LP-SLE
-
Upload
rendysamanosuke -
Category
Documents
-
view
54 -
download
0
description
Transcript of LP-SLE
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS DI RUANG MARWAH RUMAH
SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
DEPARTEMEN KEPERAWATAN DASAR
Disusun oleh :Widodo Trianugrah Rendymuliawan Sutanto
201510461011020
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSFAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG1
2015
LEMBAR PENGESAHANLAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSFAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
DEPARTEMEN KEPERAWATAN DASAR2015
MahasiswaWidodo Trianugrah Rendymuliawan Sutanto
201510461011020
Mengetahui, Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan
2
( ) ( )
Tinjauan Teori
1. Definisi Lupus Eritematosus Sistemik adalah penyakit otoimun yang
mengakibatkan kerusakan organ, jaringan, dan sel yang dimediasi karena kompleks imun dan autoantibodi yang berikatan dengan antigen jaringan.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang terjadi karena produksi antibodi terhadap komponen inti sel tubuh sendiri yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, bersifat episodik diselangi episode remisi.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala dari penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara dan sulit untuk didiognisis.
Lupus eritmatosus sistemik (LES) adalah penyakit radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.
2 EtiologiSampai saat penyebab LES (Lupus eritematsus sistemik) belum
diketahui, Diduga ada beberapa paktor yang terlibat seperti paktor genetic,inpeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi LES (Lupus eritmatosus sistemik).
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkananti bodi secara terus menerus. Anti bodi
3
ini juga berperan dalam komplek imun sehingga mencetuskan penyakit implamasi imun sistemik dengan kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan
Penelitian terakhir yang menunjukkan beberapa gen berikut HLA_DR 2 dan HLA-DR 3 berperan dalam mengkode unsur sistem imun. Gen lain yang ikut berperan seperti gen yang mengkode sel reseptor T, imunoglobulin, dan sitokin. Sistem neuroendokrin ikut berperan melalui pengaruhnya terhadap sistem imun. Penelitian menunjukkan bahwa sistem neuroendokrin dengan sistem imun saling mempunyai hubungan timbal balik. Beberapa penelitian berhasil menunjukkan bahwa hormon prolaktin dapat merangsang respon imun.
Adanya satu atau beberapa faktor pemicu pada individu yang mempunyai predisposisi genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal pada sel CD4 mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self antigen. Akibatnya muncullah sel T autoreaktif yang menyebabkan induksi dan ekspansi sel B, baik yang memproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel memori. Wujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian diduga hormon seks, sinar UV, infeksi. 1
Pada SLE autoantibodi terbentuk ditujukan terhadap antigen yang terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon dan non histon. Kebanyakan di antaranya adalah dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan kompleks protein RNA. Ciri khas autoantigen ini mereka tidak tissue spesific dan merupakan komponen integrasi dari semua jenis sel.
Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti nuclear antibodi). Dengan antigen spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar di sirkulasi. Klirens kompleks imun menurun, meningkatnya kelarutan kompleks imun, gangguan pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan penurunan uptake kompleks imun pada limpa terjadi pada SLE. Sehingga kompleks imun tersebut deposit ke luar sistem fagosit mononuklear. Endapannya di berbagai organ mengakibatkan aktivasi komplemen
4
sehingga terjadi peradangan. Organ tersebut bisa berupa ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit, dll.
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita, meskipun 10-15 kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang menyebabkan wanita sering terserang penyakit lupus daripada pria. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon (terutama esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus, yang akan menghilang bila pemakaian obat dihentikan
3. PatofisiologiPenyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara factor-faktor genetic, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduksi) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pda SLE, peningkatan produksi autoantibody diperkirakan terjadi akibat funsi sel T supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibody tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
4. Manifestasi KlinisPerjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul
mendadak disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat
5
laun diikuti oleh gejala yang terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun terdapt remisi dan eksaserbsi. Remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu makan berkurang, kelemahan, berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil.
Gejala MuskuloskeletalGejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal,
berupa artritis (93%). Yang paling sering terkena ialah sendi interfalangeal proksimal didikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki. Selain pembekakan dan nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi. Artritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau ankilosis. Adakala terdapat nodul reumatoid. Nekrosis vaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, dan ditemukan pada pasien yang mendapatkan pengobatan dengan streroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris.
Gejala MukokutanKelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus
SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lasi kulit akut, subakut, diskoid, dan livido retikularis.
Ruam kulit berbentuk kupu-kupu berupa eritema yang agak edamatus pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas luka. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas. Lesi ini termasuk lesi kulit akut.Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular.
Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup oleh sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan berbentuk silikatriks.
6
Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual.Livido retikularis suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada SLE.
GinjalKelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi paling
sering ialah proteinuria atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik kegagalan ginjal jarang terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan.
Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lupus difus dan nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus merupakan kelainan yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis lupus membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.
Kelainan ginjal yang lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab kematian SLE kronik.
Susunan Saraf PusatGangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu
psikosis organik dan kejang-kejang.Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala
aktif SLE pada sistem lain-lainnya. Pasien menunjukkan gejala halusinasi disamping gejala khas organik otak seperti sukar menghitung dan tidak snggup mengingat kembali gambar-gambar yang pernah dilihat.
Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak dapat dibedakan dengan psikosis lupus. Perbedaan antara keduanya baru dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai. Psikosis lupus membaik jika dosis steroid dinaikkan dan sebaliknya.
7
Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah afasia, hemiplegia.
Mata Kelainan mata dapat berupa konjungtivitas, perdarahan
subkonjungtival dan adanya badan sitoid di retina Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat keadaan tersebut.
Paru-paruPada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi
pluera (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari kejadian tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak napas.
Saluran PencernaanNyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual
dan diare. Gejalanya menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan pankreatitis.
Hemik-LimfatikKelenjar getah bening yang sering terkena adalah aksila dan sevikal,
dengan karakteristik tidak nyeri tekan dan lunak. Organ limfoid lain adalah splenomegali yang biasanya disertai oleh pembesaran hati. Kerusakan lien berupa infark atau trombosis berkaitan dengan adanya lupus antikoagulan. Anemia dapat dijumpai pada periode perkembangan penyakit LES, yang diperantai oleh proses imun dan non-imun.
5 Diagnosis
Kriteria diagnosis yang digunakan adalah dari American College of Rheumatology 1997 yang terdiri dari 11 kriteria, dikatakan pasien tersebut
8
SLE jika ditemukan 4 dari 11 kriteria yang ada. Berikut ini adalah 11 kriteria tersebut.1,7
No Kriteria Batasan 1 Rash malar Eritema, datar atau timbul di atas
eminensia malar dan bisa meluas ke lipatan nasolabial
2 Discoid rash Bercak kemerahan dengan keratosis bersisik dan sumbatan folikel. Pada SLE lanjut ditemukan parut atrofi
3 Fotosensitivitas Ruam kulit akibat reaksi abnormal terhadap sinar matahari
4 Ulkus oral Ulserasi oral atau nasofaring yang tidak nyeri
5 Artritis nonerosif
Melibatkan 2 atau lebih sendi perifer dengan karakteristik efusi, nyeri, dan bengkak
6 Pleuritis atau perikarditis
a. Pleuritis: nyeri pleuritik, ditemukannya pleuritik rub atau efusi pleura
b. Perikarditis: EKG dan pericardial friction rub
7 Gangguan renal a. Proteinuria persisten > 0,5 gr per hari atau kualifikasi >+++
b. Sedimen eritrosit, granular, tubular atau campuran
8 Gangguan neurologis
a. Kejang- tidak disebabkan oleh gangguan metabolik maupun obat-obatan seperti uremia, ketoasidosis, ketidakseimbangan elektrolit
9
b. Psikosis- tanpa disebabkan obat maupun kelainan metabolik di atas
9 Gangguan hematologi
a. Anemia hemolitik dengan retikulositosis
b. Leukopenia < 4000/uLc. Limfopenia < 1500/uLd. Trombositopenia< 100,000/uL
10 Gangguan imunologi
a. antiDNA meningkatb. anti Sm meningkatc. antibodi antifosfolipid: IgG IgM
antikardiolipin meningkat, tes koagulasi lupus (+) dengan metode standar, hasil (+) palsu dan dibuktikan dengan pemeriksaan imobilisasi T.pallidum 6 bulan kemudian atau fluoresensi absorsi antibodi
11 Antibodi antinuklear (ANA)
Titer ANA meningkat dari normal
5. WOC
10
faktor genetik
Gen membawa SLE pada keturunan
selanjutnya
Keterlibatan gen
infeksi Merangsang system imun
Gangguan kulitHormon proklatin
Factor lingkungan (sinar ultraviolet)
faktor hormonal Obat-obatan(Hidration)
Obat terakumulasi dalam tubuh
6. PenatalaksanaanJenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan
jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah
11
Obat-obatan tidak cocok
Faktor pemicu (mengikat komplemen) Stres berlebihan
Pembentukan kompleks
imun
Aktivasi komplemen
Kulit akut
Ruam kulit berbentuk kupu-kupu
Eritema dan
purpura
Gangguan mobilitas
MK : gg. Integritas
kulit
artritis
Sendi interfalngeal
proksimal
Efusi sendi
pembekakan
nyeri
Mk : gg rasa nyaman (nyeri
kronik)
Efusi pleura
Pneumonitis lupus
Kompleks imun pada alveolus
Sesak napas
kelelahann
Meningkatnya beban kerja
Merangsang system imun
Pembentukan komples antibodi
MK : intoleransi aktivitas
Obat berikatan dengan kompleks
anti bodi
Imun kompleks
Perubahan reaksi imun(reaksi Hipersensitivitas dan
Autoimun)
Anemia
Reaksi inflamasi nyeri
Lupus Eritematosus Sistemik
Mk : ketidakefektifan
pola napas
kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan serologis. Monotoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan parameter laboratorium yang dihubungkan dengan aktivitas penyakit.a. Pendidikan terhadap Pasien
Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya (perjalanan penyakit, komplikasi, prognosis), sehingga dapat bersikap positif terhadap penanggulangan penyakit.b. Beberapa Prinsip Dasar Tindakan Pencegahan pada SLE1. Monitoring yang teratur2. Penghematan enersi
Pada kebanyakan pasien kelelahan merupakan keluhan yang menonjol. Diperlukan waktu istirahat yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan pentingnya tidur yang cukup.
3. FotoproteksiKontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau dihindarkan. Dapat
juga digunakan lotion tertentu untuk mengurangi kontak dengan sinar matahari langsung.4. Mengatasi infeksi
Pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada demam yang tak jelas sebabnya, pasien harus memeriksanya. 5. Merencanakan kehamilan
Kehamilan harus dihindarkan jika penyakit aktif atau jika pasien sedang mendapatkan pengobatan dengan obat imunosupresif.c. pengobatannya
Lupus diskoidTerapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan steroid topikal.
Krim luocinonid 5% lebih efektif dibandingkan krim hidrokrortison 1%. Terapi dengan hidroksiklorokuin efektif pada 48% pasien dan acitrenin efektif terhadap 50% pasien.
12
Serositis lupus (plueritis, perikarditis)Standar terapi adalah NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap
gangguan ginjal), anti-malaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis rendah.
Arthritis lupusUntuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi adalah NSAIDs dengan
pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal dan ati-malaria. Sedangkan untuk keluhan myalgia dan gejala depresi diberikan serotonin reuptake inhibitor antidepresan (amitriptilin)
Miositis lupus Standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi (dimulai dengan
prednison dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi, bila kadar komplemen meningkat mencapai dosis efektif terendah. Metode lain yang digunakan untuk mencegah efek samping pemberian harian adalah dengan cara pemberian prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih 150-250 mg) metrotreksat atau azathioprine.
Fenomena RaynaudStandar terapinya adalah calcium channel blockers, misalnya
nifedipin dan nitrat, misalnya isosorbid mononitrat. Lupus nefritis
Lupus nefritis kelas II mempunyai prognosis yang baik dan membutuhkan terapi minimal. Peningkatan proteinuria harus diwaspadai karna menggambarkan perubahan status penyakit menjadi lebih parah. Lupus nefritis III memerlukan terapi yang sama agresifnya dengan DPGN. Pada lupus nefritis IV kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena. Siklofosfamid intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14 hari pemberian, diperiksa kadar leukositnya. Dosis siklofosfamid selanjutnya akan dinaikkan atau diturunkan tergantung pada jumlah leukositnya (normalnya 3.000-4.0000/ml). Pada lupus nefritis V regimen terapi yang di berikan adalah (1) monoterapi dengan kortikosteroid. (2) terapi kombinasi kortikosteroid dengan siklosporin A. (3) sikofosfamid,
13
azathioprine atau klorambusil. Pada lupus nefritis V tahap lanjut, pilihan terapinya adalah dialisis dan transplantasi renal.
Gangguan hematologisUntuk trombositopeni, terapi yang dipertimbangkan pada kelainan ini
adalah kortikosteroid, imunoglobulin intravena. Sedangkan untuk anemi hemolitik, terapi yang dipertimangkan adalah kortikosteroid, danazol, dan spelenektomi.
Pneumonitis intersititialis lupusObat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan
siklfosfamid intravena. Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting
Obat yang digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena
7. KomplikasiKomplikasi LES meliputi :
Hipertensi (41%) Gangguan pertumbuhan (38%) Gangguan paru-paru kronik (31%) Abnormalitas mata (31%) Kerusakan ginjal permanen (25%) Gejala neuropsikiatri (22%) Kerusakan muskuloskeleta (9%) Gangguan fungsi gonad (3%)
8. Pemeriksaaan Diagnostika. Pemeriksaan Laboratorim
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan :1. Hematologi
Ditemukan anemia, leukopenia, trombosittopenia2. Kelainan Imunologis
14
Ditemuka sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti DNA, faktor reumatitoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu.
b. Histopatologi Umum :
Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi onion-skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-Sacks.
Ginjal :2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus membranosa
Kulit Pemeriksaan imunofluoresensi direk menunjukkan deposit igG granular pada dermo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada kulit yang tak terkena (70%). Yang paling karakteristik untuk SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan terpanjan.
KONSEP ASKEP
1. Pengkajian1. Identitas Klien
Nama, jenis kelamin, umur, status perkawianan, pekerjaan, pendidikan terakhir, alamat
2. Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan sekarang seperti demam, kelemahan, nafsu makan
berkurang dan berat badan menurun. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah pernah mengalami Hipertensi, gangguan pada mata, nyeri sendi. Riwayat kesehatan keluarga
15
Apakah ada di antara keluarga pasien ada yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami pasien.
3.Kebiasaan sehari-hari Pola makan : frekuensi, jumlah porsi yang habis, cara makan,
makanan yang disukai dan tidak disukai Pola minum : frekuensi Pola tidur : jumlah jam tidur, kesulitan dalam tidur Pola eliminasi (BAK dan BAB) ; frekuensi Aktivitas sehari-hari : kegiatan yang dilakukan dari bangun tidur
sampai mau tidur kembali Rekreasi : rekreasi yang pernah dilakukan, bersama siapa,
frekuensinya.4.Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : klien tampak lemah, gelisah, cemas dan kesakitan TTV :
- TD : 140/90 mmHg- ND : 100 x/i- RR : 18 x /i- S : 40 C
BB : 58 kg (turun 2 kg dari 60 kg) Kulit : adanya ruam kupu-kupu pada wajah Mulut : Terdapat luka Paru ; adanya cairan di sekitar paru-paru Sendi : adanya artritis Darah :
- Anemia- Leukosit < 4000 sel/mm- Limfosit < 1500 sel/mm- Trombosit < 100.000 sel/mm
5. Pemeriksaan Penunjang Rontgen dada : menunjukkan pleuritis
16
Pemeriksaan dada dengan bantuan stestokop menunjukkan adanya gesekan pleura
Pada kulit terdapat ruam kulit atau lesi yang khas Hitung jenis darah : menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis
sel darah Pada sendi adanya pembekakan dan rasa nyeri bila digerakkan
2. Dasar Data Pengkajian Pasien1. Aktivitas
Gejala : Keletihan, kelemahan, nyeri sendi karena gerakanTanda : Penurunan semangat bekerja
Toleransi terhadap aktivitas rendahPenurunan rentang gerak sendiGangguan gaya berjalan
2.SirkuasiGejala : Nyeri dadaTanda : TD : tekanan nadi melebar
Desiran (menunjukkan mekanisme anemia)Warna kulit : pucat/sianosis, membaran mukosaKulit terdapat ruam
3.Integritas EgoGejala : Mudah marah dan fruktasi, takut akan penolakan dari orang lain
Harga diri burukKekuatiran mengenai menjadi beban bagi yang mendekat
Tanda : Ansietas, gelisah, menarik diri, depresi, fokus pada diri sendiri4. Eliminasi
Gejala : Sering berkemih, berkemih dengan jumlah besarTanda : Nyeri tekan pada abdomen
Urine encer : terdapat darah atau protein5. Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah, anoreksia
17
HausKesulitan menelanAdanya penurunan BB
Tanda : turgor kulit buruk berbentuk ruamLidah tampak merah dagingBibir : disudut bibir terdapat luka
6. HigieneGejala : kesulitan untuk mempertahankan aksi (nyeri/anemia berat)
Berbagai kesulitan untuk melakukan aktivitas perawatan pribadiTanda : ceroboh, tak rapih
Kurang bertenaga7. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut pusingPenurunan penglihatan, bayangan pada mataKelemahan, keseimbangan burukKesemutan pada ekstremitas
Tanda : kelemahan ototPenurunan kekuatan ototKejangPembekakan sendi simetris
8. Nyeri/KenyamananGejala : nyeri hebat, berdenyut, rasa perih di berbagai lokasi
Sakit kepala berulang, tajam, sementaraNyeri tekan abdomenNyeri dada
Tanda : menahan sendi pada posisi nyamanSensitivitas terhadap palpitasi pada area yang sakit
9. PenapasanGejala : riwayat inspeksi paru, riwayat abses paru
Napas pendek pada istirahat dan aktivitasTanda : takipnea
18
Distres pernapasan akutBunyi napas menurun
10. KeamananGejala : kekeringan pada mata dan membran mukosa
Demam ringan menetapLesi kulitGangguan penglihatanPenyembuhan luka buruk
Tanda : berkeringatMengigil berulang, gemetarLuka pada wajah
12. Penyuluhan/PembelajaranGejala : riwayat penyakit hipertensi, hematologi
Riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka/perdarahanPertimbangan rencana pemulangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hariMemerlukan bantuan dalam perawatan diri, pemeliharaan rumah
13. pemeriksaan diagnostik Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
sebab penyebab AR Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembekuan pada jaringan
lunak, erosi sendi, memperkecil jarak sendi Kerapuhan erirosit : menurun Jumlah trombosit : menurun JDL : memungkinkan berkembangannya pneumonia bakterial
Kemungkinan Diagnosa Keperawatan1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilitas2. Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik) berhubungan dengan efusi sendi dan sesak
19
3. intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya suplai dan kebutuhan O2 (anemia)
3. Analisa DataNo Data Etiologi Masalah
Keperawatan1 DO :
Klien tampak lemah Klien tampak gelisah dan
cemas TTV :
- TD : 140/90 mmHg- ND : 100 x/i- RR : 18 x/i- S : 40 C
Terdapat ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal hidung
Ruam pada kulit memburuk karena terkena sinar matahari
Ruam tersebar di bagian tubuh yang terkena/terpapar sinar matahari
Gangguan mobilitas
Gangguan integritas pada kulit
20
2 DO : Klien tampak merasa
kesakitan Kilen tampak kesulitan
bernapas Klien tampak gelisah Adanya Artritis dan efusi
sendi TTV :
- TD : 140/90 mmHg- ND : 100 x /i- RR : 18 x /i
Pernapasan dangkal Hasil rontgen menunjukkan
pleuritis Pemeriksaan dada dengan
bantuan stestokop menunjukkan adanya gesekan pleura
Adanya efusi sendi dan sesak
Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik)
21
3 DO : Klien tampak lemah dan
demam Nafsu makan klien
berkurang TTV :
- TD : 140/90 mmHg- ND : 100 x/i- S : 40 C
Klien sering mual dan muntah
BB : 58 kg (turun 2 kg dari 60 kg)
Ada luka di bibir Hb : 10,5 gr/dl Leukosit < 4000 sel/mm Limfosit < 1500 sel/mm Trombosit < 100.000
sel/mm
Tidak seimbangnya suplai dan kebutuhan O2
Intoleransi aktivitas
4. Rencana Asuhan keperawatan (NCP)No
DiagnosaKeperawata
n
Tujuan KriteriaHasil
Intervensi Kolaborasi
1 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan mobilitas
setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan
Mempertahankan integritas kulit
Mengidentifikasi faktor
Mandiri :1. Kaji
integritas kulit, catat perubahan pada
1. Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi dan mobilitas
22
gangguan integritas kulit berkurang
resiko/perilaku klien untuk mncegah cedera dermal
Melakukan aktivitas sehari-hari
Observasi perbaikan luka/penyembuhan lesi bila ada
turgor, gg. Warna, eritema
2. Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif
3. Inspeksi kulit/titik tekanan secara teratur untuk kemerahan, berikan pijatan lembut
4. Awasi tungkai terhadap kemerahan, perhatikan dengan ketat terhadap pembentu
jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi berat
2. Meningkatkan sirkulasii jaringan, mencegah statis
3. Potensial jalan masuk untuk organisme patogen, pada adanya gg. Sistem imun, ini meningkatkan resiko infeksi/pelambatan penyembu
23
kan ulkusKolaborasi :5. Gunakan
pelindung, mis : lotion sesuai dengan indikasi
han4. Menungk
atkan aliran balik vena menurunkan statis vena/pembentukan edema
5. Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah/menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri kronik) berhubungan dengan efusi sendi dan sesak
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan rasa nyeri berkurang
Menyatakan nyeri hilang/terkontrol
Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, peningkat
Mandiri :1. Tentukan
karakteristik nyeri, mis : tajam, ditusuk. Selidiki perubaha
1. Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia, juga
24
dan berangsur-angsur menghilang
an aktivitas dengan cepat
Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol/nyeri
n lokasi/intensitas nyeri
2. Pantau tanda vital
3. Berikan tindakan nyaman, mis : relaksasi/latihan napas
4. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di atas tempat tidur, songkong sendi yang sakit di atas dan dibawah,
dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis
2. Perubahan frekuensi jantung menunjukkan pasien merasa nyeri.
3. Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan
25
hindari gerakan yang menyentak
5. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari.
6. Berikan masae yang lembut
Kolaborasi :7. Bantu
dengan terapi fisik mis : bak mandi
dan memperbesar efek terapianalgesik
4. Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi
5. Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepask
26
dengan kolam bergelombang
an kekakuan di pagi hari. Sensitivitas terhadap panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
6. Menigkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot
7. Memberikan dukungan panas untuk sendi yang sakit.
3. Intoleransi Setelah Adanya Mandiri : 1. Mempeng
27
aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya suplai dan kebutuhan O2 (anemia)
dilakukan intervensi keperawatan 3x24 jam, diharapkan menunjukkan penurunan tanda fisiologis intorelansi
peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas. Catat laporan kelelahan dan keletihan
2. Awasi TD, nadi pernapasan, selama dan sesudah aktivitas.
3. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, termasuk aktivitas yang pasien pandang perlu
4. Gunakan
aruhi pilihan intervensi/bantuan
2. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan
3. Meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dan memperbailai tonus otot tanpa
28
teknik penghematan energi
5. Anjurkan pasien berhenti bila terjadi nyeri dada, kelemahan atu pusing terjadi
Kolaborasi :6. Berikan
oksigen tambahan
kelemahan.
4. Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan
5. Sters berlebihan dapat menimbulkan kegagalan.
6. Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan seluler
29
1.KesimpulanLupus eritematosus Sistemik adalah suatu sindrom yang melibatkan
banyak organ dan memberikan gejala klinis yang beragam. Perjalanan penyakit ini dapat ringan atau berat, secara terus-menerus, dengan kekambuhan yang menimbulkan kerusakan jaringan akibat proses radang yang ditimbulkannya. Gejala utama Lupus Eritmatosus Sistemik (LES) adalah kelemahan umum, anoreksia, rasa mual, demam dan kehilangan berat badan. Penyebab dari penyakit lupus meliputi pengaruh faktor genetik, lingkungan dan hormonal terhadap respons imun.
penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit bisa dipantau dari pemeriksaan serologis.
2.Saran Perawat bisa mengenal dengan cepat ciri-ciri dari Lupus Erimatosus
Sistemik. Perawat bisa menangani pasien dengan penyakit Lupus Erimatosus
Sistemik dengan cepat, teliti dan terampil. Perawat dapat bekerjasama dengan baik dengan tim kesehatan lain
maupun pasien dalam tahap pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
30
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : FKUIPrice, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2004. Patofisiologi. Edisi 4.
Volume 2. Jakarta: EGCPrice, Sylvia. A dan Wilson, lorraince. M. 2006. Patofisiologi Edisi 6.
Volume 2 Jakarta : EGCAlbar, Zuljasri. 2004. Ilmu Penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta : FKUI Dongoes, Marilynn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
31