LP SH fix

59
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK OLEH : PUTU NIA PURNAMA DEWI 0902105015

description

hemoragic

Transcript of LP SH fix

Page 1: LP SH fix

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE

HEMORAGIK

OLEH :

PUTU NIA PURNAMA DEWI

0902105015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2013

Page 2: LP SH fix

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

STROKE HEMORAGIK

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi Stroke Hemoragik

Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya supplay

darah kebagian otak (Brunner and Suddarth, 2001). Stroke atau penyakit serebrovaskular

mengacu pada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau

terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak. ( Sylvia A. Price, 2006 ).

Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak, sehingga menyebabkan

perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi saraf (Haryono,

2002).

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda

klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan

gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian,

tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (Rumantir, 2007). Stroke hemoragik adalah

stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi

perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak

Menurut Christopher (2007), Stroke Hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah

otak yang menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan

serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut

menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh

hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan

intracranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan

batang otak.

Berdasarkan definisi diatas, disimpulkan bahwa stroke hemoragik adalah stroke

yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah pada otak. Otak sangat sensitif

terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan di

dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan pembengkakan,

Page 3: LP SH fix

mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga

meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak.

Gambar 1. Stroke Hemoragik

2. Epidemiologi/ Insiden Kasus

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.

Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan

meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan

sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia,

ternyata stroke sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total

kematian per tahunnya. Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000

pertahunnya dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan

intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada

stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali

kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada

30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama.

Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki

dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur

lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih

buruk.

Page 4: LP SH fix

3. Penyebab / Faktor Predisposisi

Penyebab stroke hemoragik dibedakan menjadi dua yakni:

1. Hipertensif

Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan

dinding arteri sampai pecah.

2. Non-Hipertensif

Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah

a) Aneurisma: yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat

pecah.

b) Kanker: terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti

payudara, kulit, dan tiroid.

c) Cerebral amyloid angiopathy (CAA): yang membentuk protein amiloid dalam

dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.

d) antikoagulansia / thrombolitik: Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).

e) Ruptur malformasi arteri dan vena

Adapun penyebab stroke hemoragik, yaitu:

a. Perdarahan serebri

Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab kasus gangguan

pembuluh darah otak dan merupakan persepuluh dari semua kasus penyakit ini.

Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria serebri.

b. Pecahnya aneurisma

Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita

biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme. Dan salah

satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang

(Sylvia A. Price, 1995)

c. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).

Trombosis sinus dura

Diseksi arteri karotis atau vertebralis

Vaskulitis sistem saraf pusat

Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)

Kondisi hyperkoagulasi

Page 5: LP SH fix

Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)

Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)

Miksoma atrium.

Selain itu juga terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya

stroke secara umum diantaranya :

faktor usia

Menurunnya elastisitas pembuluh darah dan atherosclerosis biasanya sering

menyerang usia ini

Faktor resiko medis

Hipertensi

Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,

fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)

Kolesterol tinggi

Obesitas

Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)

Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)

Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan

kadar estrogen tinggi)

Penyalahgunaan obat ( kokain)

Konsumsi alkohol (Smeltzer C. Suzanne, 2002;2131).

Perilaku hidup tidak sehat

antara lain : merokok baik aktif maupun pasif, makan makanan cepat saji,

mengkonsumsi alcohol, kurang olahraga, narkoba dan obesitas.

4. Patofisiologi

Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh

tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga

supplay darah ke otak berkurang (Smletzer & Bare, 2005). Secara umum gangguan

pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral. Merupakan

gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi pada

pembuluh darah serebral. Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan

Page 6: LP SH fix

kumpulan tanda dan gejala dari beberapa penyakit diantaranya ; hipertensi, penyakit

jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus, dan penyakit vaskuler perifer

(Markus, 2001).

Penyebab utama stroke berdasarkan urutan adalah aterosklerosis (trombosis),

embolisme, hipertensi yang dapat menimbulkan perdarahan intraserebral dan rupture

aneurisme sakuler (Price & Wilson, 2002). Trombosis serebral (bekuan darah di dalam

pembuluh darah otak atau leher), aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi

serebral merupakan penyebab utama terjadinya thrombosis. Embolisme serebral (bekuan

darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain), abnormalitas

patologik pada jantung kiri seperti endokarditis, jantung reumatik, serta infeksi pulmonal

adalah tempat berasalnya emboli. Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral

sehingga terjadi perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat

terjadi di epidural, subdural, dan intraserebral. (Hudak & Gallo, 2005; Ranakusuma,

2002).

Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans

yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju

parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat

terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang

arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan

tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga

dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan

merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.

Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.

Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang

ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak,

sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini

dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula

lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat

membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah

akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan

nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan

Page 7: LP SH fix

desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang

mengalami proliferasi (Price & Willson, 2002).

Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan

aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah

kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan

neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh yang mengalami

gangguan biasanya arteri yang menembus otak seperti cabangcabang lentikulostriata dari

arteri serebri media yang memperdarahi sebagian dari ganglia basalis dan sebagian besar

kapsula interna. Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan

konstan, berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari.

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan

subarachnoid. Insiden perdarahan intrakranial kurang lebih 20% adalah stroke hemoragik,

dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan

intraserebral (Caplan, 2000). Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya

mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi

di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Pada kebanyakan pasien, peningkatan

tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil.

Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan

pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini

mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000). Elemen-elemen

vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,

menyebabkan neuron-neuron didaerah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan

lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang

menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000). Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat

pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah

keruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya

aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

5. Klasifikasi

Stroke Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh

perdarahan primer substansi otak yang terjadi secaraspontan bukan oleh karena trauma

Page 8: LP SH fix

kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan

otak dibagi dua, yaitu :

a) Perdarahan Intraserebri (PIS)

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi

mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak dan menimbulkan edema otak,

membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak.

Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena

herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di

daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum.

b) Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang

subarakhnoid yang timbul secara primer

6. Manifestasi klinis:

Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah

jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan

sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-

lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.

Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:

Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).

Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.

Kesulitan menelan

Kesulitan menulis atau membaca

Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,

atau kadang terjadi secara tiba-tiba

Kehilangan koordinasi.

Kehilangan keseimbangan.

Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan

salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.

Mual atau muntah

Kejang

Page 9: LP SH fix

Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau

kesemutan.

Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

1. Perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari

80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.

Gejala klinis :

- Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan

dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu

nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan

epistaksis.

- Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan

dapat disertai kejang fokal / umum.

- Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan

bola mata menghilang dan deserebrasi

- Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TIK), misalnya

papiledema dan perdarahan subhialoid

2. Perdarahan subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang

subarakhnoid yang timbul secara primer.

Gejala klinis :

- Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,

berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.

- Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan

kejang.

- Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit

sampai beberapa jam.

- Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen

Page 10: LP SH fix

- Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik

perdarahan subarakhnoid.

- Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau

hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

Manifestasi klinis yang sering terjadi pada stroke hemoragik antara lain : sakit kepala

berat, leher bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang. Sembilan

puluh persen menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan

besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam

waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke sistem

ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau mungkin

disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer

& Bare, 2005). Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri

masih dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata. Sedangkan

adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan

kematian. Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang pecah biasanya pasien masih

muda, dan 20 % mempunyai lebih dari satu aneurisma (Black & Hawk, 2005).

Manifestasi klinisnya defisit neurologik stroke :

No. Defisit neurologi Manifestasi

1. Defisit lapang penglihatan

a) Homonimus Hemlanopsia

b) Kehilangan penglihatan

perifer.

c) Diplopia

a) Tidak menyadari orang atau objek,

mengabaikan salah satu sisi tubuh,

kesulitan menilai jarak

b) Kesulitan melihat pada malam hari,

tidak menyadari objek atau batas

objek.

c) Penglihatan ganda

2. Defisit Motorik

a) Hemiparesis

b) Hemiplegia

c) Ataksia

d) Disatria

a) Kelemahan wajah, lengan, dan kaki

pada sisi yang sama.

b) Paralisis wajah, lengan, dan kaki

pada sisi yang sama.

c) Berjalan tidak mantap, tidak

Page 11: LP SH fix

e) Disfagia mampu menyatukan kaki.

d) Kesulitan dalam membentuk kata

e) Kesulitan dalam menelan.

3. Defisit sensori :

Parastesia

Kesemutan

4. Defisit verbal

a) Fasia ekspresif

b) Fasia reseptif

c) Afasia global

1. Tidak mampu membentuk kata

yang dapat dipahami

2. Tidak mampu memahami kata yang

dibicarakan, mampu berbicara tapi

tidak masuk akal

3. Kombinasi afasia reseptif dan

ekspresif

5. Defisit kognitif Kehilangan memori jangka pendek

dan panjang, penurunan lapang

perhatian, tidak mampu

berkonsentrasi, dan

perubahan penilaian.

6. Defisit Emosional Kehilangan kontrol diri, labilitas

emosional, depresi, menarik diri, takut,

bermusuhan, dan perasaan isolasi.

Gambar 2. Gejala-gejala dari stroke

Page 12: LP SH fix

6. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anmnesis ytang mengarah pada keluhan-keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis,

pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem (B1 – B6) dengan focus

pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan

keluhan – keluhan dari klien.

a. Keadaan umum

Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran.

Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang

tidak bisa bicara.

Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.

b. Pemeriksaan integumen

Kulit : jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak pucat dan jika

kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Di samping itu

perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah

yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3

minggu.

Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.

Rambut : umumnya tidak ada kelainan.

c. Pemeriksaan kepala dan leher

Kepala : bentuk normocephalik.

Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.

Leher : kaku kuduk jarang terjadi

d. Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun

suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan

menelan.

e. Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat

kembung.

f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Page 13: LP SH fix

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.

g. Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

h. Pemeriksaan neurologi

Pemeriksaan nervus cranialis : Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII

dan XII central.

Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada

salah satu sisi tubuh.

Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemihipestesi.

Pemeriksaan refleks : Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh

akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks

fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan

refleks patologis.

Pengkajian saraf cranial :

Pemeriksaan ini meliputi pemerikasaan saraf cranial I – XII

Saraf I (Oftaktorius) : biasanya pada klien stroke tidak ada kalinan pada

fungsi penciuman

Saraf II (Optikus) : disfungsi persepsi fisual karena gangguan jara sensori

primer diantara mata dan kortek fisual. Gangguan hubungan fisual- spasial

(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering

terlihat pada klien denga hemiplegia kiri . klien mungkin tidak dapat

memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan dalam

menyocokkan pakaian ke bagian tubuh

Saraf III (Okulomotori), IV (troklearis) dan VI (Abdusen) : jika akibat

stroke mengakibatkan paralilsis, pada satu sisi otot – otot okularis

didpatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang

sakit

Saraf V (Trigeminus) : pada beberapa keadaan stroke menyebabkan

paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan

mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta

kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus

Page 14: LP SH fix

Saraf VII (fasialis) : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli

persepsi

Saraf IX (Glosofaringeal) dan X (vagus) : kemampuan menelan kurang

baik dan kesulitan membuka mulut

Saraf XI (asesorius) : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan

trapezius

Saraf XII (hipoglosus) : lidah simetris, terdapat defiasi pada satu sisi dan

fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

7. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan laboratorium :

pemeriksaan pungsi lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada

trombosis, emboli cerebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang

mengandung darah menunukkan adanya hemoragic subarachnoid atau perdarahan

intrakranial. Kadar protein total meninggkat pada kasus trombosis sehubungan dengan

adanya proses inflamasi

pemeriksaan darah rutin

pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah

dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali

pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri

b) Pemeriksaan radiology :

- Angiografi cerebral : membantu menentukan penyebab srtoke secara spesifik, seperti

perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur

- CT Scan : Menunjukkan secara spesifik letak dari edema hematoma, iskemia dan

adanya infark.

- MRI (Magnetic Imaging Resonance) : menunjukkan daerah yang mengalami infark,

hemoragic, mal formasi arteriovena (MAV) atau menentukan posisi dan besar/luas

terjadinya perdarahan otak.

- Ultrasonografi Dopler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri

karotis, arteriosklerotik)

Page 15: LP SH fix

- EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin

memperlihatkan daerah lesi yang spesifik

- Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang

berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombisis

serebral, klasifikasi partial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

8. Tindakan Penanganan

a. Lakukan penatalaksanaan jalan napas yang agresif. Pertimbangkan pra-terapi dengan

pemberian lidokain 1-2 mg/kg secara intravena jika diintubasi diindikasikan untuk

menjaga adanya peningkatan TIK.

b. Lakukan hiperventilasi untuk mengurangi PaCo2 sampai 25-30 mmHg.

c. Pertimbangkan pemberian manitol 1-2 mg/kg IV.

d. Pertimbangkan deksametason 200-100mg IV : mulai timbulnya efek lebih lambat dari

pada tindakan intubasi atau manitol.

e. Pemantauan tekanan intrakranial secara noninvasif seperti MRI, CT scan, tomografi

emisi positron, single-photon emission computed tomografi, evoked potential, dan

oksimetri.

f. Dekompresi secara bedah berdasarkan temuan CT scan mungkin diperlukan.

g. Terapi umum:

Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut :

(1) Menstabilkan tanda – tanda vital

(2) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam,

trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)

(3) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu;

termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.

(4) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung

(5) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal;

cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.

(6) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :

Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam

Page 16: LP SH fix

Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak

50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah

tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata

kaki)

h. Terapi khusus

Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan

neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin,

TPA.

a. Pentoxifilin:

Mempunyai 3 cara kerja:

- Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus

- Meningkatkan deformalitas eritrosit

- Memperbaiki sirkulasi intraselebral

b. Neuroprotektan:

Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron. Contohnya neotropil

- Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen

i. Terapi Medis

(1) Neuroproteksi

Berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan. Cara kerja metode ini adalah

menurunkan aktifitas metabolisme dan kebutuhan sel-sel neuron.

(2) Antikoagulasi

Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0 – 4,0) untuk

pasien stroke yang memiliki katup prostetik mekanik. Bagi pasien yang bukan

merupakan kandidat untuk terapi warvarin (coumadin), maka dapat digunakan

aspirin tersendiri atau dalam kombinasi dengan dipiridamol sebagai terapi anti

trombotik awal untuk profilaksis stroke

(3) Trombolisis Intravena

Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh US Food and Drug Administration

(FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktivator plasminogen jaringan

(TPA) bentuk rekombinan. Terapi dengan TPA intravena tetap sebagai standar

Page 17: LP SH fix

perawatan untuk stroke akut dalam 3 jam pertama setelah awitan gejala. Risiko

terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah perdarahan intraserebrum.

(4) Trombolisis Intra arteri

Pemakaian trombolisis intra arteri pada pasien stroke iskemik akut sedang dalam

penelitian, walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA. Pasien yang beresiko

besar mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah yang skor National Institute

of Health Stroke Scale (NIHSS)-nya tinggi, memerlukan waktu lebih lama untuk

rekanalisasi pembuluh, kadar glukosa darah yang lebih tinggi, dan hitung

trombosit yang rendah.

j. Pengendalian Oedema dan Terapi Medis Umum

Oedema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark kasus serebrum iskemik,

terutama pada keterlibatan pada pembuluh besar di daerah arteria serebri media.

Terapi konservatif dengan membuat pasien sedikit dehidrasi, dengan natrium serum

normal atau sedikit meningkat.

h. Terapi Bedah

Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis yang masih menjalani uji klinis

yang dicadangkan untuk stroke yang paling masif.

9. Pencegahan Stroke Hemoragik

Dalam manusia tanpa faktor risiko stroke dengan umur di bawah 65 tahun, risiko

terjadinya serangan stroke dalam 1 tahun berkisar pada angka 1%. Setelah terjadinya

serangan stroke ringan atau TIA, penggunaan senyawa anti-koagulan seperti warfarin,

salah satu obat yang digunakan untuk penderita fibrilasi atrial, akan menurunkan risiko

serangan stroke dari 12% menjadi 4% dalam satu tahun. Sedangkan penggunaan senyawa

anti-keping darah seperti aspirin, umumnya pada dosis harian sekitar 30 mg atau lebih,

hanya akan memberikan perlindungan dengan penurunan risiko menjadi 10,4%.

Kombinasi aspirin dengan dipyridamole memberikan perlindungan lebih jauh dengan

penurunan risiko tahunan menjadi 9,3%.

Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya stroke adalah dengan mengidentifikasi

orang-orang yang berisiko tinggi dan mengendalikan faktor risiko stroke sebanyak

Page 18: LP SH fix

mungkin, seperti kebiasaan merokok, hipertensi, dan stenosis di pembuluh karotid,

mengatur pola makan yang sehat dan menghindari makanan yang mengandung kolesterol

jahat (LDL), serta olaraga secara teratur. Stenosis merupakan efek vasodilasi endotelium

yang umumnya disebabkan oleh turunnya sekresi NO oleh sel endotelial, dapat diredam

asam askorbat yang meningkatkan sekresi NO oleh sel endotelial melalui lintasan NO

sintase atau siklase guanilat, mereduksi nitrita menjadi NO dan menghambat oksidasi

LDL di lintasan aterosklerosis.

Beberapa institusi kesehatan seperti American Heart Association atau American Stroke

Association Council, Council on Cardiovascular Radiology and Intervention memberikan

panduan pencegahan yang dimulai dengan penanganan seksama berbagai penyakit yang

dapat ditimbulkan oleh aterosklerosis, penggunaan senyawa anti-trombotik untuk

kardioembolisme dan senyawa anti-keping darah bagi kasus non-kardioembolisme,

diikuti dengan pengendalian faktor risiko seperti arterial dissection, patent foramen

ovale, hiperhomosisteinemia, hypercoagulable states, sickle cell disease; cerebral venous

sinus thrombosis; stroke saat kehamilan, stroke akibat penggunaan hormon pasca

menopause, penggunaan senyawa anti-koagulan setelah terjadinya cerebral hemorrhage;

hipertensi, kebiasaan merokok, diabetes, fibrilasi atrial, dislipidemia, stenosis karotid,

obesitas, sindrom metabolisme, konsumsi alkohol berlebihan, konsumsi obat-obatan

berlebihan, konsumsi obat kontrasepsi, mendengkur, migrain, peningkatan lipoprotein

dan fosfolipase.

10. Komplikasi Stroke Hemoragik

a. Hipokia serebral : diminimalkan dengan memberi okigenasi darah adekuat ke otak.

Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.

Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit

pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankanhemoglobin serta

hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan

oksigenasi jaringan.

b. Aliran darah serebral : bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integrits

pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin

penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau

Page 19: LP SH fix

hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah

serebral dan potensi meluasnya area cedera.

c. Embolisme serebral : dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau

dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah

ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. Disritmia curah jantung

tidak konsisten dan penghentian thrombus local. Selain itu, disritmia dapat

menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

11. Prognosis

Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari

perdarahan. Skor dari GCS yang rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk

dan mortalitas yang lebih tinggi.Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan

dari volumehematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat

buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa

meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral

yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang

buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.

Page 20: LP SH fix

ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF

1. Pengkajian Keperawatan (6B)

Breathing:

- Klien mengalami penurunan reflek batuk akibat penurunan kesadaran

- Adanya bunyi gurgling

- RR > 20 x/menit

- Akumulasi sputum di jalan nafas

- Terdengar pernafasan mendengkur, rhonchi saat auskultasi.

- Tampak penggunaan pernafasan cuping hidung atau otot-otot aksesori pernafasan.

Blood:

- Klien tampak pucat

- CRT > 2 Detik

- TD > 130/90 mmHg

Brain:

- Kesadaran dapat mengalami penurunan

- Nyeri pada kepala

- Klien gelisah

Bowel:

- Dapat terjadi anoreksia akibat nyeri

- Klien dapat terpasang NGT akibat penurunan kesadaran

Bladder:

Umumnya tidak ada masalah

Bone:

- Adanya penurunan tonus otot

- Gerak tidak terkoordinasi

Pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium dapat menunjukkan seperti pada konsep dasar

penyakit.

Page 21: LP SH fix

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas:

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum akibat

penurunan otot pernafasan dan reflek batuk ditandai dengan adanya sputum, suara nafas

gurgling.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan ekspansi paru ditandai dengan

adanya penggunaan otot bantu pernafasan, adanya retraksi dinding dada, RR > 20

x/menit, dipsnea, orthopnea.

3. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran darah ke

otidak dan penurunan suplai O2 ke serebral ditandai dengan penurunan kesadaran,

adanya riwayat kejang, nyeri kepala

4. PK. Peningkatan TIK

5. Kerusakan menelan berhubungan dengan gangguan nervus cranialis ditandai dengan

klien tidak dapat menelan, klien tidak mampu mengunyah

6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular ditandai dengan

penurunan rentang gerak, penurunan tonus otot, dan gerak tidak terkoordinasi

7. Risiko infeksi berhubungan dengan terbukanya pertahanan tubuh akibat prosedur invasif

ditandai dengan pasien terpasang dengan kateter, OTT, NGT dan infuse

8. Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan tonus otot akibat

kerusakan neuromuscular dan imobilisasi ditandai dengan pasien tidak mampu

melakukan ADL

9. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran

10. Risiko jatuh berhubungan dengan perubahan status mental

3. Intervensi

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum akibat

penurunan otot pernafasan dan reflek batuk ditandai dengan adanya sputum, suara

nafas gurgling

Tujuan:

Setelah diberikan askep selama 3 x 24jam, diharapkan bersihan jalan nafas klien kembali

efektif dengan kriteria hasil:

Page 22: LP SH fix

Respiratory status: airway patency (status pernapasan: kepatenan jalan napas)

- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no deviation from

normal range)

- Irama pernapasn normal (skala 5 = no deviation from normal range)

- Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)

- Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif (skala 5 = no deviation from

normal range)

- Tidak ada akumulasi sputum (skala 5 = none)

Intervensi:

Respiratory monitoring

1) Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi

Rasional: mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam menetukan

intervensi yang akan diberikan.

2) Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi otot

supraclavicular dan interkostal

Rasional: menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan menetukan

intervensi yang akan diberikan.

3) Monitor suara napas tambahan

Rasional: suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan napas

yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara.

4) Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul, napas

cheyne-stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxic

Rasional: mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola napas

klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

Airway suctioning

5) Putuskan kapan dibutuhkan oral dan/atau trakea suction

Rasional: waktu tindakan suction yang tepat membantu melapangan jalan nafas pasien

6) Auskultasi sura nafas sebelum dan sesudah suction

Rasional : Mengetahui adanya suara nafas tambahan dan kefektifan jalan nafas untuk

memenuhi O2 pasien

7) Informasikan kepada keluarga mengenai tindakan suction

Page 23: LP SH fix

Rasional : memberikan pemahaman kepada keluarga mengenai indikasi kenapa dilakukan

tindakan suction

8) Gunakan universal precaution, sarung tangan, goggle, masker sesuai kebutuhan

Rasional : untuk melindungai tenaga kesehatan dan pasien dari penyebaran infeksi dan

memberikan pasien safety

9) Gunakan alat disposible steril setiap melakukan tindakan suction trakea

Rasional: jalan nafas merupakn area steril sehingga alat digunkan juga steril untuk

mencegah penularan infeksi.

10) Pilihlah selang suction dengan ukuran setengah dari diameter endotrakeal, trakheostomy,

atau saluran nafas pasien

Rasional: penggunaan dimater yang lebih kecil agar tidak menyumbat jalan nafas dan

memberikan ruang agar pasien mampu melakukan respirasi

11) Gunakan aliran rendah untuk menghilangkan sekret (80-100 mmHg pada dewasa)

Rasional : aliran tinggi bisa mencederai jalan nafas

12) Monitor status oksigen pasien (SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (MAP dan irama

jantung) sebelum, saat, dan setelah suction

Rasional : Mengetahui adanya perubahan nilai SaO2 dan satus hemodinamik, jika terjadi

perburukan suction bisa dihentikan.

13) Lakukan suction pada oropharing setelah selesai suction pada trakea

Rasional : melancarkan jalan nafas sehingga SaO2 menjadi optimal

2. PK: Peningkatan TIK

Tujuan

Setelah diberika askep selam 1 x 24 jam, diharapkan perawat dapat meminimalkan

komplikasi peningkatan TIK, dengan kriteria hasil:

- TTV dalam rentang normal (RR=16-20x/mnt, nadi=60-100x/mnt, TD=120/80

mmHg, suhu = 36-37,5oC)

- Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (Trias TIK: muntah proyektil, nyeri kepala,

papil edema)

Intervensi

1) Kaji ulang status neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK,

terutama GCS.

Page 24: LP SH fix

Rasional: Peningkatan TIK dapat diketahui secara dini untuk menentukan tindakan

selanjutnya.

2) Monitor TTV: tekanan darah, denyut nadi, respirasi, suhu minimal satu jam sampai

keadaan klien stabil.

Rasional: Perubahan TTV menjadi indikator dalam peningkatan tekanan intracranial

3) Naikkan kepala dengan sudut 15-45 derajat (tidak hiperekstensi dan fleksi) dan posisi

netral (dari kepala hingga daerah lumbal dalam garis lurus) jika tidak ada

kontraindikasi.

Rasional: Dengan posisi tersebut maka akan meningkatan dan melancarkan aliran

balik vena darah sehingga mengurangi kongesti serebrum, edema dan mencegah

terjadi penigkatan TIK. Posisi netral tanpa hiper ekstensi dan fleksi dapat mencegah

penekanan pada saraf spinalis yang menambah peningkatan TIK.

4) Monitor intidake dan output cairan tiap 8 jam sekali.

Rasional: Tindakan ini mencegah kelebihan cairan yang dapat menambah edema

serebri.

5) Kolaborasi: Berikan obat Manitol 4x100 cc dan Fentanyl drip 300 mg 2.1 cc/jam

dengan syringe pump, Ranitidine 3x1 ampul/IV, Asam traneksamat 4x1 gr/IV

Rasional: Manitol merupakan antidiuretik yang dapat menarik cairan untuk

mengurangi edema otidak dan fentanyl dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan

pasien. Ranitidine merupakan suatu antagonis histamin pada reseptor H2 yang

menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi

sekresi asam lambung, yang terjadi akibat peningkatan TIK. Asam traneksamat

merupakan antifibrinolitik yang menghambat pemutusan benang fibrin, sehinga

mencegah perdarahan yang merupakan penyebab peningkatan TIK.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan ekspansi paru ditandai

dengan adanya penggunaan otot bantu pernafasan, adanya retraksi dinding dada,

RR > 20 x/menit, dipsnea, orthopnea.

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola nafas klien

efektif, dengan kriteria hasil:

Respiratory Status: Ventilation

- Kedalaman pernapasan klien normal (5 = normal)

Page 25: LP SH fix

- Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (5 = none)

- Tidak tampak retraksi dinding dada (5 = none)

Vital Sign

- RR klien normal (16-20 x /menit) (5 = no deviation from normal range)

Intervensi

Respiratory monitoring

1) Monitor rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi

Rasional: mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam menetukan

intervensi yang akan diberikan.

2) Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi otot

supraclavicular dan interkostal

Rasional: menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan menetukan

intervensi yang akan diberikan.

3) Monitor suara napas tambahan seperti krekels

Rasional: suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan

napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara.

4) Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul, napas

cheyne-stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxic

Rasional: mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola

napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

Ventilation facilitation

5) Berikan posisi nyaman untuk mengurangi dipsnea

Rasional: Posisi nyaman semi fowler atau setengah duduk membantu klien

mengurangi sesak nafas

6) Berikan dan pertahankan masukan oksigen pada klien sesuai indikasi

Rasional: Pemberian oksigen sesuai indikasi diperlukan untuk mempertahankan

masukan O2 saat klien mengalami perubahan status respirasi

4. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran darah

ke otidak dan penurunan suplai O2 ke serebral ditandai dengan penurunan

kesadaran, adanya riwayat kejang.

Tujuan:

Page 26: LP SH fix

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan tercapai keefektifan

perfusi jaringan serebral, dengan kriteria hasil:

Tissue perfusion : Cerebral (Perfusi jaringan serebral)

- Tekanan darah sistolik normal (120 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal

range)

- Tekanan darah diastolik normal (80 mmHg) (skala 5 = no deviation from normal

range)

- Tidak ada sakit kepala (skala 5 = none)

- Tidak ada agitasi (skala 5 = none)

- Tidak ada syncope (skala 5 = none)

- Tidak ada muntah (skala 5 = none)

Seizure Control

- Pasien tidak mengalami kejang (skala 5 = Consistenly Demonstrated)

- Lingkungan sekitar pasien dalam keadaan aman (skala 5 = Consistenly

Demonstrated)

Intervensi :

Cerebral Perfusion Promotion

1) Pantau tingkat kerusakan perfusi jaringan serebral, seperti status neurologi dan

adanya penurunan kesadaran.

Rasional: kegagalan perfusi jaringan serebral dapat mempengaruhi status neurologi

dan tingkat kesadaran klien.

2) Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan posisi kepala yang tepat (0, 15, atau

30 derajat) dan monitor respon klien terhadap posisi tersebut.

Rasional : posisi yang tepat dapat membantu memperlancar aliran darah ke otidak

sehingga nutrisi dan O2 ke otidak adekuat.

3) Monitor status respirasi (pola, ritme, dan kedalaman respirasi; PO2, PCO2, PH, dan

level bikarbonat)

Rasional : status respirasi dapat menjadi indikator keadekuatan perfusi oksigen ke

otidak.

4) Monitor nilai lab untuk perubahan dalam oksigenasi

Page 27: LP SH fix

Rasional: oksigenasi yang tidak adekuat dapat menurunkan perfusi oksigen ke

otidak.

Oxygen Therapy

1) Pertahankan kepatenan jalan nafas.

Rasional: mempertahankan kepatenan jalan napas bertujuan untuk mencegah

terputusnya aliran oksigen ke otidak sehingga mencegah terjadinya hipoksia jaringan

otidak.

2) Monitor aliran oksigen.

Rasional: untuk mempertahankan masukan oksigen adekuat sesuai dengan

kebutuhan.

Vital Signs Monitoring

1) Monitor tanda-tanda vital

Rasional: memonitor tanda-tanda vital penting untuk mengetahui keadaan umum dan

status keefektifan perfusi jaringan.

2) Ukur tekanan darah setelah klien mendapatkan medikasi/terapi.

Rasional: pengukuran tekanan darah setelah mendapatkan terapi/medikasi penting

untuk mengetahui keefektifan terapi.

Seizure management

1) Monitor secara langsung mata dan kepala selama kejang

Rasional: pada stroke hemoragik pemantaun mata dan kepala penting apa adanya

perburukan kondisi pasien

2) Monitor status neurologik

Rasional: satus neurologik pasien membrikan gamabran seizure dan dapat

memberikan intervensi yang tepat

3) Monitor TTV

Rasional: perubahan TTV menunjukan adanya perbaikan atau perburukan kondisi

pasien

4) Dokumentasikan informasi tentang kejadian kejang

Rasional: pendokumentasian penting untuk memantau status perkembangan

neurologi pasien

Page 28: LP SH fix

5) Berikan antikonvulsan Phenytoin 3x100 mg/IV dan neuroprotektor Citicolin 3x250

mg/IV

Rasional: Phenytoin cenderung menstabilkan ambang kejang terhadap kepekaan yang

berlebihan yang disebabkan oleh rangsangan berlebihan atau perubahan-perubahan

lingkungan yang dapat mengurangi derajat membran terhadap Natrium termasuk

pengurangan potensiasi pasca tetanik pada sinap. Citicolin juga memperbaiki fungsi

kognitif dengan cara meningkatkan kadar kolin.

Seizure Precaution

1) Hindarkan barang-barang yang berbahaya dari sekitar pasien

Rasional: arang-barang yang berbahaya bisa digunakan untuk mencederai diri pasien

2) Jaga ikatan di samping tempat tidur

Rasional: memberikan keamanan bagi pasien dan tidak menimbulkan risio jatuh

3) Pasang tiang pengaman

Rasional: memberikan pengaman sehingga pasien tidak cedera

4) Gunkan paddle pada sisi tempat tidur

Rasional: menghidari timbulnya cedera pada pasien

5. Kerusakan menelan berhubungan dengan gangguan nervus cranialis ditandai

dengan klien tidak dapat menelan, klien tidak mampu mengunyah

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan intake makanan

adekuat, dengan kriteria hasil:

Swallowing status

- Asupan nutrisi adekuat (5 = not compromised)

- Klien tidak tersedak saat makan (5 = none)

- Klien tidak batuk saat makan (5 = none)

- Ketidaknyamanan saat menelan tidak ada (5 = none)

Intervensi

Aspirasi precaution

1) Lakukan pemasangan naso gastric tube pada klien

Rasional: membantu memenuhi nutrisi klien yang tidak mampu menelan

2) Pantau posisi selang NGT dan periksa residu sebelum pemberian makanan

Rasional: memastikan posisi sudah tepat saat akan member nutrisi

Page 29: LP SH fix

3) Hindari pemberian nutrisi saat residual tinggi

Rasional: mencegah distensi akibat intake berlebih

4) Berikan makanan sedikit demi sedikit

Rasional: mencegah refluks akibat pemberian yang banyak

Enteral Tube Feeding

5) Gunakan teknik bersih saat pemberian nutrisi lewat NGT

Rasional: menjaga agar makanan tidak terkontaminasi

6) Pantau intake nutrisi pada klien

Rasional: memastikan intake yang adekuat pada klien

6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular ditandai

dengan penurunan rentang gerak, penurunan tonus otot, dan gerak tidak

terkoordinasi

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi

kekakuan otot dan sendi, dengan kriteria hasil:

Immobility Consequences: Physiological

- Tidak terjadi kontraktur (5 = none)

- Tidak terjadi retensi urin (5 = none)

- Tidak terjadi konstipasi (5 = none)

- Tidak terjadi kontraktur (5 = none)

- Tidak terjadi trombosis vena (5 = none)

Intervensi:

Bed Rest Care

1. Hindari penekanan berlebih pada area tertentu akibat imobilisasi

Rasional: mencegah munculnya dekubitus akibat tirah baring lama

2. Lakukan miring kanan dan kiri tiap 2 jam bila tidak terdapat kontra indikasi

Rasional: mencegah munculnya dekubitus akibat tirah baring lama

3. Pastikan linen tetap bersih dan kencang

Rasional: mencegah adanya gesekan yang dapat menimbulkan luka dekubitus

4. Bantu klien dalam pemenuhan ADL dan perawatan diri

Rasional: memenuhi kebutuhan klien yang tirah baring lama dan penurunan

kesadaran

Page 30: LP SH fix

Exercise Promotion

5. Jelaskan pada keluarga kapan latihan rentang gerak dapat dilakukan

Rasional: rentang gerak pada stroke hemoragik umumnya dilakukan hari ke 10 dan

tergantung kondisi klien

6. Lakukan latihan rentang gerak aktif maupun pasif pada klien

Rasional: mencegah atropi otot dan kontraktur

7. Pantau respon klien terhadap latihan yang diberikan

Rasional: mengetahui respon kardiopulmonal terhadap latihan yang diberikan

7. Risiko infeksi berhubungan dengan terbukanya pertahanan tubuh akibat prosedur

invasif

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi

infeksi, dengan kriteria hasil:

- Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolesa) (skala 5 =

none)

- Suhu dalam batas normal (36,5o – 37oC) (skala 5 = no deviation from normal range)

- Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg) (skala 5 = no deviation from

normal range)

- Nadi dalam batas normal (60-100 x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range)

- RR dalam batas normal (12-20 x/mnt) (skala 5 = no deviation from normal range)

- WBC dalam batas normal (4,6 – 10,2 k/ul) (skala 5 = no deviation from normal

range)

Intervensi:

Infection control:

1) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan dengan

sabun antimikroba

Rasional: mencegah infeksi nosokomial dan melindungi tenaga kesehatan dari

risiko tertular infeksi dari klien.

2) Pertahankan lingkungan aseptik selama perawatan

Rasional: mencegah terjadinya infeksi lanjutan dan menjaga kebersihan vagina.

Infection protection:

1) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

Page 31: LP SH fix

Rasional: Membantu dalam memberikan intervensi secara cepat dan tepat jika

infeksi terjadi

2) Monitor hitung granulosit, WBC, tes sensitivitas

Rasional: Dapat sebagai indikator ada tidaknya infeksi dan menentukan

sensitivitas pada obat tertentu

3) Dorong masukan nutrisi yang adekuat

Rasional: Nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh klien

sehingga mempercepat proses penyembuhan infeksi.

Kolaborasi

4) Berikan terapi obat: antibiotic

Rasional : untuk membunuh mikroorganisme penyebab infeksi

8. Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan tonus otot akibat

kerusakan neuromuscular dan imobilisasi di tandai dengan pasien tidak mampu

melakukan ADL

Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perawatan diri klien

terpenuhi, dengan kriteria hasil :

Self care : bathing

- Wajah klien dalam keadaan bersih (skala 5= not compromised)

- Tubuh klien dalam keadaan bersih (skala 5= not compromised)

- Bagian perineal klien dalam keadaan bersih (skala 5= not compromised)

- Tubuh klien dalam keadaan kering (skala 5= not compromised)

Self care : dressing

- Klien memakai baju (skala 5= not compromised)

- Baju klien selalu diganti saat dimandikan (skala 5= not compromised)

Self care : eating

- Pasien mendapat intidake makanan (skala 5= not compromised)

- Pasien mendapat intidake cairan (skala 5= not compromised)

Self care : oral hygiene

- Mulut, gusi, dan lidah dalam keadaan bersih (skala 5 = not compromised)

- Gigi dan sela-sela gigi dalam keadaan bersih (skala 5 = not compromised)

Page 32: LP SH fix

- Perawatan mulut dan gigi secara teratur (skala 5 = not compromised)

Self care : hygiene

- Kuku kaki pasien terawat (skala 5 = not compromised)

- Kuku tangan pasien terawat (skala 5 = not compromised)

- Hidung dan telinga dalam keadaan bersih (skala 5 = not compromised)

Intervensi :

Bathing

1) Mandikan klien dengan temperatur air yang nyaman.

Rasional: Mencegah klien menggigil dan memberikan rasa nyaman pada klien.

2) Bantu bersihkan daerah perianal sesuai kebutuhan

Rasional: Mencegah terjadinya infeksi pada daerah perianal.

3) Berikan salep dan cream pelembab pada daerah kulit yang kering.

Rasional: Memberikan rasa nyaman dan membantu dalam pencegahan timbulnya

penyakit kulit.

4) Monitor keadaan kulit selama memandikan.

Rasional: Mengkaji keadaan kulit dan membantu dalam pencegahan timbulnya penyakit

kulit

5) Monitor kemampuan fungsional selama memandikan.

Rasional: Membantu dalam merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual

selanjutnya.

Self-care Assistance:bathing/hygiene

1) Monitor dan bantu kebersihan kuku dan mulut klien.

Rasional : Meminimalkan kotidak mikroorganisme ke dalam tubuh

2) Fasilitasi pasien melakukan oral higiene

Rasional: Memenuhi kebutuhan pasien dalam oral higiene

3) Fasilitasi pasien untuk mandi

Rasional: Memenuhi kebutuhan pasien dalam mandi

Self care assistance : dressing/grooming

1) Bantu klien memakai pakaian

Rasional: memfasilitasi pasien saat pasien tidak mampu melakukan sendiri

2) Sisir rambut pasien sesuai kebutuhan

Page 33: LP SH fix

Rasional: memenuhi kebutuhan berhias pasien

Self care assistance : feeding

1) Identifikasi menu diet pasien

Rasional: Mengetahui program diet yang sedang diberikan kepada pasien dan membantu

pasien memlh menu sesuia selera dan tidak bertentangan dengan diet

2) Bantu klien dalam hal makan

Rasional: memenuhi kebutuhan makan klien

Nail care

1) Bantu membersihkan kuku pasien

Rasional: memenuhi kebutuhan perawatan kuku dan mencegah infeksi karena kuku yang

kotor

2) monitor perubahan kuku pasien

Rasionala: perubahan kuku mengindikasikan pasien tidak melakukan perawatan secara

adekuat

Oral Health Promotion

1) Monitor mukosa oral pada bagian dasar secara teratur

Rasional: memantau kebersihan dan adanya iritasi mukosa

2) Bantu klien untuk menggosok gigi dan membersihkan mulut

Rasional: memenuhi kebutuhan perawatan mulut serta mencegah infeksi

3) Berikan minyak untuk melembabkan mukusa oral dan bibir sesuai kebutuhan

Rasional: melembabkan mukosa sehingga mencegah iritasi

Perineal Care

1) Bantu perawatan perineal klien

Rasional : membantu pasien mendapatkan perawatan perineal untuk menjaga kebersihan

2) Pertahankan perineal tetap kering

Rasonal: perineal yang basah atau lembab tempat berkembangannya mikroorganisme

3) Bersihkan perineal secara menyeluruh dengan waktu yang teratur

Rasional: pembersihan secara rutin dan teratur membantu perineal tetap bersih

Nutrition Management

1) Kolaborasi dengan ahli gisi mengenai jumlah kalori, jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi pasien

Page 34: LP SH fix

Rasional: Kolaborasi dengan ahli gisi membantu menentukan kebutuhan nutrisi pasien

dengan tepat

2) berikan asupan kalori sesuai anjuran atau kebutuhan tubuh melalui NGT

Rasional: asupan kalori memberikan energi kepada pasien dan membantu memperbaiki

sel-sel yang rusak

3) Monitor dan catat asupan nutrisi dan kalori

Rasional: asupan nutri dan kalori yang adekuat mempercepat proses kesembuhan pasien

4) Timbang pasien dengan tepat secar teratur

Rasioanal: perubahan berat badan mengindikasikan status nutrisi pasien

9. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran

Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi kerusakan

integritas kulit, dengan kriteria hasil:

Integritas jaringan: kulit dan membran mukosa

- Elastisitas kulit dapat dipertahankan (skala 5 = not compremised)

- Integritas kulit utuh (skala 5 = not compremised)

- Tidak ada lesi kulit (skala 5 = none)

- Tidak ada eritema eritema (skala 5 = none)

Intervensi:

Pencegahan Ulkus Dekubitus

1) Gunakan alat pengkajian untuk memonitor risiko ulkus dekubitus seperti Braden

scale/Norton scale

Rasional: Alat pengkajian membantu dalam mengetahui risiko klien mengalami

dekubitus

2) Catat status kulit klien setiap hari

Rasional: Perubahan status kulit merupakan salah satu indikator yang

mengidentifikasikan ulkus dekubitus

3) Hilangkan kelembaban berlebih pada kulit, hasil dari pengeluaran keringat, drainase pada

luka, inkontinensia alvi dan inkontinensia urine

Rasional: Kelembaban yang berlebih mempercepat terjadinya proses kerusakan pada

kulit.

Page 35: LP SH fix

4) Berikan barier perlindungan seperti krim atau bahan penyerap seperi pad.

Rasional : Untuk mengurangi kelembaban berlebih.

5) Inspeksi kulit di sekitar tulang yang menonjol dan tekanan lain ketika reposisi dilakukan

kurang dalam sehari.

Rasional: Tulang yang menonjol paling rentan menyebabkan luka pada kulit sehingga

pengkajian penting dilakukan untuk mengetahui risiko dekubitus.

6) Jaga tempat tidur tetap bersih, kering dan tidak mengkerut.

Rasional: Meminimalkan risiko cedera pada kulit.

7) Hindari penggunaan air panas ketika mandi dan gunakan sabun yang lembut.

Rasional: Penggunaan air panas dapat merusak integritas kulit, sabun yang lembut

meminimalkan iritasi pada kulit.

8) Pastikan klien mendapatkan intidake yang adekuat seperti cairan, protein, vitamin B,

vitamin C, dan kalori.

Rasional: Pemberian protein dapat membantu regenerasi sel-sel yang rusak. Cairan

menjaga status hidrasi dan elastisitas kulit, vitamin dan kalori membantu

mempertahankan integritas kulit.

10. Risiko jatuh berhubungan dengan perubahan status mental

Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan klien tidak mengalami jatuh dengan

criteria hasil:

Fall Occurance

- Klien tidak jatuh dari tempat tidur

- Klien tidak jatuh saat transferring

Intervensi

Fall Prevention

1) Kaji adamya riwayat dan risiko jatuh pada klien

Rasional: mengetahui adanya riwayat dan risiko jatuh pada klien

2) Jelaskan pada keluarga modifikasi lingkungan untuk risiko jatuh

Rasional: memberikan informasi agar keluarga paham modifikasi lingkungan yang dapat

dilakukan untuk mencegah jatuh

3) Pasang pengaman bed klien dengan baik

Rasional: mencegah risiko jatuh pada klien

Page 36: LP SH fix

4) Pasang pengaman pada brankar saat klien mobilisasi

Rasional: mencegah risiko jatuh pada klien

5) Libatkan keluarga dalam modifikasi lingkungan yang dapat menurunkan risiko jatuh

Rasional: keluarga dapat berpartisipasi aktif dalam mencegah rrisiko jatuh

4. Implementasi

Sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan.

5. Evaluasi

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sputum akibat

penurunan otot pernafasan dan reflek batuk ditandai dengan adanya sputum, suara nafas

gurgling.

Bersihan jalan nafas klien kembali efektif dengan kriteria hasil:

- Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt)

- Irama pernapasn normal

- Kedalaman pernapasan normal

- Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif

- Tidak ada akumulasi sputum

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan ekspansi paru ditandai dengan

adanya penggunaan otot bantu pernafasan, adanya retraksi dinding dada, RR > 20

x/menit, dipsnea, orthopnea.

Diharapkan pola nafas klien efektif, dengan kriteria hasil:

Respiratory Status: Ventilation

- Kedalaman pernapasan klien normal (5 = normal)

- Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (5 = none)

- Tidak tampak retraksi dinding dada (5 = none)

Vital Sign

- RR klien normal (16-20 x /menit) (5 = no deviation from normal range)

c. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran darah ke

otak dan penurunan suplai O2 ke serebral ditandai dengan penurunan kesadaran, adanya

riwayat kejang

Page 37: LP SH fix

Tercapai keefektifan perfusi jaringan serebral, dengan kriteria hasil:

- Tekanan darah sistolik normal (120 mmHg)

- Tekanan darah diastolik normal (80 mmHg)

- Tidak ada sakit kepala

- Tidak ada agitasi

- Tidak ada syncope

- Tidak ada muntah

- Pasien tidak mengalami kejang

- Lingkungan pasien aman

d. PK. Peningkatan TIK

Perawat dapat meminimalkan komplikasi peningkatan TIK, dengan kriteria hasil:

- TTV dalam rentang normal (RR=16-20x/mnt, nadi=60-100x/mnt, TD=120/80

mmHg, suhu = 36-37,5oC)

- Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (Trias TIK: muntah proyektil, nyeri kepala,

papil edema)

e. Kerusakan menelan berhubungan dengan gangguan nervus cranialis ditandai dengan

klien tidak dapat menelan, klien tidak mampu mengunyah

diharapkan intake makanan adekuat, dengan kriteria hasil:

Swallowing status

- Asupan nutrisi adekuat (5 = not compromised)

- Klien tidak tersedak saat makan (5 = none)

- Klien tidak batuk saat makan (5 = none)

- Ketidaknyamanan saat menelan tidak ada (5 = none)

f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular ditandai

dengan penurunan rentang gerak, penurunan tonus otot, dan gerak tidak terkoordinasi

diharapkan tidak terjadi kekakuan otot dan sendi, dengan kriteria hasil:

Immobility Consequences: Physiological

- Tidak terjadi kontraktur (5 = none)

- Tidak terjadi retensi urin (5 = none)

- Tidak terjadi konstipasi (5 = none)

- Tidak terjadi kontraktur (5 = none)

Page 38: LP SH fix

- Tidak terjadi trombosis vena (5 = none)

g. Risiko infeksi berhubungan dengan terbukanya pertahanan tubuh akibat prosedur

invasif ditandai dengan pasien terpasang dengan kateter, OTT, NGT dan infuse

Tidak terjadi tanda-tanda infeksi, dengan kriteria hasil:

- Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolesa)

- Suhu dalam batas normal (36,5o – 37oC)

- Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)

- Nadi dalam batas normal (60-100 x/mnt)

- RR dalam batas normal (12-20 x/mnt)

- WBC dalam batas normal (4,6 – 10,2 k/ul)

h. Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan tonus otot akibat

kerusakan neuromuscular dan imobilisasi ditandai dengan pasien tidak mampu

melakukan ADL

Perawatan diri klien terpenuhi, dengan kriteria hasil:

- Wajah klien dalam keadaan bersih

- Tubuh klien dalam keadaan bersih

- Bagian perineal klien dalam keadaan bersih

- Tubuh klien dalam keadaan kering

- Klien memakai baju

- Baju klien selalu diganti saat dimandikan

- Pasien mendapat intidake makanan

- Pasien mendapat intidake cairan

- Mulut, gusi, dan lidah dalam keadaan bersih

- Gigi dan sela-sela gigi dalam keadaan bersih

- Perawatan mulut dan gigi secara teratur

- Kuku kaki pasien terawat

- Kuku tangan pasien terawat

- Hidung dan telinga dalam keadaan bersih

i. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan kesadaran

Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan kriteria hasil:

- Elastisitas kulit dapat dipertahankan

Page 39: LP SH fix

- Integritas kulit utuh

- Tidak ada lesi kulit

- Tidak ada eritema eritema

j. Risiko jatuh berhubungan dengan perubahan status mental

diharapkan klien tidak mengalami jatuh dengan criteria hasil:

Fall Occurance

- Klien tidak jatuh dari tempat tidur

- Klien tidak jatuh saat transferring

Page 40: LP SH fix

DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Joanne McCloskey. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis,

Missouri: Mosby Elsevier.

Donna D. Ignatavicius, dkk. (1999). Medical Surgical Nursing :Across the Health Care

Continum. (Edisi III).

Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology,

3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.

Hudak & Gallo. 1997. Keperawatan Kritis: Pendekatan holistic.(Edisi VI). Jakarta: EGC

Kumpulan Makalah Kursus Keperawatan Neurologi

Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. 2007. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline

Stroke. Jakarta

Mansjoer dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2. Media Aesculapius.Jakarta.

Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby

Elsevier

NANDA. 2009. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2009-2011, Alih Bahasa : Budi

Santosa, Prima Medika, Jakarta

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi:konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Volume II.

EGC.Jakarta

Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of

Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.

Rumantir CU. 2007. Gangguan Peredaran Darah Otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin

Achmad/FK UNRI. Pekanbaru.

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. EGC.

Jakarta.