makalah
-
Upload
jacobus-lee-sha -
Category
Documents
-
view
372 -
download
0
Transcript of makalah
HIV/AIDS dalam Kehamilan
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita, namun
kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin terutama
pada kehamilan tirmester pertama. Wanita hamil trimester pertama pada
umumnya mengalami mual, muntah,nafsu makan berkurang dan kelelahan.
Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi klinis
wanita dengan penyakit infeksi antara lain infeksi HIV-AIDS (Hanifa, 2002).
Menurut laporan CDR (Center for Disease Control) Amerika mengemukakan
bahwa jumlah wanita penderita AIDS di dunia terus bertambah, khususnya
pada usia reproduksi.
Sekitar 80% penderita AIDS anak-anak mengalami infeksi prenatal dari
ibunya. Seroprevalensi HIV pada ibu prenatal adalah 0,0-1,7%, saat persalinan
0,3-0,4% dan 9,4-29,6% pada ibu hamil yang biasa menggunakan narkotika
intravena (Hanifa, 2002).
Wanita usia produktif merupakan usia yang beresiko tertular infeksi HIV.
Dilihat dari profil umur, ada kecenderungan bahwa infeksi HIV pada wanita
mengarah ke umur yang lebih muda, dalam arti bahwa usia muda lebih banyak
terdapat wanita yang terinfeksi, sedangkan pada usia diatas 45 tahun infeksi
pada wanita lebih sedikit.
Hasil survey di Uganda pada tahun 2003 mengemukakan bahwa
prevalensi HIV di klinik bersalin adalah 6,2% dan satu dari sepuluh orang
Uganda usia antara 30-39 tahun positif HIV. Dengan demikian kehamilan
dengan HIV-AIDS perlu diwaspadai karena cenderung terjadi pada usia
reproduksi (Mantra, 1994).
Berdasarkan keterangan diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat
masalah HIV/AIDS dalam kehamilan sebagai judul dari makalah ini yang akan
dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya.
HIV/AIDS dalam Kehamilan
10
B. RUMUSAN MASALAH
Setelah melihat keterangan diatas, maka penulis merumuskan beberapa
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini. Rumusan masalah tersebut
adalah :
Apakah pengertian HIV-AIDS ?
Bagaimana etiologi penyakit HIV-AIDS dalam kehamilan?
Bagaimana patogenesis penyakit HIV-AIDS dalam kehamilan ?
Apa sajakah yang menjadi manifestasi klinis penyakit HIV-AIDS ?
Apa sajakah uji laboratorium yang dianjurkan pada diagnosa
HIV-AIDS?
Bagaimana penatalaksanaan HIV-AIDS pada kehamilan ?
Apa sajakah upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan
penyakit HIV-AIDS pada kehamilan ?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah adalah untuk melengkapi
persyaratan perkuliahan mata kuliah yang bersangkutan. Selain itu, untuk
menjawab hal-hal yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini.
HIV/AIDS dalam Kehamilan
10
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh
manusia.
Acquired Immune deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh Acquired Immune deficiency
(HIV).
AIDS (Acquired Immune deficiency Syndrome) adalah sindrom gejala
penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya
sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV (Acquired Immune deficiency).
B. ETIOLOGI
Kehamilan merupakan usia yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan
HIV-AIDS pada wanita hamil terjadi melalui hubungan seksual dengan
suaminya yang sudah terinfeksi HIV. Pada beberapa negara berkembang,
istri tidak berani mengatur kehidupan seksual suaminya diluar rumah.
Kondisi ini dipengaruhi oleh sosial dan ekonomi wanita yang masih rendah,
dan istri sangat percaya bahwa suaminya setia, dan lagipula masalah
seksual masih dianggap tabu untuk dibicarakan (Depkes RI, 2000).
C. PATOGENESIS
Cara penularan HIV-AIDS pada wanita hamil dapat melalui hubungan
seksual. Salah seorang peneliti mengemukakan bahwa penularan dari suami
yang terinfeksi HIV ke istrinya sejumlah 22% dan istri yang terinfeksi HIV ke
suaminya sejumlah 8%. Namun peneliti lain mendapatkanserokonversi ( dari
pemeriksaan laboratorium negatif menjadi positif) dalam 1-3 tahun dimana
didapatkan 42% dari suami dan 38% dari istri dan sebaliknya dari istri ke
suami dianggap (Depkes RI, 1997).
Kasus HIV-AIDS disebabkan oleh heteroseksual (Chin, 1991). Virus ini
hanya dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan darah, semen, dan
sekret vagina. Dan sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan
seksual.
HIV/AIDS dalam Kehamilan
10
HIV tergolong netrovirus yang mempunyai materi genetik RNA.
Bilamana virus masuk kedalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA
diubah menjadi DNA oleh enzim reserve transcriptase. DNA provirus tersebut
diintegrasikan kedalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk
membentuk gen virus.
Penularan secara vertikal dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan
atau pada periode intrapartum atau postpartum. HIV ditemukan pada jaringan
fetal yang berusia 12 dan 24 minggu dan terinfeksi intra uterin sejumlah 30-
50% yang penularan secara vertikal terjadi sebelum persalinan, serta 65%
penularan terjadi saat intrapartum. Pembukaan serviks, vagina, sekresi
serviks dan darah ibu meningkatkan resiko penularan selama persalinan
(Varney’s, 1999).
Lingkungan biologis dan adanya riwayat ulkus genitalis, herpes
simpleks, dan SST (Serum Test for Syphilis) yang positif meningkatkan
prevalensi infeksi HIV karena adanya luka-luka merupakan tempat masuknya
HIV. Sel-sel limfosit T4/CD4 yang mempunyai reseptor untuk menangkap HIV
akan aktif mencari luka-luka tersebut dan selanjutnya memasukkan HIV
tersebut kedalam peredarah darah (Depkes RI, 1997).
Perubahan anatomi dan fisiologi maternal berdampak pula apda
perubahan uterus, serviks dan vagina, dimana terjadi hipertropi sel otot oleh
karena meningkatnya elasitisitas dan penumpukan jaringan fibrous, yang
menghasilkan vaskularisasi, kongesti, udem pada trimester pertama, keadaan
ini mempermudah erosi ataupun lecet pada saat hubungan seksual. Keadaan
ini juga merupakan media untuk masuknya HIV (Varney’s, 1999).
Penularan HIV yang paling sering terjadi antara pasangan yang salah
satunya sudah terinfeksi HIV mendekati 20% setelah melakukan hubungan
seksual dengan tidak menggunaka kondom (Varney’s, 1999).
HIV/AIDS dalam Kehamilan
10
Peneliti lain mengemukakan faktor yang dapat meningkatkan
penularan HIV heteroseksual dengan tidak menggunkan kondom pada saat
melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang memiliki lesi pada
organ vital, yang disebabkan oleh infeksi sifilis atau herpes simpleks,
meningkatkan transfer virus melalui lesi sehingga terjadi kerusakan membran
mukosa dan merangsang limfosit CD4 untuk bergabung dengan jaringan
yang mengalami inflamasi (Varney’s, 1999).
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala infeksi HIV pada wanita hamil, umumnya sama dengan wanita
tidak hamil atau orang dewasa. Infeksi HIV memberikan gambaran klinis yang
tidak spesifik dengan spektrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala
(asimtomatik) pada stadium awal sampai pada gejala-gejala yang berat pada
stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS
rata-rata batu rimbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.
Banyak orang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala apapun.
Mereka merasa sehat-sehat saja. Walaupun nampak dan merasa sehat-sehat
saja, namun orang yang terinfeksi HIV akan menjadi pembawa dab penular
HIV kepada orang lain.
Kelompok orang-orang tanpa gejala ini dapat dibagi dua kelompok,
yaitu :
1) Kelompok yang sudah terinfeksi HIV, tetapi tanpa gejala dan tes
darahnya negatif. Pada tahap ini antibodi terhadap HIV belum
terbentuk. Waktu antara masuknya HIV kedalam peredaran darah dan
terbentuknya antibodi terhadap HIV disebut window period yang
memerlukan waktu antara 15 hari sampai 3 bulan setelah terinfeksi.
2) Kelompok yang sudah terinfeksi HIV, tanpa gejala tetapi tes darah
positif. Keadaan tanpa gejala ini dapat berlangsung lama sampai 5
tahun atau lebih (Mantra, 1994).
HIV/AIDS dalam Kehamilan
10
Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya infeksi HIV menjadi
AIDS belum diketahui secara jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berulang
dan pemaran terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi perkembangan
kearah AIDS. Menurunnya hitungan sel CD4 dibawah 200/ml menunjukkan
perkembangan yang semakin buruk. Keadaan lain yang memperburuk yaitu
terjadi peningkatan B2 mikro globulin P24 (Antibodi terhadap protein care)
dan juga peningkatan IgA.
Perkembangan dari HIV dapat dibagi dalam 4 fase :
Infeksi utama (Seroconversion), ketika kebanyakan pengidap HIV tidak
menyadari dengan segera bahwa mereka telah terinfeksi.
Fase asymptomatic, dimana tidak ada gejala yang nampak, tetapi virus
tersebut tetap aktif.
Fase symptomatic, dimana seseorang mulai merasa kurang sehatdan
mengalami infeksi-infeksi oportunistik yang bukan HIV tertentu,
melainkan disebabkan oleh bakteri-bakteri dan virus tertentu yang
berada disekitar kita dalam keseharian kita.
AIDS yang berarti kumpulan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV,
adalah fase akhir dan biasanya bercirikan suatu jumlah CD4 kurang
dari 200.
E. DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan
petunjuk dari gejala-gejala klins atau individu tertentu. Diagnosis laboratorium
dapat dilakukan dengan dua metode :
a) Langsung, yaitu isolasi virus dari sampel, umumnya dilakukan dengan
menggunakan mikoroskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah
satu deteksi antigen virus yang popular Polymerase Chain Reaction
(PCR).
HIV/AIDS dalam Kehamilan
10
b) Tidak langsung, dengan melihat respon zat anti spesifik dengan
ELISA, Western blot, Immunofluroscent Assay (IFA), atau
Radioimmunoprecipitation Assay (RIPA). Untuk diagnosis yang lazim
dipakai adalah ELISA karena sensitivitasnya tinggi, yakni 98,1%-100%
dan biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi
(Duarsa, 2005).
Uji HIV pada wanita hamil terintegrasi dengan pemeriksaan rutin
kehamilan. Apabila sudah terdiagnosa AIDS perlu dilakukan pemeriksaan
infeksi PMS lainnya; seperti gonore, klamidia, hepatitis, herpes, dan lainnya
(Hanifa, 2002).
F. PENATALAKSANAAN
Manajemen ibu hamil penderita AIDS untuk mengetahui ibu hamil
termasuk seropositif tanpa gejala atau dengan gejala. Sebaiknya setiap
wanita hamil mendapatkan langkah-langkah penatalaksanaan sebagai
berikut:
1. Identifikasi resik tinggi, yaitu pemakaian narkotika intravena, pasangan
seksualnya pemakai narkotika intravena, biseksual dengan HIV positif,
penderita PMS, riwayat pekerjaan sebagai PSK.
2. Dilakukan pemeriksaan darah untuk tes HIV.
3. Diberikan peningkatan pengetahuan tentang AIDS.
4. Konseling masalah AIDS.
5. Pencegahan sumber infeksi
(Hanifa, 2002)
Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang memuaskan.
Pemberian AZT (Zidovudine) dapat memperlambat kematian dan
menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi oportunistik. Tindakan operasi
sesarea bukan merupakan indikasi untuk menurunkan resiko infeksi pada
bayi yang dilahirkan (Hanifa, 2002).
HIV/AIDS dalam Kehamilan
10
G. UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan upaya pencegahan
penularan HIV-AIDS, antara lain tidak diperkenankan hamil bagi wanita yang
menderita HIV-AIDS karena ibu yang terkena HIV akan menularkan pada
bayinya (Depkes RI, 2000). Pendapat lalin namun sama dengan pendapat
diatas dalam upaya pencegahan penularan dengan menghindari terjadinya
kehamilan, sehubungan dengan terdapat hasil peneliti mengemukakan,
bahwa 30-505 seorang ibu yang sudah terinfeksi HIV-AIDS akan melahirkan
bayi yang terinfeksi HIV-AIDS. Hal lain yang kemungkinan juga dapat terjadi
bahwa sebagian besar bayi yang terinfeksi akan menyebarkan AIDS atau
PMS lain. Sehingga sangat penting bagi wanita untuk mendapatkan
pendidikan dan konseling yang tepat agar melaksanakan tes antibodi HIV,
namun harus secara sukarela dan bukan paksaan. Perlu dijelaskan resikonya
terhadap kehamilan dan perlu dukungan jika merek mengambil keputusan
untuk melaksanakan tes antibodi (Richardson, 2002).
Upaya pencegahan terhadap penularan infeksi bagi petugas di kamar
bersalin sebagai berikut :
Gunakan pakaian, sarung tangan dan masker yang kedap air saat
menolong persalinan.
Gunakan sarung tangan pada saat menolong bayi.
Mencuci tangan setiap selesai menolong penderita AIDS.
Menggunakan pelindung mata (kacamata).
Memegang plasenta dengan sarung tangan dan diberi label sebagai
barang infeksious.
Jangan menggunakan pengisap lendir bayi melalui mulut.
HIV/AIDS dalam Kehamilan
10
BAB III
PENUTUP
Kehamilan merupakan epristiwa alami yang terjadi pada wanita,
namun kehamilan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin
terutama pada kehamilan trimester pertama. CDR melaporkan jumlah wanita
AIDS di dunia terus bertambah khususnya pada usia reproduksi. Dilihat dari
profil umur ada kecenderungan infeksi HIV terjadi pada wanita usia muda,
sedangkan usia ditas 45 tahun lebih sedikit.
Penularan HIV pada wanita hamil terjadi melalui hubungan seksual
dengan suaminya yang sudah terinfeksi HIV. Cara penularan HIV-AIDS pada
wanita hamil melalui hubungan seksual. Resiko penularan dari suami ke istri
dan dari istri ke suami sama. Penularan yang paling serig terjadi antara
pasangan yang salah satunya sudah terinfeksi HIV berjumlah 20% dengan
tidak menggunakan kondom.
Gejala infeksi HIV pada wanita hamil sama dengan wanita tidak hamil
atau orang dewasa. Namun faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi HIV
menjadi AIDS belum jelas diketahui.
Diagnosis dini ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan
petunjuk dari gejala-gejala klinis atau dari adanya perilaku resiko tinggi
individu tertentu. Penatalaksanaan ibu hamil dengan AIDS adalah : identifikasi
resiko tinggi, pemeriksaan darah, konseling masalah AIDS, pencegahan
sumber infeksi. Sampai saat ini belum ada pengobatan AIDS yang
“memuaskan”. Pemberian AZT (Zidovudine) dapat memperlambat kematian
dan menurunkan frekuensi dan beratnya infeksi oportunistik.
HIV/AIDS dalam Kehamilan
10
DAFTAR PUSTAKA
Catherine, dkk. 1996. Women’s Health Care. New Delhi : Professional Publisher.
Richardson, dkk. 2002. Women and AIDS. Yogyakarta : Media Pressindo.
UNAIDS/WHO. 2004. Info Terkini Epidemi AIDS. Katalog Perpustakaan dalam
Publikasi Data.
Depkes RI. 1997. Direktorat Jendral P3M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman,
AIDS. Petunjuk untuk Petugas Kesehatan. Jakarta