Lp Meningioma Johan babakan bantul

26
A. Pengertian Meningioma adalah adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun dibagian otak maupun medulla spinalis, tetapi umumnya terjadi di hemisfer otak semua lobusnya. Kebanyakan mengioma bersifat jinak (benign). Mardjono, 2003) Kraniotomi adalah mencakup pada pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intracranial. Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi tekanan intrakranial, mengevaluasi bekuan darah dan mengontrol haemoragi. (Brunner & Studdarth, 2002) Klasifikasi tumor otak Berdasarkan jenis tumor: a. Jinak 1. Acoustic neuroma 2. Meningioma Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien usia tua sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak. 3. Pituitary adenoma 4. Astrocytoma (grade I) b. Malignant 1. Astrocytoma (grade 2,3,4) 2. Oligodendroglioma

description

sip

Transcript of Lp Meningioma Johan babakan bantul

A. PengertianMeningioma adalah adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun dibagian otak maupun medulla spinalis, tetapi umumnya terjadi di hemisfer otak semua lobusnya. Kebanyakan mengioma bersifat jinak (benign). Mardjono, 2003)Kraniotomi adalah mencakup pada pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk meningkatkan akses pada struktur intracranial. Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi tekanan intrakranial, mengevaluasi bekuan darah dan mengontrol haemoragi. (Brunner & Studdarth, 2002)Klasifikasi tumor otakBerdasarkan jenis tumor:a. Jinak1. Acoustic neuroma2. MeningiomaSebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien usia tua sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak.3. Pituitary adenoma4. Astrocytoma (grade I)b. Malignant1. Astrocytoma (grade 2,3,4)2. OligodendrogliomaTumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul hingga 10 tahun.Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan simptomatologi bermakna akibat peningkatan tekanan intrakranial dan merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat kemosensitif.3. ApendymomaTumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim yang menutup ventrikel.Pada fosa posterior paling sering terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosaventrikularis.Tumor ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Dua faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan letak anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin buruk progmosisnya.Berdasarkan lokasia. Tumor supratentorialHemisfer otak, terbagi lagi:1. Glioma :a) GlioblastomamultiformeTumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di hemisfer otak dan sering menyebar kesisi kontra lateral melalui korpuskolosum.b) Astroscytomac) OligodendrogliomaMerupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri dari sel-sel oligodendroglia.Tumor relative avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi biasanya dijumpai pada hemisfer otak orang dewasa muda.2. MeningiomaMeningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, sel-sel mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura.Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatanduramater yang lebar (broad base) berbatas tegas karena adanya psedokapsul dari membran araknoid. Pada kompartemensupratentorium tumbuh sekitar 90%, terletak dekat dengan tulang dan kadang disertai reaksi tulang berupa hiperostosis. Karena merupakan massa ekstraaksial lokasi meningioma disebut sesuai dengan tempat perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%), Sphenoid ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%), Tuberculumsellae (10%), Konveksitasserebellum (5%), dan Cerebello-Pontine angle. Karena tumbuh lambat defisit neurologik yang terjadi juga berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur otak di sekitar tumor atau letak timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di regiofrontalis dan asimptomatik sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di basis kranii sekitar sellaturcika (tuberkulumsellae, planumsphenoidalis, sisi medial sphenoid ridge) tumor akan segera mendesak saraf optik dan menyebabkan gangguan visus yang progresif.

b. Tumor infratentorial1. Schwanomaakustikus2. Tumor metastasiscLesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % 10 % dari seluruh tumor otak dan dapat berasal dari setiap tempat primer.Tumor primer paling sering berasal dari paru-paru dan payudara.Namun neoplasma dari saluran kemih kelamin, saluran cerna, tulang dan tiroid dapat juga bermetastasis ke otak.3. HemangioblastomaNeoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskulerembriologis yang paling sering dijumpai dalam serebelum.

B. EtiologiFaktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan, dan virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma. Pada beberapa kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor. Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara meningioma dengan trauma.Penyebab tumor masih sangat sedikit yang diketahui. Meningioma sedikit lebih banyak pada wanita. Neurofibroma. Neurilema dan glioma sering berhubungan dengan neurofibromatosis. Sementara itu neurofibromatosis tergolong pada kelainan perkembangan dari neuroektoderm dan mesoderm yang disebut fakomatosa. Contoh fakomatosa lain misalnya tuberosklerosis yang selalu disertai peningkatan insidensi tumor otak.Radiasi merupakan satu faktor untuk timbulnya tumor otak. Trauma, infeksi dan toksin belum dapat dibuktikan sebagai penyebab timbulnya tumor otak. Tetapi bahan insdustri tertentu seperti nitrosourea adalah karsinogen yang paten, setidak tidaknya pada kelinci percobaan. Limfoma lebih sering terdapat pada mereka yang mendapat imunosupresan seperti pada transplantasi ginjal, sumsum tulang dan pada AIDS.Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering timbul pada akhir kehamilan, mungkin hal ini dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat itu. Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan, dan virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma, Pada beberapa kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor. Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara meningioma dengan trauma.Teori lain menyatakan bahwa virus dapat juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan dengan light microscope ditemukan virus like inclusion bodies dalam nuclei dari meningioma. Tetapi penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron misroscope inclusion bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam membran inti.

C. PatofisiologiPatofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral. Dari lokalisasinya Sebagian besar meningioma terletak di daerah supratentorial. Insidens ini meningkat terutama ada daerah yang mengandung granulatio Pacchioni. Lokalisasi terbanyak pada daerah parasagital dan yang paling sedikit pada fossa posterior.Tumor otak menyebabkan timbulnya ganguan neurologik progresif. Gejala-gejalanya timbul dalam rangkaian kesatuan sehingga menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan penderita. Gejala-gejala sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu. Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal akibat tumor dan kenaikan tekanan intra kranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau infasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural. Disfungsi terbesar terjadi pada tumor infiltratif yang tumbuh paling cepat (glioblastoma multiforma). Perubahan suplai darah akibat tekanan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai hilangnya fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, infasi, dan perubahan suplai darah kejaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti halnya faktor etiologi lainnya mekanisme hormon sex hingga memicu meningioma hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3 kasus meningioma ditemukan reseptor progesterone. Tidak hanya progesteron, reseptor hormon lain juga ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan reseptor untuk platelet derived growth factor. Beberapa reseptor hormon sex diekspressikan oleh meningioma. Dengan teknik imunohistokimia yang spesifik dan teknik biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan dalam konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam sitosol dari meningioma. Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten pada meningioma.Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi dibandingkan pada meningioma soliter. Reseptor progesteron yang ditemukan pada meningioma sama dengan yang ditemukan pada karsinoma mammae. Jacobs dkk (10) melaporkan meningioma secara bermakna tidak berhubungan dengan karsinoma mammae, tapi beberapa penelitian lainnya melaporkan hubungan karsinoma mammae dengan meningioma.Meningioma merupakan tumor otak yang pertumbuhannya lambat dan tidak menginvasi otak maupun medulla spinalis. Stimulus hormon merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan meningioma. Pertumbuhan meningioma dapat menjadi cepat selama periode peningkatan hormon, fase luteal pada siklus menstruasi dan kehamilan.Pathways (Terlampir)D. Manifestasi KlinisMenurut lokasi tumor:a. Lobus FrontalisGangguan mental / gangguan kepribadian ringan: depresi, bingung, tingkah laku aneh, sulit memberi argumentasi/menilai benar atau tidak, hemipresis, ataksia, dan gangguan bicara.b. Kortekpresentalis PosteriorKelemahan/kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jaric. Lobus parasentralisKelemahan/kelumpuhan pada ekstremitas bawahd. Lobus OksipitalisKejang, gangguan penglihatane. Lobus TemporalisTinnitus, halusinasi pendengaran, afasiasensorik, kelumpuhan otot wajahf. Lobus ParietalisHilang fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokasi sensorik, gangguan penglihatan.g. CerebellumPapiloedema, nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperekstremitassendiTanda dan Gejala Umum:a. Nyeri kepala berat pada pagi hari, semakib bertambah bila batuk atau membungkukb. Kejangc. Tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial: pandangan kabur, mual, muntah, penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital, afasia.d. Perubahan kepribadiane. Gangguan memorif. Gangguan alam perasaanMenurut Brunner dan Studdarth (2000) gejala-gejala yang ditimbulkan pada klien dengan craniotomy antara lain:a. Penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, dan pusingb. Bila hematoma semakin meluas akan timbul gejala deserbrasi dan gangguan tanda vital an fungsi pernafasan.c. Terjadinya peningkatan TIK setelah pembedahan ditandai dengan muntah proyektil, pusing, dan peningkatan tanda-tanda vital.

Komplikasia. Edema serebralb. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebralc. Syok hipovolemik d. Hydrocephaluse. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit f. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitisg. Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya besar trombo phlebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.h. Infeksii. Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus aureus, organisme garam positif stapylococus mengakibatkan pernanahan, untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptic dan antiseptic.j. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan.

E. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada klien dengan post craniotomy meliputi hal-hal yang dibawah ini:a. Pemeriksaan tengkorak dengan sinar X, CT scan atau MRI dapat dengan cermat mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilakukan pada 24-72 jam setelah injuri.b. Angiografi serebralMenunjukkan anomaly sirkulasi cerebral, seperti: perubahan jaringan otak sekunder menjadi oedema, perdarahan, trauma.c. EEG berkalaElectroencephalogram (EEG) adalah suatu test untuk mendeteksi kelainan aktivitas elektrik otak.d. Foto rontgen, mendeteksi perdarahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.e. PET (Post Emission Tomograph), mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otakf. Kadar Elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intracranialg. Skrining toksikologi, untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.h. Analisa Gas DarahAdalah suatu test diagnostic untuk menentukan status respirasi. Status respirsi dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah oksigenasi dan status asam basa.

F. PenatalaksanaanAdapun penatalaksanaan post operasi craniotomy mencakup:a. Mengurangi edema serebral Pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas dari area otak. Cairan ini kemudian disekresikan melalui dieresis osmotic. Deksametason dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam selama 24 jam sampai 72 jam, selanjutnya dosisnya dikurangi secara bertahap.b. Meredakan nyeri dan mencegah kejangAsetaminofen biasanya diberikan selama suhu diatas 37,5C dan untuk nyeri. Sering kali pasien mengalami sakit kepala setelah craniotomy, biasanya sebagai akibat saraf kulit kepala diregangkan dan diiritsi selama pembedahan. Kodein diberikan lewat parenteral, biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala.c. Memantau TIK. Kateter ventrikel atau beberapa tipe drainase sering dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior.

Penatalaksanaan Pokok:a. Perbaiki dan jaga jalan nafasb. Yakinkan bahwa ventilasi dan oksigenasi adekuatc. Lakukan pembedahan segera jika terdapat tanda-tanda penting dari hematoma (< 4 jam )d. Pertahankan normovolemik dan normotensi untuk mempertahankan aliran darah ke serebral.e. Terapi cedera cepat jika terjadi peningkatan TIK dan ulangi CT Scan jika terjadi kemunduruan secara klinis. f. Terapi cedera-cedera lainnya dengan tepatg. Awasi adanya komplikasi-komplikasi sistemik.1. Pendarahann sistem pencernaan 2. DIC3. Edema paru neurogenik4. Abnormallitas hormone endokrinh. Perawatan Secara Umum:1. Baringkan pasien dengan posisi kepala ditinggikan 15 - 30 ganti posisi secara berkala2. Observasi GCS/respon pupil tiap jam3. Lakukan suction minimal 1 kali tiap shift dan sesuai kebutuhan4. Beri analgesic sesuai kebutuhan5. Berikan nutrisi yang adekuat6. Hilangkan infeksi7. Profilaksis untuk kejang

i. Ventilasi1. Mode control SIM V dengan RR yang dibutuhkan untuk memberi dukungan secara penuh. Tujuan diberikan ventilator: PO2 > 80 mmHg, PCO2 < 35 mmHg2. Hiperventilasi (PCO2 < 35)3. Acute: menurunnya aliran darah serebral, menurunnya tekanan darah intracranial4. 4-8 jam: ditoleransi5. > 8 jam: berulang, meningkatnya tekanan intracranial jika PCO2 meningkat6. Kronik: akibatnya sangat buruk karena hal tersebut mengakibatkan menurunnya aliran darah serebral.7. PEEP: kadar rendah, tidak disukai karena dapat meningkatkan tekanan intracranial8. Gunakan 10 cm H2O jika : paru-paru colaps, FIO2 50%9. Hindari penggunaan PEEP > 0 cm H2O tanpa dilakukan monitoring tekanan intracranial10. Dapat menaikkan pemberian sedative atau lognocain sebelum suction dilakukanj. Sirkulasi1. Peratahankan tekanan darah dalam batas normal2. Pertahankan normovolemik = jangan batasi cairan kecuali terjadi SIADH3. Hindari pemberian dextrose pada terapi cairan4. Kontrol tekanan darah5. Tekanan Perfusi Serebral (CPP)a. CPP = MAP-ICP6. Hasil yang diharapkan CPP > 607. Jika tekanan intrakranial pasien tidak diketahui pertahankan MAP 90 mmHg.

G. Pengkajian Primera. AirwayPerlu dikaji apakah ada sumbatan/benda asing, massa leher, tonsil yang membesar yang dapat menghambat jalan napas pasien. b. BreathingKaji apakah terjadi perubahan pola nafas, adanya bunyi napas tambahan, stridor, tersedak, ronkhi, mengi, positif.

c. CirculationPantau adanya perubahan tekanan darah atau perubahan frekuensi jantung dan klasifikasi perdarahan yang terjadi.d. DisabilityYang dikaji adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Dalam mengkaji dapat menggunakan GCS maupun AVPU. Biasanya pasien mengalami kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sirkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstremitas. perubahan dalam penglihatan, gangguan pengecapan dan juga penciuman. Selain itu juga kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman, pendengaran, sangat sensitif terhadap sentuhan dan getaran, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuhe. ExposureKaji adanya jejas atau luka lain di seluruh tubuh pasien, ukur suhu tubuh pasien.

H. Pengkajian Sekundera. Pemeriksaan Fisik Head to ToePeriksa adanya lesi, perdarahan, laserasi, memar, maupun hematom. Observasi adanya gigi yang tanggal maupun gigi palsu. Cek adanya fraktur pada daerah servikal, dada, pelvis, tulang belakang, dan ekstremitas.b. Aktivitas / istirahatDikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat menjalani perawatan di RS.c. SirkulasiRiwayat penyakit jantung, polisitemia, hipotensi postural, hipertensi arterial, frekuensi nadi yang bervariasi, disritmia, perubahan irama EKG, Bruits pada arteri karotis, femoralis, iliaka yang abnormald. Integritas EgoPerasaan tidak berdaya, putus asa, emosi yang labil, kesulitan untuk mengekspresikan dirie. EliminasiPerubahan pola berkemih seperti inkontinensia urin, anuria, distensi abdomen, bising ususf. Makanan/cairanKemampuan untuk makan/menelan, perubahan nafsu makan, mual muntah, kehilangan sensasi pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia, adanya riwayat DM, penngkatan lemak dalam darah, obesitas.g. NeurosensoriLima area pengkajian neurologik yaitu:1. Fungsi serebral meliputi status mental, fungsi intelektual, daya pikir, status emosional, persepsi, kemampuan motorik, kemampuan bahasa.2. Fungsi syaraf cranial meliputi nervus cranial I sampai XII3. Fungsi sensori meliputi sensasi taktil, sensasi nyeri dan suhu, vibrasi dan propiosepsi, merasakan posisi, dan integrasi sensasi4. Fungsi motorik meliputi ukuran otot, tonus otot, kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi5. Fungsi Refleks meliputi refleks brakoiradialis, patella, ankle, kontraksi abdominal, dan babinski.

h. Nyeri / kenyamananDikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)i. KeamananDikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RSj. Interaksi socialMasalah bicara, ketidakmampuan dalam berkomunikasi

I. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan integritas jaringan otak, hipoksemia (dampak dari anestesi), edema cerebral, area pembedahan di sekitar medulla oblongata atau pons.2. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema jaringan cerebral, penurunan perfusi sistemik atau hilangnya perfusi cerebral karena embolus atau sumbatan aliran darah cerebral.3. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan tonus otot sensori, kerusakan neuromuskular akibat perdarahan otak.4. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan invasif (craniotomy) dan luka insisi yang buruk.5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, kerusakan neuromuskular (akibat perdarahan otak).6. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, penurunan tingkat kesadaran, lama dan tipe tindakan pembedahan.

J. Rencana KeperawatanNO.DIAGNOSA KEPERAWATANTUJUAN DAN KRITERIA HASILINTERVENSI KEPERAWATAN

1.Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan integritas jaringan otak, hipoksemia (dampak dari anestesi), edema cerebral, area pembedahan di sekitar medulla oblongata atau pons.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pola nafas dapat efektif dengan kriteria hasil:1. Oksigenasi yang adekuat dapat dipertahankan2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (irama dan frekuensi dalam rentang normal: 18-25 x/menit tanpa ada suara nafas tambahan)3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal:TD: 120/80 - 130/90 mmHgHR: 60-100 x/menitRR: 18-25 x/menitt: 36-37 oC1. Kaji frekuensi, kedalaman, keteraturan pernafasan dan ekspansi dada2. Kaji bunyi nafas setiap 2-4 jam3. Evaluasi nilai AGD sesuai kebutuhan4. Gunakan oksimetri yang tersedia untukmemantau saturasi oksigen dan pantau CO25. Pertahankan hiperventilasi jika diperlukan ventilator mekanik6. Waspada terhadap dampak obat-obat depresan7. Lakukan suction sesuai kebutuhan, berikan hiperventilasi sebelum prosedur dilakukan

2.Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema jaringan cerebral, penurunan perfusi sistemik atau hilangnya perfusi cerebral karena embolus atau sumbatan aliran darah cerebral.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, gangguan perfusi jaringan cerebral dapat teratasi dengan kriteria hasil:1. Tingkat kesadaran meningkat (GCS > 9)2. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan itrakranial ( 15 mmHg)3. Tekanan darah dalam rentang normal (120/80 130/90 mmHg)1. Ukur TIK dengan akurat dan pantau hasil pengukuran secara kontinyu2. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 15o - 30o sepanjang waktu3. Gunakan sistem pengkajian neurologi secara konsisten, misal skala koma Glasglow4. Evaluasi hal-hal berikut setiap 1 jam:a. Tingkat kesadaranb. Ukuran pupil, reaksi pupil terhadap cahayac. Kesamaan pupild. Gerakan ekstremitase. Beri sedikit stimlasi untuk mendapatkan reaksi pasienf. Kesesuaian respon pasien terhadap lingkunagan atau stimulasig. Ada tidaknya refleks refleksh. Semua gerakan involunter seperti kejang, kedutan atau fungsi motorik asimetrisi. Tekanan darahj. Frekuensi dan irama jantungk. Frekuensi dan irama pernafasanl. Parameter hemodinamik5. Hindari peningkatan tekanan intrathoraks, batuk, muntah dan valsava manuver6. Jika ventilasi dikontrol oleh ventilator mekanik, pertahankan PCO2 yang rendah (18-25) untuk mencegah vasodolatasi cerebral7. Berikan obat kontikosteroid sesuai instruksi dokter8. Beri diuretik yang menurunkan volume jaringan (seperti manitol) sesuai instruksi dokter

3.Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran (tonus otot sensori), kerusakan neuromuskular akibat perdarahan otakSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, gangguan persepsi sensori dapat teratasi dengan kriteria hasil:1. Kesadaran mulai membaik2. Tingkat kesadaran meningkat (GCS > 9)1. Kaji kesadaran klien2. Pantau perubahan orientasi klien3. Catat adanya perubahan spesifik yang terjadi pada klien4. Berikan stimulasi yang bermanfaat bagi klien

4.Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan invasif (craniotomy) dan luka insisi yang burukSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil:1. Klien tidak gelisah2. Secara subyektif melaporkan nyeri berkurang3. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang dapat menurunkan skala nyeri1. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan invasif2. Ajarkan teknik relaksasi: teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan tingkatkan relaksasi masase3. Anjurkan istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman4. Kolaborasi pemberian analgesic

5.Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, kerusakan neuromuskular (akibat perdarahan otak)Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, gangguan mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil:1. Mempertahankan posisi yang optimal2. Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit1. Kaji derajat imobilisasi pasien2. Ubah posisi pasien secara teratur3. Bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak4. Sokong kepala dan badan

6.Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, penurunan tingkat kesadaran, lama dan tipe tindakan pembedahanSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, resiko infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil:1. Tidak terjadi infeksi nosokomial2. Jumlah leukosit dalam batas normal (4,8-10,8 x 103/l)1. Gunakan teknik steril yang ketat selama pemantauan TIK dan pertahankan sistem drainase ventrikuler eksternal2. Lakukan dressing dengan teknik steril3. Kaji gejala-gejala infeksi SSP4. Berikan antibiotik sesuai pesanan5. Pantau dan catat adanya kebocoran CSS dari hidung, telinga atau daerah tempat pemasaran pemantauan TIK

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. 2008.Asuhan Keperawatan Pada Klien DenganGangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba MedikaCarpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGCDenizot, Y., Armas, R., Durand, K., Robert, S., JacquesMoreau, J., dan Caire, F. 2009. Analysis of Several PLA2 mRNA in HumanMeningiomas. Artikel Online: Hindawi Publishing Corporation Mediators of Inflammation Volume 2009, Article ID 689430, 8 pagesDoenges, M. 2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (edisi ke-3). Jakarta: EGCHarsono. 1996. BukuAjar NeurologiKlinis, Edisi: Pertama. Jakarta: EGCHarsono. 2000. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Herdman, T. Heather. 2011. NANDA International : Diagnosa Keperawatan ; Definisi dan Klasifikasi 2012 2014. Jakarta: EGCHudak, Carolyn M. 2010. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Edisi: 6 Volume 2. Jakarta: EGCMansjoer, Arif. 2000.Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta:FKUIMardjono, M. & Sidharta, P. 2003. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universtas IndonesiaMuttaqin, Arif. 2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien DenganGangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba MedikaNurarif, H.A. & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action PublishingPierce dan Borley. 2006.Ilmu Bedah, Edisi 3. Jakarta: Penerbit ErlanggaPrice, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses ProsesPenyakit, Edisi: 6 Volume 2. Jakarta: EGCReeves, C. J. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba MedikaSmeltzer, S.C. 2010. Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGCWeiner, Howard L. 2001.Buku Saku Neurolologi. Jakarta: EGCWidagdo, Wahyu. 2008.Asuhan Keperawatan Pada Klien DenganGangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Trans Info Media

Gangguan perfusi jaringanGangguan mobilitas fisikPenekanan pada sumsum saraf pusat (SSP)Muncul sensasi nyeriMengaktivasi reseptor nyeriProsedur operasi invasifPenurunan aliran darahSuplai darah berkurangPola nafas tidak efektifKetidakadekuatan suplai O2Penurunan ekspansi paruGangguan rasa nyaman: nyeriKontrakturResiko InfeksiKelemahan pergerakan sendiParalitisMerangsang thalamus & korteks serebriInfasi bakteriTrauma jaringanPenurunan kelembaban lukaMelalui sistem saraf asceden reseptor nyeriPenurunan Cardiac Output (COP)Penurunan kerja organ pernafasanPenekanan pada sistem cardiovaskulerPenekanan pusat pernafasanOedem otakAsam laktat Penurunan RRPerubahan persepsi sensoriGangguan metabolismeKerusakan neuromuskulerPenurunan tonus otot sensoriPenurunan suplay O2 ke otakHipoksia jaringanAliran darah ke otak Prosedur anestesiPerdarahan otakPembedahan CraniotomyLuka insisi buruk (stimulasi nyeri)PATHWAYS