Lucem (Part2)

4
Lucem “Bapak itu mulai menekuk lututnya. Ia berjongkok, menatap lurus ke arah kebun bunga itu. Tangannya mulai ia ulurkan ke bawah perlahan-lahan ke arah kegelapan di depannya. Ia seperti mencoba meraih sesuatu. Tangannya mulai keluar dari kegelapan tersebut. Didekatkannya benda yang ia raih tadi ke hidungnya. Ia mulai mencium sesuatu dengan hidungnya. Ternyata!” “Ternyata apa ibu?” “Ternyata, bapak itu memetik setangkai bunga. Walaupun sekitar kebun itu gelap, tapi bunga itu tetap tampak indah. Setangkai bunga berwarna putih, putih bersih dan indah sekali. Bapak tua ini kembali mendekatkan wajahnya ke arah bunga yang dipetiknya itu. Memandanginya dari dekat. Dan, senyum secerah mentari mulai terlukis di wajahnya yang renta” “Ibu, bagaimana bapak itu tahu kalau ada bunga di sana? Kan gelap.” “Iya bu, kenapa bapaknya ga nyasar juga?” “Iya, iya, kenapa juga bunganya bisa kelihatan?” “Anak-anak. Ada sebuah kunci cerita yang ibu lupa ceritakan ke kalian. Bapak itu duduk dari pagi hingga malam hanya untuk menunggu sesuatu. Ia menunggu kunang- kunang. Bagi seorang yang sudah tua, tidak jarang penglihatan mereka sudah tidak tajam. Tidak jarang juga, mata mereka akan menjadi pedih bila memandang

description

This is an original story by TTR. If you want the English version, you can contact me.This story has many life lesson, good for children, youth, and everyone. Hope you could get the meaning of this story.

Transcript of Lucem (Part2)

Lucem

Bapak itu mulai menekuk lututnya. Ia berjongkok, menatap lurus ke arah kebun bunga itu. Tangannya mulai ia ulurkan ke bawah perlahan-lahan ke arah kegelapan di depannya. Ia seperti mencoba meraih sesuatu. Tangannya mulai keluar dari kegelapan tersebut. Didekatkannya benda yang ia raih tadi ke hidungnya. Ia mulai mencium sesuatu dengan hidungnya.

Ternyata!

Ternyata apa ibu?

Ternyata, bapak itu memetik setangkai bunga. Walaupun sekitar kebun itu gelap, tapi bunga itu tetap tampak indah. Setangkai bunga berwarna putih, putih bersih dan indah sekali. Bapak tua ini kembali mendekatkan wajahnya ke arah bunga yang dipetiknya itu. Memandanginya dari dekat. Dan, senyum secerah mentari mulai terlukis di wajahnya yang renta

Ibu, bagaimana bapak itu tahu kalau ada bunga di sana? Kan gelap.

Iya bu, kenapa bapaknya ga nyasar juga?

Iya, iya, kenapa juga bunganya bisa kelihatan?

Anak-anak. Ada sebuah kunci cerita yang ibu lupa ceritakan ke kalian. Bapak itu duduk dari pagi hingga malam hanya untuk menunggu sesuatu. Ia menunggu kunang-kunang. Bagi seorang yang sudah tua, tidak jarang penglihatan mereka sudah tidak tajam. Tidak jarang juga, mata mereka akan menjadi pedih bila memandang cahaya yang terlalu terang. Itulah yang dialami bapak tua ini.

Ia tidak sanggup lagi melihat cahaya matahari yang begitu terang. Lantas, mengapa ia duduk di luar rumah? Ia selalu, setiap hari, menunggu di luar rumah, kunang-kunang yang akan beterbangan keluar dari balik persembunyiannya. Bapak ini tidak pernah tahu, kapan kunang-kunang itu akan keluar. Bapak ini takut melewatkan harinya yang berharga untuk memetik bunga. Sebab, satu-satunya pekerjaan yang bisa menghidupi dia hanyalah memetik dan merangkai bunga. Jika ia melewatkan waktu berharga itu, ia khawatir, ia akan tiada esok.Siapa bilang ia tidak punya siapa-siapa? Ia memiliki sahabat sejatinya yang luar biasa. Kunang-kunang yang selalu setia menuntunnya dalam dengan cahaya redup dalam perjalanan menuju kebun satu-satunya dibelakang rumahnya. Bagi sebagian orang, cahaya kunang-kunang sungguh kelam. Namun bagi bapak ini, cahaya kunang-kunang seperti mentari, sebuah anugrah Tuhan.

Hartanya bukanlah sepetak kebun bunga. Melainkan setangkai dua tangkai bunga yang bisa ia petik dari petak tersebut. Bunga putih dan bersih, bunga Lily Casablanca, atau yang lebih dikenal dengan Bunga Bakung. Bunga ini hanya dapat mekar satu kali dalam satu hari, yaitu pada malam hari. Bapak ini, hanya bisa menambang harta karunnya pada malam hari. Bersama dengan sahabatnya kunang-kunang yang asik berterbangan di atas kebun miliknya, di antara hamparan kebun teh.

Begitulah cinta Tuhan kepada manusia. Kita semua tahu, ia begitu mulia. Tindakannya begitu luar biasa melampaui kemampuan manusia biasa. Apabila kita samakan dengan ciptaan-Nya, ia seperti matahari yang begitu terang. Namun apabila kita memandang matahari itu dengan mata telanjang, yang kita pandang bukanlah cahaya terang yang indah, melainkan kepedihan mata yang membutakan sesaat pandangan. Dan, kita semua tahu, Tuhan tidak demikian.Ia menerangi pandangan kita dengan cahaya yang terbaik untuk kita. Cahaya yang sesuai dengan kita dan tidak melampaui kemampuan kita. Tetapi, kasih-Nya menerangi kita dengan cahaya yang begitu menyilaukan, yang sungguh indah, dan yang setia. Cahaya-Nya menerangi hati kita di tengah-tengah hati kita yang penuh dengan kegelapan tanpa cahaya. Kasih-Nya seperti bunga Lily atau Bunga Bakung di taman. Hanya setangkai dua tangkai, tetapi sungguh membahagiakan, menerangi hati kita yang tidak terdapat setitik cahaya terang dari dunia. Tetapi hati kita diterangi dengan cahaya kasih-Nya, kasih yang jumlahnya satu, namun besar dan indahnya sungguh luar biasa.

Kasih-Nya tidak layu seperti bunga mawar, tidak menguning seperti bunga melati. Kasih-Nya adalah bunga Lily. Ia tidak mekar seperti bunga lainnya pada pagi dan siang hari, tetapi tidak layu. Ia hanya kuncup, menunggu waktunya untuk mekar dengan sabar. Namun, ia mekar di malam hari yang tanpa cahaya mentari, tidak seperti bunga lainnya yang membutuhkan cahaya matahari untuk mekar.

Yesus tidak seperti manusia yang membutuhkan cahaya dunia untuk bermegah (bermekar), tapi Yesus yang bermegah karena kasih-Nya, kasih Allah Bapa. Ia bermegah pada waktu yang Ia tunggu dengan sabar, yaitu melalui tindakan anak-anak-Nya yang akan menjadi cahaya dan memuliakan Nama-Nya-Matius 5: 16Kita, anak-anaknya, selayaknya bertindak seperti Bapak itu. Bapak yang mampu tersenyum secerah mentari walau hanya dengan kasih-Nya yang sederhana. Kasih-Nya yang selalu ada di saat yang tepat. Kasih-Nya yang selalu menerangi dan menuntun kaki yang lemah ini di tengah dunia yang kelam, di tengah hati yang penuh dengan kepahitan.Dan jangan lupa anak-anak. Kita punya kunang-kunang yang selalu menerangi kita di malam kelam. Orang tua kita. Menerangi kita dengan cahaya kasih dari Tuhan, menuntun kepada petak bunga itu. Menuntun kalian ke ladannya Tuhan, sekolah minggu ini.

Teriakkanlah anak-anak. Mama, papa, kalian selalu menjadi cahaya di hatiku

Mama, papa, kalian selalu menjadi cahaya di hatiku! Senyum anak-anak pada hari itu pun secerah mentari, seindah bunga Lily.