Majalah 45 edisi 03

60

description

 

Transcript of Majalah 45 edisi 03

Page 1: Majalah 45 edisi 03
Page 2: Majalah 45 edisi 03

2 s e p t e m b e r 2 0 1 5

Pemimpin Umum: A. HAFIZ HARAHAP

Pemimpin Redaksi:MUKHLIS WIN ARIYOGA

Redaktur Pelaksana:RIYANTO SEMEDI

Redaktur:BAMBANG SASWANDA HARAHAPERWINSYAH PUTRA

Sekretaris Redaksi:MUHAMMAD FADHILLAH

Grafis/Tata letak:PUTRI HARIYANTI

Fotografer :BIM HarahapFIRMAN SAPUTRA

Kontributor:AHMAD PARLINDUNGAN BATUBARADANNISH DARMAWANAHMADZI SYARIF NASUTIONAGUS MULIAHENDRI KURNIAWANFAUZI USMANBAHRI HASIBUAN

Keuangan :AHMADY SYAHPUTRA PURBANINING KURNIASIH

Pemasaran:IKA NASUTIONVEBBY YOANA SIREGARMUHAMMAD HUSNI

Distribusi :TAUFIK BATUBARA

Alamat Redaksi :Jln. Cedrawasih Komp. Cendrawasih Town House 7-BTelp. 061 845 9220E-Mail : [email protected] : Empatlima MajalahTwitter : @empaylimagz

Penerbit :CV Media Pranca Utama

Info Berlangganan dan Iklan :+62 813 2184 7805

Redaksi Empatlima Menerima Tulisan Opini, Artikel, dan Foto Lepas, Tulisan Maksimal 3.500 karakter. Dikirim vis e-mail Redaksi disertai foto dan identitas diri.

REDAKSI

Merayakan kemerdekaan sama dengan merayakan kebebasan hidup dalam keberagaman (perbedaan). Maka pertanyaannya, apakah artinya

kemerdekaan bila tak memberi ruang hidup bagi perbedaan? Perbedaan sebagai rahmatan lil’alamin semestinya tidaklah hanya sebatas konsep saja, namun menjadi nafas dalam berkehidupan. Perbedaan yang dimaksudkan adalah dalam hal pilihan politik, etnis, dan agama. Bukan perbedaan di ranah hukum dan perbedaan dalam hal pembangunan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Itu perlu diluruskan.

Pilkada sebagai anak sah demokrasi, baru lahir di tanah merdeka ini sejak Orde Reformasi digulirkan. Pilkada, semestinya tak lain untuk merealisasikan cita-cita mulia yang diamanatkan undang-undang dan semangat reformasi, haruslah terselenggara dengan baik (beradab) dan benar (taat hukum). Dan, hasil dari proses demokrasi (pilkada) ini seyogianya bermuara pada pembangunan yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia (rakyat).

“Sebenarnya reformasi politik, bahkan reformasi kekuasaan, sudah ratusan kali dilakukan bangsa ini. Sejak zaman Singasari atau mungkin sejak zaman sebelumnya dan bahkan, pada saat zaman Orde Baru didirikan. Namun, yang terjadi hanyalah reformasi kekuasaan yang satu ke yang lainnya, tidak pernah ada reformasi budaya.” Begitu kata Almarhum WS. Rendra, sang penyair Burung Meraka.

Reformasi budaya yang dimaksud Rendra adalah perihal bagaimana menempatkan hukum di atas kekuasaan. Hukum di atas segala-galanya dan mengatur segala segi kehidupan, termasuk penguasa itu sendiri. Dan, kekuasaan tidak hanya berarti kekuasaan raja atau presiden, tapi juga bisa berarti kekuasaan aparat pemerintahan mulai dari atasan sampai bawahan, kekuasaan orang-orang kaya, bahkan kekuasaan kelompok mayoritas. Reformasi, apapun itu, tidak ada gunanya jika hukum tidak berada di atas segala-galanya.

Itu jika ingin pameo “ jika bisa dipersulit kenapa harus dipermudah” tidak menjadi kuman yang menjangkiti segenap aparat pemerintahan, pun masyarakat. Semoga, pilkada serentak ini tak berujung KPK! [45]

Mukhlis Win AriyogaPemred

Refleksi Refleksip r o l o g

Page 3: Majalah 45 edisi 03

3s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 4: Majalah 45 edisi 03

f o k u s

4

Hidup Tenang Hati Senang

Hidup tenang hati senang. Filosofi itu tertanam betul di hidup Rijal Sirait, yang kini menjabat sebagai Senator asal Sumatera Utara. Ketika Tim EmpatLima bertandang

ke kediamannya di Jalan Garu III Gang Cendana No. 28, Rijal sedang asyik ‘senam’ pagi. Hanya memakai singlet bercelana ponggol, Rijal asyik mondar-mandir di rumahnya yang

luas nan asri itu, sambil mendorong beko berisi sampah halaman yang ia bersihkan.

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 5: Majalah 45 edisi 03

f o k u s

5

SANTAI dan bersahaja, itulah kesan yang tertangkap saat mulai

percakapan dengannya. Rijal bercerita, ritual khusus di pagi hari selalu ia jaga di tengah kesibukannya sebagai penyambung lidah rakyat. “Setiap pagi, sehabis subuh, saya selalu sempatkan bersih-bersih. Memberi makan ikan dan ayam,” kata Rijal sambil menunjukan lokasi ternak ikan dan ayam yang ia sisipkan di sela pekarangan halaman rumahnya. Bukan untuk dijual, Rijal melakukannya hanya untuk hobi dan menjaga agar hidupnya selalu tenang.

“Kalau kita tenang dalam menghadapi segala masalah. Seberat apa pun persoalan selalu ringan, hati pun selalu senang. Sebagai penyampai aspirasi rakyat, itulah yang selalu saya jaga,” kata ayah satu putri ini.

Filosofi tentang hidup itu didapat Rijal lewat pengalaman panjang. Memulai karir organisasi di Al Washliyah sejak 1988, karirnya melesat hingga sampai puncaknya menjabat sekretaris di Pimpinan Wilayah Al Washliyah Sumatera Utara. Dari organisasi, ia kemudian berpartai politik. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tempat ia bernaung, mengamanahkannya sebagai Ketua Majelis Pakar Dewan Pimpinan Wilayah PPP Sumatera Utara pada 2014.

Dari situlah karir politik Rijal Sirait mencapai era keemasan. Tiga periode berturut-turut ia dipercaya rakyat untuk duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara. “Alhamdulillah, dukungan rakyat kepada saya cukup besar. Amanah itu yang saya jaga, sehingga dalam mengambil setiap keputusan saya selalu timang baik buruknya. Jangan sampai mencederai orang lain,” katanya.

Dari tahun 1999-2014, Rijal telah merasakan manis pahitnya dunia politik legislatif.

Pun demikian ia tak pernah berhenti selagi masih bisa berkontribusi, dan rakyat masih membutuhkannya. Selesai menjadi anggota dewan level provinsi, ia melepas segala atribut kepartaian yang melekat pada dirinya. Atas dorongan orang-orang terdekat, ia kemudian maju dalam pertarungan Pemilu Legislatif sebagai anggota DPD RI.

“Ketika selesai tiga periode di DPRD, saat itu saya berfikir untuk berhenti sejenak dari hiruk pikuk panggung politik. Tapi ada dorongan dari orang-orang terdekat, mereka katakan saya masih bisa berkontribusi untuk memajukan Sumatera Utara. Saya pun kembali terpanggil,” ujarnya.

Rijal pun membulatkan tekad maju sebagai calon DPD RI. Visi dan misinya ketika itu adalah mewujudkan masyarakat Sumut yang memiliki kemampuan ekonomi kerakyatan berbasis syariah secara merata. Ia juga berusaha mewujudkan masyarakat yang cerdas dan berperadaban serta memiliki daya saing. Selain itu Rijal juga berusaha memperjuangkan perundang-undangan dan peraturan perekonomian yang berpihak kepada kepentingan masyarakat Sumut. Kemudian memperjuangkan perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang berasal dari pajak dan SDA Sumut. Termasuk juga memperjuangkan pendidikan masyarakat yang berbasis pada peningkatan

kecerdasan akhlakul kharimah.Sebagai pendatang baru di

ranah DPD, basis masa Rijal Sirait ternyata cukup solid di hampir seluruh kabupaten/kota se-Sumatera Utara. Ia kemudian berhasil menyodok ke posisi 2 perolehan suara terbanyak, mengungguli Parlindungan Purba yang ketika itu incumbent dan Dedi Iskandar Batubara yang notabene punya basis dukungan serupa (sama-sama di organisasi Al Washliyah).

Rijal pun melenggang ke Senayan. Duduk sebagai satu dari empat wakil rakyat Sumatera Utara di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk periode 2014-2019 pada Komite I. Komite I DPD RI merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; serta pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah.

Lingkup tugas Komite I sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan memperhatikan urusan daerah dan masyarakat yakni meliputi Pemerintah daerah; Hubungan pusat dan daerah serta antar daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pemukiman dan kependudukan; pertanahan dan tata ruang; politik, hukum, HAM dan ketertiban umum; dan permasalahan daerah di wilayah perbatasan negara.

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 6: Majalah 45 edisi 03

6

f o k u s

Tak Berhenti Selagi Rakyat Membutuhkan

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 7: Majalah 45 edisi 03

7

f o k u s

Tiga periode berturut-turut (1999-2014) Rijal Sirait duduk sebagai ang-gota legislatif di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Provinsi Sumatera Utara. Ternyata, tiga periode itu tidak cukup bagi Rijal Sirait untuk mengabdikan

diri kepada masyarakat. Bukan karena haus jabatan dan kekuasaan, ia terus maju (kini sebagai anggota DPD RI) karena merasa rakyat masih membutuhkannya.

Apa yang membuat Anda terus maju?

Dorongan dan semangat dari teman-teman. Mereka bilang saya masih bisa berkontribusi untuk masyarakat Sumatera Utara, tadinya saya ingin istirahat (setelah tiga periode di DPRD). Namun saya tak kuasa menahan dorongan dari teman-teman itu. Saya pikir selama masih sehat dan bisa berkontribusi, kenapa tidak?

Duduk sebagai anggota dewan di daerah, dan kini di Senayan apakah ada perbedaan?

Kalau mengenai pekerjaan, saya kira tidak ada bedanya. Legislatif itu tugasnya kan membuat dan merumuskan kebijakan, mengubah undang-undang dan sebagainya. Kami mengawasi para eksekutif dan mendorong mereka untuk bekerja dengan baik. Mungkin perbedaannya di suasana kerja dan lingkungan kerja, itu saja.

Kami dengar Anda tidak mau menyewa apartemen atau rumah dinas di Jakarta. Lebih suka memakai asrama Pemprovsu kabarnya, benar begitu?

Hahaha, iya. Tamu saya kan banyak, kalau di apartemen sempit. Kadang-kadang para tamu saya ingin menginap dan mengobrol sampai larut malam. Lagipula tinggal di asrama atau apartemen kan sama saja, sama-sama untuk tidur. Rencananya, selama di Jakarta, saya akan terus menggunakan asrama milik Pemprovsu itu.

Apa yang saat ini Anda perjuangkan untuk masyarakat Sumatera Utara?

Dana bagi hasil. Itu sudah lama diperjuangkan, namun hingga kini belum terealisasi. Kami melihat dana bagi hasil perkebunan untuk Sumatera Utara tidak adil. Seharusnya lebih banyak ke provinsi, dengan demikian pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat lebih meningkat. Ini listrik saja byar pet.

Bagaimana Anda mendorong itu cepat terealisasi?

Membangun komunikasi dengan para stake holder, termasuk para eksekutif di Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara. Kami di legislatif, khusus anggota DPD asal Sumatera Utara telah berkoordinasi dan sepakat dana bagi hasil akan jadi prioritas perjuangan. Kini tinggal membangun anggota DPR daerah pemilihan Sumatera Utara dan pemerintah daerah.

Sejauh ini bagaimana hasilnya?

Harus diakui, belum optimal. Masalahnya komunikasi itu belum terbangun. Kalau komunikasi tersendat bagaimana mau membangun visi yang sama. Saya kira ini pekerjaan rumah kami ke depan.

Bagaimana menurut Anda pembangunan di Sumatera Utara sejauh ini?

Ya itu tadi, karena legislatif dan eksekutifnya belum bersinergi, maka pembangunan ini sedikit lebih lambat dibandingkan dengan daerah-daerah di Pulau Jawa. Pemerintah kita seharusnya lebih pro aktif, harus ada kesepakatan bersama terkait arah kebijakan pembangunan. Ketika ada usulan dari pemerintah daerah, kami mencoba mendorongnya lewat kebijakan dan peraturan di Senayan.

Tiga periode di DPRD dan saat ini menjabat anggota DPD, ke depan ada niat untuk maju sebagai kepala daerah?

Hahahaha, tidak, tidak. Saya kira saya tidak akan maju sebagai kepala daerah. Memang banyak yang mendorong untuk maju sebagai kepala daerah, tapi saya tidak berminat. Saya merasa itu bukan menjadi bidang saya.

Bagaimana kalau dorongan itu datang dari rakyat?

Ya kalau itu lihat nanti saja, hahaha.

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 8: Majalah 45 edisi 03

f o k u s

8 s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 9: Majalah 45 edisi 03

f o k u s

9s e p t e m b e r 2 0 1 5

Nama Lengkap : Drs. H. Rijal SiraitTempat/Tgl. Lahir : Kapias Batu VIII, 02 September 1959Umur : 55 TahunJenis Kelamin : Laki-LakiAgama : IslamStatus Perkawinan : Kawin a. Nama Istri : Dra. Hj. Aidawati b. Jumlah Anak : 1 Orang dr. Hj. Rida Wahyuli SiraitAlamat : Jalan Garu III Gg. Cendana No. 28 Kelurahan Harjosari I Kecamatan Medan Amplas Kota Medan, Sumatera Utara Riwayat Pendidikan

Riwayat Organisasi

Kursus/Diklat yang Pernah diikuti :1. Lemhanas Anggota DPD RI Angkatan I Tahun 2014 di Jakarta.

Riwayat pekerjaan

1. KTU DPW PPP Sumut Tahun 1997 – 1999.2. KTU Madrasah Aliyah Proyek UNIVA Tahun

1992 –1997.3. Anggota DPRD Sumut Tahun 1999 – 2004.4. Anggota DPRD Sumut Tahun 2004 – 2009.5. Anggota DPRD Sumut Tahun 2009 – 2014.6. Anggota DPD RI Tahun 2014 - sekarang

Riwayat Hidup

1. SD Negeri 010009 Desa Kapias Batu VIII. Tanjung

Balai - Asahan Tahun 1973.2. PGA-4 Jalan Jamin Ginting. Kota Tanjung Balai

Tahun 1978.3. Sarjana Muda IAIN SU Kampus I. jalan IAIN 1.

20235. Kampus II. Jalan Williem Iskandar Pasar V. Medan Estate.

4. Sarjana Lengkap IAIN SU Kampus I. Jalan IAIN 1. 20235. Kampus II. Jalan Williem Iskandar Pasar V. Medan Estate.

1. Wakil Sekretaris Gerakan Pemuda AL Washliyah Kota Medan Tahun 1988 - 1991

2. Ketua Gerakan Pemuda AL Washliyah Kota Medan Tahun 1992 - 1996

3. Sekretaris Gerakan Pemuda AL Washliyah Sumatera Utara 1996 - 2001

4. Wakil Sekretaris DPW PPP Sumatera Utara Tahun 1999 - 2004

5. Ketua Gerakan Pemuda AL Washliyah Sumatera Utara Tahun 2001 - 2005

6. Ketua Gerakan Pemuda Ka’bah Sumatera Utara Tahun 2000 - 2007

7. Sekretaris PW AL Washliyah Sumatera Utara Tahun 2003 - 2008

8. Sekretaris PW MASUMI Sumatera Utara Tahun 2004 - 2009

9. Wakil Ketua DPW PPP Sumatera Utara Tahun 2004 - 2009

10. Sekretaris PW AL Washliyah Sumatera Utara Tahun 2008 - 2012

11. Ketua Majelis Pakar DPW PPP Sumatera Utara Tahun 2009 - 2014

Page 10: Majalah 45 edisi 03

f o k u s

10

Hasil Reses Rijal Sirait, Anggota DPD RI Komite I

1. Mendorong Pemerintah Pusat agar menjadikan Pelabuhan Teluk Nibung sebagai pelabuhan internasional. Untuk itu pula perlu pembangunan sarana dan prasarananya ke arah yang lebih baik dan lebih ditingkatkan lagi. Di antara infrastruktur yang harus diperhatikan adalah pelebaran jalan. Selain itu, berkaitan dengan Dana Bagi Hasil diharapkan ada bagi hasil dari pelabuhan Teluk Nibung dari tarif keluar masuknya peti kemas seperti yang dilakukan di daerah Dumai.

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 11: Majalah 45 edisi 03

f o k u s

11

DPD RI harus terus mendorong percepatan pembangunan di daerah Kabupaten/Kota yang berbasis tingkat Kecamatan dan mensinergikan program pembangunan pemerintah daerah, dengan lembaga nonpemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM).

2. Sekat-sekat birokrasi ternyata masih berlangsung di instansi pemerintah. Ini menjadi kendala yang menghambat kinerja baik itu kinerja pemerintah maupun lembaga-lembaga nonpemerintah seperti Lembaga Bantuan Hukum, PMI dan sebagainya. DPD RI memberikan masukan dan saran kepada Kementerian PAN dan jika memungkinkan

diterapkan sanksi yang tegar terhadap oknum yang nyata-nyata mengandalkan kekuasaan daripada mengikuti aturan.

3. Perlu perhatian dan penanganan yang lebih fokus dan terarah berkaitan dengan persiapan pelaksanaan Pilkada langsung. Pendataan pemilih menjadi perhatian krusial berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada.

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 12: Majalah 45 edisi 03

Sebelum ikan dijual kepada para Tauke, ikan-ikan ini terlebih dahulu dipisahkan diantaranya untuk konsumsi dibawa pulang oleh para nelayan

e k o n o m i

12

Tekong Kecil di Samudera HindiaPotret Kehidupan Nelayan Pesisir Natal

Matahari belum sempurna menyembul di balik bebukitan. Rizal (20) telah melepas tali pengikat di dermaga kayu di sungai Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing

Natal. Deru mesin kapalnya membumbungkan asap hitam lewat knalpot yang terpancang tinggi di atas kapal kayu bermesin diesel.

Pukul 05.30 pagi, kapal telah berada di muara sungai. Saatnya Rizal sebagai tekong (nahkoda) waspada. Ia terlihat sigap mengarahkan kapal lewat kemudi berupa satu batang besi yang digeser ke kiri dan kanan. Bila salah sedikit, resiko besar pun menanti, kapal akan tersangkut di muara yang beberapa bagian terkenal dangkal. Bila sudah tersangkut, kapal akan menjadi sasaran hempasan ombak, bisa-bisa karam di muara pertemuan sungai Natal dengan Samudera Hindia ini.

Beruntung, pagi itu ombak tak terlalu besar, angin yang tenang disertai cuaca cerah mengantarkan kapal kayu dengan mesin PS 100 menuju laut lepas. Sang nahkoda dan tiga orang anak buah kapal (ABK) ini bersiap mencari berkah di lautan lepas.

Pukul 07.00 WIB, kapal telah sampai di laut lepas, berjarak sekitar 15 KM dari bibir pantai. Dua ABK dengan sigap menurunkan alat

tangkap yang biasa disebut dengan pukat hamparan dasar, tampak dua tali pengikat terlihat menegang di sisi kiri kanan kapal, sonar kecil di dalam kapal menunjukkan tanda-tanda ikan berada. Kemudian pukat diseret mengikuti titik pertanda ikan di sonar. Sambil menunggu dengan harap-harap cemas, satu persatu ABK membuka perbekalan makanan.

Sambil melahap sarapan pagi di atas kapal kayu sepanjang 7 meter dengan lebar 2,5 meter tersebut, Rizal pun bercerita tentang ia memutuskan menjadi nelayan. Keputusan itu ia pilih ketika usianya masih 16 tahun. Alasannya sederhana, ingin mandiri dan memiliki penghasilan sendiri kemudian berharap bisa membantu ekonomi keluarga. Di usia yang belia tersebut, Rizal berhenti sekolah dan memilih belajar kehidupan lewat badai dan ganasnya lautan.

Rizal tidak sendiri. Ada banyak nelayan lain yang seharusnya masih berada di sekolah, namun harus berada di kapal-kapal kayu mencari penghidupan di lautan. Seperti dua ABK lain di kapal tersebut, pun terbilang muda. Rata-rata usia mereka masih 19 tahun, namun otot-otot mereka terlihat kekar dengan kulit yang legam. Saat ditanya mengapa memilih menjadi nelayan di usia yang sangat muda, alasan ekonomi pun meluncur dari mulut calon-calon tekong ini.

Dalam perbincangan menunggu pukat ditarik, tampak pula, mereka tak memahami betul pentingnya pendidikan. Alasan segera mencari nafkah dan berpenghasilan kerap dijadikan pembenaran. Betapa pendidikan tak menjadi prioritas, yang mereka pahami adalah menjadi nelayan merupakan profesi yang paling mudah untuk mendapatkan uang, tak perlu ijazah atau kepintaran, cukup tenaga dan kemauan bertahan di atas gelombang ombak.

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Peliput & Foto : Bim Harahap

Page 13: Majalah 45 edisi 03

e k o n o m i

13

“Menjadi nelayan ingin mendapatkan uang, bisa membantu keluarga, setidaknya tidak menjadi beban orang tua lagi. Kalau pendidikan sudah tidak terpikirkan lagi, sekarang fokus saja mencari uang,” ujar Anhar (18) kepada EmpatLima, yang mengikuti aktivitas melaut nelayan Natal, Kecamatan Natal, beberapa waktu lalu.

Perbincangan dengan Anhar pun terhenti, karena ia mengaku mengantuk setelah begadang semalaman. Kemudian ia merebahkan diri di bagian depan kapal yang terbuka. Tak perduli dengan terik matahari pagi. Dalam sekejap, ia telah terlelap bersama satu rekan sesama ABK.

Sementara itu, Rizal tetap tampak masih memegang kemudi. Sesekali tangannya menekan tombol yang ada pada sonar, mencari tahu keberadaan ikan kemudian mengarahkan kapal melaju dengan kecepatan sedang. Matanya sudah tampak memerah menahan kantuk. Beberapa menit kemudian, Rizal berganti dengan ABK lain yang berusia lebih tua,sekitar 40-an tahun, yang ternyata tekong utama yang menjadi penanggung jawab kapal tersebut.

Kemudian Rizal melanjutkan perbicangan. Ia menjelaskan, setelah pukat diturunkan ke dasar lautan, kemudian pukat tersebut akan diseret selama 4 jam. Panjang tali pengikat bisa mencapai 200 meter. Namun, bukaan pukat di dalam lautan hanya setinggi 3 meter. Saat menyeret pukat inilah menjadi kesempatan bagi ABK untuk tidur, sementara tekong tetap menuntun kapal menyeret pukat ke arah yang dianggap banyak ikan.

“Nanti pukat diseret, mengikuti petunjuk sonar. Tapi tidak terlalu jauh karena bahan bakar hari ini hanya cukup untuk sekali jatuh pukat ke laut, hanya 70 liter. Dalamnya pun hanya sekitar 12 meter,” jelas anak pertama dari 5 bersaudara ini.

Nelayan Kian Terjepit

Rizal mengakui, saat ini kondisi lautan tidak seperti dulu lagi, pendapatan para nelayan jauh berkurang, tak jarang mereka harus rugi karena hasil penjualan ikan yang didapat tidak cukup untuk membayar bahan bakar. Kondisi ini, kata dia, diperparah dengan harga bahan bakar yang mahal. Selain itu mereka juga harus bersaing dengan kapal-kapal besar dari daerah lain yang tak jarang masuk ke wilayah perairan Natal.

“Kapal-kapal besar ini ada yang menggunakan pukat harimau. Bukaan jaring mereka bisa sampai 15 meter, sementara kami hanya 3 meter. Teknologi mereka juga canggih, bahkan kami pernah melihat mereka sempat menggunakan bom ikan,” ungkap Rizal.

Kondisi ini, kata Rizal, sudah terjadi sejak lama, tapi mereka tak mampu berbuat banyak karena mereka tidak paham apa yang harus mereka lakukan. Bahkan, saat ini mereka sudah mendapatkan kabar bahwa jenis pukat hamparan dasar yang rata-rata digunakan nelayan juga sudah dilarang pemerintah penggunaannya.

“Kabarnya bulan Januari tahun 2016 kami tidak bisa lagi menggunakan pukat yang saat ini kami gunakan, tapi kami belum tahu apa jalan keluar yang diberikan pemerintah. Karena bila ini dilarang, tentu mengancam

mata pencaharian kami yang kebanyakan nelayan sampai sekarang. Kami juga tidak tahu apakah ada bantuan alat tangkap pengganti dari pemerintah,” ujarnya.

Para nelayan khawatir atas pelarangan tersebut, sebab mereka tidak memiliki alat tangkap lain selain pukat hamparan dasar yang saat ini mereka gunakan, Namun. ia mengaku akan menerima keputusan pemerintah tersebut asal ada solusi dan tidak mengancam pendapatan mereka.

“Seharusnya yang dilarang itu kapal-kapal besar yang menggunakan alat tangkap pukat harimau atau bom ikan. Kalau kami juga dilarang, ya, mau apalagi. Kami sebagai nelayan harus ikut, tapi berilah kami solusi, jangan hanya dilarang, tapi tidak diberi jalan keluar,” ujarnya.

Sudah 3 jam lebih kapal berusia 10 tahun tersebut menyeret pukat. Namun, lewat petunjuk sonar, belum ada pertanda kapal akan mendapatkan ikan yang banyak. Tiba-tiba sang tekong senior membangunkan ABK yang tidur, ia berteriak kalau pukat sepertinya tersangkut karang besar. Laju kapal pun dihentikan. Seluruh ABK sudah bersiap di bagian belakang menaikkan pukat ke atas kapal.

Rizal, Anhar, dan satu rekannya secara perlahan menarik pukat. Tidak ada tenaga mesin. Pukat yang cukup berat tersebut diangkat secara manual mengandalkan tenaga manusia. Seluruh nelayan

Dua orang ABK mempersiapkan tali untuk mengikat alat tangkap pukat hamparan dasar yang akan dijatuhkan ke lautan.

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 14: Majalah 45 edisi 03

p o l i t i k

14

di atas kapal tampak khawatir akan kondisi pukat, karena dapat dipastikan bila tersangkut, pukat tersebut akan hancur dikoyak karang yang rata-rata berukuran besar.

Beruntung pukat tersebut tidak tersangkut karang, ternyata hanya tersangkut beberapa kayu di dalam lautan. Setelah 15 menit pukat ditarik ke atas kapal, tampaklah hasil tangkapan yang sebagian besar merupakan ikan teri. Kemudian ikan-ikan ini dikeluarkan dari pukat dan diletakkan di bagian depan kapal.

Sekitar pukul 10.30 WIB, kapal melaju pulang. Hasil tangkapan hari ini pun siap untuk dijual. Pukul 11.20 WIB kapal memasuki muara sungai dan langsung merapat menemui para tauke yang biasanya sudah menunggu di pinggir sungai. Tampak beberapa kapal nelayan sudah terlebih dahulu bersandar. Jual beli ikan antara nelayan dan tauke ini pun terbilang unik, tidak menggunakan ukuran berat, hanya menggunakan perkiraan para tauke.

Hasil tangkapan pada hari itu hanya dihargai Rp 500 ribu. Rizal dan ABK lainnya tampak lesu, mereka pun merugi, bahkan untuk mengembalikan modal bahan bakar sebesar Rp 600 ribu pun tidak cukup. “Ya, mau bagaimana lagi. hari ini kita merugi, berarti harus utang bahan bakar kepada pemilik kapal. Mudah-mudahan besok hasil tangkapan bisa menutupi utang bahan bakar hari ini,” kata Rizal dengan wajah yang terlihat kecewa.

Pendapatan sebagai nelayan akhir-akhir ini sulit diprediksi, biasanya mereka menerapkan pembagian 50 : 50 dengan pemilik kapal. Setiap nelayan bila ikut melaut akan mendapatkan penghasilan harian 50 ribu rupiah, mereka biasa menyebutnya dengan istilah amper.

“Misalnya, penghasilan satu hari tersebut 1 juta rupiah, solar yang dihabiskan Rp 600 ribu, sisanya Rp 400 ribu akan dibagi dua dengan pemilik kapal. Nah, sisa Rp 200 ribu inilah akan dibagi rata dengan jumlah ABK. Inilah penghasilan di luar amper, kami akan terima uangnya setiap 10

hari, dan bisa jadi dalam satu hari tersebut kami tidak dapat apa-apa kalau hasil tangkapannya merugi seperti hari ini. Kalau sudah begini, kami terpaksa mengutang kepada pemilik kapal,” jelasnya.

Pukat Harimau Persulit Kehidupan Nelayan

Banyak nelayan mengeluhkan,

salah satu penyebab minimnya hasil tangkapan saat ini adalah maraknya keberadaan pukat harimau di perairan Natal. Ironisnya, kapal-kapal yang menggunakan alat tangkap pukat harimau ini adalah kapal-kapal yang berasal dari luar daerah Natal.

Salah seorang nelayan, Asrizal (34) menuturkan kepada EmpatLima, Selasa (21/7). Keberadaan pukat harimau ini bukanlah berasal dari nelayan Natal, melainkan nelayan dari daerah lain yang diduga berasal dari Sibolga. Kapal-kapal ini dengan bebas melakukan aktivitas penangkapan ikan menggunakan pukat harimau, bahkan di antara kapal-kapal tersebut pernah terlihat menggunakan bahan peledak.

“Sejak keberadaan pukat harimau di perairan Natal ini, hasil tangkapan nelayan Natal menurun secara drastis. Ini sudah berlangsung selama beberapa tahun belakangan,” jelasnya.

Untuk itu, Asrizal berharap ada tindakan tegas dari pihak terkait. Bahkan hal ini kata dia sudah pernah dilaporkan kepada Satpolair Polres Mandailing Natal beberapa waktu lalu. Namun belum ada tanda-tanda kapal yang menggunakan pukat harimau ini keluar dari perairan Natal.

“Sampai saat ini pukat harimau dan pembom ikan tersebut masih ada. Kami nelayan sering melihat hal ini. Namun tidak berani melakukan apa-apa, selain kapal kami kecil, kapal mereka juga memiliki kecepatan berkali lipat dari kapal kami,” ungkapnya.

Sementara itu, tokoh masyarakat Natal, Ali Anapiah, mengatakan, terkait pelarangan penggunaan alat tangkap yang biasa digunakan nelayan Natal

saat ini, sebaiknya pemerintah terlebih dahulu menindak tegas kapal-kapal besar di perairan Natal yang beroperasi menggunakan pukat harimau dan bahan peledak. Karena pukat harimau tersebut berasal dari luar Kabupaten Mandailing Natal. Keberadaan mereka di perairan Natal semakin memperparah kondisi nelayan Natal saat ini.

“Bila alat tangkap nelayan Natal dilarang, pemerintah juga harus aktif terlebih dahulu menertibkan alat tangkap pukat harimau dan pembom ikan yang ada di perairan Natal saat ini. Mereka ini bukan nelayan Natal, namun dampaknya dirasakan nelayan di sini,” ujar mantan anggota DPRD Mandailing Natal ini.

Ali berharap pemerintah tidak tebang pilih dalam penertiban alat tangkap. Ia yakin nelayan Natal akan menerima kebijakan pemerintah asal ada solusi yang diberikan, serta kebijakan tersebut berlaku menyeluruh dan tidak tebang pilih.

Dia menambahkan, sebaiknya pemerintah menyusun rencana jangka panjang untuk memperbaiki perekonomian masyarakat nelayan di Natal, misalnya pengadaan alat budidaya perikanan, sehingga nelayan tidak hanya terpaku mati pada satu cara yang selama ini digunakan.

“Hingga kini tidak ada investasi budidaya perikanan dan hasil laut di Natal, sehingga tidak memberi nilai tambah apa pun terhadap hasil tangkapan nelayan. Dampaknya sangat jelas, nelayan tidak mampu bersaing karena yang dijual adalah bahan baku, tidak hasil olahan,” imbuhnya.

Sementara itu sumber EmpatLima dari instansi kelautan yang meminta identitasnya dan identitas instansinya tidak disebutkan mengakui, pihaknya mengalami kesulitan dalam menertibkan kapal-kapal yang menggunakan alat tangkap pukat harimau dan bom ikan yang berada di perairan Natal, pasalnya kapal-kapal tersebut berasal dari Sibolga dan diduga dibekingi oleh oknum TNI Angkatan Laut.

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 15: Majalah 45 edisi 03

p o l i t i k

15

“Kami kan kesulitan di sana, karena antarinstansi begini menjadi sangat sulit. Kami beberapa kali dihubungi oleh pihak-pihak yang mengaku oknum TNI AL, intinya meminta kami untuk tidak bertindak atas peredaran kapal pukat harimau dan bahan peledak ini,” ungkapnya.

Bahkan, kata sumber EmpatLima ini, selain oknum yang mengaku dari TNI AL, pernah juga pihaknya harus berhadapan dengan anggota DPRD dari Kabupaten Tapanuli Tengah, karena pihaknya pernah menahan satu kapal dengan alat tangkap pukat harimau yang beroperasi di sekitar perairan Natal. “Kami pernah bertindak, menangkap kapal dengan alat tangkap pukat harimau.Saat itu datang orang yang mengaku sebagai salah satu anggota DPRD Tapanuli Tengah, dan dia pemilik kapal, hingga saat ini dokumen kapal tersebut masih ada bersama kami,” jelasnya.

Dia mengakui, peredaran pukat harimau ini mengancam mata pencaharian masyarakat Natal yang umumnya berprofesi sebagai nelayan, karena itu ia berharap penertiban ini bisa dilakukan langsung antarpemimpin institusi atau stakeholders kelautan yang ada. “Kondisinya saat ini cukup sulit. Satu sisi masyarakat terjepit dengan peredaran pukat harimau yang berasal dari luar daerah mereka, di sisi lain saat ini masyarakat juga terjepit dengan peraturan pemerintah tentang pelarangan alat tangkap yang digunakan nelayan-nelayan kecil ini. Untuk itu butuh kebijakan yang menyeluruh sehingga masyarakat nelayan ini bisa diselamatkan dan antarinstitusi juga menjaga komitmen tersebut,” ujarnya.

Meninggalkan Profesi Nelayan

Sulitnya kehidupan para

nelayan di Natal, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal, saat ini menjadikan profesi nelayan mulai banyak ditinggalkan. Mereka memilih beraktivitas di daratan

sekalipun bekerja serabutan. Alhasil tingkat pengangguran di kalangan masyarakat nelayan pun semakin meningkat. Padahal, selain potensi kelautan, wilayah Kecamatan Natal juga dikenal sebagai daerah produksi perkebunan sawit, setidaknya ada 5 perusahan perkebunan kelapa sawit berskala besar di daerah ini.

“Kalau sudah berkeluarga, sulit rasanya bertahan menjadi nelayan. Pendapatan tidak lagi mencukupi kebutuhan keluarga. Tak jarang pulang dari melaut dalam keadaan merug. Penghasilan yang tidak menentu ditambah penurunan hasil tangkapan secara drastis beberapa tahun terakhir ini, membuat saya memutuskan berhenti menjadi nelayan,” ujar Ridwan.

Padahal, menjadi nelayan sudah dilakoni Ridwan sejak usianya masih belasan tahun. Berpuluh tahun menjadi nelayan hanya cukup menghidupi keluarga secara pas-pasan, karena itulah Ridwan memutuskan berhenti sejak tiga tahun lalu, kemudian beralih membuka usaha warung kopi.

“Sebenarnya banyak yang ingin berhenti, tapi sulitnya lapangan kerja ditambah dengan kemampuan yang hanya bisa menjadi nelayan membuat sebagian kawan-kawan tetap bertahan. Kondisinya memang sangat sulit, misalnya saat lebaran tahun ini, banyak para nelayan yang terbelit utang,” ungkap ayah dua anak ini.

Ridwan berharap pemerintah bisa turun tangan mengatasi persoalan ini agar nelayan bisa hidup sejahtera. Misalnya,kata Ridwan, nelayan diberikan pemahaman soal alat tangkap yang bisa menyesuaikan diri dengan kondisi saat ini. “Alat tangkap saat ini adalah alat tangkap yang biasa digunakan sejak puluhan tahun lalu, bila ternyata alat tangkap tersebut dianggap kurang tepat, pemerintah sebaiknya memberikan penyuluhan dan membantu pengadaan alat tangkap yang lebih baik,” ujarnya.

Pantauan EmpatLima , Senin (21/7), belum ada pengolahan hasil tangkapan para nelayan yang bisa memberi nilai tambah. Para nelayan masih bergantung kepada para tauke untuk menjualkan hasil tangkapan, kemudian hasil tangkapan tersebut langsung dijual ke luar daerah tanpa ada proses pengolahan untuk menaikkan harga ikan yang berasal dari Kecamatan Natal.

“Paling ada di sini pengasinan ikan. Itu juga masih sangat tradisional. Selain itu belum ada proses lain dari hasil tangkapan para nelayan, akibatnya tidak ada nilai tambah. Akhirnya ikan pun dibeli tauke dengan harga murah,” ujar Ridwan. [45]

Aktivitas penjualan ikan di bibir sungai juga tak terlepas dari keterlibatan anak-anak.

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 16: Majalah 45 edisi 03

p e n d i d i k a n

POLITEKNIK nEGERI MEDIA KREATIFpotensi besar kampus kreatif yang tersembunyi

Di balik hirukpikuk dunia pendidikan yang cukup maju, ternyata ada kampus besar yang kreatif yang masih tersembunyi. Bila disebut nama kampus Politeknik

Negeri Media Kreatif, tentu belum semua orang di Kota Medan mengetahuinya. Padahal kampus ini menjadi salah satu kampus yang memiliki potensi unggul di antara kampus-kampus negeri dan swasta lainnya di Sumatera Utara. Kampus yang memiliki tujuan membantu menciptakan masyarakat kreatif dan juga mengembangkan ekonomi kreatif yang diusung oleh pemerintah, Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) yang berpusat di Jakarta mulai berkembang dengan membuka kampus baru di Kota Makasar, Sulawesi Selatan, dan juga Kota Medan. Kampus Polimedia Kreatif ini telah berdiri selama lima tahun di Kota Medan. Sejak tahun 2011 hingga sekarang kampus negeri ini telah menghasilkan pemuda yang kreatif, produktif, dan inovatif. Kampus Polimedia Kreatif memiliki fasilitas yang terbilang sangat modern dilengkapi dengan gedung perkantoran, gedung teori dan praktik, gedung produksi. Jika berbicara soal pendidikannya, Anda yang tertarik di dunia media tentu saja akan tergiur dengan sistem belajar yang tidak akan membuat Anda cepat bosan. Jumlah mahasiswa dalam satu kelas dibatasi hanya 32 orang saja, tujuannya untuk lebih mengembangkan fokus dalam belajar yang proporsional dan efektif.

Dalam buku Prospective yang diterbitkan oleh Kampus Polimedia Kreatif, ada lima poin ciri

pendidikan yang diterapkan di Polimedia Kreatif ini yang berfokus kepada basis kompetensi produksi dan kewirausahaan, vokasi terapan, pengembangan nalar dan kemampuan, estetika dan inovasi dari mahasiswa, yang didasari dari pemahaman konsep dan juga penerapan teori dalam proses produksi. Inilah visi dan misi Polimedia Kreatif dalam membantu pemerintah dalam mengembangkan, menciptakan, menerapkan dan menyebarluaskan sumber daya manusia yang kreatif, inovatif, kompetitif dan berakhlak mulia dalam Industri Kreatif Indonesia.

Kampus Polimedia Kreatif Medan sendiri telah membuka tiga jurusan media kreatif: Teknik Grafika, Desain Grafis, dan Multimedia. Masing masing jurusan punya keunggulan yang tentu berbeda. Teknik Grafika adalah jurusan yang berfokus kepada keahlian di bidang teknik cetak dan pracetak yang unggul dalam bisnis wirausaha bidang grafika. Bidang ini mengajarkan mahasiswa tentang manajemen pemasaran dan ilmu berwirausaha dalam percetakan yang berkualitas dan juga terampil. Sejalan dengan media grafika, bidang Desain Grafis mempunyai keunggulan dalam hal mendesain tampilan logo, branding, kemasan, literatur promosi dan kehumasan. Ahli madya dari Desain Grafis Polimedia Kreatif Medan akan memiliki wawasan kewirausahaan dan juga teknologi. Mahasiswa bidang ini akan mempelajari segala aspek teori mulai dari manual dan analog yang terdapat dalam dunia desain grafis. Ahli madya desain grafis dianggap akan mampu mengangkat kekayaan kreasi lokal melalui media desain grafis yang akan diaplikasikan ke dalam industri penerbitan,

Peliput/Foto : Ahmadzi & Putri

16 s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 17: Majalah 45 edisi 03

p e n d i d i k a n

percetakan, periklanan, film, video, gambar, televisi, fashion, dan lainnya di mata pecinta seni internasional.

Bidang Multimedia pun tidak kalah menarik, dengan segala media yang ada ahli madya dari Jurusan Multimedia ini akan mampu menyampaikan pesan dengan tepat kepada pembaca maupun pendengar serta menjadikan media lebih interaktif dan semakin menarik. Kebanyakan lulusan multimedia Polimedia Kreatif Medan ini mejadi animator, fotografer, web designer, art director, video grapher, dan juga digital illustrator.

Jika berbicara dari sudut tim pengajar dan dosen, tidak perlu ragu ragu. Polimedia Kreatif Medan memberdayakan tenaga pengajar profesional yang ahli dan memiliki kualifikasi keilmuan yang sesuai dengan bidang profesinya. Dosen dan tim pengajar tentunya memiliki jaringan dan kemitraan yang luas dengan dunia industri serta kalangan bisnis untuk membantu mahasiswa dalam meraih sukses. Upaya kerja sama dengan berbagai pihak tetap dijalin demi menciptakan relevansi antara pendidikan, dunia usaha dan kalangan pemerintah agar konsep triple helix yang diyakini sebagai kunci pengembangan industri kreatif dapat diwujudkan.

Nasrudin, SH, MAP, Penanggungjawab Politeknik Negeri Media Kreatif Medan, menyatakan bahwa tahun akademik 2015-2016 ini, jumlah peminat yang dinyatakan lulus untuk ketiga bidang kejuruan sebanyak 285 orang dan ketika disinggung tentang peluang kerja bagi lulusan kampusnya, beliau mengatakan bahwa sampai saat ini seluruh alumni sudah terserap habis di dunia industri bahkan beberapa mahasiswa aktifpun telah ada yang bekerja secara part time.

Putri adalah salah seorang mahasiswa aktif yang telah bekerja secara part time pada sebuah media cetak yang ada di Kota Medan. Sebagai mahasiswa smester akhir dirinya membagi waktu antara kuliah dan menyusun tugas akhir yang sedang dikerjakannya. “Kebetulan tidak ada mata kuliah lagi, saya bisa kapanpun mengerjakan tugas akhir atau me-layout majalah. Pokoknya dikerjakan secara bergantian,” ungkap desainer grafis dan layouter salah satu majalah Kota Medan ini.

Jika Anda ingin merasakan atmosfer kampus tersembunyi nan kreatif Politeknik Negeri Media Kreatif Medan ini, Anda bisa langsung datang ke Jl. Sinumba No. 03 Medan - Helvetia. [45]

17s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 18: Majalah 45 edisi 03

18 s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 19: Majalah 45 edisi 03

19

Sinduang merupakan bahasa lokal masyarakat Natal yang berarti beruang. Binatang inilah yang kemudian mengilhami pembuatan teatrikal sinduang yang kerap dimainkan pemuda

di wilayah pesisir pantai barat Kabupaten Mandailing Natal ini.

Sinduang, Teatrikal Lokal Masyarakat Natal

Terbuat dari rangkaian bilah-bilah bambu, dan rotan yang ditutupi ijuk

dengan bagian kepala berbentuk beruang. Seorang pemuda akan masuk ke dalam replika beruang tersebut kemudian menari mengikuti irama gendang. Selain sinduang, ada beberapa pemain lagi yang menari mengitari sinduang tersebut.

Pemain-pemain yang mengitari sinduang ini disebut noni-noni, dewa, dan dayak. Mereka berperan sebagai penari yang akan menambah kemeriahan permainan sinduang.

Sekretaris Ikatan Keluarga Pemuda, Pelajar Natal Sekitar (Ikappenas) Medan, Arifuddin, mengungkapkan, permainan sinduang ini awal mulanya merupakan sebuah ungkapan kegembiraan saat musim panen tiba, namun seiring waktu, kearifan lokal masyarakat ini sempat ditinggalkan.

“Dapat dikatakan sinduang ini sempat ditinggalkan. Namun akhir-akhir ini kembali ada dan menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat Natal,” ujar Arif kepada EmpatLima. Kamis (17/7).

Permainan sinduang yang biasanya dimainkan pada malam hari ini menampilkan kejenakaan dan kegembiraan. Para pemain akan mendatangi rumah-rumah warga kemudian menampilkan teatrikal sinduang di halaman rumah warga.

Arif mengatakan, sinduang saat ini menjadi permainan lokal yang terancam hilang, sehingga permainan yang sempat dinikmati setiap musim panen ini hanya dapat dinikmati pada malam-malam bulan Ramadan dan lebaran Idul Fitri saja.

Sementara itu warga Natal lainnya, Jufri (41), mengatakan, selain sebagai sebuah hiburan,

sinduang merupakan bentuk kreativitas masyarakat membentuk permainan dari alam, yakni belajar dari apa yang ada di alam kemudian menjadikannya hiburan.

“Secara pribadi, saya melihat ada pesan-pesan tersendiri dari permainan ini. Sinduang ini binatang buas, tapi bila dihadapi dengan cara-cara tertentu, binatang ini bisa ditaklukkan,” jelas Jufri.

Artinya, lanjut Jufri, sinduang ini adalah permainan yang memberi makna bahwa tidak ada masalah yang perlu ditakuti, karena bila ditangani secara tepat pasti akan memiliki jalan keluar.

Bagi para perantau Natal yang mudik saat lebaran, teatrikal sinduang ini menjadi hiburan tersendiri, yakni mengembalikan ingatan tentang permainan rakyat yang tentunya dirindukan oleh para perantau.

“Permainan ini membuat kembali terkenang masa kecil, karena sinduang ini hiburan sejak masa kecil. Sebagai perantau tentu sangat rindu permainan seperti ini,” ujar Ali Napiah Saragih (48), salah seorang perantau Natal yang mudik dan menyaksikan permainan sinduang.

Sementara itu, pengelola tetarikal sinduang, Idwansyah (44),

mengatakan permainan sinduang ini sengaja dikembangkan kembali setelah melihat minimnya hiburan tradisi pada malam hari di Natal. Karena itulah pria yang akrab disapa Iyet ini berinisiatif membuat sinduang dan menampilkannya pada malam Ramadan dan Idul Fitri.

“Kami akan berkeliling setiap usai shalat Taraweh. Kemudian untuk malam lebaran usai shalat Isya, berkeliling kampung memberi hiburan tradisional,” jelasnya.

Iyet yang belajar membuat sinduang dari sang kakak mengatakan, kelompok sinduang yang ia kelola memiliki 20 orang anggota, terdiri dari penabuh gendang, peniup pluit, noni-noni, dan dayak yang menjadi penari serta pemain yang menggerakkan sinduang tersebut. Selain itu, Iyet juga menambahkan penari berpakaian pocong.

“Ada 20 anggota. Setiap malam berkeliling. Alhamdulillah sambutan warga juga sangat baik, jadi banyak yang memberi sumbangan sukarela. Rata-rata kami dapat 500 ribu rupiah setiap malam. Apalagi malam lebaran, banyak perantau yang pulang, jadi kadang main sampai larut malam,” jelasnya. [45]

b u d a y a

Peliput & Foto : Bim Harahap

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 20: Majalah 45 edisi 03

p o l i t i k

20

LAPORAN KEGIATAN DI DAERAH PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI SUMATERA UTARATanggal 10 Juli 2015 s.d. 11 Agustus 2015

Assalamu’laikum warahmatullahi wabarokatuh.Salam sejahtera bagi kita semua

Om Swastiastu.

Yth. Saudara Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Republik IndonesiaYth. Saudara-saudari Anggota DPD RI

Hadirin yang saya hormati,

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, pada hari yang mulia ini dan di tempat yang mulia ini pula hati kita kembali dipertautkan-Nya

sehingga kita dapat melaksanakan tugas konstitusional sebagai wakil daerah.

I. PENDAHULUANPimpinan dan Anggota Dewan yang kami hormati,Sesuai dengan agenda Sidang Paripurna ke-14 DPD

RI, Penutupan Akhir Masa Sidang IV Tahun Sidang 2014 - 2015, izinkanlah kami untuk menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan di daerah pemilihan, dalam masa reses dari tanggal 10 Juli 2015 s.d. 11 Agustus 2015 . Dasar pelaksanaan kunjungan kerja kami Anggota DPD/MPR-RI asal Provinsi Sumatera Utara adalah Undang-Undang No.27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam menjalankan tugas-tugas konstitusional di daerah Provinsi Sumatera Utara.

Kegiatan di daerah pemilihan yang kami lakukan, Anggota DPD RI asal Provinsi Sumatera Utara ini, bertujuan menyerap, menghimpun, dan menampung aspirasi masyarakat dan daerah Provinsi Sumatera Utara untuk kemudian ditindaklanjuti oleh DPD RI, bagi perbaikan situasi dan kondisi daerah serta akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

II. PENYERAPAN ASPIRASIBahwa selama pelaksanaan kunjungan kerja ini,

selain dimanfaatkan untuk sosialisasi tugas dan fungsi DPD RI dan agenda-agenda pokok yang menjadi fokus anggota DPD RI juga menyerap masukan serta saran yang konstruktif dari berbagai elemen masyarakat sekaligus mengoptimalkan pelaksanaan hak dan kewajiban anggota DPD RI.

Dari kunjungan kerja, silaturahmi dan pertemuan yang kami lakukan, guna menindaklanjutinya, maka kami merekomendasikan kepada DPD RI, beberapa hal sebagai berikut :

A. KOMITE I1. Mendorong Pemerintah pusat agar menjadikan

Pelabuhan Teluk Nibung sebagai pelabuhan internasional. Untuk itu pula perlu pembangunan sarana dan prasarananya ke arah yang lebih baik dan lebih ditingkatkan lagi. Di antara infrastruktur yang harus diperhatikan adalah pelebaran jalan. Selain itu, berkaitan dengan Dana Bagi Hasil diharapkan ada bagi hasil dari Pelabuhan Teluk Nibung dari tarif keluar masuknya peti kemas seperti yang dilakukan di daerah Dumai.

DPD RI harus terus mendorong percepatan pembangunan di daerah Kabupaten/Kota yang berbasis tingkat Kecamatan dan mensinergikan program

pembangunan pemerintah daerah, dengan lembaga nonpemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

2. Sekat-sekat birokrasi ternyata masih berlangsung di instansi pemerintah. Ini menjadi kendala yang menghambat kinerja baik itu kinerja pemerintah maupun lembaga-lembaga nonpemerintah seperti Lembaga Bantuan Hukum, PMI dan sebagainya. DPD RI memberikan masukan dan saran kepada Kementerian PAN dan jika memungkinkan diterapkan sanksi yang tegas terhadap oknum yang nyata-nyata mengandalkan kekuasaan daripada mengikuti aturan.

3. Perlu perhatian dan penanganan yang lebih fokus dan terarah berkaitan dengan persiapan pelaksanaan Pilkada langsung. Pendataan pemilih menjadi perhatian krusial berkaitan dengan pelaksanaan Pilkada.

B. KOMITE II1. Berkaitan dengan kondisi Pelabuhan Belawan :

a. Agar survey dan pelaksanaan bersandarnya kapal Pelni segera dilakukan di pelabuhan baru Belawan Lama, karena sistem di sana sudah baik dan terpisah antara barang dan penumpang.

b. Pelabuhan baru Belawan Lama semoga dapat menjawab keluhan penumpang tentang porter.

2. Berkaitan dengan kondisi Stasiun Kereta Api Medan :a. Pemerintah memperhatikan persimpangan kereta

api yang belum dijaga menggunakan palang pintu, karena angka kecelakaan kereta api akibat palang pintu yang tidak dijaga masih tinggi.

b. Pemerintah hendaknya memperhatikan aspek asuransi kecelakaan dan plafon asuransi harus disesuaikan.

c. Pemerintah hendaknya meningkatkan program mudik gratis sebagai pelayanan yang memudahkan bagi masyarakat.

3. Berkaitan kondisi kelistrikan dan bandara di Pulau Nias, Sumatera Utara:

a. Agar pemerintah menambah investasi kelistrikan di area Pulau Nias karena sampai saat ini masih sering terjadi pemadaman listrik akibat defisit daya dari PLTD yang sudah ada.

b. Agar pemerintah serius membangun jaringan listrik di area Pulau Nias.

c. Mendukung dan meminta kementerian terkait mempercepat proses pembangunan serta pengembangan Bandara Binaka Nias, karena akan meningkatkan mata pencaharian masyarakat Nias.

4. Berkaitan dengan pendangkalan Sungai Batang Toru,

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 21: Majalah 45 edisi 03

p o l i t i k

21

Kab. Tapanuli Selatan :a. Agar pemerintah pusat segera mengeruk dan

menormalisasi aliran Sungai Batangtoru tersebut. Karena jika dinormalisasi, maka akan berdampak positif bagi penduduk sekitar Sungai bahkan hingga 3 kecamatan yakni Kec. Batangtoru, Kec. Muara Batangtoru, Dan Kec. Muara Batanggadis.

b. Bahwa jika Sungai dikeruk, maka sawah-sawah yang selama ini tidak produktif akan menjadi produktif karena sepanjang tahun bisa ditanami padi dan palawija, begitu juga dengan kebun, nelayan tentu akan merasakan dampak positifnya karena migrasi ikan dari hulu ke hilir semakin kecil.

C. KOMITE III1. Dalam penanganan terhadap kasus kekerasan

maupun pelecehan seksual yang terjadi pada anak di sekolah, seharusnya tidak hanya tertumpu pada UU tentang Perlindungan Anak, tetapi juga dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya, di mana pihak lembaga pendidikan atau sekolah hanya fokus melakukan pengawasan terhadap penyelengaraan pendidikan dalam hal akademik dan mengabaikan pengembangan karakter anak. Pengawasan yang dilakukan pihak sekolah umumnya hanya berkaitan dengan mutu pendidikan, sedangkan pengawasan terhadap segala hal perilaku anak didik dan lingkungan sekolah sehingga aman untuk anak didik masih dirasakan kurang.

2. Guru honorer yang disekolah swasta yang tidak dibiayai APBN dan APBD masih ditemukenali bermasalah dari sisi kesejahteraan. Akibatnya mereka tidak dapat optimal di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

3. Pembayaran tunjangan fungsional, terutama bagi guru non PNS pun tidak jelas polanya, bahkan masih banyak yang tidak menerima pembayaran Tunjangan Profesi Guru (TPG). Sampai bulan Juni ini masih banyak guru yang telah bersertifikat pendidik belum menerima TPG. Kemendikbud pun sering saling lempar tanggung jawab dan saling menyalahkan dengan pemerintah daerah untuk hal tersebut.

Kaitannya dengan perlindungan hukum bagi guru yang diatur pada Pasal 39 ternyata belum dilaksanakan sama sekal, dimana peraturannya pun tidak ada. Akibatnya banyak guru yang terzolimi, dipindah sewenang-wenang, diturunkan jabatan dan pangkatnya, dll tanpa ada perlindungan hukum.

4. Menerapkan pendidikan berdasarkan karakter dengan mengintegrasikannya dalam setiap mata pelajaran nilai-nilai yang ada tersebut di samping adanya mata pelajaran khusus untuk pendidikan karakter seperti Agama, PKn, Sejarah, dll. (Namun perlu dibuat catatan kritis terhadap mata pelajaran tersebut baik dari segi isi/muatan dan pendekatan, tidak hanya merupakan verbalisme dan hapalan tapi betul-betul diharapkan berhasil membantu pembentukan kembali karakter dan jati diri bangsa).

5. Pendidikan murah dan terjangkau merupakan salah satu pengejawantahan pendidikan yang harus dipenuhi oleh pemerintah, dimaksudkan agar pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh elemen bangsa sesuai dengan Konstitusi yang sudah digariskan oleh Founding Father bangsa ini.

D. KOMITE IV1. DPD RI selaku lembaga perwakilan daerah,

memberikan perhatian besar terhadap kebijakan desentralisasi fiskal yang diartikulasikan melalui kebijakan Dana Transfer daerah di dalam APBN. Optimalisasi dan efektivitas dana transfer daerah tidak hanya menjadi keharusan dan kewajiban pemerintah

pusat saja sesuai dengan prinsip money follows function, tetapi juga merupakan kewajiban pemerintah untuk merealisasikan dana transfer daerah untuk kesejahteraan masyarakat daerah.

2. Mendorong Pemerintah agar menyusun suatu regulasi berkaitan dengan sistem, tata cara, dan aturan penggunaan Dana Desa. Faktanya bahwa dana desa telah diterima oleh Kepala Desa, misalnya Desa Pasar Baru, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai, namun karena regulasi yang belum jelas mengakibatkan para Kepala Desa belum berani menggunakan anggaran Dana Desa ini dengan baik dan tepat sasaran. Selanjutnya, mendorong pemerintah agar melakukan sosialisasi dengan tepat dan menyeluruh berkaitan penggunaan Dana Desa ini agar pihak Kepala Desa dan aparatur desa dapat menggunakan Dana Desa ini dengan baik dan benar sesuai ketentuan yang berlaku.

3. Pengesahan Undang Undang Desa Nomor 6 Tahun 2015 berpotensi menimbulkan permasalahan di tingkat Desa antara lain kepastian Alokasi Dana Desa yang besar dan masa jabatan Kepala Desa berpeluang sampai tiga periode, menyebabkan jabatan Kepala Desa menjadi rebutan banyak pihak, dan membuka peluang terjadinya politik uang yang dapat mengancam keharmonisan sosial di pedesaan.

4. Sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, posisi Kepala Desa yang strategis berpotensi terjadinya tindak penyelewengan. Untuk itu, diperlukan persiapan yang matang termasuk di dalamnya pelatihan dalam manajemen keuangan desa. Keterbatasan atau belum tersedianya sumber daya manusia yang memadai membuat kinerja aparatur desa belum maksimal.

IV. PENUTUPDemikian laporan kunjungan kerja ini dibuat sebagai

bahan pengantar dalam rapat-rapat Dewan selanjutnya. Semoga laporan ini bermanfaat bagi masyarakat, daerah, termasuk bermanfaat bagi pembangunan kapasitas serta citra DPD RI sebagai lembaga yang mewakili aspirasi masyarakat dan daerah. Dan jauh lebih penting adalah, bahwa bahan-bahan yang tersaji di dalam Laporan ini dapat ditindaklanjuti sesegera mungkin oleh pemerintah. Sudah banyak pidato dan janji-janji yang indah, namun masyarakat mendambakan sesuatu yang nyata dan segera dapat dirasakan manfaatnya.

Nasrumminallah wafathun qorib, wabashiril mukminin

Wabillahitaufiq Wal hidayah Assalamu’laikum warahmatullahi wabarokatuh.

Salam sejahtera bagi kita semuaOm Santi Santi Santi Om.

Jakarta, 13 Agustus 2015 M / 28 Syawal 1436 H

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIAPROVINSI SUMATERA UTARA

Prof. Dr. Ir. Hj. Darmayanti Lubis (Anggota B-5) Drs. H. Rijal Sirait (Anggota B-6)Parlindungan Purba, S.H., M.M. (Anggota B–7) Dedi Iskandar Batubara, S.Sos., S.H., M.S.P. (Anggota B-8)

(Dibacakan Oleh: Dedi Iskandar Batubara, S.Sos., S.H., M.S.P.)

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 22: Majalah 45 edisi 03

o p i n i

22

MERINDUI KRITIKUS TEATER, MUNGKINKAH (?)

Kritik merupakan studi yang menyelidiki karya melalui analisis-interpretasi-memberikan

penilaian barulah memberi komentar. Awalnya kritik berasal dari bahasa Yunani Krit’es yang berarti seorang Hakim, maka selanjutnya dimaknai Krinein (menghakimi). Jadi kritikus Teater merupakan pelaku yang menyoroti, mengupas terhadap interpretasi teks pertunjukan teater baik secara baik maupun buruk, atau orang yang menghakimi karya penciptaan secara adil.

Dewasa ini, pelaku kritik teater terasa benar ketiadaannya sehingga sebuah pertunjukan teater dibutuhkan kritik oleh kritikus agar jadi jembatan antara penonton dengan karya dan sutradara. Tanpa kritikus, sebuah karya terasa tertutup sebab ada sesuatu yang tak terjawab oleh penonton. Di sinilah kritikus menjalankan fungsinya.

Dua hari atau bahkan seminggu sebelum pertunjukan teater dilaksanakan, kritikus seharusnya telah mempublikasikan pemikirannya di media agar penonton masuk ke gedung pertunjukan membawakan suatu pemahaman, ya, teks pertunjukan itu. Walau setelah itu penonton juga menilai pertunjukan tersebut dengan kecerdasannya, kritikuslah yang pertama berusaha menentukan nilai dengan menganalisis teks pertunjukan secara teoritis, tentu juga berangkat dari konsepsi penyutradaraannya sutradara, sehingga memberikan alternatif baik bagi penonton maupun tim artistik pertunjukan tersebut.

Kritikus memakai pisau dramaturgi (ajaran atau tentang masalah hukum, dan konvensi drama, serta teater) untuk membaca teks pertunjukan. Setidaknya kritikus mampu membuat penonton menghargai

pertunjukan teater yang ditontonnya-tidak menjadikan teater sebagai tontonan. Atas dasar itu, ternyata kritikus sangat penting posisinya bagi sebuah pertunjukan. Posisinya tidak hanya sebagai pemberi nilai baik dan buruk, lebih dari itu kritikus dapat menjadi juru bicara dari pertunjukan teater tersebut. Makanya pada masa lalu, mengapa komunitas teater, dan pertunjukannya cepat dibaca, serta diketahui massa karena dalam sebuah komunitas teater selalu saja ada seorang juru bicara atau kritikus yang menyampaikan peristiwa proses kreatif suatu kelompok teater.

Dewasa ini, sangat disayangkan, jangankan pada sebuah komunitas teater, di luar komunitas teater pun sangat sedikit, jika tidak ingin mengatakan tidak ada kritikus teater. Sesungguhnya dengan adanya kritikus, katakanlah dalam sebuah komunitas teater, seluruh proses kreatif dan pertunjukan teater di mana pun-kapan pun secara tidak langsung tercatat serta terpublikasikan. Bagi sutradara, dan tim artistiknya ini juga penting, para pencipta dapat mengukur perihal karyanya yang telah menjadi milik masyarakat itu tergolong berhasil, atau bermamfaatkah buat penontonnya.

Kritikus juga dapat menganut sistem pembinaan dengan jalan membimbing lewat kritik edukatif kepada sutradara atau aktor muda. Akibatnya, sutradara-sutradara mulai bermunculan, begitupula dengan aktor-aktor yang berkualitas akan lahir lewat masukan-masukan yang diberikan kritikus, sehingga sutradara dan aktor mengerti kekurangannya-lalu memperbaikinya. Begitupula dengan tim artistik yang barangkali

selama ini telah sangat bangga, dan bahagia dengan kerja artistiknya sering tidak adanya keseimbangan pertunjukan teater sebagai kerja kolektif. Tugas kritikuslah untuk menegur agar terjadi komunikasi yang baik antara sutradara-aktor, dan tim artistik serta penonton.

Namun, begitu juga hendaknya kepada kritikus. Kritikus tidak cukup pula hanya dengan teori yang dimiliki untuk membedah, menilai sebuah pertunjukan teater. Tentu dalam menyingkap konsepsi sutradara yang tersirat, kritikus tidak cukup membaca konsep teoritis saja, tetapi harus menyaksikan proses kreatif penyutradaraan seorang sutradara. Kritikus setiap saat perlu mengasah ketajaman rasa, penglihatan, dan musikalitas ketika terjadi proses latihan sutradara bersama aktor-musik-seting-cahaya, maupun ketika terjadi reading (baca naskah). Jadi, kritikus tidak cukup hanya melihat sekali, di waktu pertunjukan saja. Hal ini mengakibatkan banyak peristiwa-peristiwa dalam proses kreatif tidak diketahui oleh si tukang kritik. Mengapa hal ini penting, proses kreatif seorang sutradara perlu ditonton agar kritikus sekaligus dapat mengasah ketajaman berpikir, memahami apa sesungguhnya konsep pertunjukan yang diinginkan oleh sutradara. Bila ini tidak dilakukan oleh seorang kritikus, maka kritikus telah menjerumuskan penonton karena memberikan pendapat yang salah.

Seorang kritikus teater, selayaknya berangkat dari seorang aktor, sutradara, dan bahkan tim aristik agar mengetahui bagaimana sulitnya mempersiapkan pertunjukan teater. Rumitnya

Penulis adalah penyair, dramawan, kol-umnis, sutradara teater, dosen Jurusan

Seni Teater ISI Padangpanjang, pendiri/penasihat Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang, Sumatera

Barat. Pendiri Sanggar Cempala Karya Banda Aceh (1986), mantan Sekre-taris/Ketua Panitia Pendirian ISBI

Aceh (2012/2013). Kandidat Doktor Penciptaan Seni Teater ISI Surakarta

Jawa Tengah.

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Sulaiman Juned

Page 23: Majalah 45 edisi 03

o p i n i

23

membangun relasi antara aktor dan artistik. Jika kritikus yang seperti ini lahir, maka terciptalah kritik teater yang berkualitas, dan menjadi medium pembelajaran bagi aktor-tim artistik-sutradara, sekaligus teater modern di Indonesia akan maju pesat.

Berangkat dari itu semua, Sumatera masih punya harapan besar akan memiliki kritikus yang berkualitas. Betapa tidak, di Jurusan Teater, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Padangpanjang yang memiliki minat utama Dramaturgi. Tentu kritikus itu bertumpu kepada lulusan, atau yang sedang berkuliah pada minat utama Dramaturgi. Sedang di Aceh tahun ini Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Aceh Fakultas Seni Pertunjukan Prodi Seni Teater telah menerima mahasiswa, sekarang memasuki tahun kedua. Para mahasiswa jurusan teater tentu belajar tentang formula dramaturgi 4 M: mengkhayalkan, menuliskan, memainkan, dan menyaksikan teks pertunjukan teater itu. Para dramaturg itu, tentu telah merebut ide untuk dikisahkan-lalu menuliskan kisah itu jadi naskah lakon-memainkan laku dari kisah itu-selanjutnya menontonkan kisah yang dilakonkan. Semuanya itu adalah modal utama untuk menjadi kritikus. Terlebih jadi penonton dalam proses kreatif teater yang ditransformasikan menjadi realitas teater. Ketika menjadi realitas teater inilah proses kreatif kritikus teater terjadi. Persyaratan itu semua, dimiliki oleh mahasiswa yang memilih minat utama dramaturgi. Jika pilihan minatnya dramaturgi, maka tulisanlah yang harus lahir, sebab secara teoritis mereka telah memiliki ilmu pembedahnya. Hanya saja ditunggu tulisan kritiknya.

Kenapa W.S. Rendra, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, Nano Riantiarno, Wisran Hadi menjadi besar selain karya-karyanya memang besar, mereka memiliki juru bicara yang disebut kritikus yang telah membesarkan mereka. Bagi kritikus juga dengan sendirinya akan besar apabila punya andil membesarkan orang lain. Ya, begitulah seharusnya sebuah kepentingan bersama antara yang ditulis dengan yang menulis. Sumatera Barat, bicara teater selalu saja memiliki gagasan-gagasan besar, sayangnya gagasan itu hanya terkurung di ruang publik yang bernama gedung teater

usai pementasan, tidak pernah terpublikasikan ke medium publik lewat media massa. Maka, di Sumatera ada ISI Padangpanjang di Sumatera Barat dan di Aceh ada ISBI Aceh di Jantho Aceh Besar, baik mahasiswa dan alumni serta dosennya akan menjadi kritikus. Khusus untuk Aceh dengan adanya ISBI Aceh melalui prodi teater akan lahir kritikus-kritikus muda untuk dunia teater, sehingga akan terjadi kemajuan yang dapat dibanggakan. Perkembangan teater modern di Aceh tentu menuju ke perkembangan yang lebih baik. Betapa tidak, nantinya akan lahir kritik-kritik yang membangun dari setiap pertunjukan yang dikemas oleh sutradaranya. Kritik itu boleh jadi dimuat di media-media nasional yang membuat seluruh masyarakat teater di Indonesia membacanya, lalu akan mengenal komunitas teater tersebut. Hal ini membuat kemajuan bagi keberadaan teater modern di Aceh, hendaknya dapat dikenal di tingkat nasional sehingga jika ada event teater yang bertaraf nasional pasti akan diundang. Jadi, kritik-kritik yang ditulis di media oleh kritikus akan menjadi kurasi yang dibaca oleh event-event organizer di tingkat nasional dan bahkan internasional. Hal ini yang selama ini terjadi di Sumatera Barat, kritikus teater muncul dari kalangan akademisi jurusan teater ISI Padangpanjang, tulisannya tersebar di seluruh koran nasional dan lokal, tentang pertunjukan teater. Oleh sebab itu, komunitas teater di Sumatera Barat dikenal dalam kancah nasional maupun internasional. Hal ini menyebabkan komunitas teater di Sumatera Barat sering diundang pentas di tingkat nasional, bahkan internasional. Melalui jurusan teater ISBI Aceh warga teater modern di Aceh merindui lahirnya kritikus teater yang berkualitas, mungkinkah (?) Siapa yang berani menjawab, tentu ditunggu kemunculannya. Bravo! [45]

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 24: Majalah 45 edisi 03

24

Pesona Siba Island

Siba Island merupakan sebuah pulau di teluk pelabuhan Belawan yang berada pada koordinat 03 Derajat 47’ LU

98 Derajat 42’ BT.Konon, dulunya Siba Island

itu bukan nama pulau. Begini ceritanya, dulu untuk mengolah pulau itu dibuatlah PT. SIBA ISLAND INDONESIA. Saban hari karyawan perusahan dan orang-orang yang mengantar barang, ketika ditanya mau ke mana? Maka mereka akan menjawab ke Pulau Siba atau Siba Island. Jadi lengketlah nama daerah itu menjadi Siba Island hingga kini.

“Bukan kita yang memberi nama itu. Kalau kita buat rumusannya, bagus juga. Island itu kan pulau bahasa Inggris-nya, Siba (Sungai Baharu) itu sungai di Belawan. sebenarnya Siba itu sendiri gabungan singkatan nama orang tuaku, Siti khadijah dan Buyung Abbas. Bertepatan pula aku dilahirkan di Sungai Baharu. Jadi serba kebetulan semua. Jujur saja, awalnya tidak ada yang serius

soal penamaan ini. Tapi kini nama itu sudah mendunia,” ungkap Syarifuddin Siba kepada reporter EmpatLima (Juli 2015).

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ini mengaku banyak yang mengatakan bahwa diri aneh mau menggeluti dunia pariwisata, wisata bahari lagi, padahal pariwisata sedang anjlok saat itu.

“ Ya, aneh memang. Wisata bahari lagi. Motivasinya itu begini, aku ini kan orang miskin di desa itu. Saking miskinnya, SMP aku cuma 4 bulan. Karena tak punya duit, diusir guru dari sekolah. Karena malu aku pun berhenti sekolah. Selama 4 tahun tak bersekolah itulah aku jadi anak laut, nyari ikan. Kerja nelayan itu sangat sulit. Kalau malam kedinginan kena angin dan hujan, kalau siang kepanasan. Belum lagi kesulitan-kesulitan yang terjadi di tengah laut, sampan bocor. Begitulah aku tumbuh,” papar Syarifuddin Siba.

Waktu terus bergerak sementara penderitaan demi penderitaan pun seperti tak mau lepas mengikuti Siba kecil. Sang ayah tak tega melihat anaknya terus menerus hidup sebagai nelayan miskin. Satu hari, sang ayah pun menasehati sang anak: “Janganlah panjang hidup seperti ini, ubahlah hidupmu. Kembalilah ke sekolah biar hidupmu lebih baik kelak.”

Berbekal wasiat sang bapak dan kata hatinya, maka di tahun ke-4 putus sekolah, ia pun berbulat tekad untuk bersekolah lagi. Keputusan itu tepatnya di tahun 1968. Namun, di tengah jalan banyak godaan yang membuatnya berfikir lagi. Mulai dari bagaimana mengikuti pelajaran yang sudah 4 tahun tertinggal dan darimana duit untuk bayar SPP. Dan yang paling berat itu adalah persoalan psikologis: rasa malu. Malu untuk mengulang duduk di bangku SMP, pakai celana pendek lagi, sementara kawan-kawan dulu udah SMA pakai celana panjang semua. Syarifuddin Siba berada di

Peliput: Ahmadzi & Putri Fotografer: Firman Syahputra

w i s a t a

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 25: Majalah 45 edisi 03

25

persimpangan antara sekolah atau melaut lagi. Berat memang, tapi bukan Syarifuddin Siba namanya jika tak mampu memecah ombak persoalan yang menghadang. Diputarlah akal, ia cari sekolah yang gayanya SMA tapi statusnya SMP. Maka mendaftarlah ia ke sekolah pendidikan guru agama tingkat pertama (PGAP). Di PGAP siswanya bisa mengenakan celana panjang. Masa di PGAP itu merupakan titikbalik bagi Syarifuddin Siba, berjanjilah ia pada diri sendiri: “jangan ada anak nelayan yang sesusah aku sekolah lagi”.

Merealisasikan janjinya itu, maka di usianya yang ke-19 tahun ia bentuk yayasan beasiswa IPMB Centre di Jalan Setia Budi,Medan. Kini usia IPMD sudah 42 tahun. Sayangnya, setelah yayasan beasiswa berdiri, kaum nelayan tak juga maju. Anak-anak nelayan tak besar minatnya bersekolah. Tak mau putus asa, akhirnya ia putuskan untuk mendekati kaum nelayan dengan cara lain. Caranya dibangunlah “lumpur” di pulau itu menjadi daratan. Bukan pekerjaan gampang mengubah lumpur jadi daratan sempurna. Awalnya ditimbun, setelah ditimbun pun di bawahnya masih lembut. Ditimbun lagi sampai benar-benar menjadi daratan sempurna.

Begitulah Siba Island dibangun. Harapannya, selain menyerap tenaga kerja setempat, kehadiran Siba Island dapat mengubah pola pikir anak-anak di pulau tersebut.

Nah, itulah motivasinya, tidak peduli wisata anjlok, tidak peduli

Gedung Sultan Convention

tidak punya akses, tidak peduli daerah itu tidak populer jadi tempat wisata. Syarifuddin Siba bulat tekadnya: membangun sebuah destinasi wisata berkelas di atas lumpur. Baginya membangun Siba Island sama dengan membangun kehidupan masyarakat nelayan.

“Berat memang membuat pulau itu menjadi daerah wisata. Pulau itu tidak populer menjadi daerah wisata, tidak punya akses, tidak punya energi, tidak jelas status tanahnya, dan tidak punya air tawar. Wisata darat saja sulit, konon lagi wisata bahari. Apalagi bangsa kita cukup lama membelakangi laut. Masyarakat nelayan tak tersentuh

pembangunan yang berkelanjutan. Itu karena laut dianggap sulit, maka tak heran jika mind seet yang terbangun tentang laut pun juga sulit. Tapi berkat sumpah (janji) tadi itu, sekarang sudah terwujud. Tuhan telah memudahkan semuanya. Energi sudah masuk, ada PLN di sana. Status hukumnya pun sudah jelas, punya sertifikat hak milik. Air tawar dapat ditemui. Selama 10 tahun ini pulau itu sudah populer menjadi tempat wisata, sudah masuk google. Para pelancong dari luar dan dalam negeri pun sudah berdatangan,” papar Syarifuddin Siba dengan mata berkaca-kaca.

Kini, lumpur itu telah disulap menjadi kawasan wisata nan asri. Bak putri yang turun dari kahyangan, Siba Island pun terus memancarkan pesona dari waktu ke waktu. Berbagai fasilitas rekreasi dan ruang pertemuan (meeting) telah dihadirkan guna memikat dan memuaskan hati orang yang berlibur di Siba Island.

Transportasi Menuju Siba IslandUntuk sampai ke Siba Island kita akan diantar menggunakan feri dari

Belawan. Jarak tempuh dari Kota Medan hanya 1 jam saja termasuk selama penyeberangan dengan feri. Jadwal keberangkatan feri setiap Sabtu dan Minggu ada 3 trip. Trip pertama pukul 9.00 WIB, trip kedua pukul 11.00 WIB, dan trip ketiga pukul 13.00 WIB. Jadwal pulang dari Siba Island tetap pukul 5.00 WIB. Sedangkan untuk hari-hari biasa tergantung pesanan.

w i s a t a

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Cottage

Page 26: Majalah 45 edisi 03

w i s a t a

26

Dermaga Siba Island

LOBBY RECEPTION RESTAURANT

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 27: Majalah 45 edisi 03

w i s a t a

27

Nah, jika Anda ingin disebut berkelas maka berliburlah ke Siba Island. Untuk reservasi dapat menghubungi alamat di bawah ini.

Main Office: Gedung IPMD Centre, Jalan Setia Budi No.39 B, Medan. Telepon (061) 61 8222 355. Fax. (061) 61 8219 234.

Branch Office: Jalan Martimbang No. 2,Medan. Handphone 0811 6124 434. Telepon (061) 7321 851. Fax. (061) 736 8243.

Email reservasi: [email protected] informasi: [email protected]

Web: www.sibaislandresort.com

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 28: Majalah 45 edisi 03

o p i n i

28

Potensi Kultural Kota Medan sebagai Destinasi Wisata Global

Kota Medan yang pluralis secara etnisitas memiliki kekayaan budaya etnik untuk

wisata global. Selain posisi geografis yang sangat strategis, potensi budaya Kota Medan bila dikembangkan secara maksimal, baik berdasarkan praktek yang sistematis maupun pengkajian ilmiah yang berkelanjutan akan membuat Kota Medan sebagai destinasi wisata berskala global. Mengacu pada rekomendasi Convention of the Safeguard Intangible Heritage UNESCO tahun 2003, potensi seni budaya etnik Kota Medan, seperti narasi oral, musik, seni tari dan drama, dan tradisi lisan lainnya, memerlukan upaya-upaya sustainability yang konkret dari masyarakat, akademisi, pemerintah, dan pelaku usaha wisata.

Kekayaan budaya etnik Kota Medan yang dikemas sebagai komoditas wisata, seperti Malam Budaya Melayu di Istana Maimoon (Desember tahun 2013), memberikan kekuatan kultural dan dapat kembangkan menjadi destinasi wisata global. Revitalisasi dan kesadaran kultural seiring dengan globalisasi dan regionalisasi memberikan angin positif bagi setiap etnik di Kota Medan untuk merekonstruksi pertunjukan budaya dalam bentuk ritual, seni pertunjukan dan kreasi seni. Realitas sosial budaya Kota Medan menunjukkan bahwa Kota Medan dengan berbagai bangunan bersejarah dapat dikemas dengan berbagai urban arts dan culinary. Dari berbagai seni budaya etnik Kota Medan yang masih berlanjut, seni pertunjukan (performance art) merupakan primadona budaya urban dalam kontelasi wisata global. Seni pertunjukan merupakan realisasi nilai-nilai humanisme yang lebih kompleks (complexity of sensory)

memberikan modal kultural yang khas, apalagi bila kita sandingkan dengan artefak. Kekayaan nilai-nilai religi kota Medan telah banyak yang dikemas menjadi pementasan seni. Tarian Barongsai oleh masyarakat Tionghoa yang dipertunjukkan di Sun Plaza, Yuki, Center Point, Polonia BD dan Kompleks Cemara Asri setiap hari raya Imlek adalah dunia ide yang direalisasikan secara kultural dalam bentuk ritual dan pertunjukkan budaya. Perilaku budaya yang terkait dengan kepercayaan dan tradisi. Misalnya, etnik Melayu, Batak Toba dan Mandailing serta Tionghoa yang bermukim di Kota Medan masih meneruskan seni pertunjukan dari warisan budaya masing-masing etnik pada perayaan hari besar, peresmian gedung/rumah baru, festival, pesta perkawinan, dan acara etnik lainnya.

Kekayaan budaya Kota Medan muncul dari upaya setiap etnik untuk mengembangkan seni pertunjukan dari kepercayaan (beliefs) yang terwujud dalam berbagai rupa ritual (ritual enactments) dan pengaturan hubungan sosial (social relations) dalam makna simbolis (symbolic meaning) yang lebih mencerminkan perilaku sosial dalam konteks budaya. Misalnya, pertunjukan Tari Persembahan Melayu,Tortor Somba Batak Toba dan Tortor Onang Onang (Persembahan) Mandailing dan tarian Barongsai Tionghoa Medan adalah bersumber dari ritual. Sedangkan Tarian Zapin

Melayu, tari Kijom-kijom/Endeng Endeng Mandailing dan Tortor Hata Sopisik Batak Toba merupakan tarian pergaulan sosial yang dapat menghibur pada berbagai event kultural.

Istana Maimoon yang menjadi ikon budaya Kota Medan merupakan warisan dari Sultan Deli dan menyuguhkan ‘live music’, tarian-tarian Melayu seperti Mak Yong, Mak Inang, dan Serampang XII. Kekayaan budaya Melayu dan Islam di kompleks Istana Maimoon dan Kompleks Mesjid Raya di mana Ramadhan Fair diadakan setiap tahun adalah potensi budaya yang lebih mengekalkan Kota Medan sebagai kota wisata rohani. Ikon kultural yang memiliki magnet untuk menjadi kota wisata global ada pada budaya urban yang terefleksi pada berbagai event budaya.

Kemampuan membuat jaringan dan bentuk-bentuk paket wisata budaya adalah faktor yang penting bagi Kota Medan pada saat ini. Perhelatan ritual, festival, dan karnaval yang terorganisir adalah kunci sukses bagi kota wisata. Modal kultural yang sangat kaya dan unik memberikan peluang besar bagi Kota Medan untuk menjadi kota wisata budaya berskala global. Dibutuhkan kerja sama sinergis dari berbagai pihak agar Kota Medan dapat memanfaatkan berkah budaya yang sangat bernilai di kawasan Selat Melaka. Dengan kata lain, pada intinya masih diperlukan upaya-upaya kolaboratif agar kekayaan budaya Kota Medan melalui pendidikan budaya secara informal dan formal untuk mewariskan budaya etnik oleh komunitas melahirkan suasana Kota Medan lebih berkarakter kultural di antara kota-kota yang ada di kawasan ASEAN. [45]

Saiful Anwar MatondangDosen Kopertis I DPK UMN Al Washliyah

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 29: Majalah 45 edisi 03

29a g u s t u s - s e p t e m b e r 2 0 1 5s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 30: Majalah 45 edisi 03

f o l e s

30 a g u s t u s - s e p t e m b e r 2 0 1 5

70 Tahun Indonesia dalam Lensa

Fotografer : Firman Saputra

Page 31: Majalah 45 edisi 03

f o l e s

31a g u s t u s - s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 32: Majalah 45 edisi 03

32 a g u s t u s - s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 33: Majalah 45 edisi 03

o p i n i

33

MEREVITALISASI MAKNA SPIRITUALITASIDUL ADHA

Umat Islam di Indonesia baru saja melaksanakan ibadah puasa Rama-dan dan Idulfitri. Selanjutnya beberapa minggu ke depan umat Islam akan menghadapi Idul Adha, tepatnya 10 Dzulhijjah. Dalam setiap

ibadah yang disyariatkan oleh Allah dan rasul-Nya sarat dengan makna spri-tualitas untuk mewujudkan akhlak mulia yang diharapkan mampu diaktual-isasikan dalam berkehidupan sosial masyarakat. Dalam pelaksanaan idul adha terdapat dua momentum yang dilaksanakan umat Islam di dunia. Pertama adalah Idul Haji, yaitu pelaksanaan ibadah haji di Mekah mukarramah serta diakhiri wukuf di Arafah. Dalam pelaksanaan ibadah haji, sarat dengan simbol dan makna spiritualitas yang sakral, dan bila dipahami, diresapi lalu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari akan melahirkan pribadi yang mampu menjadi . Kedua, adalah idul nahr, yaitu penyembelihan hewan ternak, yang mengingatkan kita bentuk pengorbanan Ibrahim AS sebagai bentuk wujud taqwa kepada Allah SWT. Dengan meny-elami secara utuh makna dua momentum tersebut, kiranya mampu mewu-judkan Indonesia yang berkemajuan.

Sebagai bangsa yang besar sudah selayaknya kita menempatkan diri sebagai bangsa yang besar. Besar bukan saja dalam arti pembangunan, namun juga besar dalam arti spiritual dan akhlak. Bangsa yang besar harus memiliki peradaban yang besar pula, yang tidak saja diukur secara fisik, namun yang tidak kalah penting juga psikis. Mewujudkan bangsa yang besar dengan peradaban yang mega, bukan hanya tugas para penguasa, namun tugas semua anak bangsa dari segala profesi yang ada. Mari kita simak hadist berikut ini:

“Dunia, negara, atau masyarakat itu ibarat kebun yang indah, apabila dihiasi lima pilar yang menopangnya: ilmu ulama, keadilan para pemimpin, amanat para pengusaha, ibadah rakyat, dan kejujuran karyawan dan pegawainya” (dikutip dari Kitab Tafsir al-Naisaburi, bab 31, juz 1, hal. 165).

Hadist tersebut, mendiskripsikan bahwa semua komponen anak bangsa ikut serta untuk membuat rumah besar yang bernama Indonesia menjadi indah dan enak dipandang mata. Sekarang pertanyaannya, apakah rumah yang kita tempati ini sudah indah dan tercapai apa yang dicita citakan yang termaktub dalam pancasila? Kalau jawabannya belum, ada baiknya kita mencermati fenomena tingkah laku anak bangsa saat ini. Agar timbul kesadaran diri bahwa sudah sedemikian parahnya spiritual anak bangsa.

Inilah lima syarat atau pilar untuk berdiri dan tegaknya bangsa dan negara sejahtera. Mungkin kita mengelus dada, rupanya kita sedang menderita sindrom kelangkaan pilar bangsa yang berakhlak mulia. Lima pilar tersebut hampir sekarat berada di tubir jurang yang menganga. Karena bangsa ini enggan belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah ada. Kelima pilar tersebut tergoda nafsu setan yang selalu menandingi karakter utama lima pilar dengan kebusukan di sebelahnya yang sangat nyata.

Setelah kedatangan nabi Muhammad SAW dan membangun umat dengan nilai tauhid yang kokoh digdaya. Maka para iblis merasa tidak sanggup lagi menggoda manusia, namun bertanya pemimpin iblis kepada anak buahnya: “Apakah mereka menyukai dunia?” kemudian pasukan iblis menjawab: “Ya mereka memang sangat menyukai dunia bahkan kemaruk akan harta benda”. Lalu dengan lantang pemimpin iblis berkata: “Aku tidak peduli apakah mereka tidak lagi menyembah berhala. Masih ada jalan lain menggoda manusia. Aku akan mendatangi mereka baik di waktu pagi maupun senja dan menggoda mereka dengan tiga cara:

M. Junaidi, S.H., M.Ag.(Pengasuh Pondok Pesantren Baitul Salam – Serbelawan, Simalungun)

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 34: Majalah 45 edisi 03

o p i n i

34

1. Aku menggoda mereka agar mengambil harta dengan cara yang tidak haq.

2. Aku menggoda mereka agar membelanjakan harta di jalan yang tidak haq.

3. Aku menggoda mereka agar menahan harta mereka di tempat yang tidak haq.

Sekarang dengan kasat mata kita jumpai fenomena godaan setan terhampar di hadapan kita dengan sangat jelas. Walau terkadang dengan jalan sedikit berbeda untuk merusak lima pilar utama suatu bangsa.

Lalu datanglah iblis (baik dari golongan jin maupun manusia) dengan membawa lima panji kebejatan, kemudian dipancangkan ke sebelah lima karakter utama tersebut.

• Iblis datang dengan panji kedengkian dan dipancangkannya di samping ilmu.

• Iblis datang dengan panji kezaliman lalu dipancangkannya di sebelah keadilan.

• Iblis datang dengan panji khianat dan dipancangkannya di sisi amanat.

• Iblis datang membawa panji ria, lalu dipancangkannya di samping ibadah.

• Iblis datang dengan panji kepalsuan lalu dipancangkannya di sebelah kejujuran.

Lihatlah banyak ulama, ustadz, peneliti, ilmuwan dan banyak lagi lainnya yang telah tergoda hasrat dunia, rela melacurkan dalil, argumentasi dan bahkan fatwa agama. Syiar kebenaran dipermainkan bahkan dimanipulasi dengan keasyikan memamerkan ilmu yang mereka punya. Dengan melacurkan teori dan justifikasi untuk kepentingan pemegang dana dan menjadi stempel legitimasi kebijakan para pemegang kuasa yang tunarasa. Sejatinya ilmu adalah untuk menerangi jalan hidup manusia dan membela mereka yang papa dan sengsara. Namun karena didorong kedengkian antara sesama dan atau dirangsang nafsu serakah maka mereka rela menjilat penguasa demi kedudukan dan harta.

Para pemimpin negeri ini banyak yang tergoda oleh naluri rimba yang liar dan tunasusila yang akhirnya kemaruk kuasa. Para eksekutif yang menjabat di ranah pemerintahan, bak maling dengan buasnya merompak uang negara yang ditarik dari pajak warga negara. Pikiran sehari hari mereka selalu dipenuhi kecamuk hubbud dun-ya, hari ini aku makan apa, besok aku makan siapa. Semua dilahap, daging, tumbuhan bahkan barang segala rupa tidak luput dari hawa nafsunya. Meskipun harus mengorbankan sesama, tidak masalah demi memuaskan dirinya yang telah tunarasa.

Penyakit hubbud dun-ya tidak saja menjangkiti para eksekutif, tak luput juga melanda legislatif dan yudikatif. Para legislatif dengan pongahnya mengatasnamakan wakil rakyat jelata, sibuk dengan upaya memperdagangkan dukungan dan suara, membangun koalisi dengan partai-partai berdasa muka yang tak rikuh berganti-ganti topeng dan rupa. Mereka tidak peduli ideologi berbeda, yang penting langgeng kuasa, dan bila berkuasa mereka terjangkit penyakit amnesia yang lupa terhadap kaum jelata. Mereka rajin dan giat membuat undang-undang, merumuskan aturan dan anggaran. Menjadi makelar proyek-proyek besar dan megah yang berarti dana. Jual beli posisi, tawar menawar jabatan pada mereka yang ingin masuk lingkaran kuasa. Itulah wajah legislatif di negeri kita, yang mengakui wakil rakyat jelata, namun bila berkuasa menjadi lupa diri siapa dulunya mereka.

Sementara para yudikatif pun tidak jauh beda. Mengaku penegak hukum yang menjaga hukum dan undang undang negara. Mereka juga terlibat kongkalingkong dengan eksekutif dan legislatif yang berprilaku pahwana. Menjual dan menyalin putusan untuk klien yang sedang muram menghadapi penjara. Mengubah tuntutan untuk membebaskan tersangka atau memperingan hukuman dan sanksi demi melindungi terdakwa. Bahkan tidak jarang membebaskan hukuman akibat alpa yang disengaja. Di tangan mereka hukum hanya berlaku bagi yang miskin dan jelata, yang tertatih tatih mengais keadilan yang tidak sanggup

membayar pengacara. Seperti pepatah, hukum tajam ke bawah namun tumpul bagi penguasa.

Bagaimana dengan pilar bangsa selanjutnya, yaitu pedagang dan pengusaha. Akibat bujuk rayu harta dan dunia, lumpuhlah mentalitas dan etos kerja mereka. Mereka berupaya keras mengeruk laba dengan menghalalkan segala cara. Memanipulasi data dan menyulap barang dan jasa. Mengurangi takaran dan mencurangi neraca mereka lakukan tanpa merasa bersalah asalkan keuntungan yang didapat berlipat ganda. Itulah akibatnya bila terjangkit penyakit hubbud dun-ya, jangankan norma, agamapun mereka alpa.

Hubbud dun-ya ternyata tidak menghantam penguasa dan pengusaha saja, bahkan rakyat biasa tidak luput dari godaannya. Gemerlap dunia telah membius mereka. Hatinya mendamba pada tumpukan benda dan pikirannya sesak dengan gelimang harta. Demi meraih itu semua, mereka tidak peduli berlumur dosa. Dengan mencari muka dan menjilat atasan secara terbuka. Bahkan bila perlu menyogok para penguasa agar lancar semua usaha. Lebih memprihatinkan lagi, mereka mudah diadu domba dan diprovokasi untuk melakukan tindakan nista yang tidak patut dikerjakan anak manusia. Akibatnya kekerasan sering terjadi meski terhadap sesama tetangga dan sanak saudara. Tawuran sudah bukan wacana lagi, bahkan menjadi topik berita setiap hari. Bukan hanya dilakukan orang biasa, bahkan para pelajar juga mahasiswa yang notabene menjadi penerus bangsa. Ketulusan yang menjadi karakter sejati mereka telah hilang ditelan jebakan angkara murka. Ketaatan pada norma susila dan agama, sudah berganti dengan kegemaran berbuat dosa dan amuk massa.

Pilar bangsa yang terakhir yang tidak luput dari godaan hubbud dun-ya adalah pegawai dan karyawan. Cinta dan glamournya kehidupan dunia telah membutakan mata mereka sehingga mereka terjerumus dalam kubangan hina. Pengabdian kepada negara atau perusahaan tempat mereka bekerja makin lama ternoda oleh perbuatan indisipliner

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 35: Majalah 45 edisi 03

o p i n i

35

sedemikian rupa. Penyakit malas bekerja dan suka berleha-leha mewabah di tempat mereka bekerja, namun kenaikan gaji selalu didamba.

Inilah gambaran wajah lima pilar bangsa kita sekarang ini. Sehingga keprihatinan makin lama makin menyelimuti seluruh lapisan warga. Melihat cara bersikap lima pilar bangsa yang disesaki tumpukan harta dan hubbud dun-ya. Meskipun mereka giat membangun secara fisik, namun sebenarnya hanya fatamorgana yang penuh tipu daya. Seperti bangunan kuburan yang fisiknya megah dan bertahta. Namun di dalamnya bersemayam tulang-tulang dan kerangka serta sisa-sisa tubuh yang tercabik dan menebarkan aroma busuk tiada tara. Begitulah saat ini kondisi sebenaranya Bangsa Indonesia.

Memaknai Idul Adha: Merevitalisasi dan Mengaktualisasi Perilaku Ibrahim Sekeluarga

Mengaca kondisi bangsa Indonesia saat ini, sudah saatnya sekarang kita harus bercermin pada pengorbanan Ibrahim sekeluarga. Idul Adha akan lebih bermakna bagi para ulama dan cendikia, selama mereka berani berkurban dengan tidak menggunakan ilmunya untuk memperdaya dan tidak hanya sekadar menyenangkan hati para penguasa.

Selanjutnya Idul Adha harus memberikan hikmah bagi para pemimpin bangsa-bangsa dengan cara menjauhkan diri dari penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri dan kolega semata. Serta mau dan mampu berlaku adil pada diri, keluarga, tetangga dan semua warga, baik yang kaya maupun rakyat jelata.

Idul Adha dapat menjadi berkah bagi para pedagang dan pengusaha jika mereka tulus dan ikhlas berkurban dengan tidak memalsukan takaran dan timbangan. Menjalankan transaksi bisnis bukan hanya sekadar meraup laba semata. Namun bagaimana membangun hubungan baik antara dua pihak dengan suasana rela dan sama suka.

Idul Adha juga bisa melimpahkan anugrah bagi rakyat biasa dan jelata. Ketika mereka mau berkurban dengan taat perintah dan menjauhi larangan

agama, mematuhi undang-undang dan hukum negara. Selain itu, mereka juga senantiasa berdoa untuk keselamatan para pemimpin dan semua warga negara.

Dan pada akhirnya, Idul Adha akan menjadi berarti bagi para pegawai dan abdi negara, manakala mereka rela berkurban dengan memberikan pelayanan sepenuh jiwa, tidak pernah menunda nunda tugas dan kewajiban mereka. Semua pengabdian ia jalani dan upah ia terima dengan lapang dada, meskipun hidup masih di bawah garis sejahtera. Terpenting adalah jiwa tetap kaya dan bahagia.

Pada akhir tulisan ini penulis mengingatkan kembali bahwa benar kiranya apa yang dikhawatirkan baginda Rasulullah telah menimpa umatnya. Mereka terjangkit penyakit wahn, hubbud dun-ya wa karahatul maut, cinta dunia dan takut mati. Penyakit ini kiranya telah merusak karakter lima pilar bangsa. Hubbud dun-ya telah melemahkan fitrah sebagai mahluk mulia.

Sebenarnya pesan moral yang dapat ditangkap pada ibadah kurban adalah sejauh mana kita dapat mengorbankan kesenangan dunia demi mendekatkan diri pada si Maha Empunya Allah Subhana wa ta’ala. Hal tersebut dapat dilihat bagaimana Ibrahim rela melaksanakan perintah Allah dengan ikhlas untuk menyembelih sang buah hati yang telah lama dinanti. Semua yang dikurbankan sebagai wujud ketakwaan seorang hamba yang memang dasarnya tidak memiliki apa-apa. Itulah esensi kurban yang dapat ditelusuri secara bahasa, Qurb atau qurbân berarti “dekat” dengan imbuhan ân (alif dan nun) yang mengandung arti “kesempurnaan”, sehingga qurbân yang di-Indonesiakan dengan “kurban” berarti “kedekatan yang sempurna”

Sejatinya, ibadah kurban tidak sekadar ibadah seremonial tahunan yang dilaksanakan secara gegap gempita tanpa mengambil esensi sebenarnya. Sebab ridha Allah bukan pada darah dan daging sembelihan, namun pada ketakwaannya, (QS al-Hajj, 22:37). Dan ketakwaannya harus teraktualisasi melalui akhlak mulia sifat ikhlas, tawakal dan sabar dalam menjalani kehidupan agar

terhindar penyakit hubbud dun-ya. Karena semua kerusakan dunia semua berasal dari hubbud dun-ya wa karahatul maut seperti yang terungkap dalam pepatah Arab: “Semua keburukan bersumber dari hubbud dun-ya”. Akhirnya, melalui ibadah kurban akan melahirkan akhlak yang mulia, yang merupakan modal yang sangat penting untuk memujudkan Indonesia yang berkemajuan. Wallahua’lam. [45]

Suatu umat dikenal karena akhlaknya. Ia langgeng selama akhlaknya ma-sih setia. Ketika akhlaknya telah tiada, umat itu pastilah binasa!” (Syauqi Bey)

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 36: Majalah 45 edisi 03

l i p u t a n d a e r a h

36

Akhir Pengabdian Panjang Hercules TuaTragedi memilukan kembali menimpa dunia penerbangan militer Indonesia, sebuah pesawat Hercules

C-130 milik TNI-AU yang membawa 122 kru pesawat dan penumpang sipil jatuh di pemukiman pen-duduk di kawasan Jalan Djamin Ginting, Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan, Padang Bulan, Medan, Selasa (30/6). Seluruh kru dan penumpang dinyatakan tewas, termasuk beberapa penduduk sekitar turut menjadi korban tertimpa pesawat naas tersebut.

Pesawat yang berasal dari skuadron 32 Malang ini jatuh setelah lepas landas di Lanud

Suwondo, Medan. Pesawat take off dari runway 23 Lanud Suwondo sekitar pukul 11.48 WIB. Informasi yang dihimpun EmpatLima, Pukul 11.48 WIB, pesawat take off dari runway 23 Landasan Udara Suwondo Medan, sedianya pesawat ini hendak menuju Lanud Tanjung Pinang. Sebelum jatuh, pesawat yang dipiloti Kapten Pnb. Sandy Permana ini sempat meminta return to base (RTB). Namun, sekitar 2 menit kemudian pesawat berbelok ke kanan dan akhirnya mengalami crashed sebelum kontak dengan Medan APP.

Menurut kesaksian beberapa warga, sebelum burung besi TNI-AU tersebut jatuh, pesawat tampak terbang rendah, kemudian sempat menabrak sebuah antena radio yang terpasang di atas sebuah bangunan sekolah. Setelah itu pesawat semakin rendah dan menimpa sebuah kompleks perumahan yang sedang dibangun dan bangunan Oukup BS.

“Pesawat sempat menabrak sebuah antena radio yang terpasang di atas sekolah Bethani, jaraknya sekitar 150 meter dari tempat kejadian, kemudian pesawat seperti mau berbelok dan langsung menimpa ruko,” ujar K. Sembiring kepada EmpatLima di lokasi kejadian.

Sementara itu, salah satu saksi mata, R. Tarigan, yang sempat melihat pesawat itu terbang rendah mengaku heran. Pasalnya, pesawat TNI AU yang baru lepas landas dari Lanud Suwondo tersebut tak mengeluarkan suara. Mesinnya seperti mati namun di bagian sayap pesawat sudah mengeluarkan asap.

“Sayapnya keluar asap. Pesawatnya terbang seperti mau berbelok, kemudian jatuh dan menimpa ruko,” jelasnya.

K. Sembiring menuturkan, 15 menit setelah kejadian barulah ada aparat berdatangan mengamankan lokasi. Warga sekitar banyak yang panik karena asap hitam membumbung tinggi dari badan pesawat yang hanya tampak bagian ekor.

“Asapnya pekat. Ada beberapa mobil pemadam kebakaran di lokasi. Setelah api padam, beberapa petugas masuk untuk melakukan evakuasi,” tutur K. Sembiring.

Seorang aparat TNI Angkatan Darat yang melakukan evakuasi mengaku kondisi korban cukup memilukan, rata-rata terbakar dan bagian tubuh korban pesawat naas tersebut ada yang terserak. “Badan pesawat semuanya hancur, tinggal ekornya saja yang terlihat utuh. Ini semakin memperparah kondisi korban. Saya sempat melihat satu bagian tubuh yang sudah terpotong. Sangat memilukan. Semoga para korban ini bisa segera diidentifikasi,” ujar anggota TNI AD yang minta namanya tak disebutkan.

Peristiwa naas ini kembali menambah cerita kelam tragedi kecelakaan pesawat milik TNI-AU. Tidak hanya persoalan jatuhnya pesawat, namun entah berapa lagi putra-putra terbaik bangsa yang mengabdikan diri, menjaga tiap jengkal tanah Indonesia, harus bertaruh nyawa pada peralatan-peralatan uzur. Tragedi Hercules misalnya, 122 penumpang dan di antaranya prajurit TNI-AU gugur seketika bersama “Putra Dewa Zeus” dalam mitologi Yunani yang berusia sekitar 60 tahun tersebut.

Seperti dilansir dari halaman Sindonews.com, saat ini TNI AU masih mengoperasikan 10 Hercules untuk angkut maupun pengisi bahan bakar dan sedang dalam proses menerima 9 pesawat bekas dari Australia, 16 CN235, dan sedang memesan C-295. Jumlah ini masih jauh dari kebutuhan meng-cover luas wilayah RI sebesar 5.193.250 km2.

Idealnya, seluruh Hercules seri lama seperti Hercules C-130 sudah harus duduk manis di museum penerbangan menempati pojok jalan atau taman seperti legenda perang Timor-Timur, OV-F10 Bronco, yang usianya lebih muda daripada Hercules. Dengan fakta demikian, dalam beberapa tahun

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Peliput & Foto : Bim Harhap

Page 37: Majalah 45 edisi 03

l i p u t a n d a e r a h

37

ke depan, para prajurit TNI harus lebih banyak berdoa karena masih akan terus beradu nyawa di langit bersama Hercules tua. Adapun ”si badak” itu pun harus rela melanjutkan pengabdian, entah sampai kapan bisa istirahat.

Celaka di Padang Bulan

Peristiwa jatuhnya pesawat Hercules C-130 milik TNI-AU di Jalan Djamin Ginting, Padang Bulan, Medan seperti memutar kembali ingatan sepuluh tahun lalu. Saat sebuah pesawat Mandala Airlines dengan nomor penerbangan RI-091 jatuh di kawasan Jalan Djamin Ginting, Medan. Mandala naas tersebut lepas landas Senin, 5 September 2005 sekitar pukul 09.40 WIB dari Bandara Polonia (Lanud Suwondo). Membawa 5 awak dan 112 penumpang –- di antaranya, 2 anggota DPD asal Sumut, Abdul Halim Harahap dan Raja Inal Siregar (mantan Gubernur Sumut) dan Gubernur Sumut Tengku Rizal Nurdin yang akan menghadiri rapat para gubernur dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta.

Dari 117 orang yang berada di dalam pesawat tersebut, hanya 16 orang penumpang dinyatakan selamat. Badan pesawat saat itu terbakar habis dan turut menghanguskan 5 rumah yang tertimpa badan pesawat. Hanya ekor pesawat bertuliskan PK-RIM yang tersisa. Kecelakaan tersebut merenggut 149 nyawa termasuk 44 warga yang berada di lokasi kecelakaan.

Lokasi jatuhnya pesawat Hercules C-130 di Medan, tidak berada jauh dari lokasi jatuhnya pesawat Mandala Airlines tahun 2005 silam. Hanya terpaut jarak sekitar dua kilometer. Hercules C-130 jatuh di Jalan Djamin Ginting Km. 10,5, sementara itu Mandala Airlines jatuh di Jalan Djamin Ginting Km 8,5.

Setelah dua tragedi ini, wacana pemindahan Lanud Suwondo kembali mengemuka. Banyak pihak menilai keberadaan Lanud Suwondo (eks Polonia) sudah tidak layak karena berada di tengah Kota Medan yang padat penduduk.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kota Medan, dan pihak TNI Angkatan Udara sudah membicarakan kemungkinan pemindahan tersebut.

“Adanya pemikiran pemindahan ini, mengingat sudah beberapa kali terjadi kecelakaan penerbangan dan menimbulkan korban warga di pemukiman yang ada di sekitar bandara. Jadi untuk mengantisipasi musibah lainnya, memang perlu dipikirkan dan dipertimbangkan untuk pemindahan lokasi bandara angkatan udara dari Kota Medan,” kata Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, usai meninjau lokasi jatuhnya pesawat. [45]

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 38: Majalah 45 edisi 03

38

l i p u t a n d a e r a h

Anggota DPD Dorong Perluasan Bandara FL Tobing

Anggota DPD RI asal Sumatera Utara Dedi Iskandar Batubara mendorong peningkatan kualitas dan perluasan

Bandara FL Tobing Pinangsori Kabupaten Ta-panuli Tengah. Ia mendesak untuk segera dilak-sanakan, sebagai langkah percepatan pembangu-nan kawasan pantai barat Sumatera Utara. Hal ini disampaikan di ruang tunggu Bandara Ferdinand Lumbantobing, Pinangsori, Tapanuli Tengah, Se-lasa lalu sesaat sebelum bertolak ke Medan usai menghadiri rangkaian kegiatan dalam rangka HUT ke-70 Kab. Tapanuli Tengah.

Saat ini bandara tersebut baru melayani 1x rute penerbangan Garuda Indonesia Medan - Pinangsori - Jakarta (PP). Dan maskapai swasta Wings Air yg melayani rute Medan- Pinangsori (PP). Padahal volume penumpang saat ini terus meningkat karena bandara ini menjadi pilihan transportasi bagi 12 kabupaten/kota di wilayah Pantai Barat, Tapanuli dan Aceh.

Ke depan, bandara ini juga diharapkan bisa didarati pesawat sekelas Boeing 737. Saat ini keadaan runway bandara belum mendukung, karena panjang landasan pacu hanya 1800 M, setidaknya panjang runway harus 2500 M.

“Untuk pengembangan bandara, Pemkab Tapteng harus mengupayakan pembebasan lahan sekitarnya. Dan selanjutnya nanti pemerintah pusat kita dorong untuk mengalokasikan angga-rannya,” kata Dedi.

Perluasan dan peningkatan kualitas Bandara FL Tobing ini juga diharapkan dapat meningkat-kan kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara, karena di Tapanuli Tengah punya tempat yang indah untuk dikunjungi dan punya situs sejarah yang sangat terkenal yaitu Makam Mahligai dan Papan Tinggi di Barus yang menjadi bukti sejarah masuknya Islam pertama di Nusan-tara. [45]

Peliput & Foto : Riyanto Semedi

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 39: Majalah 45 edisi 03

39a g u s t u s - s e p t e m b e r 2 0 1 5

l i p u t a n d a e r a h

Page 40: Majalah 45 edisi 03

I N S P I R A S I

40

M endengar kata “Terapung” tentu ban-yak pembaca yang beropini bahwa ini berkaitan dengan hal yang men-gambang di atas air, tidak tenggelam, benda dengan massa yang ringan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) kata terapung /ter•a•pung/ (v) memiliki makna mengam-bang di permukaan air. Itu lah ide yang digagas oleh sekumpulan relawan yang memperhatikan pendidikan di daerah Kampung Nelayan. Andini Nurbahri (28) yang berkunjung ke Kampung Nelayan merasa prihatin dengan keadaan pendidikan di daerah tersebut. Bak kata tertampar alam, timbul solidaritas terhadap anak-anak yang kurang merasakan mengenyam pendidikan yang memenuhi standar di Indonesia. Inilah awal mula muncul ide Sekolah Terapung.

Ketika Tim EmpatLima menemui Andini di ke-diamannya di Jalan Jemadi, wajah sumringah langsung muncul. Andini telah lama bergelut menjadi relawan. Cerita pengalaman kepada Tim EmpatLima pun memecah suasana. Terik matahari di bulan puasa pun tak menyurutkan niat Andini dan kawan-kawan lain untuk membantu anak-anak daerah Kampung Nelayan. Dengan beberapa bekal pelajaran yang dibawa dari Medan, Andini dan kawan kawan bertekad baja untuk memajukan standar pendidikan di daerah tersebut, yang notabene hanya mengenyam pendidikan sampai taraf SMA saja.

“Awalnya saya tawarkan untuk kursus Bahasa Ing-gris. Bermula dari nama Big A Power English Course pada tahun 2010 akhir, dan ketika pindah ke Kampung Nelayan menjadi Big A Power Floating English Course. Semua perlengkapannya seperti white board, buku, meja, diangkut memakai kapal boat nelayan. Sekitar 100 anak yang memulai dari awal berdiri sampai seka-rang ada sekitar 60 anak yang diajar di Rumah Pintar ini, mulai dari level SD hingga SMA” papar Andini.

Sekolah Terapung yang dulu sempat berdiri seka-rang sudah di bawah Yayasan Annur Bahri Indonesia Foundation. Yayasan tersebut yang membantu mendiri-kan kembali Sekolah Terapung dan menjadi “Rumah Pintar”. Tim pengajar pun diberikan upah mengajar tetapi anak anak tidak dipungut biaya apapun. Saat pertama kali memulai membangun sekolah terapung ini, Andini mengatakan minat belajar anak-anak sangat kurang. Bahkan SDM pun dirasa kurang. Anak anak di sana masih terjebak dengan sekitarnya. Warga yang tinggal di Kampung Nelayan juga masih belum mendu-kung sepenuhnya ide untuk memajukan taraf pendidi-kan di daerah tersebut.

“Anak-anak umur 15 tahun di sana bahkan sudah ada yang punya baby (bayi),” papar Andini dengan senyum kecil. Niat tak pernah surut dan pantang me-

nyerah menjadi penguat semangat Andini untuk terus gigih membantu anak-anak Desa Kampung Nelayan. Andini bahkan sudah tidak terlalu fokus dengan cerita harapan bantuan dari pemerintah Kota Medan yang cenderung seperti tutup mata dengan kondisi yang tengah terjadi saat ini. Andini telah membalik cara ber-fikir umum yang selama ini mungkin juga dipikirkan tim relawan lainnya.

“Tidak mengharapkan bantuan pemerintah lagi, tetapi malah membantu pemerintah,” tambahnya. Kekuatan masyarakat dan juga teman teman adalah kekuatan terbesar untuknya bisa survive dari segala masalah. Cara berfikir tersebut setelah lima tahun menjadi relawan yang membantu Anak Desa Kampung Nelayan.

“Tidak meng-harapkan bantuan pemerintah lagi tetapi malah membantu pemerintah.

Peliput : Ahmadzi dan Dannish

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Ilmu Terapung di Atas Laut

Page 41: Majalah 45 edisi 03

I N S P I R A S I

41

Rubuh karena Air Laut

Mungkin banyak yang tahu tentang Sekolah Terapung. Sekolah tersebut telah berdiri sejak tahun 2012. Sekolah Terapung dahu-

lunya menggunakan aula masyarakat yang tidak sering terpakai untuk dimanfaatkan sebagai tempat kursus Bahasa Inggris. Menampung dan membimbing lebih dari 60 siswa yang selalu berubah-ubah setiap tahun ajaran baru. Menggunakan tim pengajar yang bekerja sama dengan yayasan, menerapkan panduan mengajar yang efektif tetapi juga menyenangkan.

Di dalam Sekolah Terapung, Andini mengungkapkan, ada perpustakaan terapung juga, “Jadi setiap hari Min-ggu relawan dari Unimed mengadakan Perpustakaan Terapung untuk anak-anak Kampung Nelayan agar minat membacanya tetap tinggi,” katanya. Namun pada Maret 2015, terjadi hal yang sangat memprihatinkan. Sekolah Terapung yang merupakan sarana belajar dan juga perpustakaan bagi anak-anak Kampung Nelayan pun rubuh karena pondasi yang tidak dapat menam-pung berat bangunan hingga membuat sekolah teng-gelam. Sampai sekarang bangunan tersebut tidak diper-baiki. Anak anak sempat mengalami penurunan pola belajar akibat tempat yang tidak lagi memadai. Hingga akhirnya Andini dan yayasan serta dibantu oleh Kepala Lingkungan Kampung Nelayan menyewa tempat baru untuk anak-anak yang mau melanjutkan pendidikan-nya dan memberikan nama baru kepada sekolah baru tersebut. Rumah Pintar, itulah sebutan untuk sekolah dan perpustakaan itu selanjutnya.

Rumah Pintar adalah bentuk pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh Andini dan yayasan agar anak anak daerah Kampung Nelayan memiliki niat tinggi untuk melanjutkan jenjang pendidikan kuliah setelah SMA. Andini menambahkan, pela-jarannya pun bertambah dan tidak hanya kursus Bahasa Inggris saja yang dipelajari, Kamis sampai Sabtu diadakan bimbingan belajar untuk membantu anak-anak agar lebih berkembang. Harapnya melalui majalah EmpatLima, anak-anak di daerah Kampung Nelayan yang mereka didik semakin diperhatikan oleh pemerintah khususnya Pemerintah Kota Medan yang sampai saat ini belum memberikan bantuan apapun.

“Aku memang harus memposisikan membantu pemerintah bukan berharap bantuan pemerintah. Kita hanya turunan dari program yang ada di pemer-intah meskipun bukan program dari pemerintah,” katanya menutup wawancara dengan Tim EmpatLi-ma.[45]

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 42: Majalah 45 edisi 03

o p i n i

42

Bismillah itu permulaan kalamdengan nama Allah Kholikul Alamdi permulaan kitab diperbuat nazamsupaya diingat sejarah yang tersulam

Tahun 1872 dalam kitab dicatatkansejarah perang Sunggal mulai dimulakantahun 1895 Batak Oorlog lain sebutanakhir perang besar memakan banyak korban

Datuk Kecil pahlawan yang disebutkanmempertahankan prinsip dan keyakinanDatuk Jalil dan Sulong Barat menyambut sahutanmenjaga Sunggal dari kejahatan dan keserakahan

Datuk Kecil menyerang menerjangbersama Datuk Jalil dan Sulong Barat berjuangrakyat kecil menjadi semakin senangjaga Serbanyaman dari amukan perang

Sultan Deli penyebab pertamaTuanku Mahmud Perkasa Alam namanyaberhubungan dengan pemerintah Belandamenyerahkan tanah sebagai cinderamata

PERANG SUNGGAL1 8 7 2

Cuplikan syair tersebut menggambarkan semangat perlawanan perang Sunggal yang mempertahankan harga diri dan kehormatan wilayahnya yang diakibatkan dari keserakahan pemodal asing serta

kesewenang-wenangan dan pengkhianatan dari suku Melayu (Deli). Banyak terjadi silang pendapat tentang penamaan perang yang ada di Sumatera Timur pada masa itu. Dari pihak Belanda dinamakan Batak Oorlog (perang Batak), ada juga yang mengklaim perang Karo, karena suku Karo lebih banyak berperan dalam perang tersebut, ada juga yang menamakan perang Saudara karena yang berperang adalah suku Karo dan Suku Melayu yang diikutsertakan oleh Belanda di dalamnya. Itu masalah tentang penamaan perang, tentang siapa yang paling berperan juga terjadi silang sengketa antara siapa yang paling berperan antara Datuk Badiuzaman (Datuk Sunggal Sri diraja) ataukah Datuk kecil (Mahini). Kemudian mengenai tahun peperangan yang dimulai pada tahun 1872 dan berakhir pada 1895, apakah memang benar terjadi perang selama itu. Terlepas dari kontroversiyang ada, faktanya adalah terjadi perang Sunggal pada tahun 1872.

Jauh sebelum berkuasanya Deli di Sumatera Timur suku Karo telah menetap dari pesisir hingga pegunungan serta mempunyai wilayah hukum dan wilayah kekuasaan yang disebut dengan urung. Urung-urung tersebut adalah Senembah dengan ibukota Patumbak, Sepuluh Dua Kuta dengan ibukota Hamparan Perak, Sukapiring dengan ibu kota Kampung Baru dan Serbanyaman dengan ibukota Sunggal. Dari keempat wilayah urung tersebut, urung Sunggal adalah yang terkuat dan terbesar wilayahnya yang membentang hingga ke pesisir.

Aceh yang pada waktu itu diwakili Gocah Pahlawan, yang nantinya akan menurunkan cikal bakal kerajaan Deli mengawini adik Datuk Sunggal (Datuk Hitam) yang bernama Nang baluan (1623). Sesuai tradisi Karo maka perkawinan tersebut menjadikan Gocah Pahlawan sebagai anak beru. Dalam perjalanan waktu kedudukan Gocah Pahlawan semakin kuat untuk meluaskan kerajaan Deli. Dibangun kesepakatan antara Gocah Pahlawan dan para datuk yang di wakili oleh datuk Sunggal yang menetapkan bahwa Gojah Pahlawan dan keturunannya menjadi “Yang Dipertuan Agung” dan Datuk Sunggal menjadi “ulon janji”.

Akan tetapi seiring berjalannya waktu kesepakatan itu tidak berjalan sesuai harapan. Keturunan Gocah Pahlawan dan Sunggal seringkali terjadi konflik. Dalam kunjungan John Anderson, seorang utusan Inggris di Penang ke pesisir Sumatera Timur pada

Penulis adalah Mahasiswa pasca sarjana prodi Ilmu Sejarah fakultas Ilmu Budaya USU dan anggota

Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sumatera Utara

M. Nur Nainggolan

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 43: Majalah 45 edisi 03

43

o p i n i

1823, mengatakan. “Sayang sekali negeri-negeri yang indah dan kaya akan hasil bumi ini penguasanya suka berperang”. Dalam laporannya, Anderson menyatakan kawasan Sumatera Timur ini kawasan yang sangat subur dengan penghasilan lada, gambir, tembakau dan beberapa bahan tambang seperti timah. Sewaktu dia berkunjung, Sultan Deli (Sultan Magedar Alam) sedang bersengketa dengan Datuk Amar Laut dari Sunggal, Serdang dengan raja-raja pedalaman.

Perselisihan acapkali terjadi antara Sunggal dan Deli seperti masalah ekspor produksi Sunggal yang dengan sesukanya dijadikan sumber cukai oleh Sultan Deli. Bahkan pada tahun 1824, Sunggal pernah melepaskan diri dari kerajaan Deli dengan mengeluarkan cap dan benderanya sendiri. Masuknya Belanda semakin memeperparah hubungan Sunggal dan Sultan Deli. Belanda masuk ke Sumatera Timur melalui Traktat Siak 1 Februari 1858 yang secara otomatis Siak dan seluruh negeri jajahannya di Sumatera Timur termasuk Deli tunduk kepada Belanda dan mengaku sebagai bagian dari Pemerintahan Hindia-Belanda.

Melihat kondisi Sumatera Timur yang subur maka Jacobus Nienhuys mencoba untuk mengembangkan komoditi tembakau di wilayah ini. Dengan beberapa kali percobaan dan mencoba meminjam modal serta mendapatkan pekerja yang murah maka pada tahun 1865 usahanya membuahkan hasil dan tembakau menjadi komoditi ekspor yang mendatangkan keuntungan. Melihat potensi yang semakin baik maka Nienhuys mencoba mendapatkan lahan konsesi kepada Sultan Deli. Pembukaan lahan perkebunan yang pertama oleh Nienhuys adalah sekitar 4000 bahu (1 bahu = 7,096.5 meter persegi) di dekat Sungai Deli. Kemudian mendapat tanah konsesi lagi dari Sultan Deli di wilayah Klumpang seluas 2000 bahu, dan pada tahun 1868 Nienhuys kembali mendapat tanah konsesi dari Sultan Deli yaitu tanah yang terletak di antara Sungai Deli dan Percut hingga Deli Tua.

Pembukaan lahan perkebunan yang besar-besaran ini membuat gusar kedatukan yang ada, karena lahan yang diberikan menyerobot kekuasaan mereka. Telah disebutkan di atas bahwa di Sumatera Timur mempunyai empat kedatukan yaitu Senembah, Sukapiring, Sepuluh Dua Kuta dan Sunggal. Dalam versi Siak, dulunya kedatukan inilah yang mempunyai hak ulayat. Tentang hak ulayat, Prof Mahadi dalam bukunya mengutip dari adatrecht bundel di Sumatera Timur menulis bahwa” de Sultan is geenszins, zooals wel manigmaal wordt aangenomen, absolut heerscher, doch slechts de vertegenwoordiger van het Zelfbestuur”, yang dalam terjemahan bebasnya dapat diartikan sebagai “selalu orang menganggap Sultan itu sebagai penguasa tunggal, anggapan ini adalah salah, ia hanya wakil pemerintah Swapraja”. Beberapa baris sesudah itu menyusul kalimat, bahwa “de rijksgrooten zijn de eigenlijke rechtstreeksche hoofden der bevolking’ yang diartikan “orang-orang besarlah sebenarnya yang merupakan kepala rakyat. Orang-orang besar yang dimaksud adalah keempat datuk di atas.

Jadi jelaslah masalah tanah seharusnya Sultan Deli harus meminta izin dan menghormati para Datuk yang juga Kalimbubunya itu. Selama Sultan Deli memberi lahan konsesi hanya di dalam batas wilayahnya sendiri tak ada ketersinggungan dari para datuk, tetapi ketika menjelang tahun 1871 ia mulai menyewakan

tanah-tanah yang terletak di distrik-distrik Batak Karo maka mereka menentang dengan perasaan benci dan marah. Belanda juga secara semena-mena mengatur sistem perekonomian yang ada sehingga mematikan perdagangan orang Karo yang telah menjadi pedagang garam, lada, pala, dan bahan lainnya. Kontrolir Belanda menyerahkan urusan ekonomi kepada orang Cina yang dalam hal ini sebagai perantau. Orang Cina yang ada mulai mengerjakan bisnis candu, membuka pelacuran dan perjudian sehinga membuat orang Karo menjadi tersingung. Merasa tak dianggap dan diremehkan oleh Sultan Deli, maka para datuk melawan.Puncaknya adalah ketika pada Maret 1972 pengusaha perkebunan yang bernama Peijer dan H Hschaltte ingin membangun jalan yang telah digarap oleh orang karo. dalam laporan Politiek Verslag (1872) terungkap bahwa pembangunan jalan dihentikan oleh lebih kurang 40 orang Karo bersenjata yang mengatakan bahwa itu adalah tanah orang gunung.

Perlawanan yang dilakukan kepada Belanda adalah dengan cara membakar bangsal- bangsal penyimpanan tembakau. Sebelum memulai pembakaran akan beredar dulu apa yang dinamakan “surat kebakaran” (musimbringin). Kemudian Datuk Kecil bersama Datul Jalil dan Sulong Barat memobilasi massa yang terdiri dari 1.000 orang Karo dan 5.000 orang Melayu untuk melakukan perlawanan. Pihak Belanda yang merasa terancam meminta bantuan Sultan Deli untuk bermusyawarah dengan para Datuk. Sultan Deli meminta Datuk Kecil untuk datang ke Labuhan namun permintaaan tersebut ditolaknya dan mengatakan kepada utusan Sultan Deli bahwa dia tak ada hubungannya dengan Sultan Deli.

Pembakaran gudang-gudang tembakau terus dilakukan oleh pengikut Datuk Kecil. Akhirnya, Sultan Deli meminta bantuan kepada Residen Belanda yang

Datuk BadiuzzamanFoto Istimewa

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 44: Majalah 45 edisi 03

44

berada di Riau. Bala bantuan dari Belanda datang pada 15 Mei 1872 dan pasukan Belanda ini diperkuat juga oleh pasukan Kerajaan Deli di bawah pimpinan Raja Muda Sulaiman dan pasukan Pangeran Langkat di bawah pimpinan Tengku Hamzah dan Datuk Laksamana. Akhirnya perkebunan Arensburg dapat direbut lagi oleh pihak Belanda.

Untuk menumpas Datuk Kecil dan pengikutnya, Belanda terus memburu Datuk Kecil ke Timbang Langkat, Kampung Binjai, dan Tanda Banua tetapi tidak berhasil karena Datuk Kecil selalu mendapat dukungan dari penduduk. Karena susahnya menangkap Datuk Kecil sampai sampai Sultan Deli mengeluarkan pengumuman di hadapan penghulu Karo pada tanggal 8 Juni 1872 yang menyatakan “Bahwa siapa pun yang dapat menangkap ketiga datuk itu dalam jangka waktu 9 hari terhitung sejak hari itu akan mendapat imbalan sebesar $400 untuk per orangnya masing masing $120. Hingga batas waktu yang ditentukan tak seorangpun yang dapat menangkap ketiga datuk itu. Sebaliknya para pejuang Sunggal malah menyerang kebun Enterprise dan kebun Padang Bulan.

Tercatat hingga 3 kali ekspedisi pasukan Belanda diturunkan untuk menumpas perlawanan para datuk Sunggal yang dipimpin oleh Datuk Kecil namun usahanya selalu gagal. Hingga pada tanggal 26 September Belanda menyerang Lau Margo. Lau Margo adalah benteng pertahanan Datuk Kecil yang dilindungi oleh 100 orang bersenjata pasukan Melayu yang merupakan saudara

dari Panglima Dalam Sunggal. Lau Margo berhasil direbut namun tidak berhasil menangkap Datuk Kecil. Akhirnya Belanda membuat perundingan, melalui utusannya Belanda mengirim Baginda Marah untuk menjumpai Datuk Kecil. Tanggal 20 Oktober 1872 Datuk Kecil dan Sulong Barat menjumpai Mayor H.W.C van Stuwe dan menyepakati untuk melakukan perundingan ke perkebunan Arendsburg (Klumpang) tempat tinggal sementara Schiff residen Riau.

Dalam perundingan Schiff memaksa Datuk Kecil, Datuk Jalil dan Sulong Barat untuk meminta maaf kepada Gubernur Jenderal Belanda di Batavia karena telah bersalah melakukan pemberontakan. Dan hal ini ditolak keras oleh Datuk Kecil karena yang dia lakukan adalah benar untuk mempertahankan hak tanah mereka yang dirampas oleh Sultan Deli untuk kepentingan Belanda. Mereka bertiga akhirnya dilucuti dan dibawa ke Labuhan Deli untuk dikirim ke Riau sedangkan para pengawalnya kembali pulang ke Sunggal.

Menggunakan kapal Den Briel mereka dibawa ke Tanjung Pinang pada 4 November 1872. Di tempat itu mereka ditahan dan diinterogasi selam 10 bulan. Akhirnya berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Belanda tanggal 23 Juni 1873 mereka diasingkan ke Cilacap. Tangal 6 September 1874, Datuk Jalil meninggal di penjara Cilacap dan dua tahun setelahnya meninggal pula Datuk Kecil. Menurut laporan, Sulong Barat diizinkan kembali ke Sunggal pada 1907 setelah mendapat pengampunan dari Sultan Deli. Dalam Politiek Verslag Sultan Deli telah memberi pengampunan kepada semua pengikut Perang Sunggal. Pada tanggal 7 Desember 1872 dilangsungkan pertemuan antara asisten residen dan keempat kepala urung serta penghulu Sunggal. Sultan Deli menyampaikan mereka wajib menjaga ketentraman di wilayahnya masing-masing, mereka mempunyai hak yang sama, jika merasa dirugikan dapat dituntut melalui jalur hukum, serta mereka harus bekerja sama dengan pemerintahan Belanda. [45]

Prasasti Makam Pemimpin Perang Sunggal

Foto Firman | 45

o p i n i

Laporan Politiek Verslag (1872) terungkap bahwa pembangunan jalan dihentikan oleh lebih kurang 40 orang Karo bersenjata yang mengatakan bahwa itu adalah tanah orang gunung.

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 45: Majalah 45 edisi 03

45s e p t e m b e r 2 0 1 5

Si Manusia Serba Bisa

Riwayat Hidup

Nama : YulhasniTempat dan Tanggal Lahir : Payakumbuh, 25 Oktober 1971Alamat Rumah : Komplek Alam Patumbak Permai Blok E-9 Patumbak, Deliserdange-mail : [email protected] : Anggota KPU Provinsi Sumatera Utara

Riwayat Pendidikan : SD Muhammadiyah 01 di Medan SMP Negeri 11 di Medan SMA Negeri 08 di Medan S-1 dari Fakultas Sastra USU di Medan

Pengalaman OrganisasiKetua Badan Pengurus Kontras Sumut 2005-2007Wakil Ketua Majelis Data dan Informasi Pimpinan WilayahMuhammadiyah Sumatera Utara 2013-2017Wakil Ketua Majelis Kesejahteraan dan Kesehatan (MKK) PC MuhammadiyahMedan Kota 2013-2015Sekretaris Umum HMI Komisariat FS USUKetua Umum Lembaga Seni Mahasiswa Islam HMI Cabang MedanWakil Sekretaris Bidang PTKP Badko HMI Sumut

Pengalaman WartawanPers Kampus :Pemimpin Redaksi Majalah Mahasiswa WACANA FS USU 1994-1995Pemimpin Redaksi Tabloid Mahasiswa Suara USU 1995-1996

Pers UmumWartawan Harian Republika Medan 1996Redaktur Harian Realita Pos 1998Pejabat Redaktur Harian Medan Ekspres (Jawa Pos Grup) 1999Redaktur Harian Radar Medan (Jawa Pos Grup) 2000Koordinator Liputan Harian Sumut Pos (Jawa Pos Grup) 2002Redaktur Pelaksana Harian Sumut Pos (Jawa Pos Grup) 2003Reporter Senior Harian Sumut Pos 2007Manajer HRD Harian Sumut Pos 2008Pemimpin Redaksi Harian Metro Asahan (Grup Jawa Pos) 2008

Pengalaman Organisasi WartawanKetua PWI Reformasi Korda Sumut 1997-1998Anggota Majelis Pemeriksa Keuangan (BPK) Aliansi Jurnalis Independen (AJI)Medan 2012-sekarang.

Karya-karya yang Sudah Dihasilkan (Berbentuk Buku) :- REZIM (Antologi Puisi Lima Penyair Demonstran) diterbitkan oleh Badko HMI Sumut, 1994- Surat Buat Merah Putih (Antologi Puisi) diterbitkan oleh KBSI FS USU, 1994- Editor Noktah (Kumpulan tulisan Zulkarnaen Siregar) diterbitkan Kelompok Studi Padang Bulan (KSPB) Medan tahun 1995- Editor Sawit-sawit Padang Bulan (Antologi Puisi) diterbitkan Senat Mahasiswa FS USU, 1996- Muara III (Antologi Cerpen) diterbitkan oleh Dewan Kesenian Sumatera Utara (DKSU), 2000- Koin Satu Milyar (Antologi Cerpen Jurnalis Medan) diterbitkan Yayasan SSeri, 2002- Pendidikan HAM bagi Anak Kelas 6 diterbitkan oleh Yayasan PKPA Medan, 2002 - Modul Pendidikan Perdamaian diterbitkan oleh Yayasan KKSP, 2002- Kado Ulang Tahun (Antologi Puisi) diterbitkan oleh Teater O USU, 2003- Amuk Gelombang (Antologi Puisi Aceh) diterbitkan oleh PT Star Medan, 2004- Kosong (Antologi Puisi Tunggal) diterbitkan oleh Yayasan Kippas Medan, 2005- Bianglala : Lima Naskah Terbaik Dewan Kesenian Medan (DKM), 2005- Raja Tebalek : 10 Naskah Teater ‘O’ USU, Penerbit Madju Medan, 2009- Kumpulan Cerpen MEDAN, Komunitas Seni Medan, 2009- Oegroseno : Pengabdian Polisi tak Kenal Lelah (Prenada Jakarta, 2011)- Air Disayang Air Dibuang (Macomedia, 2013)- Para Gubernur Sumut (USU Press, 2013)

Karya-karya yang Sudah Dihasilkan (Tidak Berbentuk Buku) :- Sejumlah puisi, cerpen, esai budaya, sastra, politik dan HAM yang dimuat di pelbagai media massa antara lain Republika, Waspada, Analisa, Mimbar Umum, Medan Ekspres, Radar Medan, Sumut Pos, Majalah Alkisah Jakarta, Majalah Gong Yogyakarta.- Nama Besar (Naskah Teater ), dipentaskan oleh Teater ‘O’ USU di Asrama Haji Medan, 2003.- Presiden Ha-ha Hi-hi (Naskah Teater), dipentaskan oleh Teater ‘O’ USU di Gelanggang Mahasiswa USU, 2004.- Kampung Rambutan (Naskah Teater), dipentaskan oleh Anak-anak Petani Desa Dalu X Tanjungmorawa Deli Serdang binaan Yayasan KKSP Medan, 2004.- Juru Runding (Naskah Monolog) dipentaskan oleh Ivan Sugito dalam rangka Festival Monolog 2005 di Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU), 2005.- Loker (Naskah Teater), dipentaskan Teater ‘O’ USU pada Sabtu Ketawa Kampusi Promo, Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU), 2007.

Prestasi yang Pernah Diraih :Wisudawan Berprestasi Fakultas Sastra USU tahun 1998Hadiah Infokultura dari Komunitas Seni Lak-lak atas tulisan pementasan Monolog Bos karya Putu Wijaya tahun 1999.Salah seorang dari lima penulis naskah terbaik Dewan Kesenian Medan (DKM) 2005Pemenang Kritik Teater tentang Pementasan Anak-anak Badai Teater Siklus Int Ar 2009

Siapa yang tak kenal Yulhasni di Sumatera Utara ini. Sebagian sahabatnya menilai, ia adalah si manusia serba bisa. Mengawali karir sebagai jurnalis di beberapa media, Yul kemudian eksis di dunia sastra; puisi, cerpen, naskah teater dan esai digarapnya. Kini, selain menjadi dosen di Universitas Muhammadyah Sumatera Utara

(UMSU), Yulhasni tengah menjabat sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Utara.Yulhasni belajar dari ketiadaan. Saat mahasiswa, ia terbiasa hidup mandiri. Sebagai mahasiswa yang jauh dari

orangtua membuatnya harus survive agar bisa bertahan di alam Medan yang keras. Jadilah Yul belajar segalanya secara otodidak. Kemauan keras untuk menempa bakat menulisnya membawa Yul pada posisinya yang sekarang; mapan dan disegani banyak orang.

Pria kelahiran Payakumbuh, 25 Oktober 1971 silam ini menempa bakat menulisnya saat duduk sebagai mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara (USU). Tepat di tahun pertamanya kuliah (1991) ia berkecimpung di Teater ‘O’ USU di bawah arahan Boy Hardjo (Almarhum) dan Yusrianto Nasution. Frustasi karena tak pernah mendapat peran, Yul kemudian mencoba peruntungan menulis naskah.

“Sudah berlatih berhari-hari namun tak kunjung dapat peran. Sekalinya dapat peran hanya ditugaskan mengangkat kursi dan beberapa menit muncul di atas pentas, itu pun latihannya harus berulang-ulang,” kisah Yul ketika mengenang masa-masa di Teater ‘O’ USU.

Ia merasa geli sendiri kalau mengenang masa itu. Namun, bukan Yul namanya bila menyerah begitu saja. Ia pun membuka peluang lain untuk dirinya sendiri. Saat itu, cerita Yul, tidak banyak di antara kawan seangakatannya yang bisa menulis naskah. Akhirnya, Yul pun menyadari, ia sama sekali tak berbakat di dunia peran. Bakatnya adalah menulis. Jadilah Yul menulis hingga kini.

Sepanjang karir kepenulisannya, Yulhasni telah melahirkan banyak karya. Sedikitnya ada 18 karyanya yang dibukukan. Ketika duduk menjadi Komisioner KPU Sumatera Utara, banyak orang berprediksi Yulhasni akan berhenti menulis. Maklum saja, sebagai komisioner provinsi, ia tentu banyak disibukkan dengan tetek bengek penyelenggaraan pemilihan umum. Namun Yul segera membantahnya, di tengah kesibukannya sebagai komisioner itu, ia justru baru saja menghasilkan satu buku lagi, kumpulan cerita pendek Bunga Layu di Bandar Baru.

Eksistensi Yul, kini memang tak lagi diragukan. Potensinya pun masih banyak yang belum tergali. Yulhasni masih akan hadir dan ada, untuk bukan hanya sekadar datang dan bernafas!

Yulhasni

p r o f i l

Page 46: Majalah 45 edisi 03

k o m u n i t a s

46

KOPASUDE Jadikan Sungai Deli Ikon Kota

Sungai Deli merupakan salah satu ikon Kota Medan yang sudah cukup terkenal di Indonesia karena begitu banyak

cerita historis yang dimiliki oleh sungai ini. Namun tidak ada yang mampu memungkiri bahwa sungai ini sudah tercemar dan tak sedap untuk dipandang sekarang.

Prihatin akan hal ini sekumpulan pemuda Kota Medan tergerak membuat suatu komunitas untuk memperbaiki lingkungan Sungai Deli, tanpa adanya rasa pamrih dan semata-mata hanya dengan harapan penuh, bahwa suatu saat nanti Sungai Deli layak untuk disebut sebagai ikon dan dapat dinikmati bersama-sama baik bagi masyarakat Medan maupun turis yang datang.

“Kalo mau berubah gak usah bekoak-koak, yang penting aksi

langsung” Itulah yang dikatakan Lukman, salah seorang pencetus Komunitas Peduli Anak dan Sungai Deli yang disingkat KOPASUDE. Berawal dari sebuah kegiatan bakti sosial para mahasiswa yang berdomisili di Sumatera Utara untuk memberikan pegajaran pada anak-anak di pinggiran sungai, kini telah menjadi sebuah komunitas dengan aksi dan tujuan yang amat mulia.

KOPASUDE melakukan aksi-aksi nyata untuk mengasrikan kembali Sungai Deli seperti mengutip sampah di sekitar pinggiran sungai, bekerja sama dengan masyarakat beserta pemerintah sekitar untuk menjaga lingkungan sekitar Sungai Deli dan juga bekerja sama dengan berbagai institusi untuk meningkatkan kepedulian serta kebersihan lingkungan sungai terutama Sungai Deli.

Selain mengasrikan kembali, seperti namanya, KOPASUDE juga dengan sukarela mendidik anak-anak terutama yang tinggal di sekitar Sungai Deli. Anak-anak di sekitar sungai diajari dengan ilmu-ilmu seperti Matematika dan Bahasa Inggris, mereka juga diajari sopan santun dan juga dibekali dengan pelajaran moral. “Bayangkan saja, ketika kami tiba di pinggiran Sungai Deli, anak-anak di sekitar sini langsung berbaris untuk menyalami dan mencium tangan kami. Suatu pemandangan yang mungkin sudah sulit kita dapati bahkan di lingkungan kita sendiri sekarang ini.” Papar Lukman

Ada banyak kegiatan lain yang diprogramkan untuk para anak-anak beserta warga di sekitar Sungai Deli ini, seperti kegiatan

Peliput & Foto : Ahmadzi & Dannish

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 47: Majalah 45 edisi 03

k o m u n i t a s

47

gotong-royong yang dikerjakan bersama setiap hari Minggu. Kemudian ada pula pengajaran teater di daerah ini dengan dibentuknya Sanggar Anugrah. Dan pada Ramadan lalu pun Kedutaan Amerika sempat datang bertamu ke daerah Kampung Badur untuk memberikan seminar mengenai kehidupan orang Islam yang berpuasa di Amerika kepada anak-anak di pinggiran Sungai Deli ini.

KOPASUDE bergerak di beberapa titik pinggiran Sungai Deli, antara lain di daerah Kampung Aur, Kampung Badur dan Sukaraja Medan. Bagi siapa saja yang ingin bergabung ke dalam komunitas para relawan ini, bisa langsung saja tanpa sungkan mendatangi lokasi-lokasi tersebut atau menghubungi nomor telepon genggam 082364786534 atas nama Lukman.

“Namanya juga relawan, ya kalau mau ikut langsung datang saja dan memberikan bantuan apa yang bisa dibantu,” ujar Lukman. Hasil dari jerih payah para relawan ini tidaklah nihil. Sudah banyak perkembangan yang terlihat jelas setelah kedatangan para relawan sejak bulan Maret tahun ini. Salah satunya seperti yang telah disebutkan tadi, anak-anak sekitar pinggiran sungai kini sudah mulai memiliki wawasan yang lebih luas setelah pembelajaran yang diberikan oleh KOPASUDE.

Hal lain yang tampak dari hasil kerja keras KOPASUDE adalah kepedulian masyarakat sekitar yang mulai meningkat soal kebersihan lingkungan mereka, meskipun belum bisa dibilang berubah total tapi semua itu pastinya harus dimulai dengan langkah awal dan hasilnya akan bisa kita dapatkan suatu saat nanti, meskipun tidak dalam waktu yang singkat.

“Mungkin hasilnya nanti baru bisa kita nikmati setelah puluhan tahun ke depan, setelah menjadi kakek-kakek,” kata Lukman.

Pada awalnya KOPASUDE sendiri mengakui, bukanlah hal yang mudah memberikan sosialisasi, pengertian dan pembelajaran terhadap masyarakat sekitar mengenai lingkungan, tapi dengan rasa keinginan untuk maju dan tak kenal lelah KOPASUDE berhasil masuk ke lingkungan masyarakat dan memperbaiki lingkungan serta pola pikir masyarakat menjadi lebih baik.

Semangat KOPASUDE pun semakin membara untuk memperbaiki kondisi Sungai Deli setelah mereka mendatangkan orang yang berpengalaman mengenai kondisi sungai, yakni orang-orang yang juga pernah memeriksa Sungai Ciliwung di Jakarta. Mereka mengatakan

bahwa Sungai Deli masih bisa diselamatkan dalam jangka waktu pendek karena kandungan airnya yang masih belum berminyak.

“Ini masih bisa selamat dalam jangka waktu pendek, kalau Ciliwung kita masukkan tangan saja, tangan kita langsung lengket dan berminyak. Kalau ini belum. Tapi kita harus kuatkan ikatan masyarakat agar bisa menjaga bersama lingkungan ini,” ujar Rian yang juga salah seorang penggagas KOPASUDE.

Sungai Deli memang merupakan suatu ikon Kota Medan yang cukup terkenal di Nusantara, tentulah wajar bila kita ingin membuatnya menjadi suatu tempat yang benar-benar dapat disebut sebagai ikon dan dapat dinikmati bersama. Atas dasar itulah kita harus memperjuangkan kondisi Sungai Deli ini agar menjadi lebih baik. [45]

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 48: Majalah 45 edisi 03

l i p u t a n d a e r a h

48

Gunung Sinabung merupakan gunung berapi yang terletak di dataran tinggi Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Gunung yang memiliki

ketinggian 2.460 Mdpl ini meletus sejak tahun 2010 dan hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda berhenti. Sepanjang 5 tahun ini sudah ribuan ma-syarakat Tanah Karo hidup berpindah-pindah dari satu tenda pengungsian ke tenda pengungsian lain. Selain kerugian materi, erupsi panjang Sinabung tersebut juga merambat kepada banyak aspek, di antaranya sosial masyara-kat pengungsi erupsi gunung Sinabung.

Di Mana Solusi Permanen untuk Sinabung?

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memperkirakan kerugian

akibat bencana letusan Gunung Sinabung ini, secara fantastis angka Rp 1,49 triliun pun mencuat. Dan itu masih perhitungan sementara sejak September 2013 hinga akhir tahun 2014. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menjabarkan kerugian dan kerusakan di sektor ekonomi produktif meliputi pertanian, perkebunan, peternakan, perdagangan, pariwisata, perikanan, UKM dan industri yaitu lebih dari Rp 896,64 miliar. Sedangkan kerugian dan kerusakan di sektor pemukiman Rp 501 miliar.

infrastruktur Rp 23,65 miliar, sosial Rp 53,43 miliar dan lintas sektor Rp 18,03 miliar.“Kerusakan dan kerugian ini belum termasuk dampak akibat lahar hujan. Ada lebih dari 3 juta meter kubik material erupsi yang ada di atas gunung yang dapat meluncur menjadi lahar hujan,” ujar Sutopo beberapa waktu lalu.Kata Sutopo, saat ini BNPB telah menyusun rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana erupsi Sinabung, termasuk relokasi 2.053 KK. Sutopo mengaku keterbatasan lahan menyebabkan kesulitan pembangunan relokasi bagi korban erupsi.Hingga saat ini masih ada sekitar 3 ribuan pengungsi yang berasal dari

Peliput & Foto : Bim Harahap

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 49: Majalah 45 edisi 03

l i p u t a n d a e r a h

49

Desa Guru Kinayan, Tiga Pancur, Pintu Besi, Sukanalu, dan Berastepu. Sementara itu, ada 2.053 KK, atau sekira 6.179 jiwa, warga Sinabung yang tinggal di hunian sementara. Mereka disewakan rumah dan lahan pertanian oleh pemerintah sejak Juni 2014 hingga sekarang. Mereka berasal dari Desa Sukameriah, Bekerah, Simacem, Kuta Tonggal, Berastepu dan Gamber.Pada tahun 2015 ini intensitas luncuran awan panas Sinabung masih terbilang tinggi. Luncuran awan penas tersebut mengarah ke arah timur, tenggara dan Selatan.Lambannya solusi komprehensif terhadap nasib ribuan pengungsi membuat pusaran masalah di sekitar Gunung Sinabung semakin berbelit. Di antaranya pendidikan dan kesehatan anak-anak pengungsi, kepastian tempat relokasi dan zona aman Sinabung, ketersediaan air bersih di lokasi pengungsian hingga kepastian masa depan pengungsi yang hingga kini masih sangat kabur.Ketua Keluarga Besar Karo - Institut Teknologi Bandung (KKB-ITB) yang juga merupakan inisiator gerakan Save Tanah Karo, Arya, mengungkapkan, solusi menyeluruh dari Gunung Sinabung harus ditopang oleh satu payung hukum yang jelas, misalnya

keputusan Presiden. Hal ini kata Arya agar ada koordinasi yang jelas antar institusi yang terlibat dalam penanganan bencana Sinabung.“Saat ini terlihat jelas ada perbedaan mencolok penanganan bencana Gunung Sinabung dengan bencana-bencana lain di Indonesia. Misalnya, gempa Jogja yang saat itu langsung diterbitkan Kepres oleh Presiden SBY. Sehingga, dengan Keppres tersebut ada pihak yang bertanggung jawab penuh untuk mengkoordinir penanganan bencana,” kata Arya saat berdialog bersama tokoh-tokoh Tanah Karo beberapa waktu lalu di Kabanjahe.Keberadaan payung hukum berbentuk Keppres ini menurut Arya sangat dibutuhkan. Karena erupsi Gunung Sinabung hingga kini masih terus terjadi. Sehingga harus ada koordinasi penanganan antarlembaga dan kementerian yang terintegrasi serta berkelanjutan.“Bencana ini sudah menekan perekonomian masyarakat, bahkan mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi hingga 45 persen. Dampaknya tidak hanya untuk masyarakat lingkar Gunung Sinabung tapi sudah masyarakat Karo secara keseluruhan,” papar Arya.Menurut Arya, persoalan Sinabung ini sudah disampaikan pihaknya

kepada Presiden. Bahkan KBK ITB dan gerakan Save Tanah Karo sudah menyerahkan masterplan penanganan bencana Sinabung ini langsung kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dari pertemuan tersebut, lanjut Arya, Presiden sedang mengkaji untuk membuatkan Keppres penanganan Sinabung.Di samping itu, sambung Arya, dalam pertemuan tersebut juga sudah diusulkan supaya tanah untuk pertanian yang dialokasikan kepada warga yang direlokasi dinaikkan jumlahnya menjadi 2 hektar dari sebelumnya 0,5 hektar. Selain itu pihaknya juga mengusulkan kepada Jokowi supaya menaikkan jaminan hidup kepada penduduk yang direlokasi dengan memakai standard transmigrasi.“Kami sudah mengusulkan langsung kepada Presiden, termasuk jaminan pendidikan bagi anak-anak yang akan direlokasi baik yang sedang menempuh pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi. Harapannya kehidupan korban bencana Sinabung ini bisa lebih baik,” ujarnya. [45]

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 50: Majalah 45 edisi 03

k o m u n i t a s

50 a g u s t u s - s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 51: Majalah 45 edisi 03

A K T I v I T A S

51

Senjata pamungkas para fotografer telah dipersiapkan dengan

matang. Sesekali beberapa fotografer memeriksa lensa kamera yang akan mereka gunakan ketika nanti ingin hunting foto. Pagi itu menjadi sebuah pertarungan di arena lain bagi mereka yang menyukai bidang memotret. Beberapa dari mereka bahkan telah mengenal jauh hari. Namun, mereka tetap saling membedakan mana waktunya sebagai kawan dan lawan.

Kegiatan yang diselenggarakan Kodam I Bukit Barisan berkerja sama dengan Jaring Hijau Medan kali ini menggelar kontes hunting foto di kawasan Air Terjun Satu Hati, Sibolangit dengan mengusung tajuk PROKLAMASI HIJAU: Kontes Hunting Foto Lingkungan Alam, Penghijauan, dan Konservasi Hutan II.

Tidak sedikit yang ikut dalam kegiatan yang digelar pada Minggu, 23 Agustus 2015. Ada 200 peserta yang terdiri dari siswa sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan para fotografer profesional Medan turut meramaikan jalannya kontes hunting foto yang dibarengi dengan penanaman pohon. Kontes ini dibagi dalam kategori kamera handphone, kamera pocket, kamera DSLR, dan selfie kontes. Selanjutnya peserta dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing fotografer memasuki hutan Sibolangit menuju kawasan Air Terjun.

Hutan yang cukup liar pun dilalui. Jalan yang cukup sulit dan becek memang banyak diakui oleh para peserta sebagai tantangan dalam mengambil moment foto yang bagus. Beberapa peserta memilih objek tanaman hutan dan juga jamur. Berbeda dengan Firman Syaputra yang memilih objek seekor katak hutan yang mulai langka. Firman tak mau kehilangan moment ini. Ia pun mengambil gambar katak yang memang memiliki ciri yang cukup unik ini. Tiga kali jepret pun Firman belum merasa puas.

Di hutan yang liar ini, menurutnya pasti banyak objek yang ingin diabadikan dalam jepretan foto, namun jika terlalu banyak justru akan mempersulit pilihan. Dipandu guide berpengalaman, tiap peserta menempuh 2 jam perjalanan melintasi hutan. Begitu keluar dari hutan, tiap peserta sudah harus menyerahkan hasil foto kepada panitia. Semua peserta tampak bersemangat dan yakin jepretan mereka jadi jawara. Begitu juga Firman, cukup yakin bahwa hasil fotonya memang sudah pasti akan

menjadi pemenang. Panitia pun telah menyiapkan juri foto yang cukup handal dan telah diakui di Kota Medan. Beberapa di antara juri tersebut terlihat Bang Veri Boeloe yang telah sering menjadi juri acara kontes foto di Medan.

Cukup lama juri memutuskan pemenang dari masing-masing kategori kontes. Akhirnya, waktu yang ditunggu pun tiba. Dewan juri mengumumkan pemenang dari tiap kategori kontes. Nama Firman tak kunjung disebut oleh juri yang objektif memilih foto jepretan dari kamera masing-masing fotografer. Ketika putus asa mulai menghampiri, nasib berkata lain kepada Firman. Juri menganggap bahwa hasil jepretan Firman adalah “Best of the Best”, dan kategoti ini jauh di luar dugaan Firman. Sangat bersyukur adalah ungkapan Firman ketika Tim EmpatLima menanyakan perasaannya. Dengan senyum sumringah, Firman yang juga fotografer Majalah EMPATLIMA kembali ke Medan sambil membawa piala yang membuktikan kualitasnya dalam hal fotografi. [45]

Katak Bertanduk FirmanJAWARA Kontes Photo Hunting

FOTO BEST OF THE BEST“KODOK TANDUK”

Firman SaputraPemenang Best Of The BestHunting Foto Lingkungan Alam, Penghijauan & Konservasi Hutan II

Peliput : Ahmadzi

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 52: Majalah 45 edisi 03

S E J A R A H

52

Pahlawan Nasional dari Sumatera Utara

KIAI HAJI ZAINUL ARIFIN

Dari sejumlah Pahlawan Nasional, terutama yang berasal dari Sumatera Utara, salah satu yang paling unik adalah perjuangan Kiai Haji (K.H.) Zainul Arifin. Ia adalah seorang etnik pesisir, yang secara

darah memiliki marga (klen) Pohan. Ia lahir di Barus, Keresidenan Tapanuli, di awal-awal abad ke-20. Mung-kin dilatarbelakangi daerah kelahirannya sebagai kawasan atau tapak sufi Nusantara, juga faktor keluarga dan budaya, ia kemudian dalam melakukan perjuangannya adalah melalui agama Islam. Ia merantau ke Tanah Jawa dari Sumatera Utara ini, dan mengisi perjuangan-perjuangannya di Jawa. Walau berlatar belakang pendidikan pesantren dan umum, namun ia memiliki minat yang tinggi di bidang seni budaya, khususnya musik dan teater. Ia juga memiliki kemampuan membela orang-orang yang lemah dari sisi hukum.

Barus adalah sebuah kota kecil di pantai Barat Sumatera, yang saat

sekarang ini masuk ke dalam wilayah Sumatera Utara. Kota kecil Barus terkenal ke seluruh dunia sejak tahun 160 Masehi melalui tulisan Ptolemaus karena produk kapur barusnya yang terkenal itu. Bahkan secara historis, Islam diperkirakan telah masuk ke wilayah Barus dan sekitarya ini sejak tahun 48 Hijriyah, seperti tertulis dalam makam Syekh Arkanuddin yang berada di tanah harum tersebut.

Temuan sejarah para ulama Nahdhatul Ulama yang bertugas merawat makam tua tersebut, sempat menggoncangkan teori sejarah masuknya Islam di Indonesia dalam seminar masuknya Islam pada tahun 1963. Banyak ulama besar berasal dari tempat ini. Di antaranya yang paling menonjol adalah Hamzah Fansuri, yang terkenal dengan Kitab Tasawuf-nya. Babkan di Nusantara ini, kitab-kitab Melayu pertama adalah hasil tulisan Hamzah Fansuri, termasuk syair adalah beliau yang mempeloporinya.

Kiai Haji Zainul Arifin atau lengkapnya Kiai Haji Zainul Arifin Pohan, lahir di Barus, Tapanuli Tengah, 2 September 1909. Setelah mengisi hidup dan menjadi rahmatan lilalamin kepada semua umat, ia berpulang ke hadirat Allah SWT di Jakarta, pada tanggal 2 Maret 1963 pada umur 53 tahun. Ia merupakan seorang ahli politik Nahdlatul Ulama (NU) terkemuka. Dalam pengalaman hidupnya, sejak remaja Zainul Arifin ini di zaman penjajahan Belanda sangat aktif dalam organisasi kepemudaan Nahdhatul Ulama, Gerakan Pemuda Anshor, dan berbagai elemen dari Nahdhatul Ulama. Dalam konteks sejarah Indonesia, jabatan terakhimya ialah Ketua DPRGR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong) yang diembannya sejak tahun 1960 sampai 1963, ketika ia meninggal secara tragis.

Sejak lahir, Zainul Arifin mernpakan anak tunggal dari keturunan Raja Barus, yaitu ayahnya bemama Sultan Ramali bin Tuangku Raja Barus Sultan Sahi Alam Pohan. Sementara ibundanya adalah bangsawan asal Kotanopan, Mandailing, yang bernama Siti Baiyah boru Nasution. Kedua orang tuanya dan beliau sendiri sejak masa keeil

ini berada di dalam kebudayaan pesisir (yaitu di kawasan pesisir barat Sumatera Utara sekarang). Perlu diketahui bahwa masyarakat pesisir ini merupakan masyarakat yang berdasar kepada budaya pesisir dan secara genealogis merupakan percampuran antara etnik-etnik: Mandailing, Batak Toba, Minangkabau, Melayu, dan lainnya. Budaya Mereka disebut Sumando Pesisir. Namun demikian ia pun pernah hidup di lingkungan orang Mandailing di kampung ibundanya, dan juga orang Melayu di Jambi. Begitu juga dengan orang-orang Melayu di Batavia, yang dikenal sebagai Melayu Betawi. Pengalaman budaya yang sedemikian rupa menjadikan sosok Zainul Arifin yang pandai menyiasat dan menginternalisasikan kebudayaan secara matang ke dalam kepribadiannya.

Postur tubuhnya sedang, tetapi berisi. Hidungnya mancung, kulitnya relatif putih. Suaranya bariton dan sorot matanya tajam. Itulah sosok K.H. Zainul Arifin, Panglima Lasykar Hizbullah, suatu wadah Perjuangan Pemuda Islam 1942-1945. Pemah menjadi eksekutif dan legislatif, termasuk menjadi Wakil Perdana Menteri

Nama Lengkap : Kiai Haji Zainul ArifinPanggilan Akrab : Zainul Arifin

Lahir : Barus, Tapanuli Tengah (kala itu Keresidenan Tapanuli), 2 September 1909Wafat : Jakarta, 2 Maret 1963

Makam : TMP Kalibata, JakartaGelar Pahlawan : Kepres No. 35/Tahun 1963, 4 Maret 1963

Oleh : Budi Agustono, dkk

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 53: Majalah 45 edisi 03

S E J A R A H

53

sebagai jabatan paling tinggi yang pemah dijabatnya. Ia disegani baik oleh tentara Belanda maupun Jepang, apalagi Zainul Arifin memiliki pasukan yang sangat terlatih dan militan.

Saat usianya belum mencapai lima tahun, orang tuanya bercerai. Kemudian Zainul Arifin dibawa Ibunya ke Kotanopan. Beberapa tahun kemudian pindah lagi ke Kerinci, Jambi. Dengan demikian latar belakang budaya Pesisir, Mandailing, dan Melayu menjadi lingkungan tempat Zainul Arifin tumbuh dan berkembang.

Sebagai pemuda yang lahir di lingkungan yang sangat religius, maka ia pun menempuh pendidikan di Pesantren Purbabaru Sumatera Utara, kini pesantren Musthofawiyah. Dari pesantren ini lahir beberapa tokoh nasional, termasuk dirinya. Walaupun berasal dari pesantren, ia cukup piawai berbahasa Belanda dan Jepang. Pendidikan formal yang dilalui adalah HIS.

Pada ketika ia berada di Jambi ini, beliau menyelesaikan studinya di HIS (Hollands Indische School). Begitu juga dengan sekolah menengah calon guru di zaman Belanda yang disebut Normaal School. Selain studi dalam bidang ilmu umum dalam didikan gaya Belanda, Zainul Arifin sebagai seorang muslim juga memperdalam pengetahuan agama Islam di madrasah di surau. Selain itu beliau juga aktif menjalani pelatihan seni bela diri pencak silat.

Di samping itu, Zainul Arifn muda ini, juga seorang pelaku dan pecinta kesenian yang aktif dalam kegiatan seni sandiwara musikal Melayu, yang dikenal dengan terminologi Stambul Bangsawan. Sebagai seniman dalam genre seni Melayu tersebut ia bertindak sebagai penyanyi (vokalis) dan pemain biola. Stambul Bangsawan merupakan awal dari perkembangan seni panggung sandiwara modern Indonesia. Ia merantau ke Batavia ini pada saat usia beliau 16 tahun dengan tujuan meningkatkan maqam hidupnya, menambah pengalaman wawasan budaya, sosial, politik, dan lainnya.

Pamuda Anshor Zainul Arifin adalah seorang

pemuda yang giat belajar. Ia menamatkan dua studi sekaligus yaitu HIS dan Normaal School. Ia juga belajar agama, seni budaya,

pencak silat, dan lainnya. Semua itu dilakukannya untuk membentuk karakter dirinya yang kuat, melalui berbagai bidang ilmu. Dengan demikian ia adalah sosok yang haus akan ilmu pengetahuan dan budaya.

Selanjutnya dengan berbekal ijazah HIS yang diperolehnya semasa di Jambi, Zainul Arifin melamar bekerja di pemerintahan kotapraja kolonial Belanda sebagai pegawai Perusahaan Air Minum (PAM) di Pejompongan Jakarta Pusat. Ia pun diterima bekerja di sini. Zainul Arifin di Gemeente ini bekerja selama lima tahun. Lima tahun bekerja di perusahaan ini, ia memilih bekerja sebagai guru Sekolah Dasar. Selain itu demi pengabdiannya untuk rakyat Indonesia, ia mendirikan Balai Pendidikan untuk orang dewasa, yaitu Perguruan Rakyat, di kawasan Meester Cornelis (sekarang Jatinegara, Jakarta). Minat pengabdiannya untuk bangsa melalui pendidikan sangat kuat. Ia berpendapat ilmu yang diperoleh dari pendidikan adalah motivasi terkuat melakukan perubahan nasib bangsa. Pendidikan bukan saja menyelamatkan manusia yang menguasainya di dunia ini, bahkan ia akan menuntun seseorang ke jalan Tuhan. Karena itu, ia sangat memerhatikan kesejahteraan dan keadilan masyarakat.

Zainul Arifin juga selalu memberikan bantuan hukum bagi masyarakat Betawi yang membutuhkannya sebagai tenaga pokrol bambu. Istilah ini ditujukan kepada pengacara tanpa latar belakang pendidikan hukum namun menguasai bahasa Belanda, pada masa itu. Walau demikian para pekerja dan penegak hukum di masa Belanda sangatlah menghargai para pokrol bambu ini. Mereka belajar secara otodidak mengenai hukum dan bahasa Belanda, namun intelektualnya karena pengalaman, tidaklah diragukan lagi.

Di sisi lain, Zainul Arifin juga aktif di dalam kegiatan seni sandiwara musikal tradisional Betawi, yang berakar dari tradisi Melayu, yaitu samrah. Dalam konteks ini, Zainul Arifin mendirikan kelompok samrah benama Tonil Zainul. Melalui kegiatan kesenian Betawi ini ia berkenalan dan selanjutnya sangat akrab bersahabat dengan tokoh perfilman nasional, yaitu Jamaluddin Malik, yang pada saat itu juga sangat giat dalam kegiatan samrah. Mereka berdua kemudian bergabung dengan Gerakan

Pemuda (GP) Anshor yang ketika itu memang aktif merekrut tenaga-tenaga muda.

Selama menjadi anggota GP Anshor ini Zainul Arifin semakin intensif meningkatkan pengetahuan agama Islam dan keterampilan berdakwahnya sebagai mubalik muda lewat pelatihan-pelatihan khas Anshor, sayap muda Nahdhatul Ulama. Kepakaran dan kemahiran Zainul Aritin dalam berpidato, berdebat, dan berdakwah, ternyata menarik perhatian tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama, organisasi induk Ansor. Di antara mereka yang tertarik adalah Wahid Hasyim, Mahfudz Shiddiq, Muhammad Ilyas, dan Abdullah Ubaid. Dalam hitungan beberapa tahun saja, Zainul Arifin mereka jadikan sebagai Ketua Cabang Nahdhatul Ulama Jatinegara (Jakarta). Selanjutnya ia diangkat sebagai Ketua Majelis Konsul Nahdhatul Ulama Batavia. Tahun 1930an ia mulai bergabung dengan Gerakan Pemuda Ansor dan beberapa tahun kemudian sudah aktif di organisasi induk Nahdhatul Ulama. Mula-mula sebagai Ketua Cabang Jatinegara dan akhimya diamanahi sebagai ketua Majelis Konsul Nahdhatul Ulama Jakarta, sampai datangnya tentara Jepang tahun 1942.

Selama pendudukan militer Jepang, Zainul Arifin ikut mewakili Nahdhatul UIama dalam kepengurusan Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) dan terlibat dalam pembentukan pasukan semi militer Hizbullah. Dalam kerangka menarik simpati masyarakat Indonesia hingga ke tahap pedesaan, organisasi-organisasi Islam (terutama Nahdhatul Ulama) diberi kesempatan untuk lebih aktif terlibat dalam pemerintahan di bawah komando pendudukan militer Jepang. Dalam hal ini, Zainul Arifin ditugaskan untuk membentuk model kepengurusan pemerintahan tonarigumi, yaitu sebagai embrio dari Rukun Tetangga (RT) ketika Indonesia telah merdeka, di Jatinegara. Kemudian dibentuk pula hingga ke pelosok desa di Pulau Jawa.

Pada saat Perang Asia Pasifik (bagian dari Perang Dunia Kedua) semakin memanas, pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia, mengizinkan dibentuknya laskar-laskar semi militer rakyat. Pemuda-pemuda Islam direkrut lewat jalur tonarigumi membentuk Hizbullah (Tentara Allah). Zainul Arifin di kala itu dipercayai sebagai Panglima Hizbullah dengan

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 54: Majalah 45 edisi 03

s a n t a i

54

tugas utama mengkoordinasi pelatihan-pelatihan semimiliter di Cibarusa, dekat Kota Bogor. Dalam puncak kesibukan latihan perang guna mengantisipasi terjadinya Perang Asia Pasifik, maka berkat usaha gigih para pejuang kita, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan Sukarno dan Muhammad Hatta pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.

Pada era pendudukan Jepang ini, Zainul Arifin mewakili Nahdhatul Ulama dalam organisasi Islam Masyumi, setelah menjalani pelatihan semimiliter, dipercaya sebagai panglima pasukan Hizbullah (Tentara Allah). Hingga menjelang penyerahan kedaulatan pada 1949 Zainul memimpin pasukan tempur golongan Islam tersebut. Mereka bergerilya di pelosok-pelosok Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ketika Tentara Nasional Indonesia (TNI) akhirnya menyatukan seluruh kekuatan militer Indonesia, Zainul Arifin sempat diangkat sebagai sekretaris pucuk pimpinan TNI. Akhirnya Zainul Arifin mengundurkan diri dari dinas ketentaraan dan selanjutnya fokus bekerja di jalur politik sipil.

Sejak proklamasi kemerdekaan Zainul Arifin langsung duduk dalam Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), yang menjadi embrio dari lembaga legislatif MPR/DPR. Hingga akhir hayatnya, Zainul Arifin aktif di parlemen mewakili partai Masyumi dan kemudian partai Nahdhatul Ulama, setelah Nahdhatul Ulama keluar dari Masyumi pada tahun 1952. Selama 1953-1955 ketika

menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri dalam kabinet Ali-Arifin (Kabinet Ali Sastroamijoyo I) Zainul terlibat dalam badan eksekutif. Kabinet di era Demokrasi Parlementer ini sukses menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955.

Pasca Kemerdakaan Pada tahun 1947, Zainul Arifin

diangkat sebagai anggota KNIP berkedudukan di Yogyakarta. Ketika Belanda melancarkan agresi untuk mencengkeramkan kukunya kembali, Zainul ikut bergerilya dan menjabat sebagai staf Komisariat Pemerintah Pusat di Jawa. Salah satu tugasnya adalah mengonsolidasikan wadah-wadah perjuangan yang tersebar di mana-mana, termasuk dengan kelompok gerilya Jenderal Besar Sudirman.

Pemilu pertama 1955 mengantar Zainul Arifin sebagai anggota Majelis Konstituante sekaligus Wakil Ketua DPR sampai kedua lembaga legislatif tersebut dibubarkan Sukarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Memasuki era Demokrasi Terpimpin itu, Arifin bersedia mengetuai DPR Gotong Royong (DPRGR) sebagai upaya Partai NU membendung kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI) di parlemen.

Zainul kemudian bertugas mewakili partai Masyumi di Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), cikal bakal DPR/MPR, sambil terus memegang tampuk pimpinan

Hizbullah yang sudah menjelma menjadi pasukan bersenjata. Selama masa Revolusi, selain mengikuti sidang-sidang BP KNIP yang berpindah-pindah tempat karena kegawatan situasi, Arifin juga memimpin gerakan-gerakan gerilya Laskar Hizbullah di Jawa Tengah dan Jawa Timur selama Agresi Militer I dan II. Dalam memimpin Laskar Hizbullah Zainul menggunakan jalur tonarigumi atau Rukun Tetangga yang dulu dibinanya hingga meliputi desa-desa terpencil di Jawa. Saat terjadi Agresi Militer II bulan Desember 1948, Belanda berhasil menjatuhkan Yogyakarta dan menawan Sukarno-Hatta. Dalam keadaan darurat, BP KNIP praktis tidak berfungsi. Arifin lantas terlibat sebagai anggota Komisariat Pemerintah Pusat (KPPD) di Jawa, bagian dari Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.

Tugas utama Zainul melakukan konsolidasi atas badan-badan perjuangan yang melancarkan taktik gerilya di bawah komandan Jenderal Sudirman. Saat pemerintah melebur segenap pasukan bersenjata ke dalam satu wadah Tentara Nasional Indonesia, Zainul Arifin sempat dipercaya sebagai Sekretaris Pucuk Pimpinan TNI. Namun akhirnya, ketika banyak mantan anggota Laskar Hizbullah yang dinyatakan tidak bisa diterima menjadi anggota TNI karena tidak berpendidikan “modern” dan hanya lulusan madrasah, ia memilih mengundurkan diri dan berkonsentrasi meneruskan

Kabinet ALI I (Kabinet Ali-Arifin)

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 55: Majalah 45 edisi 03

55

perjuangan sipil di jalur politik.

Setelah Belanda akhirnya mengakui kedaulatan RI akhir tahun 1949, Zainul Arifin kembali ke Parlemen sebagai wakil Partai Masyumi di DPRS dan kemudian wakil dari Nahdhatul Ulama ini memisahkan diri dari Masyumi tahun 1952. Setahun sesudahnya, Arifin berkiprah di lembaga eksekutif dengan menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri (Waperdam) dalam Kabinet Ali Sastroamijojo I yang memerintah dua tahun penuh (1953-1955). Untuk pertama kalinya dalam sejarah NU, tiga jabatan menteri (sebelumnya NU selalu hanya mendapat jatah satu posisi menteri saja) dijabat tokoh-tokoh NU dengan Zainul Arifin sebagai tokoh NU pertama menjabat sebagai Waperdam. Kabinet itu sendiri sukses menyelenggarakan Konfrensi Asia Afrika di Bandung.

Dalam tahun 1955 itu pula Zainul berangkat haji untuk pertama dan terakhir kali ke Tanah Suci bersama Presiden Sukarno. Di sana ia dihadiahi sebilah pedang berlapis emas oleh Raja Arab Saudi, Raja Saud. Sekembalinya dari sana Zainul merupakan salah satu tokoh penting yang berhasil menempatkan partai NU ke dalam tiga besar pemenang pemilu 1955, di mana jumlah kursi NU di DPR meningkat dari hanya 8 menjadi 45 kursi. Selain kembali ke parlemen sebagai Wakil Ketua I DPR RI, setelah pemilu 1955, Arifin juga mewakili NU dalam Majelis Konstituante hingga lembaga ini dibubarkan Sukarno lewat Dekrit 5 Juli 1959 karena dipandang gagal merumuskan UUD baru. Pasca Dekrit, Indonesia dinyatakan kembali ke UUD 1945 dan memasuki era Demokrasi Terpimpin. Pada masa itu terjadi pemusatan kekuasaan pada diri

Presiden yang berkeras untuk menerapkan faham Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom) yang menyudutkan partai-partai agama yang tidak ingin Partai Komunis Indonesia (PKI) berkembang di Indonesia.

Pemilu pertama 1955 mengantar Zainul Arifin sebagai Anggota Majelis Konstituante sekaligus Wakil Ketua OPR sampai kedua lembaga dibubarkan Sukarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Memasuki era Demokrasi Terpimpin itu, Arifin bersedia mengetuai OPR Gotong Royong (OPRGR) sebagai upaya partai NU membendung kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI) di parlemen.

Akhir Hayat Walaupun DI/TIl dan PRRI

Permesta telah dilumpuhkan, tetapi tentara mereka bergerilya ke mana-mana. Di tengah meningkatnya suhu politik, pada 14 Mei 1962, saat salat Idul Adha di barisan terdepan bersama Sukarno, Zainul

Arifin tertembak peluru yang diarahkan seorang pemberontak dalam percobaannya membunuh presiden. Zainul Arifin akhirnya wafat 2 Maret 1963 setelah menderita luka bekas tembakan di bahunya selama sepuluh bulan. Bung Karno selamat dalam insiden yang amoral itu, tetapi K.H. Zainul Arifin bekas Komandan Hizbullah itu mengalami luka-luka.

Walaupun K.H. Zainul Arifin selamat dari serangan para pemberontak, tetapi setelah itu kesehatannya mulai menurun. Apalagi situasi politik nasional juga semakin kacau, ketika banyak sabotase politik dan ekonomi dilakukan oleh para agen imperialis terhadap pemerintahan Sukarno. Keadaan itu membuat K.H. Zainul Arifin sangat prihatin, yang mempengaruhi kesehatan fisik dan psikisnya. Kemudian pejuang ini wafat Maret 1963 di Jakarta pada usia 54 tahun. Sebagai pejuang ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. [45]

Zainul Arifin dan Masykur bertemu Presiden Sukarno di Istana Negara

Zainul Arifin bertemu Pangeran Faisal di Arab Saudi (1950)

Sumber : Mengenal Para Pahlawan Nasional Dari Sumatera Utara. USU Press, 2014

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 56: Majalah 45 edisi 03

s e n a t o r

56

Komite IV DPD Dorong Perubahan Ketentuan Perpajakan

Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mendorong perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Tim ahli RUU KUP DPD RI menilai ketentuan perpajakan yang saat ini tidak mengandung unsur kesetaraan dan keadilan antara wajib pajak dengan pemerintah.

Ketua Tim Ahli RUU KUP DPD RI, Tjip Ismail, mengatakan perubahan strategis ketentuan perpajakan di antaranya KUP

mengatur hak dan kewajiban pemerintah dan wajib pajak dalam rangka self assessment, menjadi strategis dalam perkembangan sosial politik, demokratisasi, transparansi dan teknologi informasi.

“Perubahan meliputi kesetaraan hak dan kewajiban pemerintah serta wajib pajak dalam rangka melaksanakan self assessment, dengan asas Tat bestand,” kata Tjip Ismail saat berbicara dalam sosialisasi dan uji sahih usul inisiatif RUU perubahan kelima atas UU No 6 tahun 1983 tentang KUP di Universitas Muslim Nusantara (UMN), Selasa lalu.

Tjip menilai instusi pajak juga perlu diubah. Menurut hematnya, tugas perpajakan terhadap penerimaan negara dalam postur APBN memiliki peranan yang sangat besar, sehingga diperlukan institusi kelembagaan yang berada langsung di bawah Presiden yang dinamakan otoritas pajak.

Perubahan itu diperlukan, imbuhnya, dengan pertimbangan untuk memudahkan mengakses data dari institusi lain, memperkuat pengawasan dalam meningkatkan penerimaan negara, mempercepat penyesuaian regulasi dengan perkembangan bisnis yang berubah pesat serta peningkatan sarana dan prasarana dalam rangka pelaksanaan kesetaraan hak dan kewajiban pemerintah dan pembayar pajak.

“Paling penting dari perubahan itu adalah adanya statement kesetaraan hak dan kewajiban antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan wajib pajak sebagai pembayar pajak. Kesetaraan tersebut berkaitan dengan pemeriksaan, penetapan pajak, sanksi administrasi dan pidana. Penagihan pajak dan upaya hukum wajib pajak,” katanya.

Ia menjabarkan, kesetaraan itu meliputi penyederhanaan sistem pemeriksaan. Dalam menguji kebenaran self assessment perlu disederhanakan. Yang semua dilakukan dengan penelitian, verifikasi dan pemeriksaan cukup dengan pemeriksaan.

Peliput : Riyanto Semedi

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 57: Majalah 45 edisi 03

s e n a t o r

57

Komite IV DPD Dorong Perubahan Ketentuan Perpajakan

Ketua Tim Komite IV DPD RI, Dedi Iskandar Batubara yang membuka kegiatan sosialiasi menyampaikan, penyempurnaan naskah akademik (NA) dan substansi pasal demi pasal RUU Revisi UU KUP, perlu dilakukan. Dengan perubahan itu diharapkan adanya regulasi yang dapat mendorong pengelolaan pajak yang lebih baik ke depan.

“Harapan kita semua dan harapan seluruh rakyat, semoga uji sahih ini mampu melahirkan dukungan bagi penyempurnaan RUU Revisi UU KUP, sehingga regulasi ini dapat berperan mendorong pengelolaan perpajakan di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara,” ucapnya.

Lebih lanjut, Dedi menegaskan, dalam rangka revisi ini, tim Komite IV DPD memerlukan masukan dalam uji sahih ini guna penyempurnaan RUU Revisi UU KUP. Misalnya, terkait aspek keadilan bagi hasil pajak pusat kepada daerah, pengalihan pajak pusat ke daerah, klasifikasi pajak pusat dan pajak daerah dalam kaitan tata kelola otonomi daerah.

Kemudian, keterkaitan UU KUP dengan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, aspek keadilan regulasi perpajakan bagi stakeholders, kebijakan perpajakan yang dapat meningkatkan penerimaan negara sekaligus mendorong perekonomian nasional.

Penegakan hukum terhadap penagihan dan penggelapan pajak, regulasi pajak yang melindungi pengusaha dalam negeri terkait bisnis global. Kemudian, mekanisme self assessment oleh wajib pajak dan sanksi perpajakan bagi pengusaha, dan peranan lembaga konsultan dalam menciptakan budaya membayar pajak.

“Inilah antara lain menjadi poin penting dan pokok permasalahan sehingga memerlukan masukan dalam uji sahih ini,” katanya. Uji sahih juga bertujuan untuk memperoleh kajian dalam masukan bahwa, RUU Revisi UU KUP telah sesuai dengan perkembangan bisnis

global dan dunia usaha.“Kita harapkan keberadaan RUU Revisi UU KUP

dapat meningkatkan penerimaan pajak, namun tetap menjaga business friendly yaitu menempatkan kesetaraan hak dan kewajiban pemerintah dan pembayar pajak. Masukan dari kalangan akademisi sangat dibutuhkan guna penyempurnaan RUU Revisi UU KUP ini,” katanya.

Sehubungan dengan hal tersebut, DPD RI telah membentuk tim ahli perubahan UU KUP yang meliputi naskah akademik dan RUU. Kegiatan tim ahli antara lain uji sahih, peer review dengan pakar dan narasumber, pembuatan naskah akademik dan pasal-pasal RUU, melakukan studi empirik ke sejumlah universitas dan menyusun rancangan awal naskah akademik dan pokok-pokok perubahan RUU itu.

“Kami meyakini bahwa kalangan akademisi akan memberikan masukan sangat bernilai bagi pembahasan RUU Revisi UU KUP ini,” terangnya, “Saya juga percaya, berdasarkan pengalaman dan kemampuannya, para pakar UMN mampu memberi kontribusi besar dalam uji sahih ini, sehingga dalam pembahasan berikutnya, RUU ini lebih komprehensif dan sesuai dengan harapan.”

Turut dalam tim Komite IV DPD yakni, Wakil Ketua Komite IV H Ghazali Abbas Adan (senator dari Aceh), H. Andi Surya (senator dari Lampung), Aji Muhammad Mirza Wardana (senator asal Kalimantan Timur), H. Bambang Sadono (dari Jawa Tengah), H. Abdul Gafur Usman (Riau), H. Abdul Rahim (Kalimantan Barat) dan staf tim ahli RUU Revisi UU KPU, Sachroni Zakaria, Rektor UMN Al Washliyah, H. Kondar Siregar dan undangan lainnya. [45]

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Page 58: Majalah 45 edisi 03

s e n a t o r

58

Rendahnya serapan anggaran berakibat pada lambatnya pelaksanaan kegiatan pembangunan. Sebesar 36 persen rata-

rata serapan anggaran rendah secara nasional. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan penyerapan anggaran belanja negara selama enam bulan terakhir di 2015 sebesar Rp. 773,9 triliun, meningkat sedikit 1,8 persen dibandingkan dengan realisasi semester I 2014 yang sebesar Rp. 759,9 triliun.

Namun, jika melihat total alokasi anggarannya yang mencapai Rp. 1.984,1 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015, maka kinerja belanja negara di paruh pertama tahun ini jauh dari harapan karena baru terserap 39 persen.

Merujuk pada data prognosa semester I APBN 2015 yang dirilis Kemenkeu, kualitas belanja pemerintah pusat sejauh ini masih sangat rendah. Diperkirakan hingga akhir Juni baru terserap Rp. 436,1 triliun atau baru 33,1 persen dari pagu Rp. 1.319,5 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi penyerapan semester I 2014 yang mencapai Rp. 468,7 triliun atau 36,6 persen dari pagu Rp. 1.280,4 triliun.

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Rendahnya Serapan Bukan Kesalahan DaerahPeliput : Riyanto Semedi

“Faktor penyebab rendahnya serapan adalah keterlambatan petunjuk pelaksanaan (juklak) atau petunjuk teknis (juknis) dari pemerintah pusat. Ini yang menjadi masalah kenapa serapan anggaran rendah,” kata Anggota DPD RI Komite IV Dedi Iskandar Batubara, dalam Rapat Kerja dengan BPK RI Perwakilan Kalimantan Tengah dan Pj. Gubernur Kalimantan Tengah di Palangkaraya, Selasa (1/9).

Untuk mengatasi persoalan ini, anggota DPD akan mendorong pelaksanaan periode anggaran antara APBN dan APBD tidak dalam waktu yang sama. Jika periode APBN adalah Januari hingga Desember, maka periode APBD dimulai April hingga Maret.

“Selama ini pelaksanaan kegiatan pembangunan seperti kejar tayang, berlomba menghabiskan anggaran di akhir periode sehingga hasilnya tidak maksimal. Karena orientasinya hanya mengejar agar anggaran harus habis,” ujar Dedi.

Ia menjelaskan, kejar tayang pelaksanaan kegiatan inilah yang akhirnya menjadi temuan BPK pada tiap semesternya. Jadi bukan karena pemerintah daerah gagal dalam mengeksekusi anggaran, tapi karena pusat tidak membuat juklak dan juknis di awal tahun.

“Pola ini harus diperbaiki untuk mewujudkan percepatan pembangunan yang berkualitas dan akuntabel,” katanya. [45]

Page 59: Majalah 45 edisi 03

a n a m a t o p e

59

De Javu (?)Matahari tepat di ubun kota. Jalanan padat

merayap.Aku melihat lelaki paro baya yang

kukenal sejak tahun 1991 mengayuh sepeda janda berkeliling kota, mengantar koran dan majalah terbitan lokal maupun nasional. Lelaki itu Bang Jol namanya. Ia pacu sepeda jandanya membelah terik, pun bila hujan tiba.

Aku jadi teringat satu hari, di tahun 99, di meja panjang kantin Sastra ada bergelas-gelas kopi dan lelaki di sana. Iseng-iseng ada yang bertanya,“Bang Jol pilih siapa nanti?” Tanpa tedengalingaling Bang Jol bilang, “ Itu rahasia, wak. Aku sudah punya pilihan. Aku kenal dia cukup lama, meski dia tidak kenal aku. Tapi kan, Wak, walau beda pilihan bukan berarti kita musuhan,kan?” Penasaran Si Mahasiswa bertanya lagi, ”Kalau calon lain itu memberi amplop tebal?” Dengan tegas Bang Jol menjawab,” Aku tolak. Ini soal sikap. Biar susah gini, aku masih bisa hidup dengan uang keringat sendiri.” Begitulah Bang Jol. Siapa nyana punya sikap yang mulai sulit ditemukan dewasa ini.

Mengenakan topi dan kemeja yang kedodoran, dan yang paling unik, celana bagian bawah dimasukkan kaos kaki tebal berwarna cerah. Bukan penampilan itu sebenarnya yang menjadikan ia menarik perhatian, tapi keuletan, kesederhanaan pikir dan pergaulan dengan segala kalangan. Ulet mengayuh sepeda di antara deru dan asap sepeda motor serta mobil impor yang padat merayap. Sederhana dalam berpikir, tidak neko-neko. Oya, bukan tidak punya sepeda motor maka ia naik sepeda janda. Ia pilih mengayuh sepeda karena baginya itu sehat dan aman dari incaran curanmor.

Penampilan memang kerap menipu. Jika bersetelan necis maka secara otomatis pula ia kita posisikan pada level terhormat dan santun. Begitupula sebaliknya, melihat orang berpenampilan urakan langsung dianggap kurang intelektual. Loper koran dianggap tak paham soal ini dan itu. Atau apa saja yang tak sama dengan kita, lalu kita anggap kurang.

Banyak hal yang bisa dipetik dari lelaki bersepeda janda ini. Pertama, semangatnya mengarung samudera hidup di tengah arus gelombang budaya serba instan dan hedonis. Kedua, darinya jadi mengerti makna ‘pasrah’ bukan berarti ’menyerah kalah’. Ketiga, setiap kayuhannya adalah pesan tentang daya hidup harus tetap diperjuangkan dari evolusi kendaraan, dan kemacetan. Keempat, penerimaan tulus terhadap perbedaan.

Kendati pelbagai persoalan selalu mengintai di tiap persimpangan, ia tetapkan hati terus mengayuh. Celoteh berbau tak sedap, hujan dan terik kerap menggoda untuk berhenti mengayuh lalu menyerah kalah. Namun, ia tak mau kalah menghadapi itu semua.

Di kota metropolitan ini, mengayuh sepeda untuk bekerja memang masih barang langka. Serupa pertapa yang menempuh jalan sunyi , begitulah para pengayuh sepeda. Terasing di tengah gemerlap dan hirukpikuk pesta. Hanya sedikit yang mau memilih jalan ini.

Matahari sepenggalahan di ujung Barat. Jalanan masih saja padat.

Aku melihat lelaki urakan lain yang sedang belajar berdeklamasi. Serupa Bang Jol, si penyair sedang mengabarkan pesan lewat kepak-kepak sayap kata-kata.

….dari mana pun datangmuapapun warna kulit dan jubahmubersepatu atau sendal jepit, wangi parfum atau bau

keringatkau tetap saudaraku karena kita dilahirkan dari

rahim yang sama: rahim cintaNya.cinta yang merangkul perbedaan jadi simfoni yang

harmonicinta yang mengubah lahan tandus jadi taman,

tempat tumbuh aneka bunga, bahkan ilalang jadi tenaga menata hidup bersama: Indonesia…

Matahari masuk peraduan. Malam mulai merayapi tubuh. Aku melihat diriku, mencoba belajar memilih jalan sunyi, sebagai jeda. Bukankah ketika sunyi, saat yang tepat mengaca-diri. Dan, telepon berdering-dering, aku terjaga.

s e p t e m b e r 2 0 1 5

Oleh : Mukhlis Win Ariyoga

Page 60: Majalah 45 edisi 03