Makala h Perlin Dung an Us Aha

72
PERLINDUNGAN USAHA MAKALAH Untuk memenuhi tugas matakuliah KEWIRAUSAHAAN Yang dibina oleh Bapak Wahju Wibowo oleh Anita 407413412221 1

description

menjelasakan makalah ekonomi

Transcript of Makala h Perlin Dung an Us Aha

Page 1: Makala h Perlin Dung an Us Aha

PERLINDUNGAN USAHA

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah

KEWIRAUSAHAAN

Yang dibina oleh Bapak Wahju Wibowo

oleh

Anita

407413412221

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN MANAJEMEN

Februari 2009

1

Page 2: Makala h Perlin Dung an Us Aha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat terjadi krisis moneter pertengahan 1997, di mana para pengusaha besar dan BUMN tidak dapat bertahan menghadapinya, usaha kecil (dan sektor informal) mampu bertahan ditengah krisis tersebut dan bahkan berkembang. Usaha kecil dan sektor informal telah menunjukkan eksistensinya dalam perekonomian nasional dengan pelbagai kontribusi, baik itu dari sisi makro maupun mikro. Hal tersebut sebenarnya merupakan fakta lama, namun tidak pernah terangkat ke permukaan.

Kisah kesuksesan usaha kecil dan sektor informal tersebut, ternyata tidak berbanding lurus dengan kepedulian pemerintah untuk mengangkat usaha kecil dan sektor informal ke jenjang yang lebih tinggi dalam kancah perekonomian negeri ini. Keberadaan usaha kecil dan sektor informal masih dipandang sebelah mata, setidaknya dapat tercermin dari rendahnya distribusi kredit kepada usaha kecil dan sektor informal karena minimnya agunan, sementara harus diakui bahwa kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja cukup tinggi.

Kucuran kredit yang sangat kecil tersebut semakin meyakinkan bahwa keberadaan usaha kecil (dan sektor informal) selalu dianaktirikan dalam akses permodalan dan selama itu pula keberadaan usaha kecil (dan sektor informal) hanya menggantungkan hidupnya dengan usaha sendiri dan tidak jarang mereka memanfaatkan keberadaan lembaga keuangan mikro pada level pedesaan.

Selain kendala permodalan, masih banyak hambatan operasional yang dialami oleh usaha kecil serta sektor informal termasuk rendahnya informasi tentang produk perbankan dan birokrasi yang rumit. Selain itu, selama ini kecenderungan pembinaan (pemberdayaan) yang ada terhadap usaha kecil dan sektor informal kurang optimal. Terkesan, pembinaan hanya dilakukan terhadap UKM-UKM serta sektor informal tertentu, terutama yang mendapat bantuan modal usaha dari BUMN atau UKM-UKM serta sektor informal yang sudah berkembang. Sedangkan yang belum mendapat bantuan atau belum berkembang, kurang mendapatkan pembinaan.

Secara politis, kemandirian pemerintah dan kemandirian masyarakat adalah wujud dari pengembangan kemampuan ekonomi daerah untuk menciptakan kesejahteraan dan memperbaiki kehidupan material secara adil dan merata yang pada ujungnya berpangkal pada pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sendiri berdiri pada satu pemikiran bahwa pembangunan akan berjalan dengan sendirinya apabila masyarakat diberi hak untuk mengelola sumber daya alam yang mereka miliki dan menggunakannya untuk pembangunan masyarakatnya (Soetrisno, 1995:136). Paradigma pemberdayaan masyarakat menjadi sangat populer dikalangan para perencana pembangunan didunia ketiga, khususnya para anggota lembaga swadaya masyarakat yang melihat bahwa paradigma pemberdayaan akan lebih mampu mencapai tujuan pembangunan yaitu mengentaskan orang dari kemiskinan.Apa Usaha Kecil dan Sektor Informal

Publik sudah mahfum bahwa usaha kecil dan sektor informal merupakan penampung angkatan kerja dominan. Akan tetapi, meski peranannya penting, pembicaraan tentang sektor informal tampak lebih menimbulkan persoalan daripada memecahkannya. Hal ini terjadi terutama karena langkanya definisi yang tepat tentang sektor informal. Secara sederhana, konsep ini digunakan untuk merangkum segala kegiatan yang tidak termasuk dalam sektor formal, yaitu sektor yang telah terorganisir, terdaftar dan dilindungi oleh hukum.

Pengertian lain dikembangkan dari karakterisitik pelakunya. Umumnya yang terlibat pada sektor informal berpendidikan rendah, miskin, tidak terampil dan kebanyakan para migran. Karena itu, cakrawala mereka terbatas untuk mencari kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan langsung bagi dirinya sendiri, tidak untuk maksimasi profit. Meskipun demikian harus diakui banyak di antara pelaku sektor informal berusaha dan berhasil mengatasi berbagai masalah dan hambatan yang ada dan secara perlahan masuk ke dalam sektor formal.

Mengingat kapasitas sektor formal dalam menampung pertambahan angkatan kerja sangat terbatas, maka perhatian serius terhadap sektor informal sangat diperlukan. Sebenarnya, Departemen Tenaga Kerja telah mengembangkan kebijakan pembinaan sektor informal dengan empat pendekatan, yaitu mendorong usaha informal menjadi usaha formal, meningkatkan kemampuan usaha sektor informal yang sama, merencanakan lokasi baru bagi usaha sektor informal yang menimbulkan kerugian sosial dan mengalihkan usaha yang kurang memiliki prospek ke bidang usaha lain yang lebih prospektif.

2

Page 3: Makala h Perlin Dung an Us Aha

Secara umum, program-program tersebut cenderung membantu sektor informal dari segi manajemen dan permodalan. Pendekatan ini tampaknya tidak selalu berhasil dan lebih tepat bila ditujukan pada program pengembangan usaha kecil formal (small scale business). Hal ini disebabkan, selain permodalan menjadi masalah utama, pada sektor informal adalah rendahnya tingkat keterampilan dan pendidikan dari para pelakunya.

Jika keterampilan merupakan cerminan kasar dari tingkat pendidikan, sebagai gambaran, pada tahun 2005, sekitar 82% pekerja di sektor informal berpendidikan SD ke bawah, SLTP 11.6%, SLTA 6.2% dan diploma/universitas 0.2%. Kondisi demikian menyebabkan rendahnya tingkat produktivitas, sehingga pada dasarnya pertambahan kesempatan kerja baru di sektor informal tidak dapat meningkatkan produktivitas (BPS, 2005).

Masalah lain menyangkut pendekatan pembinaan (pemberdayaan) yang kurang didukung penataan aturan-aturan untuk melindungi sektor informal. Hal ini menimbulkan kesulitan terhadap pemerintah dalam membina sektor informal, sebab tidak sedikit di kalangan sektor informal yang pesimis dan skeptis dengan setiap program pembinaan dan pengembangan yang diprakarsai pemerintah.

Mengingat hal tersebut di atas, terdapat perbedaan antara unit-unit sektor informal dengan usaha kecil karena akan berimplikasi pada tataran operasional. Umumnya, usaha kecil cenderung berorientasi keuntungan (profit) dan sudah didukung keterampilan yang memadai. Masalah yang dihadapi pengusaha kecil lebih condong pada peningkatan kemampuan manajerial dan peluang lebih besar dalam mendapatkan dukungan permodalan.

Lebih lanjut, ada dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi usaha kecil menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp 200 juta (Sudisman & Sari, 1996:5). Kedua, menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri berdasrakan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; (4) industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih (BPS, 1999:250).

Kendati terdapat beberapa definisi mengenai usaha kecil namun agaknya usaha kecil mempunyai karakteristik yang hampir seragam. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.Kedua, rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir. Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan hukum.Keempat, dilihat menurut golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri makanan, minuman dan tembakau, diikuti oleh kelompok industri barang galian bukan logam, industri tekstil, dan industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabotan rumahtangga.

Perbedaan karakteristik ini mengisyaratkan bahwa pola pendekatan untuk membantu usaha kecil haruslah berbeda dengan sektor informal. Program pengembangan usaha kecil lebih mengarah pada pembinaan manajemen usaha dan pemberian kemudahan mendapatkan kredit modal kerja/perluasan usaha. Sedangkan orientasi pembinaan unit-unit sektor informal yang tidak tergolong usaha formal kecil adalah pada peningkatan keterampilan, pendidikan dan penataan performa usaha.

Ciri-ciri pekerja sektor informal juga menunjukkan bahwa mereka tidak selalu dapat mengartikulasikan dan menetapkan kebutuhannya. Dalam hal ini perlu dicatat, meskipun berbagai usaha telah dilakukan untuk membantu sektor ini, usaha ini tidak selalu sesuai dengan harapan. Kelemahan-kelemahan ini sebagian disebabkan oleh fokus yang kurang jelas terhadap kebutuhan dan kegagalan dalam menilai kemampuan unit-unit sektor informal untuk menyerap bantuan.

Dengan kata lain, tidak seperti pada program pengembangan usaha kecil, program yang ditujukan pada sektor informal harus dapat menciptakan kepercayaan, membantu mereka dalam menetapkan kebutuhannya atas berbagai bentuk bantuan, mengetahui hubungan antara berbagai bentuk bantuan dan menilai kemampuan mereka untuk menyerap bantuan.

Di sisi lain, meskipun pekerja sektor informal membutuhkan berbagai bentuk bantuan, tipis harapan mereka akan mendapatkannya. Hal ini disebabkan, banyak kalangan mencurigai kemauan baik dari para pelaku sektor informal atau menyangsikan kemampuan dan kemauan dari pemerintah daerah untuk membantu mereka. Tidak mengherankan apabila kebijakan-kebijakan umum terhadap sektor ini di berbagai daerah dan/atau negara malah 'dimusuhi' sehingga mengurangi kredibilitas program.

Tampaknya penting untuk memulihkan keadaan ini melalui perubahan dalam kebijakan-kebijakan dan sikap pemerintah, terutama Pemerintah Daerah Kota Bandung. Dalam hal ini,

3

Page 4: Makala h Perlin Dung an Us Aha

lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) dapat memainkan peranan positif yang berguna membantu sektor informal. Pendekatan tersebut diperlukan agar dapat mengidentifikasikan berbagai bentuk bantuan (misalnya: kredit, keterampilan, peralatan, teknologi pemasaran, prasarana) dan memberikan paket yang disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan mereka.

Hal tersebut dapat dilakukan misalnya dengan menerapkan kebijakan bantuan khusus seperti penyediaan tempat atau kios untuk membangun kinerja unit-unit sektor informal yang lebih baik. Pemberian kredit juga harus dilakukan oleh pemerintah daerah, misalnya kredit melalui program-program khusus untuk golongan lemah dan sektor informal, serta mengembangkan kemudahan dalam pemasaran. Pemerintah daerah memfasilitasi dalam memberikan keterampilan kepada pelaku sektor informal sebagai suatu sarana untuk mobilitas pekerjaan bagi mereka juga merupakan upaya yang konstruktif.

Dewasa ini, kiranya sudah sangat diperlukan reorientasi pembinaan (pemberdayaan) kepada sektor informal yang mengacu pada peningkatan keterampilan, penataan performa usaha dan wilayah pemasaran. Selain itu, perlu adanya penataan aturan yang seimbang untuk menghindarkan perlakuan yang sewenang-wenang terhadap pelaku sektor informal dan sekaligus untuk menghindari kota dari kesemrawutan. Bagaimanapun, sektor informal yang tidak terkendali akan cenderung menyebabkan ketidaktertiban kota.

Pemerintah daerah kebanyakan berkilah mengenai tidak adanya dana bagi pemberdayaan sektor informal, padahal, dana dapat di ”program” dalam RAPBD jika pemerintah memiliki political will untuk hal tersebut. Jadi persoalannya bukan pada apakah ada dana atau tidak dalam kas daerah, tetapi lebih pada apakah pemerintah daerah punya komitmen untuk membenahi sektor informal dan juga unit-unit usaha kecil yang berada di wilayahnya.

Peningkatan keterampilan untuk pelaku sektor informal misalnya, tidak harus memerlukan biaya sangat tinggi, karena dapat dilakukan secara kemitraan dengan lembaga non profit. Hal yang sama juga untuk penataan performa usaha, lembaga non profit yang memiliki kapasitas di bidang ini dapat di ajak kerjasama dengan pemerintah daerah. Kerjasama antara pemerintah daerah dan lembaga non profit ini akan bermanfaat ganda, yakni selain bisa menekan biaya juga membuat program berjalan lebih efektif karena pelaku sektor informal umumnya masih respek terhadap lembaga-lembaga non profit dibanding kepada pemerintah daerah.Mengapa Usaha Kecil dan Sektor Informal

Usaha kecil (dan sektor informal) merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi. Gerak sektor usaha kecil dan sektor informal amat vital untuk menciptakan pertumbuhan dan lapangan pekerjaan. Usaha kecil dan sektor informal cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar. Usaha kecil (dan sektor informal) juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih cepat dibandingkan sektor usaha lainnya, dan cukup terdiversifikasi dalam memberikan kontribusi penting bagi ekspor dan perdagangan. Karena itu usaha kecil dan sektor informal merupakan aspek penting dalam pembangunan ekonomi suatu daerah yang kompetitif.

Di Indonesia, sumber penghidupan amat bergantung pada usaha kecil dan sektor informal. Kebanyakan usaha kecil dan sektor informal ini terkonsentrasi pada sektor perdagangan, pangan, olahan pangan, kayu dan produk kayu, serta produksi mineral non-logam. Usaha kecil dan sektor informal bergerak dalam kondisi yang amat kompetitif dan penuh dengan ketidakpastian; juga amat dipengaruhi oleh situasi ekonomi makro. Lingkungan usaha yang buruk lebih banyak merugikan usaha kecil dan sektor informal daripada usaha besar. Secara keseluruhan, sektor usaha kecil dan sektor informal diperkirakan menyumbang sekitar lebih dari 50% PDB (kebanyakan berada di sektor perdagangan dan pertanian) dan sekitar 10% dari ekspor (JICA, 2004).

Meski tidak tersedia data yang terpercaya, namun data BPS (tanpa tahun) mengindikasikan bahwa pekerja industri skala menengah telah menurun secara relatif dari sebesar 10% dari keseluruhan pekerja pada pertengahan tahun 1980an menjadi sekitar 5% di akhir tahun 1990an. Dibandingkan dengan negara maju, Indonesia kehilangan kelompok industri menengah dalam struktur industrinya. Akibatnya, disatu sisi terdapat sejumlah kecil perusahaan besar dan di sisi lain melimpahnya usaha kecil yang berorientasi pasar domestik.

Berdasarkan uraian di atas maka perlindungan bagi usaha tidak hanya difokuskan pada asuransi untuk melindungi kuantitas dan kualitas hasil usaha secara fisik tetapi juga perlu adanya perlindungan usaha di bidang HAKi dan persaingan mengingat usaha mandiri baik kecil maupun menengah adalah tulang punggung nperkembangan ekonomi Indonesia.maka untuk membahas lebih lanjut maka makalah ini adalah “Perlindungan Usaha” khususnya untuk Usaha Kecil.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk memberikan uraian dari penjelasan makalah ini, maka diperlukan adanya perumusan masalah yang gunanya untuk membatasi pembahasan agar tidak menyimpang jauh dari topik yang telah ditentukan.

Dalam makalah ini telah dirumuskan yaitu:

4

Page 5: Makala h Perlin Dung an Us Aha

1. Bagaimana perlindungan usaha di Indonesia?

2. Bagaimana Cara mengindari resiko kerugian?

3. Kebijakan-kebijakan apa saja yang ditetapkan Pemerintah dalamusahanya untuk melindungi dan memberdayakan usaha di Indonesia?

4. Bagaimana Realita penerapan perlindungan usaha di Indonesia

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui perlindungan usaha di Indonesia

2. Untuk mengetahui cara menghindari resiko kerugian

3. Untuk mengetahui Kebijakan-kebijakan apa saja yang ditetapkan Pemerintah

dalamusahanya untuk melindungi dan memberdayakan usaha di Indonesia

4. Untuk mengetahui Implementasi perlindungan usaha

5

Page 6: Makala h Perlin Dung an Us Aha

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Perlindungan Usaha

Salah satu yang menjadi momok bagi pengusaha adalah resiko terhadap jiwa dan hartanya.Kerugian ini sering terjadi tanpa diduga sebelumnya.Resiko kerugian dapat terjadi dan mengancam nyawa atau jiwa seseorang,misalnya menyebabkan kematian atau cacat seumur hidup.Selain itu resiko kerugian juga dapat mengancam harta benda pengusaha tersebut seperti resiko kehilangan,kerusakan,kebakaran,dan kerugian lainnya.Resiko-resiko ini pada akhirnya akan menelan biaya besar dan membuat kehidupan usaha tersebut menjadi bangkrut

Seperti yang telah kita ketahui bahwa dalam melakukan usaha selalu ada resiko kerugian.Jadi hal ini sebenarnya tidak perlu ditakutkan selama kita mampu meminimalkan resiko tersebut.Sulit memang untuk menghilangkan segala resiko yang timbul seperti diatas.Akan tetapi,yang penting bagaimana resiko dapat kita minimalkan dengan berbagai cara.Agar resiko yang kalaupun terjadi tidak sebesar dengan yang sesungguhnya jika dikelola dengan baik.Artinya resiko yang akan terjadi dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan.

Pengusaha yang baru atau pengusaha yang dikategorikan tidak terlalu besar omsetnya kadang-kadang menghadapi masalah dengan ketidaktahuan akan arti resiko atau sebagaian memandang enteng terhadap resiko yang bakal dihadapi.Padahal terjadinya resiko kerugian ini tidak memandang sasaran,siapapun orangnya dapat saja mengalaminya.Dalam praktiknya resiko dapat terjadi karena dua hal yaitu;

1. karena ada unsur sengaja yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu misalnya oleh karyawan atau pihak-pihak yang tidak suka kepada perusahaan kita seperti masyarakat umum atau pesaing

2. resiko karena tidak sengaja seperti terjadi kebakaran,kehilangan,kerusakan atau kejadian alam.Untuk resiko yang tidak sengaja emang agak sulit untuk dikendalikan karena terjadinya tidak dapat kita prediksiAgar segala resiko diatas dapat dihindarkan dan kerugian dapat diminimalkan,usaha yang

kita jalankan baik jiwa maupun harta yang terkandung didalamnya perlu diberikan paying perlindungan.Payung ini akan mampu mengganti secara maksimal atas resiko kerugian yang akan diderita.Tanpa payung perlindungan kita tidak akan mendapat penggantian apa pun atau dengan kata lainbenar-benar rugi total.Payung untuk melindungi usaha dapat dilakukan dengan berbagai cara berikut;

1. Menetapkan Prosedur dan Tata Tertib Kerja Dengan mematuhi dan melaksanakan semua prosedur dan tata tertib kerja secara disiplin oleh seluruh karyawan kemungkinan terjadi kasalahan dapat di perkecil.Hal ini berarti dapat meminimalkan resiko kerugian

2. Menyediakan Alat PengamananPerusahaan hendaknya menyiapkan alat Bantu bagi seluruh karyawan agar bila terjadi sesuatu,fungsi alat ini dapat melindungi karyawan dan harta perusahaan dari resiko kerugian misalnya perusahaan perlu menyediakan alat pemadam kebakaran

3. Meminta Pertanggungan Perusahaan AsuransiPerusahaan hendaknya mengasuransikan karyaawan,harta,dan seluruh kegiatan perusahaan kepada pihak asuransi tertentu

2.2. Jenis-Jenis Resiko Kerugian

Dalam menjalankan suatu usaha ada berbagai jenis resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan.Masing-masing resiko memiliki tingkat kerugian tersendiri.Besar kecil resiko kerugian yang akan dihadapi diukur dari tingkat kerusakan dari harta benda yang dimiliki.Hanya saja kepastian terjadi atau tidaknya resiko tersebut sulit diukur.

Dalam kenyataannya resiko yang akan dihadapi oleh seseorang pengusaha adalah sebagai berikut;

1. resiko jiwa2. resiko kehilangan harta3. resiko kerusakan harta4. resiko penggantian kepada pihak lain,dan5. resiko lainnya

6

Page 7: Makala h Perlin Dung an Us Aha

Resiko jiwa artinya jiwa pengusaha dan seluruh karyawannya akan terancamnya akan terancam pada saat mereka melaukan pekerjaan.Resiko jiwa yang dapat terjadi antara lain kecelakaan dalam menjalankan tugas akibat penggunaan mesin,tersengat listrik,tertabrak kendaraan dijalan atau menabrak orang atau benda pada saat membawa kendaraan;terbakar,tenggelam,dan resiko jiwa lainnya.Resiko jiwa ini dapat menyebabkan seseorang menjadi cacat sementara,cacat seumur hidup atau menyebabkan kematian.

Resiko kehilangan harta perusahaan maksudnya kemungkinan harta milik perusahaan hilang karena kecurian,tenggelam,terbakar,atau kelalaian lainnya.Faktor kecurian dapat terjadi pada peralatan,hasil produksi sarana transportasi seperti mobil atau kehilangan barang muatan karena tenggelam,kehilangan sejumlah harta karena terbakar dan berbagai bentuk kehilangan lainnya seperti kesalahan dalam penyetoran,pembayaran atau akibat kesalahan pencatatan keuangan.

Resiko kerusakan harta dapat juga di sebabkan oleh berbagai hal sehingga merugikan perusahaan.Kerusakan harta dapat terjadi karena kebakaran atau kebanjiran yang mengakibatkan kerusakan kualitas atau nilai harta tersebut.Resiko kerusakan harta lainnya dapat juga terjadi akibat pengangkutan atau kelalaian karyawan dalam proses produksi.Semakin banyak kerusakan semakin besar pula tingkat kerugian yang diderita perusahaan.

Resiko penggantian terhadap pihak lain merupakan resikoyang disebabkan oleh kesalahan perusahaan ,dalam hal ini karyawan yang menyebabkan pihak lain menderita kerugian.Misalnya,sopir menabrak orang lain yang mengakibatkan kerugian di pihak lain,baik jiwa maupun harta benda.Resiko ini dapat pula timbul karena terlambat melakukan pengiriman barang terhadap pihak pelanggan.Orang atau benda yang mengalami kerugian patut dan wajib mendapatkan ganti rugi dari perusahaan.Pihak asuransi biasanya mengklasifikasikan suatu resiko terhadap tiga jenisberikut;

1. Resiko MurniResiko murni adalah ketidakpastian terjadinya sesuatu kerugian atau ada peluang amerugi atas harta atau jiwa perusahaan.Resiko seperti ini misalnya rumah terbakar ,mobil tertabrak,muatan kapal tenggelam atau resiko murni lainnya

2. Resiko SpekulatifResiko Spekulatif terjadi atas dua kemungkinan yaitu adanya peluang untuk memperoleh keuntungan dan adanya peluang untuk memperoleh kerugian.

3. Resiko IndividuResiko Individu adalah resiko yang ditanggung oleh pribadi seseorang.Resiko jenis ini terdiri dari tiga jenis berikut

a.Resiko pribadi,misalnya menderita sakit sehingga memerlukan pengobatan;resiko kehilangan pekerjaan akibat kelalaian pegawai tersebut,akibat perusahaan bangkrut atau karyawan tersebut meninggal dunia

b. Resiko harta,misalnya kehilangan harta benda kkarena dicuri atau resiko rusaknya harta tersebut sehingga mengurangi atau bahkan mengilangkan nilai harta tersebut

c.Resiko tanggung gugat,adalah resiko menanggung kerugian seseorang.Sebagai contoh,kelalaian karyawan dalam mengendarai kendaraan dijalan sehingga menyebabkan orang tertabrak.Karena kesalahan karyawan tersebut mau tak mau perusahaan atau pribadi harus mengganti kerusakan atau kerugian pihak yang tertabrak

2.3 Cara Melindungi Usaha

Resiko yang akan dihadapi perusahaan dapat terjadi setiap saat ,baik resiko yang sudah dapat diprediksi maupun yang belum.Agar perusahaan tidak mengalami kerugian yang besar,resiko ini perlu memperoleh perlindungan.Perlindungan untuk kasus penggantian terhadap resiko yang mungkin timbul dapat dilakukan dengan mengasuransikannya kepada pihak asuransi.Dengan memberikan perlindungan terhadap resiko besarnya resiko kerugian dapat diminimalkan.

Asuransi yang berasal dari bahasa Inggris Insurance adalah menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi sedangkan kata assurance berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi.

Sementara itu,pengertian menurut Undang-undang No.1 Tahun 1992 yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hokum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul sari suatu peristiwayang tidak pasti atau untuk memberikan

7

Page 8: Makala h Perlin Dung an Us Aha

sesuatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya orang yang dipertanggungkan.

Kegiatan pertanggungan ini akan menyebabkan tertanggung untuk membayar sejumlah premi kepada pihak asuransi (penanggung).Besarnya premi dibayar tertanggung ditaksir lebih dulu atau diperhitungkan dengan nilai resiko yang akan dihadapi,semakin besar resiko yang akan dihadapi semakin besar pula premi yang dibayar dan demikian pula sebaliknya.

Setiap perjanjian asuransi akan tertuang dalam polis asuransi.Di dalam polis tersebut dimuat syarat-syarat,hak,dan kewajiban masing-masing pihak.Selain itu juga dimuat jumlah uang yang dipertanggungkan,jangka waktu asuransi dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.

Dalam praktiknya terdapat berbagai jenis asuransi yang dapat dipilih oleh perusahaan.Pemilihan jenis asuransi tergantung dari jenis pertanggungan yang diinginkan.Berikut ini jenis-jenis asuransi yang ada di Indonesia

1. Dilihat dari segi fungsinyaa. Asuransi Kerugian (non life insurance)

- Asuransi kebakaran,meliputi kebakaran,peledakan,petir,kecelakaan pesawat terbang

- Asuransi pengangkutan- Asuransi aneka,termasuk asuransi kebakaran dan pengankutan,kendaraan

bermotor,kecelakaan,pencurian dan lainnya.b. Asuransi Jiwa (Life insurance)

- Asuransi berjangka- Asuransi Tabungan- Asuransi Seumur Hidup

c. Reasuransi (reinsurance)2. Dilihat dari Segi Kepemilikan

a. Milik Pemerintahb. Milik Swasta Nasionalc. Milik Asingd. Milik Campuran

Berikut ini beberapa kata atau kalimat yang termasuk kedalam istilah asuransi :Asuransi adalah suatu mekanisme pemindahan resiko dari Tertanggung (Nasabah) kepada Penanggung (pihak asuransi). Dengan sejumlah premi yang yang pasti, Tertanggung terbebas dari ketidakpastian kerugian yang mungkin akan diderita.Insurance company adalah perusahaan asuransi / lembaga penyedia asuransi.Klaim / Claim adalah permohonan atau pengajuan kerugian konsumen terhadap perusahaan asuransi .Proteksi adalah dapat diartikan sebagai perlindungan, proteksi dalam asuransi berarti melindungi diri anda atau benda berharga milik anda. Untuk mendapatkan jaminan penggantian jika mengalami musibah di kemudian hari oleh perusahaan asuransi bersangkutan.All Risk adalah memberikan jaminan semua resiko yang tertera di dalam polis Standar kendaraan bermotor di Indonesia, seperti benturan, tabrakan, terbalik, tergelincir, pencurian, baik untuk kerugian sebagian maupun kerugian total (biasanya tidak termasuk musibah bencana alam, huru-hara dll).TLO (Total Lost Only) adalah memberikan jaminan atas kerugian total (TLO) yaitu kerugian / kehilangan terhadap kendaraan pribadi dimana besar penggantian disesuaikan oleh pihak asuransi bersangkutan.Rate asuransi adalah daftar / price list / harga berlaku yang ditetapkan oleh perusahaan asuransi bersangkutan. Tiap-tiap penyedia jasa asuransi memiliki rate berbeda-beda tidak selamanya sama.Perluasan jaminan adalah untuk resiko tertentu yang dikecualikan atau tidak dijamin, Anda dapat menutup asuransinya dengan perluasan jaminan seperti, Huru-hara (RSCC), Tanggung Jawab Hukum terhadap Pihak Ketiga (TPL), Kecelakaan Diri Pengemudi (PA Driver), Kecelakaan Diri Penumpang (PA Passenger), Tanggung Jawab Hukum terhadap Penumpang (PLL)Asuransi kecelakaan diri (personal accident insurance) adalah suatu jenis pertanggungan yang menjamin diri manusia sebagai obyek pertanggungan hingga sejumlah uang tertentu dalam hal terjadi kematian, cacat tetap total maupun perawatan / pengobatan sebagai akibat langsung dari kecelakaan. Asuransi kecelakaan diri disini adalah bagian dari asuransi kerugian yang berbeda .Polis asuransi adalah Polis merupakan kesepakatan tertulis antara Penanggung dan Tertanggung yang berisi kondisi yang berlaku serta data-data obyek pertanggungan.Pihak Tertanggung adalah orang atau individu atau badan hukum yang memiliki kepentingan keuangan terhadap barang/properti yang dipertanggungkan sehingga ia memiliki hak untuk membeliproteksiasuransi.Pihak Penanggung adalah perusahaan asuransi yang akan memberikan ganti rugi kepada Tertanggung atas kerugian yang dideritanya sesuai dengan polis yang diterbitkannya.

8

Page 9: Makala h Perlin Dung an Us Aha

Own Risk / Resiko Sendiri / Deductible adalah resiko sendiri atau deductible, suatu bagian atau sejumlah nilai kerugian yang harus ditanggung oleh Tertanggung terlebih dahulu untuk setiap kejadian, baik berupa persentase maupun sejumlah nilai tertentu dari klaim yang dibayar.Pertanggungan di Bawah Harga (Under Insurance) adalah suatu keadaan dimana Tertanggung mengasuransikan harta bendanya hanya sebagian dari keseluruhan nilai atau harta benda tersebut dengan maksud untuk efisiensi premi. Bagian dari nilai atau harga yang tidak diasuransikan dianggap ditanggung oleh Tertanggung sendiri, sehingga pada saat terjadi klaim, Tertanggung akan menanggung selisih kerugian yang dideritanya berdasarkan perhitungan "Under Insurance".Bengkel Rekanan adalah bengkel kendaraan yang diajak kerjasama oleh perusahaan asuransi sebagai tempat perbaikan kerusakan atas klaim kendaraan nasabah.

Ada beberapa tujuan atau keuntungan yang dapat dinikmati dan mengasuransikan karyawan dan harta milik seluruh perusahaan.Tujuan utamanya adalah melindungi karyawan dan harta perusahaan dari resiko kerugian dan menjaga masa depan perusahaan.

Adapun tujuan yang diinginkan oleh perusahaan asuransi kepada para klien adalah sebagai berikut;

1. memberikan rasa aman2. memberikan rasa ketenangan berusaha3. merupakan simpanan yang pada saat jatuh tempo dapat diambil4. terhindar dari resiko kerugian5. terhindar dari resiko kehilangan6. memperoleh penghasilan dimasa yang akan dating7. memperoleh penggantian akibat kerusakan dan kehilangan milik sendiri atau milik orang

lainMemeberikan rasa aman berarati bahwa jiwa atau nyaw karyawan atau harta benda yang

dimiliki perusahaan akan aman dari kerugian.Meskipun rugi dari segi jumlah,kerugian tidak sebesar jika tidak diauransikan.

Perasaan tenang amat penting bagi siapapun yang sedang menjalankan usaha.Rasa tenang disini berarti tidak adanya kecemasan atau ketakutan akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.Tanpa rasa tenang tujuan tidak dapat tercapai dengan mudah.Jadi,tujuan mengasuransikan harta benda perusahaan adalah untuk memberikan rasa tenang dalam berusaha.

Asuransi merupakan simpanan yang pada saat jatuh tempo dapat diambil berlaku untuk jenis asuransi tertentu.Misalnya,asuransi beasiswa yang memiliki jangka waktu tertentu.Setoran premi yang dibayarkan oleh seseorang akan diambil pada saat pension.Demikian pula dengan asuransi beasiswa dapat diambil saat anak masuk sekolah dasar,SMP,SMA dan Perguruan Tinggi.

Asuransi dapat menghindarkan pengusaa dari resiko kerugian.Jika tidak terjadi resiko,pengusaha hanya mengalami kerugian atas premi yang disetor.Semenetara itu,bila terjadi resiko kerugian tidak sebesar harta yang mengalami kerugian.Misalnya,jika tidak diauransikan pengusaha akan menderita kerugian 100% tetapi dengan diauransikan mendapat penggantian sebesar 80%.Bahkan ada usaha yang diganti 100% oleh pihak asuransi.Hal ini tergantung dari objek yang diauransikan.

Asuransi dapat menghindarkan pengusaha dari resiko kehilangan berarti kehilangan atas nyawa atau harta benda milik perusahaan akan memperoleh penggantian sekalipun tidak seratus persen.Paling tidak kerugian akibat kehilangan dapat diminimalkan apabila diasuransikan atau bagi mereka yang kehilangan jiwa masih memperoleh santunan untuk keluarga yang ditinggalkan guna meringankan beban keluarga yang terkena musibah.

Memperoleh penghasilan di masa yang akan datang dapat diperoleh dari asuransi hari tua(pensiun).Dana yang dibayarkan perusahaan atau seseorang melalui premi setiap bulan akan dapat diambil oelh seseorang yang telah memasuki usia pension.

Memperoleh penggantian akibat kerusakan dan kehilangan milik sendiri maupun milik orang lain berarti apabila terjadi kerusakan atau kehilangan barang,perusahaan akan memperoleh penggantian.Demikian juga jika kerusakan terjadi pada orang lain akibat perbuatan kita seperti menabrak harta benda atau jiwa seseorang juga kan memperoleh penggantian.

2. 4 Cara Menghindari Resiko Kerugian

Resiko Kerugian selalu ada dan relative sulit untuk dihindari namun bukan berarti tidak dapat dihindari sama sekali.Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa resiko terjadi karena dua sebab.Pertama karena unsur kesengajaan dan kedua unsur ketidaksengajaan.Selalu ada celah untuk menghindari terjadinya kedua unsure resiko tersebut.

Banyak cara untuk menghindari resiko kerugian.Berikut ini ada beberapa cara sebagai payung untuk melindungi usaha dari resiko kerugian,yaitu dengan cara;

1. menetapkan prosedur dan tat tertib kerja2. menyediakan alat pengamanan3. meminta pertanggungan asuransi

9

Page 10: Makala h Perlin Dung an Us Aha

Penetapan prosedur dan tat tertib kerja berarti aturan atau langkah-langkah dalam bekerja harus benar-benar dibuat sedsemikian rupa.Para karyawan yang melaksanakan pekerjaan tersebut diharuskan mematuhi prosedur dan tata tertib kerja secara disiplin.Kemudian dibentuk pula pengawas yang akan memeriksa dan mengawasi karyawan yang menjalankan pekerjaannya agar tidak melanggar aturan dan tat tertib yang telah dibuat.Dengan demikian,diharapkan kecelakaan terjadinya penyimpangan atau kehilangan dapat diminimalkan.

Menyediakan alat pengamanan dimaksudkan untuk memberikan peringatan kepada seluruh pekerja bila terjadi sesuatu.Disamping berfungsi sebagai alat peringatan,alat pengamanan juga berfungsi untuk memberikan pertolongan seperti membantu memadamkan api atau memberi oksigen.Pengamanan dalam pengankutan udara atau air dapat dilakukan dengan memberi baju pelampung,kapal penyelamat,atau sinyal kepada pihak-pihak tertentu sehingga dapat membantu mennyelamatkan dari kejadian yang tidak diinginkan.

Meminta pertanggungan asuransi bertujuan untuk menanggung kerugian yang diderita perusahaan.Dalam memberiakn jasa pertanggungan pihak asuransi juga meminta perusahaan untuk menyediakan prosedur dan tata tertib kerja serta alat pengamanan yang standar karena perusahaan asuransi pun tidak mau menderita kerugian seperti perusahaan yang ditanggungnya.

Menyadari era yang semakin maju perlindungan usaha tidak hanya berfokus pada segala macam resiko yang mengancam kerugian secara fisik baik kuantitas maupun kualitas dari hasil usaha tersebut.Para pengusaha baik usaha mikro maupun usaha berskala besar sekalipun perlu melakukan perlindungan usaha dari persaingan maupun hak cipta.Mengingat Usaha /Industri Kecil (Mikro) merupakan tulang punggung dari perkembangan perekonomian dalam negeri maka perlu adanya campur tangan pemerintah baik langsung maupun secara tidak langsung dalam usahanya untuk melindungi usaha kecil dari ancaman persaingan atau praktek monopoli di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini melalui regulasi-regulasi.

Salah satu langkah pemerintah adalah membangun suatu lembaga untuk mengawasi dan melindungi praktek usaha di Indonesia mealaui terbentuknya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan diperkuat oleh ketentuan hukum sebagai kebijakan pemerintah yang tertuang dalam pasal-pasal yang mengatur.

2.5 Sekilas Tentang KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha)

KPPU adalah lembaga publik, penegak undang-undang, dan wasit independen untuk masalah yang berkaitan dengan praktek persaingan usaha. Komisi Pengawas Persaingan Usaha, KPPU, adalah lembaga independen yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain, KPPU berfungsi menyusun peraturan pelaksanaan dan memeriksa berbagai pihak yang diduga melanggar UU No.5/1999 tersebut serta memberi putusan mengikat dan menjatuhkan sanksi terhadap para pelanggarnya. KPPU bertanggung jawab kepada Presiden dan melaporkan hasil kerjanya kepada Dewan Pewakilan Rakyat. Komisi yang diresmikan pada 7 Juni 2000 ini terdiri atas sebelas anggota - termasuk seorang Ketua dan Wakil Ketua - yang pengangkatannya atas persetujuan DPR, dengan masa jabatan selama lima tahun.

KPPU turut berperan mewujudkan perekonomian Indonesia yang efisien melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, yang menjamin adanya kepastian berusaha.Pengawasan pelaksanaan Undang-Undang tentang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dilakukan KPPU dimaksudkan untuk mewujudkan perekonomian Indonesia yang efisien melalaui penciptaan iklim usaha yang kondusif, yang menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi semua pelaku usaha. Dengan tujuan yang sama, KPPU juga berupaya mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

Upaya KPPU menjamin agar setiap orang yang berusaha di Indonesia berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar adalah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan posisi dominan oleh pelaku ekonomi tertentu. Kesempatan berusaha yang terjaga akan membuka lebar kesempatan konsumen untuk mendapatkan pilihan produk yang tak terbatas, yang memang menjadi hak mereka. Berjalannya kehidupan ekonomi yang menjamin keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum ini pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tugas dan WewenangUndang-undang No 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa tugas dan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut:

Tugas

10

Page 11: Makala h Perlin Dung an Us Aha

1. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;

2. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;

3. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;

4. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36; 5. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan

dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; 6. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini; 7. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan

Perwakilan Rakyat.

Wewenang

1. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

2. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

3. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya;

4. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

5. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;

6. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;

7. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;

8. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;

9. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;

10. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;

11. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;

12. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

13. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Visi dan MisiVISI DAN MISI KPPU

Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya memerlukan adanya arah pandang yang jelas, sehingga apa yang menjadi tujuannya dapat dirumuskan dengan seksama dan pencapaiannya dapat direncanakan dengan tepat dan terinci. Adapun arah pandang KPPU tersebut kemudian dirumuskan dalam suatu visi dan misi KPPU sebagai berikut:

Visi KPPU

Visi KPPU sebagai lembaga independen yang mengemban amanat UU No. 5 Tahun 1999 adalah:

Menjadi Lembaga Pengawas Persaingan Usaha yang Efektif dan Kredibel untuk Meningkatkan Kesejahteraan rakyat.

11

Page 12: Makala h Perlin Dung an Us Aha

Misi KPPU

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka dirumuskan misi KPPU sebagai berikut:

Menegakan Hukum Persaingan Menginternalisasikan Nilai-nilai Persaingan Membangun Kelembagaan yang Kredibel

 Nilai - nilai Dasar

Profesional Independen Kredibel Transparan Bertanggungjawab

2.6 Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Dalam Melindungi Sektor Usaha Di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 5 TAHUN 1999

TENTANG

LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGANUSAHA TIDAK SEHAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :

a. bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar;

c. bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional;

d. bahwa untuk mewujudkan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, atas usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat perlu disusun Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

 

Mengingat :

1. Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 27 Ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAMEMUTUSKAN:

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.

12

Page 13: Makala h Perlin Dung an Us Aha

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

a. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.

b. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

c. Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa.

d. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.

e. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

f. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

g. Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis maupun tidak tertulis.

h. Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.

i. Pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik secara langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan atau jasa.

j. Pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut.

k. Struktur pasar adalah keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang aspek-aspek yang memiliki pengaruh penting terhadap perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar, antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar, keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan pangsa pasar.

l. Perilaku pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan atau jasa untuk mencapai tujuan perusahaan, antara lain pencapaian laba, pertumbuhan aset, target penjualan, dan metode persaingan yang digunakan.

13

Page 14: Makala h Perlin Dung an Us Aha

m. Pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun kalender tertentu.

n. Harga pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan atau jasa sesuai kesepakatan antara para pihak di pasar bersangkutan.

o. Konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.

p. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.

BAB IIASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Pasal 3

Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk:

a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;

b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;

c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan

d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

BAB IIIPERJANJIAN YANG DILARANG

Bagian PertamaOligopoli

Pasal 4

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian KeduaPenetapan Harga

Pasal 5

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:

14

Page 15: Makala h Perlin Dung an Us Aha

a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau

b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

Pasal 6

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.

Pasal 7

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 8

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Bagian KetigaPembagian Wilayah

Pasal 9

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Bagian KeempatPemboikotan

Pasal 10

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.

(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut:

a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau

b. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.

Bagian KelimaKartel

Pasal 11

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Bagian KeenamTrust

Pasal 12

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan

15

Page 16: Makala h Perlin Dung an Us Aha

hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Bagian KetujuhOligopsoni

Pasal 13

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian KedelapanIntegrasi Vertikal

Pasal 14

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

Bagian KesembilanPerjanjian Tertutup

Pasal 15

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.

(3) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:

harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau

tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

Bagian KesepuluhPerjanjian Dengan Pihak Luar Negeri

Pasal 16

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

BAB IVKEGIATAN YANG DILARANG

16

Page 17: Makala h Perlin Dung an Us Aha

Bagian PertamaMonopoli

Pasal 17

(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:

a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau

b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau

c. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian KeduaMonopsoni

Pasal 18

(1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian KetigaPenguasaan Pasar

Pasal 19

Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:

a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; 

b. atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 21

Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Bagian KeempatPersekongkolan

Pasal 22

Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

17

Page 18: Makala h Perlin Dung an Us Aha

Pasal 23

Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 24

Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.

 

BAB VPOSISI DOMINAN

Bagian PertamaUmum

Pasal 25

(1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:

a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau

b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau

c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.

(2) Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila:

a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; atau

b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian KeduaJabatan Rangkap

Pasal 26

Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan–perusahaan tersebut:

a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau

b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau

c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

18

Page 19: Makala h Perlin Dung an Us Aha

Bagian KetigaPemilikan Saham

Pasal 27

Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:

a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;

b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian KeempatPenggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan

Pasal 28

(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud ayat dalam (2) pasal ini, diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 29

(1) Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut.

(2) Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

BAB VIKOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

Bagian PertamaStatus

Pasal 30

(1) Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi.

(2) Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain.

(3) Komisi bertanggung jawab kepada Presiden.

Bagian KeduaKeanggotaan

19

Page 20: Makala h Perlin Dung an Us Aha

Pasal 31

(1) Komisi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota.

(2) Anggota Komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Masa jabatan anggota Komisi adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

(4) Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaan Komisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.

Pasal 32

Persyaratan keanggotaan Komisi adalah:

1. warga negara Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan;

2. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

3. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

4. jujur, adil, dan berkelakuan baik;

5. bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia;

6. berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang hukum dan atau ekonomi;

7. tidak pernah dipidana;

8. tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan; dan

9. tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha.

Pasal 33

Keanggotaan Komisi berhenti, karena :

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;

c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;

d. sakit jasmani atau rohani terus menerus;

e. berakhirnya masa jabatan keanggotaan Komisi; atau

f. diberhentikan.

Pasal 34

(1) Pembentukan Komisi serta susunan organisasi, tugas, dan fungsinya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Komisi dibantu oleh sekretariat.

(3) Komisi dapat membentuk kelompok kerja.

20

Page 21: Makala h Perlin Dung an Us Aha

(4) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat dan kelompok kerja diatur lebih lanjut dengan keputusan Komisi.

Bagian KetigaTugas

Pasal 35

Tugas Komisi meliputi:

a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;

b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;

c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;

d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;

e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;

g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Bagian KeempatWewenang

Pasal 36

Wewenang Komisi meliputi:

1. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

2. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

3. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;

4. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;

5. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;

6. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak

21

Page 22: Makala h Perlin Dung an Us Aha

pelaku usaha lain atau masyarakat;

7. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

8. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Bagian KelimaPembiayaan

Pasal 37

Biaya untuk pelaksanaan tugas Komisi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan atau sumber-sumber lain yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIITATA CARA PENANGANAN PERKARA

Pasal 38

(1) Setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor.

(2) Pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap Undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan menyertakan identitas pelapor.

(3) Identitas pelapor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dirahasiakan oleh Komisi.

(4) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Komisi.

Pasal 39

(1) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2), Komisi wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima laporan, Komisi wajib menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan.

(2) Dalam pemeriksaan lanjutan, Komisi wajib melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang dilaporkan.

(3) Komisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari pelaku usaha yang dikategorikan sebagai rahasia perusahaan.

(4) Apabila dipandang perlu Komisi dapat mendengar keterangan saksi, saksi ahli, dan atau pihak lain.

(5) Dalam melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (4), anggota Komisi dilengkapi dengan surat tugas.

Pasal 40

(1) Komisi dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila ada dugaan terjadi pelanggaran Undang-undang ini walaupun tanpa adanya laporan.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 39.

Pasal 41

22

Page 23: Makala h Perlin Dung an Us Aha

(1) Pelaku usaha dan atau pihak lain yang diperiksa wajib menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan.

(2) Pelaku usaha dilarang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan.

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), oleh Komisi diserahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 42

Alat-alat bukti pemeriksaan Komisi berupa:

a. keterangan saksi,

b. keterangan ahli,

c. surat dan atau dokumen,

d. petunjuk,

e. keterangan pelaku usaha.

Pasal 43

(1) Komisi wajib menyelesaikan pemeriksaan lanjutan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak dilakukan pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1).

(2) Bilamana diperlukan, jangka waktu pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(3) Komisi wajib memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang ini selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2).

(4) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus dibacakan dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha.

Pasal 44

(1) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4), pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Komisi.

(2) Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.

(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dianggap menerima putusan Komisi.

(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dijalankan oleh pelaku usaha, Komisi menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4) merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.

Pasal 45

23

Page 24: Makala h Perlin Dung an Us Aha

(1) Pengadilan Negeri harus memeriksa keberatan pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keberatan tersebut.

(2) Pengadilan Negeri harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan tersebut.

(3) Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dalam waktu 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

(4) Mahkamah Agung harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan kasasi diterima.

Pasal 46

(1) Apabila tidak terdapat keberatan, putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

(2) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimintakan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.

BAB VIIISANKSI

Bagian PertamaTindakan Administratif

Pasal 47

(1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:

a. penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau

b. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau

c. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau

d. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau

e. penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau

f. penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau

g. pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).

Bagian KeduaPidana Pokok

Pasal 48

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima

24

Page 25: Makala h Perlin Dung an Us Aha

miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

Bagian KetigaPidana Tambahan

Pasal 49

Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:

a. pencabutan izin usaha; atau

b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau

c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

BAB IXKETENTUAN LAIN

Pasal 50

Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:

a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau

b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau

c. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau

d. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau

e. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau

f. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau

g. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau

h. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau

25

Page 26: Makala h Perlin Dung an Us Aha

i. kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.

Pasal 51

Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.

BAB XKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 52

(1) Sejak berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

(2) Pelaku usaha yang telah membuat perjanjian dan atau melakukan kegiatan dan atau tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang ini diberi waktu 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diberlakukan untuk melakukan penyesuaian.

BAB XIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 53

Undang-undang ini mulai berlaku terhitung 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakartapada tanggal 5 Maret 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakartapada tanggal 5 Maret 1999

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA

ttd

AKBAR TANDJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 33

UU YANG BERLAKU BAGI PENGUSAHA KECIL HINGGA MENENGAH

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1 

26

Page 27: Makala h Perlin Dung an Us Aha

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1.     Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2.     Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

3.     Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

4.     Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan,dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

5.     Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah dan Usaha Besaryang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.

6.     Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

7.     Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

8.     Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah,Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.

9.     Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspekkehidupan ekonomi agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya.

10. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas bimbingan pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saingUsaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

11. Pembiayaan   adalah     penyediaan   dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

12. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Mikro, Kecil, dan Menengaholeh lembaga penjamin kredit sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat permodalannya.

13. Kemitraan   adalah   kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.

27

Page 28: Makala h Perlin Dung an Us Aha

14. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

15. Menteri Teknis adalah menteri yang secara teknis bertanggung jawab untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam sektor kegiatannya.

  

BAB IIASAS DAN TUJUAN

Pasal 2 

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berasaskan:

a. kekeluargaan; b. demokrasi ekonomi;c. kebersamaan;d. efisiensi berkeadilan; e. berkelanjutan;f. berwawasan lingkungan;g. kemandirian;h. keseimbangan kemajuan; dani. kesatuan ekonomi nasional.

 Pasal 3

 

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasiekonomi yang berkeadilan.

 BAB III

PRINSIP DAN TUJUAN PEMBERDAYAAN

Bagian KesatuPrinsip Pemberdayaan

Pasal 4 

Prinsip Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

a. penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;

b. perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan;

c. pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

d. peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan

e. penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.

 Bagian Kedua

Tujuan Pemberdayaan

Pasal 5

Tujuan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:

a. mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan;

b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengahmenjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan

28

Page 29: Makala h Perlin Dung an Us Aha

c. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

 BAB IV

KRITERIA

Pasal 6 

(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampaidengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidaktermasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

(4) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2) huruf a, huruf b, serta ayat (3) huruf a, huruf b nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.

 BAB V

PENUMBUHAN IKLIM USAHA  Pasal 7

 

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan

peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek:

a. pendanaan;b. sarana dan prasarana;c. informasi usaha; d. kemitraan;e. perizinan usaha; f. kesempatan berusaha;g. promosi dagang; danh. dukungan kelembagaan.

(2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif membantu menumbuhkanIklim Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 Pasal 8

 

Aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a ditujukan untuk:

29

Page 30: Makala h Perlin Dung an Us Aha

a.   memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengahuntuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan selain bank;

b. memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

c.   memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

d.   membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah.

 Pasal 9

 

Aspek sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b

ditujukan untuk:    

a. mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan mengembangkan pertumbuhan Usaha Mikro dan Kecil; dan

b. memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Usaha Mikro dan Kecil.  Pasal 10

 

Aspek informasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c ditujukan untuk:

a. membentuk dan mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan informasi bisnis; 

b. mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber   pembiayaan,komoditas, penjaminan, desain dan teknologi, dan mutu; dan

c. memberikan jaminan tranparansi dan akses yang sama bagi semua pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atas segala informasi usaha.

 Pasal 11

 

Aspek kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d ditujukan untuk:

a.   mewujudkan kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; 

b.   mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;

c. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; 

d. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;

e. mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

f. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan

g. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

 Pasal 12

 

30

Page 31: Makala h Perlin Dung an Us Aha

(1) Aspek perizinan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf e ditujukan untuk:

a. menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan usaha dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu; dan

b. membebaskan biaya perizinan bagi Usaha Mikro dan memberikan keringanan biaya perizinan bagi Usaha Kecil.

 (2) Ketentuan lebih lanjut   mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin usaha diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 Pasal 13

 

(1) Aspek kesempatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf f ditujukan untuk:

a. menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima, serta lokasilainnya; 

b. menetapkan alokasi waktu berusaha untuk Usaha Mikro dan Kecil di subsektor perdagangan retail; 

c. mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses,bersifat padat karya, serta mempunyai warisan budaya yang bersifat khusus dan turun-temurun;

d. menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta bidang usaha yang terbuka untuk Usaha Besar dengan syarat harus bekerja sama dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

e. melindungi usaha tertentu yang strategis untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

f. mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan oleh Usaha Mikro dan Kecil melalui pengadaan secara langsung; g. memprioritaskan pengadaan barang atau jasa dan pemborongan kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan

h. memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan. 

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan dan pengendalian oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

 Pasal 14

 

(1) Aspek promosi dagang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf g, ditujukan untuk:

a. meningkatkan promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di luar negeri;

b. memperluas sumber pendanaan untuk promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di luar negeri;

c. memberikan insentif dan tata cara pemberian insentif untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mampu menyediakan pendanaan secara mandiri dalam kegiatan promosi produk di dalam dan di luar negeri; dan

d. memfasilitasi pemilikan hak atas kekayaan intelektual atas produk dan desain Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam kegiatan usaha dalam negeri dan ekspor.

 (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pasal 15

 

31

Page 32: Makala h Perlin Dung an Us Aha

Aspek dukungan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan keuangan mitra bank, dan lembaga profesi sejenislainnya sebagai lembaga pendukung pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

 BAB VI

PENGEMBANGAN USAHA Pasal 16

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang:

a. produksi dan pengolahan;b. pemasaran;c. sumber daya manusia; dand. desain dan teknologi.

(2)   Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif melakukan pengembangansebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu pengembangan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 Pasal 17

 

Pengembangan dalam bidang produksi dan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara:

a. meningkatkan teknik produksi dan pengolahan serta kemampuan manajemen bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;   

b. memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana, produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong, dan kemasan bagi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; 

c. mendorong penerapan standarisasi dalam proses produksi dan pengolahan; dan

d.   meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan bagi Usaha Menengah.

 Pasal 18

 

Pengembangan dalam bidang pemasaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara: 

a. melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran; 

b. menyebarluaskan informasi pasar;

c.   meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran;

d. menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaraan uji coba pasar,lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang, dan promosi Usaha Mikro dan Kecil; 

e. memberikan dukungan promosi produk, jaringan pemasaran, dan distribusi; dan

f.   menyediakan tenaga konsultan profesional dalam bidang pemasaran. 

 Pasal 19

 

Pengembangan dalam bidang sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara:

a. memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan;

32

Page 33: Makala h Perlin Dung an Us Aha

b. meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial; dan

c.   membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan untuk melakukan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, dan penciptaanwirausaha baru.

 Pasal 20

 

Pengembangan dalam bidang desain dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d dilakukan dengan:

a. meningkatkan kemampuan di bidang desain dan teknologi serta pengendalian mutu;

b. meningkatkan kerjasama dan alih teknologi;

c. meningkatkan kemampuan Usaha Kecil dan Menengah di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru;

d. memberikan insentif kepada                 Usaha      Mikro,     Kecil, dan            Menengah      yang mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup; dan

e. mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk memperoleh sertifikat hak atas kekayaan intelektual.

  

BAB VII PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN

 Bagian Kesatu

Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Mikro dan Kecil

  Pasal 21

 (1) Pemerintah   dan Pemerintah Daerah menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil. (2) Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.

(3) Usaha Besar nasional dan asing dapat menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.

(4) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil.

(5) Pemerintah    dan     Pemerintah   Daerah   dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.

 Pasal 22

 

Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Pemerintah melakukan upaya: 

a. pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;

b. pengembangan lembaga modal ventura;

c. pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang;

33

Page 34: Makala h Perlin Dung an Us Aha

d. peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah; dan

e. pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Pasal 23

 

(1) Untuk meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pemerintah dan Pemerintah Daerah:

a. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga   keuangan bukan bank;

b. menumbuhkan,    mengembangkan, dan memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit; dan

c. memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untukmemperoleh pembiayaan.

 

(2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap pinjaman atau kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dengan cara:

a. meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan usaha; b. meningkatkan pengetahuan tentang prosedur pengajuan kredit atau pinjaman; danc. meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis serta manajerial usaha.

  

Bagian KeduaPembiayaan dan Penjaminan Usaha Menengah

 Pasal 24

 

Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Usaha Menengah dalambidang pembiayaan dan penjaminan dengan:

a. memfasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan lembaga pembiayaan lainnya; dan

b. mengembangkan lembaga penjamin kredit, dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor. 

 BAB VIII

KEMITRAAN  Pasal 25

 

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan masyarakat memfasilitasi,mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan.

(2) Kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia,dan teknologi.

(3) Menteri dan menteri teknis mengatur pemberian insentif kepada Usaha Besar yangmelakukan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan

34

Page 35: Makala h Perlin Dung an Us Aha

tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

 Pasal 26

 Kemitraan dilaksanakan dengan pola: a. inti-plasma; b. subkontrak;c. waralaba;d. perdagangan umum; e. distribusi dan keagenan; dan

f. bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourcing).

 Pasal 27

 

Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, Usaha Besar sebagai inti membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, danMenengah, yang menjadi plasmanya dalam:

a.   penyediaan dan penyiapan lahan;

b.   penyediaan sarana produksi;

c.   pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen usaha;

d.   perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;

e.   pembiayaan;

f.    pemasaran;

g.   penjaminan;

h.   pemberian informasi; dan

i.   pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas dan wawasan usaha.

 Pasal 28

 

Pelaksanaan kemitraan usaha dengan pola subkontrak sebagaimana dimaksud Pasal 26 huruf b, untuk memproduksi barang dan/atau jasa, Usaha Besar memberikan dukungan berupa:

a. kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau komponennya;

b. kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar;

c. bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen;

d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan;

e. pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak merugikan salah satu pihak; dan

f. upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan sepihak.

  Pasal 29

 (1) Usaha   Besar yang memperluas usahanya dengan cara waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c, memberikan kesempatan dan mendahulukan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang memiliki kemampuan.

(2) Pemberi waralaba dan penerima waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi

35

Page 36: Makala h Perlin Dung an Us Aha

standar mutu barang dan jasa yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian waralaba.

(3) Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan. 

  Pasal 30

 

(1) Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d, dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari Usaha Mikro, Kecil, danMenengah oleh Usaha Besar yang dilakukan secara terbuka.

(2) Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan oleh Usaha Besar dilakukan dengan mengutamakan pengadaan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Mikrosepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang diperlukan.

(3) Pengaturan sistem pembayaran dilakukan dengan tidak merugikan salah satu pihak.

 Pasal 31

 

Dalam pelaksanaan kemitraan dengan pola distribusi dan keagenan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e, Usaha Besar dan/atau Usaha Menengah memberikanhak khusus untuk memasarkan barang dan jasa kepada Usaha Mikro dan/atau UsahaKecil.

 Pasal 32

 

Dalam hal Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menyelenggarakan usaha dengan modal patungan dengan pihak asing, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

 Pasal 33

 

Pelaksanaan kemitraan usaha yang berhasil, antara Usaha Besar dengan Usaha Mikro,Kecil, dan Menengah dapat ditindaklanjuti dengan kesempatan pemilikan sahamUsaha Besar oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

 Pasal 34

 (1) Perjanjian kemitraan dituangkan dalam perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya mengatur kegiatan usaha, hak dan kewajiban masing-masing pihak, bentuk pengembangan, jangka waktu, dan penyelesaian perselisihan.

(2) Perjanjian kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada pihakyang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Perjanjian kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan prinsip dasar kemandirian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta tidak menciptakan ketergantungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terhadap UsahaBesar.

(4) Untuk memantau pelaksanaan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan(2), Menteri dapat membentuk lembaga koordinasi kemitraan usaha nasional dan daerah.

 Pasal 35

 

36

Page 37: Makala h Perlin Dung an Us Aha

(1) Usaha Besar dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.

(2) Usaha Menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya.

 Pasal 36

 

(1) Dalam melaksanakan   kemitraan   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 para pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara dan terhadap mereka berlaku hokum Indonesia.

(2) Pelaksanaan kemitraan diawasi secara tertib dan teratur oleh lembaga yang dibentuk dan bertugas untuk mengawasi persaingan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

 Pasal 37

 

Ketentuan lebih lanjut mengenai pola kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 BAB IX

KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PEMBERDAYAANUSAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

 Pasal 38

 

(1) Menteri melaksanakan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro,Kecil, dan Menengah. 

(2) Koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara nasional dan daerah yang meliputi: penyusunan dan pengintegrasian kebijakan dan program, pelaksanaan,pemantauan,        evaluasi,       serta      pengendalian        umum       terhadap pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, termasuk penyelenggaraan kemitraan usaha dan pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

 BAB X

SANKSI ADMINISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA

Bagian KesatuSanksi Administratif

Pasal 39

(1) Usaha Besar yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00(sepuluh milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.

(2) Usaha Menengah yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.

 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi administratifsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

37

Page 38: Makala h Perlin Dung an Us Aha

 Bagian Kedua

Ketentuan Pidana

Pasal 40 Setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mengaku atau memakai nama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mendapatkan kemudahan untuk memperoleh dana, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha, atau pengadaan barang dan jasa untuk pemerintah yang diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).

 BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 41Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 12 bulan (dua belas) bulan atau 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

 Pasal 42

 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3611) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 Pasal 43

 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Usaha Kecil dan Menengah dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

 Pasal 44

 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

  Disahkan di Jakarta pada tanggal 4 Juli 2008. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Juli 2008. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,              ttd

 ANDI MATTALATTA

  

38

Page 39: Makala h Perlin Dung an Us Aha

BAB III

KAJIAN EMPIRIS

3.1 Studi Kasus

A. Penyampaian Saran dan Pertimbangan KPPU kepada PemerintahMencermati perkembangan yang bergulir pada dua sektor industri di Indonesia yaitu

sektor ritel dan perangkat lunak, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali menyampaikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah terhadap Rancangan Peraturan Presiden tentang Penataan dan Pembinaan Usaha Pasar Modern dan Usaha Toko Modern, dan Memorandum of Understanding (MoU) antara Microsoft dengan Pemerintah RI.  Keduanya disampaikan sebagai hasil analisis tim KPPU terhadap perkembangan kedua sektor industri tersebut.

Industri Ritel

Intensitas tingkat persaingan yang tinggi diantara pelaku usaha ritel menunjukkan bahwa persoalan dalam industri ritel bukanlah persoalan sederhana.  Pola-pola perubahan pengelolaan ritel yang mengakomodasi tuntutan konsumen melalui pengelolaan manajemen yang lebih baik juga harus dicermati sampai sejauh mana pengelolaan tersebut tidak bertentangan dengan persaingan usaha yang sehat.  Di sini, peran pemerintah untuk mengupayakan suatu kondisi terhadap ancaman hilangnya kesempatan berusaha bagi pelaku usaha ritel kecil dan tradisional serta pemasok dituntut untuk selaras dengan terbukanya kesempatan bagi pelaku usaha untuk mengimplementasikan konsep- konsep pengelolaan ritel yang lebih baik.

Kehadiran pasar swalayan yang tumbuh dengan pesat telah menimbulkan kekhawatiran akan kelangsungan pasar tradisional. Karenanya, penetapan kebijaksanaan pelarangan pasar swalayan di daerah tingkat II untuk melindungi pasar tradisional. Di sini terlihat adanya upaya membatasi perkembangan pasar swalayan, padahal proses berkembangnya pasar swalayan sendiri merupakan hal yang lazim terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah dan pendapatan penduduk, serta perubahan budaya, dimana faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi kuantitas, kualitas, dan variasi kegiatan perdagangan. Upaya melindungi pasar tradisional dengan membatasi perkembangan pesaingnya, pasar swalayan, justru tidak meningkatkan daya saing pasar tradisional, padahal daya saing perlu ditingkatkan seiring dengan arus liberalisasi ekonomi. Oleh karena itu perlu pengaturan pendirian pasar swalayan yang dikaitkan dengan keberadaannya sebagai pesaing pasar tradisional tanpa menutup kesempatan bagi kedua jenis pasar tersebut untuk tumbuh dan berkembang. Sebagai bahan perkmbangan perlu diketahui kondisi persaingan pasar tradisional dan pasar swalayan, apakah kehadiran pasar swalayan telah menggantikan pasar tradisional. (Untuk keperluan tersebut dilakukan pengamatan perilaku berbelanja masyarakat di pasar tradisional dan pasar swalayan, selain identifikasi karakteristik perkembangan. seharian, dan kegiatan pasar tradisional dan pasar swalayan.

Dari beberapa indikator persaingan yang dianalisis dari perilaku berbelanja masyarakat

39

Page 40: Makala h Perlin Dung an Us Aha

dan karakteristik pasar tradisional dan pasar swalayan diketahui bahwa kehadiran pasar swalayan yang tumbuh dengan pesat belum sepenuhnya mampu menggantikan peran pasar tradisional karena hanya 17.72% pasar swalayan yang menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari secara lengkap seperti pasar tradisional. Minat masyarakat untuk berbelanja di kedua jenis pasar cukup besar. Preferensi masyarakat pada jenis komoditas yang dibeli menunjukkan bahwa pasar tradisional adalah tempat berbelanja bahan pokok yang tidak lama (sayuran, daging-ayam-ikan, telur, bumbu dapur. dan beras), sedangkan pasar swalayan adalah tempat berbelanja barang kelontong dan bahan pokok yang tahan lama (perlengkapan mandi, deterjen, gula-susu-kopi-teh. makanan ringan, buah-buahan, dan perahot rumah tangga). Walaupun demikian persaingan terjadi untuk komoditas minvak gorengs l)itinjau dari hesarnya pendapatanmasyarakat yang diserap diketahui pangsa pasar tradisional 34%. sedangkan pangsa pasar swalayan 66%. Adapun waktu pelayanan menunjukkan kekhasan masing-masing pasar dimana jam sibuk pasar tradisional pada pagi hari sedangkan jam sibuk pasar swalayan pada sore hingga malam hari. Daerah pelayanan pasar swalayan lebih luas dibandingkan pasar tradisional.

Daerah pelayanan pasar tradisional adalah daerah dengan jangkauan pelayanan rata-rata sebesar 1.56 km, sedangkan daerah pelayanan pasar swalayan memiliki jangkauan pelayanan rata-rata sebesar 3.54 km. Sebaran pasar tradisional lebih merata dibandingkan pasar swalayan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persaingan antara pasar tradisional dan pasar swalayan sangat ketat adalah dalam hal segmen pasar, komoditas, dan pangsa pasar. Nampak bahwa dominasi pasar tradisional dalam kegiatan perdagangan barang-barang kebutuhan sehari-hari berkurang seiring dengan kehadiran pasar swalayan, namun pasar swalayan belum dapat menggantikan pasar tradisional. Dengan demikian keberadaan pasar swalayan tidak perlu dibatasi/dilarang karena walaupun kedua jenis pasar bersaing cukup ketat namun pasar swalayan belum dapat menggantikan peran pasar tradisional, selain itu pada dasarnya pasar tradisional memiliki keunggulan tersendiri yang tidak mudah untuk diimbangi oleh pasar swalayan (skala pelayanan dan kelengkapan komoditas kebutuhan sehari-hari terutama bahan pangan pokok).

Oleh karena itu persaingan tidak harus dihindari tapi justru dipertahankan, dan yang harus dilakukan adalah memberdayakan pasar tradisional agar tidak kalah bersaing dengan pasar swalayan, salah satu cara diantaranya adalah pembentukan badan pengelola pasar tradisional yang akan menangani manajemen pasar tradisional (mengingat kelemahan pasar tradisional dalam aspek pengelolaan), seperti pengelolaan fasilitas pasar tradisional, pengawasan mutu barang, selain itu juga membentuk jaringan antara koperasi pasar tradisional untuk bekerja sama dengan produsen dalam hal pengadaan barang, penataan lingkungan pasar tradisional (penambahan tempat parkir, pengelompokkan pedagang berdasarkan jenis komoditas), peningkatan kelas pasar tradisional.

Terkait dengan substansi pengaturan yang terdapat dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Penataan dan Pembinaan Usaha Pasar Modern dan Usaha Toko Modern secara khusus KPPU memberikan catatan terhadap beberapa hal antara lain, sebagai berikut :

1. Mendukung sepenuhnya upaya perlindungan dan pemberdayaan usaha kecil ritel, dengan menyerahkan substansi pengaturannya kepada Pemerintah.

2. Memberikan penekanan agar dalam substansi pengaturan tetap memperhatikan prinsip � prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana tercantum dalam UU No.5/1999 

3. Mengingat daya tawar ritel modern yang sangat tinggi tidak hanya berefek terhadap pelaku usaha kecil saja tetapi juga usaha menengah dan besar, maka diusulkan agar pengaturan ditujukan tidak hanya terkait dengan hubungan transaksi antara pemasok kecil dan peritel modern, tetapi juga antara pemasok menengah dan besar dengan peritel modern tersebut.

4. Mengusulkan adanya klausul khusus yang menegaskan peran KPPU dalam penanganan masalah persaingan usaha dalam industri ritel

Industri Perangkat Lunak Industri teknologi informasi Indonesia saat ini diramaikan oleh kontroversi yang berkaitan dengan keberadaan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah yang diwakili Menteri Komunikasi dan Informasi (selanjutnya ditulis Pemerintah) dengan Microsoft. Peerintah menyebutkan bahwa MoU tersebut merupakan upaya untuk melegalkan seluruh software Microsoft (yakni microsoft windows dan microsoft office) yang saat ini terpasang di instansi pemerintah, yang diduga sebagian besar tanpa lisensi yang seharusnya.  Melalui MoU tersebut Pemerintah memutuskan untuk membeli ribuan lisensi microsoft windows dan microsoft office yang jumlah kepastiannya akan ditetapkan melalui sebuah sensus.

40

Page 41: Makala h Perlin Dung an Us Aha

Selanjutnya dalam penjelasannya, Pemerintah menyatakan bahwa MoU dilakukan untuk kepentingan yang lebih luas.  Selama ini Indonesia dalam bisnis Information Technology (IT) termasuk jajaran negara dengan jumlah pelanggaran hak cipta terbesar di dunia.  Indonesia menempati urutan ketiga terburuk di dunia (di atas Vietnam dan Zimbabwe) dalam penggunaan piranti lunak ilegal, terutama software komputer ilegal. Pada penggunaan personal computer (PC) yang beredar di Indonesia yaitu sekitar 5,9 juta PC, sebanyak 87 persen masih menggunakan piranti lunak ilegal.

Keberadaan MoU tersebut disikapi oleh KPPU dengan melakukan penelitian yang komprehensif.  Berdasarkan penelitian tersebut, KPPU berpendapat sebagai berikut :

1. KPPU memahami dan mendukung upaya Pemerintah untuk melakukan pemberantasan software ilegal di Indonesia, khususnya di instansi Pemerintah. Proses pembajakan software telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan dan telah menjadi disinsentif bagi para pelaku usaha industri software Indonesia. Akibatnya inovasi di industri software terancam stagnan bahkan berhenti sama sekali, yang dalam gilirannya dapat mematikan inovasi dan potensi wirausaha di industri tersebut.

2. Tetapi terkait dengan kebijakan Pemerintah untuk melakukan MoU dengan Microsoft sebagai bagian dari upaya pemberantasan pembajakan, KPPU berpendapat hal tersebut tidaklah tepat karena bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999. MoU yang dalam implementasinya akan dilakukan dalam bentuk perjanjian, jika ditindaklanjuti akan menyebabkan beberapa hal sebagai berikut :

a. Memberikan tambahan kekuatan pasar (market power) bagi Microsoft yang secara faktual telah menjadi pemegang posisi dominan dengan menguasai lebih dari 90% pangsa pasar operating system software (melalui Microsoft windows) dan  software aplikasi kantor (melalui Microsoft Office) di Indonesia. Kekuatan pasar yang besar tersebut berpotensi untuk disalahgunakan. MoU akan berpotensi menjadi sarana eksploitasi konsumen (instansi Pemerintah) oleh Microsoft sebagai satu-satunya penyedia software (operating system dan aplikasi kantor).

b. Menutup peluang pelaku usaha penyedia operating system software dan aplikasi kantor di Indonesia selain Microsoft, untuk dapat memasarkan produknya di instansi Pemerintah. Hal tersebut akan menjadi disinsentif bagi pengembangan software di Indonesia. Inovator dan wirausahawan Indonesia dalam industri software terancam kelangsungan usahanya, karena berkurangnya daya tarik pasar.

c. Tidak adanya alternatif pilihan operating system software dan software aplikasi kantor bagi instansi Pemerintah selain produk Microsoft. Dalam jangka panjang hal tersebut akan menutup potensi efisiensi proses pengadaan software di instansi Pemerintah. Instansi Pemerintah tidak lagi memiliki insentif untuk berinisiatif menumbuhkan inovasi industri software yang bersaing dengan sehat (bukan hanya Microsoft).

3. Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, KPPU berpendapat bahwa solusi untuk mengatasi pembajakan dengan melakukan MoU dengan Microsoft, tidaklah tepat mengingat akar permasalahan yang sesungguhnya dari maraknya pembajakan software adalah terkait dengan permasalahan penegakan hukum dari peraturan perundangan tentang hak kekayaan intelektual.

4. Solusi bagi upaya pemberantasan pembajakan hanya dapat dilakukan melalui penegakan hukum yang tegas. Meskipun hal tersebut memerlukan waktu yang lebih panjang dan usaha yang lebih keras, tetapi KPPU meyakini bahwa apabila semua elemen bangsa ini memiliki kemauan untuk mewujudkannya, maka hal tersebut dapat diimplementasikan.

5. Mencermati hal-hal di atas maka KPPU menyarankan agar Pemerintah mencari model kebijakan lain yang berdampak luas pada pemberantasan pembajakan software dengan tetap memperhatikan prinsip - prinsip persaingan usaha yang sehat. Persaingan usaha yang sehat diharapkan mampu mengatasi digital divide (kesenjangan teknologi digital) dalam pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy) dalam jangka panjang, karena munculnya inovasi software yang berbasis open system dan aplikasi perkantoran serta aplikasi khusus lainnya yang lebih terjangkau masyarakat luas.

41

Page 42: Makala h Perlin Dung an Us Aha

6. Berdasarkan analisis dimuka, KPPU menyarankan agar Pemerintah tidak menindaklanjuti MoU dengan Microsoft dalam bentuk perjanjian sekaligus mencabut MoU tersebut untuk menghindarkan munculnya potensi-potensi persaingan usaha tidak sehat di industri software Indonesia. Inovasi di industri perangkat lunak (software) terancam stagnan akibat proses pembajakan software telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan dan telah menjadi disinsentif bagi para pelaku usaha industri software.

3.2 ERA PERSAINGAN SEHAT YANG MENGEDEPANKAN PENATAAN KEBIJAKAN PEMERINTAH (REGULATORY REFORM)

1. Tahun 2007 merupakan tahun pertama Periode Lima Tahun Kedua Anggota Komisi (2006-2011), yang bertugas memperkokoh fondasi dan meningkatkan kinerja yang telah dicapai pada periode lima tahun pertama (2000 - 2005). Sejauhmana dan apakah tantangan dan kendalanya, akan kami sampaikan sebagai berikut;

2. Sebagaimana diketahui, iklim usaha yang sehat memerlukan; pertama, kebijakan persaingan usaha yang kondusif, yaitu keharmonisan antara nilai - nilai persaingan usaha dengan berbagai kebijakan, seperti kebijakan industri, perdagangan, investasi dan kebijakan sektoral lainnya. Dalam hal ini, baik tujuan, prioritas dan kendala tiap kebijakan sektoral dapat diselaraskan dengan nilai persaingan sehat, sehingga terhindarkan pengorbanan pembangunan sektoral tertentu, dan sebaliknya persaingan memperkuat pengembangan sektoral tersebut dalam tujuannya untuk mensejahterakan rakyat;

3. Kedua, iklim usaha yang sehat memerlukan perilaku pelaku usaha yang pro-persaingan, yaitu mengindahkan hukum persaingan dalam upaya mencapai keuntungan maksimalnya. Kesadaran budaya persaingan tidak hanya bermanfaat untuk meraup keuntungan di pasar, tetapi juga meningkatkan daya saing terlebih untuk tantangan era globalisasi, yang pada akhirnya membawa manfaat bagi masyarakat pada umumnya. Memperhatikan hal tersebut, dua strategi utama yang dilakukan KPPU adalah penegakkan hukum yang efektif serta peran aktif dalam mewujudkan kebijakan melalui pemberian saran kepada Pemerintah;

4. Penetapan Strategic Plan 2007 - 2012, merupakan langkah awal Komisi untuk menjabarkan visi dan misi yaitu untuk 1.Menjadikan Lembaga Pengawas Persaingan Usaha Yang Efektif dan Kredibel.2.Penguatan kelembagaan sebagai langkah dasar menyiapkan modal dasar institusi, baik mencakup sumber daya maupun organisasinya. Di tahun 2007, telah dilaksanakan rekruitmen pegawai sebanyak 77 staf, demikian juga telah diselesaikan berbagai peraturan internal KPPU guna menunjang peningkatan kinerja.

5. Beberapa sektor atau  bidang telah dikaji dengan intensif dan hasilnya menjadi materi saran kebijakan kepada Pemerintah serta menjadi data dan informasi penting bagi pemeriksaan perkara. Dalam tahun 2007, telah disampaikan kepada Pemerintah sebanyak 11 saran pertimbangan; telah diterima dari masyarakat sebanyak 227 laporan (tidak semua laporan yang diterima terkait dengan materi persaingan usaha); diputuskan perkara sebanyak 13 perkara, dan yang sedang ditangani sebanyak 22 perkara. Perlu dicatat di tahun 2007, MA telah menguatkan 2 putusan KPPU (Telkom dan Carrefour), hal ini menunjukan keseriusan Komisi dalam upaya meningkatkan kinerja penegakkan UU No.5/1999.

6. Berikut disampaikan beberapa upaya dan hasil prestasi kerja Komisi di tahun 2007, yaitu untuk sektor telekomunikasi, ritel, kesehatan, serta tender.

7. Telekomunikasi. Peran kebijakan persaingan menjadi sangat penting untuk sektor telekomunikasi yang sedang dalam proses transisi dari era monopoli memasuki era persaingan. Kebijakan Pemerintah dituntut untuk mampu mewadahi dinamisnya perkembangan tekonologi yang berdampak pada strategi bisnis, struktur pasar serta pertumbuhan pasar. Komisi telah mengkaji telekomunikasi sejak tahun 2004 hingga sekarang. Selanjutnya, dalam penanganan perkara, kasus Temasek yang dibacakan putusannya pada tanggal 19 November 2007, merupakan kasus besar yang menyita perhatian berbagai pihak, pelaku usaha dalam dan luar negeri, pemerintah, serta konsumen sebagai pengguna jasa. Berdasarkan kajian dan penanganan perkara, hal penting yang perlu dicatat adalah:

a. Sektor telekomunikasi merupakan sektor strategis yang meliputi satelit, jaringan kabel bawah laut, dan microwave links yang menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga Pemerintah berhak mengatur agar tidak terjadi pelanggaran hak -hak kedaulatan Indonesia

42

Page 43: Makala h Perlin Dung an Us Aha

dalam memiliki akses telekomunikasi international;

b. Sektor telekomunikasi merupakan sektor yang penting dan memberikan kontribusi yang substansial terhadap perkembangan ekonomi nasional, dan meskipun telah terdapat banyak operator akan tetapi belum menunjukkan kinerja persaingan yang optimal;

c. Pemerintah hendaknya mengefektifkan kebijakan- kebijakan yang terkait dengan:

i. Pengaturan interkoneksi, sebagai jantung dari persaingan di telekomunikasi;

ii. Pencegahan potensi penyalahgunaan integrasi vertikal; sebagai salah satu contoh adalah upaya penggunaan accounting separation;

iii. Penerapan modern licensing, yaitu mewajibkan pemegang lisensi untuk mengembangkan infrastruktur dan apabila tidak sanggup melaksanakan maka lisensi wajib dikembalikan kepada

Negara, dan lisensi tersebut tidak dapat dipindahkan ke pihak lain;

iv. Pengembangan kebijakan agar cepat mampu mengikuti perkembangan teknologi dan strategi bisnis; sebagai contoh untuk kasus VOIP.

d. Konsumen selama ini telah dirugikan karena tindakan anti persaingan yang dilakukan pelaku usaha telekomunikasi, antara lain disebabkan oleh:

i. Struktur kepemilikan silang Kelompok Usaha Temasek, menyebabkan adanya price-leadership dalam industri telekomunikasi. Telkomsel sebagai pemimpin pasar kemudian telah menetapkan harga jasa telekomunikasi seluler secara eksesif. Komisi menemukan bahwa sejak tahun 2003 sampai dengan 2006, konsumen layanan telekomunikasi seluler mengalami kerugian yang cukup besar yaitu antara Rp 14,7 triliun hingga Rp 30,8 triliun;

8. Ritel. Tantangan awal berdirinya KPPU adalah kasus Indomaret, yaitu di tahun 2000. Semenjak tahun itu, berbagai pihak, baik Pemerintah maupun pelaku usaha ritel kecil dan menengah, sangat berharap atas peran Komisi menghadapi persaingan antar pasar tradisional, warung� � dan hypermarket. Hal tersebut sebagai dampak dari perubahan gaya hidup masyarakat (konsumen) Indonesia untuk berbelanja di toko modern yang nyaman dan sekaligus menawarkan berbagai kebutuhan yang diiinginkan konsumen. Peluang tersebut dimanfaatkan oleh hypermarket dan sebaliknya pasar tradisional tertinggal karena berbagai kendalanya. Melalui 2 instrumen utamanya, yaitu penanganan perkara dan saran kebijakan, hal yang perlu dicatat di tahun ini adalah:

Persaingan antara hypermarket (peritel besar) dengan peritel kecil, dan pasar tradisional adalah sebagai pertarungan pada tingkatan yang berbeda (berbeda level of playing field). Jadi dalam hal ini peran kebijakan persaingan, kebijakan sektoral, kebijakan Pemerintah Daerah amat penting untuk mengatasi hal tersebut;

Komisi, melalui saran pertimbangan yang disampaikan sebagai masukan rancangan Peraturan Presiden tentang Penataan Usaha Toko Modern dan Usaha Ritel Modern, mendukung sepenuhnya kebijakan Pemerintah untuk melakukan pengaturan dalam upaya perlindungan usaha kecil ritel dan tradisional serta perlindungan terhadap pemasok ritel modern;

Pengaturan tersebut, khususnya pengaturan yang terkait dengan pembatasan jumlah pelaku usaha agar tetap memperhatikan potensi persaingan tidak sehat, sebagai contoh peluang terjadinya kartel ataupun praktek monopoli;

Pengaturan zonasi yaitu kejelasan, ketegasan dan transparansi pengaturan tata ruang, khususnya kebijakan Pemerintah Daerah, yang mampu mewujudkan kepentingan dan keberpihakan pada peritel kecil serta memperhatikan equal of playing field antara peritel besar dengan peritel kecil, dengan tanpa mengabaikan kepentingan konsumen;

Pengaturan hubungan pemasok dan peritel modern agar tidak hanya menyangkut pemasok kecil, akan tetapi juga pemasok menengah dan besar. Hal tersebut mengingat dalam trend industri ritel sekarang, peritel, khususnya peritel besar, memiliki posisi dominan terhadap pemasok;

43

Page 44: Makala h Perlin Dung an Us Aha

Pengaturan dalam hal transaksi antara peritel dan pemasok, sepenuhnya memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat;

Mahkamah Agung telah mendukung putusan KPPU yang menghukum pelaku peritel besar, hypermarket, yaitu Carrefour yang telah melanggar Pasal 19 (a) UU No.5/1999. Untuk itu Carrefour harus harus menghentikan kegiatan pengenaan persyaratan minus margin kepada pemasok dan Carrefour juga dikenakan denda sebesar Rp 1,5 milyar,-

9. Kesehatan. Permasalahan dan gejolak di bidang kesehatan, sangat dekat dan langsung dirasakan dampaknya oleh masyarakat, khususnya rakyat kecil. Bebagai keluhan dilapangan antara lain mahalnya harga obat, dan tingginya biaya perawatan, serta rendahnya mutu pelayanan kesehatan, telah menjadi perhatian Komisi beberapa tahun terakhir ini.

Melalui serangkaian kajian bidang farmasi dan penegakkan hukum terhadap pelanggaran tindakan anti persaingan yang marak terjadi di daerah, Komisi mencatat beberapa hal penting yang perlu dicermati yaitu:

Kajian KPPU menfokuskan pada struktur industri farmasi, demikian juga kebijakan Pemerintah antara lain seperti evaluasi Permenkes No.69/2006 tentang penetapan HET (harga eeceran tertinggi) pada label obat dan peraturan mengenai obat generik. Struktur pasar oligopoli sangat memungkinkan terjadinya kolusi diantara pelaku usaha;

Tindakan tegas melalui penanganan perkara telah dilakukan Komisi pada berbagai tindakan anti persaingan yang marak dilakukan di daerah. Pada tahun 2006 telah diputus 2 perkara yaitu tender pengadaan alat kedokteran di RS Cibinong, dan tender perbaikan bangsal unit kerja RSU Pematang Siantar. Sedangkan di tahun 2007 yaitu :

Tender pekerjaan pengadaan peralatan gizi di RSUD Wahab Syaranie Samarinda (terlapor diputus bersalah);

Pengadaan alat kesehatan penunjang Puskesmas Kabupaten Sukabumi (sedang dalam proses perkara);

Tender pekerjan pembangunan RSUD Ratu Zalecha Martapura (dalam proses perkara);

Lelang pengadaan alat kesehatan RSUD Kabupaten Brebes (sedang dalam proses perkara).

10. Tender/ lelang pengadaan barang dan jasa. Persekongkolan tender adalah kasus terbanyak yang ditangani Komisi sejak tahun berdirinya hingga sekarang. Dengan berdirinya KPPU, harapan masyarakat luas sangat besar, yaitu agar Komisi mampu memberantas budaya persekongkolan tender yang sudah lazim dilakukan oleh para peserta tender. Persekongkolan pengaturan pemenang tender tersebut tidak jarang juga melibatkan pihak Pemerintah, dalam hal ini yaitu Panitia Pengadaan, atau atasannya serta pejabat yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa tersebut. Bentuk-bentuk persekongkolan, sebagaimana diuraikan berikut ini, perlu dicermati dan dijadikan acuan pengawasan oleh pihak-pihak yang terkait, agar persekongkolan tender dapat dicegah sejak awal. Beragam bentuk persekongkolan tender yang sering ditemui pada penangan perkara adalah:

a. Kerjasama antar peserta lelang untuk mengatur dan menentukan pemenang lelang;b. Rekayasa penyelenggaraan lelang (waktu terbatas, pengumuman lelang tidak skala nasional; lelang dilaksanakan pada saat hari libur);c. Persekongkolan adanya persyaratan pengalaman dan spesifikasi teknis yang mengarah pada salah satu peserta lelang;d. Panitia lelang tidak memberikan berita acara aanwijzing yang memuat input hasil aanwijzing pada semua peserta lelang;e. Adanya persyaratan untuk membayar jaminan dalam waktu yang sangat terbatas;f. Adanya pertemuan atau komunikasi yang dilakukan oleh panitia dan peserta tender selama kurun waktu tender berlangsung, misalnya untuk memasukkan harga penawaran yang berbeda tipis dengan HPS antar peserta lelang.

Berbagai bentuk persekongkolan pengaturan pemenang tender tersebut ditindaklanjuti dalam bentuk :

1. memberikan saran pada efektifitas pelaksanaan Keppres No.80/2003, juga kepada lembaga terkait yang mengawasi tender/ lelang. Khusus untuk bidang jasa konstruksi, Komisi menyampaikan kepada Pemerintah bahwa potensi anti persaingan yang perlu segera ditindaklanjuti dengan pengaturan yang lebih efektif yaitu dominasi peran unsur pelaku

44

Page 45: Makala h Perlin Dung an Us Aha

usaha dalam LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi), keberadaan LPJK dapat memberikan peluang untuk kartel, dan diskriminasi terhadap pesaing melalui penyalahgunaan wewenang asosiasi dalam sertifikasi.;

2. kerjasama dengan KPK dalam bentuk MOU untuk menindaklanjuti pihak pemerintah yang terkait dengan persekongkolan tersebut;

upaya pencegahan pelanggaran UU no.5/1999 melalui sosialisasi intensif baik kepada pelaku usaha maupun pemerintah, yang berada di pusat dan di daerah serta upaya memberiaan efek jera melalui pemberian sanksi berupa larangan mengikuti tender pada kurun waktu tertentu.

11. Tantangan dan kendala yang dihadapi Komisi pada intinya adalah 1) mewujudkan lembaga kredibel, mengingat belum selesainya penetapan status kelembagaan Sekretariat Komisi, prasarana penunjang kerja yang belum memadai demikian juga untuk kesejahteraan pegawai; 2) dukungan dan peran aktif pemerintah dalam mewujudkan kebijakan persaingan sehingga penegakkan hukum persaingan dapat memberikan manfaat dan dampak yang lebih optimal.

12. Penutup. Perjalanan implementasi UU No.5/1999 tentu masih panjang. KPPU sebagai lembaga pengawas dituntut untuk terus memperbaiki kinerjanya yang terkait dengan tugas dan wewenang yang dimiliki.  Tumbuhnya kesadaran terhadap nilai nilai persaingan usaha� yang sehat saat ini diharapkan akan terus meningkat menuju pemahaman terhadap UU No.5/1999 secara komprehensif.  Sementara, fokus terhadap hajat hidup orang banyak dilaksanakan dengan membidik sektor - sektor strategis yang kerap menuai persoalan kepentingan.  Pada akhirnya, upaya peningkatan kesejahteraan rakyat tentu membutuhkan dukungan positif dari semua pihak, khususnya dari Pemerintah sebagai regulator untuk terus menerus melakukan penataan kebijakan (regulatory reform), agar KPPU dapat mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat di tanah air.

3.3 PERLINDUNGAN DAN PENEGAKAN HUKUM HaKI

Sistem hak kekayaan intelektual diperlukan untuk melindungi kepentingan para investor tersebut. Tentu saja secara strategis harus diperhitungkan agar terjadi alih teknologi dan alih keterampilan bagi SDM kita sendiri]. Kedua, sistem hak kekayaan intelektual tidak lain merupakan upaya untuk mengembangkan SDM itu sendiri. Dengan sistem hak kekayaan intelektual diharapkan terlatihnya para SDM kita, sebab hak kekayaan intelektual berurusan dengan produk sebagai hasil olah fikir manusia. Lebih penting adalah terciptanya budaya inovatif dan berkembangnya apresiasi bagi karya intelektual.

Di bawah ini akan ditunjukkan pelaksanaan sistem hak kekayaan intelektual nasional, baik dalam kaitan kebutuhan nasional maupun dalam kaitan dengan pemenuhan kewajiban internasional. Untuk paten dari tahun 1991 hingga 2000 tercatat 25.134 permohonan paten dan dari jumlah tersebut diberikan 6.286 paten. Catatan perlu diberikan tentang masih rendahnya permohonan paten yang diajukan oleh para inventor nasional. Sampai dengan tahun 2000 permohonan paten oleh inventor nasional adalah sebesar + 5% dari total permohonan. Ini sebenarnya tidak perlu dimasukkan ke hati, sebab situasi demikian,perbandingan antara jumlah permohonan paten oleh pihak lokal 1 dibanding jumlah keseluruhan permohonan juga terjadi pada negara-negara lain.Namun dalam suasana negara kita terus membangun dewasa ini, peningkatan permohonan paten tidak lain merupakan refleksi peningkatan pengembangan teknologi, yang pada gilirannya akan mengurangi ketergantungan kita pada teknologi asing.

Tentang paten sederhana (“PS”), permohonan terus meningkat selama jangka jaktu tersebut. Jika pada tahun 1993 baru terdapat 28 permohonan pada tahun 2000 sudah mencapai 213. Pada permulaan krisis ekonomi (1997) terdapat 80 dibanding dengan 59 permohonan pada tahun sebelumnya. Tahun 1998 naik lagi menjadi 109 permohonan PS. Tentang pendaftaran, termasuk paten yang sudah diberikan Mengenai merek, tidak diragukan terus meningkatnya pendaftaran. Bahkan selama krisis 1997 pun terjadi peningkatan permohonan pendaftaran merek yaitu 28.339 aplikasi dibanding dengan 28.189 tahun 1996. Baru pada tahun 1998 menurun sedikit yakni 23.160 aplikasi. Secara keseluruhan dalam tenggang antara tahun 1993 hingga 2000 tercatat 225.190 permohonan pendaftaran merek, dan yang terdaftar 151.039.

Saat ini, hak kekayaan intelektual bukan hanya terdiri dari hak cipta, paten dan merek. Per 20 Desember 2000, hak kekayaan intelektual Indonesia telah pula diperkaya dengan rahasia dagang, desain industri dan desain tata letak sirkuit terpadu, sejalan dengan telah diundangkannya ketiga undang-undang bidang tersebut, masing-masing UU No. 30/2000, UU No. 31/2000 dan UU No. 32/2000. Khusus tentang desain industri saja, sampai tahun 1997, sebelum legislasinya lahir, telah masuk lebih dari 2000 pendaftaran desain industri. Setelah pendaftaran desain industri

45

Page 46: Makala h Perlin Dung an Us Aha

dibuka sejak Juni tahun ini sampai 19 Oktober yang lalu, tercatat 947 dengan rincian sebagai berikut : 713 permohanan dari dalam negeri dan 234 permohonan dari luar negeri Keputusan Presiden No. 189 tahun 1998, menetapkan Departemen Kehakiman sebagai pelaksana sistem hak kekayaan intelektual nasional, yang dilakukan dengan berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait. Pelaksanaan ini meliputi berbagai bidang termasuk perancangan, pelaksanaan dan pengawasan program-program di bidang hak kekayaan intelektual. Ini melahirkan visi yaitu memajukan sistem hak kekayaan intelektual yang efektif dan kompetitif secara internasional guna mendukung pembangunan nasional dan menyumbang pada kemakmuran bangsa. Visi ini dilaksanakan dalam beberapa misi antara lain : mengadministrasikan sistem hak kekayaan intelektual dengan pemberian perlindungan penghargaan serta pengakuan pada kreativitas; memajukan teknologi serta investasi dan pertumbuhan ekonomi yang berbasiskan pengetahuan; dan menggalakkan budaya inovatif dan inventif. Dengan visi dan misi demikian dikaitkan dengan data mengenai angka pendaftaran di atas, sistem hak kekayaan intelektual telah berjalan dalam keadaan relatif baik. Makna dari ini adalah telah dilaksanakannya sistem perlindungan bagi kepentingan para inventor, pencipta, pendesain dan pemegang karya intelektual lain. Namun perlindungan ini tidak ada artinya tanpa adanya penegakan hukum.

Dalam UU Baru dimasukkan ketetapan tentang penetapan sementara oleh pengadilan, yang sebenarnya sudah ada dalam TRIPs. Selain itu tindak pidana diklasifikasikan sebagai delik aduan, bukan delik biasa, sementara fokus pemidanaan lebih ditekankan pada pidana denda. Ditetapkan pula penggunaan badan peradilan khusus untuk penyelesaian sengketa perdata serta kemungkinan Namun, dari sejumlah permohonan dalam negeri tersebut, hanya dua yang berasal dari kelompok UKM; satu hal yang sangat disayangkan. Sebab salah satu alasan dikeluarkannya UU tentang Desain Industri justru untuk menampung karya intelektual yang datang dari lapisan masyarakat yang luas, termasuk dalam hal ini kelompok UKM. Hal ini diejawantahkan dalam penetapan biaya pendaftaran yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan pendaftaran oleh pihak non-UKM.

Tugas melaksanakan sistem hak kekayaan intelektual sangat terbantu dengan rintisan yang telah dilakukan oleh “Tim Keppres 34”, termasuk untuk pada tahap pertama menyesuaikan perundang-undangan nasional dengan Persetujuan TRIPs.

Mengenai yang pertama, dalam UU Baru setiap pihak yang menduga adanya pelanggaran terhadap HaKI, dapat meminta kepada hakim untuk melarang peredaran dan penjualan produk termaksud. Tentu saja si pelapor harus mempunyai alasan yang cukup kuat mengenai dugaan pelanggaran tersebut, sebab kalau tidak dia akan dapat digugat balik. Yang penting adalah bahwa ketentuan ini merupakan tambahan bagi perlindungan hak bagi pemegang HaKI. Bahkan dari sudut hukum Indonesia ketentuan ini merupakan terobosan karena hal semacam ini sebelumnya tidak dikenal dalam sistem hukum kita. Berkenaan dengan masalah kedua, yakni status delik, yang diubah menjadi delik aduan adalah dengan alasan sebagai berikut : Delik aduan sesuai dengan sifat HaKI adalah hak privat (walaupun kita maklum hak privat itu pada gilirannya memegang peranan penting dalam dunia usaha). Hanya pemegang hak-lah yang tahu ada tidaknya pelanggaran atau tindak pidana terhadap karya intelektualnya sendiri (yang notabene telah mendapatkan perlindungan); dalam beberapa kasus para pihak yang bersengketa dalam kaitan dengan HaKI, kemudian berdamai; namun sementara itu kasusnya telah dilaporkan ke polisi atas dugaan tindak pidana oleh satu pihak; pelaporan tersebut tidak dapat dicabut kembali. Delik biasa dapat menjadi bumerang karena setiap pihak termasuk pihak luar sangat mengharapkan dilakukannya tindakan “pembersihan” terus menerus terhadap tindak pidana termaksud tanpa perlunya diadukan; ini merupakan bumerang bagi kita sendiri. Namun demikian pemerintah berpendapat akan tetap dipertahankannya status kejahatan biasa di bidang Hak Cipta. Sebelum adanya UU Baru, semua pelanggaran tindak pidana HaKI, untuk yang paling berat, diancam maksimal 7 tahun pidana badan dan/atau denda Rp. 100.000.000,-. Ancaman pidana badan tersebut dinilai terlalu tinggi, dan dalam praktik hakim paling sering menjatuhkan hukuman percobaan, kecuali satu keputusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menghukum 4 tahun penjara.

Ditambah dengan kajian pada Undang-undang yang berlaku di negara lain (bahkan ada yang tanpa pidana badan), Pemerintah berpendapat bahwa ancaman pidana badan yang terlalu lama tidak punya dampak apa-apa bagi rehabilitasi kerugian korban. Malah, mengingat HaKI menopang dunia usaha, ancaman hukuman yang terlalu lama bagi pihak yang bersangkutan menjadi alasan untuk tidak dapat melakukan kegiatan usahanya sehingga terhadang pula kewajiban membayar denda. Sebagai gantinya menurut Pemerintah akan lebih baik jika pelaku delik tersebut dikenakan pidana denda yang jauh lebih berat.

46

Page 47: Makala h Perlin Dung an Us Aha

HaKI adalah hak dengan waktu sangat terbatas. Dengan demikian diperlukan mekanisme penyelesaian perkara perdata yang dapat bergerak cepat. Dengan UU Baru, kecuali bidang rahasia dagang, penyelesaian sengketa perdata dilakukan di Pengadilan Niaga. Untuk menopang hal ini dalam UU Baru juga diatur tentang hukum acara tersendiri seperti yang berlaku dalam kaitan dengan masalah kapailitan. Selama ini praktis tidak ada gugatan perdata menyusul perkara pidana berkenaan dengan masalah HaKI. Ini sangat disayangkan karena untuk kepentingan korban upaya hukum ini seyogianya ditempuh. Selain itu kasus-kasus semacam ini akan bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum itu sendiri. Dalam UU Baru diatur pula ketentuan untuk menggunakan sarana lain di luar pengadilan, misalnya melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Mengenai aparat penyidik UU Baru tetap memberikan kewenangan bagi pejabat tertentu di Ditjen HaKI untuk bertindak selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Yang menjadi persoalan adalah bagaimana mengefektifkan PPNS untuk melakukan penyidikan dalam rangka pelanggaran di bidang HaKI. Pernah ada pertanyaan investor asing : kenapa PPNS tidak dapat langsung menyerahkan perkara ke pengadilan. Secara normatif pertanyaan itu dapat dijawab dengan singkat : hal itu tidak dapat dilakukan karena bertentangan dengan Undang-undang tentang KUHAP. Pada akhirnya langkah penegakan hukum sangat tergantung pada kerjasama positif antara segenap aparat yang tertata baik dari tingkat penyidikan, penuntutan sampai pemutusan perkara. Hukum tidak ada artinya kalau tidak ditegakkan hal ini pun menjadi pegangan pihak luar negeri untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan sistem HaKI nasional, disamping upaya yang telah banyak dilakukan di bidang perbaikan legislasi. Dengan pertemuan ini diharapkan aparat hukum akan lebih meningkatkan kinerja bagi kepentingan kita bersama. Sebab seperti telah disinggung pada permulaan makalah ini, kita sangat tergantung pada investasi asing; kalau mereka tidak puas pada aspek penegakan hukum, walaupun puas pada aspek-aspek lain, kita khawatir masuknya mereka akan menjadi tersendat. Tentu saja penegakan hukum di bidang HaKI tidak dapat dilepaskan dari penegakan hukum secara keseluruhan. Dengan ungkapan lain, pada hemat saya, tidak ada penegakan hukum HaKI yang lemah, yang ada ialah lemahnya penegakan hukum nasional secara keseluruhan.

3.4 TANPA UU ANTI MONOPOLI INDUSTRI KECIL SULIT MAJU

Pemerintah diharapkan segera memikirkan diberlakukannya undang-undang (UU) AntiMonopoli, guna melindungi keberadaan nasib  industri kecil di masa mendatang. Terlebih dalam memasuki era pasar bebas, dibutuhkan pemberlakuan perangkat UU, agar efisiensi ekonomi bisa terwujud. perangkat UU tersebut dibutuhkan untuk melindungi dan mendukung pengembangan industri kecil. Khususnya, ditujukan untuk kepentingan rakyat kecil. Munculnya UU No. 9/1995, tentang Usaha kecil, katanya, merupakan salah satu perwujudan komitmen perlindungan terhadap pengusaha kecil.     Namun, tanpa pemberlakuan peraturan pemerintah (PP) -- sebagai  peraturan pelaksana -- maka, UU tersebut masih belum memiliki komitmen  dalam melindungi usaha kecil.Bila perlu UU Anti Monopoli itu segera diberlakukan Ini juga termasuk   pemberlakuan UU tentang Pembatasan Aset, agar segera diterbitkan Jika   tidak segera diberlakukan UU Anti Monopoli, industri kecil terancam dalam memasuki era pasar bebas nanti akan sulit berkembang  kehidupan industri kecil, tanpa didukung perangkat perlindungan UU seperti itu. Perlu juga adanya UU Kemitraan termasuk peraturan pelaksanaannya dalam rangka melindungi nasib industri kecil di masa mendatang. Dengan pemberlakuan  UU seperti ini, diharapkan keberadaan industri berskala kecil-menengah memiliki prospek cerah dalam percaturan pasar bebas.

Terutama usaha mengeliminir dampak makin timpangnya struktur perekonomian nasional. Di antaranya, peningkatan akses aset produksi, memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha antarindustri kecil-menengah-besar, kebijakan pengembangan industri mengarah pada  penguatan industri kecil, kebijakan ketenagakerjaan yang merangsang pertumbuhan tenaga kerja mandiri yang menjadi cikal-bakalnya lapisan wirausaha baru, dan perangkat UU yang benar-benar melindungi kaum industriawan kecil.     Para pengusaha kecil itu sebenarnya justru sejak awal telah terlatih dengan persaingan di pasar bebas. Mereka hidup tanpa fasilitas pemerintah. Dalam menghadapi pasar bebas, menurutnya, perusahaan kecil memiliki beberapa prospek. Direktur pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini merinci beberapa prospek yang dimiliki industri kecil. Di antaranya, mereka harus mampu merespon selera gaya hidup baru bagi masyarakat berpendapatan tinggi di negara-negara maju. Produk tropis yang memiliki peluang besar banyak. Misalnya, barang jenis mebelair dari rotan, kayu, besi, bambu dan sebagainya. Di samping itu, mereka juga  harus mampu mencari peluang baru dari munculnya golongan menengah atas

47

Page 48: Makala h Perlin Dung an Us Aha

di atas negeri. Prospek lain, menurut Dawam adalah memproduksi bahan-bahan atau komponen dari barang-barang yang dihasilkan oleh industri besar. "Di sini industri kecil akan mampu ikut berperan, jika ada UU Anti Monopoli, di satu pihak Kemitraan menempatkan antara industri kecil dan besar dalam hubungan kemitraan

BAB VI

KESIMPULAN

Pengembangan dan perlindungan usaha kecil dan sektor informal harus bertumpu pada mekanisme pasar yang sehat dan adil. Pemerintah daerah perlu melakukan sejumlah langkah strategis yang harus ditempuh demi perlindungan usaha kecil dan sektor informal. Langkah-langkah tersebut misalnya

Pertama, sumberdaya lokal (local resources) harus dijadikan basis utama, karena salah satu karakter usaha kecil dan sektor informal adalah melakukan proses efisiensi dengan ”mendekatkan” sumber bahan baku.Kedua, pembentukan infrastruktur pendamping yang dapat membantu pelaku usaha kecil dan sektor informal dalam menghadapi lembaga pembiayaan, mengadopsi teknologi, dan mengakses pasar luas. Pusat inkubasi bisnis dapat dimulai dari masyarakat, tapi harus didukung penuh pemerintah, terutama oleh pemerintah daerah.Ketiga, hadirnya lembaga penjamin kredit dari pemerintah daerah merupakan pilihan tepat, karena rendahnya aksesibilitas usaha kecil dan sektor informal terhadap lembaga pembiayaan berpangkal dari ketiadaan agunan. Strategi lain ialah menggencarkan produk pembiayaan alternativeberbasis syari’ah, seperti mudlarabah (bagi hasil).Keempat, penggunaan teknologi yang berbasis pengetahuan lokal (indigenous knowledge) yang dilakukan oleh pemerintah bekerjasama dengan perguruan tinggi. Ketergantungan usaha kecil dan sektor informal terhadap teknologi asing yang berbiayai tinggi harus segera diakhiri.Kelima, pemerintah daerah harus menyediakan informasi bagi pelaku usaha kecil dan sektor informal terkait dengan peluang pasar dan pemanfaatan teknologi. Disamping itu juga meningkatkan promosi produk dalam negeri di arena perdagangan nasional maupun internasional.

Hampir setiap pemerintah daerah sering mengalami kesulitan dalam menerjemahkan dan menerapkan konsep otonomi daerah. Otonomi daerah seolah diimplementasikan sebagai keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk membuat kebijakan yang menguntungkan daerahnya dengan sasaran peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) tanpa harus memikirkan ekonomi rakyat. Padahal otonomi daerah adalah upaya untuk memberikan kewenangan pada pemerintah daerah untuk memberdayakan potensi daerah termasuk ekonomi kerakyatan, terutama usaha kecil dan sektor informal. Hal itu tidak hanya berarti materi, karena didalamnya ada juga keharusan untuk memperhatikan aspirasi masyarakat.

Keberadaan usaha kecil (dan sektor informal) yang merupakan salah satu diantara bentuk dari ekonomi kerakyatan, keberadaannya di era otonomi daerah merupakan potensi yang harus digali dan dikembangkan karena dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang masif dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana tujuan dari pembangunan daerah. Kegiatan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung terkait dengan pengembangan usaha kecil (dan sektor informal) adalah:

1. Mengembangkan master plan usaha kecil dan sektor informal;Meningkatkan infrastruktur bagi akses pelaku usaha kecil dan sektor informal terhadap informasi;

2. Mendirikan sebuah lembaga daerah dalam pembiayaan usaha kecil dan sektor informal;

48

Page 49: Makala h Perlin Dung an Us Aha

3. Menunjuk sebuah dinas untuk melakukan koordinasi pengembangan pembiayaan mikro;Membentuk sebuak komite koordinasi untuk memperjuangkan reformasi peraturan bisnis;

4. Menyederhanakan proses pembayaran pajak dan melakukan reformasi terhadap sistem pengembalian pajak;

5. Mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk melakukan pendaftaran bisnis dalam jumlah tertentu;

6. Mengakhiri program pinjaman bersubsidi bagi usaha kecil dan sektor informal;Menciptakan insentif dalam kebijakan yang mendorong investasi dibidang pusat pelatihan bisnis swasta;

DAFTAR RUJUKAN

Alma, Buchari (2004). Kewirausahaan, Alfabeta.

Amin, W .T. (2002).  Manajemen Kewirausahaan, Havarindo..

Bachruddin, Zaenal, Mudrajad Kuncoro, Budi Prasetyo Widyobroto, Tridjoko Wismu Murti, Zuprizal, Ismoyo. 1996. Kajian Pengembangan Pola Industri Pedesaan Melalui Koperasi dan Usaha Kecil. LPM UGM dan Balitbang Departemen Koperasi & PPK, Yogyakarta.

Meredith, Geoffrey G. et (2000). Kewirausahaan Teori dan Praktek, PPM.

Suryana (2003). Kewirausahaan, Salemba Empat, Jakarta

Sutanto, Adi (2000). Kewiraswastaan, UUM Press.

Soetrisno, Loekman. 1995. "Membangun Ekonomi Rakyat Melalui Kemitraan: Suatu Tinjauan Sosiologis", makalah dalam Diskusi Ekonomi Kerakyatan, Hotel Radisson, Yogyakarta, 5 agustus.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

49