Lp Trauma Kepala Kritis Devi

47
LAPORAAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA KEPALA OLEH AYU DEVI TRIJAYANTI 13.901.0271

Transcript of Lp Trauma Kepala Kritis Devi

Page 1: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

LAPORAAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA KEPALA

OLEH

AYU DEVI TRIJAYANTI

13.901.0271

PROGRAM STUDI NERS (PROFESI)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI

2014

Page 2: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN TRAUMA KEPALA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang

tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak

langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau

penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi -

decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan

peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu

pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada

tindakan pencegahan.

Trauma kepala / cedera kepala adalah suatu injuri yang dapat melibatkan

seluruh struktur kepala mulai dari lapisan kulit kepala, tulang tengkorak, duramater,

vaskuler otak sampai dengan jaringan otak sendiri baik berupa luka tertutup maupun

tembus.

Trauma kepala adalah (terbuka dan tertutup) terdiri dari : fraktur tengkorak,

komusio (gegar) serebri, kontusio (memar)/laserasi dan perdarahan serebral

(subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak). (Doenges, 2000: 270)

Cedera kepala mengacu pada trauma kepala. Hal ini mungkin atau mungkin

tidak termasuk trauma pada otak. Namun, istilah cedera otak dan cedera kepala sering

digunakan secara bergantian dalam literatur kedokteran. (Wikipedia, 2009)

Cedera kepala dapat didefinisikan sebagai segala perubahan dalam fungsi

mental atau fisik yang berkaitan dengan pukulan ke kepala. (Medscape, 2009)

Gambar 1. Fraktur tengkorak pada trauma kepal

Page 3: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

Mekanisme Cedera Kepala

1. Akselerasi

Terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam

2. Deselerasi

Terjadi jika kepala membentur objek yang diam

2. Kompresi atau penekanan

2. Klasifikasi

Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan

morfologi cedera (Mansjoer, 2000: 3)

a. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter

1) Trauma Tumpul

Contohnya : Trauma akibat kecepatan tinggi (tabrakan mobil) dan kecepatan

rendah (terjatuh, dipukul)

2) Trauma Tembus

Contohnya : luka tembus peluru, dan cedera tembus lainnya

b. Keparahan Cedera : berdasarkan skala koma Glasgow (GCS)

1) Ringan : GCS 14-15

2) Sedang : GCS 9-13

3) Berat : GCS 3-8

c. Kk

Glasgow Coma Scale (GCS)

a. Respon Membuka mata

Spontan : 4

Perintah : 3

Stimulus Nyeri : 2

Tidak ada respon : 1

b. Respon Motorik

Mengikuti perintah : 6

Lokalisasi terhadap nyeri : 5

Pergerakan widrawl thd nyeri : 4

Fleksor (dekortikasi) thd nyeri : 3

Ekstensor (deserebrasi) thd nyeri : 2

Tidak ada respon : 1

Page 4: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

c. Respon Verbal

Orientasi terhadap orang, tempat, waktu : 5

Bahasa kacau : 4

Kata-kata tidak adekuat : 3

Suara tidak dapat dimengerti : 2

Tidak ada respon : 1

American Congress of Rehabilitation Medicine mendefinisikan Cedera kepala ringan

adalah gangguan fungsi fisiologis otak akibat trauma yang dimanifestasikan satu diantara

berikut :

1) Periode hilangnya kesadaran

2) Hilangnya memori kejadian secara tiba–tiba sebelum atau setelah kejadian.

3) Gangguan mental saat terjadi kecelakaan

4) Defisit neurologis fokal

Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio Cerebri

1) Skor GCS 13-15

2) Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit

3) Pasien mengeluh pusing, sakit kepala

4) Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan

neurologist.

Cedera Kepala Sedang (CKS)

1) Skor GCS 9-12

2) Ada pingsan lebih dari 10 menit

3) Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad

4) Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.

Cedera Kepala Berat (CKB)

1) Skor GCS <8

2) Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat

3) Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif

4) Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

d. Morfologi

1) Fraktur Tengkorak

a) Kranium : linear/stelatum; depresi/nondepresi; terbuka/tertutup.

Page 5: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

b) Basis : dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal; dengan/tanpa kelumpuhan

nervus VII

2) Lesi Intrakranial

a) Fokal : epidural, subdural, intraserebral

b) Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus

Menurut Doenges (2000: 270) klasifikasi cedera kepala dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Trauma otak primer terjadi karena benturan langsung atau tak langsung

(akselerasi/deselerasi otak).

b. Trauma otak sekunder merupakan akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas,

hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipotensi sistemik.

Sementara menurut Price (2003:1174) cedera kepala diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Hematoma Epidural

Hematoma epidural paling sering terjadi di daerah parietotemporal akibat robekan

arterial mengineal media. Tanda dan gejala tampak bervariasi, penderita hematoepidural

yang khas memiliki riwayat cedera kepala dengan periode tidak sadar dalam jangka

waktu pendek, diikuti periode lusid.

Gambar 2. Hematoma epidural dalam fosa temporalis (Price, 2006:1174)

b. Hematoma Subdural

Pada umumnya hematoma subdural berasal dari vena. Hematoma ini timbul akibat

ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Hematoma subdural dibagi lagi

menjadi tipe akut, subakut dan kronik yang memiliki gejala dan prognosis yang

berbeda-beda.

Gambar 3. Hematoma subdural (Price, 2006: 1174)

Page 6: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

1) Hematoma subdural akut

Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik yang penting dan serius dalam

24-48 jam setelah cedera. Hematoma subdural akut terjadi pada pasien yang meminum

obat antikoagulan terus menerus yang tampaknya mengalami trauma kepala minor dan

sering kali berkaitan dengan cedera deselerasi akibat kecelakaan bermotor. Defisit

neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang

otak ke dalam foramen magnum yang selanjutnya menimbulkan tekanan. Keadaan ini

cepat menimbulkan henti nafas dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan

darah.

2) Hematoma subdural subakut

Hematoma subdural subakut menyebabkan defisit neurologik bermakna dalam jangka

waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera. Hematoma ini

disebabkan oleh pendarahan vena kedalam ruang subdural. Riwayat klinis yang khas

pada penderita hemotoma subdural subakut adalah adanya trauma kepala yang

menyebabkan ketidakkesadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang

bertahap.

3) Hematoma subdural kronik

Trauma otak yang menjadi penyebab dapat sangat sepele atau terlupakan dan sering kali

akibat cedera ringan. Tanda dan gejala dari Hematoma subdural kronik biasanya tidak

spesifik, tidak terlokalisasi dan dapat disebabkan oleh banyak proses penyakit lain.

3. Etiologi

Penyebab cedera kepala adalah tabrakan lalu lintas kendaraan bermotor, rumah

dan kecelakaan kerja, jatuh, dan serangan. Kecelakaan sepeda juga merupakan

penyebab umum cedera kepala yang berhubungan dengan kematian dan cacat,

terutama di kalangan anak-anak. (Wikipedia, 2009)

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama

pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi pada kecelakaan lalu lintas.

(Mansjoer, 2000:3)

Page 7: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

4. Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses

oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak

walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan

oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena

akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan

glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-

gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha

memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan

dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi

penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis

metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit /

100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat

ringannya trauma kepala yang terjadi. Ada 2 mekanisme cedera yang bisa terjadi, yaitu

cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi). Cedera percepatan

(aselerasi) terjadi ketika benda yang bergerak membentur kepala yang diam. Sedangkan,

cedera perlambatan (deselerasi) terjadi ketika kepala membentur objek yang relatif tidak

bergerak, misalnya tanah (Gallo, 1996:226).

Kombinasi mekanisme ini mengakibatkan terjadinya cedera pada jaringan otak dan

menimbulkan kerusakan pada sawar darah otak (Blood Brain Barrier). Cedera jaringan

tersebut mengakibatkan degranulasi sel-sel mast yang terdapat dalam jaringan otak.

Degranulasi ini memacu pelepasan histamin yang menimbulkan efek vaskuler berupa

peningkatan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler (Price, 2005:62).

Peningkatan permeabilitas kapiler memicu terjadinya eksudasi cairan dari

intravaskuler ke jaringan interstisiil otak dan menimbulkan edema serebral (Price,

2005:1168).

Selain itu, trauma yang terjadi menimbulkan destruksi pada vaskuler di daerah

kepala. Destruksi ini menimbulkan hematoma. Hematoma dan edema serebral dapat

berpengaruh pada peningkatan TIK. Peningkatan TIK didefinisikan sebagai peningkatan

tekanan dalam rongga kranialis. Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak (1400

gram), darah (sekitar 75ml), dan cairan serebrospinal (sekitar 75ml). Keseluruhan volume

tersebut menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal sebesar 4-15 mmHg.

Page 8: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga komponen ini mengakibatkan desakan

pada ruang dan menaikkan tekanan intrakranial (Price, 2005:1167).

Peningkatan TIK yang terjadi mempengaruhi kecepatan aliran darah ke otak dan

penekanan pada pusat pernafasan medulla oblongata dan pons. Penurunan kecepatan

aliran darah ke otak (Cerebral Blood Flow) mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke

otak, sehingga memunculkan masalah perfusi jaringan serebral tidak efektif (Nanda,

2005:233). Sedangkan, penekanan pada medulla oblongata dan pons menyebabkan

terjadinya gangguan pada fungsi pernafasan (Guyton, 2007:539). Gangguan ini

menimbulkan masalah keperawatan berupa pola nafas tidak efektif (Nanda, 2005:27).

Kombinasi antara gangguan suplai O2 ke otak dan gangguan pada fungsi pernafasan akibat

penekanan fungsi pernafasan membutuhkan tindakan pemasangan intubasi ETT dan mayo

yang bertujuan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas dan membantu pemenuhan

kebutuhan oksigen secara adekuat. Keadaan ini dapat mengurangi respon batuk pada

pasien, dan membuat sekret menumpuk pada saluran pernafasan. Penumpukan sekret ini

menimbulkan masalah keperawatan berupa bersihan jalan nafas tidak efektif (Nanda,

2005:4).

Selain itu, trauma kepala juga mengakibatkan terjadinya destruksi vaskuler.

Destruksi ini mengakibatkan hilangnya/ berkurangnya cairan dalam intravaskuler.

Keadaan ini menimbulkan masalah keperawatan berupa kekurangan volume cairan tubuh

(Nanda, 2005:89). Selain itu, trauma kepala juga menimbulkan lesi pada daerah kepala.

Lesi ini dapat menjadi pintu masuk bagi agen infeksius untuk menyerang pertahanan

tubuh. Keadaan ini menimbulkan masalah keperawatan berupa risiko infeksi (Nanda,

2005:121).

5. Manifestasi Klinik

Gangguan tanda vital, apatis, letargi, berkurangnya perhatian, menurunnya

kemampuan untuk mempergunakan percakapan kognitif yang tinggi, hemiparesis,

kelainan pupil, pusing menetap, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan bicara,

hipoksia, hipotensi sistemik, hilangnya autoregulasi aliran darah, inflamsi, edema,

peningkatan tekanan intrakranial yang terjadi dalam waktu singkat (Price. 2003:1177).

Menurut Doengoes (2000: 270-272) tanda dan gejala dari cedera kepala yaitu:

a. Aktivitas/istirahat

Gejala : Perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang ditimbulkan oleh

Page 9: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

kondisinya.

Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.

Kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak,

hipotonia.

b. Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa

penyakit jantung kongenital (abses otak).

Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat

(berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat

vasomotor). Takikardi, disritmia (pada fase akut).

c. Makanan/cairan

Gejala : Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut).

Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.

d. Higiene

Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada

periode akut).

e. Neurosensori

Gejala : Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya

berat), parestesia, terasa kaku pada semua pernafasan yang terkena,

kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf kranial), gangguan dalam

penglihatan seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi).

Tanda : Status mental/tingkat kesadaran, letargi sampai kebingungan yang

berat sehingga menjadi koma, delusi dan halusinasi/psikosis

organik (ensefalitis).

f. Nyeri/kenyamanan

Gejala : Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan

diperburuk oleh ketegangan leher/punggung kaku, nyeri pada

gerakan okular, fotosensitivitas, sakit tenggorok nyeri.

Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/ gelisah, menangis/

mengaduh/ mengeluh.

g. Pernafasan

Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).

Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal), perubahan mental

(letargi sampai koma) dan gelisah.

Page 10: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

Gambar 5. Tanda dan Gejala Cedera Kepala

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. MRI : sama dengan CT scan dengan/tanpa menggunakan kontras.

b. Angiografi serebral menunujukan kelainan serkulasi serebral, seperti pergeseran

jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

c. EEG untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang

patologis.

d. Sinar X mendeteksi adanya perubahaan struktur tulang (fraktur), pergeseran

struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema) adanya fragmen tulang.

e. Pungsi lumba, CSS : Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan

subarakhnoid.

f. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah arteri atau oksigenasi yang

akan dapat meningkatkan TIK.

g. Kimia/Elaktrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam

meningkatkan TIK/perubahan mental.

h. Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab

terhadap penurunan kesadaran. (Doenges, 2000:272)

7. Penatalaksanaan

a. Pasien harus diberikan 100% oksigen, dan monitoring jantung serta 2 IV line harus

diberikan bagi pasien dengan TBI (trauma brain injury) berat, intubasi

endotracheal (melalui intubasi cepat) untuk mengamankan jalan napas dan

mencegah hipoksemia. Jika dilaksanakan dengan tepat, intubasi cepat akan

Page 11: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

mencegah peningkatan TIK dan mengurangi terjadinya komplikasi. Saat

melakukan intubasi cepat, sangat penting untuk mengimobilisasi tulang leher

dengan adekuat dan menggunakan sedasi kuat atau agen induksi.

b. Karena hipotensi dapat mengakibatkan menurunnya perfusi serebral, sangatlah

penting untuk dilakukan pengontrolan tekanan darah. Pemberian resusitasi cairan

dengan cairan kristaloid. CT scan juga dilakukan dengan berkonsultasi dengan

bagian medis neurologi untuk menentukan dilakukannya suatu operasi. Semua

pasien dengan indikasi trauma intrakranial, posisi tempat tidur harus ditinggikan

sebesar 30°.(Jhon: 2004;778)

Penatalaksanaan cedera kepala menurut Plantz (1998;526)

a. Jika pasien dengan GCS kurang dari 8 harus dilakukan intubasi. Dengan diberikan

tekanan PCO2 sebanyak 25-30 mmHg dapat mengakibatkan vasokontriksi cerebral

dan membantu menurunkan TIK. Namun bila hiperventilasi ini diberikan secara

berlebihan dapat mengakibatkan penurunan perfusi cerebral

b. Penanganan kejang : kejang biasanya diberikan phenytoin dengan atau tanpa

benzoidiazepines

c. Penanganan luka pada kulit kepala: berikan irigasi yang berlebih, penekanan harus

diberikan untuk mengontrol perdarahan dan luka ditutup dengan jaritan.

MANAJEMEN CEDERA KEPALA

a. Manajemen cedera kepala pada pasien tidak sadar

Lakukan pengkajian lengkap airway, breathing dan sirkulasi (A,B,C)

1) Lakukan resusitasi jika perlu. Perlu diingat resusitasi yang tidak adekuat menyebabkan

injuri otak sekunder yang lebih berat.

a) Panggil bantuan

b) Pasang cervical collar

c) Bersihkan jalan napas (keluarkan debris, dan pasang orofaringeal)

d) Berikan oksigen aliran tinggi

e) Lakukan intubasi

f) Pastikan pernapasan adekuat

g) Pasang monitor jantung, catat HR, TD, RR dan temperature, Apakah

h) sirkulasi adekuat atau pasien dalam keadaan syok?.

i) Atasi hipotensi dengan pemberian cairan kristaloid. Tapi perlu diingat terlalu

Page 12: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

banyak cairan menyebabkan edema otak berat. Hentikan pemberian jika ps

normotensive

j) Berikan darah bila perlu, periksa gula darah dengan glukostik dan berikan glukosa,

jika kadar GDA menurun

k) Periksa BGA

b. Hiperkapnia menyebabkan vasodilatasi cerebral dan meningkatkan TIK. Koreksi

ventilasi

c. Periksa adanya bradikardia dan hipertensi, merupakan tanda peningkatan TIK

d. Kurangi faktor-faktor sistemik yang menyebabkan cedera otak sekunder

e. Kaji riwayat trauma dengan menanyakan pada crew ambulance, saksi, keluarga.

1) Apakah pasien mengalami perubahan kesadaran setelah trauma?

2) Adakah riwayat obstruksi jalan napas?

3) Bagaimana mekanisme injuri dan kecepatan saat terjadi benturan?

4) Kaji secara lengkap riwayat penyakit dan pengobatan

f. Catat GCS dan periksa ulang secara teratur (tiap 15 manit). Periksa respon pupil

g. Periksa muka, kulit kepala, laserasi, memar dan deformitas. Jangan lupa

pemberian tetanus profilaksis

h. Periksa telinga adakah darah, cairan cerebrospinal atau hemotimpanum, merupakan

tanda

fraktur basis cranii. Tanda lain faktur basis cranii adanya racoon eyes, battle sign,

rhinorrhoea.

i. Cek ulang jalan napas, hindari retensi pada pasien lepaskan baju.

j. Lakukan pemeriksaan foto Ro, CT scan

b. Manajemen trauma kepala pada pasien sadar

1) Kaji riwayat trauma, lakukan pemeriksaan dan investigasi untuk mengidentifikasi

pasien

2) Kaji apakah pasien dapat mengingat kejadian, apakah terjadi amnesia retrograd atau

3) aterograd? Pada orang tua cedera kepala akan menyebabkan gangguan jantung atau

4) cerebrovaskuler yang memerlukan perhatian khusus.

5) Lakukan pemeriksaan sama dengan pasien yang mengalami cedera kepala berat

6) Hati-hati pada pasien intoksikasi karena alkohol atau obat. Jika ragu lakukan

observasi

7)Lakukan foto Ro/ CT Scan

Page 13: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

Indikasi Pasien yang dilakukan CT Scan :

a. Koma setelah resusitasi

b. Mamburuknya GCS

c. Adanya fraktur tengkorak yang disertai dengan :

1) Gangguan kesadaran

2) Kejang

3) Gangguan neurologis

d. Fraktur tulang kepala terbuka (termasuk Basis Cranii ).

8. Komplikasi

Komplikasi cedera kepala berat menurut Mansjoer (2000:7) sebagai berikut:

a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan

terjadi pada 2-6 pasien dengan cedera kepala tertutup.

b. Fistel karotis kavernosus ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosis dan bruit

orbital, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.

c. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,

menyebabkan penghentian sekresi hormon antideuretik.

d. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama)

atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi untuk

kejang lanjut; kejang dini menunjukan resiko meningkat untuk kejang lanjut dan pasien

ini harus dipertahankan dengan antikonvulsan.

9. Prognosis

Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada

pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostik

yang besar. Skor pasien 3-4 memungkinkan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi

vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal hanya 5-

10%. Sindrom pasca konkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan,

pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang banyak

berkembang pada pasien cedera kepala.

Page 14: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Data Subjektif :

Keluhan pasien, tanyakan mekanisme kejadian kepada saksi, crew ambulance,

keluarga, muntah, amnesia, Riwayat penyakit.

b. Data Objektif :

A : Airway ; periksa kepatenan jalan napas pasien

B : Breathing ; frekuensi pernapasan, kualitas pernapasan.

C :Circulation ; frekuensi nadi, kualitas, tekanan darah, warna kulit, akral

dingin/hangat.

D : Disability ; GCS, pupil

E : Eksposure ; laserasi, hematom, luka penyerta.

F : Full Vital Signs ; TD, N, R, S.

G : Give Confort ; apakah pasien memerlukan pengaman, bidai, selimut ?

H : Head to Toe Assesment

I : Inspeksi ; adakah trauma Tulang belakang.

c. Pengkajian Berdasarkan Persistem

PengkajianData

MasalahObjektif Subjektif

Breathing Adanya Suara nafas

tambahan : terdengar

adanya suara snoring (+)

Perubahan frekuensi nafas

Irama nafas abnormal

(cepat dan dangkal).

Nafas spontan tetapi tidak

adekuat

Ketidakefektifan

bersihan jalan

nafas

Ketidakefektifan

pola nafas

Blood Perubahan tekanan darah

Perubahan kedalaman dan

irama nadi

Perubahan frekuensi

jantung (takikardia)

Akral dingin

Risiko

ketidakefektifan

perfusi jaringan

(seberal)

Risiko

kekurangan

Page 15: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

Hidung dan mulut

mengeluarkan darah atau

perdarahan massif

Anemis (+)

volume cairan

Pk Shok

hipovolemi

Brain Kepala terdapat lesi

CT Scan Kepala : cedera

otak berat

Penurunan GCS

Peningkatan TIK

Kerusakan system saraf

pusat atau neuromuskular

Risiko

ketidakefektifan

perfusi jaringan

(seberal)

Nyeri akut

Mual

Gangguan

mobilitas fisik

Gangguan

komunikasi verbal

Gangguan

persepsi sensori

Risiko infeksi

Risiko cedera

Bladder -

Bowel -

Bone -

2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan pembentukan lendir/sekret

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan disfungsi neuromuscular karena

penurunan aliran darah otak dan penekanan pusat pernafasan di medulla oblongata dan

pons

c. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan transportasi

oksigen melewati membran kapiler atau alveolar karena peningkatan TIK

d. Risiko Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dengan kehilangan volume

cairan tubuh secara aktif

e. PK: Shock hipovolemi

f. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial

g. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular

Page 16: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

h. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan fungsi motoris otot-otot

bicara

i. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kesalahan interpretasi sekunder

tehadap cedera serebrovaskular

j. Risiko infeksi brehubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap

trauma

k. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder akibat

hipoksia

Page 17: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

3. Perencanaan

NO.DIAGNOSA

KEPERAWATAN

RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN &

KRITERIA HASILINTERVENSI RASIONAL

1 Ketidakefektifan bersihan

jalan nafas berhubungan

dengan pembentukan

lendir/sekret

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama 3 X 15 menit

diharapkan pasien dapat

mempertahankan kepatenan jalan

nafas dengan kriteria hasil :

Tidak terdapat suara nafas

tambahan (rales, ronchi,

wheezing, crakels, snoring)

Frekuensi nafas dalam

batas normal (RR

16-24x/menit)

Irama nafas regular

Tidak terdapat produksi

sekret/sputum

Ekspansi dada simetris,

Mandiri :

1. Kaji kepatenan jalan nafas

2. Evaluasi gerakan dada dan

auskultasi untuk bunyi nafas

bilateral

Mandiri :

1. Obstruksi dapat disebabkan oleh

akumulasi sekret, perlengketan

mukosa, perdarahan, spasme

bronkus, dan/atau masalah dengan

posisi trakeostomi/selang

endotrakeal

2. Gerakan dada simetris dengan

bunyi nafas melalui area paru

menunjukkan letak selang tepat/

tak menutup jalan nafas. Obstruksi

jalan nafas bawah (mis.

Pneumonia/atelektasis)

menghasilkan perubahan pada

Page 18: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

tidak terdapat penggunaan

otot bantu pernafasan, tidak

ada retraksi dada

Tidak ada dispnea,

orthopnea

3. Awasi letak selang endotrakeal

4. Catat peningkatan dispnea, sekret

terlihat pada selang

endotrakeal/trakeostomi, suara nafas

tambahan (rales, ronchi, wheezing,

crakels, snoring)

5. Hisap sekret sesuai kebutuhan, batasi

penghisapan 15 detik atau kurang

bunyi nafas seperti ronchi, mengi

3. Selang endotrakeal dapat masuk ke

bronkus kanan, sehingga

menghambat aliran udara ke paru

kiri dan pasien berisiko untuk

pneumothorak tegangan

4. Pasien intubasi biasanya

mengalami reflek batuk tak efektif

atau pasien dapat mengalami

gangguan neuromuskuler atau

neurosensori

5. Penghisapan tidak harus rutin, dan

lamanya harus dibatasi untuk

menurunkan bahaya hipoksia.

Page 19: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

6. Ubah posisi/berikan cairan dalam

kemampuan individu

7. Ubah posisi/berikan cairan dalam

kemampuan individu

Kolaborasi :

8. Berikan bronkodilator IV dan

aerosol sesuai indikasi

6. Meningkatkan drainase sekret dan

ventilasi pada semua segmen paru,

menurunkan risiko atelektasis

7. Meningkatkan ventilasi pada

semua segmen paru dan alat

drainase sekret

Kolaborasi :

8. Meningkatkan ventilasi dan

membuang sekret dengan relaksasi

otot halus/spasme bronkus

2 Ketidakefektifan pola

nafas berhubungan

dengan disfungsi

neuromuscular karena

penurunan aliran darah

otak dan penekanan pusat

pernafasan di medulla

oblongata dan pons

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama 3 X 15 menit

diharapkan pola nafas pasien

efektif dengan kriteria hasil :

Tidak terdapat suara nafas

tambahan (rales, ronchi,

wheezing, crakels, snoring)

Frekuensi nafas dalam

Mandiri :

1. Pantau frekuensi, irama,

kedalaman pernapasan

Mandiri :

1. Intubasi, ventilasi mekanik

lama, ketidakmampuan umum,

malnutrisi, usia, dan prosedur

invansif adalah factor dimana

pasien potensial mengalami infeksi

dan lama sembuh

Page 20: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

batas normal (RR

16-24x/menit)

Irama nafas regular

Refleks gag dan reflex

menelan (+)

2. Auskultasi suara napas dan

adanya suara-suara tambahan yang

tidak normal

3. Kaji reflex yang penting untuk

bernapas “gag” reflek dan reflex

menelan

4. Pertahankan ketinggian bagian

kepala tempat tidur

5. Pantau penggunaan dari obat-

obatan depresan pernapasan, seperti

sedative

2. Untuk mengidentifikasi adanya

masalah paru atau obstruksi jalan

napas yang membahayakan

oksigenasi serebral

3. Kemampuan memobilisasi

atau membersihkan sekresi penting

untuk pemeliharaan jalan napas.

4. Untuk memudahkan ekspansi

paru/ventilasi paru dan dapat

menurunkan adanya kemungkinan

lidah jatuh dan menyumbat saluran

pernapasan serta menghindari risiko

peningkatan TIK

5. Dapat meningkatkan

gangguan/ komplikasi pernapasan

Page 21: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

3 Ketidakefektifan perfusi

jaringan serebral

berhubungan dengan

kerusakan transportasi

oksigen melewati

membran kapiler atau

alveolar karena

peningkatan TIK

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama 3 X 15 menit

diharapkan perfusi jaringan

serebral efektif dengan kriteria

hasil :

Reaksi pupil positif,

isokor

GCS 9 - 13

TTV normal (TD 120 -

90/ 90 - 70 mmHg; Nadi 80 -

100x/menit regular)

BGA dalam batas normal

(pH 7,35 – 7,40; PaCO2 35-

45mmHg; PaO2 95 -

100mmHg)

Saturasi O2 : 95 - 100%

Mandiri :

1. Kaji tanda-tanda vital :

Pantau tekanan darah, catat

adanya hipertensi sistolik dan

tekanan nadi

Frekuensi jantung, catat adanya

bradikardia, takikardia, atau

bentuk disritmia lainnya

2. Kaji tingkat kesadaran dengan

GCS

Mandiri :

1. Pengkajian tanda – tanda vital

mengindikasikan :

Peningkatan tekanan darah

sistemik yang diikuti oleh

penurunan tekanan darah

diastolik (nadi yang membesar)

merupakan tanda terjadinya

peningkatan TIK

Perubahan pada ritme (paling

sering bradikardia) dan

disritmia dapat timbul yang

mencerminkan adanya

depresi/trauma batang otak pada

pasien yang tidak mempunyai

kelainan jantung sebelumnya

2. Mengkaji adanya

kecenderungan pada tingkat

Page 22: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

3. Evaluasi keadaan pupil, catat

ukuran, ketajaman, kesamaan antara

kiri dan kanan, dan reaksinya

terhadap cahaya

4. Pertahakan kepala/leher pada

posisi tengah atau pada posisi netral,

kesadaran dan potensial

peningkatan TIK dan bermanfaat

dalam menentukan lokasi,

perluasan, dan perkembangan

kerusakan SSP.

3. Reaksi pupil diatur oleh saraf

kranial III (okulomotor) dan

berguna untuk menentukan apakah

batang otak masih baik.

Ukuran/kesamaan ditentukan oleh

keseimbangan antara persarafan

simpatis dan parasimpatis. Respon

terhadap cahaya mencerminkan

fungsi yang terkombinasi dari saraf

kranial optikus dan okulomotor.

4. Kepala yang miring pada

salah satu sisi menekan vena

Page 23: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

hindari pemakaian bantal besar pada

kepala

5. Tinggikan kepala pasien 15-450

sesuai indikasi/yang dapat ditolerir

6. Monitor BGA dan/atau saturasi

O2

Kolaborasi :

7. Berikan obat sesuai indikasi :

jugularis menghambat aliran darah

vena, yang selanjutnya akan

meningkatkan TIK

5. Meningkatkan aliran balik

vena dari kepala sehingga akan

mengurangi kongesti dan edema

atau risiko terjadinya peningkatan

TIK

6. Menentukan kecukupan

pernapasan (kemunculan dari

hipoksia/asidosis) dan

mengindikasikan kebutuhan akan

terapi; adekuatnya oksigen sangat

penting dalam mempertahankan

metabolisme otak

Kolaborasi :

Page 24: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

Diuretik, mis. manitol, furosemid

Steroid, mis. deksametason,

metil prednisolon,

Antikonvulsan, mis. fenitoin

Analgesik

Sedatif

Antipiretik

7. Memberikan obat sesuai

indikasi :

Diuretik dapat digunakan pada

fase akut untuk menurunkan TIK

Menurunkan inflamasi

Obat pilihan untuk mengatasi

dan mencegah terjadinya

aktivitas kejang

Dapat diindikasikan untuk

menghilangkan nyeri dan dapat

berakibat negatif pada TIK tetapi

harus digunakan dengan hati-hati

untuk mencegah gangguan

pernapasan

Dapat digunakan untuk

mengendalikan kegelisahan,

agitasi

Menurunkan atau mengendalikan

Page 25: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

8. Kolaborasi pemberian oksigen

demam dan meningkatakan

metabolisme serebral atau

peningkatan kebutuhan terhadap

oksigen

8. Menurunkan hipoksemia, yang

mana dapat meningkatkan

vasodilatasi dan volume darah

serebral yang meningkatkan TIK

4 Risiko kekurangan

volume cairan

berhubungan dengan

dengan kehilangan

volume cairan tubuh

secara aktif

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama 3 X 6 jam

diharapkan volume cairan

adekuat dengan kriteria hasil :

TTV normal (TD 120-

90/90-70 mmHg, Nadi 80-

100x/menit)

GCS 8-13

Hematokrit : 42-50%

Hb : 13-18 gr/dl

Tidak terjadi tanda-tanda

Mandiri :

1. Kaji tanda-tanda vital (terutama

tekanan darah dan frekuensi

jantung/nadi)

2. Observasi demam, perubahan

tingkat kesadaran , turgor kulit buruk,

Mandiri :

1. Perubahan dapat menunjukkan

efek hipovolemia

(perdarahan/dehidrasi).

Penurunan sirkulasi darah dapat

terjadi dari peningkatan

kehilangan cairan mengakibatkan

hipotensi dan takikardia

2. Gejala-gejala tersebut

menunjukkkan

Page 26: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

anemis

Turgor kulit normal/baik

(elastis)

Akral hangat

kulit dan membran mukosa kering,

akral dingin, konjungtiva pucat

3. Monitor dan pertahankan intake

dan output cairan

Kolaborasi:

4. Berikan cairan IV sesuai indikasi

5. Berikan tranfusi darah sesuai

dehidrasi/hemokonsentrasi dan

tanda – tanda anemis

3. Pamasukan pasien dapat

menurun selama periode krisis.

Dehidrasi dapat menurunkan

haluaran urin

Kolaborasi :

4. Mempertahankan

keseimbangan cairan/elektrolit

pada tak adanya pemasukan

melalui oral. Cairan harus

diberikan segera (khususnya pada

keterlibatan SSP) untuk

menurunkan hemokonsentrasi dan

mencegah infark

Page 27: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

indikasi

6. Monitor hasil laboratorium

(pemeriksaan hematokrit, Hb,

elektrolit serum, dan urine)

5. Memperbaiki/menornalkan

kapasitas pembawa oksigen

untuk memperbaiki anemia, dan

berguna untuk mengatasi

perdarahan. Penggantian

cairan/darah tergantung pada

derajat hipovolemia dan lamanya

perdarahan (akut atau kronis)

6. Peningkatan menunjukkan

hemokonsentrasi. Kehilangan

kemampuan ginjal untuk

mengkonsentrasikan urine dapat

mengakibatkan penrunan

elektrolit serum.

5 Risiko infeksi

berhubungan dengan port

entry kuman (destruksi

jaringan di daerah frontal

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama 3 X 24 jam

diharapkan tidak terjadi infeksi

dengan kriteria hasil :

Mandiri :

1. Berikan perawatan aseptik dan

antiseptik, pertahankan tehnik cuci

tangan yang baik

Mandiri :

1. Untuk menghindari terjadinya

infeksi nosokomial dari petugas

kesehatan kepada pasien

Page 28: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

dan peningkatan paparan

lingkungan)

TTV normal (Tax 36,50 –

37,20C)

Hasil pemeriksaan

laboratorium normal

(Leukosit 5.000 – 10.000/ µl)

Tidak terjadi tanda – tanda

infeksi pada lesi/ luka (color,

dolor, rubor, dan tumor)

Tidak terdapat produksi

sekret/sputum

Mulut pasien tampak

bersih

2. Observasi daerah kulit yang

mengalami kerusakan, catat

karakteristik dari drainase dan

adanya inflamasi

3. Kaji tanda-tanda vital, terutama suhu

4. Batasi pengunjung yang dapat

menularkan infeksi

5. Lakukan perawatan luka pada lesi

2. Deteksi dini perkembangan

infeksi memungkinkan untuk

melakukan tindakan dengan

segera dan pencegahan terhadap

komplikasi selanjutnya.

3. Mengkaji keadaan umum

pasien; peningkatan suhu

merupakan salah satu indikator

terjadinya infeksi

4. Menurunkan pemajanan

terhadap pembawa kuman

penyebab infeksi

5. Menghindari terjadinya infeksi

yang lebih luas

Page 29: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

6. Lakukan oral hygiene

Kolaborasi

7. Berikan antibiotik sesuai indikasi

8. Ambil bahan pemeriksaan

laboratorium sesuai indikasi

(khususnya leukosit)

6. Menurunkan kemungkinan

terjadinya pertumbuhan bakteri

pada mulut akibat penggunaan

ETT

Kolaborasi

7. Terapi profilaktik dapat

digunakan pada psien yang

mengalami trauma (perlukaan),

kebocoran CSS, atau setelah

dilakukan pembedahan untuk

menurunkan risioko terjadinya

infeksi nosokomial

8. Peningkatan/ penurunan nilai

leukosit mastikan adanya infeksi

dan mengidentifikasi organism

penyebab dan untuk menentukan

obat pilihan yang sesuai.

Page 30: Lp Trauma Kepala Kritis Devi
Page 31: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

4. Implementasi

Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah dibuat dalam

rencana perawatan

5. Evaluasi

Evaluasi yang dibuat bisa dalam bentuk formatif dan sumatif (SOAP).

Evaluasi yang dilakukan berdasarkan pencapaian yang didapatkan sesuai

dengan criteria hasil/ kriteria evaluasi yang dibuat dalam rencana perawatan.

Page 32: Lp Trauma Kepala Kritis Devi

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, J.E. 2004. BTLS: Basic Trauma Life Support for EMT-B and the First

Responden, 4th Ed. New Jersey: Pearson Education

Doenges, Marilynn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta :

EGC

Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika

Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Volume 1 dan 2. Jakarta : EGC

Wikipedia, the Free Encyclopedia. 2009. Brain Injury. (Online).

(http://en.Wikipedia.org/wiki/braininjury, Diakses tanggal 01 januari 2014).