lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI...

39
1 FILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARATER PADA MASYARAKAT MULTIBUDAYA DI INDONESIA Oleh: Yuni Pratiwi Universitas Negeri Malang. Alamat Jln. Semarang 5 Malang 65145 Alamat rumah: Jln. Terusan Ambarawa 59, Malang 65145. Telepon 0341-570317 E-mail: y un i . p r a ti w i . f s @ u m .ac. i d atau [email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengembangkan film animasi cerita anak sebagai media pembelajaran penalaran kritis bagi anak usia Sekolah Dasar dalam konteks pendidikan karakter pada masyarakat multibudaya di Indonesia. Wilayah negara Indonesia terdiri atas 17.504 pulau, dihuni oleh 11.28 kelompok etnik (suku bangsa), dan jumlah penduduk 237.641.326 jiwa (data resmi sensus penduduk tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik). Salah satu konsekuensi yang juga harus ditanggung anak-anak yakni sejak usia dini mereka hidup dalam konteks masyarakat multicultural. Film animasi ini memberikan menyediakan pajanan budaya yang merepresentasikan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat multicultural. Dialog, monolog, sikap, mood, dan perilaku tokoh dalam menghadapi berbagai peristiwa sebagai media belajar untuk menanamkan kemampuan berpikir kritis terhadap berbagai fenomena budaya dan sekaligus memperoleh pengalaman reflektif untuk mendukung pemerolehan nilai-nilai karakter diintegrasikan. Anak dilibatkan dalam beragam aktivitas pembelajaran secara optimal dalam suasana yang menyenangkan. Keterlibatan

Transcript of lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI...

Page 1: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

1

FILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR

DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARATERPADA MASYARAKAT MULTIBUDAYA DI INDONESIA

Oleh: Yuni Pratiwi

Universitas Negeri Malang. Alamat Jln. Semarang 5 Malang 65145Alamat rumah: Jln. Terusan Ambarawa 59, Malang 65145. Telepon 0341-570317

E-mail: y un i . p r a ti w i . f s @ u m .ac. i d atau [email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengembangkan film animasi cerita anak sebagai media pembelajaran penalaran kritis bagi anak usia Sekolah Dasar dalam konteks pendidikan karakter pada masyarakat multibudaya di Indonesia. Wilayah negara Indonesia terdiri atas 17.504 pulau, dihuni oleh 11.28 kelompok etnik (suku bangsa), dan jumlah penduduk 237.641.326 jiwa (data resmi sensus penduduk tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik). Salah satu konsekuensi yang juga harus ditanggung anak-anak yakni sejak usia dini mereka hidup dalam konteks masyarakat multicultural. Film animasi ini memberikan menyediakan pajanan budaya yang merepresentasikan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat multicultural. Dialog, monolog, sikap, mood, dan perilaku tokoh dalam menghadapi berbagai peristiwa sebagai media belajar untuk menanamkan kemampuan berpikir kritis terhadap berbagai fenomena budaya dan sekaligus memperoleh pengalaman reflektif untuk mendukung pemerolehan nilai-nilai karakter diintegrasikan. Anak dilibatkan dalam beragam aktivitas pembelajaran secara optimal dalam suasana yang menyenangkan. Keterlibatan anak dalam menonton film ini dipandu dengan booktalk yang menyertai produksi film ini.

Kata kunci: film animasi, kekritisan, budaya lokal, multikultural

Dewasa ini, keberadaan film animasi tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan anak-

anak. Film cerita, khususnya film animasi cerita anak (selanjutnya disebut film animasi), hadir

dalam kehidupan peserta didik dalam bentuk kisah-kisah yang dikemas dalam cerita kehidupan

binatang (fabel), kisah para pahlawan (sage), cerita tentang para putri yang cantik dan pangeran

baik hati (dongeng), asal-usul suatu kawasan wilayah (mitos), dan para tokoh yang hebat dalam

kehidupan (legenda). Film animasi dapat menarik perhatian anak karena kisah kehidupan tokoh

Page 2: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

2

membawa peserta didik menelusuri berbagai pengalaman kehidupan baru dalam imajinasi yang

menakjubkan dan menyenangkan.

Para pendidik dan orang tua menyadari film animasi memiliki dua fungsi utama dalam

kehidupan anak, yakni mendidik dan menghibur. Film cerita dapat digunakan sebagai sumber

belajar untuk mendidik anak dengan beberapa alasan. Pertama, dalam film animasi terdapat

pajanan bahasa (exposure elemen-elemen linguistik dalam berbagai variasi penggunaannya)

yang dapat digunakan sebagai input bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan

bahasanya. Kedua, dalam film animasi terdapat pajanan budaya yang dapat dimanfaatkan oleh

anak untuk memperluas wawasan kehidupan dan budaya masyarakat yang dikisahkannya.

Ketiga, dalam film animasi terdapat pengalaman kehidupan yang dijalin dalam struktur cerita

dengan melibatkan tokoh pada konflik yang menarik. Konflik dalam film animasi mengajak anak

memikirkan secara aktif masalah yang dihadapi para tokoh dengan beragam karakternya, seakan-

akan masalah itu juga tengah dialaminya. Penyelesaian konflik yang dipilih pengarang

mengantarkan peserta didik pada suatu pengalaman reflektif yang berguna. Pengalaman reflektif

berupa tema atau pesan-pesan moral yang menjadi landasan dalam pendidikan karakter

Pada sisi yang lain film animasi juga berfungsi untuk memberikan hiburan. Peristiwa

yang dikembangkan pengarang dengan sejumlah pengalaman fantasi yang unik mendatangkan

kegembiraan pada anak-anak. Tokoh cerita yang unik, perilaku tokoh yang lucu, kemampuan

beripikir tokoh yang sangat cerdas, tindakan tokoh yang konyol, dan bahkan peristiwa fantastis

yang dialami tokoh menarik perhatian dan menghibur anak-anak.

Salah satu unsur penting dalam film animasi berupa nilai-nilai karakter yang dikemas

dalam budaya masyarakat. Realitas kehidupan sehari-hari menjadi sumber inspirasi bagi

pengarang untuk mengidentifikasi dan memilih nilai karaketr yang dipandang patut untuk

disampaikan, dipelajari, bahkan diwariskan melalui film animasi. Pada gilirannya, film animasi

dapat menjadi bahan pemikiran kritis dan reflektif bagi peserta didik agar dapat menjadi lebih

jujur, bijak, santun, suka menolong, bersahaja, penyayang, dan suka bekerja keras. Dalam

konteks ini, sekolah dapat diposisikan sebagai laboratorium budaya untuk menyiapkan generasi

masa depan yang lebih baik dan bermartabat (Joyce, 1992:1).

Aktivitas apresiasi film animasi dapat diarahkan untuk mengembangkan kekeritisan

penalaran anak usia sekolah dasar dalam konteks pendidikan karater pada masyarakat

multibudaya. Kekritisan penalaran menjadi jembatan bagi anak-anak untuk (1) meningkatan

Page 3: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

3

wawasan pengetahuan tentang kehidupan manusia yang bersifat dinamis, (2) memahami

berbagai sikap dan perilaku manusia dari berbagai kelompok etnik dan dalam berbagai konteks

peristiwa, (3) mendorong siswa untuk memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, (4) memberikan

kesempatan pada peserta didik untuk menyampaikan respon-respon terhadap unsur-unsur estetik

(unsur yang menimbulkan kesan menyenangkan yang mendalam) dan unsur cerita yang lebih

serius, (5) memberi kesempatan untuk menyatakan pemikiran dan sikap kritis misalnya dengan

menyatakan persetujuan, penolakan, serta simpati dengan alas an-alasan yang jelas dan logis,

dan (6) mampu menyumbangkan pemikiran kritis untuk memecahkan yang dihadapi tokoh.

Dalam konteks pembelajaran, film animasi dapat dimanfaatkan sebagai media untuk

mendukung pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan moral sebagai landasan dari

pendidikan nilai karakter. Pertumbuhan dan perkembangan moral dirancang dengan memilih

sejumlah film animasi yang dipandang memiliki muatan isi nilai moral yang relevan dengan

pertumbuhan dan perkembangan anak.

Aktivitas menonton film animasi cerita anak menjadi titian terciptanya interaksi peserta

didik dengan teks dan menjadi pintu pertama dan utama bagi peserta didik untuk memasuki

ranah pajanan budaya multikultural dalam film. Situasi ini dapat dimanfaatkan pendidik untuk

merancang serangkaian aktivitas pembelajaran untuk membangun pengalaman belajar tidak

hanya menghasilkan serangkaian hasil analisis unsur-unsur cerita dalam film animasi, tetapi juga

pengalaman belajar tentang nilai karakter yang bersumber dari nilai moral kebangsaan.

Pengalaman terakhir ini memberikan sumbangan bermakna bagi perkembangan karakter peserta

didik karena telah terjadi proses interaksi dan internalisasi makna teks dengan ranah kognitif dan

afeksi peserta didik.

Film animasi dapat digunakan sebagai sumber maupun media pembelajaran di Sekolah

Dasar (SD) sejak peserta didik berada pada jenjang kelas awal hingga kelas tinggi. Pada kelas

awal, kompetensi apresiasi dimaksudkan untuk mengenalkan peserta didik pada beragam unsur

budaya dalam cerita misalnya, nama-nama tokoh, pekerjaan, tempat tinggal, tarian, keyakinan,

dan permainan. Pada kelas tinggi, peserta didik diarahkan untuk mengenal serta memahami

unsur-unsur budaya dalam film animasi film animasi melalui serangkaian proses analisis dengan

cukup kritis dan detil. Pemaknaan terhadap substansi isi dapat diperluas dan diperdalam dengan

mengembangkan kompetensi penalaran kritis tentang nilai karakter dan sikap budaya yang

sangat diperlukan dalam relasi multibudaya.

Page 4: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

4

Film yang dikembangkan dengan setting alam pedesaan sebagai pusat kegiatan.

Pemilihan setting alam pedesaan ini bertujuan menanamkan pemahaman bahwa sebagain besar

wilayah Negara berupa pedesaan. Pedesaan dapat menjadi pusat pendidikan dan pusat ekonomi

yang berbasis alam. Dalam konteks ini, desa dihuni oleh penduduk dan anak-anak dari berbagai

etnik yang dapat menjalin hubungan sosial yang cerdas, dinamis, kreatif, dan produktif.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menghasilkan film animasi bermuatan pendidikan kekritisan penalaran dan kearifan

karakter budaya local dalam relasi multikultural anak usia sd di Indonesia. Film ini

memanfaatkan cerita pendek anak yang dihasilkan pada penelitian sebelumnya sebagai sumber

atau inspirasi pengembangan cerita. Pada setiap film yang dikembangkan dilengkapi dengan

serangkaian pertanyaan kritis yang dimaksudkan untuk membimbing anak agar dapat

menemukan nilai-nilai dalam film secara kritis, baik mandiri maupun dengan bimbingan

orangtua/ guru dalam kemasan book talk..

Metode pengembangan didasarkan pada model R2D2 (recursive, reflective, design, and

development) yang dikemukakan oleh Wills (1995) dengan sejumlah modifikasi yang

disesuaikan dengan kebutuhan. Tahap recursif dilakukan melalui serangkaian penelitian

sebelumnya dan pada akhirnya menghasilkan 48 judul cerita anak berbasis kekritisan.

Berdasarkan cerita yang yang telah dikembangkan selanjutnya direfleksikan sejumlah cerita yang

dapat digunakan sebagai sumber inspirasi pengembangan cerita. Berdasarkan cerita terpilih,

ditetapkan enam tema yang digunakan sebagai dasar pengembangan satu rangkaian cerita berseri

dan sekaligus sebagai dasar pengembangan kekritisan penalaran anak usia SD. Tahap desain

dilakukan dengan penulisan sinopsis, pemilihan karakter, desain visual karakter, dan script film

cerita animasi.

Proses dan hasil kegiatan penelitian pada tahun pertama dapat dilaporkan dalam dua

tahapan, yakni tahap persiapan dan tahap pengembangan film. Tahap persiapan mencakup empat

kegiatan. Pertama, kegiatan diawali dengan pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD)

penentuan cerita. Materi yang dibahas meliputi memilih cerpen yang akan difilmkan, dengan

aspek kekritisan penalaran, pendidikan nilai karakter, dan relasi multikultural yang bermanfaat

anak usia SD. Kedua, kegiatan difokuskan pada workshop penulisan sinopsis cerita untuk film

cerita anak berbais kekritisan penalaran siswa usia SD. Materi workshop meliputi (1)

Page 5: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

5

mengembangkan enam tema dan menetukan keterkaitan antarcerita dalam tujuh seri cerita, (2)

menentukan nama tokoh dan karakterisasi, (3) menentukan setting cerita, (4) menentukan alur

cerita untuk 7 seri, dan (6) menulis sinopsis cerita untuk 7 seri film. Ketiga, kegiatan dilaksankan

dalam bentuk workshop penulisan shooting script film cerita anak berbasis kekritisan penalaran.

Materi yang dibahas mencakup (1) penentuan model shooting script, (2) penulisan shooting

script, dan (3) pembahasan shooting script. Keempat, dilaksanakan kegiatan FGD dengan materi

(1) pembahasan dan penentuan akhir untuk nama tokoh animasi dan visualisasi tokoh, (2)

pembahasan dan penentuan visualisasi setting cerita (pewarnaan), dan (3) penentuan dan

pembahasan ruang lingkup nilai moral dan tingkat kekritisan yang terkandung dalam cerita serta

tokoh terpilih untuk menyampaikannya. Ketiga, bertolak dari kegiatan persiapan tersebut

selanjutnya dikembangkan film animasi dengan bekerjasama dengan para animator.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Enam film yang dihasilkan dalam penelitian ini berjudul (1) Persabatan dalam

Keragaman, (2) Loper Susu, (3) Pasukan Kebersihan Sekolah, (4) Hadiah Terindah buat Ayah,

(5) Senyum untuk Ulli, dan (6) Batik Versus Blue Jeans. Film Persahabatan dalam Keragaman

mengisahkan sekelompok peserta didik dari suatu jenjang kelas yang terdiri atas berbagai

kelompok etnik di Indonesia. Mereka tinggal di kawasan pertanian/perkebunan di pedesaaan.

Mereka berusaha keras menjalin persabahabatan meskipun seringkali juga terjadai konflik, baik

antarpribadi maupun kelompok. Film kedua, Loper Susu mengisahkan seorang anak, Satria yang

beretnik Jawa, pekerja keras. Ia memutuskan membantu ayahnya mengantar susu. Ketika ia,

Satria, tergoda ajakan kawan-kawannya untuk bermain bola ternyata salah satu botol susu yang

belum diantarkan dan dibawa bermain bola hilang. Pada film ketiga, Pasukan Kebersihan

Sekolah mengisahkan kekecewaan seorang gadis kecil, Ulli yang berasal dari Batak, ketika ia

tidak terpilih sebagai ketua persiapan lomba kebersihan kelas di sekolahnya. Akibatnya, ia justru

berusaha menggagalkan usaha teman-temannya untuk meraih juara. Pada film keempat, Hadiah

Terindah Buat Ayah dikisahkan usaha gigih Yosephine, seorang gadis Papua yang ingin belajar

menari Jawa. Respon negatif teman-temannya justru menjadi motivasi bagi Yosephine untuk

belajar menari. Yosephine belajar menari dibantu oleh salah satu teamnnya yang beretnik Bali.

Akhirnya, Yosephine menari pada sebuah pementasan tepat pada hari ulang tahun ayahnya. Film

Page 6: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

6

kelima, Senyum untuk Ulli mengisahkan upaya teman-teman dari berbagai etnik untuk untuk

meringankan beban orang tua Ulli yang kehilangan pekerjaan karena rombong bakpao karena

terkena razia dan dibawa satpol PP. Ulli yang nakal dan sering mengganggu temannya berbagai

kelompok etnik akhirnya sadar bahwa teman-temannya sangat menyayanginya. Ulli pun

berusaha untuk mengubah sikapnya. Pada film keenam, dikisahkan persaingan orientasi budaya

dalam kelas akan tampil dalam panggung kesenian. Sebagian anggota kelas memilih tampil

dengan blue jeans sebagai simbol modernitas dan sebagian lain memilih tampil dengan batik

sebagai simbol identitas nasional. Pada akhirnya, mereka tampil dengan paduan busana blue

jeans yang dipadu dengan batik.

Karakteristik enam judul film yang telah dihasilkan yakni, (1) memiliki visi pendidikan

nilai karakter (moral) yang jelas sehingga memiliki sumbangan terhadap pemerolehan

pengalaman yang mendudkung tumbuhnya karakter yang positif, (2) visi moral sesuai budaya

bangsa dan bahkan dapat memberi sumbangan pada pembanguna relasi multicultural dalam

konteks kebangsaan sehingga mendudkung pemertahanan budaya bangsa, (3) mendorong anak

berpikir kritis melalui pertanyaan latihan yang dikembangkan secara berjenjang sesuai dengan

perkembangan kognitif anak, (4) melatih anak menggunakan argumentasi atas setiap opini

jawaban yang disampaikannya melalui pertanyaan dan diskusi sesudah menonton film, (dan 5)

memperluas pengetahuan bahasa yang santun dalam berinteraksi.

Respon yang disampaikan siswa di beberapa sekolah yang dipilih sebagai kelompok uji

coba menunjukkan, pada diri siswa tumbuh sikap empati terhadap perilaku para tokoh dalam

film, baik secara individu maupun kelompok. Pada umumnya, siswa memberikan pujian pada

sikap dan perilaku tokoh yang gigih mengatasi kesulitan, jujur, suka menolong orang lain,

bekerja keras meraih cita-cita, ramah, dan memiliki toleransi. Sebaliknya, siswa menunjukkan

penolakan pada sikap suka mengganggu, malas, curang, menyepelekan, menekan kawan

sepermainan. Hal ini menunjukkan bahwa sikap-sikapa yang positif penting ditanamkan pada

setiap individu tanpa mempedulikan kelompok etniknya. Sikap-sikap posoitif tersebut menjadi

landasan yang kokoh dalam membangun relasi multicultural. Siakp yang ditanamkan pada masa

anak-anak akan menjadi fondasi tumbuhnya karakter positif dalam konteks masyarakat

multietnik sebab ia sudah terbiasa membangun kebersamaan meski memiliki latar budaya etnik

yang beragam.

Page 7: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

7

Pembahasan

Pembahasan terhadap produk film animasi yang telah dihasilkan dilakukan dengan

menggunakan empat sudut pandang, yakni pesan moral dalam film, struktur cerita, dialog dan

acting, visualisasi cerita, dan implementasi dalam pembelajaran.

Pendidikan Kekritisan Penalaran

Pendidikan kekritisan penalaran ditanamkan melalui aktivitas diskusi stelah menonton

film dengan pandauan book talk. Book talk dikembangkan untuk memandu dua tahapan diskusi,

yakni (1) diskusi yang diarahkan untuk mengapresiasi aspek estetik yang dimaksudkan untuk

menggali kembali kesan-kesan terhadap hal-hal yang indah dan menyenangkan dalam film dan

(2) diskusi yang difokuskan pada unsur cerita untuk latihan kekritisan. Pertanyaan untuk latihan

kekritisan diarahkan pada latihan mengidentifikasi fakta, menglasifikasi fakta, menghubungkan

antarfakta, membandingkan fakta, menjelaskan urutan peristiwa, menunjukkan hubungan sebab

—akibat antar perisita, merumuskan sintesis, dan menyampaikan tanggapan kritis. Hal ini selaras

dengan pandangan Beach dan Marshall (1991:521) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran

melalui film aktivitas yang dapat dikembangkan antara lain menemukan isu atau tema, karakter

(tokoh), potensi naratif, konflik, dan juga-tugas-tugas menulis paragraph berdasrkan film yang

ditonton.

Pada uji lapangan, siswa berusaha terlibat dalam diskusi secara aktif, sebab pertanyaan

dalam book talk dikembangkan dengan menghubungkan masalah tokoh dalam film dengan

maslah anak dalam kehidupan sehar-hari. Ketika anak-anak berusaha menjawab pertanyaan,

jawaban digali dari pengetahuan awal, pengalaman, perasaan, dan harapan-harapan mereka.

Dengan demikian, kekritisan pelaran dikembangan dari data dalam film dan dihubungkan dengan

kompetensi anak.

Page 8: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

8

Pendidikan Nilai Karakter

Cerita atau kisah yang dikembangkan dalam film animasi merupakan gabungan antara

fakta dan imajinasi.Kisah dalam film dikembangkan dengan sumber inspirasi dari fakta atau

realitas kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai karakter yang ditampilan dalam film berguna sebagai

alat untuk mengenalkan dan memahamkan nilai-nilai karakter yang hidup dan berkembang

dalam masyarakat sebagai landasan moral kebangsaan. Nilai-nilai tersebut pada gilirannya

berfungsi sebagai identitas karakter yang mendukung tumbuh kembang seorang anak. Gagasan

ini sesuai dengan pendapat Michael Novak (Lickona, 1991: 50) juga menyatakan bahwa unsur

pembentuk sikap bisa dilacak dari tradisi keagamaan, cerita sastra, nasihat kebijakan (sage), dan

pandangan hidup tokoh yang mengalir secara turun-temurun secara historis.

Produk enam film yang telah dihasilkan dalam penelitian ini mengandung enam pesan

utama seperti berikut.

NO. JUDUL FILM PESAN MORAL

1. Persahabatan dalam Keragaman Persahabatan yang tulus dapat dijalin olehantaranak Indonesia dari berbagai kelompok etnik.

2. Loper Susu Setiap anak harus memiliki kesanggupan untukberlatih bertanggungjawab dan kerja keras.

3. Pasukan Kebersihan Sekolah Lingkungan sekolah yang bersih dapat diwujudkandengan keikhlasan, kedisiplinan, dan kerja keras.

4. Hadiah Terindahuntuk Ayah Sikap tekun, kerja keras, dan semangat sangatdiperlukan untuk mewujudkan cita-cita yang mulia.

5. Senyum untuk Ulli Kasih sayang dan ketulusan sangat diperlukanuntuk menjalin persabatan yang baik.

6. Batik Versus Blue Jeans Setiap anak Indonesia harus cinta dan banggadengan produk budaya bangsa.

Pesan moral dalam film tersebut diharapkan memberikan sumbangan positif pada usia

tumbuh kembang anak. Hal ini selaras dengan riset yang dilakukan Laporta (1957) yang

Page 9: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

9

menunjukkan bahwa film dapat sangat mempengaruhi anak dan pengaruh bisa diperoleh dari

tokoh atau karakter maupun isi film tersebut. Film anak juga dapat memberikan kontribusi

positif dalam pembentukan mental, intelektual/akademik, sosial, dan estetik. (Meylan, 1953;

Sebastian, 2010).

Tema Moral dalam Relasi Multikultural

Tema yang dikembangkan selaras dengan pesan nilai karakter yang hendak disampaikan

dalam film animasi. Tema menjadi tumpuan utama dalam pengembangan unsur film yang lain

misalnya, dalam hal pemilihan tokoh dan alur cerita. Oleh karena itu, tema yang dipilih harus

dapat memberikan pengalaman untuk (a) mengembangkan daya imajinasi; (2) memahami diri

sendiri dan orang lain; (3) membangkitkan pemahaman tentang benda atau kenyataan di sekitar

kehidupan anak; dan (4) membangkitkan kesadaran tentang kesehatan, kebersihan, bersikap pada

orang lain dengan acuan-acuan yang bersifat konkret maupun abstrak. Tema dipilih dari

kehidupan anak-anak dan membantu anak untuk meningkatkan kualitas dirinya. Hal ini didasari

pendapat Cullinan (1989) yang menjelaskan anak usia 7—9 tahun sudah mulai bisa memahami

cerita secara episodik karena anak sudah bisa membuat akumulasi satuan cerita, menyusun

rangkaian cerita, menentukan ciri hubungan pelaku yang satu dan yang lain, serta memahami

hubungan pelaku dengan latar belakang cerita yang berupa tempat maupun waktu. Adapun anak

anak usia 9—12 tahun secara aktif sudah mampu menghubungkan gambaran pelaku dengan

keberadaan dirinya sendiri dihubungkan dengan posisinya dalam kehi-dupan. Anak juga sudah

mampu menghubungkan isu-isu dalam kehidupan dengan peristiwa yang tergambarkan dalam

film. Pusat perhatian terhadap cerita juga sudah bersifat ganda sehingga anak sudah mampu

memahami cerita dalam bentuk novel dengan plot ganda. Kegandaan perhatian juga ditunjukkan

Page 10: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

1

oleh kemampuan anak dalam menonton film sekaligus sambil menggambarkan apa yang dibaca

apabila dihubungkan dengan kehidupan secara konkret.

Tokoh Anak dan Orang-orang di Sekitar Kehidupan Anak

Tokoh-tokoh yang dipilih dalam film animasi adalah anak-anak dan orang-orang yang

berada dalam lingkungan kehidupan anak, misalnya teman, orang tua, saudara kandung, dan

guru. Tokoh diposisikan hidup dan berkembang sebagaimana anak-anak pada umumnya yang

hidup dan berkembang di tengah keluarganya, di antara teman sepermainan, dan guru-guru di

sekolah yang membimbingnya untuk belajar. Tokoh diposisikan sebagai tokoh utama dan tokoh

pembantu dengan sikap sebagai tokoh protagonist dengan watak yang baik dan antagonis yang

berfungsi menghalangi tokoh protagonis mencapai tujuan hidup yang mulia. Meskipun tokoh

dalam film animasi menghadapi konflik, konflik harus diselesaikan pada akhir cerita dan dengan

perasaan bahagia. Oleh karena itu, kecenderungannya, semua tokoh akan berbagaia pada akhir

cerita, atau tokoh antagonis menyadari kesalahan-kesalahannya. Hal itni sesuai dengan pendapat

Sutherland, Monson, dan Arbuthnot (1981: 43--44) yang menyarankan bahwa tokoh (karakter)

baik realistic atau fantastic dalam cerita anak adalah tokoh harus baik wataknya, konsisten dalam

sikapnya, dan meyakinkan.

Plot Cerita

Secara umum, plot cerita dalam film animasi yang dikembangkan terdiri atas lima

tahapan cerita, yakni eksposisi (pengenalan identitas tokoh, setting cerita, masalah yang dihadapi

tokoh), konflik (masalah yang dihadapai tokoh), penanjakan laku atau rising action (konflik yang

dihadapi tokoh menjadi semakin kompleks), klimaks (puncak konflik, tokoh utama

menjadapatkan pemecahan masalah yang dihadapinya), penurunan konflik, dan penyelesaian.

Interaksi dinamis anak-dengan film animasi diwujudkan dengan mempertimbangakan skemata

Page 11: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

1

awal siswa mencukupi untuk memahmi film yang akan ditonotonnya dan mengupayakan

terjadinya proses asimilasi antara skemata awal dengan alur cerita film yang ditotonnya. Dengan

demikian, setiap tahapan plot akan menjadi masukan bagi siswa untuk mengembangkan

kemampuan penalaran kritis maupun dan secara tidak langsung melibatkan siswa berlatih

berpikir dengan logika sebab-akibat. Hal ini merupakan salah satu dasar yang sangat penting

untuk pengembangan kemampuan berpikir eksplanatif. Gagasan ini sesuai dengan pendapat

Sutherland, Monson, dan Arbuthnot (1981:44) yang menjelaskan bahwa anak-anak selalu

memfokuskan perhatiannya pada peristiwa apa yang dialami para tokoh. Plot merupakan

serangkaian peristiwa yang berkembang secara berhubungan dan logis.

Pengembangan Dialog dan Akting

Dialog dan akting tokoh merupakan dua unsur dasar dalam pengembangan film animasi.

Dialog dapat dikatakan sebagai alat utama pengembangan alaur cerita. Dialog dan akting tokoh

harus mampu menjadi jembatan bagi anak dalam pemahaman isi cerita sekaligus mendorong rasa

ingin tahu anak untuk hal-hal yang bersifat eksplisit maupun implisit.

Dialog tokoh dikembangkan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang selaras dengan

perkembangan bahasa anak usia sekolah dasar dan kesantuan berbahasa. Dialog tokoh dalam

film animasi berperan sebagai pajanan bagi anak untuk memperoleh input baik berupa kosa kata,

kalimat, dan aspek pragmatis lainnya yang terkait dengan fungsi tuturan. Adapun akting tokoh

dikembangkan dengan mempertimbangkan ekspresi wajah, gesture, gerak-gerik tubuh, gerak

kaki, dan posisi-posisi yang sesuai dengan kesantunan, keamanan, dan sehat bagi anak. Hal ini

selaras dengan pengalaman maestro anime Hayao Miyazaki yang selalu mengolaborasikan

antara

Page 12: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

1

etika dan estetika dalam film animasi melalui tokoh-tokoh fantasi yang diciptakannya, termasuk

melalui dialog dan aktingnya.

Visualisasi Cerita

Visualisasi meruapakan hal sangat penting dalam film animasi. Pekerjaan terberat bagi

animator adalah memindahkan kisah dalam script ke sajian visual yang sangat kompleks. Untuk

itu, dalam film seri Satria Sang Juara dilakukan diskusi intensif untuk setiap elemen film yang

dikembangkan. Beberapa pertimabngan utama yang digunakan dalam hal ini yakni (1) film

dikembangkan dengan tema moral yang digali dari budaya Indonesia, (2) film mendorong siswa

memahami dan merespon film dengan kekritisan penalaran, (3) film dikembangkan dengan

konteks budaya Indonesia, (3) film memberikan kesempatan kepada anak untuk mendapatkan

pajanan positif bagi perkembangan intelektual, sikap, dan perilakunya. Hal ini selaras dengan

pernyataan Meylan (1956) yang menyetakan bahwa film animasi dapat memberikan sebuah

pemahaman secara visual dan auditori dibandingkan dengan pembelajaran melalui litetatur.

Anak-anak menganggap film sebagai sebuah realitas kehidupan nyata sehingga menjadikan film

tersebut sebagai sebuah pembelajaran. Film tersebut memberikan ide yang dapat menjadi

kebiasaan baik atau buruk.

Implementasi dalam Pembelajaran

Ruang lingkup materi pembelajaran film animasi cerita anak di SD difokuskan pada tiga

aspek, yakni memahami isi film animasi cerita anak, menganalisis unsur film animasi cerita

anak, dan memberikan komentar secara kritis. Pendidik dapat melihat peluang untuk

mengintegrasikan pengembangan kompetensi berbahasa, berpikir kritis, dan sikap moral yang

kritis melalui peluang-peluang yang dikreasikan, misalnya ketika pendidik menjabarkan

indikator pembelajaran sejak awal telah memiliki visi kekeritisan dan moral yang akan

ditanamkan pada peserta didik. Pendidik memilih film animasi cerita anak yang dengan kisah

yang menarik siswa dan sarat dengan pesan moral yang bermanfaat. Pengalaman belajar

Page 13: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

1

dirancang agar peserta didik aktif berpikir dan responsif terhadap berbagai peristiwa dan pesan

moral dalam teks dan mengantarkannya pada pengalaman reflektif. Dengan demikian,

pembelajaran film animasi cerita anak tidak hanya pada ruang lingkup kognitif, melainkan

menjangkau penting lainnya yakni ranah afektif dan tindakan (aksi).

Membangun Situasi Pembelajaran untuk Mendorong Siswa Menyampaikan ResponEstetik, Kritis, dan Arif

Apabila belajar dari sejarah perkembangan bangsa-bangsa, pertanyaan penting yang perlu

direnungkan jawabannya, yakni mengapa Indonesia yang dahulu nenek moyangnya dikenal

sebagai orang-orang yang santun, ramah, dan berbudi luhur saat ini menghadapi konflik-konflik

kehidupan sosial dengan kasus-kasus korupsi yang demikian arah? Jawaban atas pertanyaan ini

penting untuk dicari dan direnungkan sebagai pendorong bagi setiap orang, khususnya para

pendidik untuk melakukan perubahan menuju kondisi yang lebih baik. Salah satu pihak yang

perlu bekerja keras dan menjadi tumpuan masyarakat untuk memecahkan masalah ini yakni para

pendidik dan sekolah. Sekolah dipandang sebagai laboratorium budaya yang sangat efektif untuk

melakukan perubahan dan menyiapkan generasi masa depan bangsa yang lebih cerdas, arif, dan

bermartabat.

Dalam konteks pendidikan moral (baca karakter) pendidik sudah seharusnya merasa

lebih khawatir jika peserta didik tidak jujur, tidak mau mengantri dengan baik, tidak memiliki

rasa empati serta hormat pada orang lain, tidak menjunjung tinggi nilai etika (sopan santun), dan

tidak mengedepankan nilai moral; jika dibandingkan dengan tidak bisa membaca, menulis, dan

berhitung. Guru-guru tersebut harus merasa sangat prihatin jika peserta didik mereka memiliki

perilaku moral yang kurang baik. Perbaikan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung atau

prestasi akademik lainnya membutuhkan waktu yang relatif singkat dan strategi yang lebih

mudah jika dibandingkan dengan perbaikan moral. Pelatihan yang intensif selama beberapa

bulan dapat meningkatkan kemampuan membaca, menulis, maupun menghitung. Akan tetapi,

untuk mendidik moral seorang anak diperlukan waktu tidak kurang dari 15 tahun. Pembelajaran

membaca menulis dan berhitung dapat diajarkan kapan saja, bahkan saat seseorang sudah

dewasa dan tua sekalipun. Pembelajaran moral membutuhkan rentang waktu yang sangat

panjang, yakni sejak anak dilahirkan hingga saat berakhirnya masa kuliah atau masa dewasa.

Moral dibentuk melalui pemaksaan, pembiasaan, pelibatan jangka panjang, dan akhirnya terukir

Page 14: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

1

menjadi karakter (watak) yang dikendalikan oleh pola-pola pengetahuan, perasaan, dan perilaku

yang diyakini sebagai kebenaran.

Dalam pembelajaran dengan sumber atau media film animasi, pendidik harus berusaha

mengubah indoktrinasi nilai moral yang sangat membosankan dan memperlakukan peserta didik

sebagai objek penanaman nilai moral dengan pola-pola pemikiran orang dewasa; menjadi

aktivitas apresiasi untuk memahami secara kritis berbagai pemikiran, sikap, perasaan, dan

perilaku manusia dalam film animasi. Pendidik mengembangkan pola-pola penalaran kritis yang

dapat digunakan siswa untuk menyampaikan respon terhadap teks film animasi yang dibacanya.

Pola penalaran kritis kritis tersebut, misalnya dikembangkan dengan cara (1) memilih film

animasi dengan muatan cerita yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

membaca dengan perasaan gembira, (2) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

menyampaikan respon-respon estetik (respon terhadap hal-hal yang membuat peserta didik

merasa gembira) dalam proses berpikir yang benar, (2) mengembangkan strategi-strategi

pemecahan masalah yang dihadapi tokoh dalam film animasi sehingga strategi tersebut dapat

diadopsi, diadaptasi, atau dikreasikan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis , (3)

menyajikan sejumlah pengetahuan baru melalui berbagai peristiwa yang dihadapi tokoh untuk

meningkatkan gambaran mental anak, (4) menyajikan beragam informasi baru memperluas

landasan pengetahuan anak, dan (5)menunjukkan harapan-harapan tokoh untuk meraih

kehidupan yang lebih baik untuk memotivasi anak untuk selalu menggunakan keterampilan

berpikir yang telah dipelajarinya (Andajani, 2009, 2010, 2011).

Visi moral seorang pendidik menjadi tulang punggung pembelajaran apresiasi film

animasi untuk menanamkan penalaran kritis dan sikap moral peserta didik. Visi moral antara lain

dapat digali dari nilai agama, kearifan local (local wisdom), nilai sosial-kemanusiaan, bahkan

nilai universal. Visi moral dibangun dengan mempertimbangkan karakter yang hendak

dikembangkan pada peserta didik.

Elemen-Elemen Kekeritisan dan Nilai Kearifan Lokal dalam Film Animasi

Film animasi cerita anak menduduki posisi sentral dalam pembelajaran yang menekankan

kekritisan dan penenaman nilai moral. Elemen-elemen kekritisan dalam film animasi antara lain

berupa elemen cerita yang dapat diposisikan sebagai data untuk latihan berpikir deskriptif,

naratif, dan argumentatif. Latihan berpikir deskriptif dikembangkan melalui pelatihan untuk

Page 15: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

1

mengidentifikasi dan menglasifikasi data-data yang terdapat dalam film cerita. Kemampuan

berpikir naratif dikembangkan melalui kemampuan mengurutkan data-data dengan logika

eksplanatif. Selanjutnya, kemampuan berpikir argumentatif dapat dikembangkan melalui

kegiatan analisis terhadapfilm yang ditontonnya dan bermuara pada kegiatan berpikir sintesis

dan kreatif.

Elemen-elemen moral yang dapat digali dari film animasi mencakup pengetahuan tentang

moral (moral knowing), perasaan yang peka terhadap nilai moral (moral feeling), dan tindakan

yang didasarkan pada nilai moral (moral action). Pengetahuan tentang moral dapat diperoleh dari

kegiatan atau pelatihan apresiasi yang mendorong siswa untuk memahami isi cerita dalam film

dan memberikan respon kritis terhadap monolog serta dialog tokoh, respon tokoh, sikap tokoh

dalam menghadapi masalah, dan perilaku tokoh yang berisi nilai-nilai moral secara eksplisit

maupun implisit. Perasaan yang peka terhadap nilai moral dalam film animasi diperoleh dengan

pelatihan untuk menyatakan sikap peserta didik terhadap berbagai peristiwa yang dialami tokoh,

jalan pikiran tokoh, keputusan tokoh. Siswa dihadapkan pada berbagai karakter manusia dan

dibimbing untuk bersikap berdasarkan nilai moral. Adapun tindakan bermoral dapat dilatihkan

misalnya dengan membuat rencana pribadi, respon, memilih tindakan yang akan dilakukan, dan

menulis buku harian, dan menulis jurnal penilaian diri sendiri. Pelatihan yang dilakukan secara

terus-menerus akan menghasilkan perubahan-perubahan yang dapat dipantau perkembangannya.

Perhatikan adegan berikut.

Dalam proses pembelajaran, setelah siswa peserta didik menonton adegan film tersebut

tersebut ia mendapatkan empat input penting bagi perkembangan moralnya. Pertama, peserta

didik mengenali manusia dengan watak yang melekat dalam dirinya. Misalnya, pada film

animasi Pasukan Kebersihan Sekolah, peserta didik dikenalkan pada tokoh Ully dengan watak

yang sombong dan jorok; dan pada sisi yang juga dikenalkan dengan sosok Joshua yang sabar,

bersahaja, penyayang, dan peduli. Kedua, peserta didik juga dikenalkan pada jalan pikiran

seseorang dalam menyikapi kehidupan jika tidak taat pada nilai moral. Ketiga, sikap hidup yang

keliru karena mengingkari nilai moral dan sikap hidup yang baik karena sangat peduli pada

kebutuhan kebersihan. Input nilai moral dapat diperrluas dan diperdalam dengan mengajak

mereka mengikuti kisah yang lebih kompleks yang dihadapi oleh para tokoh.

Salah satu contoh kegiatan yang dapat dikembangkan yakni, peserta didik dapat diajak

berdiskusi untuk menemukan jalan pikiran, sikap, dan perilaku dari tokoh Ullyn yang buruk dan

Page 16: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

1

Joshua yang mulia. Siswa dibimbing pada pemikiran bahwa untuk menjalani hidup manusia

harus bekerja keras untuk mendapatkan dan hidup di lingkungan yang bersih. Kebersihan adalah

kebutuhan hidup bersama yang harus diupayakan secara bersama-sama pula. Peserta didik diajak

untuk memahami contoh bahwa seseorang yang berwatak buruk karena mengingkari nilai-nilai

moral tidak memiliki ketenangan dalam hidup. Sebaliknya, seseorang yang memilih hidup

dengan bersahaja, peduli, dan penyayang akan mendapatkan ketenangan.

Diskusi elemen-elemen cerita dan moral dalam karya film animasi diarahkan pada

kesimpulan bahwa seseorang harus berusaha keras untuk taat pada nilai-nilai moral sepanjang

hidupnya. Pengingkaran akan berakibat buruk dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Dalam jangka pendek, seseorang yang mengingkari nilai moral tidak mendapatkan ketenangan

hidup karena memandang orang lain sebagai musuh yang dapat ditipu, ditekan, dihina, dan

dilecehkan. Pada akhirnya dalam jangka penjang seseorang akan menghadapi masalah yang

kompleks rumit, dan bahkan terpuruk pada kegagalan hidup. Sebaliknya, seseorang yang

berusaha dengan sabar dan sungguh-sungguh menaati nilai moral akan hidup dengan tenang

dan diterima pihak lain dengan baik.

Dalam proses pembelajaran, adegan-adegan dalam film animasi dapat mengantar siswa

pada kesimpulan pada nilai-nilai moral yang melekat pada diri seseorang (nilai moral pribadi)

menjadi titik tolak untuk membangun relasi sosial. Seseorang yang pengetahuan, sikap dan

perilakunya mengingkari nilai moral akan terpuruk pada kehidupan yang keliru dan gagal

membangun relasi sosial dengan benar. Sebaliknya, seseorang yang sabar dan bersungguh-

sungguh dalam menaati nilai moral akan dikenal sebagai seseorang yang mulai dan berhasil

membangun relasi sosial.

Mengembangkan Aktivitas Belajar Peserta Didik untuk Mengembangkan KekritisanPenalaran Terintegradi dengan Pendidikan Moral

Suasana pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan sangat diperlukan dalam

pembelajaran (Wena, 2009: 160-161). Pembelajaran apresiasi film animasi cerita anak

dirancang dengan pemikiran bahwa film animasi dapat melibatkan siswa pada aktivitas belajar

yang kreatif, menyenangkan, menumbuhkan motivasi yang tinggi untuk terlibat, dan mendorong

kepekaan dan kekritisan untuk memahami nilai moral. Sejumlah aktivitas yang dapat

Page 17: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

1

dikembangkan dalam pembelajaran apresiasi film animasi cerita anak agar dapat memberikan

sumbangan bagi perkembangan moral peserta didik antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut.

Menceritakan Kembali Film Animasi yang Ditonton untuk Membangun KeterampilanBerpikir Deskriptif--Naratif

Aktivitas utama pembelajaran dikemas melalui pembacaan teks film animasi dengan

teknik menonton dan menceritakan kembali isi cerita. Beberapa hal yang penting mendapatkan

perhatian guru yakni beberapa hal berikut.

(1) Pilihlah naskah film animasi yang mengandung pesan moral yang jelas, tokoh dengan

kontradiksi moral yang nyata, dan plot cerita dengan konflik yang menarik.

(2) Petakan komptensi awal peserta didik dan siapkan pengetahuan prasyarat secara memadai

agar tidak timbul kesulitan dalam memahami isi cerita, khususnya dari segi bahasa.

(3) Kemukakan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali respon-respon estetik; misalnya dengan

menanyakan persitiwa yang paling berkesan, tokoh yang dikagumi, persamaan pengalaman

pribadi dengan pengalaman tokoh, hal-hal yang ingin ditiru, dan pengalaman yang ditolak.

(4) Lakukan refleksi bersama untuk mendeskripsikan jalan pikiran, sikap, dan perilaku tokoh

yang mulia serta tokoh yang tercela.

(5) Tugasi peserta didik berdiskusi kelompok untuk membuat diagram alir yang berisi urutan

persitiwa yang terjadi dengan urutan berpikir sebab-akibat.

(5) Berikan kesempatan kepada peserta didik untuk menceritakan kembali isi cerita di dalam

kelompok untuk membangun keterampilan berpikir naratif berdasarkan diagram alir yang

telah disusunnya.

Menulis Surat Pribadi Kepada Tokoh untuk Argumentatif

Menulis surat pribadi kepada tokoh dalam cerita dapat menghimpun beberapa hasil

belajar kekritisan dan apresiasi nilai moral dalam film animasi cerita anak. Dalam surat yang

ditulisnya peserta didik dapat mengungkapkan persepsi, saran kritis, dan harapan pada seorang

tokoh setelah membaca. Upaya ini sekaligus sebagai penguatan terhadap nilai-nilai moral yang

telah diperolehnya setelah melakukan aktivitas menonton, menganalisis, menyimpulkan, bahkan

menilai tokoh dalam film animasi. Guru membimbing siswa memilih tokoh, informasi atau

harapan yang ingin disamapikan pada tokoh, dan lebih luas dari itu peserta didik juga dapat

menyatakan sikapnya.

Page 18: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

1

Membuat Representasi Visual untuk Membangun Kemampuan Berpikir Argumentatif

Hasil apresiasi siswa terhadap nilai moral dalam film animasi dapat dinyatakan secara

visual dalam bentuk gambar/simbol, grafik, peta, dan warna. Misalnya, setelah menonton fil

Hadiah Terindah peseta didik dibimbing memilih gambar/simbol Josephin dengan memilih

gmbar bunga. Misalnya, siswa dapat memilih bunga melati untuk menggambar tokoh Josephin

yang lembut, penyayang, dan tekun. Pemilihan gambar ini hanyalah sebagai titian, hal yang

lebih penting dari itu adalah peserta didik dapat menyampaikan alasan-alasan

pemilihan gambar/simbol tersebut. Dengan demikian, kesadaran moral dibangun dari pernyataan

yang dipilih sebagai alasan yang rasional. Demikian pula grafik dapat dimanfaatkan untuk

menunjukkan perkembangan emosi tokoh terkait dengan wataknya, peta dimanfaatkan untuk

memilihkan tempat tinggal yang sesuai agar seseorang mengalami perubahan dari jahat menjadi

baik, dan warna dimanfaatkan untuk menunjukkan kompleksitas watak manusia sehingga peserta

didik dapat mengetahui watak yang paling dominan dari seseorang sehingga ia dapat hadir atau

tamapil sebagai sosok yng mulai atau hina.

Memilih Sahabat Evaluatif

Aktivitas sahabat dilakukan pada awal dan akhir pelajaran. Pada awal pelajaran guru

menyebutkan sejumlah nama tokoh pada film animasi yang akan dibacakan. Siswa kemudian

dipersilakan untuk memilih salah satu sebagai calon sahabat. Selanjutnya, pendidik

menayangkan film dan peserta didik menonton dengan seksama. Peserta didik kemudian

mendiskusikan nama-nama, jalan pikiran, sikap, dan perilaku tokoh. Pada akhir kegiatan

pembelajaran, siswa dipersilakan apakah mereka tetap pada sahabat pilihan pada awal pelajaran

ataukah akan memilih tokoh yang lain. Siswa menyampaikan alas an atas setiap keputusan yang

dimabilnya.

Bermain Peran Kreatif

Bermain peran dapat dilakukan dengan bermacam cara, misalnya (1) monolog dengan

cara berbicara seperti tokoh film animasi dan (2) pementasan fragmen secara berkelompok

berdasarkan peristiwa dalam film animasi. Aktivitas monolog dimaksudkan untuk menguatkan

nilai-nilai moral yang disampaikan dengan cara peserta didik secara perseorangan memberikan

Page 19: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

1

nasihat atau mengajak pada tokoh dalam film animasi yang berwatak buruk. Peserta didik diberi

kebebasan untuk memilih tokoh yang akan dinasihatinya. Pementasan fragmen dilakukan secara

berkelompok. Siswa diberi kebebasan untuk menggubah kisah secara kreatif dengan penekanan

untuk menyampaikan cara berpikir memecahkan masalah secara kritis dan pesan-pesan moral

yang sesuai perekembangan mental dan spiritual mereka.

SIMPULAN

Film animasi cerita anak dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran dalam upaya

pengembangan kekritisan dan moral siswa. Elemen kekritisan yang dikembangkan mencakup

kemampuan deskriptif, naratif, dan argumentative. Adpun elemen kekritisan mencakup

pengetahuan, sikap, dan tindakan (perilaku) yang didasarkan pada nilai moral. Hal utama yang

ditanamkan yakni pengingkaran terhadap nilai moral akan membawa seseorang pada watak dan

kehidupan yang hina, sebaliknya ketaatan pada nilai moral dapat mengantarkan seseorang hadir

sebagai sosok dengan watak dan kehidupan yang mulia.Aktivitas pembelajaran yang dapat

dikembangkan antara lain menonton film animasi, bermain peran, menulis surat pribadi,

membuat representasi visual, dan memilih sahabat. Setiap aktivitas belajar harus mampu

mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatifu untuk menemukan dan menghayati nilai

moral.

RUJUKAN

Beach, Ricahard , Marshall, James. 1991. Teching Literature in The Secondary school. SanDiego: Harcourt Brace Javanovich Publisher.

Laporta, Raffaelo. Cinema ed eta evolutiva. The cinema and the age of development. Florence, La Nuova Italia, 1957, 188 p. "Educatori Antichi e Moderni" series, 153.

Lickona, T. 1991, Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect andResponsibility. New York: Bantam Books.

Meylan, Luis M . Le cinema et 1' Education morale. The cinema and moral education. Actes du Congres international sur la presse periodique , cinematographie et radio pour enfants, Milan, 19-23 March 1952, Milan, A. Giuffre, 1953, p. 169-175.

Page 20: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../02/Dr.-Drs-YUNI-PRATIWI-M.Pd_artikel.docx · Web viewFILM ANIMASI SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEKERITISAN PENALARAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DALAM KONTEKS

2

Meylan, Louis M. Le film, moyen de culture. The film as a cultural medium In: Cahiers de pedagogie de Universite de Liege, 15 (l), March 1956.

Sebastian, T, Wilson. 2010. A Study to Impact of Computer Animation on Children in Three Cities of Kerala (Calicut, Cochin, & TVM). Thesis submitted to the University of Calicut for the Degree of Doctor of Philosopy in Journalism and Mass Communication.

Sutherland, Zena, Monson, Dianne L., Arbuthno, May Hill. 1981. Children & Book. Illinois: Scott Foresman and Company.

Wena, Made.2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

Willis, J. A. 1995. Recursive, Reflective Instructional Design Model Based on Contructivist—Interpretivist Theory. . Educational Technology. November—December 1995: 5-23.