Makala h

20
BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pembangunan Dalam rangka implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, kawasan perdesaan sebagai bagian dari wilayah kabupaten adalah salah satu kawasan yang perlu dikembangkan, karena sumber daya alam yang menjadi energi pembangunan nasional berada pada kawasan tersebut. Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan bahwa pengembangan kawasan perdesaan tidak kalah penting dibandingkan dengan pengembangan pada kawasan perkotaan, yang secara terintegrasi pengembangan keduanya ditujukan untuk mewujudkan penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.Dalam Pasal 48 ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan pula tentang arahan bagi penataan ruang kawasan perdesaan, yaitu: 1. pemberdayaan masyarakat perdesaan; 2. pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya; 3. konservasi sumber daya alam; 4. pelestarian warisan budaya lokal; 5. pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan; dan

description

gfhhfghghvj

Transcript of Makala h

Page 1: Makala h

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Pembangunan Dalam rangka implementasi Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, kawasan

perdesaan sebagai bagian dari wilayah kabupaten adalah

salah satu kawasan yang perlu dikembangkan, karena

sumber daya alam yang menjadi energi pembangunan

nasional berada pada kawasan tersebut. Undang-Undang

No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

mengamanatkan bahwa pengembangan kawasan

perdesaan tidak kalah penting dibandingkan dengan

pengembangan pada kawasan perkotaan, yang secara

terintegrasi pengembangan keduanya ditujukan untuk

mewujudkan penyelenggaraan penataan ruang wilayah

nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

Dalam Pasal 48 ayat 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2007 disebutkan pula tentang arahan bagi penataan ruang

kawasan perdesaan, yaitu:

1. pemberdayaan masyarakat perdesaan;

2. pertahanan kualitas lingkungan setempat dan

wilayah yang didukungnya;

3. konservasi sumber daya alam;

4. pelestarian warisan budaya lokal;

5. pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan

untuk ketahanan pangan; dan

6. penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan-

perkotaan.

Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang

Desa bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan

Page 2: Makala h

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan

penataan Desa dengan tujuan:

1. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan

Pemerintahan Desa;

2. mempercepat peningkatan kesejahteraan

masyarakat Desa;

3. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik;

4. meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan

Desa; dan

5. meningkatkan daya saing Desa.

Desa memiliki kewenangan menyusun Tata Ruang

Desa sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,

oleh karena itu prakarsa ini merupakan bagian dalam

partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana Tata

Ruang Desa.Konsep pengembangan Kawasan Perdesaan

Berkelanjutan (KPB) merupakan upaya pengelolaan dan

konservasi sumber daya alam, perubahan teknologi, dan

kelembagaan untuk menjamin pencapaian serta

keberlanjutan kebutuhan manusia untuk masa sekarang

dan untuk generasi yang akan datang. Konsep tersebut

kemudian dijabarkan ke dalam Program Pengembangan

Kawasan Perdesaan Berkelanjutan (P2KPB) yang bertujuan

untuk mewujudkan ruang kawasan perdesaan

berkelanjutan melalui perbaikan ekonomi, peningkatan

kualitas pelestarian lingkungan hidup dan pengembangan

modal sosial berbasis RTRW kabupaten.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dan manfaat penulisan ini adalah membahas

Program Pembangunan Infrasturktur Perdesaan yang

diarahkan untuk mewujudkan ruang kawasan perdesaan

Page 3: Makala h

yang dapat menjaga ketahanan pangan, memeliharan dan

melestarikan lingkungan hidup, mengembangkan modal

sosial dengan memberdayakan masyarakat, serta menjaga

keseimbangan perkembangan perkotaan dan perdesaan

menuju perdesaan yang lestari .

BAB II

REVIEW LITERATUR

a. Teori – teori dasar

Infrastruktur berkelanjutan merupakan sebuah

konsep dari pembangunan infrastruktur dengan

memperhatikan keseimbangan antara memenuhi

kebutuhan infrastruktur pada masa sekarang dan masa

yang akan datang (Iwan PK, dkk, 2008). Dengan demikian

dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan perlu

memperhatikan dan mengintegrasikan tiga aspek

keberlanjutan meliputi keberlanjutan ekonomi, lingkungan

dan sumber daya. Melalui keberlanjutan ekonomi

diharapkan kegiatan ekonomi dapat terus berjalan dan

Page 4: Makala h

berkembang untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia,

meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan,

mengurangi jumlah pengangguran serta meningkatkan

kualitas sumber daya manusia baik dari aspek pendidikan

maupun kesehatan. Konsep lingkungan berkelanjutan perlu

diintegrasikan dalam pembangunan infrastruktur agar

tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan baik dalam

skala lokal maupun global. Dalam skala lokal artinya

aktivitas yang dilakukan tidak menghasilkan polusi atau

limbah yang dapat mengganggu atau merusak

keseimbangan ekosistem, baik komponen biotik

(tumbuhan dan hewan) maupun komponen abiotik (tanah,

air dan udara). Dalam skala global, pembangunan

infrastruktur tidak menimbulkan dampak atau eksternalitas

negatif terhadap keseimbangan alam secara global yang

mengakibatkan terjadinya pemanasan global atau

perubahan iklim. Konsep keberlanjutan dalam sumber daya

perlu diupayakan mengingat pembangunan infrastruktur

sebagian besar menggunakan energi yang berasal dari

perut bumi yang bersifat unrenewable atau tidak

terbarukan baik untuk transportasi, industri, pembangkit

listrik dan fasilitas lainnya. Selain itu dengan pertumbuhan

penduduk yang terus bertambah serta banyaknya alih

fungsi lahan dari lahan terbuka hijau menjadi lahan

tertutup, baik untuk permukiman maupun industri, akan

terus mengurangi ketersediaan sumber daya terutama air

dan pangan dimasa yang akan datang (Danaryanto dkk,

2008a dalam Kodoatie dan Sjarief, 2010).

b. Problematika Kekinian

Page 5: Makala h

1) Tingginya kemiskinan di perdesaan

Sebagai negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia,

Indonesia memiliki angkatan kerja yang melimpah.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan

kerja di Indonesia mencapai 121,87 juta orang,

meningkat dari Agustus 2013 yang sebanyak 120,17

juta orang. Namun, di tengah melimpahnya angkatan

kerja tersebut jumlah pengangguran di Indonesia juga

cukup tinggi, dengan tingkat pengangguran terbuka

Februari hingga Agustus 2014 sebesar 5,70% atau naik

5,94%. Sepanjang Februari hingga Agustus 2014 saja

jumlah pengangguran di Indonesia bertambah 0,09 juta

orang atau dari 7,15 juta orang meningkat menjadi 7,24

juta orang. Jumlah pengangguran diprediksi akan

bertambah karena pertumbuhan ekonomi yang

melambat di 5,01%. Pengangguran merupakan istilah

orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari

kerja atau seseorang yang sedang berusaha

mendapatkan pekerjaan layak. Pengangguran biasanya

disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para

pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan

kerja yang tersedia. Jika diamati, di Indonesia

pengangguran merupakan salah satu masalah pelik

yang tiap tahun terus meningkat.

2) Tingkat Pengangguran lebih tinggi di perdesaan

Pengangguran menjadi masalah dalam perekonomian di

negara ini, terutama tingkat pengangguran di daerah

pedesaan karena dengan adanya pengangguran

produktivitas dan pendapatan masyarakat akan

berkurang sehingga bisa menyebabkan timbulnya

Page 6: Makala h

kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Ada

banyak faktor yang menyebabkan tingginya jumlah

pengangguran di Indonesia. Tidak seimbangnya

lapangan pekerjaan yang tersedia dengan banyaknya

jumlah tenaga kerja yang terserap masih menjadi faktor

utama. Pemerintah juga kurang mampu menyediakan

lapangan pekerjaan untuk seluruh masyarakat Indonesia

sehingga jumlah pengangguran di Indonesia terus

meningkat. Selain itu, banyak juga masyarakat desa

berpikiran bahwa pergi ke kota merupakan hal yang

paling baik untuk mencari pekerjaan. Akibatnya terlalu

banyak masyarakat yang pergi ke kota dan penduduk

kota menjadi meningkat sehingga banyak tenaga kerja

yang tidak terserap lapangan pekerjaan dan

menimbulkan pengangguran.

3) Rendahnya produktivitas tenaga kerja

perdesaan

Di sisi lain, penyebab utama tingginya pengangguran

terlebih pengangguran terdidik yang bergelar sarjana

adalah mindset ketika lulus dari perguruan tinggi,

sebagian besar lulusan perguruan tinggi hanyalah

berkeinginan menjadi pencari kerja (job-seeker) dan

jarang yang berkeinginan menjadi pencipta kerja (job-

creator). Adanya mindset untuk bisa mendapatkan

pekerjaan yang dianggap sangat menjanjikan seringkali

mengesampingkan kemampuan dan potensi diri yang

sesungguhnya. Rata-rata yang ada di pikiran orang-

orang yang tengah mencari pekerjaan adalah

bagaimana caranya bisa mendapatkan pekerjaan yang

Page 7: Makala h

mendapatkan gaji tetap setiap bulannya sehingga

dapat mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa

memikirkan efek jangka panjang jika pekerjaan yang

mereka dapatkan ternyata tidak sesuai dengan passion

(kegemaran) masing-masing. Hal ini dapat dikatakan

sudah menjadi paradigma dan kebiasaan para lulusan

yang menginginkan kemudahan dan menghindari risiko

kegagalan.

Jika dipandang dari sudut pendidikan, jumlah

angkatan kerja yang melimpah tidak dibarengi

kemampuan berkualitas dalam pengelolaan pekerjaan

yang dibutuhkan. Dampaknya pengangguran yang

terjadi, karena tenaga kerja perdesaan tidak memiliki

skill atau keahlian yang diperlukan lapangan kerja

menjadikan masalah berkepanjangan.

4) Degradasi sumber daya alam dan lingkungan

setiap hari terjadi konversi lahan pertanian

menjadi /fungsi lain,

BAB III

Sintesis dan Pemecahan Masalah

Kawasan perdesaan menghadapi permasalahan-

Page 8: Makala h

permasalahan internal dan eksternal yang menghambat

perwujudan infrastuktur kawasan perdesaan yang berkelanjutan,

produktif, berdaya saing dan nyaman.

1) Terbatasnya alternatif lapangan kerja berkualitas.

Kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian, baik

industri kecil yang mengolah hasil pertanian maupun

industri kerajinan serta jasa penunjang lainnya

sangat terbatas. Sebagian besar kegiatan ekonomi di

perdesaan masih mengandalkan produksi komoditas

primer sehingga nilai tambah yang dihasilkan kecil.

Di sisi lain, pada kurun waktu 2001-2003 terjadi

penciutan lapangan kerja formal baik di perkotaan

maupun di perdesaan.

2) Lemahnya keterkaitan kegiatan ekonomi baik secara

sektoral maupun spasial.

Kondisi ini tercermin dari kurangnya keterkaitan

antara sektor pertanian (primer) dengan sektor

industri (pengolahan) dan jasa penunjang, serta

keterkaitan pembangunan antara kawasan

perdesaan dan kawasan perkotaan. Kota-kota kecil

dan menengah yang berfungsi melayani kawasan

perdesaan di sekitarnya belum berkembang sebagai

pusat pasar komoditas pertanian; pusat produksi,

koleksi dan distribusi barang dan jasa; pusat

pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah

non pertanian; dan penyedia lapangan kerja

alternatif (non pertanian).

3) Timbulnya hambatan (barrier) distribusi dan

perdagangan antar daerah.

Dalam era otonomi daerah timbul

Page 9: Makala h

kecenderungan untuk meningkatkan pendapatan asli

daerah (PAD) dalam bentuk pengenaan pajak dan

retribusi (pungutan) yang mengakibatkan ekonomi

biaya tinggi, di antaranya pungutan yang dikenakan

dalam aliran perdagangan komoditas pertanian antar

daerah yang akan menurunkan daya saing komoditas

pertanian. Tingginya risiko kerentanan yang dihadapi

petani dan pelaku usaha di perdesaan. Petani dan

pelaku usaha di kawasan perdesaan sebagian besar

sangat bergantung pada alam. Kondisi alam yang

tidak bersahabat akan meningkatkan risiko kerugian

usaha seperti gagal panen karena banjir, kekeringan,

maupun serangan hama penyakit. Pada kondisi

demikian, pelaku industri kecil yang bergerak di

bidang pengolahan produk-produk pertanian

otomatis akan terkena dampak sulitnya memperoleh

bahan baku produksi. Risiko ini masih ditambah lagi

dengan fluktuasi harga dan struktur pasar yang

merugikan.

4) Rendahnya aset yang dikuasai masyarakat

perdesaan.

Ini terlihat dari besarnya jumlah rumah tangga

petani gurem (petani dengan pemilikan lahan kurang

dari 0,5 ha) yang mencapai 13,7 juta rumah tangga

(RT) atau 56,2 persen dari rumah tangga pertanian

pengguna lahan pada tahun 2003. Hal ini ditambah

lagi dengan masih rendahnya akses masyarakat

perdesaan ke sumber daya ekonomi seperti

lahan/tanah, permodalan, input produksi,

keterampilan dan teknologi, informasi, serta jaringan

Page 10: Makala h

kerjasama. Khusus untuk permodalan, salah satu

penyebab rendahnya akses masyarakat perdesaan

ke pasar kredit adalah minimnya potensi kolateral

yang tercermin dari rendahnya persentase rumah

tangga perdesaan yang memiliki sertifikat tanah

yang diterbitkan BPN, yaitu hanya mencapai 21,63

persen (tahun 2001). Akses masyarakat perdesaan

juga masih minim dalam pemanfaatan sumber daya

alam. Tingkat kesejahteraan masyarakat yang

tinggal di sekitar hutan, pertambangan dan pesisir

masih tergolong rendah, bahkan sebagian besar

tergolong miskin.

5) Rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana

perdesaan.

Ini tercermin dari total area kerusakan jaringan

irigasi yang mencapai sekitar 30 persen, rasio

elektrifikasi kawasan perdesaan yang baru mencapai

78 persen (tahun 2003), jumlah desa yang

tersambung prasarana telematika baru mencapai 36

persen (tahun 2003), persentase rumah tangga

perdesaan yang memiliki akses terhadap pelayanan

air minum perpipaan baru mencapai 6,2 persen

(tahun 2002), persentase rumah tangga perdesaan

yang memiliki akses ke prasarana air limbah baru

52,2 persen (tahun 2002), meningkatnya fasilitas

pendidikan yang rusak, terbatasnya pelayanan

kesehatan, dan fasilitas pasar yang masih terbatas di

perdesaan khususnya di Kawasan Timur Indonesia.

6) Rendahnya kualitas SDM di perdesaan yang sebagian

besar berketrampilan rendah (low skilled).

Page 11: Makala h

Ini ditunjukkan dengan rata-rata lama sekolah

penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai

5,84 tahun atau belum lulus SD/MI; sementara itu

rata-rata lama sekolah penduduk perkotaan sudah

mencapai 8,73 tahun. Proporsi penduduk usia 10

tahun ke atas yang telah menyelesaikan pendidikan

SMP/MTs ke atas hanya 23,8 persen, jauh lebih

rendah dibanding penduduk perkotaan yang

jumlahnya mencapai 52,9 persen. Kemampuan

keaksaraan penduduk perdesaan juga masih rendah

yang ditunjukkan oleh tingginya angka buta aksara

yang masih sebesar 13,8 persen atau lebih dari dua

kali lipat penduduk perkotaan yang angkanya sudah

mencapai 5,49 persen (Susenas 2003).

7) Meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan

beririgasi teknis bagi peruntukan lain.

Di samping terjadinya peningkatan luas lahan

kritis akibat erosi dan pencemaran tanah dan air, isu

paling kritis terkait dengan produktivitas sektor

pertanian adalah penyusutan lahan sawah. Pada

kurun waktu 1992-2000 luas lahan sawah telah

berkurang dari 8,2 juta hektar menjadi 7,8 juta

hektar. Kondisi ini selain didorong oleh timpangnya

nilai land rent pertanian dibanding untuk

permukiman dan industri, juga diakibatkan lemahnya

penegakan peraturan yang terkait dengan RTRW di

tingkat lokal.

8) Meningkatnya degradasi sumber daya alam dan

lingkungan hidup.

Sumber daya alam dan lingkungan hidup

Page 12: Makala h

sebenarnya merupakan aset yang sangat berharga

bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat apabila

dikelola dan dimanfaatkan secara optimal, terutama

bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Namun

demikian, potensi ini akan berkurang bila

praktekpraktek pengelolaan yang dijalankan kurang

memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan. Contoh dari hal ini dapat dilihat pada

data Statistik Kehutanan tahun 2002, di mana

perkiraan luas lahan kritis sampai dengan Desember

2000 adalah 23,24 juta hektar, dengan 35 persen

berada di dalam kawasan hutan dan 65 persen di

luar kawasan hutan. Untuk hutan sendiri telah terjadi

peningkatan laju degradasi dari 1,6 juta hektar/tahun

pada kurun 1985-1997 menjadi 2,1 juta hektar/tahun

pada kurun waktu 1997-2001.

9) Lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis

masyarakat.

Ini tercermin dari kemampuan lembaga dan

organisasi dalam menyalurkan aspirasi masyarakat

untuk perencanaan kegiatan pembangunan, serta

dalam memperkuat posisi tawar masyarakat dalam

aktivitas ekonomi. Di samping itu juga terdapat

permasalahan masih terbatasnya akses, kontrol dan

partisipasi perempuan dalam kegiatan pembangunan

di perdesaan yang antara lain disebabkan masih

kuatnya pengaruh nilai-nilai sosial budaya yang

patriarki, yang menempatkan perempuan dan laki-

laki pada kedudukan dan peran yang berbeda, tidak

adil dan tidak setara. Lemahnya koordinasi lintas

Page 13: Makala h

bidang dalam pengembangan kawasan perdesaan.

Pembangunan perdesaan secara terpadu akan

melibatkan banyak aktor meliputi elemen

pemerintah (pusat dan daerah), masyarakat, dan

swasta. Di pihak pemerintah sendiri, koordinasi

semakin diperlukan tidak hanya untuk menjamin

keterpaduan antar sektor tetapi juga karena telah

didesentralisasikannya sebagian besar kewenangan

kepada pemerintah daerah.

Page 14: Makala h

BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pembangunan Infrastruktur berkelanjutan harus memerhatikan

dan mengintegrasikan tiga aspek keberlanjutan meliputi

keberlanjutan ekonomi, lingkungan dan sumber daya sehingga

diupayakan :

(1) peningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur pendukung

kegiatan ekonomi produktif di kawasan perdesaan;

(2) peningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur

Page 15: Makala h

permukiman untuk mewujudkan kawasan perdesaan yang

layak huni.

Olehnya itu perlu diprogramkan kegiatan-kegiatan pokok

untuk mendukung Pembangunan Perdesaan diantaranya:

1. Peningkatan prasarana jalan perdesaan yang menghubungkan

kawasan perdesaan dan perkotaan;

2. Peningkatan pelayanan sarana dan prasarana energi termasuk

ketenagalistrikan di perdesaan;

3. Peningkatan sarana dan prasarana pos dan telematika

(telekomunikasi dan informasi) di perdesaan;

4. Optimalisasi jaringan irigasi dan jaringan pengairan lainnya;

dan

5. Peningkatan pelayanan prasarana permukiman, seperti

pelayanan air minum, air limbah, persampahan dan drainase.

DAFTAR PUSTAKA

Hawary, Faisal. 2014.Pembangunan Infrastruktur Desa, (Online), https://www.academia.edu/10042080/Pembangunan_Infrastruktur_Desa, [diakses 7 Oktober 2015].

Lendy Wibowo, ‘Permasalahan Desa‘, http://ippmi.org/permasalahan-desa-opini-lendy-wibowo/ [diakses 7 Oktober 2015].

Page 16: Makala h

Wahana. Kim G, ‘Model Pembangunan Desa Terpadu’ https://tegallinggah.wordpress.com/desa/model-pembangunan-desa-terpadu/[diakses 7 Oktober 2015].