperkuat data Indonesia Coruption Watch,

bahwa hingga akhir 2010 ada 148 mantan kepala daerah dan mantan wakil kepala

daerah, serta kepala daerah yang masih aktif terjerat kasus korupsi. Namun kasus

yang diizinkan disidik hanya 84 kasus, di luar 27 kasus yang ditangani Komisi

Page 15: Makalah

Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedangkan sisanya belum diizinkan

presiden.Sepertinya otonomi daerah dan tuntutan pemekaran daerah, hanya

dijadikan kedok untuk mencari kekuasaan dan kekayaan.Tampak disini, perluasan

kekuasaan dan kewenangan yang besar bukan dianggap amanah sesuai dengan

cita-cita awal tetapi sebagai ajang untuk mencari kekayaan berlebih.

2.5 Antisipasi Problem Yang Terjadi Akibat Otonomi Daerah

Yang sebaiknya dilakukan agar otonomi daerah dapat berhasil mencapai

tujuannya. Adapun hal-hal yang perlu dilakukan adalah:

1. Memperkuat fungsi kontrol terhadap pemda yang dilakukan oleh masyarakat

dan lembaga legislatif daerah.

2. Pemberdayaan politik warga masyarakat.

3. Pemahaman terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik meliputi:

1. Asas persamaan

2. Asas Kepercayaan

3. Asas Kepastian Hukum

4. Asas Kecermatan

5. Asas Pemberian Alasan

6. Asas Larangan bertindak kesewenang-wenangan

7. Dan lain-lain.

4. Dan yang terakhir adalah meningkatkan mutu pendidikan sehingga

memunculkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Page 16: Makalah

Terkait berbagai problematika otonomi daerah tersebut, menjadi sangat urgen

bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tegas dan strategis. Beberapa

upaya yang dapat dilakukan adalah:

Pertama, segera merevisi UU 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terutama

masalah pembagian wewenang pemerintah pusat dan daerah dan terkait pasal 126

yang memuat status kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Selama ini, dasar

hukum tersebut memberi ketentuan bahwa sejauh belum menjadi terdakwa dan

tuntutannya kurang dari lima tahun penjara, mereka bisa bebas dan tetap

menempati jabatannya.Status sebagai pejabat negara juga kerap menyulitkan

aparat penegak hukum ketika akan menahan dan memeriksa mereka. Undang-

undang mengharuskan pemeriksaan terhadap kepala daerah atas izin presiden.

Sedangkan izin tersebut juga harus melalui birokrasi yang panjang dan rumit.

Dengan merevisi undang-undang tersebut, diharapkan gubernur, bupati/walikota

yang tersangkut kasus korupsi akan dinon-aktifkan begitu menjadi tersangka.

Jabatan dan hak mereka akan diberikan kembali jika penyidikan kasusnya

dihentikan.

Kedua, pemerintah juga dapat mengefektifkan peran Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) dalam upaya memerangi korupsi di daerah yang semakin

menggurita. Argumentasi ini didasarkan pada kapasitas legal yang dimiliki KPK

untuk untuk masuk ke semua lembaga negara dan melakukan evaluasi untuk

pencegahan korupsi. Sebelum itu ditempuh, tentu langkah yang harus diambil

adalah penguatan posisi KPK di daerah, yakni dengan pembentukan KPK di

daerah.

Page 17: Makalah

Ketiga,penting untuk menerapkan asas pembuktian terbalik. Asas pembuktian

terbalik merupakan aturan hukum yang mengharuskan seseorang untuk

membuktikan kekayaan yang dimilikinya, sebelum menjabat dibandingkan setelah

menjabat. Serta darimana sumber kekayaan itu berasal. Jika kekayaan melonjak

drastis dan bersumber dari kas Negara atau sumber lain yang ilegal, tentu

merupakan tindak pidana korupsi. Korupsi memang merupakan kejahatan luar

biasa (extraordinary crime), maka harus ditangani secara luar biasa pula dan tentu

dengan melibatkan semua pihak. Karena, langkah-langkah strategis tersebut tidak

akan berarti tanpa kerja sama dari semua pihak, terutama aparat penegak hukum

untuk menjunjung hukum seadil-adilnya. Ini diperlukan agar otonomi daerah

benar-benar bernilai serta menjadi berkah bagi rakyat di daerah.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari berbagai pembahasan diatas maka kami dapat menyimpulkan keadaan

otonomi daerah saat ini di Negara Indonesia sebagai berikut:

· Pemberian otonomi daerah yang mendadak mengakibatkan artikulasi otonomi

daerah kepada aspek-aspek finansial tanpa pemahaman yang cukup terhadap

hakekat otonomi itu sendiri.

· Pemberlakuan otonomi daerah akibat kecenderungan pemerintah pusat yang

tidak menguntungkan daerah.

Page 18: Makalah

· Di daerah sumber daya manusia yang berkualitas masih sedikit karena

terdistribusi ke pusat.ap

· Dengan otonomi maka daerah bebas melakukan apa saja.

· Dengan otonomi daerah pusat akan melepaskan tanggung jawab untuk

membantu dan membina daerah.

Dengan demikian masalah Otonomi Daerah dalam pelaksanaannya perlu

ditinjau kembali demi pemerataan kesejahteraan bangsa ini. Pemerintah pusat

mampu memberikan wewenang sepenuhnya kepada pemerintah daerah, akan

tetapi tidak lepas tanggung jawab sepenuhnya dan selalu memberikan

pengawasan. Dan peran seluruh masyarakat Indonesia dalam pelaksanaan

Otonomi Daerah yang benar sangat dibutuhkan.

3.2 SARAN

· Otonomi daerah sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di

daerah melalui optimalisasi pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

manusia bisa terwujud dengan baik, maka perlu selalu dalam pengawasan, baik

secara internal dari pemerintah melalui Kementrian Dalam Negeri juga partisipasi

masyarakat di daerah. Dengan demikian sangat diharapkan peran masyarakat sipil

di daerah seperti lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial keagamaan di

daerah.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.transparansi.or.id/tentang/otonomi-daerah/.html

http://www.indopos.co.id/index.php/arsip-berita-politik/45-politika/11479-

otonomi-daerah-mengecewakan.html