Makalah

22
MAKALAH Gangguan Identifikasi Dissosiatif Berhubungan dengan Ilmu Keperawatan OLEH : Eko Ferry Darmawan 201010420311052

description

Makalah

Transcript of Makalah

Page 1: Makalah

MAKALAH

Gangguan Identifikasi Dissosiatif Berhubungan dengan

Ilmu Keperawatan

OLEH :

Eko Ferry Darmawan 201010420311052

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Page 2: Makalah

Kata Pengantar

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah untuk mata kuliah

Psikologi.

Dalam penulisan makalah ini, cukup banyak mengalami kesulitan, namun berkat keuletan

dan dukungan baik moral maupun material dari berbagai pihak, makalah ini dapat

terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, pepatah “Tak ada

Gading yang tak Retak” Oleh karena itu, penulis menerima segala bentuk kritik dan saran

yang membangun untuk makalah yang lebih baik nantinya.

Malang, Februari 2013

Penulis

i

Page 3: Makalah

Daftar isi

Kata Pengantar ……………………………………………………. i

Daftar Isi ……………………………………………………. ii

Bab I Pendahuluan …………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………… 1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………… 1

1.3 Tujuan

1.3.1 Umum…………………………………………….. 2

1.3.2 Khusus……………………………………………. 2

1.4 Manfaat……………………………………………………… 2

Bab II Pembahasan ………………………………………………….……. 3

2.1 Definisi…………………………………………...................… 3

2.2 Epidemiologi……………………………………….................. 3

2.3 Etiologi……………………………………………................... 3

2.3.1Etiologi GID……………………………………...….. 4

2.4 Gangguan Identitas Dissosiatif...............................……............ 6

2.5 Amnesia Dissosiatif..................................................………….. 7

2.6 Fugue Dissosiatif..............................................……………….. 8

2.7 Gangguan depersonalisasi..........................................…………. 9

2.8 Penanganan-penanganan dan Pencegahan...............………….. 10

Bab III Penutup …………………………………………………………… 12

3.1 Kesimpulan …………………………………………………… 12

3.2 Saran ………………………………………………………….. 12

Daftar Pustaka ……………………………………………………............. 13

ii

Page 4: Makalah

BAB I

PENDAHULUAN

Secara umum gangguan dissosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai

adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar)

meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan peng-inderaan-an segera (awareness of

identity and immediate sensations) serta control terhadap gerak tubuh.

Dalam penegakan diagnosis gangguan Dissosiatif harus ada gangguan yang

menyebabkan kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun kesadaran,

dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan

memanfaatkan waktu senggang.

Ada beberapa penggolonga dalam gangguan dissosiatif, antara lain adalah Amnesia

Dissosiatif, Fugue Dissosiatif, Gangguan Dipersonalisasi.

1.1 Latar Belakang

Dissosiasi psikologis adalah perubahan kesadaran mendadak yang mempengaruhi

memori dan identitas. Para individu yang menderita gangguan dissosiatif tidak mampu

mengingat berbagai peristiwa pribadi penting atau selama beberapa saat lupa akan

identitasnya atau bahkan membentuk identitas baru.

Gejala utama gangguan ini adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh dari

integrasi normal (dibawah kendali kesadaran) antara lain:

Ingatan masa lalu

Kesadaran identitas dan penginderaan (awareness of identity and immediate

sensations)

Kontrol terhadap gerakan tubuh

1.2 Rumusan Masalah

Mengenal lebih jauh apa pengertian Gangguan Identifikasi Dissosiatif berhubungan

dengan ilmu keperawatan.

1

Page 5: Makalah

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Lebih jauh tentang penyakit Gangguan Identifikasi Dissosiatif

1.3.2 Tujuan khusus

a) Mengidentifikasi gejala-gejala yang menjadi penyebab penyakit gangguan

identifikasi dissosiatif

b) Mengetahui cara pencegahannya.

c) Mengetahui pengobatan yang tepat pada penyakit gangguan identifikasi

dissosiatif.

1.4 Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan atau gambaran tentang

Gangguan Identifikasi Dissosiatif sehingga bisa menambah pengetahuan bagi kita semua

dan kita bisa menerapkannya dilapangan.

2

Page 6: Makalah

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gangguan Identitas Dissosiatif

Secara umum gangguan dissosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai

adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar)

meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan segera (awareness of

identity and immediate sensations) serta control terhadap gerak tubuh.

2.2 Epidemologi

Gangguan Disosiatif bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat.

Tetapi juga Gangguan Disosiatif ini tidak jarang ada dalam kasus-kasus psikiatri.

Prevelensinya hanya 1 berbanding 10.000 kasus dalam populasi.Dalam beberapa referensi

bisa terlihat bahwa ada peningkatan yang tajam dalam kasus-kasus gangguan disosiatif yang

dilaporkan, dan menambah kesadaran para ahli dalam menegakkan diagnosis, menyediakan

kriteria yang spesifik, dan menghindari kesalahan diagnosis antara DID, schizophrenia atau

gangguan personal.

Orang-orang yang umumnya mengalami gangguan dissosiatif ini sangat mudah

dihipnotis dan sangat sensitive terhadap sugesti dan lingkungan budayanya,namun tak cukup

banyak referensi yang membetulkan pernyataan tersebut.

Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan dissosiatif ini mengenai wanita

90% atau lebih, Gangguan Dissosiasi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun,

walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.

2.3 Etiologi

Istilah gangguan dissosiatif merujuk pada mekanisme, dissosiasi, yang diduga menjadi

penyebabnya. Pemikiran dasarnya adalah kesadaran biasanya merupakan kesatuan

pengalaman, termasuk kognisi, emosi dan motivasi. Namun dalam kondisi stres, memori

trauma dapat disimpan dengan suatu cara sehingga di kemudian hari tidak dapat diakses oleh

kesadaran seiring dengan kembali normalnya kondisi orang yang bersangkutan, sehingga

kemungkinan akibatnya adalah amnesia atau fugue.

3

Page 7: Makalah

Pandangan behavioral mengenai gangguan dissosiatif agak mirip dengan berbagai

spekulasi awal tersebut. Secara umum para teoris behavioral menganggap dissosiasi sebagai

respon penuh stres dan ingatan akan kejadian tersebut.

2.3.1 Etiologi GID.

Terdapat dua teori besar mengenai GID. Salah satu teori berasumsi bahwa GID

berawal pada masa kanak-kanak yang diakibatkan oleh penyiksaan secara fisik atau

seksual. Penyiksaan tersebut mengakibatkan dissosiasi dan terbentuknya berbagai

kepribadian lain sebagai suatu cara untuk mengatasi trauma (Gleaves, 1996).

Teori lain beranggapan bahwa GID merupakan pelaksanaan peran sosial yang

dipelajari. Berbagai kepribadian yang muncul pada masa dewasa umumnya karena

berbagai sugesti yang diberikan terapis (Lilienfel dkk, 1999; Spanos, 1994). Dalam

teori ini GID tidak dianggap sebagai penyimpangan kesadaran; masalahnya tidak

terletak pada apakah GID benar-benar dialami atau tidak, namun bagaimana GID

terjadi dan menetap.

Sindrom Dissosiatif yang Terkait dengan Budaya

Ada kesamaan antara konsep barat akan gangguan disosiatif dengn sindrom-

sindrom tertentu yang terkait dengan budaya yang di temukan di lain dunia.

Contohnya, zar-Istilah yang di gunakan Negara-negara Afrika Utara dan Timur

Tengah menggambarkan penguasaan roh-roh dalam diri orang yang mengalami tahap

disosiatif. Saat tahap ini terjadi individu terlibat dalam perilaku yang tidak biasa,

mulai dari berteriak-teriak hingga membenturkan kepalanya ke dinding. Perilaku ini

di sebut abnormal. Karena di percaya bahwa hal tersebut di control oleh roh-roh.

Pandangan-pandangan Teoritis

Gangguan disosiatif merupakan fenomena yang sangat mengagumkan dan

menarik. Bagaimana perasaan seseorang akan identitas dirinya bias menjadi sangat

terdistorsi hingga orang tersebut membangun kepribadian ganda, kehilangan banyak

potongan dari ingatan pribadi, atau membentuk sebuah identitas baru.

4

Page 8: Makalah

Pandangan Psikodinamika

Amnesia disosiatif dapat menjadi suatu fungsi adaptif dengan cara memutus atau

mendisosiasi alam sadar seseorang dari kesadaran akan pengalaman yang traumatis.

Gangguan disosiatif melibatkan pengguna represi secara besar – besaran yang

menghasilkan terpisahnya impuls yang tidak dapat diterima dan ingatan yang

menyakitkan dari ingatan seseorang. Dalam amnesia dan fugue disosiatif, ego

melindungi dirinya sendiri dari kebanjiran kecemasan dengan mengeluarkan ingatan

yang menggangu atau dengan mendisosiasi impuls menakutkan yang bersifat

biseksual atau agresif. Pada kepribadian ganda, orang mungkin mengekspresikan

impuls – impuls yang tidak dapat di terima ini melalui pengembangan kepribadian

pengganti. Pada depersonalisasi orang berada di luar dirinya sendiri aman dengan cara

menjauhi dari pertarungan emosional di dalam dirinya.

Pandangan Kognitif & Budaya

Teoritikus belajar dan kognitif memandang disosiasi sebagai suatu respons yang

dipelajari, meliputi proses tidak berpikir tentang tindakan atau pikiran yang

menggangu dalam rangka menghindari rasa bersalah dan malu yang di timbulkan pleh

pengalaman. Kebiasaan tidak berpikir tentang masalah– masalah tersebut secara

negative dikuatkan dengan adanya perasaan terbebas dari kecemasan atau dengan

memindahkan perasaan bersalah atau malu. 

Disfungsi Otak

Perbedaan dari aktivitas metabolisme otak antara orang dengan gangguan

depersonalisasi dan subjek yang sehat. Penemuan ini yang menekankan pada

kemungkinan adanya disfungsi di bagian otak yang terlibat dalam persepsi tubuh,

dapat membantu menjelaskan perasaan terpisah dari tubuh yang di asosiasikan dengan

depersonalisasi.

2.4 Gangguan Identitas Dissosiatif

Gangguan identitas disosiatif suatu kondisi dimana seseorang memiliki minimal dua atau

lebih kondisi ego yang berganti-ganti, yang satu sama lain bertindak bebas. Menurut DSM-

IV-TR, diagnosis gangguan disosiatif (GID) dapat ditegakkan bila seseorang memiliki

sekurang-kurangnya dua kondisi ego yang terpisah, atau berubah-ubah, kondisi yang berbeda

5

Page 9: Makalah

dalam keberadaan, perasaan dan tindakan yang satu sama lain tidak saling mempengaruhi dan

yang muncul serta memegang kendali pada waktu yang berbeda.

Perkembangan Gangguan Indentitas Disosiatif: 

Individu memiliki setidaknya dua kepribadian yang berbeda (adanya perbedaan dalam

keberadaan, feeling, perilaku), bahkan ada yang bertolak belakang. 

Adanya dua atau lebih kepribadian yang terpisah dan berbeda pada seseorang. Setiap

kepribadian memiliki pola perilaku, hubungan dan memori masing-masing. 

Kepribadian yang asli dan pecahannya kadang dapat menyadari adanya periode waktu

yang hilang, adanya kepribadian yang lain. Suara dari kepribadian yang lain sering

bergema, masuk ke kesadaran mereka tapi tidak diketahui milik siapa. 

Gap dalam memori mungkin terjadi jika suatu kepribadian tidak berkaitan dengan

kepribadian yang lain. 

Keberadaan pribadi-pribadiyang berbeda menyebabkan gangguan dalam kehidupan

seseorang dan tidak dapat disembuhkan seketika oleh obat-obatan. 

Biasanya muncul di awal masa kanak-kanak (adanya trauma berat di masa kanak-

kanak), namun jarang didiagnosis sampai masa remaja. Lebih berat dari bentuk

gangguan disosiatif lainnya 

Wanita > pria

Secara singkat kriteria DSM-IV-TR untuk gangguan identitas disosiatif ialah:

a. Keberadaan dua atau lebih kepribadian atau identitas

b. Sekurang-kurangnya dua kepribadian mengendalikan perilaku secara berulang

c. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi pribadi yang penting.

2.5 Amnesia Disosiatif

Amnesia disosiatif adalah hilangnya memori setelah kejadian yang penuh stres.

Seseorang yang menderita gangguan ini tidak mampu mengingat informasi pribadi yang

penting, biasanya setelah suatu episode yang penuh stres.

Pada amnesia total, penderita tidak mengenali keluarga dan teman-temannya, tetapi tetap

memiliki kemampuan bicara, membaca dan penalaran, juga tetap memiliki bakat dan

pengetahuan tentang dunia yang telah diperoleh sebelumnya.

6

Page 10: Makalah

Perkembangan Klinis amnesia disosiatif: 

Hilangnya daya ingat (sebagian / seluruh), biasanya mengenai kejadian-kejadian

penting (stressful, traumatik) yang baru terjadi, tidak disebabkan gangguan mental

organic, kelupaan, kelelahan, intoksikasi.

Individu tiba-tiba menjadi tidak dapat mengingat kembali informasi personal yang

penting (biasanya setelah mengalami beberapa peristiwa stressful).

Selama periode amnesia, perilaku atau kemampuan individu mungkin tidak berubah,

kecuali bahwa hilangnya memori menyebabkan beberapa disorientasi, tidak

mengenali identitas (asal, teman, keluarga, dll).

Hilangnya memori 

Bisa hanya untuk peristiwa tertentu atau seluruh peristiwa kehidupan 

Biasanya berlangsung dalam periode waktu tertentu, bisa beberapa jam sampai

dengan beberapa tahun 

Memori biasanya kembali muncul secara tiba-tiba juga, lengkap seperti sebelumnya

(hanya sedikit kemungkinan untuk kambuh) 

Hilangnya memori tidak sama dengan yang disebabkan oleh kerusakan otak atau

karena ketergantungan obat.

2.6 Fugue Disosiatif

Fugue disosiatif adalah hilangnya memori yang disertai dengan meninggalkan rumah dan

menciptakan identitas baru. Dalam fugue disosiatif, hilangnya memori lebih besar dibanding

dalam amnesia disosiatif. Orang yang mengalami fugue disosiatif tidak hanya mengalami

amnesia total, namun tiba-tiba meninggalkan rumah dan beraktivitas dengan menggunakan

identitas baru.

Perkembangan klinis Fugue Disosiatif: 

Gangguan di mana individu melupakan informasi personal yang penting dan

membentuk identitas baru, juga pindah ke tempat baru. 

Individu tidak hanya mengalami amnesia secara total, namun juga tiba-tiba pindah

(melarikan diri) dari rumah dan pekerjaan, serta membentuk identitas baru. 

Biasanya terjadi setelah seseorang mengalami beberapa stress yang berat (konflik

dengan pasangan, kehilangan pekerjaan, penderitaan karena bencana alam). 

7

Page 11: Makalah

Identitas baru sering berkaitan dengan nama, rumah, pekerjaan bahkan karakteristik

personality yang baru. Di kehidupan yang baru, individu bisa sukses walaupun tidak

mampu untuk mengingat masa lalu. 

Recovery biasanya lengkap dan individu biasanya tidak ingat apa yang terjadi selama

fugue.

2.7 Gangguan Depersonalisasi

Gangguan depersonalisasi adalah suatu kondisi dimana persepsi atau pengalaman

seseorang terhadap diri sendiri berubah. Dalam episode depersonalisasi, yang umumnya

dipicu oleh stres, individu secara mendadak kehilangan rasa diri mereka. Para penderita

gangguan ini mengalami pengalaman sensori yang tidak biasa, misalnya ukuran tangan dan

kaki mereka berubah secara drastis, atau suara mereka terdengar asing bagi mereka sendiri.

Penderita juga merasa berada di luar tubuh mereka, menatap diri mereka sendiri dari

kejauhan, terkadang mereka merasa seperti robot, atau mereka seolah bergerak di dunia

nyata.

Perkembangan klinis gangguan Dipersonalisasi: 

Gangguan di mana adanya perubahan dalam persepsi atau pengalaman individu

mengenai dirinya.

Individu merasa “tidak riil” dan merasa asing terhadap diri dan sekelilingnya, cukup

mengganggu fungsi dirinya.

Memori tidak berubah, tapi individu kehilangan sense of self. 

Gangguan ini menyebabkan stress dan menimbulkan hambatan dalam berbagai fungsi

kehidupan.

Biasanya terjadi setelah mengalami stress berat, seperti kecelakaan atau situasi yang

berbahaya. 

Biasanya berawal pada masa remaja dan perjalanannya bersifat kronis (dalam waktu

yang lama).

8

Page 12: Makalah

2.8 Penanganan-penanganan dan Pencegahan

Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan disosiatif ini. Bentuk terapinya

berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan

yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari

kondisi yang dialami.

Psikoterapi untuk gangguan disosiasi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis

yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif. Penanganan

gangguan disosiatif yang lain meliputi :

a) Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini

menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan

pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran

diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi.

b) Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan

kelakuan yang negative dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif dan

sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa

yang menjadi perilaku pemeriksa.

c) Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak

ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan disosiatif ini. Biasanya pasien

diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu

mengontrol gejala mental pada gangguan disosiatif ini.

Pengobatan Alternatif

Ahli terapi biasanya merekomendasikan menggunakan hypnosis yang biasanya berupa

hypnoterapi atau hipnotis sugesti sebagai bagian dari penanganan pada gangguan disosiatif.

Hypnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat

terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien lebih

terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa konsentrasi yang menyatakan

bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan memori yang salah dalam mensugesti.

9

Page 13: Makalah

Pencegahan

Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan, sangat

beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah gangguan disosiatif.

Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati secara sugesti, agar penangan

tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti stress, karena diketahui bahwa jika

menanamkan sugesti yang baik terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil

yang maksimal, dengan penangan yang minimal.

10

Page 14: Makalah

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gangguan Disosiatif belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun biasanya terjadi

akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan organik yang dialami.

Gangguan ini terjadi pertama pada saat anak-anak namun tidak khas dan belum bisa

teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya gangguan disosiatif ini bisa terjadi sewaktu-

waktu dan trauma masa lalu pernah terjadi kembali, dan berulang-ulang sehingga terjadinya

gejala gangguan disosiatif.

3.2 Saran

Setelah membaca makalah ini, semoga pembaca mau menerima saran dari penulis, yaitu:

Setiap kehidupan pasti tidak lepas dari problematika hidup, baik problematika di masa

lampau, dimasa sekarang, dan dimasa yang akan datang, maka kita sebagai pribadi yang baik

kita harus bisa mempersiapkan diri dengan koping masalah yang baik juga agar kita bisa

menjadi terhindar dari gangguan dissosiatif.

11

Page 15: Makalah

DAFTAR PUSTAKA

V. Mark Durank & Dvid H.Barlow.2006.Psikologi Abnormal. Jilid 1 dan

2.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Nevid S.Jeffrey dkk. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta: PT.Gelora Aksara

Davidson, Gerald, dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Press

Tomb, David. A. 2000. Psikiatri Edisi 6. Jakarta: EGC

12