Majalah DinaMika Edisi 5

36
DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Transcript of Majalah DinaMika Edisi 5

Page 1: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMikaPB Edisi: 05/Tahun II/2009 �DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Page 2: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika2 Edisi: 05/Tahun II/2009 �DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009DinaMika2 Edisi: 05/Tahun II/2009 �DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Selamat DatangFakultas Baru

FOKUS

UIN Jakarta mendirikan FISIP. Fakultas baru ini mengasuh tiga program studi dan tetap berciri-kan keislaman.BACA ULASAN LENGKAPNYA di Halaman 3

SALAM REDAKSIKALAMFISIPFOKUSSelamat Datang Fakultas Baru Prof Dr Bahtiar Effendy:“FISIP Bisa Jadi Fakultas Andalan”WAWANCARA KHUSUSProf Dr Dede Rosyada:

“FITK Siap Lahirkan Guru Andal dan Profesional”SEPUTAR KAMPUSLPJM Genjot Mutu UniversitasWACANAAmri Rasyidin: Aspek Penge-lolaan Keuangan pada PTN Berstatus BHPRESENSI BUKUMenyongsong Masa Depan

Peradilan AgamaSOSOKDr. Syopyansyah Jaya SaputraMimpi Mewujudkan Pusat Keunggulan ICT di IndonesiaAPA DAN SIAPAZaskia Adya MeccaFaris KayaBassam Tibi

Indeks

Mengharap Demokrasi di Indonesia Ditata Ulang

Prof Dr Bahtiar Effendy

FISIP Akan Menjadi Ikon Kajian Politik Islam di Tanah Air

Dr Jamhari

DinaMikaUntuk Kemajuan Sivitas Akademika

Edisi 05/Tahun II/2009

32

Zaskia Adya Mecca

Berpikir Positif pada Mahasiswa

Demokrasi baru bermakna jika para penyelenggara negara, yang dipilih melalui pemilu yang demokratis itu, menghasilkan kebijakan-kebijakan relevan untuk rakyat.

FISIP ini penting karena di dunia Islam kajian politik Islam sangat masih rendah bahkan bisa dikatakan kuliah atau kajian politik Islam di beberapa perguruan tinggi Islam belum menyentuh pada kajian empirik.

7

11

12

3

17

21

23

28

29

33

Page 3: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika2 Edisi: 05/Tahun II/2009 �DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009DinaMika2 Edisi: 05/Tahun II/2009 �DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

gu

DinaMikaMajalah DinaMika

Untuk Kemajuan Sivitas AkademikaIzin Terbit

SK Rektor No. 031 Tahun 2007Penerbit

Bagian Sistem InformasiUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pelindung:Prof Dr Komaruddin Hidayat

(Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)Pengarah:

Dr Jamhari MAProf Dr Amsal Bakhtiar MA

Prof Dr Ahmad Thib Raya MADr Sudarnoto Abdul Hakim MA

Drs H Abdul Malik MMDrs. H Hamid Sholihin MPd

Drs H Abd ShomadPenanggung Jawab:Drs Nurul Jamali MSiPemimpin Redaksi:

Nanang SyaikhuRedaksi Pelaksana:

Moh Hanifudin MahfudsStaf Redaksi:

Akhwani Subkhi, Elly Afriani, Luthfi Destianto, Humaidi, Ainurrahman

Lay Out & Design: Saumiere

Fotografer: Fuqaha

Sekretaris Redaksi: Hery Juliadi Tata Usaha:

Evanauli ApriliaAzizah

Yuyun YulianaDistributor:

Andi Lala Alamat Redaksi:

Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. Juanda No. 95 Ciputat 15412, Jakarta Selatan Telp. (021) 7401925

Ext. 1806 Fax: (021) 7402982 Website: www.uinjkt.ac.id

E-Mail: [email protected]

Dari Redaksi

Jumat, 4 September 2009, sore suasana kantor redaksi tak seperti biasanya. Selain menggelar rapat rutin, juga sekaligus buka puasa bersama ”ala kadarnya”. Meski acara berbuka puasa Ramadhan bukan hal baru, namun suasana sore itu sedikit is-timewa dengan kehadiran seluruh kru redaksi. Biasanya, di rapat-rapat biasa, tidak semua kru redaksi itu hadir. Selain soal kesibu-kan pribadi ada kalanya sebagian dari mereka masih berada di lapangan untuk mengejar narasumber.

Maklumlah, di kantor redaksi UIN Net sekarang, kami tak hanya menerbitkan DINAMIKA, tapi ada empat media lain yang kami garap, yakni Berita UIN, UIN News, Akhbar Al-Jami’ah dan UIN Online. Lima media itu masing-masing terbit dengan berka-la yang berbeda. DINAMIKA terbit dua bulanan, Berita UIN, UIN News, Akhbar Al-Jami’ah terbit bulanan, dan UIN Online harian. Nah, dari kelima media itu, kru redaksi ditangani oleh orang-orang yang sama, meliputi 15 tenaga redaksional, seorang sekretaris, tiga distributor, satu desainer, dan satu web master.

Untuk menggarap masing-masing penerbitan itu beberapa di antaranya dilakukan oleh orang yang berbeda. Misalnya un-tuk UIN News (edisi bahasa Inggris) atau Akhbar Al-Jami’ah (edisi bahasa Arab) dikerjakan oleh tenaga khusus yang memiliki ke-ahlian dalam bahasa tersebut. Untuk edisi bahasa Inggris mis-alnya, ada Ulfatussyarifah dan Irma Wahyuni sebagai reporter serta Elve Octafiyani selaku editor. Sementara edisi bahasa Arab, ada Mamduh Tirmizi sebagai reporter dan Amany Lubis selaku editor.

DINAMIKA sendiri, selain memanfaatkan tenaga organik, kami juga dibantu oleh beberapa tenaga dari luar, seperti Ainurrahman dan Humadi AS. Meski demikian, keduanya bukan orang asing. Mereka sebelumnya juga pernah menjadi reporter di UIN Net, pengelola penerbitan UIN Jakarta.

Namun, banyaknya tim diakui tak berarti tak ada kendala. Maklum, sebagian besar dari mereka masih berstatus mahasiswa dan dosen alias tenaga ”outsourcing”. Karena itu, wajar jika ada beberapa media yang kami terbitkan sering mengalami kendala tidak terbit atau terbit tapi terlambat, termasuk DINAMIKA kesay-angan Anda.

Ibarat pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, semoga kehadiran DINAMIKA edisi kali ini bisa menjadi pelipur lara kehausan Anda untuk mendapatkan informasi ke-giatan di kampus UIN Jakarta. Selamat membaca. []

Redaksi

Page 4: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika2 Edisi: 05/Tahun II/2009 �DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009DinaMika2 Edisi: 05/Tahun II/2009 �DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

FokusKalam

Nanang SyaikhuPemred DINAMIKA

UIN Jakarta mendirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Fakultas baru ini dilun-curkan bersamaan dengan pengukuhan Prof

Dr Bahtiar Effendy –yang kemudian menjadi dekan pertama FISIP—sebagai guru besar bidang ilmu politik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat di Auditorium Utama pada 27 Juni 2009. FISIP UIN memiliki tiga program studi (prodi), yakni Hubungan Internasional, Ilmu Politik, dan Sosiologi.

Dari segi nomenklatur, FISIP UIN sebenarnya tak berbeda jauh dengan FISIP di sejumlah universitas ternama. Namun, secara substantif, FISIP UIN me-miliki distingsti tersendiri terutama dari segi dasar-dasar keislaman. Dasar-dasar ini diharapkan akan menjadi landasan etik-normatif keilmuan, sehingga tidak terjadi dikotomi antara ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama. Dengan dasar itu pula lulusan FISIP UIN akan lebih bertanggung jawab dalam mengem-ban amanah, baik sebagai sarjana ilmu sosial mau-pun ilmu politik, di tengah masyarakat kelak.

Dari sisi historis, kelahiran FISIP memang terbi-lang ”unik”. Diawali dengan berdirinya sejumlah pro-di serumpun di beberapa fakultas. Prodi Hubungan Internasional di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial (kini Fakultas Ekonomi dan Bisnis), sementara Prodi Ilmu Politik (sebelumnya Pemikiran Politik Islam) dan Prodi Sosiologi (sebelumnya Sosiologi Agama) berada di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Dua prodi lain yang disebut-sebut bakal digandeng FISIP, yakni Prodi Ketatanegaraan Islam (Siyasah Syar’iyyah) di Fakultas Syariah dan Hukum serta Prodi Kesejahteraan Sosial di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, tiba-tiba menjadi batal ikut.

Kini dengan berdirinya FISIP, UIN Jakarta memiliki 11 fakultas program pendidikan S1, lima fakultas umum dan enam fakultas agama. Bersamaan dengan fakultas lain, FISIP mulai tahun akademik 2009/2010 ini telah membuka perkuliahan sendiri

di gedung sementara Fakultas Psikologi kampus II Pisangan.

Berdirinya FISIP sudah seyogyanya kita sam-but dengan sukacita sekaligus menaruh harapan. Harapan itu setidaknya kehadiran FISIP akan mem-perteguh cita-cita UIN Jakarta sebagai universitas kelas dunia (world class university). Meski secara personal FISIP telah memiliki sejumlah sumberdaya manusia mumpuni dalam bidang ilmu politik, baik pada tingkat nasional maupun internasional, na-mun secara kelembagaan belum banyak diharap-kan. Hal itu wajar mengingat usia FISIP yang baru seumur jagung jelas masih membutuhkan pembe-nahan di sana-sini.

Prof Dr Bahtiar Effendy, dekan pertama FISIP periode 2009-2013 yang dilantik Rektor Prof Dr Komaruddin Hidayat pada 27 Agustus 2009 lalu, sempat menyatakan optimis bahwa FISIP akan menjadi fakultas andalan di UIN Jakarta. Sikap optimistik Bahtiar didasari oleh setidaknya tiga alasan. Pertama, FISIP memiliki modal dasar yang cukup dari sisi sumberdaya manusia. Kedua, jum-lah umat Islam yang besar di Indonesia merupakan kesempatan emas dan Islam akan menjadi elemen pokok dalam perkembangan perpolitikan nasional. Kedua, banyaknya partai Islam yang memungkin-kan lulusan FISIP dapat berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan politik praktis.

Ketiga alasan itu memang diyakini sebagai fak-tor dominan yang akan turut memberi peluang bagi FISIP sebagai fakultas baru di UIN Jakarta. Apalagi FISIP UIN sangat distingtif sehingga mam-pu berkompetisi dengan FISIP di universitas lain. Namun, harapan dan peluang itu saja tentu tidak cukup. Yang tak kalah penting bagaimana FISIP dan lulusannya diharapkan lebih berperan dalam upaya membangun kehidupan politik nasional yang lebih demokratis, etis, dan berkeadaban. Semoga.[]

FISIP

Page 5: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika2 Edisi: 05/Tahun II/2009 �DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009DinaMika2 Edisi: 05/Tahun II/2009 �DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

Fakultas Baru UIN Jakarta mendirikan FISIP. Fakultas baru ini mengasuh tiga program studi dan tetap bercirikan keislaman.

Selamat Datang

Page 6: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika� Edisi: 05/Tahun II/2009 5DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

DinaMika� Edisi: 05/Tahun II/2009 5DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

Tepuk tangan riuh di Audito-rium Utama saat Prof Dr Bahtiar Effendy resmi diku-

kuhkan sebagai guru besar bidang ilmu politik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF), Sabtu, 27 Juni 2009. Acara pengukuhan pria kelahiran Ambarawa, Jawa Tengah, itu dihadiri sejumlah to-koh politik nasional. Antara lain mantan Ketua DPP Partai Golkar Akbar Tanjung, Presiden Partai Demokrasi Kebangsaan Ryaas Rasyid, Ketua Partai Hanura Fuad Bawazir, dan Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil. Juga tampak mantan Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafi’i Maarif dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Ashshiddiqy.

Selain acara pengukuhan, mo-men itu juga digunakan untuk me-

luncurkan fakultas baru: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Tak seperti acara inti pengukuhan, peluncuran FISIP dilakukan se-cara sederhana. Pembantu Rektor Bidang Akademik Dr Jamhari mem-bacakan Surat Keputusan (SK) Rektor bernomor 162 Tahun 2009 tentang pendirian FISIP sekaligus mengumumkan jumlah program studi (prodi) yang diasuhnya.

Dalam SK yang ditandatangani Rektor UIN Prof Dr Komaruddin Hidayat itu, disebut ada lima prodi yang bakal dibawa ger-bong FISIP. Kelima prodi itu adalah Hubungan Internasional, Sosiologi Agama, Pemikiran Politik Islam, Kesejahteraan Sosial, dan Ketatanegaraan Islam (Siyasah Syar’iyyah). Prodi-prodi itu bukan baru melainkan diambil dari empat

fakultas yang sebelumnya sudah lama berdiri.

Prodi Hubungan Internasional (HI), berasal dari Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial (kini Fakultas Ekonomi dan Bisnis), Prodi Pemikiran Politik Islam (PPI) dan Prodi Sosiologi Agama (SA) dari Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF), Prodi Ketatanegaraan Islam (KI) atau Siyasah Syar’iyyah dari Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), dan Prodi Kesejahteraan Sosial (Kessos) dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK).

Hanya saja, dari lima prodi yang akan jadi andalan FISIP, dua prodi tiba-tiba harus batal ikut, yakni Prodi KI dan Prodi Kessos. Dengan demikian, hanya PPI, SA, dan HI yang kemudian resmi berpisah dari induknya dan bergabung ke FISIP.

Prof Dr Bahtiar Effendy saat dikukuhkan menjadi guru besar bidang ilmu politik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

Page 7: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika� Edisi: 05/Tahun II/2009 5DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

DinaMika� Edisi: 05/Tahun II/2009 5DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

(Lihat: Prodi-prodi FISIP Itu) Menurut Jamhari, Prodi KI se-

mentara ini tak masuk karena secara keilmuan masih ”diperde-batkan”, apakah cenderung lebih kuat bidang hukumnya atau poli-tiknya. Jika kuat di bidang hukum ada kemungkinan prodi itu tetap di FSH. Tetapi jika kuat di bidang politik tawarannya adalah harus masuk FISIP. ”Soal keilmuan prodi (Ketatanegaraan Islam) ini sudah dibicarakan dengan pihak FSH, namun pihak FSH menganggap bahwa prodi tersebut masih kuat ilmu hukumnya ketimbang politik,” urainya. Adapun Prodi Kessos, menurutnya, belum masuk FISIP karena masih dalam proses penye-suaian di sana-sini.

Tak masuknya kedua prodi tadi ke dalam FISIP bukan berarti bakal tak ada penambahan prodi baru ilmu serumpun. Malah menurut Jamhari, ke depan FISIP sudah berencana untuk membuka Prodi Administrasi Publik. ”Namanya bukan Administrasi Negara, se-perti yang banyak dibuka di FISIP lain karena nomenklatur interna-sionalnya Public Administration,” jelasnya. Lagi pula, jika namanya Administrasi Negara, seolah-olah negara terpisah dengan masyarakat.

Masih menurut Jamhari, pendirian FISIP sudah lama diren-canakan. Hal itu diawali dengan berdirinya sejumlah prodi di be-berapa fakultas, baik fakultas agama maupun fakultas umum, sebagai rintisan.

”Prodi-prodi sebagai cikal bakal FISIP itu sudah lama berdiri di beberapa fakultas. Karena ilmu itu serumpun, maka perlu digabung menjadi satu fakultas,” jelasnya. Dia juga mengungkap-kan, untuk mendirikan FISIP, pimpinan universitas sudah

membicarakan dengan pimpinan fakultas yang ada prodi ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu politiknya. Demikian juga dengan sejumlah guru besar melalui rapat anggota senat universitas.

Jamhari juga memaparkan, FISIP dibuka selain karena faktor adanya beberapa prodi serumpun di fakultas yang lain, juga memi-liki modal dosen yang mumpuni dalam bidang ilmu politik. Bahkan modal dosen ilmu politik itu bukan hanya kuat secara kualitatif teta-pi juga secara kuantitatif. Sebut saja misalnya Bahtiar Effendy, Din Syamsuddin, dan Saiful Mujani, mereka rata-rata memi-liki keahlian yang spesifik yakni kemampuan kuantitatif. Dengan kata lain, mereka melihat politik lebih menekankan pada peneli-tian kuantitatif dengan survei dan statistik yang kuat serta pendeka-tan behavior studies lebih me-nonjol. ”Selama ini jika kita lihat beberapa FISIP di kampus lain kuantitatifnya tidak begitu kuat, sehingga dari sudut itu kita mem-punyai keunggulan, seperti Saiful Mujani sebagai salah seorang yang memulai tradisi survei di pe-milu,” kata doktor bidang antrop-ologi lulusan Australian National University ini.

Sementara dalam konteks yang lebih luas, jelas Jamhari, FISIP didirikan karena di dunia Islam kajian politik Islam masih sangat rendah. Bahkan bisa di-katakan kuliah atau kajian poli-tik Islam di beberapa perguruan tinggi Islam belum menyentuh pada kajian empirik. Kebanyakan studi politik Islam yang ada di dunia Islam lebih merujuk pada kajian karya-karya politik Islam klasik seperti al-Ghazali dan al-Mawardi. Sementara kajian yang lebih kontemporer atau empirik

seperti demokrasi tidak ada. Karena itu, Indonesia sebagai

negara muslim terbesar di dunia perlu mempunyai satu fakultas yang secara khusus melihat perkembangan politik di negara Islam. Penegasan ini penting agar kelak kehidupan politik di negara Islam bisa berkembang secara baik. ”Misalnya, sekarang di Indonesia sedang terkonsoli-dasi antara Islam dan demokrasi

Bahtiar tampaknya optimistik FISIP UIN akan menjadi pilihan utama bagi calon mahasiswa baru. Pasalnya, untuk konteks Indonesia, FISIP UIN sangat diperlukan mengingat penduduknya yang mayoritas Muslim. ”Disukai atau tidak, Islam akan menjadi salah satu elemen pokok dalam perkembangan perpolitikan di Indonesia,”

Page 8: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika� Edisi: 05/Tahun II/2009 �DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

DinaMika� Edisi: 05/Tahun II/2009 �DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

dan beberapa negara Islam kini sudah mulai memakai demokrasi sebagai landasan negaranya. Nah, fenomena tersebut me-merlukan kajian tersendiri yang komprehensif dan kita melihat ini sebagai kelebihan FISIP UIN,” papar Jamhari. Jika nanti FISIP bisa mengembangkan kajian khusus politik di negara Islam, imbuh dia, diharapkan nanti akan menjadi ikon bagi perkem-bangan politik Islam.

Hal senada diungkapkan Dekan FISIP Prof Dr Bahtiar Effendy. Seusai pelantikan dirinya sebagai dekan pertama FISIP periode 2009-2013 oleh Rektor Prof Dr Komaruddin Hidayat di Auditorium Utama, Kamis, 27 Agustus 2009, Bahtiar mengatakan, FISIP UIN ke depan akan menjadi fakultas andalan. Hal itu ia yakini bukan semata soal tersedianya tenaga-tenaga dosen sebagai modal utama FISIP melainkan juga ke-sempatan. ”Jumlah umat Islam Indonesia besar dan banyak par-tai Islam. Jadi, ini kesempatan sekaligus tantangan,” ujarnya.

Tak hanya itu, adanya sejum-lah dosen UIN Jakarta yang ter-libat dalam perpolitikan nasional, menurut Bahtiar, juga dipandang sebagai aset tersendiri bagi FISIP ke depan. ”Dalam empat sampai lima tahun terakhir ini banyak sekali persoalan politik yang mel-ibatkan orang-orang UIN, seperti saya sendiri, Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, atau Saiful Mujani,” jelas doktor ilmu politik lulusan Ohio State University, Colombus, AS, ini.

Karena itu, selaku dekan dan ditambah dengan pengalamannya dalam perpolitikan Islam nasional, Bahtiar akan berusaha membawa gerbong FISIP untuk berkompeti-si secara baik dengan FISIP-FISIP

di universitas lain seperti UGM atau UI. Sebab, salah satu yang menjadi ciri dan keunggulan FISIP UIN adalah faktor keislaman yang menjadi dasar pengembangan keilmuan sosial dan politiknya.

Dasar-dasar keislaman ini, kata-nya, diberikan lebih awal se-belum kemudian mengembang-kan pohon-pohon ilmu sosial dan ilmu politik. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pemisahan antara ilmu agama dan ilmu sekuler. Ini pula yang membedakan antara FISIP UIN dan FISIP di universitas lain.

Bahtiar sekali lagi optimis FISIP UIN akan menjadi pilihan utama bagi calon mahasiswa baru. Pasalnya, untuk konteks Indonesia, FISIP UIN sangat di-perlukan mengingat penduduk Indonesia mayoritas Muslim. ”Disukai atau tidak, Islam akan menjadi salah satu elemen pokok dalam perkembangan perpoliti-kan di Indonesia,” ujar pengamat politik Islam ini.

Mahasiswa FISIP saat ini ber-jumlah sekitar 7.000 orang. Mereka tersebar di tiga prodi yang diasuh. Untuk perkuliahan sementara, mereka menem-pati ruang kelas di gedung Fakultas Psikologi kampus II. Kepala Bagian Perencanaan Amri Rasyidin MPd mengatakan, gedung baru FISIP rencananya akan dibangun di la-han bekas Kantor Penghubung Pemerintah Provinsi Jawa Barat atau Wisma Kertamukti, tepat bersebelahan dengan gedung Fakultas Psikologi.

”Gedung FISIP akan dibangun pada pertegahan tahun depan dan diharapkan selesai dalam enam bulan,” ujarnya. []

Nanang Syaikhu, Akhwani Subkhi, Elly Afriani

Bahtiar sekali lagi optimis FISIP UIN akan menjadi

pilihan utama bagi calon mahasiswa

baru. Pasalnya, untuk konteks

Indonesia, FISIP UIN sangat diperlukan

mengingat penduduknya yang mayoritas Muslim.

”Disukai atau tidak, Islam akan menjadi salah satu elemen

pokok dalam perkembangan perpolitikan di

Indonesia,” ujar pengamat politik

Islam ini.

Page 9: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika� Edisi: 05/Tahun II/2009 �DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

DinaMika� Edisi: 05/Tahun II/2009 �DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

Analisanya yang tajam, komprehensif, dan kritis membuat orang tak mudah melupakannya. Bahkan, dalam diskursus agama (Islam) dan politik (negara) di Indonesia, para akademisi tak bisa alpa

dari membaca karyanya yang berjudul Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia (Paramadina, 1998).

Sabtu, 27 Juni 2009, bertempat di Auditorium Utama, Bahtiar Effendy resmi dikukuhkan sebagai guru besar ilmu politik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Pada kesempatan itu pula, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) diluncurkan. Beberapa bulan berselang, tepat-nya 27 Agustus 2009, suami dari Fardiah ini kemudian dilantik menjadi dekan pada fakultas termuda di UIN Jakarta itu.

Dalam pidato pengukuhannya berjudul The State of Our Democracy: Menata Ulang Gagasan dan Praktik Demokrasi di Indonesia, Bahtiar mengatakan, keberhasilan demokratisasi di Indonesia pada dasawarsa pertama reformasi tampak menonjol apabila dilihat dari sisi prosedur, tetapi agak menghkhawatirkan jika dilihat dari sudut kualitas, kedalam-an, dan substansi.

Pria kelahiran Ambarawa, Jawa Tengah, 10 Desember 1958, itu menilai, meski Indonesia berhasil menyelenggarakan pemilu demokratis pada era reformasi, --yang kemudian mengantarkan negeri ini menjadi negara demokratis terbesar ketiga di dunia dan negara Muslim demokra-tis terbesar di dunia-- namun pada saat yang sama, perjalanan transisi demokrasi itu hingga kini menyisakan sejumlah anomali dan distorsi.

Anomali dan distorsi transisi demokrasi itu antara lain tampak dari beberapa gejala berikut. Sebagai penganut sistem pemerintahan pre-sidensial, yang mengherankan, Indonesia justru menenggang multipar-tai. Di sisi lain, ada kesenjangan struktur dan fungsi lembaga negara, terutama legislatif. Demikian pula hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, sejak digelarnya Pilkada langsung hingga kini, belum mene-

NAMA BAHTIAR EFFENDY, kini tak

asing lagi bagi masyarakat Indonesia.

Sebagai pengamat politik, ia kerap tampil

di televisi, apalagi di momen pemilu,

beberapa waktu lalu. Di samping tulisannya

sering menghiasi surat kabar,

pendapatnya juga tak jarang dikutip media

massa. Sebagai intelektual publik, ia

juga terbiasa mengisi ceramah dalam

berbagai seminar baik di dalam maupun

di luar negeri.

Mengharap Demokrasi di Indonesia Ditata Ulang

Prof Dr Bahtiar Effendy

Page 10: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika� Edisi: 05/Tahun II/2009 9DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

DinaMika� Edisi: 05/Tahun II/2009 9DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

mukan bentuk ideal. Bahtiar mengingatkan, de-

mokrasi hanya alat bukan tujuan. Demokrasi baru bermakna jika para penyelenggara negara, yang dipilih melalui pemilu yang demokratis itu, menghasilkan kebijakan-kebijakan relevan untuk rakyat. Karena itu, ia menegaskan perlunya menata ulang sistem demokrasi di Indonesia.

“Dasar-dasar kehidupan de-mokrasi itu perlu ditata ulang untuk menciptakan sistem yang dapat membawa kebaikan bagi masyara-kat luas, bukan aturan yang sema-ta-mata ditentukan oleh persaingan para pelaku politik,” kata ayah dari Siti Nurul Hapsari, Arina Hayati, dan Atia Adjani itu.

Menurut dia, untuk mem-perkokoh dasar-dasar demokrasi dan meningkatkan legitimasi sub-stansialnya di mata publik, yang dibutuhkan sekarang adalah lang-kah-langkah penguatan dan pendal-aman demokrasi yang mengarah pada terwujudnya kehiduan politik yang bersifat beyond election atau procedural democracy. Agar hal itu bisa terwujud, ia di antaranya menawarkan tiga gagasan po-kok yang menurutnya mendesak dilakukan.

Pertama, menata ulang sistem kepartaian dengan menyederah-anakan jumlah partai politik. Hal itu bisa dilakukan dengan menetapkan ambang batas yang ketat atau meng-gunakan sistem distrik. Sehingga dapat mengatasi banyak masalah, seperti mengurangi kompleksitas persiapan, penyelenggaraan pemilu, penghitungan suara, dan peneta-pan pemenang pemilu. Di samping itu, terkait sistem pemilu, yang juga mendesak yaitu menata ulang waktu pelaksanaan pemilihan kepala daerah menjadi serentak.

Kedua, mengefektifkan fungsi kelembagaan parlemen. “Keberadaan

tiga kamar di parlemen (DPR, DPD, dan MPR), dengan fungsi yang tidak semuanya optimal merupakan in-efisiensi, baik secara politik maupun ekonomi,” tegas Bahtiar. Agar efektif pilihannya adalah DPD harus diberi fungsi yang sebanding dengan DPR atau meniadakan keberadaan DPD, karena ketidakmampuan parlemen untuk menetapkan fungsi dan peran institusi ini secara optimal.

Ketiga, menata ulang hubungan pemerintah pusat dan daerah. Di era otonomi daerah, di mana ke-pala dearah dipilih langsung oleh rakyat, sudah saatnya hubungan pusat dan daerah direvisi. Dilema peran pemerintah provinsi; antara sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana disebut dalam UU No. 32 Tahun 2004, dan sebagai representasi dari rakyat provinsi yang dipimpinnya, karena dipilih langsung oleh rakyat, harus segera diperjelas. “Siapa sesungguhnya konstituen utama dari pemerintah provinsi tersebut?” tegasnya.

Melalui tiga gagasan di atas, Bahtiar berharap dapat mengubah arah demokrasi di Indonesia ke de-pan, dari sekadar prosedural menu-ju demokrasi yang lebih substansi-al. Demokrasi yang mampu meng-hasilkan partisipasi publik yang sta-bil dan pertumbuhan ekonomi yang menyejahterakan semuanya.

Bahtiar merupakan sosok in-telektual yang khas. Sejak remaja bakat intelektualnya telah tampak. Belum lagi tamat dari Pondok Pesantren Pabelan, Magelang, Jawa Tengah, pada 1976, atas beasiswa beasiswa Ameican Field Service (AFS), ia bertolak ke negeri Paman Sam untuk mencicipi bang-ku sekolah di Columbia Falls High School, Columbia Falls, Montana, Amerika Serikat, selama satu tahun (1976-1977).

Sepulang dari Montana,

Bahtiar mengingatkan,

demokrasi hanya alat bukan tujuan.

Demokrasi baru bermakna jika para

penyelenggara negara, yang dipilih

melalui pemilu yang demokratis itu, menghasilkan

kebijakan-kebijakan relevan untuk

rakyat. Karena itu, ia menegaskan

perlunya menata ulang sistem demokrasi

di Indonesia. “Dasar-dasar

kehidupan demokrasi itu perlu ditata ulang

untuk menciptakan sistem yang dapat

membawa kebaikan bagi masyarakat

luas, bukan aturan yang semata-mata

ditentukan oleh persaingan para

pelaku politik,”

Page 11: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika� Edisi: 05/Tahun II/2009 9DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

DinaMika� Edisi: 05/Tahun II/2009 9DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

Amerika Serikat, Bahtiar menga-jar di pesantrennya selama satu tahun. Pada 1976, ia melanjutkan ke Fakultas Ushuluddin IAIN (kini, UIN.) Jakarta. Selama menjadi ma-hasiswa, Bahtiar aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat. Di organisasi ini pula ia mengenal dan dikader secara in-telektual oleh para seniornya, an-tara lain Fachry Ali, Komaruddin Hidayat, Azyumardi Azra, (alm.) Iqbal Abdurrauf Saimima, dan (alm.) Badri Yatim.

Di tengah aktivitasnya sebagai mahasiswa dan aktifis, kesempa-tan mengikuti kegiatan berskala internasional datang kembali. Pada 1981, Bahtiar mengikuti program The Ship for Southeast Asian Youth and Japan. Selama dua bulan, ia bersama dua ratusan pemuda dari Asia Tenggara dan Jepang, berke-liling Asia Tenggara dan Jepang berdialog dengan masyarakat dan pimpinan pemerintahan setempat.

Tak berhenti sampai di situ, setelah menamatkan sarjana mu-danya dengan risalah yang ditulis dalam bahasa Inggris berjudul Matin Luther, ia bekerja di Dewan Masjid Asia Tenggara dan Lautan Teduh. Di lembaga itulah ia berkesempa-tan lebih luas mengunjungi berba-gai kota di luar negeri, antara lain Colombo di Sri Lanka dan London di Inggris.

Seiring pergaulan dan bacaan-nya yang makin luas, perjalanan in-telektualnya pun kian matang. Pada 1985, untuk keperluan mendapat gelar sarjana lengkap (Drs), Bahtiar menulis skripsi yang kemudian dikembangkan menjadi buku bersa-ma Fachry Ali berjudul Merambah Jalan Baru Islam (Mizan, 1986).

Merambah Jalan Baru Islam merupakan analisis sosial-historis perkembangan masyarakat nusan-

tara sejak sebelum berkembang-nya Islam hingga munculnya tradisi baru pemikiran Islam pada masa Orde Baru. Bahtiar memetakan em-pat gerbong pemikiran Islam yang tengah berkembang kala itu, yakni neo-modernisme Islam, sosialisme demokrasi Islam, universalisme Islam, dan modernisme Islam.

Usai menamatkan program S1 di IAIN (kini, UIN.) Jakarta, pada 1986, Bahtiar meneruskan program S2 pada Southeast Asia Studies Program, Ohio University, Athens, Ohio hingga lulus pada tahun 1988. Di bawah bimbingan Prof. William Frederick dan Prof. Susan Rodgers, Bahtiar menulis tesis berjudul The Nine Stars and Politics: A Study of the Nahdlatul Ulama’s Acceptance of Asas Tunggal and Its Withdrawal from Politics.

Pada tahun yang sama, atas anjuran dan bantuan Prof. William Liddle, ia belajar Ilmu Politik di Ohio State University, Columbus, Ohio. Ia kemudian melanjutkan program doktor di kampus yang sama dan lulus tahun 1994. Disertasinya yang berjudul Islam and the State: The Transformation of Islamic Political Ideas and Practices in Indonesia diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Paramadina pada 1998. Pada ta-hun 2003 edisi Inggrisnya diter-bitkan Institut of Southeast Asian Studies, Singapura.

Karirnya di bidang akademik di tanah air, dimulai tahun 1995. Pada tahun itu ia mulai menga-jar di Fakultas Ushuluddin dan Program Pascasarjana IAIN (kini, UIN) Jakarta. Di samping itu ia juga tercatat pernah mengajar di sejumlah perguruan tinggi, seperti Universitas Indonesia, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Univer-

sitas Jayabaya, dan IAIN Raden Fatah Palembang. Ia juga per-nah menjadi senior fellow pada Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological Universities (NTU), Singapura.

Di samping mengajar, Bahtiar juga aktif menulis, ceramah, dan seminar di dalam maupun luar ne-geri, sehingga ia dikenal sebagai pengamat politik. Di luar kampus, Bahtiar pernah bergabung dengan Center for Policy and Development Studies (CPDS), menjadi sekre-taris Menteri Agama Dr. Tarmizi Taher selama 10 hari, dan Deputi Direktur pada Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha, Anggota MPR-RI, Wartawan Panji Masyarakat, dan co-host dalam Mimbar Indonesia di TVRI.

Karya intelektualnya antara lain Merambah Jalan Baru Islam (dengan Fachry Ali, Mizan: 1986), Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia (Paramadina, 1998), Radikalisme Islam (suntingan den-gan Hendro Prasetyo, PPIM: 1998), (Re)Politisasi Islam: Pernahkan Islam Berhenti Berpolitik? (Mizan: 2000), Teologi Baru Politik Islam, (Galang: 2001), Masyarakat Agama dan Pluralisme Keagamaan (Galang: 2001), Islam and the State in Indonesia (ISEAS: 2003), Jalan Tengah Politik Islam (UshulPress, 2005), Gus Dur dan Pupusnya Dwi Tunggal (UshulPress, 2005), Islam in Contemporary Indonesian Politics (UshulPress dan Soegeng Sarjadi Syndicate, 2006). Kini, ak-tivitas Bahtiar selain sebagai guru besar ilmu politik juga menjabat dekan FISIP UIN Jakarta periode 2009-2013. []

Hanifudin Mahfuds

Page 12: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika�0 Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

DinaMika�0 Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

ILMU POLITIK Program Studi Ilmu Politik sebelum-nya bernama Pemikiran Politik Islam (PPI). Prodi ini didirikan di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Kelembagaan Islam Departemen Agama Nomor DJ/.II/235/2003. Namun, pada tahun pada tahun akademik 1999/2000, PPI sudah mulai menerima mahasiswa dan melaksanakan perkuliahan angka-tan pertama.

Prodi Ilmu Politik bertujuan me-nyiapkan sarjana yang memiliki ke-ahlian dalam disiplin ilmu politik dan pemikiran politik Islam, khususnya yang berkembang di dunia Islam seperti Timur Tengah, Indonesia, dan negara Muslim lainnya. Lulusan Ilmu Politik diharapkan dapat beker-ja secara akademik maupun profe-sional dalam bidang politik, khusus-nya politik Islam.

Selain itu, lulusannya juga di-harapkan memiliki pemahaman dan kemampuan analisis perkem-bangan politik di berbagai kawasan Islam dan mampu mengaplikasikan pendekatan politik dalam melaku-kan penelitian, perencanaan, dan pengembangan masyarakat.

Saat ini, Prodi Ilmu Politik telah memperoleh akreditasi A dengan nilai 379 berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Nomor 009/BAN-PT/AK-X/S1/IV/2007. Masa berlaku akreditasi tersebut berlangsung hingga 27 April 2012.

SOSIOLOgI Program Studi Sosilogi se-belumnya bernama Sosiologi Agama yang berdiri di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Prodi ini memperoleh izin dari Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam Departemen Agama berdasar-kan Surat Keputusan Direktur Jenderal Kelembagaan Islam Departemen Agama Nomor DJ/.II/165/2002. Sebagaimana Prodi Ilmu Politik, Prodi Sosiologi sudah menerima ma-hasiswa baru angkatan perta-manya pada tahun akademik 1999/2000. Prodi ini memiliki fokus kajian utama pada analisa sosial keagamaan dalam pan-dangan ilmu sosial empirik.

Tujuan didirikannya prodi ini untuk menyiapkan sarjana yang memiliki keahlian menga-nalisa berbagai fenomena so-sial keagamaan dalam pers-pektif ilmu-ilmu sosial empiris. Lulusan Sosiologi diharapkan dapat menjadi pengamat politik, peneliti sosial, aktifis sosial dan perencanaan dan pengemban-gan masyarakat.

Prodi Sosiologi mendapat-kan akreditasi A dengan nilai 364 berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Nomor 009/BAN-PT/AK-X/S1/IV/2007. Masa berlaku Prodi Sosiologi berlangsung hingga 27 April 2012.

HUBUNgAN INTERNASIONAL

Program Studi Hubungan Internasional didirikan pada ta-hun akademik 2005/2006. Prodi ini bertujuan menyiapkan sarjana yang menempatkan dirinya sebagai pembuka wawasan dan cakrawala dunia internasional yang diarahkan pada terwujudnya tujuan nasional berbangsa dan bernegara.

Kurikulum yang digunakan prodi ini mengacu pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Tujuanya untuk memacu ma-hasiswa supaya tidak hanya mengembangkan pengetahuan dan keilmuan tentang Hubungan Internasional semata, tetapi juga memiliki kemampuan dan pengala-man praktis yang siap bekerja di lembaga pemerintah dan non-pemerintah baik nasional maupun internasional.

Penyelenggaraan pendidikan Prodi Hubungan Internasional ber-orientasi pada tuntutan global, yai-tu kecenderungan berkembangnya hubungan ekonomi politik interna-sional dan hubungan politik strate-gi internasional. Untuk menjawab tuntutan tersebut, maka prodi ini menyediakan tiga peminatan kuri-kulum pendidikan, yaitu ekonomi politik internasional, pengkajian strategi internasional, dan diplo-masi. Kajian strategis ini diperkuat dengan nilai-nilai keislaman sehing-ga lulusannya tidak hanya memiliki skill dan keilmuan, tapi juga spiritu-alitas yang kuat. []

Akhwani Subkhi

Prodi-prodi FISIP Itu

Page 13: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika�0 Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

DinaMika�0 Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

Bisa Anda jelaskan bagaimana kronologi pem-bukaan FISIP?

Ada beberapa alasan terkait pembukaan FISIP ini. Pertama, pembukaan FISIP terkait dengan beberapa jurusan yang ada di kampus UIN yang dulu memang sudah dirintis untuk menjadi FISIP. Jadi, pada dasarnya pembukaan FISIP bukan hal baru, tapi sudah lama di-rintis ketika UIN membuka program studi Hubungan Internasional, Pemikiran Politik Islam, Sosiologi Agama dan Kesejahteraan Sosial yang notabene

secara keilmuan satu rumpun dan harus bergabung dalam satu fakultas. Sekarang prodi-prodi tersebut masih tersebar di beberapa fakultas berbeda yang secara keilmuan menyulitkan pengembangan prodi yang pada dasarnya satu rumpun itu.

Kedua, pembukaan FISIP terkait proses pengem-bangan prodi di kampus kita agar sesuai dengan disiplin keilmuan internasional, misalnya, Hubungan Internasional bergabung dengan politik. Jadi kita ingin menyesuaikan nomenklatur prodi agar sesuai dengan

Dr Jamhari Pembantu Rektor Bidang Akademik

MULAI tahun akademik 2009/2010, UIN membuka fakultas baru yakni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Pendirian FISIP berdasarkan Keputusan Rektor Nomor 162 Tahun 2009 dan diluncurkan berbarengan dengan pengukuhan Prof Dr Bahtiar Effendy sebagai guru besar dalam bidang ilmu politik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat di Auditorium Utama pada akhir Juni lalu. Tak lama kemudian, Rektor Prof Dr Komaruddin Hidayat melantik Prof Dr Bahtiar Effendy se-bagai pejabat Dekan FISIP periode 2009-2013 pada 27 Agustus 2009. Berikut wawancara Akhwani Subkhi dari DINAMIKA dengan Pembantu Rektor Bidang Akademik Dr Jamhari seusai pelantikan Bahtiar Effendy mengenai kronologis pendirian FISIP.

FISIP Akan Menjadi Ikon Kajian Politik Islam di Tanah Air

Page 14: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika�2 Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

DinaMika�2 Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

standar internasional. Karena itu, FISIP perlu dibuka untuk mengumpulkan prodi yang memiliki kesamaan keilmuan.

Ketiga, FISIP ini penting karena di dunia Islam kajian politik Islam sangat masih rendah bahkan bisa dikatakan kuliah atau kajian politik Islam di beberapa perguruan tinggi Islam belum menyentuh pada kajian empirik. Kebanyakan studi politik Islam yang ada di dunia Islam lebih merujuk pada kajian karya-karya politik Islam klasik seperti al-Ghazali, al-Mawardi dan sebagainya. Sementara kajian yang lebih kontempo-rer atau empirik seperti demokrasi dan lainnya tidak ada. Karena itu, Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia perlu mempunyai satu fakultas yang secara khusus melihat perkembangan politik di negara Islam agar kelak kehidupan politik di negara Islam bisa berkembang secara baik. Misalnya, seka-

rang di Indonesia sedang terkonsolidasi antara Islam dengan demokrasi dan beberapa negara Islam kini sudah mulai memakai demokrasi sebagai landasan negaranya. Fenoemena tersebut memerlukan kajian tersendiri yang komprehensif dan kita melihat ini se-bagai kelebihan FISIP di kampus UIN. Jika nanti FISIP bisa mengembangkan kajian khusus politik di nega-ra Islam, diharapkan nanti akan menjadi ikon bagi perkembangan politik Islam.

Soal kajian politik Islam, apakah di kampus lain tidak ada?

Memang ada beberapa kampus yang menjadikan kajian politik Islam sebagai mata kuliah atau konsen-trasi tapi tidak ada yang mengkajinya secara khusus tentang wilayah Islam. Misalnya kasus demokrasi, jika dijadikan tema kajian demokrasi dan Islam di negara Islam seperti Indonesia, Pakistan, Turki, Irak, dan lainnya tentu akan menjadi perkembangan menarik yang selama ini belum banyak terekspose. Coba kita lihat saja di televisi ketika pemilu pengamat yang di-undang banyak dari kampus UIN seperti Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, Bahtiar Effendy, Saiful Muzani, dan Burhanuddin.

Dengan kata lain, FISIP UIN bisa menjadi pusat kajian politik Islam di Tanah Air?

Saya kira kita mempunyai modal karena bagaima-na pun di Indonesia memahami politik tidak akan bisa tanpa memahami sosiologi masyarakat muslimnya. Misalnya bagaimana politik dan orang Islamnya se-perti NU atau Muhammadiyah. Selama ini kita sudah mempunyai modal, yakni kita bagian dari sosiologi ma-syarakat muslim itu, tapi kerangka politiknya belum. Saya kira modal kita besar dan akan menjadi keung-gulan yang luar biasa. Bahkan dalam beberapa tahun ke depan akan menjadi tempat kajian dan tempat orang bertanya tentang politik Islam di Indonesia.

Lantas apa diferensiasi dan daya tawar FISIP UIN?

Sekarang ini sedang dirancang beberapa hal yang akan menjadi keunikan atau distingsi FISIP, yakni akan menjadi kajian politik Islam di dunia Islam yang pertama. Kita akan melihat Arab Saudi dan konflik Palestina bukan sekadar dari sudut pandang fikih atau agama, melainkan dari sudut pandang poli-tiknya. Selama ini jika ada komentar tentang konflik Afghanistan, misalnya, kita tidak pernah bersuara

FISIP ini penting karena di dunia Islam kajian politik

Islam sangat masih rendah bahkan bisa dikatakan kuliah

atau kajian politik Islam di beberapa perguruan tinggi

Islam belum menyentuh pada kajian empirik

Page 15: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika�2 Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

DinaMika�2 Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

karena tidak ada kajiannya. Saya kira ini akan men-jadi nilai tambah yang membedakan FISIP UIN dengan FISIP universitas lain. Itu pertama.

Kedua, dari sudut keilmuan kebetulan beberapa dosen kita seperti Bahtiar Effendy, Saiful Mujani, Din Syamsuddin, dan yang lainnya memiliki keahlian yang spesifik yakni kemampuan kuantitatif. Mereka melihat politik lebih menekankan pada penelitian kuantitatif dengan survei dan statistik yang kuat serta pendeka-tan behavior studies lebih menonjol. Namun begitu tetap saja kualitatifnya juga harus kuat. Selama ini jika dilihat beberapa FISIP di kampus lain kuantitatifnya ti-dak begitu kuat, maka dari sudut itu kita mempunyai keunggulan. Misalnya, Saiful Mujani adalah salah satu orang yang memulai tradisi survei di pemilu.

Ketiga, bagaimanapun, diakui atau tidak, Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia dan orang in-gin melihat perkembangan politik Islam di Indonesia. Seperti yang saya katakan tadi bahwa politik di Indonesia tidak bisa dipahami tanpa memahami so-siologi umat Islamnya, dan kebetulan saja kita sudah belajar sosiologi umat sudah lama sekali. Saya kira ini akan menjadi keunggulan yang susah ditandingi oleh universitas lain.

Bagaimana dengan tenaga pengajarnya?

Tenaga pengajar juga sudah kuat , di antara-nya ada Bahtiar Effendy, Din Syamsuddin, Masykuri Abdillah, dan Hendro Prasetyo. Mereka adalah lulusan dari perguruan tinggi ternama seperti Ohio University dan McGill University. Menurut saya, soal tenaga peng-ajar tidak akan kekurangan melainkan justru memiliki basis kuat. Bahkan salah satu latarbelakang pembu-kaan FISIP ini ya karena kesiapan tenaga pengajarnya tadi.

SK Rektor No 162 Tahun 2009 tentang Pembukaan FISIP disebutkan ada lima prodi yang ditawarkan. Tapi nyatanya Prodi Ketatanegaraan Islam di Fakultas Syariah dan Hukum menolak bergabung ke FISIP. Apa komentar Anda?

Di Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) kita berikan pilihan karena negosiasi pada dasarnya lebih dekat pada pemikiran politik. Tapi menurut teman-teman di FSH Prodi Siyasah Syariyah lebih dekat pada hukum. Jika mereka merasa lebih dekat pada hukum daripada politik ya silakan. Untuk ke depan nanti kita akan duduk-kan, jika spesifikasi seperti itu harus disendirikan, yakni bahwa Siyasah Syariyyah lebih dekat pada hukum poli-tik daripada ilmu politik. Kita bisa memahami pilihan

mereka untuk menjadi sarjana hukum daripada sarjana politik. Walaupun pada waktu awal saya bilang jika me-mang nanti negosiasi lebih pada hukum, maka harus tercermin pada kuliahnya karena namanya FSH. Jadi kalau lebih cenderung politik silakan masuk ke FISIP. Apakah jumlah prodi di FISIP akan tetap atau bertambah di tahun mendatang?

Sekarang ini ada empat Prodi yang kita satu-kan, yaitu Hubungan Internasional, Sosiologi Agama, Pemikiran Politik Islam, dan Kesejahteraan Sosial. Kita sedang memikirkan untuk membuka satu prodi lagi yakni Administrasi Publik karena dosen-nya juga sudah kuat. Di beberapa universitas na-manya Administrasi Negara, tapi kita lebih memilih Administrasi Publik karena nomenklatur internasion-alnya adalah Public Administration. Pada dasarnya mengatur negara adalah mengatur publik. Jadi jika namanya Administrasi Negara seolah-olah negara ter-pisah dengan masyarakat.

Bagaimana dengan prospek lulusannya nanti?

Ya lulusannya adalah seorang ilmuan ahli politik yang bisa dimanfaatkan ke mana saja. Ahli politik itu tidak mesti menjadi politisi, melainkan bisa menjadi pengamat politik, diplomat atau pengusaha. Jadi me-mang sangat luas sekali prospeknya.

Oya, bisa Anda jelaskan pertimbangan penunjuk-kan Bahtiar Effendy sebagai Dekan FISIP?

Pertama, secara keilmuan Bahtiar adalah seorang ilmuan politik dan profesor di bidang ilmu politik. Dia adalah lulusan dari perguruan tinggi bergengsi di Amerika Serikat. Jadi dari sudut pendidikan dan aka-demiknya memang dia yang paling layak. Kedua, dari produktivitas menulis maupun karya-karyanya, Bahtiar sudah sangat banyak. Buku-buku Bahtiar Effendy ban-yak menjadi rujukan yang selalu dikutip orang ketika bicara tentang politik Islam. Melalui karya-karyanya dia juga bisa menjadi opinion leader dan saya kira ini menambah kualifikasi dia untuk menjadi dekan. Sebab, secara keilmuan dia bisa mendorong dan mengarah-kan akademik dan produktivitasnya. Ketiga, dia adalah public figure yang sudah dikenal. Kita berharap melalui posisi tawar yang baik dari dia bisa menjadi pendorong FISIP untuk cepat berkembang. Sebab kalau negosiasi, berdiskusi atau mencari funding bisa menjadi berbo-bot karena orang yang dipilih mempunyai wibawa dan keilmuan. []

Page 16: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika�� Edisi: 05/Tahun II/2009 �5DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

DinaMika�� Edisi: 05/Tahun II/2009 �5DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

Prof Dr Bahtiar Effendy Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

DEKAN FISIP Prof Dr Bahtiar Effendy optimis FISIP akan menjadi fakultas andalan di UIN. Hal itu selain faktor sumberdaya manusia yang tersedia, juga memiliki ke-sempatan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim. Untuk mengetahui lebih banyak ten-tang prospek FISIP ke depan, berikut wawancara Nanang Syaikhu dari DINAMIKA dengan doktor ilmu politik lulusan Ohio State University Colombus itu. Petikannya:

FISIP Bisa Menjadi Fakultas Andalan

Anda kini menjadi Dekan FISIP. Apa saja program kerja yang akan dilakukan dan dikembangkan dalam waktu dekat ini?

Untuk sementara ini kita tidak ingin melakukan yang muluk-muluk dahulu. Yang akan kita lakukan adalah bagaimana meletakkan dasar-dasar pengembangan fakultas yang baru berdiri ini. Apalagi kita juga baru memiliki tiga program studi (prodi), yakni Ilmu Politik, Sosiologi, dan Hubungan Internasional. Prodi Kesejahteraan Sosialbagaimana?

Prodi Kesejahteraan Sosial belum kita lakukan. Kita akan mantapkan dahulu baik dari segi kurikulum maupun tenaga-tenaga pengajarnya serta bagaimana mata kuliah yang ada dijalankan. Di FISIP ini kan lebih banyak mata kuliah umumnya sehingga perlu penyesuaian di sana-sini. Baru setelah itu kita akan melangkah lebih jauh, apakah akan ada prodi-prodi lain yang dibuka. Selain itu, juga bagaimana pembinaan mahasiswanya,

Page 17: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika�� Edisi: 05/Tahun II/2009 �5DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

DinaMika�� Edisi: 05/Tahun II/2009 �5DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

sudah jelas sehingga tak dipersoalkan lagi. Berarti dengan nomenklatur baru itu isinya pun baru?

Ketiga prodi yang ada kan sudah berjalan. Yang penting sekarang kita mengordinasikan tiga prodi tersebut dan kemudian mengusahakan asas legal hukumnya. Asas legal hukum itu misalnya menegaskan bahwa prodi Pemikiran Politik Islam namanya sekarang Ilmu Politik, prodi Sosiologi Agama sekarang menjadi Sosiologi. Jadi di samping nomenklatur lama akan hilang, isinya pun baru.

O ya bagaimana dengan tenaga pengajarnya? Secara khusus SDM internal kita masih kurang.

Tapi kita punya modal yang cukup. Banyak juga dari luar yang akan membantu, jadi saya kira akan mudah mengembangkannya. Di samping itu kita punya program sendiri, misalnya kita akan mendorong mereka untuk memperoleh kesempatan melanjutkan studi program S3 di dalam dan di luar negeri. Orang-orang lain kita bantu memperoleh beasiswa masak orang dalam UIN sendiri tidak bisa. Jadi saya tidak risau. Meskipun SDM kita belum cukup tapi modal dasarnya sudah ada. Sebagai fakultas yang baru berdiri, FISIP tentu masih membutuhkan penopang, misalnya fakultas pembina seperti Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)?

FISIP UIN sementara ini tak ada fakultas yang menjadi pembina baik dari UI maupun univesitas lain. Berbeda dengan FKIK karena modal dasarnya waktu itu nggak punya. Artinya FKIK benar-benar dari awal sehingga masih membutuhkan fakultas pembina seperti bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran UI. Tapi untuk FISIP tidak ada. Rencana kerja sama dengan lembaga lain?

Banyak. Saya Oktober mendatang mau ke Amerika atas biaya The Asia Foundation dan Kedubes AS. Di AS saya akan melihat-lihat kembali prodi politik dan sosial di sejumlah universitas yang mengelola program S1, misalnya mata kuliah apa saja dan buku-buku yang dipakainya apa saja. Setelah itu mungkin ada bentuk kerja sama yang bisa kita bangun. Dalam waktu dekat ada?

Sementara ini belum ada. Sebab, selama enam bulan ini saya akan berkonsentrasi lebih dahulu

insfrastruktur, perpustakaan, laboratorium computer, dan sebagainya. Laboratorium komputer ini penting karena dalam ilmu politik dan sosial itu banyak berkaitan dengan angka-angka dan statistik. Jadi kita akan jalan pelan-pelan dengan modal yang ada saat ini. Kita jalan dari awal dan dengan prodi-prodi yang sudah ada sebelumnya di fakultas lain. Sebagaimana fakultas lain di UIN Jakarta, apakah FISIP juga memiliki distingsi tersendiri?

Ya, yang membedakan FISIP UIN dengan dengan FISIP di universitas adalah mengenai dasar-dasar Islamnya. Pelajaran-pelajaran dasar mengenai keislaman akan diberikan lebih dahulu dan dengan dasar itu kita dikembangkan pohon-pohon ilmu sosial dan ilmu politik, sehingga tidak ada pemisahan antara ilmu agama dan ilmu sekuler. Jadi itu yang menjadi salah satu kelebihan FISIP UIN. Apakah secara substanstif FISIP juga akan menguatkan segi-segi etika berpolitik?

O tidak. Kita kan hanya mengelola program S1, jadi dalam kurikulum diberikan muatan yang sama seperti FISIP di universitas-universitas lain. Ada yang menjadi pelajaran inti dan konsentrasi. Mudah-mudahan hal itu akan membantu mahasiswa dan menjadi pilihannya. Termasuk dalam ilmu sosial?

Ya semua sama saja. Kita akan memberikan sebuah prodi yang standar dan beberapa mata kuliah yang diperlukan atau relevan. Dengan begitu kita berharap lulusan FISIP UIN akan menjadi sarjana politik dan sosial yang bisa dipertanggungjawabkan. Dalam FISIP ada ranah politik dan so-sial, apakah akan ada penguatan di salah satunya?

Dua-duanya akan menjadi perhatian, karena dua hal itu saling berkaitan. Bahkan cabang-cabang ilmu lain seperti antropologi juga mungkin bisa dimasukkan ke dalam FISIP. Jadi baik ilmu politik maupun ilmu sosial keduanya akan kita perhatikan bersama dan tidak ada yang dianakemaskan. Soal nomenklatur prodi bagaimana, apakah tetap atau akan ada perubahan?

Ya semua akan direncanakan. Prodi Pemikiran Politik Islam (PPI) yang semula berada di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) akan menjadi dasar prodi Ilmu Politik dan Sosiologi Agama akan menjadi Sosiologi. Tetapi kalau prodi Hubungan Internasional

Page 18: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika�� Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus

DinaMika�� Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

kepada pembehahan di dalam. Jadi akan memperkuat kelembagaan dahulu. Mungkin setelah berjalan satu atau dua semester baru kita akan mengembangkan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga-lembaga di luar negeri. Lantas apa harapan Anda dengan berdirinya FISIP di UIN?

Mudahan-mudahan FISIP ini bisa menjadi fakultas andalan di UIN. Saya yakin betul itu, apalagi kalu kita lihat dalam empat sampai lima tahun terakhir ini banyak sekali persoalan politik yang melibatkan orang-orang UIN, seperti saya sendiri, Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, atau Saiful Mujani. Maksudnya tetap “pede”, begitu?

Betul. Kita sudah bisa. Bahkan tanpa FISIP pun kita sudah masuk di ranah politik seperti itu. Apalagi

dengan adanya FISIP sekarang, saya kira ke depan orang melihat bukan sekadar alternatif tapi menjadi pilihan utama. Jadi kita akan berkompetisi secara baik dengan FISIP lain yang sudah lama berdiri seperti di UGM dan UI. Bagi saya, yang menggembirakan dengan FISIP UIN adalah dasar-dasar keislamannya itu tadi. Untuk konteks Indonesia saya kira sangat diperlukan, karena umat Islamnya yang mayoritas. Jadi, disukai atau tidak disukai, Islam akan menjadi salah satu elemen pokok dalam perkembangan perpolitikan di Indonesia. Apakah karena lebih memperhatikan etikaberpolitik?

Tak hanya dari segi etika, karena Islam juga memberi perspektif bagaimana politik harus dikembangkan. Orang-orang Islam dan partai Islam cukup banyak. Jadi ada tantangan dan sekaligus kesempatan.[]

Page 19: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika�� Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Fokus Wawancara Khusus (((

DinaMika�� Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Apa yang membedakan antara FITK UIN Jakarta dengan fakultas kependidikan lain?

Perguruan tinggi itu ada dua macam, pertama, perguruan tinggi umum seperti Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan semacamnya. Kedua, fakultas tarbi-yah atau fakultas agama, baik negeri maupun swasta. Pada dasarnya, perbedaan antara FITK deng-an, mis-alnya, UNJ dan semacamnya sangatlah tipis. Kenapa? Karena, dari sebelas prodi yang ada di FITK, yang betul-betul ownership-nya Departemen Agama hanya tiga prodi, yaitu Pendidkan Bahasa Arab (PBA), Pendidikan Agama Islam (PAI), dan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Sedangkan yang lain seperti Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI), Pendidikan Matematika, Pendidikan Bahasa Inggris (PBI), Biologi, Fisika, Kimia, IPS, dan Manajemen Pendidikan standarisasi dan induknya ke Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Dalam penyelenggaraannya pun, prodi umum di bawah Depag harus mendapat rekomendasi dari Depdiknas. Namun, ketika standarisasinya adalah Depdiknas maka keberadaan FITK sama dengan universitas umum atau LPTK lainnya.

Kendati demikian, ada perbedaan antara prodi-prodi umum yang ada di FITK deng-an prodi-prodi yang ada di universitas umum, yaitu kita masih memiliki celah untuk memberikan pemahaman atau ilmu-ilmu keagamaan diband-ingkan dengan UNJ. Kalau UNJ atau kita sebut LPTK umum, hanya memberikan dua sistem kredit se-mester atau SKS untuk selamanya, selama mahasiswa belajar di prodi

FITK Siap Lahirkan Tenaga guru Andal dan ProfesionalSEBAGAI lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan atau LPTK, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) hingga kini terus berbenah diri, baik akademik maupun non-akademik. Hal itu dilakukan agar FITK memiliki keunggulan sebagai pencetak guru andal dan profesional. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan FITK kini, berikut wawancara Humaidi AS dari DINAMIKA dengan Dekan FITK Prof Dr Dede Rosyada yang ber-langsung di ruang kerjanya, Selasa, 26 Mei 2009.

Page 20: Majalah DinaMika Edisi 5

))) Wawancara Khusus

DinaMika�� Edisi: 05/Tahun II/2009 �9DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009DinaMika�� Edisi: 05/Tahun II/2009 �9DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

tersebut. Sementara di FITK, mahasiswa mendapat-kan pemahaman keagamaan atau ilmu-ilmu agama sebanyak minimal delapan SKS bahkan lebih. Tetapi, bargaining-nya berada pada maksimum SKS yang di-raih oleh mahasiswa. Sehingga target minimum SKS untuk keahlian dapat terpenuhi. Jadi, rata-rata di prodi umum untuk core keahliannya bisa mencapai antara 56 hingga 60 persen dari kurikulum, rata-rata antara 102 hingga 120 sks. Misalnya matematika 102 SKS, biologi 110 SKS ditambah pendidikan 36 SKS, dan pendidikan agama 8. Dengan demikian, mahasiswa mendapatkan 160 SKS. Jadi rata-rata, mahasiswa mengambil 154-156 SKS. Kenapa sampai 150 ke atas, karena pendidikan agama mereka mendapat-kan 8 SKS. Oleh karena, pendidikan agama di FITK lebih holistik. Kedua, kelebihan FITK adalah masalah culture. Culture di sini lebih monolitik atau homo-gen. Artinya, semua mahasiswa yang mendaftar di FITK basis keagamaannya adalah sama, yaitu Islam. Walaupun mereka mengambil prodi umum tapi basis keluarganya minimal memiliki intensitas lebih tinggi untuk pengetahuan agama. Oleh karena itu, basic cul-ture yang ada di sini menjadi distingsif dengan kam-pus-kampus lain.

Inikah nilai positifnya?Ya, betul. Itulah kelebihan yang kedua. Sedangkan

kelebihan yang pertama tadi adalah agamanya lebih kuat. Sedangkan distingsi yang ketiga adalah school culture-nya, lingkungan kampus atau religiusnya jauh lebih bisa dimenej oleh fakultas. Keempat, ekspresi-ekspresi dari kegiatan-kegiatan juga memiliki apresi-asi kepada religiusitas yang kuat. Walaupun fakultas memberikan kebebasan untuk melakukan ekspresi, tapi values yang mereka bawa adalah religious values.

Adakah kelebihan-kelebihan lain yang di-miliki oleh FITK, soal proses belajar belajar misalnya?

Tentu ada. Selain keunggulan-keunggulan yang telah dicapai oleh tarbiyah selama ini, yang bisa dinik-mati oleh mahasiswa, FITK juga menerapkan basis pembelajaran yang berbasis pada ICT. Kenapa saya katakan ICT? Karena semua dosen kami berikan blog untuk bahan ajar. Blog tersebut berada di website LPTK, www.lptk-uinjkt.ic.id. Dengan blog tersebut di-wajibkan bagi semua dosen untuk memasukkan bahan ajar satu minggu sebelum perkuliahan dimulai. Jadi, bahan ajar satu semester sudah masuk di blog terse-

but. Dengan demikian, semua mahasiswa dapat men-gakses, mem-browsing, dan men-download semua bahan ajar mata kuliahnya sebelum perkuliahaan dimulai. Kemudian, mahasiswa dapat meng-explore-nya ditambah dengan informasi-informasi lain dari sumbei-sumber yang kaya melalui internet dan yang lainnya. Untuk mendukung hal tersebut, di lingkungan FITK dari lantai satu sampai lantai tujuh ada hotspot internet gratis selama 24 jam bagi mahasiswa. Jadi, fasilitas untuk mahasiswa sangat luar biasa dalam mendukung mereka untuk menjadi mahasiswa yang kompetitif. Dan ini sesuai dengan moto FITK, ung-gul, kompetitif, dan profesional. Mahasiswa FITK ha-rus menjadi sarjana yang unggul, yang profesional, dan mempunyai daya saing yang kuat saat mereka sudah masuk pasar. Selain itu, di seluruh kelas, kita lengkapi dengan fasilitas multimedia, termasuk juga laboratorium-laboratorium.

FITK juga menerapkan pembelajaran yang berbasis pada ICT. Kenapa saya katakan ICT? Karena semua dosen kami berikan blog untuk bahan ajar. Blog tersebut berada di website LPTK, www.lptk-uinjkt.ic.id. Dengan blog tersebut diwajibkan bagi semua untuk memasukkan bahan ajar satu minggu sebelum perkuliahan dimulai. Jadi, bahan ajar satu semester sudah masuk di blog tersebut. Dengan demikian, semua mahasiswa dapat mengakses, mem-browsing, dan men-download semua bahan ajar mata kuliahnya sebelum perkuliahaan dimulai.

Page 21: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika�� Edisi: 05/Tahun II/2009 �9DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Wawancara Khusus (((

DinaMika�� Edisi: 05/Tahun II/2009 �9DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Bagaimana dengan metode pengajaran?Sekarang kami sedang mengembangkan sebuah

metode pembelajaran konstruktivisime. Teori kon-struktivisme ini adalah sebuah teori pembelajaran yang berbasis pada aktivitas mahasiswa. Menurut metode ini, mahasiswa lah yang lebih aktif dalam mengembangkan proses pembelajaran. Mahasiswa melakukan eksplorasi, mahasiswa mengelabo-rasi, baru terakhir dosen melakukan konfirmasi. Dikonfirmasikan antara kesimpulan mahasiswa dan kesimpulan dosen. Di sini, mereka ada kontrol agar tidak keluar dari yang diinginkan. Karena dalam teori konstruktivisme terdapat konstruktivisme yang mo-derat. Artinya, ketika mereka mengambil kesimpulan, maka tidak semua kesimpulan yang didapat harus se-lalu diakomodasi. Karena kalau kesimpulannya salah, maka kesimpulan tersebut harus diperbaiki. Di sinilah fungsi konfirmasi tersebut. Inilah yang dilakukan di FITK. Diharapkan dengan metode ini bisa menjadi joy-full bagi mahasiswa, joyfull bagi para dosen, dan juga bisa melahirkan mahasiwa yang lebih memiliki keung-gulan, memiliki daya saing, dan menjadi seorang yang profesional.

Anda menyebutkan bahwa mahasiswa FITK di-cetak untuk menjadi profesional. Strategi apa yang dilakukan FITK untuk mencapai profesion-alitas tersebut?

Untuk mendukung profesionalitas mereka, kami menerapkan praktikum long term di lapangan. Jadi, mereka diharuskan berada di sekolah, minimal, em-pat bulan, full satu semester. Dan dalam satu se-mester itu, empat hari mereka harus di sekolah dan di kampus hanya satu hari. Di sekolah tidak hanya mengajar, tapi juga mengenal sekolah lebih dalam, di samping juga mengerjakan tugas-tugas kampus yang lain. Dengan mengajar, mereka mengaplikasikan dan mengimplimentasikan metode yang mereka pelajari dan menerapkan metode yang mereka miliki.

Bagaimana dengan mutu dosen? Apakah semua dosen di sini sudah S-2, atau semuanya sudah S-3?

Kalau menyangkut dosen, hampir semua dosen di sini sudah S-2. Dosen yang S-1 hanya tiga orang dan mereka karena tidak bisa di S-2 kan, tinggal menung-gu pensiun. Sedangkan yang sudah S-3, doktor, se-banyak 22 orang, 16 di antaranya adalah profesor.

Upaya apa untuk meningkatkan mutu dosen

tesebut?Upaya yang kami lakukan, pertama-tama adalah

memotivasi, mendorong, dan bahkan kami meng-haruskan mereka yang S-2 untuk kuliah S-3, baik di dalam maupun di luar negeri.Apakah FITK mengadakan kerjasama dengan universitas-universitas lain?

Untuk lima tahun pertama ini kami belum melaku-kan kerjasama. Tentunya, kami ingin melakukan ker-jasama dengan universitas lain, tapi kerjasama yang setara dan ini yang sulit. Kenapa? Karena orang belum begitu mengenal profil kita dan kita sedang usahakan untuk memperkenalkan profil-profil kita. Problem yang lain adalah terdapat beberapa prodi yang be-lum memiliki doktor dan profesor. Oleh karena itu, ketika mereka ingin melakukan kerjasama, mereka masih berfikir ulang. Padahal kita menginginkan ker-jasama yang equal, dan inilah yang menjadi problem. Walaupun standar minimum sudah terpenuhi, karena para dosen kita sudah S-2.

Dari prodi yang ada, apakah semuanya sudah terakreditasi?

Semuanya sudah terakreditasi, kecuali yang baru seperti prodi manajemen pendidikan (MP) yang mendapatkan izin baru tahun lalu, prodi bahasa Indonesia baru dibuka dua tahun lalu termasuk juga PGMI. Selain dari ketiga prodi tersebut semuanya su-dah terakreditasi.

Ada rencana untuk membuka prodi baru? Ya. Ada dua prodi baru yang sedang kita siapkan;

pertama adalah bimbingan konseling, kedua adalah pendidikan anak usia dini (PAUD). Bimbingan konse-ling sedang kita godok, sedangkan PAUD sudah kita usulkan.

Untuk kedua prodi tersebut, apakah sudah bisa menerima mahasiswa untuk tahun akademik 2009/2010?

Tidak, karena kita belum ada izin dari Dirjen. Kita bisa membuka atau menerima pendaftaran maha-siswa baru jika sudah mendapatkan izin.

Anda menulis buku dengan judul Paradigma Pendidikan Demokratis, apa maksudnya?

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional (pasal 4) mengatakan, pendidikan di Indonesia harus demokratis. Berdasarkan undang-undang tersebut saya kemudian menerjemahkan apa

Page 22: Majalah DinaMika Edisi 5

))) Wawancara Khusus

DinaMika20 Edisi: 05/Tahun II/2009 2�DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Seputar Kampus

DinaMika20 Edisi: 05/Tahun II/2009 2�DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

yang dimaksud pendidikan demokratis. Pendidikan demokratis, pada intinya, adalah pendidikan yang melakukan pelibatan semua unsur yang terkait de-ngan pendidikan. Contohnya adalah dalam penyusunan kurikulum sekolah. Penyusunan kurikulum tersebut ti-dak hanya disusun oleh guru dan kepala sekolah, tapi juga melibatkan orang tua dari peserta didik. Karena orang tua juga punya keinginan untuk menyekolah-kan anaknya di sekolah tersebut. Selain itu, menurut konsep pendidikan demokratis, pelibatan juga terdiri dari para pemakai sekolah atau para pemakai lulusan. Pemakai lulusan juga penting karena peserta didik yang lulus akan bekerja, dan di sinilah peran penting dari para pemakai lulusan tersebut sehingga ada re-levansi antara pasar kerja dan lulusan sekolah. Inilah ide yang saya kembangkan dengan menyebut demo-cratic education. Democratic education ini tidak ter-batas pada kurikulum, tapi juga pembelajaran. Dalam pembelajaran yang dilibatkan adalah siswa, jadi pem-belajaran itu adalah siswa. Kalau seorang guru men-gajar di SMP dengan rentang waktu 80 menit, bagi seorang guru maksimalnya ha-nya 20 menit. Di awal 10 menit, di akhir 10 menit, atau di awal 5 menit dan di akhir 15 menit. 5 menit di awal untuk membuka, lalu men-set ruang kelas untuk siswa belajar, nanti setelah mereka melakukan eksplorasi, elaborasi, dan konklusi, di akhir baru melakukan konfirmasi dengan guru selama 15 menit. Itulah yang dimaksud dengan democratic learning, pembelajaran demokratis. Dan pembelajaran demokratis ini adalah basis metode konstruktivisme yang telah saya sebutkan tadi.

Di FITK metode ini sudah diimplementasikan?Kalau di FITK sudah diimplementasikan. Di

Madrasah Pembangunan juga demikian. Selain dalam proses pembelajaran, juga dalam manajemen. Manajemen demokratis adalah pelibatan seluruh stakeholders, di FITK misalnya, ada dekan, pudek, kajur, TU, dan aparaturnya. Ketika kita akan membuat program satu tahun ke depan, mereka diajak bicara bersama, membuat kesepakatan dan juga keputusan bersama. Dengan pelibatan tersebut maka dihasilkan sebuah keputusan bersama dan mengambil porsinya ma-sing-masing. Inilah yang dimaksud dengan dem-ocratic management. Jadi, dalam democratic man-agement tidak ada instruksi karena semuanya sudah di-share, share out of outhority dan share of respon-sibility. Terdapat share tanggungjawab dan share ke-wenang-an, semuanya sudah diatur menurut sistem. Dan manajemen demokratis berbasis pada sistem

tidak pada otoritas, seperti di FITK ini.

Terakhir, apa yang dimaksud dengan unggul, profesional, dan kompetitif yang menjadi moto FITK?

Unggul artinya sarjana yang akan kita cetak adalah sarjana yang unggul. Unggul dalam bidang-nya masing-masing. Kalau dia jurusan matematika, maka dia unggul dalam penguasaan matematika dan juga unggul dalam mengajarkan teknik-teknik mengajarkan matematika kepada para siswanya. Untuk menjadi mahasiswa yang unggul maka pro-sesnya juga harus unggul. Dan tidak mungkin, proses yang minimal akan menghasilkan lulusan yang ung-gul. Untuk mendapatkan hasil yang unggul maka prosesnya juga harus unggul dan harus maksimal. Bagaimana memaksimalkan proses tersebut? Seperti yang telah saya katakan, bahwa seminggu sebelum proses belajar mengajar dimulai, bahan ajar sudah masuk di blog. Dengan demikian mahasiswa sudah bisa browsing, bisa download dan mahasiswa sudah tahu apa yang akan dipelajari. Sehingga mahasiswa masuk kelas tidak blankmind, tapi sudah siap dengan segala sesuatunya. Sedangkan dosennya harus ma-suk minimal 12 kali pertemuan selama satu semes-ter. Jika ada dosen tidak mencapai batas minimal, maka untuk semester depan dia tidak akan diberi tugas, agar supaya konsisten. Karena kualitas akan ditentukan oleh frekuensi kehadiran seorang dosen bukan dengan kebesaran nama dosen. Jadi, ada dua faktor yang harus dipenuhi oleh seorang dosen, yai-tu kapabilitas dan loyalitas. Dengan kapabilitas, dia harus menjadi longlife leaness, belajar sepanjang hayat, dan loyal, artinya seorang dosen harus loyal masuk kelas. Kalau dia tidak masuk kelas, maka ma-hasiswanya tidak akan terpintarkan. Sedangkan kon-petitif adalah jika dia keluar, dia harus berkompetisi dengan alumni-alumni yang lain. Ketika dia menjadi kompetitor dia harus menjadi the winner. Dia harus siap mental untuk menjadi the winner tersebut, dan di sinilah mereka sudah dipersiapkan. Adapun yang ketiga, dia harus bekerja secara profesional, inilah arti dari profesional. Mengapa harus profesional, karena alumni kita adalah agensi kita. Pencitraan fakultas berada pada alumninya. Oleh karena itu mereka harus bekerja dengan profesional, artinya mereka harus bekerja dengan ilmu dan karakter keilmuannya. Selain itu, dia harus punya komitmen dengan pekerjaannya tersebut. Inilah yang dimaksud dengan profesional. []

Page 23: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika20 Edisi: 05/Tahun II/2009 2�DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Seputar Kampus

DinaMika20 Edisi: 05/Tahun II/2009 2�DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Untuk merealisasikan upa-ya tersebut, pada 18 Mei 2004, UIN Jakarta mem-

bentuk unit peningkatan mutu ber-nama Lembaga Peningkatan dan Jaminan Mutu (LPJM) atau Center for Quality Development and Assurance (CeQDA).

Menurut Ketua LPJM Dr Ahmad Syahid, pendirian LPJM bertujuan untuk memastikan kepuasan ma-hasiswa dan masyarakat terhadap kinerja perguruan tinggi, mening-katkan kualitas pendidikan dan pen-gajaran, meningkatkan kualitas, akuntabilitas, relevansi, dan daya saing perguruan tinggi, mengem-bangkan perguruan tinggi sebagai

organisasi pembelajaran, dan me-ningkatkan peran perguruan tinggi dalam dunia akademik, pemban-gunan kualitas masyarakat, mod-ernisasi dan demokratisasi.

”Visi LPJM adalah sebagai lem-baga akselerasi sistem pening-katan dan penjaminan mutu UIN Jakarta. LPJM ingin memastikan kepuasan lulusan dan stakehold-ers,” katanya. Sedangkan misinya, ia melanjutkan, untuk mengem-bangkan standarisasi output, in-put, dan proses perguruan tinggi dalam meningkatkan dan memas-tikan kualitas dosen, mahasiswa, kurikulum, pembelajaran, fasilitas belajar, iklim ilmiah, riset, prasara-

na, tata pamong, sistem informasi dan keuangan.

Selain itu, LPJM juga menye-lenggarakan kegiatan pengkajian, evaluasi, audit dan akreditasi pro-gram studi dan institusi, menyam-paikan temuan hasil pengkajian dan evaluasi dan merekomenda-sikan kebijakan pengembangan mutu akademik dan institusi ke-pada pihak yang berkepentingan, dan mengembangkan kerjasama dengan perguruan tinggi dan in-stitusi lain dalam rangka pengua-tan profesionalitas dan pelayanan sosial.

Ahmad Syahid mengatakan, LPJM memiliki enam kegiatan utama, yaitu pengembangan stan-dar mutu, evaluasi dan audit, pen-ingkatan kualitas pendidikan dan pengajaran, perumusan kebijakan dan perencanaan pengembangan mutu, sosialisasi dan publikasi, dan kerjamasa.

Pengembangan standar berupa

LPJM Genjot Mutu UniversitasUIN Jakarta bercita-cita ingin menjadi universitas riset (research universi-ty) yang bekelas internasional. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, ber-bagai upaya terus dilakukan, di antaranya dengan menguatkan bidang akademik dan kelembagaan, baik tingkat universitas, fakultas, jurusan, dan tenaga pengajar.

Suasana Kantor LPJM di bawah Auditorium Utama

Page 24: Majalah DinaMika Edisi 5

Seputar Kampus

DinaMika22 Edisi: 05/Tahun II/2009 2�DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009 2�

>>> Wacana <<<

DinaMika22 Edisi: 05/Tahun II/2009 2�DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

pembuatan/perbaikan seperangkat kebijakan, aturan, kriteria minimal, pedoman, kode etik dan organisasi yang bertujuan meningkatkan mutu lembaga. Di antara bentuk kegiatan ini adalah pengembangan standar kompetensi lulusan, kurikulum, pem-belajaran, tenaga pengajar, layanan laboratorium, standar sarana dan prasarana. ”Kegiatan pengembangan standar dilakukan berdasarkan bench-marking, telaah lapangan, studi kebi-jakan, kajian teori, dan wawancara atau survei,” kata mantan Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Psikologi ini.

Adapun kegiatan evaluasi dan au-dit, menurutnya, berupa penelitian, pemeriksaan, dan penilaian terhadap seluruh komponen program studi dan institusi universitas untuk memastikan input dan proses pendidikan dan pen-gelolaannya telah memenuhi standar dan prosedur mutu yang ditetapkan. Di samping itu, LPJM juga concern dengan kegiatan peningkatan kuali-tas pendidikan dan pengajaran yang meliputi perbaikan mutu komponen pendidikan dan pengajaran, sep-erti dosen, mahasiswa, kurikulum, pembelajaran, fasilitas belajar, dan lainnya.

Tindak lanjut dari kegiatan peru-musan kebijakan dan perencanaan adalah pengkajian, evaluasi, akredita-si, dan audit. Adapun sosialisasi dan publikasi merupakan kegiatan disemi-nasi informasi reguler hasil pengkaji-an, evaluasi, dan akreditasi program studi dan institusi universitas melalui penerbitan buletin, newsletter, buku, dan kegiatan seminar/workshop. ”Sedangkan kegiatan kerjasama di-lakukan dengan lembaga sejenis di pelbagai perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri,” tuturnya.

Menurut Syahid, untuk bisa mere-alisasikan berbagai agenda kegiatan lembaga, LPJM memiliki tiga tim yang terdiri dari tim ahli, tim pelaksa-

na, dan tim sekretariat. Tim ahli ialah para pakar yang memiliki pengala-man, wawasan dan komitmennya kepada pengembangan universitas. Sedangkan tim pelaksana ialah tim yang memikirkan, merencanakan dan melaksanakan rencana kegiatan, adapun tim sekretariat ialah tim penunjang yang bertanggung jawab menyelenggarakan administrasi keg-iatan, keuangan, penyiapan akomo-dasi, dan segala sesuatu yang men-dukung teknis pelaksanaan kegiatan.

Tim ahli beranggotakan Azyumardi Azra, MK Tajuddin, Husni Rahim, Mastuhu, Suwito, Masykuri Abdillah, Abuddin Nata, Fuad Jabali, dan Jamhari. Sedangkan tim pelak-sana terdiri dari Didin Syafruddin, Bambang Suryadi, Awalia Rahma, E Sunjaya, Jejen Jaenudin, Febrianti, M Zaki Mubarok, dan Siti Nurul Azkiyah. Adapun tim sekretariat beranggot-akan Asriati dan Joko Sukarno.

Ia mengungkapkan, sejak awal berdirinya hingga 2006 lalu, lemba-ga ini telah melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan visi dan misinya. Di antara kegiatan terse-but, misalnya penyusunan pedoman penulisan skripsi, tesis dan disertasi, penyusunan empat pedoman pro-gram akademik, pembuatan stan-dar pembukaan program diploma IV dan guru kelas, penyusunan kuri-kulum berbasis kompetensi (KBK), integrasi keilmuan, penyusunan pe-doman penyelenggaraan evaluasi dosen, akreditasi jurnal, penyusunan modul pengembangan kurikulum pesantren dan madrasah, workshop pengembangan mutu akademik, dan pembuatan instrumen seleksi CPNS dosen UIN Jakarta. ”Dan ke depan, LPJM akan melaksanakan beberpa kegiatan sesuai dengan visi-misi UIN Jakarta untuk menjadi universitas ri-set. []

Akhwani Subkhi

lembaga ini telah melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan visi dan misinya.

Di antara kegiatan tersebut, misalnya

penyusunan pedoman penulisan skripsi, tesis

dan disertasi, penyusunan empat pedoman program

akademik, pembuatan standar pembukaan

program diploma IV dan guru kelas, penyusunan

kurikulum berbasis kompetensi (KBK), integrasi keilmuan,

penyusunan pedoman penyelenggaraan evaluasi

dosen, akreditasi jurnal, penyusunan modul

pengembangan kurikulum pesantren dsb.

Dr Ahmad SyahidDirektur LPJM

Page 25: Majalah DinaMika Edisi 5

Seputar Kampus

DinaMika22 Edisi: 05/Tahun II/2009 2�DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009 2�

>>> Wacana <<<

DinaMika22 Edisi: 05/Tahun II/2009 2�DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Setelah tertunda kurang-lebih empat tahun – antara lain karena alotnya pemba-

hasan di DPR -- akhirnya Presiden RI mengesahkan UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) pada 16 Januari 2009 yang lalu. Sejak awal pem-bahasan RUU sampai setelah ditetapkan menjadi UU, bahkan saat ini pun masih ada kelompok masyarakat yang menentang UU ini. Pada umumnya masyarakat yang mayoritas diwakili maha-siswa itu merasa keberatan dalam hal: 1) khawatir lembaga pendidi-kan, terutama perguruan tinggi, berpotensi menjadi PT (Perseroan Terbatas) yakni badan usaha ber-badan hukum; 2) akan terjadi komersialisasi dunia pendidikan yang berdampak kenaikan biaya pendidikan; dan 3) tujuan lembaga pendidikan akan m\\enyimpang menjadi profit oriented.

Dari sudut pandang pemer-intah, keputusan membuat UU tentang BHP ini sebagian karena desakan pimpinan dan penyeleng-gara pendidikan, terutama para rektor yang tergabung dalam fo-rum rektor PTN, sejak reformasi selalu mengeluhkan perihal keru-mitan sistem keuangan birokrasi, keterpasungan dalam manajemen pelayanan, dan keterbatasan ru-ang gerak dalam menggali potensi sumber daya untuk memajukan

lembaga pendidikan. ”Ide dasar lahirnya UU BHP tidak terlepas dari kesemrawutan dan prosedur penganggaran di perguruan tinggi negeri,” ujang Fasli Jalal (Dirjen Dikti Depdiknas) dalam diskusi terbatas di kantor Kompas pada 9 Februari 2009 lalu.

Sebelum ditetapkannya PP No. 23 Tahun 2005 tentang BLU, PTN dikekang oleh model kerja birokra-si. Cara penganggaran terpusat. ”Sederhananya, untuk membeli kertas pun yang menentukan ha-rus Bappenas dan dana tidak bisa dalam bentuk blockgrant. Kalau mendadak kebutuhan berubah karena dinamika perguruan tinggi, revisinya berlarut-larut sampai ke pusat,” lanjut Dirjen Dikti yang ber-penampilan kalem itu.

Permasalahan lainnya terkait dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang membuat para rektor sakit kepala. Dana PNBP yang berasal dari mahasiswa, harus disetorkan terlebih dulu ke kas Negara, kemudian perguruan tingi mengajukan permintaan kembali sehingga membutuhkan waktu lama dan proses panjang. Pembayaran honor untuk dosen yang mengajar atau menguji skrip-si mahasiswa bisa terlambat tiga bulan. Bahkan karena persoalan administrasi PNBP ini sering pula menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) lantaran rektor

lebih bersedia menerima resko masuk bui daripada melawan ke-butuhan dosen dan mahasiswa.

Tegasnya, penetapan UU ten-tang BHP ini merupakan upaya pemerintah mencari dasar hu-kum sehingga penyelenggaraan pendidikan tidak terjerat jalur birokrasi yang rumit dan berbe-lit-belit. Tetapi secara hukum, ke-harusan membuat BHP ini atas dasar amanat UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional {Pasal 53, ayat (1 )} yang berbunyi, ”Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan”.

Meski sampai sekarang unjuk rasa atau protes sebagian ma-syarakat masih terdengar mem-persoalkan dan bahkan menolak UU No. 9 Tahun 2009 tentang BHP, tapi pemerintah nampaknya sudah bertekad untuk menjalank-annya. Karena persoalannya se-bagian besar mengenai persoalan keuangan, terutama di kalangan perguruan tinggi, kami mencoba mengangkat topik mengenai “as-pek tatakelola keuangan” pada PTN yang menjadi Badan Hukum Pendidikan milik Pemerintah (BHPP). Aspek tatakelola keuan-gan meliputi pembahasan tentang kekayaan, pendanaan, akuntabili-tas dan pengawasan, serta beber-

Aspek Pengelolaan Keuangan pada PTN Berstatus BHP Oleh Amri Rasyidin MPd

Page 26: Majalah DinaMika Edisi 5

25

>>> Wacana <<<

DinaMika2� Edisi: 05/Tahun II/2009 25DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009 25

>>> Wacana <<<

DinaMika2� Edisi: 05/Tahun II/2009 25DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

apa kritik terhadap aspek pengelo-laan keuangan yang diatur dalam UU No. 9 Tahun 2009.

TUJUAN DAN PRINSIP

PTN merupakan satuan pendi-dikan tinggi BHP milik Pemerintah (BHPP) atau milik Pemerintah Daerah (BHPPD), yang dalam pembahasan ini akan digunakan istilah BHP-PTN (Badan Hukum Pendidikan-Perguruan Tinggi Negeri). Dalam konteks perguruan tinggi, pembentukan BHP bertu-juan memajukan pendidikan tinggi nasional dengan menerapkan otonomi perguruan tinggi (Pasal 3). Pengelolaan pendidikan di-dasarkan pada prinsip: otonomi, akuntabiitas, transparansi, penjam-inan mutu, layanan prima, akses yang berkeadilan, keberagaman, keberlanjutan, dan partisipasi atas tanggungjawab Negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. [Pasal 4, ayat (2)]. Sedangkan pengelolaan keuangan dilakukan atas dasar prinsip nirlaba, yakni

kegiatan yang tidak mencari laba/profit, namun jika terjadi sisa hasil kegiatan (saldo) maka harus dita-namkan kembali untuk menjalank-an tugas pokok BHP. [Pasal 4, ayat (1) dan Pasal 38, ayat (3)].

Sebelum menjadi BHP, PTN merupakan instansi pemerintah, yang dalam perspektif hukum merupakan badan hukum pub-lik (publiekrechtelijk). Sebagai badan hukum publik PTN harus tunduk pada ketentuan tentang pengelolaan keuangan negara, seperti yang diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 15 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, dan lain-lain ketentuan yang menga-tur keuangan negara. Pertanyaan baru muncul: apakah setelah men-jadi BHP-PTN sebagai badan hu-kum privat (Privaatrechtelijk) tidak terkena peraturan perundang-un-dangan tentang keuangan negara?

Jika tidak, tentu pen-ge l o l a an keuangan d i a t u r tersendiri di dalam Anggaran D a s a r /Anggaran R u m a h T a n g g a (AD/ART) BHP. Tapi sangat di-sayangkan hal ini tidak diatur se-cara jelas dalam UU BHP ini. Yang dia-tur hanya

berkenaan dengan kewenangan audit oleh BPK, BPKP, dan Itjen terhadap dana hibah yang diberi-kan pemerintah atau pemda ke-pada BHP [Pasal 52, ayat (3)].

KEKAYAAN Pada Pasal 37 ayat (1) UU

No.9/2009 ditegaskan bahwa kekayaan awal BHP-PTN berasal dari kekayaan pendiri yang dip-isahkan. Ini berarti semua kekay-aan/aset berupa tanah, bangunan, kendaraan, dan sarana/prasarana lainnya yang dapat dinilai dengan uang, begitu PTN menjadi BHP maka semua aset tersebut bera-lih status kepemilikannya menjadi kekayaan BHP. Lalu di mana posisi pemerintah dalam hal kepemilikan? Pemerintah berada di dalam organ representasi pemangku kepent-ingan sebagai pendiri BHP yang salah satu tugasnyanya adalah melakukan pengawasan umum terhadap pengelolaan BHP (Pasal 22, huruf g).

Kekayaan dan pendapatan BHP-PTN dikelola secara mandiri, transparan, dan akuntabel [Pasal 37, ayat (4)]. Yang dimaksud “mandiri” adalah otonom dalam menjalankan kegiatan baik dalam bidang akademik maupun non-akademik (termasuk keuangan). Pengertian “transparan” adalah pengelolaan keuangan secara ter-buka yang memungkinkan semua pihak terkait dapat mengontrol dan ikut terlibat dalam proses manajemen sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan. Sedangkan pengertian akuntabel adalah kemampuan dan komitmen untuk bertanggungjawab atas pen-gelolaan keuangan sesuai keten-tuan yang berlaku.

Seluruh kekayaan dan pendapat BHP-PTN pada dasarnya harus digunakan untuk kepentin-gan tridharma perguruan tinggi,

Page 27: Majalah DinaMika Edisi 5

25

>>> Wacana <<<

DinaMika2� Edisi: 05/Tahun II/2009 25DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009 25

>>> Wacana <<<

DinaMika2� Edisi: 05/Tahun II/2009 25DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

pelayanan pendidikan, dan peng-gunaan lain yang sesuai dengan ke-tentuan perundang-undangan [Pasal 37, ayat (6)]. Ketentuan tentang kekayaan dan pendapatan BHP-PTN ini harus diatur secara jelas di dalam AD/ART BHP.

Selain itu pada Pasal 38, ayat (1) dan (2), diatur batasan pendapatan dan sisa hasil kegiatan BHP yang di-peroleh dari penggunaan kekayaan dan tanah negara yang kepemilikan-nya sudah dipisahkan dan diserah-kan kepada BHP, bukan lagi terma-suk kategori PNBP. Sedangkan sisa hasil kegiatan harus digunakan un-tuk kepentingan pendidikan, tetapi jika tidak, maka sisa hasil kegiatan dimaksud menjadi objek pajak peng-hasilan [Pasal 38, ayat (3) dan (4)]. Selanjutnya dalam hal pengalihan kekayaannya, pengelola BHP-PTN tidak diperkenankan mengalihkan kekayaan baik berupa uang, barang, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada siapa pun, baik langsung maupun tidak langsung, kecuali untuk kepentingan seb-agaimana diatur pada Pasal 37, ayat (6) yakni untuk tridhama perguruan tinggi dan penggunaan lain yang sesuai dengan ketenuan perundang-undangan (Pasal 39).

Dalam hal batasan pendapat dan sisa hasil kegiatan yang tidak termasuk kategori PNBP, konkrit-nya batasan itu meliputi pendapa-tan berupa biaya kuliah dari maha-siswa (seperti SPP, DOP, DM, DP dan lain-lain), sewa gedung/tanah, pendapatan hasil usaha/kerjasama, hibah dari masyarakat, dan sisa hasil kegiatan. Nah, supaya hal ini menjadi lebih jelas, maka perlu dia-tur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. (Tapi sayangnya hal ini tidak disebutkan dalam UU No.9/2009 ini).

Demikian pula dalam pengaturan tentang pelarangan pengalihan kekayaan BHP, Pasal 39 tidak se-

cara tegas melakukan pelarangan, karena ada kata “kecuali” yang ma-sih membuka kemungkinan jika dibu-tuhkan untuk tujuan sesuai Pasal 37 ayat (6). Karena notabene asetnya dari kekayaan negara yang dipisah-kan, maka ketidaktegasan dalam pengaturan bisa membuka peluang dialihkan ke pihak lain apabila pen-gelola BHP-PTB-nya nakal.

PENDANAAN

Sebagaimana disinggung di atas bahwa gagasan utama yang mendo-rong penyusunan UU tentang BHP ini karena keterbatasan dana pendidi-kan dan keruwetan dalam pengelo-laan keuangan lembaga pendidikan, terutama PTN, yang pada gilirannya menghambat kreativitas, inovasi, dan motivasi dalam penyelengga-raan dan pengembangan lembaga pendidikan nasional. Di samping itu pemerintah sampai saat ini belum mampu menanggung biaya pendidi-kan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 31 ayat (4) UUD-1945 (catatan: kebijakan 20 persen dana pendidi-kan dari APBN masih dipertanyakan nilai riilnya). Karenanya bentuk BHP ini merupakan solusi “jalan-tengah” bagi persoalan tersebut.

Sebagai solusi “jalan-tengah” maka di dalam Pasal 40 ayat (2) disebutkan pendanaan BHP-PTN “menjadi tanggungjawab bersama antara Pemerintah, Pemda, dan ma-syarakat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan”. Kemudian pada ayat (4) disebutkan, pemerin-tah dan pemda sesuai dengan ke-wenangannya bertanggungjawab dalam penyediaan dana pendidikan – yang penyalurannya dalam bentuk hibah [ayat (5)] .

Lalu untuk pendanaan BHP-PTN disebutkan bahwa pemerintah ber-sama-sama BHP-PTN menanggung seluruh biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan [Pasal 41, ayat (5)], serta menanggung

Kekayaan dan pendapatan BHP-

PTN dikelola secara mandiri, transparan, dan akuntabel [Pasal

37, ayat (4)]. Yang dimaksud “mandiri”

adalah otonom dalam menjalankan kegiatan

baik dalam bidang akademik maupun non-

akademik (termasuk keuangan). Pengertian

“transparan” adalah pengelolaan keuangan

secara terbuka yang memungkinkan semua

pihak terkait dapat mengontrol dan

ikut terlibat dalam proses manajemen sejak perencanaan,

pelaksanaan, hingga pelaporan. Sedangkan

pengertian akuntabel adalah kemampuan

dan komitmen untuk bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan

sesuai ketentuan yang berlaku.

Page 28: Majalah DinaMika Edisi 5

2�

>>> Wacana <<<

DinaMika2� Edisi: 05/Tahun II/2009 2�DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009 2�

>>> Wacana <<<

DinaMika2� Edisi: 05/Tahun II/2009 2�DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

paling sedikit setengah dari biaya operasional berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai Standar Nasional Pendidikan [Pasal 41, ayat (6)]. Dana yang diberikan oleh pemerindah dan pemda untuk BHP-PTN dalam bentuk hibah [Pasal 41, ayat 10)]. Sedangkan mahasiswa atau peserta didik ikut menanggung biaya pendidikan sesuai dengan ke-mampuan orangtua/wali [Pasal 41, ayat (7)] paling banyak sepertiga dari biaya operasional [Pasal 41, ayat (9)].

Nah, yang perlu digarisbawahi dalam ketentuan pendanaan yang dilakukan pemerintah terhadap BHP-PTN adalah: 1) pemerintah tetap bertanggungjawab mendanai BHP-PTN berupa bantuan untuk investasi, beasiswa dan bantuan pendidikan lainnya; 2) pemerintah masih ikut menanggung biaya operasional ber-sama dengan BHP-PTN paling se-dikit seperdua, dan mahasiswa ikut menanggung biaya operasional pal-ing banyak sepertiga; 3) dana yang diberikan pemerintah bersifat hibah.

Jika dianalisa lebih jauh, ini be-

rarti pendanaan untuk investasi, bea-siswa dan bantuan pendidikan dilaku-kan bersama-sama oleh pemerintah dan BHP-PTN. Sebagaimana diketa-hui, kondisi hampir di semua PTN saat ini, jangankan untuk investasi, dana PNBP yang berasal dari ma-syarakat juga tidak mencukupi untuk dana operasional seperti honor/in-sentif, biaya sarana perkantoran, bi-aya praktikum, seminar, workshop/pelatihan, biaya kegiatan maha-siswa, dan sejenisnya. Berdasarkan kenyataan ini, bagaimana mungkin biaya untuk investasi, beasiswa dan bantuan pendidikan juga harus ditanggung PTN? Semestinya biaya untuk investasi, beasiswa dan ban-tuan pendidikan ditanggung secara penuh oleh pemerintah.

Apalagi kalau kita lihat pula bahwa mahasiswa diwajibkan menanggung biaya pendidikan dibatasi paling ban-yak sepertiga dari biaya operasional. Berarti Pemerintah dan manajemen BHP-PTN harus menanggung dua pertiga biaya operasional. Kalau kita berandai-andai, pemerintah hanya membantu biaya operasional sebe-

sar seperdua, berarti manajemen BHP-PTN harus menanggung seper-tiga biaya operasional. Penulis mem-bayangkan PTN yang selama ini ma-sih bergantung sepenuhnya dari dana pemerintah (karena PNBP-nya kecil), tentu mereka akan sangat kesulitan memperoleh dana untuk menombok pembiayaan operasionalnya, meski sepertiga saja. Apalagi BHP-PTN diwajibkan pula mengalokasikan dana untuk beasiswa atau bantuan pendidikan kepada WNI yang kurang mampu secara ekonomi dan/atau peserta didik yang memiliki potensi akademik tinggi yang besarnya pal-ing sedikit 20 persen dari jumlah peserta didik [Pasal 45, ayat (2)].

Selanjutnya yang perlu dikritisi lagi adalah tentang biaya opera-sional. Dalam penjelasan Pasal 41 ayat (4) dan ayat (6) disebutkan, bi-aya operasional adalah biaya yang digunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan ketentuan yang ber-laku. Penjelasan ini sangat kabur. Misalnya, selain dari biaya honor, transport, sarana perkantoran dan pembelajaran/praktikum, apakah biaya operasional itu juga termasuk gaji PNS yang selama ini diberikan oleh pemerintah. Karena itu perlu ada petunjuk pelaksanaan yang menjelaskan definisi dan indikator konkret “biaya operasional”, agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi persepsi yang keliru.

INvESTASI

Selain keistimewaan seperti kekayaan awal yang dipisahkan dan penerimaan yang diperoleh dari hasil kegiatan tidak perlu disetorkan ke kas negara, ada satu lagi privilege bagi BHP-PTN yaitu dapat melakukan investasi dalam bentuk portofolio dan dalam bentuk badan usaha ber-badan hukum (misalnya: Perseroan Terbatas). [Pasal 42 ayat (1) dan Pasal 43 ayat (1)]. Bagaimana pelak-sanaan hak keistimewaan ini di ke-

Page 29: Majalah DinaMika Edisi 5

2�

>>> Wacana <<<

DinaMika2� Edisi: 05/Tahun II/2009 2�DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009 2�

>>> Wacana <<<

DinaMika2� Edisi: 05/Tahun II/2009 2�DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

mudian hari, tentu masih perlu diatur lebih lanjut dengan Juklak berupa Peraturan Menteri yang berwenang.

Yang pasti dalam Pasal 43 ayat (3) dijelaskan bahwa badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 43, harus dikelola secara profesional oleh Dewan Komisaris, Dewan Direksi, beserta seluruh ja-jaran karyawan badan usaha yang tidak berasal dari unsur manajemen BHP-PTN. Keuntungan atau profit yang dihasilkan oleh badan usaha ini harus digunakan sesuai ketentuan pada Pasal 37 ayat (6), yakni untuk kepentingan pendidikan. Demikian pula hasil dari investasi dalam ben-tuk portofolio, sebagian besar ha-rus ditanamkan kembali untuk pe-nyelenggaraan pendidikan. Adapun Investasi dalam bentuk portofolio adalah keikutsertaan modal dalam bentuk saham di suatu perusahaan, pembelian Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito dan lain sebagainya.

AKUNTABILITAS DAN PENgAWASAN

Akuntabilitas atau pertanggung-jawaban (accountability) merupakan suatu bentuk keharusan seseorang (pimpinan/pejabat/pelaksana) untuk menjamin bahwa tugas dan kewa-jiban yang diembannya sudah dilak-sanakan sesuai ketentuan yang ber-laku. Akuntabilitas dapat dilihat me-lalui laporan tertulis yang informatif dan transparan. Sedangkan penga-wasan (controlling) merupakan suatu bentuk pengendalian agar kegiatan yang dilakukan dapat dipastikan ses-uai dengan ketentuan yang berlaku.

Akuntabilitas publik BHP-PTN ter-diri atas akuntabilitas akademik dan akuntabilitas non-akademik (manaje-men dan keuangan). Akuntablitas keuangan BHP-PTN, baik adminis-trasi maupun laporan keuangan ta-hunan, berada di tangan pemimpin BHP-PTN bersangkutan [Pasal 53, ayat (1)].

Pengawasan BHP-PTN dilaku-kan melalui sistem laporan tahunan. Sebagaimana akuntabilitas, laporan BHP-PTN terdiri atas laporan aka-demik dan laporan non-akademik. Laporan akademik meliputi laporan penyelenggaraan pendidikan, peneli-tian, dan pengabdian pada masyara-kat. Laporan bidang non-akademik meluputi laporan manajemen dan keuangan. Sistem laporan harus dia-tur dalam AD/ART. [Pasal 48, ayat (1) s.d.(6)].

Laporan keuangan tahunan BHP-PTN merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan tahunan BHP-PTN dan dibuat sesuai dengan standar akuntansi, serta harus diu-mumkan kepada publik melalui surat kabar nasional dan papan pengumu-man. Apabila menerima dan meng-gunakan dana dari APBN/APBD, maka BHP-PTN harus melaporkan-nya kepada pemerintah dan/atau pemda sesuai ketentuan yang ber-laku. [Pasal 51, ayat (1) s.d. (5)].

Selain itu laporan keuangan tahunan tersebut harus diaudit oleh akuntan publik. [Pasal 52, ayat (2)].

Dalam hal BHP-PTN menerima hibah dari pemerintah/pemda, maka dana hibah ini menjadi objek pemeriksaan BPK/BPKP/Itjen yang memang memiliki kewenangan men-gaudit penggunaan dana pemer-intah/pemda. [Pasal 52, ayat (3)]. Dengan demikian berarti PTN yang berstatus BHP akan diperiksa oleh BPK/BPKP/Itjen hanya terbatas pada bagian dana hibah pemerintah/daerah saja. Sedangkan penerimaan dan penggunaan dana dari masyara-kat dan dari hasil kegiatan diperiksa atau diaudit oleh akuntan publik dan organ audit bidang non-akademik se-bagaimana dimaksud oleh Pasal 15 ayat (2), Pasal 29 dan 30.

Jika diperhatikan uraian di atas nampaknya ketentuan tentang akunt-abilitas dan pengawasan yang diatur dalam UU No. 9 Tahun 2009 ten-tang BHP ini masih sangat umum. Misalnya tidak ada penjelasan ten-tang hibah dari pemerintah/pemda: apakah hibah mengikat atau tidak, dan bagaimana metode penggunaan-nya? Bahkan juga tidak ada disebut-kan tentang proses pengadaan ba-rang dan jasa dengan menggunakan dana penghasilan BHP-PTN sendiri: apakah harus mengikuti ketentuan dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 serta perubahan-perubahannya?

PENUTUP

Setelah mengikuti uraian aspek keuangan pada BHP-PTN yang diatur dalam UU No. 9 Tahun 2009 tentang BHP, dapat disimpulkan bahwa untuk mengimplementasikan UU BHP ini se-cara efektif dan efisien sangat diper-lukan dukungan beberapa kebijakan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Menteri berwenang serta harus pula diatur secara lebih rinci di dalam AD/ART BHP-PTN masing-masing.*

Page 30: Majalah DinaMika Edisi 5

29

>>> Wacana <<<

DinaMika2� Edisi: 05/Tahun II/2009 29DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Sosok

DinaMika2� Edisi: 05/Tahun II/2009 29DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

DALAM khazanah Islam peradi-lan agama dikenal dengan is-tilah wilayat al-qadhâ, hisbah,

dan madzâlim. Dalam konteks ini, qa-dhâ adalah lembaga yang bertugas memberi penerangan, dan pembi-naan hukum, menyelesaikan perkara sengketa, perselisihan, dan masalah wakaf. Dari asal kata qadhâ itulah, isti-lah ‘peradilan’ muncul. Qadhâ, bisa be-rarti memutuskan, melaksanakan, dan menyelesaikan.

Secara etimologis, al-qadhâ juga me-miliki beberapa pengertian. Pertama, sifat kehakiman yang mewajibkan hu-kum syara’ dilaksanakan. Kedua, me-nyelesaikan kasus yang timbul dalam masyarakat dan memutuskan perti-kaian dengan adil dan benar. Ketiga, menyelesaikan segala perselisihan dan pertengkaran yang terjadi dalam pergaulan masyarakat dengan hukuk-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah

lan agama di era reformasi, selain su-dah semakin kuat, ia juga mengalami pengembangan kelembagaan, tidak hanya menyangkut pengembangan peradilan agama di Nanggroe Aceh Darusssalam, tapi juga pengemban-gan secara struktur seperti yang ter-tera pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama.

Selain itu, secara yuridis formal tentang kedudukan peradilan gama pada era reformaiso disebutkan dalam UU No. 3 Tahun 2006 tentang peruba-han atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa: “Pengalidalan agama berkedudukan di ibu kota kebupaten/kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota. Dan pengadi-lan tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya me-liputi wilayh propinsi.”

Inilah perubahan signifikan yang ter-jadi pada peradilan agama di era refor-masi. Eksistensinya sudah sangat kuat secara konstitusional, kedudukannya sama dengan badan-badan peradilan lainnya. Dengan demikian, diharapkan, di masa-masa selanjutnya, indepen-densi dan kemandirian institusionalnya bisa meningkat dan juga bisa memberi keadilan bagi para pencari keadilan.

Buku ini dengan judul, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, karya Dr. Jaelani Aripin, MA, merupakan karya yang layak dibaca terutama bagi akademini, ma-hasiswa dan bagi siapa saja yang ingin tehu tentang Peradilan Agama. Karena buku ini menyajikan tentang seluk-beluk peradilan agama, termasuk juga hara-pan-harapan dan masa depan Peradilan Agama di Indonesia. Selamat membaca! (Khumaidi)

Menyongsong Masa Depan Peradilan Agama

Judul BukuPeradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia

PenulisDr. Jaenal Aripin, MA

Penerbit Kencana Prenada Media Group

Tahun TerbitSeptember 2008

dan rasul-Nya. Peradilan secara historis sudah

ada sejak zaman Rasulullah saw. dan disempurnakan pada masa-masa sesu-dahnya, terutama dinasti Umayyah dan Abbasiah. Pada masa kedua dinasti itu-lah, setiap perkara diselesaikan menu-rut mazhab yang dianut oleh masyara-kat. Lalu bagaimana eksistensi peradi-lan agama di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah Muslim?

Keberadaan lembaga peradilan agama, sebelum era reformasi, menjadi sebuah lembaga yang sobordinat, sep-erti dalam istilah wujûduhû ka’adamihî, keberadaannya sama denga tidak ada. Karena ia berada di bawah naungan Departemen Agama. Kewenangannya pun dibatasi hanya kepada bidang-bi-dang tertentu saja seperti nikah, dan thalaq. Bahkan, independensi peradilan agama, sebelum era reformasi, meru-pakan salah satu faktor utama, mengin-gat masih kuatnya intervensi kekuasaan lain, yakni eksekutif.

Di era reformasi posisi lembaga pera-dilan agama mengalami kemajuan yang sangat berarti. Karena eksistensinya su-dah sejajar dengan badan-badan peradi-lan lainnya di bawah naungan Mahkamah Agung. Hal ini terjadi ketika tahun 1999 lahir Undang-undang Nomor 35 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman.

Undang-undang tersebut merupkan tonggak awal dimulainya proses refor-masi badan peradilan agama beserta badan peradilan lainnya, yang kemudian dikenal dengan istilah “penyatuapatan”. Yaitu, dialihkannya pembinaan admin-strasi dan keuangan dari Depertemen Agama ke Mahkamah Agung.

Oleh karena itu, kedudukan peradi-

RESENSI BUKU

Page 31: Majalah DinaMika Edisi 5

29

>>> Wacana <<<

DinaMika2� Edisi: 05/Tahun II/2009 29DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Sosok

DinaMika2� Edisi: 05/Tahun II/2009 29DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

PERASAAN sedih bercampur bang-ga menggelayuti Dr Syopiansyah Jaya Putra ketika mengetahui dirin-ya terpilih kembali sebagai Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) periode 2009-2013. Sedih karena apa yang disandangnya adalah sebuah amanah yang harus di-jalankan dengan baik. Sementara bangga berarti sebuah prestasi yang dicapai selama satu periode sebelumnya.

Pak Syopian, demikian sa-paan akrab pria kelahiran Tanjung Karang, Lampung, 17 Januari 1968, ini menilai bahwa jabatan yang kembali diembannya seka-rang merupakan tantangan. Tantangan itu tak lain bagaimana ia dapat mewujudkan FST sebagai fakultas terkemuka di tingkat na-sional maupun internasional, kh-sususnya dalam pengembangan sains dan teknologi di Indonesia sesuai konsep dan nilai ajaran Islam. “Kalau UIN Jakarta dikenal sebagai pusat peradaban, kami memiliki mimpi dan cita-cita untuk menjadikan FST sebagai pusat keunggulan ICT di Indonesia atau ICT Centre of Excellence,” katanya. Bahkan, FST juga bertekad untuk menjadi lokomotif dalam pengem-bangan MIPA dan agribisnis.

Peraih gelar Master of Science dibidang Sistem Informasi dari

Dr Syopiansyah Jaya Putra Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Mimpi Mewujudkan Pusat Keunggulan ICT di Indonesia

Page 32: Majalah DinaMika Edisi 5

Sosok

DinaMika�0 Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Sosok

DinaMika�0 Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

University of Colorado – USA ini, mengaku senang menerima jabatan yang berbeda dari pro-fesi awalnya sebagai konsultan. Sebelum menjabat menjadi Dekan, Ia pernah menjadi IT Specialist & Logistic Supervisor di perusahaan multinasional Freeport Mc Moran dan IT Consultan di IBM dan PT Mitra Global Solusindo.

“Saya menyukai tantangan dan senang bekerja di manajemen yang berbeda. Dahulu bekerja di manaje-men perusahaan, sekarang beker-ja di manajeman pendidikan yang merupakan kombinasi antara pen-didikan, birokrasi dan entrepreneur-ship”. ” ujar Ketua Badan Sertifikasi Asosiasi (BSA) – Persatuan Insinyur Profesional Indonesia (PIPI) di-bidang Manajemen Proyek dan Manajemen Konstruksi

Pria berkacamata ini mengaku bahwa awal mula mendapat amanah ini –menjadi dekan- ketika gedung FST belum berdiri. Saat itu, di ta-hun 2002, Syopian beserta dosen dan mahasiswa masih melakukan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) digedung sementara dan bahkan bekerja di perpustakaan. Ia me-nyayangkan banyaknya mahasiswa yang berkeluh kesah tentang ke-adaan saat itu. Proses kegiatan belajar menagajar saat itu benar-benar tidak maksimal. Mahasiswa dan dosen mengeluhkan fasilitas, sarana dan prasarana yang sangat minim, misalnya fasilitas laborato-rium yang belum lengkap. ”Saat itu terus terang Saya sulit menjawab keluhan mahasiswa,” imbuhnya

Kala itu, ujar Pria yang meraih doktor dibidang Manajemen Sains (Sistem Informasi) dari Technological University of the Philippines ini, begitu banyak ken-dala yang menghadang. Namun semuanya bisa terselesaikan. Prinsipnya adalah dengan tidak

melihat seberapa besar masalah yang menghadang, tapi seberapa besar kita melihat masalah yang dihadapi sebagai peluang.

Dengan prinsip tersebut, akh-irnya Syopian berhasil menyele-saikan semua masalah yang meng-hadang. Maka dibangunlah gedung Fakultas Sains dan Teknologi dan Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) yang terdiri dari 33 Laboratorium, Studio Multimedia serta Green House, termasuk pengemban-gan ICT di UIN yang seluruhnya terhubungkan serat optic (fiber optic). Dengan berdirinnya ge-dung-gedung tersebut merupakan bentuk nyata hasil kerja keras dari rancangan dan pengembangannya bersama tim FST yang Ia pimpin sejak tahun 2002 dan berhasil diselesaikan dengan baik pada ta-hun 2004.

Kondisi FST saat ini, benar-benar diluar dugaan. “Kerja keras membuahkan hasil yang baik” ujarnya sembari tersenyum. Kini, FST telah menjadi fakultas yang cu-kup diperhitungkan di UIN Jakarta dengan prestasi yang gemilang. “Tentunya, hasil ini berkat kerja keras seluruh civitas akademika yang saya sebut mereka sebagai Saintekers” ujarnya merendah.

Sekarang, perkembangan FST sudah cukup baik. Karena, menu-rut Koordinator Bidang Organisasi dan Informasi Ikatan Cendekiawan Muslim (ICMI) ini menjelaskan, di-bidang akademik, FST telah me-miliki sedikitnya tujuh program studi yang kesemuanya telah terakreditasi di Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), dua program reguler, dan dua program internasional. Selain itu, FST menerbitkan delapan jur-nal ilmiah, rancang bangun Pusat Laboratorium Terpadu, dan meng-hasilkan 154 penelitian.

Secara pribadi, Ia memiliki visi dan misi untuk

mengembangkan tradisi Research and Development (R&D)

dikalangan sientekers, mewujudkan FST sebagai lembaga

terkemuka di kancah internasional

yang integrasi dengan keislaman,

mengembangkan program studi unggulan, dan program kerja

unggulan

Page 33: Majalah DinaMika Edisi 5

Sosok

DinaMika�0 Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Sosok

DinaMika�0 Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

Demikian juga, di bidang admin-istrasi umum, FST berhasil menjadi fakultas terbersih di lingkungan UIN tahun 2008 dan mengimplementa-sikan Sistem Informasi Manajemen Perpustakaan (e-library), serta me-miliki sarana dan prasaran yang memadai (kelas full in focus untuk lantai empat dan lima). Di bidang kemahasiswaan, setidaknya FST telah memberikan beasiswa ke-pada 1000 mahasiswa, Juara per-tama ajang bergengsi Indonesian ICT Award 2008 untuk kategori Karya Ilmiah Mahasiswa, dan Menciptakan Desa Binaan Mandiri gas dan energi.

“Kami juga berhasil melaku-kan kerja sama dalam p e n g e m -b a n g a n N a t i o n a l ICT Human Resources

Development (NICT-HRD) yang akan dija-dikan se-

bagai Centre of Excellent ICT di Indonesia, bekerja sama dengan 16 perusahaan dan lembaga, tu-juh universitas, sembilan pemerin-tahan, dan dua pondok pesantren untuk pengembangan jaringan dan penguatan kelembagaan” ujar Koordinator Tim Teknis NICT-HRD Project ini

Walaupun sudah baik, namun ke depan, lanjut pria yang sudah memiliki tiga putri ini, tugas yang di-emban masih banyak. Secara prib-adi, Ia memiliki visi dan misi untuk mengembangkan tradisi Research and Development (R&D) dikalan-gan sientekers, mewujudkan FST

sebagai lembaga terkemuka di kancah internasional yang

integrasi dengan keisla-man, mengembangkan program studi ung-gulan, dan program kerja unggulan.

Saat ini secara na-sional FST telah men-jadi lembaga terkemu-ka dengan rasio pe-

nerimaan

mahasiswa baru 7 : 1. Artinya, satu kursi diperebutkan tujuh orang. “Mimpi Saya untuk mewu-judkan ICT Centre of Excellence pun akan segera terwujud dengan beroperasinya NICT-HRD” ungkap-nya. Namun, tantangan ke depan untuk mewujudkan internasional-isasi fakultas dengan mencetak mahasiswa yang lebih cerdas, ber-integritas, dan berkarakter akan terasa lebih berat.

Beberapa tantangan tersebut adalah rasio dosen tetap dengan jumlah mahasiswa yang ada masih timpang, budaya organisasi dan sifat kerja masih perlu diubah, jum-lah penelitian yang masih kurang memadai, akses internet yang ma-sih terbatas, dan jumlah penulisan jurnal secara online yang belum memadai perlu segera dibenahi.

Harapan untuk mewujudkan mimpi masih ada dengan ban-yaknya keunggulan dan ciri khas yang dimiliki FST. FST UIN Jakarta memiliki distingsi yang membe-dakan dengan fakultas sejenis di universitas lain dengan digabung-nya tiga fakultas menjadi satu. Diluar FST, seharusnya Agribisnis masuk dalam Fakultas Pertanian, dan Teknik Informasi/Sistem

Informasi (TI/SI) masuk Fakultas Komputer. Sementara itu, ju-rusan Matematika, Biologi, Kimia, Fisika masuk

dalam Fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam) Selain itu, dis-

tingsi lainnya den-gan pembeka-lan mahasiswa pada mata ku-liah keislaman

dan bahasa asing (bahasa arab dan

bahasa Inggris) ke-pada mahasiswa, Untuk

Page 34: Majalah DinaMika Edisi 5

Sosok

DinaMika�2 Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

dapat bersaing di dunia global, seorang sarjana harus dibekali dengan penguasaan bahasa as-ing. Sehingga, alumni FST nanti-nya bukan hanya mampu bersaing dengan negara-negara Barat, tapi juga dengan negara Timur Tengah. “Dengan pembekalan keislaman, akhlak alumni FST akan senantiasa terjaga dengan baik.” Imbuhnya bangga

Untuk mencapai visi dan mis-inya, Syopian membuat beberapa sasaran dan strategi yang akan dijalankan selama lima tahun se-lanjutnya. Sasaran di bidang aka-demik tampak dengan terakredi-tasinya minimal empat program

studi di lingkungan FST bernilai A, berdirinya program pascasarjana dengan membentuk tiga kelas ma-gister yaitu; Magister Komputer, Magister Manajemen Agribisnis, dan Magister Sains,

Selain itu, diharapkan mayoritas dosen berpendidikan S3, semua dosen berpangkat minimal Lektor, dan setiap prodi memiliki minimal satu guru besar. “Kini, kita belum memiliki guru besar” ujarnya. Di bidang Administrasi Umum dengan terciptanya lingkungan fakultas yang sehat, bersih, aman, dan nyaman. Di bidang kemahasiswaan dengan tersedianya sistem informasi alum-ni yang komprehensif, dan sarana

penguatan bahasa mahasiswa. Strateginya, dengan penerapan

sistem informasi manajemen terpa-du atau yang Ia sebut e-education, konsolidasi organisasi dengan men-ciptakan iklim dan budaya organ-isasi yang sehat dan prima, serta peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dosen dan pega-wai “Peluang ke depan masih ada dengan kebutuhan pasar lulusan Sarjana Sains dan Teknologi masih luas. Kedepan akan banyak anca-man yang menghadang termasuk krisis ekonomi global. Perlu kerja yang maksimal agar apa yang di-cita-citakan bisa berhasil. Semoga ” harapnya.[]

DinaMikaPimpinan dan Staf

Untuk Kemajuan Sivitas Akademika

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430 HMinal Aidin Wal FaizinMohon Maaf Lahir dan Batin

Sucikan Diri Menuju Hari yang Fitri

Page 35: Majalah DinaMika Edisi 5

Sosok

DinaMika�2 Edisi: 05/Tahun II/2009 ��DinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009

r

MESKI sudah sering mengunjungi kampus, bintang sinetron dan pemain film Zaskia Adia Mecca justru mengaku merasa sedikit “khawatir” jika berhadapan dengan mahasiswa UIN Jakarta. Ia khawatir karena mahasiswa UIN Jakarta biasanya lebih kritis sekali-pun dalam hal-hal positif. “Saya tertarik dengan tema acara yang sangat baik ini, saya mencoba untuk ber-pikir positif karena saya memenuhi undangan ini den-gan tujuan baik. Ada sesuatu yang ingin saya sam-paikan kepada audien,” ujarnya saat menjadi pem-bicara pada Talkshow dan Sharing bertajuk Thank You Problem yang digelar BEM Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Adab dan Humaniora di Gedung Student Center, Selasa, 2 Juni 2009.

Dalam Talkshow tersebut, Zaskia mengimbau au-dien agar selalu berpikir positif dalam menghadapi masalah atau kondisi apa pun. Berpikir positif diperlu-kan ketika hendak melakukan suatu hal karena Allah mengikuti persangkaan hamba-Nya,” paparnya. “Awalnya, saya deg-degan dan sedikit resah. Saya ta-kut audien tidak menerima pembicaraan saya tetapi saya terus mencoba untuk berpikir positif dan alham-dulillah saya pun mendapatkan sambutan sangat baik dari teman-teman mahasiswa,” selorohnya. Pemikiran positif Zaskia membuahkan hasil yang positif pula baginya. Buktinya, sekitar 100 peserta yang memadati ruangan itu pun tertegun dengan ceramah Zaskia. Bahkan seusai acara, para peserta langsung menghampiri pemeran Aya dalam sinetron Para Pencari Tuhan itu untuk foto bersama. (Irma Wahyuni)

Zaskia Adia Mecca

Berpikir Positif pada Mahasiswa

Faris Kaya Kagumi Kampus UIN Jakarta SEKRETARIS The Istanbul Foundation for Science and Culture Prof Dr Faris Kaya diam-diam ternyata mengagumi kampus UIN Jakarta. Hal itu diutarakannya saat berbincang dengan DINAMIKA di sela-sela rehat acara simposium internasional tentang Social Harmony and Peace: Said Nursi on Muslim Revivalism, Education and World Peace di Ruang Uni Club Auditorium Utama, Jumat, 24 Juli 2009. ”Saya telah berkunjung ke UIN Jakarta sejak lima tahun lalu, dan ini adalah kunjungan yang ketiga kalinya. Saya perhatikan setiap berkun-jung ke sini selalu ada peubahan tajam dan progres baik dalam hal kebersihan, kerapihan maupun kemegahan gedung dan fasilitasnya,” papar Faris Kaya, yang juga pengagum pemikiran Badiuzzaman Said Nursi, tokoh intelektual Islam asal Turki. Faris Kaya pun terlihat senang berlama-lama tinggal di kampus yang dulu bernama IAIN Jakarta ini. ”Ya betah juga,” tu-turnya singkat dan tanpa tedeng aling-aling. Faris menyarankan, sebagai sebuah universitas, sebai-knya para pengajar UIN Jakarta mampu menjadi-kan mahasiswanya lebih cerdas sehingga mer-eka menjadi tokoh Islam berpengaruh di dunia.

Bassam Tibi gerah dengan Teroris

Ulah teroris yang akhir-akhir ini melanda du-nia, rupanya membuat gerah guru besar bi-dang Hubungan Internasional dari Universitas Goettingen, Jerman, Prof Dr Bassam Tibi. Ia gerah bukan saja teroris telah membuat stigma Islam – lantaran pelakunya banyak berasal dari kalangan Muslim -- menjadi negatif, tetapi juga

telah menganut pola pikir Islam yang terlampau progresif. Padahal, menurut Bassam Tibi, Islam progresif tak harus mendorong generasi muda Islam “menjadi teroris”. “Islam progresif adalah generasi yang berpikiran terbuka dalam menerima gagasan-gagasan yang datang dari luar, ber-sikap toleran, demokratis dan kritis terhadap ide-ide Barat,” ujar Bassam Tibi saat menjadi pembicara pada Konferensi Internasional Debating Progressive: a Global Perspektive yang digelar Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta-McGil University Kanada di Syahid Inn, Sabtu, 25 Juli 2009.

Tibi juga menegaskan, pemikiran Islam progresif justru akan menjawab tantangan-tantangan global dengan kekuatan ilmu penge-tahuan dan peradaban, bukan dengan senjata dan kekerasan. (Irma Wahyuni)

APA DAN SIAPA

Page 36: Majalah DinaMika Edisi 5

DinaMika�� Edisi: 05/Tahun II/2009 PBDinaMika Edisi: 05/Tahun II/2009